Asuhan Keperawatan Pada an Hipospadia
March 20, 2019 | Author: alwiucil | Category: N/A
Short Description
Download Asuhan Keperawatan Pada an Hipospadia...
Description
ASUHAN KEPERAWATAN PADA An. T DENGAN HIPOSPADIA DI RUANG DAHLIA RS PANTIWILASA CITARUM SEMARANG ASUHAN KEPERAWATAN PADA An. T DENGAN HIPOSPADIA DI RUANG DAHLIA RS PANTIWILASA CITARUM SEMARANG
Disusun oleh :
Asrey Fatmalasari Putri Dwi Yuli Yanto Evi Armada Suhardi
(NIM 10.5.006) (NIM 10.5.020) (NIM 10.5.024) (NIM 10.5.068)
AKADEMI WIDYA 2012
HUSADA
KEPERAWATAN SEMARANG
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas limpahan rahmat, taufiq serta hidayahNya penulis dapat menyelesaikan pembuatan laporan kasus kelompok Keperawatan Anak dengan Anak dengan judul Asuhan K eper per awatan awatan pada pada An . T dengan dengan H ipospadia ipospadia Di Ruang Dahl ia RS Pantiwi Pantiwi lasa Citar um Semarang Semarang ”. Laporan kasus ini dibuat sebagai tugas kelompok dan syarat untuk memenuhi nilai dari praktek lapangan Keperawatan Anak yang dilaksanakan sejak tanggal 23 Juli 2012 sampai 11 Agustus 2012, pada akhir semester IV. Pada kesempatan kali ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu baik secara material maupun moril, selama penulis melaksanakan praktik Keperawatan Anak sampai selesainya pembuatan laporan ini. “
Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Ns. Rahayu Winarti, S.Kep selaku direktur Akademi Keperawatan Widya Husada Semarang 2. Ns. Wijanarko Heru, S.Kep selaku Dosen Pembimbing Akademik Widya Husada Semarang 3. Ibu Sri Mulyani selaku Kepala Ruang di Ruang Dahlia RS Pantiwilasa Citarum Semarang 4. Bapak Ardiyanto selaku pembimbing PKL di ruang dahlia RS Pantiwilasa Citarum Semarang 5. Ibu Retno Lestari selaku pembimbing PKL di ruang dahlia RS Pantiwilasa Citarum Semarang 6. Seluruh staf RS Pantiwilasa Citarum Semarang yang telah membantu selama praktik Keperawatan Anak 7. Adek Ahmad, Ardhia, Tius, Hilmi dan Keluarga yang yang telah membantu memberikan informasi dan berpartisipasi dalam ujian Keperawatan Anak 8. Kedua orang tua yang yang telah membantu membantu doa doa dan dan materi sehingga sehingga laporan kasus ini dapat dapat selesai dengan baik 9. Teman-teman seangkatan yang telah ikut membantu selama kegiatan praktik Keperawatan Anak ini sampai selesai 10. Dan semua pihak yang yang telah membantu yang tidak bisa disebutkan satu persatu Penulis menyadari dalam penulisan makalah ini banyak terdapat kekurangannya. Maka dari itu kritik dan saran dari para pembaca sangat penyusun harapkan demi kesempurnaan laporan kami selanjutnya. Akhir kata semoga laporan kasus praktik Keperawatan Anak ini dapat memberi pencerahan serta manfaat bagi semua pihak yang berkepentingan. berkepentingan.
