Asuhan Keperawatan Juvenile Diabetes
March 4, 2019 | Author: Krisna Widya Saruni | Category: N/A
Short Description
jkxdjlxkljklcjknc...
Description
ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN DIABETES MELITUS TIPE 1 (DM JUVENILE)
DI SUSUN OLEH: KELOMPOK V
NAMA: CHINDI K HAYONMADA HAYONMADA MONICA M KOTAMBUNAN VIVIN J TABARE IRINCE WEYANTO
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN INDONESIA MANADO 2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa karena atas penyertaan dantuntunanNya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini dengan judul “JUVENILE DIABETES: dapat terselesaikan dengan apa yang kami kami harapkan. Mungkin dalam menyusun makalah ini kami belum menyusunya secara terstruktur atau tersusun dengan baik, karena kami sadar kami manusia yang mempunyai keterbatasan dan kekurangan, untuk itu kami mengharapkan kritikan ma upun saran yang membangun dari dosen mata kuliah untuk melengkapi makalah ini. Akhir dari kata ini saya dari penyaji mengucapkan terima kasih
Manado, 19 Maret 2018
Penulis
LAPORAN PENDAHULUAN JUVENILE DIABETES
A. DEFINISI
Diabetes
melitus
secara
definisi
adalah
keadaan
hiperglikemia
kronik.Hiperglikemia ini dapat disebabkan oleh beberapa keadaan, di antaranya adalah gangguan sekresi hormon insulin, gangguan aksi/kerja dari hormon insulin atau gangguan kedua-duanya (Weinzimer SA, Magge S. 2005). Sebagai negara berkembang, Indonesia mengalami pertumbuhan yang cukup pesat, terutama di beberapa daerah tertentu. Pertumbuhan ini juga diikuti dengan perubahan dalam masyarakat, baik dalam bidang ilmu pengetahuan, gaya hidup, perilaku, dan sebagainya. Namun, perubahan-perubahan ini juga tak luput dari efek negatif. Salah satu efek negatif yang timbul dari perubahan gaya hidup masyakarat modern di Indonesia antara lain adalah semakin meningkatnya angka kejadian Diabetes Mellitus(DM) yang lebih dikenal oleh masyarakat awam sebagai kencing manis. Diabetes Mellitus adalah penyakit metabolik yang bersifat kronik.Oleh karena itu, onset Diabetes Mellitus yang terjadi sejak dini memberikan peranan penting dalam kehidupan penderita. Setelah melakukan pendataan pasien di seluruh Indonesia selama 2 tahun, Unit Kelompok Kerja (UKK) Endokrinologi Anak Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mendapatkan 674 data penyandang Diabetes Mellitustipe 1 di Indonesia. Data ini diperoleh melalui kerjasama berbagai pihak di seluruh Indonesia mulai dari para dokter anak, endokrinolog anak, spesialis penyakit dalam, perawat edukator Diabetes Mellitus, data Ikatan Keluarga Penyandang Diabetes MellitusAnak dan Remaja (IKADAR), penelusuran dari catatan medis pasien, dan juga kerjasama dengan perawat edukator National University HospitalSingapura untuk memperoleh data penyandang Diabetes Mellitusanak Indonesia yang menjalani pengobatannya di Singapura.Data lain dari sebuah penelitian unit kerja koordinasi endokrinologi anak di seluruhwilayah Indonesia pada awal Maret tahun 2012 menunjukkan jumlah penderita Diabetes Mellitususia anak-anak juga usia remaja dibawah 20 tahun terdata sebanyak 731 anak. Ilmu Kesehatan Anak FFKUI (Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia) melansir, jumlah anak yang terkena Diabetes Mellituscenderung naik dalam beberapa
