Asuhan Keperawatan Limfoma Hodgkin
March 6, 2018 | Author: Su Soediartawan | Category: N/A
Short Description
linfoma...
Description
LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA LIMFOMA HODGKIN
OLEH: SGD 2 Pande Kadek Purniati
(0902105002)
Ni Putu Utami Rahayu
(0902105004)
Ni Nyoman Sukma Pratiwi
(0902105006)
Desak Made Diah Nariswari
(0902105008)
Putu Anggi Maseni Kuswandari
(0902105010)
I Nyoman Triyana Putra
(0902105012)
Ni Made Juniari
(0902105014)
Putu Desy Savitri Dewi
(0902105018)
Ni Wayan Noviyanti
(0902105020)
Ni Nyoman Ayu Suciyanthi
(0902105022)
Luh Komang Ratna Pertiwi
(0902105024)
Edy Wirawan N.
(0902105032)
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA 2010
0
LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA LIMFOMA HODGKIN a. Tinjauan teori Limfoma adalah suatu kanker (keganasan) dari sistem limfatik (getah bening). Sistem limfatik membawa tipe khusus dari sel darah putih yang disebut limfosit melalui suatu jaringan dari saluran tubuler (pembuluh getah bening) ke seluruh jaringan tubuh, termasuk sumsum tulang. Tersebarnya jaringan ini merupakan suatu kumpulan limfosit dalam nodus limfatikus yang disebut kelenjar getah bening. Limfosit yang ganas (sel limfoma) dapat bersatu menjadi kelenjar getah bening tunggal atau dapat menyebar di seluruh tubuh, bahkan hampir di semua organ. Penyakit Hodgkin termasuk dalam keganasan limforetikular yaitu limfoma malignum, yang terbagi dalam limfoma malignum Hodgkin dan limfoma malignum non Hodgkin. Kedua penyakit tersebut dibedakan secara histopatologis, di mana pada limfoma Hodgkin ditemukan sel Reed-Sternberg. 1. Pengertian Penyakit Hodgkin (Limfoma Hodgkin) adalah suatu jenis limfoma yang dibedakan berdasarkan jenis sel kanker tertentu yang disebut sel ReedStenberg, yang memiliki tampilan yang khas dibawah mikroskop. Sel Reed-Sternberg memiliki limfositosis besar yang ganas yang lebih besar dari satu inti sel. Sel-sel tersebut dapat dilihat pada biopsi yang diambil dari jaringan kelenjar getah bening, yang kemudian diperiksa dibawah mikroskop. Penyakit Hodgkin adalah limfoma yang terutama ditemukan pada orang dewasa muda antara umur 18 dan 35 tahun dan pada orang diatas umur 50 tahun. Penyebab sampai saat ini belum diketahui tetapi mungkin kulminasi untuk membedakan proses patologi seperti virus, pajanan lingkunangn dan respon pejamu yang secara genetis telah ditentukan (weinshel, Peterson, 1994) Penyakit Hodgkin adalah penyakit keganasan yang tidak diketahui penyebabnya, yang berasal dari sistem limfatika dan terutama
1
melibatkan nodus limfe. Sel ganas pada penyakit Hodgkin adalah Reed Sternberg Cells, suatu sel tumor raksasa yang khas, dengan morfologi unik dan batas yang tidak jelas. Sel ini merupakan criteria diagnostic yang penting pada penyakit Hodgkin. Limfoma Hodgkin. Limfoma ini ditemukan oleh Thomas Hodgkin pada tahun 1832. Pada lymphoma Hodgkin sel-sel dari sistem limfatik bertumbuh secara abnormal dan dapat menyebar ke luar sistem limfatik. Jika penyakit ini semakin berkembang, maka akan mempengaruhi fungsi pertahanan tubuh penderitanya. Pada penyakit ini ditemukan perkembangan sel B abnormal atau dinamakan sel Reed-Sternberg (sel B adalah salah satu jenis sel limfe yang berfungsi dalam sistem pertahanan tubuh yang memproduksi antibodi). 2. Etiologi/penyebab Penyebab pasti belum dapat diketahui, namun salah satu yang paling dicurigai adalah Epstein-Barr. Biasanya dimulai pada satu kelenjar getah bening dan menyebar ke sekitarnya per kontinuitatum atau melalui system saluran kelenjar getah bening ke kelenjar-kelenjar sekitarnya. Meskipun jarang jarang, sesekali menyerang juga organ-organ ekstranodal seperti lambung, testis, dan toroid. 