Semarang,
Agustus 2012
Penyusun
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Tujuan
1.3 Sistematika Pembuatan Makalah BAB II KONSEP DASAR 2.1 Pengertian Hipospadia 2.2 Etiologi 2.3 Patofisiologi 2.4 Pathway Keperawatan 2.5 Manifestasi Klinik 2.6 Pemeriksaan Penunjang 2.7 Komplikasi 2.8 Pengkajian 2.9 Diagnosa Keperawatan 2.10 Fokus Intervensi, dan Rasional 2.11 Penatalaksanaan BAB III TINJAUAN KASUS 3.1 Pengkajian 3.2 Analisa Data 3.3 Diagnosa, Intervensi dan rasional 3.4 Implementasi 3.5 Evaluasi BAB IV PEMBAHASAN BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan 5.2 Saran DAFTAR PUSTAKA
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Kejadian hipospadia saat ini cenderung muncul pada 1 diantara 500 kelahiran bayi laki-laki (Behrman, Kliegman, & Arvin, 2000). Di Indonesia banyak terjadi kasus hipospadia karena kurangnya pengetahuan para bidan saat menangani kelahiran karena seharusnya anak yang lahir itu laki-laki namun karena melihat lubang kencing di bawah maka dibilang anak itu perempuan. Hipospadia merupakan kelainan abnormal dari perkembangan uretra anterior dimana muara dari uretra terletak ektopik pada bagian ventral dari penis proksimal hingga glands
penis. Muara dari uretra dapat pula terletak pada skrotum atau perineum. Semakin ke proksimal defek uretra maka penis akan semakin mengalami pemendekan dan membentuk kurvatur yang disebut “chordee”. Masalah yang ditimbulkan akibat hipospadia dapat berupa masalah fungsi reproduksi, psikologis maupun sosial. Pada kasus ringan, meatus berada tepat di bawah ujung penis, pada sebagian kasus yang berat meatus terletak pada perineum antara dua skrotum (Muscari, 2005). Tatalaksana pasien dengan hipospadia adalah dengan operasi, yang bertujuan untuk memperbaiki baik fungsi maupun kosmetik. Dari berbagai metode operasi tersebut dikenal operasi 1 tahap (onestage) dan beberapa tahap (multistage). Berdasarkan uraian diatas, maka penyusun tertarik dan termotivasi untuk menyusun Laporan Kasus Keperawatan Anak dengan mengambil kasus berjudul Asuhan K eper awatan “
pada An. T dengan Hipospadia Di Ruang Dahlia RS Pantiwilasa Citarum Semarang”. B.
1.
2. a. b. c. d.
Tujuan
Tujuan Umum Mahasiswa/mahasiswi mampu mengetahui asuhan keperawatan Hipospadia Tujuan Khusus Memahami definisi Hipospadia Mengetahui etiologi, patofisiologi Hipospadia Mengetahui manifestasi klinik Hipospadia Mengatahui penatalaksanaan asuhan keperawatan Hipospadia
pada klien
dengan
BAB II KONSEP DASAR HIPOSPADIA A.
Pengertian
Hipospadia adalah kelainan kongetinal berupa kelainan letak lubang uretra pada pria dari ujung penis ke sisi ventral (Corwin, 2009). Hipospadia adalah kegagalan meatus urinarius meluas ke ujung penis, lubang uretra terletak dibagian bawah batang penis, skrotum atau perineum (Barbara J. Gruendemann & Billie Fernsebner, 2005). Dan menurut (Muscari, 2005) Hipospadia adalah suatu kondisi letak lubang uretra berada di bawah glans penis atau di bagian mana saja sepanjang permukaan ventral batang penis. Kulit prepusium ventral sedikit, dan bagian distal tampak terselubung. Klasifikasi hipospadia menurut letak orifisium uretra eksternum : 1. Tipe sederhana adalah tipe grandular, disini meatus terletak pada pangkal glands penis. Pada kelainan ini secara klinis umumnya bersifat asimtomatik. 2. Tipe penil, meatus terletak antara glands penis dan skrotum 3. Tipe penoskrotal dan tipe perineal, kelainan cukup besar, umumnya pertumbuhan penis akan terganggu. Derajat keparahan hipospadia :
a)
Ditentukan oleh satu posisi meatus uretra : glands, korona, batang penis sambungan dari batang penis dan skrotum dan perineum b) Lokasinya c) Derajat chordee (Anak-hipospadia) B.
