ASUHAN KEPERAWATAN NYERI DADA
August 3, 2018 | Author: rachma kalpita | Category: N/A
Short Description
paint chest...
Description
MAKALAH MEDICAL EMERGENCY
PAI N ), ), KERACUNAN DIGITALIS, DAN “NYERI DADA ( CHE ST PAI KEDARURATAN HIPERTENSI” Dosen Pengampu
: Sunardi Adi Wibowo, S.Kep., Ns., M.Kes
Disusun Oleh: Kelompok 5 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Rachmawati Nur Kalpitarini Esti Apriyani Sulistia Rini Fidya Pangestika Siti Nuraeni Yahya Syaiful Rizal Indra Hartono Widian Listanti Rizki Noorfian Maesti
(108114020) (108114020) (108114007) (108114007) (108114046) (108114046) (108114042) (108114042) (108114036) (108114036) (108114047) (108114047) (108114027) (108114006) (108114006) (108114026) (108114026)
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN TINGKAT 4 SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN AL-IRSYAD AL-ISLAMIYYAH CILACAP TAHUN AKADEMIK 2017/2018
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Nyeri dada merupakan salah satu keluhan yang paling banyak ditemukan di klinik. Sebahagian besar penderita merasa ketakutan bila nyeri dada tersebut disebabkan oleh penyakit jantung ataupun penyakit paru yang serius. Diagnosa yang tepat sangat tergantung dari pemeriksaan fisik yang cermat, pemeriksaan khusus lainnya serta anamnesa dari sifat nyeri dada mengenai lokasi, penyebaran, lama nyeri serta factor pencetus yang dapat menimbulkan nyeri dada. Salah satu bentuk nyeri dada yang paling sering ditemukan adalah angina pektoris yang merupakan gejala penyakit jantung koroner dan dapat bersifat progresif serta menyebabkan kematian, sehingga jenis nyeri dada ini memerlukan pemeriksaan yang lebih lanjut dan penangannan yang serius. Agar diagnosa lebih cepat diarahkan, maka perlu juga lebih dulu mengenal macam – macamjenis macamjenis nyeri dada yang disebabkan oleh berbagai penyakit lain.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana kegawatdaruratan pada nyeri dada (chest ( chest pain)? pain)? 2. Bagaimana kegawatdaruratan pada keracunan digitalis? 3. Bagaimana kedaruratan pada hipertensi?
C. Tujuan
1. Mengetahui kegawatdaruratan pada nyeri dada (chest ( chest pain) pain) 2. Mengetahui kegawatdaruratan pada keracunan digitalis 3. Mengetahui kedaruratan pada hipertensi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Nyeri dada merupakan salah satu keluhan yang paling banyak ditemukan di klinik. Sebahagian besar penderita merasa ketakutan bila nyeri dada tersebut disebabkan oleh penyakit jantung ataupun penyakit paru yang serius. Diagnosa yang tepat sangat tergantung dari pemeriksaan fisik yang cermat, pemeriksaan khusus lainnya serta anamnesa dari sifat nyeri dada mengenai lokasi, penyebaran, lama nyeri serta factor pencetus yang dapat menimbulkan nyeri dada. Salah satu bentuk nyeri dada yang paling sering ditemukan adalah angina pektoris yang merupakan gejala penyakit jantung koroner dan dapat bersifat progresif serta menyebabkan kematian, sehingga jenis nyeri dada ini memerlukan pemeriksaan yang lebih lanjut dan penangannan yang serius. Agar diagnosa lebih cepat diarahkan, maka perlu juga lebih dulu mengenal macam – macamjenis macamjenis nyeri dada yang disebabkan oleh berbagai penyakit lain.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana kegawatdaruratan pada nyeri dada (chest ( chest pain)? pain)? 2. Bagaimana kegawatdaruratan pada keracunan digitalis? 3. Bagaimana kedaruratan pada hipertensi?
C. Tujuan
1. Mengetahui kegawatdaruratan pada nyeri dada (chest ( chest pain) pain) 2. Mengetahui kegawatdaruratan pada keracunan digitalis 3. Mengetahui kedaruratan pada hipertensi
BAB II PEMBAHASAN A. NYERI DADA 1. Pengertian
Nyeri dada adalah perasaan nyeri / tidak enak yang mengganggu daerah dada dan seringkali merupakan rasa nyeri yang diproyeksikan pada dinding dada (referred pain). Nyeri Coroner adalah rasa sakit akibat terjadinya iskemik miokard karena suplai aliran darah koroner yang pada suatu saat tidak mencukupi untuk kebutuhan metabolisme miokard. Nyeri dada akibat penyakit paru misalnya radang pleura (pleuritis) karena lapisan paru saja yang bisa merupakan sumber rasa sakit, sedang pleura viseralis dan parenkim paru tidak menimbulkan rasa sakit. Anatomi Thorax
2. Komponen-komponen Thorax
Thorax terletak antara leher dan perut. Cavum thorax terdiri dari jantung, paru-paru, trakea, esophagus dan pembuluh darah. Rangka thorax dibentuk oleh columna vertebralis, tulang costa, cartilago costa, dan sternum. Tulang-tulang tersebutlah yang melindungi cavum thorax dan beberapa organ abdomen, contohnya hati dan limpa. a. Costa Costa terdiri dari 12 pasang tulang rusuk, dimana dari 12 pasang tersebut terbagi menjadi: 1) 7 pasang costa sejati, dimana costa-costa tersebut memiliki artikulasi dengan vertebra posterior dan dengan sternum di anterior melalui kartilago costa. 2) 3 pasang costa palsu, dimana kartilago dari costa ke-8, ke-9, dan ke-10 memiliki artikulasi dengan kartilago costa di atas. 3) 2 pasang costa melayang, dimana costa ke-11 dan ke-12 tidak memiliki artikulasi di anterior. b. Sternum Tulang sternum dapat di palpasi pada garis tengah (midline) bagian anterior thorax. Sternum terbagi atas beberapa regio, yaitu: c. Manubrium : memiliki facet untuk artikulasi dengan clavicula, kartilago costa ke-1 dan bagian atas dari kartilago costa ke-2. Di bagian inferior berartikulasi dengan corpus sternum pada sendi manubriosternal. 1) Corpus 2) Xifoid memiliki artikulasi atas dengan corpus pada sendi xifisternal. Xifoid biasanya tetap kartilaginosa sampai masa dewasa. Informasi tambahan: Persendian manubriosternal merupakan tempat dimana costa ke-2 melekat padanya, sehingga ini dapat menjadi acuan untuk menghitung jumlah tulang costa.