tahun terakhir ini. Tahun 2011 tercatat 65 anak menderita Diabetes Mellitus, naik 40% dibandingkan tahun 2009. Tiga puluh duaanak diantaranya terkena Diabetes Mellitustipe 2.(Pulungan, 2010) Peningkatan jumlah penderita Diabetes Mellitus yang cukup signifikan di Indonesia ini perlu mendapatkan perhatian seiring dengan meningkatnya risiko anak terkena Diabetes Mellitus.Deteksi dini pada Diabetes Mellitus merupakan hal penting yang harus dilakukan untuk menghindari kesalahan atau keterlambatan diagnosis yang dapat mengakibatkan kematian.Diabetes Mellitus tipe 1 yang menyerang anakanak sering tidak terdiagnosis oleh dokter karena gejala awalnya yang tidak begitu jelas dan pada akhirnya sampai pada gejala lanjut dan traumatis seperti mual, muntah, nyeri perut, sesak nafas, bahkan koma. Dengan deteksi dini, pengobatan dapat dilakukan sesegera mungkin terhadap penyandang Diabetes Mellitus sehingga dapat menurunkan risiko kecacatan dan kematian (Pulungan, 2010) International Society of Pediatric and Adolescence Diabetesdan WHO merekomendasikan klasifikasi DM berdasarkan etiologi (Tabel 1).DM tipe 1 terjadi disebabkan oleh karena kerusakan sel β-pankreas. β -pankreas. Kerusakan yang terjadi dapat disebabkan oleh proses autoimun maupun idiopatik. Pada DM tipe 1 sekresi insulin berkurang atau terhenti.Sedangkan DM tipe 2 terjadi akibat resistensi insulin.Pada DM tipe 2 produksi insulin dalam jumlah normal atau bahkan meningkat.DM tipe 2 biasanya
dikaitkan
dengan
sindrom
resistensi
insulin
lainnya
seperti
obesitas,hiperlipidemia, kantosis nigrikans, hipertensi ataupun hiperandrogenisme ovarium (Rustama DS, dkk. 2010). Klasifikasi DM berdasarkan etiologi (ISPAD 2009). 1. DM Tipe-1 (destruksi sel-β) sel-β) a. Immune mediated b. Idiopatik 2. DM tipe-2 3. DM Tipe lain a. Defek genetik fungsi pankreas sel b. Defek genetik pada kerja insulin c. Kelainan eksokrin pankreas Pankreatitis;
Trauma/pankreatomi;
Neoplasia;
Haemokhromatosis; Fibrokalkulus pankreatopati; dll.
Kistik
fibrosis;
d. Gangguan endokrin Akromegali;
Sindrom
Cushing;
Glukagonoma;
Feokromositoma;
Hipertiroidisme; Somatostatinoma; Aldosteronoma; dll. e. Terinduksi obat dan kimia Vakor; Pentamidin; Asam Nikotinik; Glukokortikoid; Hormon tiroid; Diazoxid; Agonis -adrenergik; Tiazid; Dilantin; -interferon; dll. 4. Diabetes mellitus kehamilan Sumber: ISPAD Clinical Practice Consensus Guidelines 2009.
B. MANIFESTASI KLINIS DAN PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang dlakukan pada DM tipe 1 dan 2 umumnya tidak jauh berbeda. a.
Glukosadarah : meningkat 200-100mg/dL
b.
Aseton plasma (keton) : positif secara mencolok
c.
Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat
d.
Osmolaritas serum : meningkat tetapi biasanya kurang dari 330 mOsm/l
e.
Elektrolit :
·
Natrium : mungkin normal, meningkat, atau menurun
·
Kalium : normal atau peningkatan semu ( perpindahan seluler), selanjutnya selanjutnya akan menurun.