1. 2.
3.
4.
5. 6.
C.
Etiologi
Penyebab sebenarnya sangat multifaktor dan sampai sekarang belum diketahui penyebab pasti dari hipospadia. Namun ada beberapa faktor yang oleh para ahli dianggap paling berpengaruh antara lain : Secara embriologis, hipospadia disebabkan oleh kegagalan penutupan yang sempurna pada bagian ventral lekuk uretra (Heffiner, 2005). Diferensiasi uretra pada penis bergantung androgen dihidrotestoteron (DHT). Defisiensi produksi testoteron (T), konversi T menjadi DHT yang tidak adekuat atau defisiensi lokal pada pengenalan androgen (kekurangan jumlah atau fungsi reseptor androgen) (Heffiner, 2005). Terdapat presdisposisi genetik non-Mendelian pada hipospadia, jika salah satu saudara kandung mengalami hipospadia, resiko kejadian berulang pada keluarga tersebut adalah 12%, jika bapak dan anak laki-lakinya terkena, maka resiko untuk anak laki-laki berikutnya adalah 25% (Heffiner, 2005). Kriptorkismus (cacat perkembangan yang ditandai dengan kegagalan buah zakar untuk turun ke dalam kandung buah zakar) terdapat pada 16% anak laki-laki dengan hipospadia (Heffiner, 2005). Dihubungkan dengan penurunan sifat genetik (Muscari, 2005). Faktor eksogen antara lain pajanan pranatal terhadap kokain, alkohol, fenitoin, progestin, rubela, atau diabetes gestasional (Muscari, 2005). Patofisiologi
1.
Kelainan terjadi akibat kegagalan lipatan uretra untuk berfusi dengan sempurna pada masa pembentukan saluran uretral embrionik 2. Abnormalitas dapat menyebabkan infertilitas dan masalah psikologis apabila tidak diperbaiki (Muscari, 2005). Fungsi dari garis tengah dari lipatan uretra tidak lengkap terjadi sehingga meatus uretra terbuka pada sisi ventral dari penis. Ada berbagai derajat kelainan letak meatus ini, dari yang ringan yaitu sedikit pergeseran pada glans, kemudian disepanjang batang penis hingga akhirnya di perineum. Prepusium tidak ada pada sisi ventral dan menyerupai tapi yang menutup sisi dorsal dari glans. Pita jaringan fibrosa yang dikenal sebagai chordee , pada sisi ventral menyebabkan kurvatura (lengkungan) ventral dari penis (Anak-hipospadia). D.
Pathways Lampiran
E.
Manifestasi Klinik
Gambaran klinis Hipospadia :
1. 2. 3. 4.
Kesulitan atau ketidakmampuan berkemih secara adekuat dengan posisi berdiri Chordee (melengkungnya penis) dapat menyertai hipospadia Hernia inguinalis (testis tidak turun) dapat menyertai hipospadia (Corwin, 2009). Lokasi meatus urine yang tidak tepat dapat terlihat pada saat lahir (Muscari, 2005).
F.
Pemeriksaan Penunjang
1. 2. 3. 4.
G.
1. 2.
3. 4.
1.
2. 3. 4.
5.
6.