d. Rongga Intercostalis Rongga ini dilapisi oleh tiga otot yang menyerupai dinding otot abdomen. Ketiga otot tersebut yaitu: 1) M. Intercostalis Externus : otot ini berjalan mengisi rongga intercostalis
dari
vertebra
posterior
sampai
di
perbatasan
kostokondral di anerior, kemudian otot ini terus berjalan ke depan sebagai membran yang tipis, secara kasat mata, otot ini akan terlihat seperti huruf V. 2) M. Intercostalis Internus : otot ini berjalan mengisi rongga intecostalis dari sternum sampai ke angulus costa kemudian berjalan ke belakang sebagai suatu membran yang tipis, secara kasat mata, otot ini akan terlihat seperti huruf A. 3) M. Intercostalis Intima (terdalam) e. Innervasi (persarafan) dinding dada Nervus intercostal adalah rami antererior primer dari n. Segmentalis torakalis. Hanya enam nervus teratas yang berjalan dalam rongga intercostalis, sisanya masuk ke dalam dinding anterior abdomen. Nervus intercostal berjalan melewati 11 costa, sedangkan costa ke 12 dilewati oleh nervus subcosta. Adapun cabang-cabang n. Intercostalis adalah : 1) n. Kutaneus anterior 2) Cabang kolateral yang menyuplai otot di rongga intercostalis (juga disuplai oleh n. Intercostalis utama). 3) Cabang sensoris dari pleura (nervus atas) dan peritonium (nervus bawah). Yang merupakan perkecualian adalah: 1) N. Inercostalis ke-1 bergabung dengan pleksus brakialis dan tidak memiliki cabang kutaneus anterior. 2) N. Intercostalis ke-2 bergabung dengan n. Cutaneus medialis di lengan melalui cabang n. Interkostobrakialis. Oleh karena itu nervus ini menyuplai kulit ketiak dan sisi medial lengan.
f. Cavum Thorax Cavum thorax diisi oleh paru-paru dan cavum pleura, di bagian tengah paru-paru dan pleura disebut sebagai mediastinum. Daerah-daerah mediastinum diantaranya: 1) Anterior mediastinum, terletak diantara pericardium dan sternum yang diisi oleh limfonodi. 2) Middle mediastinum, yang di dalamnya terdapat pericardium dan jantung. 3) Posterior mediastinum, terletak diantara pericardium dan collum vertebra, yang di dalamnya berisi esofagus, ductus toracicus, trunkus simpatis, dan aorta desenden. 3. Etiologi
Nyeri dada dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu : a. Nyeri dada pleuritik Nyeri dada pleuritik biasa lokasinya posterior atau lateral. Sifatnya tajam dan seperti ditusuk. Bertambah nyeri bila batuk atau bernafas dalam dan berkurang bila menahan nafas atau sisi dada yang sakit digerakan. Nyeri berasal dari dinding dada, otot, iga, pleura perietalis, saluran nafas besar, diafragma, mediastinum dan saraf interkostalis. Nyeri dada pleuritik dapat disebakan oleh Difusi pelura akibat
infeksi
paru,
emboli
paru,
keganasan
atau
radang
subdiafragmatik pneumotoraks dan penumomediastinum b. Nyeri dada non pleuretik Nyeri dada non-pleuritik biasanya lokasinya sentral, menetap atau dapat menyebar ke tempat lain. Plaing sering disebabkan oleh kelainan di luar paru : c. Kardial 1) Iskemik miokard akan menimbulkan rasa tertekan atau nyeri substernal yang menjalar ke aksila dan turun ke bawah ke bagian dalam lengan terutama lebih sering ke lengan kiri. Rasa nyeri juga dapat menjalar ke epigasterium, leher, rahang, lidah, gigi, mastoid dengan atau tanpa nyeri dada substernal. Nyeri disebabkan karena
saraf eferan viseral akan terangsang selama iskemik miokard, akan tetapi korteks serebral tidak dapat menentukan apakah nyeri berasal sari miokard. Karena rangsangan saraf melalui medula spinalis T1-T4 yang juga merupakan jalannya rangsangan saraf sensoris dari sistem somatis yang lain. Iskemik miokard terjadi bila kebutuhan 02 miokard tidak dapat dipenuhi oleh aliran darah koroner. Pada penyakit jantung koroner aliran darah ke jantung akan berkurang karena adanya penyempitan pembuluh darah koroner. Ada 3 sindrom iskemik yaitu : a) Angina stabil (Angina klasik, Angina of Effort) : Serangan nyeri dada khas yang timbul waktu bekerja. Berlangsung hanya beberapa menit dan menghilang dengan nitrogliserin atau istirahat. Nyeri dada dapat timbul setelah makan, pada udara yang dingin, reaksi simfatis yang berlebihan atau gangguan emosi. b) Angina tak stabil (Angina preinfark, Insufisiensi koroner akut) : Jenis Angina ini dicurigai bila penderita telah sering berulang kali mengeluh rasa nyeri di dada yang timbul waktu istirahat atau saat kerja ringan dan berlangsung lebih lama. c) Infark miokard : Iskemik miokard yang berlangsung lebih dari 20-30 menit dapat menyebabkan infark miokard. Nyeri dada berlangsung lebih lama, menjalar ke bahu kiri, lengan dan rahang. Berbeda dengan angina pektoris, timbulnya nyeri dada tidak ada hubungannya dengan aktivitas fisik dan bila tidak diobati berlangsung dalam beberapa jam. Disamping itu juga penderita
mengeluh
dispea,
palpitasi
dan
berkeringat.
Diagnosa ditegakan berdasarkan serioal EKG dan pemeriksa enzym jantung. 2) Prolaps katup mitral dapat menyebabkan nyeri dada prekordinal atau substernal yang dapat berlangsung sebentar maupun lama.
Adanya murmur akhir sisttolik dan mid sistolik-click dengan gambaran echokardiogram dapat membantu menegakan diagnose. 3) Stenosis aorta berat atau substenosis aorta hipertrofi yang idiopatik juga dapat menimbulkan nyeri dada iskemik. a) Perikardial Saraf sensoris untuk nyeri terdapat pada perikardium parietalis diatas diafragma. Nyeri perikardila lokasinya di daerah sternal dan area preokordinal, tetapi dapat menyebar ke epigastrium, leher, bahu dan punggung. Nyeri bisanya seperti ditusuk dan timbul pada aktu menarik nafas dalam, menelan, miring atau bergerak. Nyeri hilang bila penderita duduk dan berdandar ke depan. Gerakan
tertentu
dapat
menambah
rasa
nyeri
yang
membedakannya dengan rasa nyeri angina. Radang perikardial diafragma lateral dapat menyebabkan nyeri epigastrum dan punggung seperti pada pankreatitis atau kolesistesis. b) Aortal Penderita hipertensi, koartasio aorta, trauma dinding dada merupakan resiko tinggi untuk pendesakan aorta. Diagnosa dicurigai bila rasa nyeri dada depan yang hebat timbul tibatiba atau nyeri interskapuler. Nyeri dada dapat menyerupai infark miokard akan tetapi lebih tajam dan lebih sering menjalar ke daerah interskapuler serta turun ke bawah tergantung lokasi dan luasnya pendesakan. d. Gastrointestinal Refluks geofagitis, keganasan atau infeksi esofagus dapat menyebabkan nyeri esofageal. Nyeri esofageal lokasinya di tengah, dapat menjalar ke punggung, bahu dan kadang – kadang ke bawah ke bagian dalam lengan sehingga seangat menyerupai nyeri angina. Perforasi ulkus peptikum, pankreatitis akut distensi gaster kadang – kadang dapat menyebabkan nyeri substernal sehingga mengacaukan nyeri iskemik kardinal. Nyeri seperti terbakar yang sering bersama –
sama dengan disfagia dan regurgitasi bila bertambah pada posisi berbaring dan berurang dengan antasid adalah khas untuk kelainan esofagus, foto gastrointestinal secara serial, esofagogram, test perfusi asam, esofagoskapi dan pemeriksaan gerakan esofageal dapat membantu menegakan diagnosa. e. Muskuloskletal Trauma lokal atau radang dari rongga dada otot, tulang kartilago sering menyebabkan nyeri dada setempat. Nyeri biasanya timbul setelah aktivitas fisik, berbeda halnya nyeri angina yang terjadi waktu exercis. Seperti halnya nyeri pleuritik. Neri dada dapat bertambah waktu bernafas dalam. Nyeri otot juga timbul pada gerakan yang berpuitar sedangkan nyeri pleuritik biasanya tidak demikian. f. Fungsional Kecemasan dapat menyebabkan nyeri substernal atau prekordinal, rasa tidak enak di dada, palpilasi, dispnea, using dan rasa takut mati. Gangguan emosi tanpa adanya klealinan objektif dari organ jantung dapat membedakan nyeri fungsional dengan nyeri iskemik miokard. g. Pulmonal Obstruksi saluran nafas atas seperti pada penderita infeksi laring kronis dapat menyebakan nyeri dada, terutama terjadi pada waktu menelan. Pada emboli paru akut nyeri dada menyerupai infark miokard akut dan substernal. Bila disertai dengan infark paru sering timbul nyeri pleuritik. Pada hipertensi pulmoral primer lebih dari 50% penderita mengeluh nyeri prekordial yang terjadi pada waktu exercise. Nyeri dada merupakan keluhan utama pada kanker paru yang menyebar ke pleura, organ medianal atau dinding dada. 4. Patofisiologi
Terjadi penonjolan sistolik (diskinesia) dengan akibat penurunan ejection fraction, isi sekuncup (stroke volume) dan peningkatan volume akhir distolik ventrikel kiri. Tekanan akhir diastolik ventrikel kiri naik dengan akibat tekanan atrium kiri juga naik. Peningkatan tekanan atrium kiri di atas 25 mmHg yang lama akan menyebabkan transudasi cairan ke
jaringan interstisium paru (gagal jantung). Pemburukan hemodinamik ini bukan saja disebakan karena daerah infark, tetapi juga daerah iskemik di sekitarnya.