3. Epidemiologi Penyakit Hodgkin merupakan penyakit yang relatif jarang dijumpai, hanya merupakan 1% dari seluruh kanker. Insidennya di negara Barat dilaporkan 3,5/ 100.000/tahun pada laki- laki dan 2,6/ 100.000/ tahun pada wanita. Dilihat dari jenis kelamin, penyakit Hodgkin lebih banyak dijumpai pada laki- laki dengan perbandingan laki: wanita = 1,2: 1. Di negara Barat, penyakit Hodgkin lebih jarang dijumpai dibandingkan dengan limfoma non- Hodgkin dengan perbandingan 5: 2, tetapi di negara Timur ( Asia Tenggara, Papua New Guinea, Cina dan Jepang) perbandingan ini menjadi lebih mencolok dengan rasio 9:1. Faktor penyebab perbedaan ini belum diketahui dengan jelas. 4. Manifestasi Klinis/Tanda dan Gejala
2
Gejala utama adalah pembesaran kelenjar. Yang paling sering dan mudah dideteksi adalah pembesaran kelenjar didaerah leher. Pembesaran kelenjar didalam dada atau abdomen lebih susah dideteksi. Gejala-gejala selanjutnya tergantung pada lokasi penyakit dan organ-organ yang diserang. Pada jenis-jenis tipe ganas (prognosis jelek) dan penyakit yang sudah dalam stadium lanjut sering disertai gejala-gejala sistemik yaitu : panas yang tak jelas sebabnya, berkeringat malam dan penurunan berat badan sebesar 10% selama 6 bulan. Kadang-kadang kelenjar terasa nyeri apabila penderita meminum alkohol. Hampir semua system ini diserang penyakit seperti traktus gastrointestinal, traktus respiratorius, sistem saraf, sistem darah. 5. Patofisiologi Limfoma Hodgkin tidak tergolong NHL, karena beberapa alasan. Pertama, morfologinya ditandai oleh adanya sel datia neoplasi, yang disebut sel Reed-Sternberg (RS), yang bercampur dengan infiltrasi radang yang bervariasi. Kedua, sering berhubungan dengan sifat klinik yang agak berbeda, termasuk manifestasi sistemik, misalnya demam.
3
Pathway
Virus Epstein-Barr Menginvasi kelenjar getah bening Gangguan klonal yang diturunkan dari sel B, sel T atau monosit Sel-sel neoplastik = sel Reed StendBerg
Leukosit Eritrosit dimakan
Pembesaran kelenjar limfe Pencernaan
Kemampuan fagositosis Penekanan esophagus
Hb Nyeri
Fungsi imun kelenjar limfe (imunodefisiensi) Pernapasan
Penekanan trakea Obstruksi trakea
mikroorganisme Reaksi radang
PK: Anemia Disfugia
Ketidakseim bangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh
Bersihan jalan napas tidak efektif
Reaksi pirogen Mempengaruhi termostat Terganggunya pengaturan suhu tubuh Suhu meningkat Hipertermi 4
6. Klasifikasi Klasifikasi limfoma hodgkin oleh Rye Conference dibagi menjadi 4, berdasarkan karakteristik dasar jaringan yang terlihat dibawah mikroskop. 1. Predominasi limfosit (lymphocyte predominance) 2. Sklerosis noduler 3. Campuran (mixed cellularity) 4. Hilangnya limfosite (lymphocyte depletion) Jenis Penyakit Hodgkin (Rye Conference) Jenis
Gambaran Mikroskopik
Kejadian
Perjalanan Penyakit
Limfosit Predominan
Sel Reed-Stenberg sangat sedikit tapi ada banyak limfosit
3% dari kasus
Lambat
Sklerosis Noduler
Sejumlah kecil sel ReedStenberg & campuran sel darah putih lainnya; daerah jaringan ikat fibrosa
67% dari kasus
Sedang
Selularitas Campuran
Sel Reed-Stenberg dalam jumlah yang sedang & campuran sel darah putih lainnya
25% dari kasus
Agak cepat
Deplesi Limfosit
Banyak sel Reed-Stenberg & sedikit limfosit jaringan ikat fibrosa yang berlebihan
5% dari kasus
Cepat
7. Tingkatan penyakit Untuk pembagian stadium masih selalu digunakan klasifikasi Ann Arbor. Dalam suatu pertemuan kemudian diadakan beberapa perubahan. Atas dasar penetapan stadium klinis pada limfoma Hodgkin pada 60% penderita penyakitnya terbatas pada stadium I atau II. Pada 30% penderita terdapat perluasan sampai stadium III dan pada 10-15% terdapat pada stadium IV. Ini berbeda dengan limfoma non-Hodgkin, yang biasanya terdapat pada stadium III-IV.