Diagnosis dilakukan dengan dengan pemeriksaan fisik pada bayi baru lahir atau bayi. Karena kelainan lain dapat menyertai hipospadia, dianjurkan pemeriksaan yang menyeluruh, termasuk pemeriksaan kromososm (Corwin, 2009). Rontgen USG sistem kemih kelamin BNO – IVP karena biasanya pada hipospadia juga disertai dengan kelainan kongenital ginjal Kultur urine (Anak-hipospadia)
Komplikasi
Komplikasi dari hipospadia antara lain : Dapat terjadi disfungsi ejakulasi pada pria dewasa. Apabila chordee nya parah, maka penetrasi selama berhubungan intim tidak dapat dilakukan (Corwin, 2009) Pseudohermatroditisme (keadaan yang ditandai dengan alat-alat kelamin dalam 1 jenis kelamin tetapi dengan satu beberapa ciri seksual tertentu) (Ramali, Ahmad & K. St. Pamoentjak, 2005) Psikis (malu) karena perubahan posisi BAK Kesukaran saat berhubungan saat, bila tidak segera dioperasi saat dewasa (Anakhipospadia) Komplikasi pascaoperasi yang terjadi : Edema / pembengkakan yang terjadi akibat reaksi jaringan besarnya dapat bervariasi, juga terbentuknya hematom/ kumpulan darah di bawah kulit, yang biasanya dicegah dengan balutan ditekan selama 2 sampai 3 hari pascaoperasi Striktur, pada proksimal anastomis yang kemungkinan disebabkan oleh angulasi dari anastomis Rambut dalam uretra, yang dapat mengakibatkan infeksi saluran kencing berulang atau pembentukan batu saat pubertas Fitula uretrokutan, merupakan komplikasi yang sering dan digunakan sebagai parameter untuk menilai keberhasilan operasi. Pada prosedur satu tahap saat ini angka kejadian yang dapat diterima adalah 5-10% Residual chordee /rekuren chrodee, akibat dari chordee yang tidak sempurna, dimana tidak melakukan ereksi artifisial saat operasi atau pembentukan scar yang berlebihan di ventral penis walaupun sangat jarang Divertikulum (kantung abnormal yang menonjol ke luar dari saluran atau alat berongga) (Ramali, Ahmad & K. St. Pamoentjak, 2005), terjadi pada pembentukan neouretra yang terlalu lebar atau adanya stenosis meatal yang mengakibatkan dilatasi yang dilanjut
H.
Penatalaksanaan
Tujuan utama dari penatalaksanaan bedah hipospadia adalah merekomendasikan penis menjadi lurus dengan meatus uretra ditempat yang normal atau dekat normal sehingga aliran kencing arahnya ke depan dan dapat melakukan coitus dengan normal (Anak-hipospadia). 1. Koreksi bedah mungkin perlu dilakukan sebelum usia anak 1 atau 2 tahun. Sirkumsisi harus dihindari pada bayi baru lahir agar kulup dapat dapat digunakan untuk perbaikan dimasa mendatang (Corwin, 2009). 2. Informasikan orang tua bahwa pengenalan lebih dini adalah penting sehingga sirkumsisi dapat dihindari, kulit prepusium digunakan untuk bedah perbaikan (Muscar i, 2005). 3. Dikenal banyak teknik operasi hipospadia yang umumnya terdiri dari : Operasi hipospadia satu tahap (One stage urethroplasty) adalah teknik operasi sederhana yang sering digunakan, terutama untuk hipospadia tipe distal. Tipe distal inimeatusnya letak anterior atau yang middle. Meskipun sering hasilnya kurang begitu bagus untuk kelainan yang berat. Sehingga banyak dokter lebih memilih untuk melakukan 2 tahap. Untuk tipe hipospadia proksimal yang disertai dengan kelainan yang lebih berat, maka one stage urethroplasty nyaris dapat dilakukan. Tipe annghipospadia proksimal seringkali di ikuti dengan kelainan-kelainan yang berat seperti chordee yang berat, globuler glands yang bengkok ke arah ventral (bawah) dengan dorsal : skin hood dan propenil bifid scrotum. Intinya tipe hipospadia yang letak lubang air seninya lebih ke arah proksimal (jauh dari tempat semestinya) biasanya diikuti dengan penis yang bengkok dan kelainan lain di scrotum I.
Pengkajian fokus
1. 2. 3. 4. 5. 6. a. b.