Miokard
yang
masih
relatif
baik
akan
mengadakan
kompensasi, khususnya dengan bantuan rangsangan adrenergeik, untuk mempertahankan curah jantung, tetapi dengan akibat peningkatan kebutuhan oksigen miokard Kompensasi ini jelas tidak akan memadai bila daerah yang bersangkutan juga mengalami iskemia atau bahkan sudah fibrotik. Bila infark kecil dan miokard yang harus berkompensasi masih normal, pemburukan hemodinamik akan minimal. Sebaliknya bila infark luas dan miokard yang harus berkompensasi sudah buruk akibat iskemia atau infark lama, tekanan akhir diastolik ventrikel kiri akan naik dan gagal jantung terjadi. Sebagai akibat sering terjadi perubahan bentuk serta ukuran ventrikel kiri dan tebal jantung ventrikel baik yang terkena infark maupun yang non infark. Perubahan tersebut menyebabkan remodeling ventrikel yang nantinya akan mempengaruhi fungsi ventrikel dan timbulnya aritmia. Perubahan-perubahan hemodinamik ini tidak statis. Bila makin tenang fungsi jantung akan membaik walaupun tidak diobati. Hal ini disebabkan karena daerah-daerah yang tadinya iskemik mengalami perbaikan. Daerahdaerah diskinetik akan menjadi akinetik, karena terbentuk jaringan parut yang kaku. Miokard sehat dapat pula mengalami hipertropi. Sebaliknya perburukan hemodinamik akan terjadi bila iskemia berkepanjangan atau infark meluas. Terjadinya penyulit mekanis seperti ruptur septum ventrikel,
regurgitasi
mitral
akut
dan
aneurisma
ventrikel
akan
memperburuk faal hemodinamik jantung. Aritmia merupakan penyulit tersering dan terjadi terutama pada menit-menit atau jam-jam pertama setelah serangan. Hal ini disebabkan oleh perubahan-perubahan masa refrakter, daya hantar rangsangan dan kepekaaan terhadap rangsangan. 5. Tanda dan gejala
Tanda dan gejala yang biasa menyertai nyeri dada adalah : a. Nyeri ulu hati
b. Sakit kepala c. Nyeri yang diproyeksikan ke lengan, leher, punggung d. Diaforesis / keringat dingin e. Sesak nafas f. Takikardi g. Sesak nafas h. Kulit pucat i.
Sulit tidur (insomnia)
j.
Mual, Muntah, Anoreksia
k. Cemas, gelisah, fokus pada diri sendiri l.
Kelemahan
m. Wajah tegang, merintih, menangis n. Perubahan kesadaran 6. Pemeriksaan penunjang
a. EKG 12 lead selama episode nyeri 1) Takhikardi / disritmia 2) Rekam EKG lengkap : T inverted, ST elevasi / depresi, Q Patologis 3) Pemeriksaan darah rutin, kadar glukosa, lipid dan EKG waktu istirahat perlu dilakukan. Hasilnya meungkin saja normal walaupun ada penyakit jantung koroner yang berat. EKG bisa didapatkan gambaran iskemik dengan infark miokard lama atau depresi ST dan T yang terbalik pada penyakit yang lanjut. b. Laboratorium 1) Kadar enzim jantung : CK, CKMB, LDH 2) Fungsi hati : SGOT, SGPT 3) Fungsi Ginjal : Ureum, Creatinin 4) Profil Lipid : LDL, HDL c. Foto Thorax d. Echocardiografi e. Kateterisasi jantung
7. Terapi / penatalaksanaan
a. Pengobatan 1) Nitrat Nitrat meningkatkan pemberian D2 miokard dengan dialatasi arteri epikardial tanpa mempengaruhi, resistensi arteriol arteri intramiokard. Dilatasi terjadi pada arteri yang normal maupun yang abnormal juga pada pembuluh darah kolateral sehingga memperbaiki aliran darah pada daerah isomik. Toleransi sering timbul pada pemberian oral atau bentuk lain dari nitrat long-acting termasuk pemberian topikal atau transdermal. Toleransi adalah suatu keadaan yang memerlukan peningkatan dosis nitrat untuk merangsang efek hemodinamik atau anti-angina. Nitrat yang short-acting seperti gliseril trinitrat kemampuannya terbatas dan harus dipergunakan lebih sering. Sublingual dan jenis semprot oral reaksinya lebih cepat sedangkan jenis buccal mencegah angina lebih dari 5 am tanpa timbul toleransi 2) Beta bloker Beta – Bloker tetap merupakan pengobatan utama karena pada sebagian besar penderita akan mengurangi keluhan angina. Kerjanya mengurangi denyut jantung, kontasi miokard, tekanan arterial dan pemakaian O2. Beta Bloker lebih jarang dipilih diantara jenis obat lain walaupun dosis pemberian hanya sekali sehari. Efek samping jarang ditemukan akan tetapi tidak boleh diberikan
pada
penderita
dengan
riwayat
bronkospasme,
bradikardi dan gagal jantung. 3) Ca-antagonis Kerjanya mengurangi beban jantung dan menghilangkan spasma koroner, Nifedipin dapat mengurangi frekuensi serangan anti-angina, memperkuat efek nitrat oral dan memperbaiki toleransi exercise. Merupakan pilihan obat tambahan yang bermanfaat terutama bila dikombinasi dengan beta-bloker sangat efektif karena dapat mengurangi efek samping beta bloker. Efek anti angina lebih
baik pada pemberian nifedipin ditambah dengan separuh dosis beta-bloker daripada pemberian beta-bloker saja. Jadi pada permulaan pengobatan angina dapat diberikan beta bloker di samping sublingual gliseril trinitrat dan baru pada tingkat lanjut dapat ditambahkan nifedi-pin. Atau kemungkinan lain sebagai pengganti beta-bloker dapat diberi dilti azem suatu jenis ca-antagonis yang tidak merangsang tahikardi. Bila dengan pengobatan ini masih ada keluhan angina maka penderita harus direncanakan untuk terapi bedah koroner. Pengobatan pada angina tidak stabil prinsipnya sama tetapi penderita harus dirawat di rumah sakit. Biasanya keluhan akan berkurang bila ca-antagonis ditambah pada beta-bloker akan tetapi dosis harus disesuaikan untuk mencegah hipertensi. Sebagian penderita sengan pengobatan ini akan stabil tetapi bila keluhan menetap perlu dilakukan test exercise dan arteriografi koroner. Sebagian penderita lainnya dengan risiko tinggi harus diberi nitrat i.v dan nifedipin harus dihentikan bila tekanan darah turun. Biasanya kelompok ini harus segera dilakukan arteriografi koroner untuk kemudian dilakukan bedah pintas koroner atau angioplasti. 