5
Gambar 4. Stadium morbus Hodgkin berdasarkan klasifikasi Ann Arbor Tabel 3. Pembagian stadium limfoma Hodgkin Stadium I Penyakit mengenai satu kelenjar limfe regional yang terletak diatas atau dibawah diafragma (I) atau satu regio ekstralimfatik atau organ (IE) Stadium Penyakit mengenai dua atau lebih daerah kelenjar di satu sisi II diafragma (II) atau kelainan ekstralimfatik atau organ terlokalisasi dengan satu atau lebih daerah kelenjar di sisi yang sama diafragma (IIE) Stadium Penyakit mengenai daerah kelenjar di kedua sisi diafragma III (III), dengan atau tanpa kelainan ekstralimfatik atau organ (IIIE), lokalisasi limpa (IIIE) atau kedua-duanya (IIIE). Stadium Penyakit telah menjadi difus / menyebar mengenai satu atau IV lebih organ atau jaringan ekstralimfatik, seperti sumsum tulang atau hati dengan atau tanpa kelainan kelenjar limfe. Tambahan huruf “A” diberikan bila tanpa gejala sistemik dan “B”diberikan bila disertai dengan gejala-gejala sistemik yaitu panas badan 380 yang tak jelas penyebabnya; penurunan berat badan 10% atau berkeringat malam atau setiap kombinasi dari 3 gejala itu selama 6 bulan terakhir penyakit ini. Pada penyakit ini dibedakan 2 macam staging:
Clinical staging Staging dilakukan secara klinis saja, tentang ada tidaknya kelainan organ-organ.
Pathological staging Penentuan stage juga didukung dengan adanya kelainan histologis pada jaringan-jaringan yang abnormal. Pathological staging ini dinyatakan pula pada hasil biopsi organ-organ.
6
8. Pemeriksaan Fisik Secara umum Meliputi keadaan pasien Kesadaran pasien Observasi tanda – tanda vital : tensi, nadi, suhu dan respirasi TB dan BB untuk mengetahui keadaan nutrisi Secara khusus : Dilakukan secara inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi yang meliputi dari chepalo kearah kauda terhadap semua organ tubuh antara lain Rambut Mata telinga Hidung mulut Tenggorokan Telinga Leher Sangat penting untuk dikaji secara mendetail karena LNH berawal pada serangan di kelenjar lymfe di leher meliputi diameter (besar), konsistensi dan adanya nyeri tekan atau terjadi pembesaran Dada Abdomen Mungkin terdapat pembesaran kelenjar getah bening di bagian dada abdomen. Genetalia Muskuloskeletal Integumen 9. Pemeriksaan Diagnostik/penunjang 1. Hitung darah lengkap : - SDP : Bervariasi, dapat normal, menurun atau meningkat secara -
nyata. Deferensial SDP : Neutrofilia, monosit, basofilia, dan eosinofilia mungkin ditemukan. Limfopenia lengkap (gejala lanjut).
7
- SDM dan Hb/Ht : Menurun. 2. Eritrosit : - Pemeriksaan SDM : Dapat menunjukkan normositik ringan samapai -
sedang, anemia normokromik (hiperplenisme). LED : Meningkat selama tahap aktif dan menunjukkan onflamasi atau penyakit malignansi. Berguna untuk mengawasi pasien pada perbaikan dan untuk mendeteksi bukti dini pada berulangnya
penyakit. - Kerapuhan eritrosit osmotic : Meningkat. - Trombosit : Menurun (mungkin menurun berat; sumsum tulang digantikan oleh limfoma dan oleh hiperplenisme). 3. Test Coomb : Reaksi positif (anemia hemolitik) dapat terjadi; namun, 4. 5. 6. 7.
hasil negative terjadi pada penyakit lanjut. Besi serum dan TIBC : Menurun. Alkalin fosfatase serum : Meningkat terlihat pada eksaserbasi. Kalsium serum : Mungkin meningkat bila tulang terkena. Asam urat serum : Meningkat sehubungan dengan destruksi
nucleoprotein, dan keterlibatan hati dan ginjal. 8. BUN : Mungkin meningkat bila ginjal terlihat. Kreatinin serum, bilirubin, ASL (SGOT), klirens kreatinin, dan sebagainya mungkin dilakukan untuk mendeteksi keterlibatan organ. 9. Hipergamaglobulinemia umum : Hipogamaglobulinemia dapat terjadi pada penyakit lanjut. 10. Foto dada : Dapat menunjukkan adenopati mediastinal atau hilus, infiltrate nodulus, atau efusi pleural. 11. Foto thorak, vertebra lumbar, ekstremitas proksimal, pelvis, atau area tulang nyeri tekan : Menentukan area yang terkena dan membantu dalam pertahapan. 12. Tomografi paru keseluruhan atau skan CT dada : Dilakukan bila adenopati hilus terjadi. Menyatakan kemungkinan keterlibatan nodus limfa mediastinum. 13. Skan CT abdomenial : Mungkin dilakukan untuk mengesampingkan penyakit nodus pada abdomen dan pelvis dan pada organ yang tak terlihat pada pemeriksaan fisik. 14. Ultrasound abdomenial : Mengevaluasi luasnya keterlibatan nodus limfa retroperitoneal. 15. Skan tulang : Dilakukan untuk mendeteksi keterlibatan tulang. 16. Skintigrafi Gallium-67 : Berguna untuk membuktikan deteksi berulangnya penyakit nodul, khususnya diatas diafragma.