Kaji biodata pasien Kaji riwayat masa lalu : antenatal, natal Kaji riwayat pengobatan ibu waktu hamil Kaji keluhan utama Kaji skala nyeri (post op.) Pemeriksaan fisik : Inspeksi kelainan letak meatus uretra Palpasi adanya distensi kandung kemih
J.
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
1. 2. 3. 1. 2. 3. 4. K.
Diagnosa pasien pre operasi : Managemen regimen terapeutik tidak efektif b.d pola perawatan keluarga Perubahan eliminasi (retensi urine) b.d obstruksi mekanik Kecemasan b.d akan dilakukan tindakan operasi Diagnosa pasien post operasi : Kesiapan dalam peningkatan managemen regimen terapeutik b.d petunjuk aktifitas adekuat Nyeri b.d prosedur post operasi Resiko tinggi infeksi b.d invasi kateter Perubahan eliminasi urine b.d trauma operasi Intervensi
1.
a.
Managemen regimen terapeutik tidak efektif b.d pola perawatan keluarga
Tujuan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan managemen regimen terapeutik kembali efektif
b. Intervensi b.1.Jadilah pendengar yang baik untuk anggota keluarga b.2.Diskusikan kekuatan keluarga sebagai pendukung b.3.Kaji pengaruh budaya keluarga b.4.Monitor situasi keluarga b.5.Ajarkan perawatan dirumah tentang terapi pasien b.6.Kaji efek kebiasaan pasien untuk keluarga b.7.Dukung keluarga dalam merencanakan dan melakukan terapi pasien dan perubahan gaya hidup b.8.Identifikasi perlindungan yang dapat digunakan keluarga dalam menjaga status kesehatan 2.
Perubahan eliminasi (retensi urine) b.d obstruksi mekanik
a.
Tujuan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24jam diharapkan retensi berkurang. b. Intervensi b.1. Melakukan pencapaian komperehensif jalan urine berfokus kepada inkotenensia b.2. Menjaga privasi untuk eliminasi b.3. Menggunakan kekuatan dari keinginan untuk BAK di toilet b.4. Menyediakan waktu yang cukup untuk mengosongkan bladder (10 menit) b.5. Menyediakan perlak di kasur b.6. Menggunakan manuver crede, jika dibutuhkan b.7. Menganjurkan untuk mencegah konstipasi b.8. Monitor intake dan output b.9. Monitor distensi kandung kemih dengan palpasi dan perkusi b.10. Berikan waktu berkemih dengan interval reguler, jika diperlukan 3. a.
Kecemasan b.d akan dilakukan tindakan operasi Tujuan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan cemas berkurang atau hilang b. Intervensi b.1.Ciptakan suasana yang tenang b.2.Sediakan informasi dengan memperlihatkan diagnosa, tindakan dan prognosa dampingi pasien untuk menciptakan suasana aman dan mengurangi ketakutan b.3.Dengarkan dengan penuh perhatian b.4.Kuatkan kebiasaan yang mendukung b.5.Ciptakan hubungan saling percaya b.6.Identifikasi perubahan tingkat kecemasan b.7.Bantu pasien mengidentifikasi situasi yang menimbulkan kecemasan
4.
Kesiapan dalam peningkatan management regimen terapeutik b.d petunjuk aktifitas adekuat a. Tujuan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan kesiapan meningkatkan regimen terapeutik baik b. Intervensi b.1.Anjurkan kunjungan anggota keluarga jika perlu b.2.Bantu keluarga dalam melakukan strategi menormalkan situasi b.3.Bantu keluarga menemukan perawatan anak yang tepat b.4.Identifikasi kebutuhan perawatan pasien di rumah dan bagaimana pengaruh pada keluarga b.5.Buat jadwal aktifitas perawatan pasien di rumah sesuai kondisi b.6.Ajarkan jadwal keluarga untuk menjaga dan selalu mengawasi perkembangan status kesehtana keluarga 5. a.