4) Antipletelet dan antikoagulan Segi lain dari pengobatan angina adalah pemberian antipletelet dan antikoagulan. Cairns dkk 1985 melakukan penelitian terhadap penderita angina tak stabil selama lebih dari 2 tahun, ternyata aspirin dapat menurunkan mortalitas dan insidens infark miokard yang tidak fatal pada penderita angina tidak stabil. Pemberian heparin i.v juga efeknya sama dan sering diberika n daripada aspirin untuk jangka pendek dengan tujuan menstabilkan keadaan penderita sebelum arteriografi. Terdapat obat-obatan pada angina pektoris tak stabil secara praktis dapat disimpulkan sebagai berikut: a) Heparin i.v dan aspirin dapat dianjurkan sebagai pengobatan rutin selama fase akut maupun sesudahnya
b) Pada penderita yang keadaannya cenderung tidak stabil dan belum mendapat pengobatan, beta-bloker merupakan pilihan utama bila tidak ada kontra indikasi. Tidak ada pemberian kombinasi beta-bloker dengan ca-antagonis diberikan sekaligus pada permulaan pengobatan. c) Pada penderita yang tetap tidak stabil dengan pemberian beta bloker dapat ditambah dengan nifedipin. d) Pengobatan tunggal dengan nifedipin tidak dianjurkan. 5) Pembedahan Bedah pintas koroner (Coronary Artery Bypass Graft Surgery) Walupun
pengobatan
dengan
obat-obatan
terbaru
untuk
pengobatan angina dapat memeperpanjang masa hidup penderita, keadaan tersebut belum dapat dibuktikan pada kelompok penderita tertentu terutama dengan penyakit koroner proksimal yang berat dan gangguan fungsi ventrikel kiri dengan risiko kerusakan mikardium yang luas (Rahimtoola 1985). Pembedahan lebih bagus hasilnya dalam memperbaiki gejala dan kapasitas exercise pada angina sedang sampai berat. Perbaikan gejala angina didapatkan pada 90% penderita selama 1 tahun pertama
dengan
kekambuhan
setelah
itu
6%
pertahun.
Kekambuhan yang lebih cepat biasanya disertai dengan penutupan graft akibat kesulitan teknis saat operasi sedangkan penutupan yang lebih lama terjadi setelah 5 – 12 tahun sering karena adanya graft ateroma yang kembali timbul akibat pengaruh peninggian kolesterol dan diabetes. Penelitian selama 10 tahun mendapatkan kira-kira 60% graft vena tetap baik dibandingkan dengan 88% graft a. mamaria interna. Mortalitas pembedahan tidak lebih dari 2% akibat risiko yang besar pada penderita angina tak stabil dengan fungsi ventrikel kiri yang buruk. Resiko meninggi pada umur lebih dari 65 tahun akibat penyakit yang lebih berat terutama pada kerusakan ventrikel kiri walaupun memberikan respons yang baik dengan graft dan
sekarangpun pembedahan biasa dilakukan pada penderita umur 20 tahun. Morbiditas pembedahan juga tidak sedikit yaitu sering didapatkan perubahan neuropsikiatrik sementara dan insidens stroke 5%. Akan tetapi kebanyakan penderita lambat laun akan kembali seperti semula. 8. Konsep Asuhan Keperawatan Gawat Darurat
a. Proses Perawat gawat darurat harus melakukan pengkajian fisik dan psikososial di awal dan secara berkelanjutan untuk mengetahui masalah keperawatan
klien
dalam
lingkup
kegawatdaruratan.
Pengkajian
merupakan pendekatan sistematik untuk mengidentifikasi masalah keperawatan gawat darurat. Proses pengkajian terbagi dua : 1) Pengkajian Primer ( primary survey) Pengkajian cepat untuk mengidentifikasi dengan segera masalah aktual/potensial dari kondisi life threatning (berdampak terhadap kemampuan pasien untuk mempertahankan hidup). Pengkajian tetap berpedoman pada inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi jika hal tersebut memungkinkan. Prioritas penilaian dilakukan berdasarkan : A = Airway dengan kontrol servikal Kaji : 1) Bersihan jalan nafas 2) Adanya/tidaknya sumbatan jalan nafas 3) Distress pernafasan 4) Tanda-tanda perdarahan di jalan nafas, muntahan, edema laring B = Breathing dan ventilasi Kaji : 1) Frekuensi nafas, usaha dan pergerakan dinding dada 2) Suara pernafasan melalui hidung atau mulut 3) Udara yang dikeluarkan dari jalan nafas C = Circulation 11
Kaji : 1) Denyut nadi karotis 2) Tekanan darah 3) Warna kulit, kelembaban kulit 4) Tanda-tanda perdarahan eksternal dan internal D = Disability Kaji : 1) Tingkat kesadaran 2) Gerakan ekstremitas 3) GCS atau pada anak tentukan respon A = alert, V = verbal, P = pain/respon nyeri, U = unresponsive. 4) Ukuran pupil dan respon pupil terhadap caha ya. E = Eksposure Kaji : Tanda-tanda trauma yang ada. 2) Pengkajian Sekunder (secondary survey) Pengkajian sekunder dilakukan setelah masalah ABC yang ditemukan pada pengkajian primer diatasi. Pengkajian sekunder meliputi
pengkajian
keperawatan
(riwayat
obyektif penyakit
dan
subyektif
sekarang,
dari
riwayat
riwayat penyakit
terdahulu, riwayat pengobatan, riwayat keluarga) dan pengkajian dari kepala sampai kaki. a) Pengkajian Riwayat Penyakit : Komponen yang perlu dikaji : 1. Keluhan utama dan alasan pasien datang ke rumah sakit 2. Lamanya waktu kejadian samapai dengan dibawa ke rumah sakit 3. Tipe cedera, posisi saat cedera dan lokasi cedera 4. Gambaran mekanisme cedera dan penyakit yang ada (nyeri) 5. Waktu makan terakhir 6. Riwayat pengobatan yang dilakukan untuk mengatasi sakit sekarang, imunisasi tetanus yang dilakukan dan riwayat alergi klien.