8
17. Biopsy sumsum tulang : Menentukan keterlibatan sumsum tulang. Invasi sumsum tulang terlihat pada tahap luas. 18. Biopsy nodus limfa : Membuat diagnose penyakit Hodgkin berdasarkan pada adanya Sel-Reed-Sternberg. 19. Mediastinoskopi : Mungkin dilakukan untuk membuktikan keterlibatan nodus mediastinal. 20. Laparatomi pentahapan : Mungkin dilakukan untuk mengambil specimen
nodus
retroperitoneal,
kedua
lobus
hati,
dan/atau
pengangkatan limfa. (Splenektomi adalah controversial karena ini dapat meningkatkan risiko infeksi dan kadang-kadang tidak bisa dilakukan kecuali pasien mengalami manifestssi klinis penyakit tahap IV. Laparoskopi kadang-kadang dilakukan sebagai pendekatan pilihan untuk mengambil specimen). 10. Therapy Terapi penyakit ini tergantung beberapa faktor, seperti stadium penyakit, jumlah dan daerah mana saja kelenjar getah bening yang terlibat, usia, gejala yang dirasakan, hamil/tidak, dan status kesehatan secara umum. Tujuan terapi adalah menghancurkan sel kanker sebanyak mungkin dan mencapai remisi. Terapi meliputi : 1. Radiasi (Penyinaran) Terapi radiasi diberikan jika penyakit ini hanya melibatkan area tubuh tertentu saja. Terapi radiasi dapat diberikan sebagai terapi tunggal, namun umumnya diberikan bersamaan dengan kemoterapi. Jika setelah radiasi penyakit kembali kambuh, maka diperlukan kemoterapi. Beberapa jenis terapi radiasi dapat meningkatkan risiko terjadinya kanker yang lain, seperti kanker payudara atau kanker paru, terutama jika pasien berusia < 30 tahun. Umumnya pasien anak diterpai dengan kemoterapi kombinasi, tapi mungkin juga diperlukan terapi radiasi dosis rendah. 2. Kemoterapi Jika penyakit ini sudah meluas dan sudah melibatkan kelenjar getah bening yang lebih banyak atau organ lainnya, maka kemoterapi menjadi pilihan utama. Regimen kemoterapi yang umum diberikan adalah ABVD, BEACOPP, COPP, Stanford V, dan MOPP. Regimen MOPP
9
(terdiri dari mechlorethamine, Oncovin, procarazine, dan prednisone) merupakan regimen standar, namun bersifat sangat toksik, sedangkan regimen ABVD (terdiri dari doxorubicin/Adriamycin, bleomycin, vinblastine, dan dacarbazine) merupakan regimen yang lebih baru dengan efek samping yang lebih sedikit dan merupakan regimen pilihan saat ini. Kemoterapi diberikan dalam beberapa siklus, umumnya sela beberapa minggu. Lamanya kemoterapi diberikan sekitar 6-10 bulan. 3. Transplantasi sumsum tulang Jika penyakit kembali kambuh setelah remisi dicapai dengan kemoterapi inisial, maka kemoterapi dosis tinggi dan transplantasi sumsum tulang atau sel induk perifer autologus (dari diri sendiri) dapat membantu memperpanjang masa remisi penyakit. Karena kemoterapi dosis tinggi akan merusak sumsum tulang, maka sebelumnya dikumpulkan dulu sel induk darah perifer atau sumsum tulang. Terapi penyinaran sendiri menyembuhkan sekitar 90% penderita stadium I atau II. Pengobatan biasanya dilakukan selama 4-5 minggu, penderita tidak perlu dirawat. Penyinaran ditujukan kepada daerah yang terkena dan kelenjar getah bening di sekitarnya. Kelenjar getah bening di dada yang sangat membesar diobati dengan terapi penyinaran yang biasanya mendahului atau mengikuti kemoterapi. Dengan pendekatan ini, 85% penderita bisa disembuhkan. Pengobatan untuk stadium III bervariasi, tergantung kepada keadaan. Jika tanpa gejala, kadang terapi penyinaran saja sudah mencukupi. Tetapi hanya 65-75% penderita yang sembuh. Penambahan kemoterapi akan meningkatkan kemungkinan untuk sembuh sampai 75-80%. Jika pembesaran kelenjar getah bening disertai dengan gejala lainnya, maka digunakan kemoterapi dengan atau tanpa terapi penyinaran. Angka kesembuhan berkisar diantara 70-80%. Pada stadium IV digunakan kombinasi dari obat-obat kemoterapi. 2 kombinasi tradisional adalah: MOPP (mekloretamin, vinkristin/onkovin, prokarbazin dan prednison) ABVD (doksorubisin/adriamisin, bleomisin, vinblastin dan dakarbazin). Setiap siklus kemoterapi berlangsung selama 1 bulan, dengan waktu pengobatan total adalah 6 bulan atau lebih. Bisa juga digunakan kombinasi