Nyeri akut b.d prosedur post operasi Tujuan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan nyeri berkurang atau hilang b. Intervensi : b.1.Kaji secara komperehensif mengenai lokasi, karakterisktik, durasi, frekuensi, kualitas, intesitas dan faktor pencetus b.2.Observasi keluhan nonverbal dari ketidaknyamanan b.3.Ajarkan teknik relaksasi b.4.Bantu pasien dan keluarga untuk mengontrol nyeri b.5.Beri informasi tentang nyeri (penyebab, durasi, prosedur antisipasi nyeri) b.6.TTV b.7.Anjurkan untuk menurunkan stress dan banyak istirahat b.8.Beri pasien posisi nyaman 6. a.
Resiko tinggi infeksi b.d invasi kateter Tujuan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama3 x 24 jam diharapkan tidak terjadi infeksi b. Intervensi b.1.Catat karakteristik luka, drainase b.2.Bersihkan luka dan ganti balutan dengan teknik steril b.3.Bersihkan lingkungan dengan benar b.4.Monitor peningkatan granulasi, sel darah putih b.5.Kaji faktor yang dapat meningkatkan infeksi b.6.Ajarkan pada pasien dan keluarga cara prosedur perawatan luka 7. a.
Perubahan eliminasi urine (retensi) b.d trauma operasi Tujuan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan retensi urine berkurang b. Intervensi b.1.Monitor intake dan output b.2.Monitor distensi kandung kemih dengan palpasi dan perkusi
BAB III TINJAUAN KASUS
A.
Pengkajian Pengkajian dilakukan pada tanggal 30 Juli 2012, jam 08.29, di ruang dahlia RS Panti wilasa
1.
Identitas Data Nama : An. T Alamat : Purwodadi Tanggal lahir/Umur : 22 Maret 1999/13.4 th Jenis kelamin : Laki - laki Agama : Islam No Register : 461168 Tanggal masuk : 29 Juli 2012 Dx. Medis : Hipospadia Nama Penanggung Jawab Nama Ayah : Tn. A Pekerjaan : Wiraswasta Nama Ibu : Ny. S Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Keluhan Utama BAK lancar tetapi tidak memancar Riwayat Penyakit Sekarang Pada tanggal 9 Juli 2012, An. T rencana akan di sirkumsisi di dokter. Namun, baru diinsisi sedikit dokter tidak berani melanjutkan sirkumsisi. Lalu dari dokter dirujuk ke RS Karyadi Semarang. Di RS Karyadi mengantri banyak pasien, karena dari dokter menyarankan agar tidak terlalu lama maka An. T dari RS Karyadi dibawa ke RS Panti Wilasa Citarum Semarang pada tanggal 29 Juli 2012. Oleh dokter poli umum RS Panti Wilasa dianjurkan untuk operasi. Operasi tanggal 30 Juli 2012 jam 19.00. sekarang An. T dirawat di ruang Dahlia RS panti Wilasa Citarum Semarang. An. T mengatakan cemas akan menjalani operasi, An. T terlihat gelisah. Riwayat kehamilan dan kelainan Prenatal Ny. S mengatakan selalu memeriksakan kehamilannya ke bidan, setiap 1 bulan sekali, dan sudah mendapat imunisasi TT dan tidak ada riwayat penyakit selama hamil. Intranatal Ny. S mengatakan melahirkan secara normal dibantu oleh bidan dengan BBL : 3100 gr, PB : 50 cm. Postnatal Ny. S mengatakan An. T diberi ASI eksklusif dan diberi makanan tambahan (MPASI) setelah ± 5 bulan usianya. Riwayat kesehatan masa lampau
2.
3. 4.
5. a.
b.
c.
6.
a. b. c. d. e. f. g. 7.
Penyakit waktu kecil : Tidak ada Di rawat di RS : Belum pernah Obat yang digunakan : Tidak ada Tindakan operasi : Belum pernah Alergi : Udang Kecelakaan : Tidak ada Imunisasi : BCG, Polio, DPT, Hepatitis B Riwayat kesehatan keluarga
a.