Metode pengkajian : Metode yang sering dipakai untuk mengkaji riwayat klien : S
(signs
and
:
symptoms)
tanda dan gejala yang diobservasi dan dirasakan klien
A (Allergis)
:
alergi yang dipunyai klien
M (medications)
:
tanyakan obat yang telah diminum klien untuk mengatasi nyeri
P (pertinent past :
riwayat penyakit yang diderita
medical hystori)
klien
L (last oral intake :
makan/minum
solid or liquid)
makanan, ada penurunan atau
terakhir;
jenis
peningkatan kualitas makan E (event leading to
:
injury or illnes)
pencetus/kejadian
penyebab
keluhan
Metode yang sering dipakai untuk mengkaji nyeri : P (provoked)
:
pencetus nyeri, tanyakan hal
Q (quality)
:
yang
R (radian)
:
mengurangi nyeri
S (severity)
:
kualitas nyeri
T (time)
:
arah penjalaran nyeri
menimbulkan
dan
skala nyeri ( 1 – 10 ) lamanya nyeri sudah dialami klien b) Tanda-tanda vital dengan mengukur : 1. Tekanan darah 2. Irama dan kekuatan nadi 3. Irama, kedalaman dan penggunaan otot bantu pernafasan 4. Suhu tubuh
c) Pengkajian Head to Toe yang terfokus, meliputi : 1. Pengkajian kepala, leher dan wajah (a). Periksa rambut, kulit kepala dan wajah Adakah luka, perubahan tulang kepala, wajah dan jaringan lunak, adakah perdarahan serta benda asing. (b.) Periksa mata, telinga, hidung, mulut dan bibir Adakah
perdarahan,
benda
asing,
kelainan
bentuk,
perlukaan atau keluaran lain seperti cairan otak. (c.) Periksa leher Nyeri tulang servikal dan tulang belakang, trakhea miring atau tidak, distensi vena leher, perdarahan, edema dan kesulitan menelan. (d.) Pengkajian dada Hal-hal yang perlu dikaji dari rongga thoraks : (1) Kelainan bentuk dada (2) Pergerakan dinding dada (3) Amati penggunaan otot bantu nafas (4) Perhatikan tanda-tanda injuri atau cedera, petekiae, perdarahan, sianosis, abrasi dan laserasi (e.) Pengkajian Abdomen dan Pelvis Hal-hal yang perlu dikaji : (1) Struktur tulang dan keadaan dinding abdomen (2) Tanda-tanda cedera eksternal, adanya luka tusuk, alserasi, abrasi, distensi abdomen dan jejas (3) Masa : besarnya, lokasi dan mobilitas (4) Nadi femoralis (5) Nyeri abdomen, tipe dan lokasi nyeri (gunakan PQRST) (6) Distensi abdomen (f.) Pengkajian Ekstremitas Hal-hal yang perlu dikaji : (1) Tanda-tanda injuri eksternal
(2) Nyeri (3) Pergerakan (4) Sensasi keempat anggota gerak (5) Warna kulit (6) Denyut nadi perifer (g.) Pengkajian Tulang Belakang Bila tidak terdapat fraktur, klien dapat dimiringkan untuk mengkaji : (1) Deformitas (2) Tanda-tanda jejas perdarahan (3) Jejas (4) Laserasi (5) Luka (h.) Pengkajian Psikosossial Meliputi : (1) Kaji reaksi emosional : cemas, kehilangan (2) Kaji riwayat serangan panik akibat adanya faktor pencetus seperti sakit tiba-tiba, kecelakaan, kehilangan anggota tubuh ataupun anggota keluarga (3) Kaji adanya tanda-tanda gangguan psikososial yang dimanifestasikan
dengan
meningkat dan hiperventilasi. 3) Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan meliputi : a) Radiologi b) Pemeriksaan laboratorium c) USG dan EKG
takikardi,
tekanan
darah
B. KERACUNAN DIGITALIS 1. Pengertian
Digitalis
memiliki
cakupan
dosis
terapeutik
yang
sempit.
Diperkirakan 20% pasien yang diterapi dengan digitalis mengalami keracunan. Sebanyak 35% efek terapeutetik digitalis dapat menjadi dosis yang berbahaya, dan disaritmia jantung umumnya terjadi pada 60% pemberian dosis berbahaya, Hanya satu perbedaan diantara beragam peberian digitalis ketika terjadi keracunan, yakni durasi dari efek yang timbul. Adanya kesepakatan bersama bahwa efek toksisitas digitalis terjadi akibat inhibisi sistem transport ion Na-K-ATPase yang menyebabkan akumulasi ion natrium intraseluler dan ion kalsium serta penurunan ion kalium intraseluler. Diperkirakan bahwa peningkatan konsentrasi ion kalsium intraseluler yang menyertai gejala keracunan digitalis yang menyebabkan terjadinya disaritmia ektopik jantung.Penurunan pada fase 4 depolarisasi pada aksi potensial jantung merupakan pengaruh kerja digitalis khususnya pada ventrikel. 2. Etiologi
Penyebab yang paling sering dari keracunan digitalis tanpa adanya disfungsi ginjal adalah pemberian diuretic yang menyebabkan deplesi kalium.Selama anestesi berlangsung, hiperventilasi dapat menurunkan konsentrasi serum kalium rata-rata 0.5 mEq/liter setiap penurunan PaCoO2 10 mmHg. Hipokalemia dapat meningkatkan pengikatan miokard
dengn
glikosida
jantung
sehingga
meningkatkan
efek
obat.Pengikatan glikosida jantung pada kompleks enzim Na-K-ATPase dihambat oleh peningkatan konsentrasi plasma kalium.Abnormalitas elektrolit lainnya yang terjadi akibat keracunan digitalis adalah hiperkalsemia dan hipomagnesemia.Peningkatan aktivitas sistem saraf simpatis akibat hipoksemia arteri meningkatkan kemungkinan adanya keracunan digitalis. Pasien usia lanjut dengan penurunan massa otot lurik dan penurunan fungsi ginjal cenderung lebih mudah mengalami keracunan digitalis jika diberikan dosis terapi digoxin. Gangguan fungsi
ginjal dan perubahan elektrolit (hypokalemia, hipomagnesemia) yang sering pada pasien cardiopulmonary bypass dapat menjadi faktor pencetus terjadinya keracunan digitalis. 3. Diagnosis
Digitalis sering diberikan pada kondisi dimana gejala toksik akibat obat sulit dibedakan dari gejala yang timbul penyakit jantung.Oleh karena itu, penentuan konsentrasi plasma digitalis mungkin digunakan untuk menunjukkan adanya keracunan digitalis.Misalnya, konsentrasi plasma digoxin 3 nm/ml merupakan dosis toksik. Pasien bayi dan anak memiliki toleransi yang lebih erhadap glikosida jantung dan cakupan konsentrasi terapeutik untuk digoxin adalah 2.5-3.5 ng/ml. Perlu diperhatikan bahwa hubungan antara konsentrasi plasma dengan
efek
farmakologi
yang
bisa
terlihat
tidak
selalu
konsisten.Misalnya, konsentrasi plasma terapeutik digoxin umumnya diperiksa
apabila
terdapat
gejala
keracunan,
adanya
gangguan
keseimbangan elektrolit dan infark miokard baru.Sebaliknya, konsentrasi terapeutik plasma digoxin yang tinggi, tanpa adanya gejala keracunan digoxin, sering diperiksa pada pasien yang mendapatkan terapi disaritmia supraventricular takikardi (SVT) yang memerlukan dosis besar digitalis untuk mengurangi rasio respon ventrikel. Anoreksia, nausea, dan viomitus merupakan gejala awal keracunan digitalis.Apabila
ditemukan
gejala
demikian
pada
pasien
yang
mendapatkan terapi digitalis, perlu dipikirkan kemungkinan adanya keracunan
digitalis.Eksitasi
(cheoreceptor
trigger
zone)
pada
zona
merupakan
pencetus mekanisme
kemoreseptor utama
yang
menyebabkan pasien muntah.Ditemukan pula transitory ambilopia dan skotomata.Nyeri akibat neuralgia trigeminus bisa merupakan tanda dini keracunan digitalis.Ekstremitas juga bisa nyeri.