10
obat lainnya.Pengobatan ini memberikan angka kesembuhan lebih dari 50%. Kemoterapi memiliki efek samping yang serius, yaitu bisa menyebabkan: Kemandulan sementara atau menetap Meningkatnya kemungkinan menderita infeksi Kerontokan rambut yang bersifat sementara. Obat yang digunakan dalam kemoterapi meliputi : Sediaan
Obat
Keterangan
MOPP
Mekloretamin (nitrogen mustard) Vinkristin (onkovin) Prokarbazin Prednison
Merupakan sediaan pertama, ditemukan pada tahun 1969,kadang masih digunakan
ABVD
Doksorubisin (adriamisin) Bleomisin Vinblastin Dakarbazin
Dikembangkan untuk mengurangi efek samping dari MOPP (misalnya kemandulan menetap & leukemia) Menyebabkan efek samping berupa keracunan jantung & paru2 Angka kesembuhannya menyerupai MOPP Lebih sering digunakan dibandingkan MOPP
ChiVPP
Klorambusil xVinblastin Prokarbazin Prednison
Kerontokan rambut yg terjadi lebih sedikit dibandingkan pada pemakaian MOPP & ABVD
MOPP/ABVD
Dikembangkan untuk memperbaiki angka kesembuhan menyeluruh, tetapi belum Bergantian antara terbukti MOPP & ABVD Angka harapan hidup bebas kekambuhan lebih baik dibandingkan sediaan lainnya
MOPP/ABVhibrid MOPP bergantian dengan Doksorubisin (adriamisin) Bleomisin
Dikembangkan untuk memperbaiki angka kesembuhan menyeluruh & untuk mengurangi keracunan Masih dalam penelitian
11
Vinblastin 11. Prognosis Dengan pengelolaan yang baik, penyakit Hodgkin ini dapat dikendalikan dalam waktu yang cukup lama. Di amerika serikat, kemampuan hidup 5 tahun lebih darri 80% pada stadium I atau II. Pasien dengan stadium IIIA mempunyai ketahanan hidup 5 tahun sebanyak 65%. Pada pasien dengan stadium IIIA2, IIIB, atau IV, apabila diterapi dengan kemoterapi, dapat terjadi remisi pada 80-95% kasus, dimana lebih dari 50% dari pasien tersebut mencapai perpanjangan masa bebas gejala. Tentu saja prognosis ditentukan oleh banyak faktor yaitu antara lain stadium, jenis histologik, massa tumor keseluruhan , terapi dan faktor-faktor prognosis lainnya yang belum diteliti.
b. Konsep dasar keperawatan 1. PENGKAJIAN Tahap pengkajian terdiri dari tiga kegiatan, yaitu pengumpulan data, pengelompokkan data dan perumusan diagnosis keperawatan. (Lismidar, 1990) A. Pengumpulan Data Pengkajian secara umum yang dapat dilakukan pada pasien dengan Limfoma Hodgkin adalah : 1) Identitas :
12
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, diagnosa medis. 2) Keluhan utama : Biasanya keluhan utama klien dengan limfoma hodgkin adalah demam. 3) Riwayat penyakit sekarang : Menjelaskan riwayat penyakit yang dialami biasanya klien dengan limfoma Hodgkin mengalami gejala demam pel-ebstein dimana suhu tubuh meinggi selama beberapa hari yang diselingi dengan suhu normal atau di bawah normal selama beberapa hari atau beberapa minggu dan kemudian demam kembali. Selain itu biasanya klien juga mengalami penurunan berat badan, pembesaran kelenjar getah bening, sering berkeringat pada malam hari, merasa lelah terus menerus dan mengalami anemia. 4) Riwayat penyakit dahulu : Adanya riwayat penyakit yang pernah diderita. 5) Riwayat Kesehatan Keluarga Adanya penyakit serupa atau penyakit lain yang diderita oleh keluarga.