Genogram
Ket :
: laki2 : perempuan
: pasien
b.
Penyakit keturunan : Ny. S mengatakan keluarga tidak ada yang menderita penyakit hipospadia, dan an. T tidak memiliki penyakit keturunan seperti asma, hipertensi, DM. 8. Riwayat sosial An. T dirawat oleh kedua orang tua dan nenek, dengan keadaan rumah bersih, dekat dengan keramaian (jalan raya), dilingkungan perumahan. 9. Pola sehari-hari a. Pola istirahat An. T mengatakan sebelum dan selama sakit tidur ± 8 – 10 jam/hari. b. Personal hygiene An. T mengatakan sebelum dan selama sakit mandi 2 x/hari. c. Pola eliminasi An. T mengatakan sebelum dan selama sakit BAB 1 x/hari, BAK ± 5 x/hari (1500 cc). BAK lancar tetapi tidak memancar. d. Pola aktifitas latihan Dalam kegiatan sehari-hari an. T dapat melakukan perawatan diri mandiri, makan/minum sendiri dan aktifitas sendiri. e. Pola nutrisi An. T mengatakan sebelum dan selama sakit an. T makan 3 x/hari, minum ± 9 gelas/hari 10. Pemeriksaan fisik a. KU : Baik kesadaran : composmentis b. TTV : N : 82 x/menit TD : 110/70 mmHg S : 36.3’C RR : 24 x/menit c. Kepala
Mesochepal, simetris, rambut hitam, tidak rontok, bersih, tidak ada pembesaran lingkar kepala d. Mata Sklera putih, tidak ada secret mata, tidak menggunakan alat bantu penglihatan (kacamata) e. Hidung : tidak ada pernafasan cuping hidung, hidung bersih f. Mulut : mukosa bibir lembab, tidak ada stomatitis g. Telinga : tidak ada secret, tidak menggunakan alat bantu pendengaran h. Dada : Simetris i. Jantung · Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat · Palpasi : ictus cordis terba di intercosta 4-5 · Perkusi : sonor · Auskultasi : terdengar bunyi jantung lup dup j. Paru – paru · Inspeksi : pengembangan paru simetris ka dan ki · Palpasi : vokal fremitus normal · Perkusi : sonor di seluruh lapang paru · Auskultasi : vesikuler, tidak ada ronchi/whezing k. Abdomen · Inspeksi : simetris, datar, tidak ada lesi, bekas operasi · Auskultasi : bising usus normal ± 28 x/menit · Perkusi : timpani · Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak teraba massa abdomen, tidak ada benjolan l. Genetalia : kelainan letak meatus uretra di penil m. Ekstremitas : tidak terdapat luka, bekas operasi n. Kulit : berwarna sawo matang, utuh, turgor baik 11. Data Penunjang Laboratorium Pemeriksaan HEMATOLOGI Darah Rutin Hb Lekosit Eritrosit Hematokrit Trombosit Differential Count Eosinofil Basofil Netrofil Batang Netrofil Segmen Limfosit Monosit Gol. Darah Koagulasi PPT PPT test PPT kontrol PPTK
Hasil
Nilai
Satuan
13.6 6.0 4.8 38.2 L 436 H
12.8 – 16.8 4.5 – 13 4.4 – 5.9 41 – 53 150 – 400
g/dl 10^9/L 10^12/L % 10^9/L
4 0 1 55 32 8H O
1 – 5 0 – 1 3 – 6 25 – 60 25 – 50 1 – 6
% % % % % %
16.1 16.7
12 – 19 12.3 – 18.9
Detik Detik
PTTK test PTTK kontrol Kimia Klinik Ureum Creatinin
1. · · ·
· · · ·
A.
40.5 36.0
27 – 42 27.0 – 43.0
Detik Detik
27.0 0.8
< 31
View more...
Comments