4. Tanda dan Gejala
Gejala dari Intoksikasi digitalis diantaranya ialah : Gejala Ekstra kardiak: Sistem Syaraf Pusat: a. Gangguan penglihatan (Gejala awal) b. Penurunan kesadaran c. Lethargy d. Lelah e. Neuralgia f.
Sakit kepala
g. Pusing (Dizziness) h. Confusion or giddiness i.
Halusinasi
j.
Kejang (jarang)
k. Paresthesia and nyeri neuropati
5. Pemeriksaan Penunjang (Elektrokardiogram)
Belum ada karakteristik pasti untuk EKG yang memastikan adanya keracunan digitalis. Namun demikian, konsentrasi plasma toksik akibat digitalis menyebabkan terjadinya disaritmia atrium atau ventrikel (peningkatan automatisasi) dan perlambatan konduksi jantung melalui AV node (pemanjangan interval P-R pada EKG), yang akan berujung pada blok inkomplit hingga blok komplit pada jantung. Takikardi atrial dengan blok merupakan disaritmia jantung yang paling umum terjadi akibat keracunan digitalis. Aktivitas SA node dapat langsung dihambat dengan pemberian digitalis dosis tinggi.Konduksi rangsangan impuls jantung melalui jaringan penghantar pada ventrikel tidak mengalami perubahan, dimana ditemukan bukti bahwa meskipun konsentrasi plasma digoxin tergolong toksik, tidak terjadi perubahan waktu dari kompleks QRS pada EKG.Fibrilasi ventrikel merupakan penyebab tersering kematian akibat keracunan digitalis.
6. Pengobatan
Pengobatan keracunan digitalis meliputi a)koreksi faktor predisposisi (hipokalemia, hipomagnesemia, hipoksemia arteri), b)pemberian obatobatan (fenitoin, lidokain, atropine) untuk menangani disaritmia jantung, dan c) insersi alat pacu jantung buatan sementara transveous jika terdapat blok jantung komplit. Pemberian suplemen kalium menurunkan ikatan digitalis dengan otot jantung sehingga menimbulkan efek antagonis langsung akibat digitalis. Konsentrasi serum kalium sebaiknya diperiksa sebelum terapi diberikan karena pemberian suplemen kalium pada pasien dengan konsentrasi kadar kalium yang tinggi dapat akan memperberat blok atrioventrikular dan menekan kerja automatisasi pacu jantung ektopik dari ventrikel berujung pada blok komplit jantung. Jika fungsi ginjal normal dan tidak ada blok konduksi atrioventrikular, dapat segera diberikan kalium 0.025-0.050 mEq/kg/IV untuk menangani kasus disaritmia jantung akibat keracunan digitalis yang mengancam jiwa. Fenitoin (0.5-1.5 mg/kg/IV selama 5 menit) atau lidokain (1-2 mg/kg/IV) efektif untuk menekan disaritmia ventrikel jantung akibat digitalis; fenitoin juga efektif untuk menekan disaritmia jantung. Atropin, 35-70 μg/kg/IV, dapat diberikan untuk meningkatkan denyut jantung untuk mengimbangi aktivitas sistem saraf parasimpatis yang berlebihan akibat konsentrasi plasma toksik dari digitalis. Propanolol efektif menekan peningkatan automatisasi akibat keracunan digitalis tetapi cenderung meningkatkan
masa
refrakter
AV
node
sehingga
perlu
dibatasi
penggunaannya jika terdapat blok konduksi. Keracunan digitalis yang mengancam jiwa bisa ditangani dengan memberikan antibody (fragmen Fab) ke dalam obat sehingga menurunkan konsentrasi plasma glikosida jantung yang ada untuk melekat pada membrane sel. Kompleks Fab-digitalis dieliminasi oleh ginjal.
C. HIPERTENSI 1. Definisi
Tekanan darah tinggi atau hipertensi adalah kondisi medis di mana terjadi peningkatan tekanan darah secara kronis (dalam jangka waktu lama). Penderita yang mempunyai sekurang-kurangnya tiga bacaan tekanan darah yang peningkatan tekanan darah sistolik lebih besar atau sama dengan 140 mmHg dan peningkatan diastolik lebih besar atau sama dengan 90 mmHg melebihi 140/90 mmHg, saat istirahat diperkirakan mempunyai keadaan darah tinggi (Wikipedia, 2010). Hipertensi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah meningkat melebihi batas normal. Penyebab tekanan darah meningkat adalah peningkatan kecepatan denyut jantung, peningkatan resistensi (tahanan) dari pembuluh darah tepi dan peningkatan volume aliran darah darah (Hani, 2010) Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah penyakit kelainan jantung atau pembuluh darah yang ditandai dengan peningkatan tekanan pembuluh darah. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), memberikan batasan tekanan darah normal adalah 140/90 mmHg dan tekanan darah sama atau diatas 160/95 dinyatakan sebagai hipertensi. Setiap usia dan jenis kelamin memilki batasan masing – masing : a. Pada pria usia < 45 tahun, dinyatakan menderita hipertensi bila tekanan darah waktu berbaring > 130/90 mmHg. b. Pada pria usia > 45 tahun, dinyatakan hipertensi bila tekan darahnya > 145/90 mmHg c. Pada wanita tekanan darah > 160/90 mmHg, dinyatakan hipertensi (Sumber : Dewi dan Familia, 2010 : 18). Hipertensi darurat ( emergency hypertension) : kenaikan tekanan
darah mendadak (sistolik ≥180 mm Hg dan / atau diastolik ≥120 mm Hg ) dengan kerusakan organ target yang bersifat progresif, sehingga tekanan darah harus diturunkan segera, dalam hitungan menit sampai jam. Tekanan darah yang sangat tinggi dan terdapat kerusakan organ, sehingga tekanan darah harus diturunkan dengan segera (dalam menit atau jam) agar dapat
membatasi kerusakan yang terjadi. Tingginya tekanan darah untuk dapat dikategorikan
sebagai
hipertensi
darurat
tidaklah
mutlak,
namun
kebanyakan referensi di Indonesia memakan patokan >220/140 .