Pengkajian Pola Fungsi Kesehatan a.
b.
Aktivitas/istirahat DS
: Klien mengeluh badannya lemas
DO
: Klien tampak lemah.
Sirkulasi DS
: Klien mengatakan nadinya berdenyut kencang
DO
: Nadi klien lebih dari 100 kali/ menit Hb : dibawah 10 gr/dl
c.
Makanan/Cairan
13
DS
: Klien mengatakan nafsu makannya menurun
DO
: Klien tidak dapat menghabiskan satu porsi makanannya Bunyi usus klien terdengar hiperaktif Konjungtiva dan membran mukosa pucat
d.
e.
Neurosensori DS
: Klien mengatakan sakit kepala
DO
: Klien tampak gelisah
Nyeri/Kenyamanan DS
: Klien mengatakan mengalami nyeri pada saat menelan makanan
DO f.
: Tampak pembesaran kelenjar getah bening
Pernafasan DS
: Klien mengatakan mengalami sesak napas
DO
: klien tampak batuk kering (tidak ada dahak) RR = 24 X/menit Terdengar suara napas wheezing
g.
Keamanan DS
: Klien mengatakan mengalami demam
DO
: Klien teraba hangat Suhu tubuh klien lebih 37,50 C
2. DIAGNOSA Analisa data No. Data 1. DS: Klien
Etiologi/penyebab Virus epstein-barr mengeluh
sesak napas DO: Klien tampak batuk kering (tanpa dahak). RR lebih dari 20 x/menit Terdengar
suara
Sel Reed Stendberg
Masalah Bersihan
jalan
napas tidak efekif
Pembesaran KGB Penekanan Trakea Obstruksi trakea Bersihan jalan napas tidak efektif
14
2.
wheezing DS: Klien mengeluh nyeri saat menelan sehingga
nafsu
makannya menurun DO: Klien
tidak
menghabiskan nyeri
Sel Reed Stendberg
nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh
Penekanan esofhagus Disfugia
satu
Ketidakseimbangan
klien
Ketidakseimbangan
Pembesaran KGB
dapat
porsi makanannya Skala
Virus epstein-barr
nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh
lebih dari 4 Konjungtiva membran 3.
dan mukosa
pucat. DS:
Virus epstein-barr
Klien
mengatakan
badannya
terasa
demam
Sel Reed Stendberg Pembesaran KGB Reaksi inflamasi
DO: Kulit
Hipertermia
klien
teraba
tubuh
klien
Hipertermia
hangat Suhu 4.
diatas 37,50 C DS: Klien
Virus epstein-barr
mengatakan
sakit kepala Klien
mengeluh
Sel Reed Stendberg Pembesaran KGB Hb
lemas DO: Konjungtiva
Anemia
Anemia mata
tampak pucat Hb dibawah 10 gr/dl
15
Diagnosa Keperawatan, berdasarkan prioritas : 1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi jalan napas (trakea) ditandai dengan klien mengeluh sesak napas, klien tampak batuk kering, RR lebih dari 20 x/menit dan terdengar suara wheezing. 2. Hipertermia berhubungan dengan reaksi inflamasi ditandai dengan klien mengatakan badannya terasa demam, kulit klien teraba hangat, suhu tubuh klien diatas 37,50 C 3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan disfugia ditandai klien mengeluh nyeri saat menelan sehingga nafsu makannya menurun, skala nyeri klien lebih dari 4, klien tidak dapat menghabiskan satu porsi makanannya, konjungtiva dan membran mukosa pucat. 4. PK anemia
16
3. RENCANA TINDAKAN a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi jalan napas (trakea) ditandai dengan klien mengeluh sesak napas, klien tampak batuk kering, RR lebih dari 20 x/menit dan terdengar suara wheezing. Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama ...x 24 jam diharapkan, jalan napas klien kembali paten dengan kriteria hasil
Klien mengatakan sesaknya berkurang
Klien tampak tidak batuk
RR dbn (16-20 x/menit)
Tidak ada wheezing
No
Intervensi
Rasional
Mandiri: Mengidentifikasi kelainan pernafasan berhubungan dengan
1
Auskultasi suara nafas, perhatikan bunyi nafas abnormal
2.
Monitor usaha pernafasan, pengembangan dada, dan obstruksi jalan napas keteraturan
3.
Menentukan intervensi yang tepat dan mengidentifikasi derajat
Observasi produksi sputum, muntahan, atau lidah jatuh ke kelainan pernafasan belakang
Merupakan indikasi dari kerusakan jaringan otak
4.
Pantau tanda-tanda vital terutama frekuensi pernapasan
Untuk mengetahui keadaan umum pasien
5.
Berikan posisi semifowler jika tidak ada kontraindikasi
Meningkatkan ekspansi paru optimal
6.
Ajarkan klien napas dalam dan batuk efektif jika dalam Batuk efektif akan membantu dalam pengeluaran secret keadaan sadar
sehingga jalan nafas kembali efektif Untuk meningkatkan rasa nyaman pasien dan membantu pengeluaran
17
7.
Berikan klien air putih hangat sesuai kebutuhan jika tidak sekret Fisioterapi dada
ada kontraindikasi
terdiri dari postural drainase, perkusi dan
fibrasi yang dapat membantu dalam pengeluaran sekret klien sehingga jalan nafas klien kembali efektif 1. Lakukan fisioterapi dada sesuai indikasi Kolaborasi Kolaborasi Berikan O2 sesuai indikasi Memenuhi kebutuhan O2 Berikan obat sesuai indikasi misalnya bronkodilator, mukolitik, antibiotik, atau steroid
Membantu membebaskan jalan napas secara kimiawi
b. Hipertermia berhubungan dengan reaksi inflamasi ditandai dengan Klien mengatakan badannya terasa demam, Kulit klien teraba hangat, suhu tubuh klien diatas 37,50 C Tujuan: Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama ...x 24 jam diharapkan suhu tubuh klien kembali normal dengan kriteria hasil: - Kulit klien teraba hangat - suhu tubuh klien dbn (36,5-37,50 C) No
Intervensi
Rasional
Mandiri
Mandiri
1.
Kaji Tanda Vital klien
Untuk mengetahui kondisi umum klien
2.
Monitor temperatur anak setiap 1 sampai 2 jam bila
Peningkatan temperatur secara tiba-tiba akan mengakibatkan
terjadi peningkatan secara tiba-tiba.
kejang-kejang.
Berikan kompres hangat.
Kompres air efektif menyebabkan tubuh menjadi dingin melalui
3.
peristiwa konduksi. 4.
Pantau asupan dan haluaran cairan.
Haluaran cairan yang berlebihan akibat penguapan dapat
18
menyebabkan dehidrasi. 5.
Anjurkan orang tua untuk memberikan anak banyak
Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan tubuh
minum.
meningkat sehingga perlu diimbangi dengan asupan cairan.
Kolaborasi
Kolaborasi
6.
Berikan obat penurun panas sesuai indikasi.
Membantu menurunkan suhu tubuh.
7.
Berikan antibiotik, jika disarankan.
Antibiotik sesuai dengan petunjuk guna mengobati organisme
penyebab. c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan disfugia ditandai skala nyeri klien lebih dari 4, klien mengeluh nyeri saat menelan sehingga nafsu makannya menurun, klien tidak dapat menghabiskan satu porsi makanannya, konjungtiva dan membran mukosa pucat. Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan selama ...x24 jam diharapkan kebutuhan nutrisi klien dapat terpenuhi dengan kriteria hasil : No
Intervensi Mandiri
1.
Skala nyeri klien berkurang (0-3) Klien mengatakan nyeri saat menelan berkurang sehingga nafsu makannya mulai meningkat Klien dapat menghabiskan setengah porsi makanannya Konjungtiva dan membran mukosa tidak pucat. Rasional Mandiri
Buat tujuan berat badan minimum dan kebutuhan nutrisi Malnutrisi adalah kondisi gangguan minat yang menyebabkan harian.
depresi, agitasi, dan mempengaruhi fungsi kognitif/pengambilan keputusan.
19
2. 3.
Timbang berat badan setiap hari Untuk mengetahui perkembangan berat badan klien. Berikan makan sedikit dan makanan kecil tambahan yang Dilatasi gaster dapat terjadi bila pemberian makan terlalu cepat tepat. setelah periode puasa. Buat pilihan menu yang ada dan ijinkan pasien untuk Pasien yang meningkat kepercayaan dirinya dan merasa
4.
5.
mengontrol pilihan sebanyak mungkin.
mengontrol lingkungan lebih suka menyediakan makanan untuk
Awasi program latihan dan susun batasan aktivitas fisik.
makan. Latihan sedang membantu dalam mempertahankan tonus
Kolaborasi Berikan terapi nutrisi dalam program pengobatan rumah
6. 7.
8.