2. Jenis Hipertensi
Hipertensi dibagi menjadi 2 jenis berdasarkan penyebabnya : a. Hipertensi Primer adalah hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya (hipertensi essensial). Hal ini ditandai dengan peningkatan kerja jantung akibat penyempitan pembuluh darah tepi. Sebagian besar (90 – 95%) penderita termasuk hipertensi primer. Hipertensi primer juga didapat terjadi karena adanya faktor keturunan, usia dan jenis kelamin. b. Hipertensi sekunder merupakan hipertensi yang disebabkan oleh penyakit sistemik lainnya, misalnya seperti kelainan hormon, penyempitan pembuluh darah utama ginjal, dan penyakit sistemik lainnya (Dewi dan Familia, 2010). Sekitar 5 – 10% penderita hipertensi sekunder disebabkan oleh penyakit ginjal dan sekitar 1 – 2% disebabkan oleh kelainan hormonal atau pemakaian obat tertentu misalnya pil KB (Elsanti, 2009).
3. Klasifikasi Hipertensi Table 1. Klasifikasi Tekanan Darah Pada Dewasa Kategori
Tekanan Darah Sistolik
Tekanan Darah Diastolik
Normal
Dibawah 130 mmHg
Dibawah 85 mmHg
Normal tinggi
130-139 mmHg
85-89 mmHg
140-159 mmHg
90-99 mmHg
160-179 mmHg
100-109 mmHg
180-209 mmHg
110-119 mmHg
Stadium 1 (Hipertensi ringan) Stadium 2 (Hipertensi sedang) Stadium 3 (Hipertensi berat) Stadium 4 (Hipertensi maligna)
210 mmHg atau lebih
120
Hg atau lebih
Penderita hipertensi yang tidak terkontrol sewaktu - waktu bisa jatuh kedalam keadaan gawat darurat. Diperkirakan sekitar 1-8% penderita hipertensi berlanjut menjadi “Krisis Hipertensi”, dan banyak terjadi pada usia sekitar 30-70 tahun. Tetapi krisis hipertensi jarang ditemukan pada penderita dengan tekanan darah normal tanpa penyebab sebelumnya. Pengobatan yang baik dan teratur dapat mencegah insiden krisis hipertensi menjadi kurang dari 1 %. 4. Etiologi
a. Meminum obat antihipertensi tidak teratur b. Stress c. Pasien mengkonsumsi kontrasepsi oral d. Obesitas e. Merokok f. Minum alkohol
Faktor Resiko Krisis Hipertensi a. Penderita hipertensi tidak minum obat atau tidak teratur minum obat. b. Kehamilan c. Penderita hipertensi dengan penyakit parenkim ginjal. d. Pengguna NAPZA e. Penderita dengan rangsangan simpatis tinggi. (luka bakar, trauma kepala, penyakit vaskular/ kolagen). 5. Manifestasi Klinis
Gambaran klinis krisis hipertensi umumnya adalah gejala organ target yang terganggu, diantaranya nyeri dada dan sesak nafas pada gangguan jantung dan diseksi aorta, mata kabur dan edema papilla mata, sakit kepala hebat, gangguan kesadaran dan lateralisasi pada gangguan otak, takikardi, takipneu, gagal ginjal akut pada gangguan ginjal, di samping sakit kepala dan nyeri tengkuk pada kenaikan tekanan darah umumnya. Tingginya TD yang dapat menyebabkan kerusakan organ sasaran tidak hanya dari tingkatan TD aktual, tapi juga dari tingginya TD sebelumnya, cepatnya kenaikan TD, bangsa, seks dan usia penderita. Penderita hipertensi kronis dapat mentolelir kenaikan TD yang lebih tinggi dibanding dengan normotensi, sebagai contoh : pada penderita hipertensi kronis, jarang terjadi hipertensi ensefalopati, gangguan ginjal dan kardiovaskular dan kejadian ini dijumpai bila TD Diastolik > 140 mmHg. Sebaliknya pada penderita normotensi ataupun pada penderita hipertensi baru dengan penghentian obat yang tiba-tiba, dapat timbul hipertensi ensefalopati demikian juga pada eklampsi, hipertensi ensefalopati dapat timbul walaupun TD 160/110 mmHg dilihat pada ta ble 2.
Tabel 2: Gambaran Klinik Hipertensi Darurat
Tekanan Darah
Funduskopi
Status Neurologi
Jantung
>
Perdarahan,
Sakit
Denyut
220/140
eksudat,
kepala,
jelas,
mmHg
edema
kacau,
membesa
papilla
gangguan
r,
kesadaran,
dekompe
kejang.
nsasi,
Ginjal uremia
Gastrointesti nal Mual muntah
oliguria
6. Patofisiologi
Penyebab krisis hipertensi yaitu adanya ketidak teraturan minum obat antihipertensi, stress, mengkonsumsi kontrasepsi oral, obesitas, merokok dan minum alkohol. Karena ketidak teraturan atau ketidak patuhan minum obat antihipertensi menybabkan kondisi akan semakin buruk, sehingga memungkinkan seseorang terserang hipertensi yang semakin berat ( Krisis hipertensi ). Stres juga dapat merangsang saraf simpatik sehingga dapat menyebabkan vasokontriksi sedangkan mengkonsumsi kontrasepsi oral yang biasanya mengandung hormon estrogen serta progesteron yang menyebabkan tekanan pembuluh darah meningkat, sehingga akan lebih meningkatkan tekanan darah pada hipertensi, kalau tekanan darah semakin meningkat, maka besar kemungkinan terjadi krisis hipertensi. Apabila menuju ke otak maka akan terjadi peningkatan TIK yang menyebabkan pembuluh darah serebral sehingga O2 di otak menurun dan trombosis perdarahan serebri yang mengakibatkan obstruksi aliran darah ke otak sehingga suplai darah menurun dan terjadi iskemik yang menyebabkan gangguan perfusi tonus dan berakibat kelemahan anggota gerak sehingga terjadi gangguan mobilitas fisik, sedangkan akibat dari penurunan O2 di otak akan terjadi gangguan perfusi jaringan.
Dan bila di pembuluh darah koroner ( jantung ) menyebabkan miokardium miskin O2 sehingga penurunan O2 miokardium dan terjadi penurunan kontraktilitas yang berakibat penurunan COP. Paru-paru juga akan terjadi peningkatan volum darah paru yang menyababkan penurunan ekspansi paru sehingga terjadi dipsnea dan penurunan oksigenasi yang menyebabkan kelemahan. Pada mata akan terjadi peningkatan tekanan vaskuler retina sehingga terjadi diplopia bisa menyebabkan injury. 7. Komplikasi
a. Iskemia atau Infark Miokard Iskemia atau infark miokard merupakan komplikasi yang sering terjadi pada hipertensi berat. Tekanan darah harus diturunkan sampai rasa nyeri dada berkurang atau sampai tekanan diastolik mencapai 100 mmHg. Obat pilihan adalah nitrat yang diberikan secara intravena yang dapat menurunkan resistensi sistemik perifer dan memperbaiki perfusi koroner. Obat lain yang dapat dipakai adalah labetalol. b. Gagal Jantung Kongestif Peningkatan resistensi vaskular sistemik yang mencolok dapat menimbulkan gagal jantung kiri. Natrium nitroprusid yang diberikan bersama-sama dengan oksigen, morfin, dan diuretik merupakan obat pilihan karena dapat menurunkan preload dan afterload. Nitrogliserin yang juga dapat menurunkan preload dan afterload merupakan obat pilihan yang lain. c. Diseksi Aorta Akut Diseksi aorta harus dipikirkan pada pasien dengan peninggian tekanan darah yang mencolok yang disertai dengan nyeri di dada, punggung, dan perut. Untuk menghentikan perluasan diseksi tekanan darah harus segera diturunkan. Tekanan darah diastolik harus segera diturunkan sampai 100 mmHg, atau lebih rendah asal tidak menimbulkan
hipoperfusi
organ
target.
Obat
pilihan
adalah
vasodilator seperti nitroprusid yang diberikan bersama penghambat reseptor b. Labetalol adalah obat pilihan yang lain.
d. Insufisiensi Ginjal Insufisiensi ginjal akut dapat sebagai penyebab atau akibat peninggian tekanan darah yang mencolok. Pada pasien cangkok ginjal peninggian tekanan darah dapat disebabkan stenosis arteri pada ginjal cangkok, siklosporin, kortikosteroid, dan sekresi renin yang tinggi oleh ginjal asli. Penatalaksanaan adalah dengan cara menurunkan resistensi vaskular sistemik tanpa mengganggu aliran darah ginjal. Antagonis kalsium seperti nikardipin dapat dipakai pada keadaan ini. e. Eklampsia Pada eklampsia dijumpai hipertensi, edema, proteinuria, dan kejang pada kehamilan setelah 20 minggu. Penatalaksanaan definitif adalah dengan melahirkan bayi atau mengeluarkan janin. Hidralazin digunakan
untuk
menurunkan
tekanan
darah
karena
tidak
mengganggu aliran darah uterus. Labetalol juga dapat dipakai pada keadaan ini. f.
Krisis Katekolamin Krisis katekolamin terjadi pada feokromositoma dan kelebihan dosis kokain. Pada intoksikasi obat tersebut biasanya disertai kejang, strok, dan infark miokard. Fentolamin adalah obat pilihan klasik pada krisis katekolamin, meski labetalol juga terbukti efektif.
8. Pemeriksaan Penunjang
a. BUN / Kreatinin: Memberikan informasi tentang perfusi / fungsi ginjal. b. Glukosa: Hiperglikemia (Diabetes Mellitus adalah pencetus hipertensi) dapat diakibatkan oleh peningkatan kadar katekolamin (meningkatkan hipertensi). c. Hemoglobin / Hematokri: Bukan diagnostik tetapi mengkaji hubungan dari
sel-sel
terhadap
mengindikasikan
volume
faktor-faktor
cairan risiko
(viskositas)
seperti
dan
dapat
hiperkoagulabilitas,
anemia. d. Kalium serum: Hipokalemia dapat mengindikasikan adanya aldosteron utama (penyebab) atau menjadi efek samping terapi diuretik.
e. Kalsium serum: Peningkatan kadar kalsium serum dapat meningkatkan hipertensi. f. Kolesterol
dan
mengindikasikan
trigeliserida pencetus
serum:
untuk
/
Peningkatan adanya
kadar
pembentukan
dapat plak
ateromatosa (efek kardiovaskuler). g. Pemeriksaan
tiroid:
Hipertiroidisme
dapat
menimbulkan
vasokonstriksi dan hipertensi. h. Kadar aldosteron urin / serum: Untuk mengkaji aldosteronismeprimer (penyebab). i.
Urinalisa : Darah, protein, glukosa mengisyaratkan disfungsi ginjal dan/atau adanya diabetes.
j. Asam urat: Hiperurisemia telah menjadi implikasi sebagai faktor risiko terjadinya hipertensi. k. Steroid urin: Kenaikan dapat mengindikasikan hiperadrenalisme, feokromositoma atau difungsi pituitari, sindrom cushing’s, kadar renin dapat juga meningkat. l. IVP: Dapat mengidentifikasi penyebab hipertensi seperti penyakit parenkim ginjal, batu ginjal / ureter. m. VMA Urine (metabolit katekolamin): Kenaikan dapat mengindikasikan adanya feokromositoma (penyebab); VMA urine 24 jam dapat dilakukan untuk pengkajian feokromositomabila hipertensi hilang timbul. n. Foto dada: Dapat menunjukkan obstruksi kalsifikasi pada area katup; deposit pada dan/atau takik aorta; perbesaran jantung. o. CTscan:
Mengkaji
tumor cerebral,
CSV, ensefalofati
atau feokromositoma. p. EKG: Dapat menunjukkan perbesaran jantung, pola regangan, gangguan konduksi. Catatan : Luas, peninggian gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi 9. Penatalaksanaan
Tujuan
pengobatan
pada
keadaan
darurat
hipertensi
ialah
menurunkan tekanan darah secepat dan seaman mungkin yang disesuaikan
dengan keadaan klinis penderita. Pengobatan biasanya diberikan secara parenteral dan memerlukan pemantauan yang ketat terhadap penurunan tekanan darah untuk menghindari keadaan yang merugikan atau munculnya masalah baru. Obat yang ideal untuk keadaan ini adalah obat yang mempunyai sifat bekerja cepat, mempunyai jangka waktu kerja yang pendek, menurunkan tekanan darah dengan cara yang dapat diperhitungkan sebelumnya, mempunyai efek yang tidak tergantung kepada sikap tubuh dan efek samping minimal. Penurunan tekanan darah harus dilakukan dengan segera namun tidak terburu-buru. Penurunan tekanan darah yang terburu-buru dapat menyebabkan iskemik pada otak dan ginjal. Tekanan darah harus dikurangi 25% dalam waktu 1 menit sampai 2 jam dan diturunkan lagi ke 160/100 dalam 2 sampai 6 jam. Medikasi yang diberikan sebaiknya per parenteral (Infus drip, BUKAN INJEKSI). Obat yang cukup sering digunakan adalah Nitroprusid IV dengan dosis 0,25 ug/kg/menit. Bila tidak ada, pengobatan oral dapat diberikan sambil merujuk penderita ke Rumah Sakit. Pengobatan oral yang dapat diberikan meliputi Nifedipinde 5-10 mg, Captorpil 12,5-25 mg, Clonidin 75-100 ug, Propanolol 10-40 mg. Penderita harus dirawat inap.
BAB III PENUTUP A. SIMPULAN
Hipertensi darurat (emergency hypertension) : kenaikan tekanan darah mendadak (sistolik ≥180 mm Hg dan / atau diastolik ≥120 mm Hg ) dengan kerusakan organ target yang bersifat progresif, sehingga tekanan darah harus diturunkan segera, dalam hitungan menit sampai jam.. Tingginya tekanan darah untuk dapat dikategorikan sebagai hipertensi darurat tidaklah mutlak, namun kebanyakan referensi di Indonesia memakan patokan >220/140 (Smeltzer & Bare, 2002). Hipertensi dibagi menjadi 2 jenis berdasarkan penyebabnya Hipertensi Primer dan Hipertensi Sekunder. Faktor Resiko Krisis Hipertensi: 1. Penderita hipertensi tidak minum obat atau tidak teratur minum obat. 2. Kehamilan 3. Penderita hipertensi dengan penyakit parenkim ginjal. 4. Pengguna NAPZA 5. Penderita dengan rangsangan simpatis tinggi. (luka bakar, trauma kepala, penyakit vaskular/ kolagen). B. SARAN
Dengan diberikannya tugas ini penulis dapat lebih memahami dan mengerti tentang bagaimana penyakit sprain dan dapat melakukan perawatan yang baik dan tepat serta menegakkan asuhan keperawatan yang baik. Dengan adanya hasil tugas ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bacaan untuk menambah wawasan dari ilmu yang telah didapatkan dan lebih baik lagi dari sebelumnya.
View more...
Comments