Kolaborasi
Pengobatan masalah dasar tidak terjadi tanpa perbaikan status sakit sesuai indikasi. Berikan diet dan makanan ringan dengan tambahan nutrisi. Memungkinkan variasi sediaan makanan akan memampukan makanan yang disukai bila ada. pasien untuk mempunyai pilihan terhadap makanan yang dapat Berikan diet cair dan/atau makanan selang/ dinikmati. hiperalimentasi bila diperlukan. Bila masukan kalori gagal untuk memenuhi kebutuhan Hancurkan dan beri makan melalui selang apapun yang tertinggal pada nampan setelah periode waktu pemberian
9.
otot/berat badan dan melawan depresi.
sesuai indikasi. Berikan obat sesuai indikasi. Siprofeptadin (priactin). Berikan analgetik
metabolic, dukungan nutrisi dapat digunakan untuk mencegah malnutrisi/kematian sementara terapi dilanjutkan. Mungkin digunakan sebagai bagian program perubahan perilaku untuk memberikan masukan total kalori yang dibutuhkan. Antagonis serotonin dan histamine yang digunakan dalam dosis tinggi untuk merangsang nafsu makan, menurunkan penolakan
20
makanan, dan melawan depresi. Untuk mengurangi rasa nyeri
10.
11. d. PK Anemia Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan selama .... x 24 jam, diharapkan komplikasi anemia dapat diminimalkan, dengan kriteria hasil: Klien mengatakan sakit kepalanya berkurang Klien mengatakan tidak lemas lagi Konjungtiva mata tampak tidak pucat Hb dbn No 1. 2.
Intervensi
Rasional
Mandiri :
Mandiri :
Pantau tanda-tanda vital
Untuk mengetahui keadaan umum klien, perubahan TTV
Kaji kadar Hb klien
dapat menunjukkan adanya anemia. Penurunan kadar hemoglobin menandakan suplay oksigen ke jaringan inadekuat yang dapat menyebabkan keletihan.
3.
Anjurkan klien untuk beristirahat dan tidak banyak
Mencegah terjadinya cedera akibat kelelahan
21
4.
beraktivitas
Vitamin B12 dan zat besi dibutuhkan dalam pembentukan sel
Anjurkan klien mengkonsumsi makanan yang mengandung
darah merah dan hemoglobin. Kandungan teh bisa mengikat
banyak zat besi dan vitamin B12 dan kurangi mengonsumsi
fe yang terkandung dalam tubuh sehingga meningkatkan
teh.
risiko anemia. Kolaborasi :
Kolaborasi : 5.
Menambah jumlah darah
Berikan obat penambah darah dan zat besi sesuai indikasi
22
4. EVALUASI No. Dx 1.
Diagnosa Keperawatan Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan
dengan
Klien
obstruksi
mengatakan
Klien tampak tidak batuk
klien mengeluh sesak napas, klien
RR dbn (16-20 x/menit)
20 x/menit dan terdengar suara wheezing. Hipertermia berhubungan dengan reaksi inflamasi ditandai dengan
sesaknya
berkurang
jalan napas (trakea) ditandai dengan tampak batuk kering, RR lebih dari
2.
Evaluasi
Tidak ada wheezing
-
Kulit klien teraba hangat Suhu tubuh klien dbn (36,5-37,50 C)
klien mengatakan badannya terasa demam, kulit klien teraba hangat, 3.
suhu tubuh klien diatas 37,50 C. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
-
menelan berkurang sehingga nafsu
dengan disfugia ditandai klien mengeluh nyeri saat menelan
-
makannya mulai meningkat Klien dapat menghabiskan setengah
-
porsi makanannya Konjungtiva dan membran mukosa
sehingga nafsu makannya menurun, skala nyeri klien lebih dari 4, klien
Skala nyeri klien berkurang (0-3) Klien mengatakan nyeri saat
tidak dapat menghabiskan satu
tidak pucat.
porsi makanannya, konjungtiva dan 4.
membran mukosa pucat. PK : Anemia
-
Klien mengatakan sakit kepalanya berkurang
-
Klien mengatakan tidak lemas lagi
-
Konjungtiva mata tampak tidak pucat
-
Hb dbn
Daftar Pustaka
23
Carpenito, Lynda Juall. 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 10. Jakarta EGC Doengoes, Marylinn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Ed. 3, EGC: Jakarta. Mansjoer, A, et al. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi ketiga Jilid 2. Jakarta: Media Aesculapius. Nanda. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan. Prima Medika : Jakarta Price, Sylvia. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6. Volume 2. Jakarta: EGC Suddart, & Brunner. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC Soeparman. 1990. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta: Balai penerbit FKUI
Daftar Pustaka Soeparman,dr, DR, dkk. 1990. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta : Balai Penerbit FKUI
24
View more...
Comments