·
Fosfor : lebih sering menurun
f. Hemoglobin glikosilat glikosilat : kadarnya meningkat 2-4 kali lipat dari normal yang yang mencerminkan control DM yang kurang selama 4 bulan terakhir ( lama hidup SDM) dan karenanaya sangat bermanfaat untuk membedakan DKA dengan control tidak adekuat versus DKA yang berhubungan dengan insiden ( mis, ISK baru)
g. Gas Darah Arteri : biasanya menunjukkan menunjukkan pH rendah dan penurunan pada HCO3 ( asidosis metabolic) dengan kompensasi alkalosis respiratorik.
h. Trombosit darah : Ht mungkin meningkat ( dehidrasi) ; leukositosis : hemokonsentrasi ;merupakan respon terhadap stress atau infeksi.
i. Ureum / kreatinin kreatinin : mungkin mungkin meningkat meningkat atau normal ( dehidrasi/ penurunan penurunan fungsi ginjal) j. Amilase darah : mungkin meningkat yang mengindikasikan adanya pancreatitis akut sebagai penyebab dari DKA. k. Insulin darah : mungkin mungkin menurun / atau bahka bahka sampai tidak ada ( pada tipe 1) atau normal sampai tinggi ( pada tipe II) yang mengindikasikan insufisiensi insulin/ gangguan dalam penggunaannya (endogen/eksogen). Resisten insulin dapat berkembang sekunder terhadap pembentukan antibody .( autoantibody) l. Pemeriksaan fungsi tiroid : peningkatan aktivitas hormone tiroid dapat meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin. m. Urine : gula dan aseton positif : berat jenis dan osmolalitas mungkin meningkat. n. Kultur dan sensitivitas : kemungkinan adanya infeksi pada saluran kemih, infeksi pernafasan dan infeksi pada luka. Diabetes melitus ditegakkan berdasarkan ada tidaknya gejala. Bila dengan gejala (polidipsi, poliuria, polifagia), maka pemeriksaan gula darah abnormal satu kali sudah dapat menegakkan diagnosis DM. Sedangkan bila tanpa gejala, maka diperlukan paling tidak 2 kali pemeriksaan gula darah abnormal pada waktu yang berbeda (Rustama DS, dkk. 2010; ISPAD Clinical Practice Consensus Guidelines 2009). Kriteria hasil pemeriksaan gula darah abnormal adalah: 1. Kadar gula darah sewaktu >200 mg/dl atau 2. Kadar gula darah puasa >126 mg/dl atau 3. Kadar gula darah 2 jam postprandial >200 mg/dl. Untuk menegakkan diagnosis DM tipe 1, maka perlu dilakukan pemeriksaan penunjang, yaitu C-peptide 200 mg/dl
4. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan pertahanan sekunder tidak adekuat (penurunan fungsi limfosit). 5.
Resiko cedera berhubungan dengan disfungsi sensori.
3.
RENCANA INTERVENSI
1.
Resiko Ketidakseimbangan Ketidakseimbangan kadar kadar gula darah berhubungan berhubungan dengan dengan penyakit penyakit diabetes melitus Intervensi 1. Monitor kadar gula darah 2. Monitor tanda dan gejala hiperglikemia dan hipoglikemia Monitor tanda-tanda vital 3. Berikan terapi insulin sesuai program 4. Instruksikan kepada pasien da keluarga mengenai pencegahan dan pengenalan tandatanda hiperglikemia dan hipoglikemia dan managemen hiperglikemia dan hipoglikemia 5. Instruksikan kepada pasien untuk selalu patuh terhadap diitnya
2. Kelelahan berhubungan berhubungan dengan penurunan produksi produksi energy metabolik ditandai dengan dengan sering lelah, lemah, pucat , klien tampak
letargi/tidak
bergairah
Intervensi 1. Diskusikan dengan pasien dan keluarga kebutuhan aktivitas 2. Tingkatkan partisipasi pasien dalam melakukan aktifitas sehari-hari 3. Monitor TTV 3.
Ketidakseimbangan nutrisi: nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak
mampu dalam mengabsorbsi makanan karena faktor biologi (defisiensi insulin) ditandai dengan lemas, berat badan pasien menurun walaupun intake makanan adekuat, mual dan muntah, konjungtiva tampak pucat, pasien tampak lemah, l emah, GDS >200 mg/dl 1. kolaburasi dengan ahki gizi untuk pemberian diit 2. Monitor berat badan tiap hari 3. libatkan kelurga pasien dalam perencanaan makanan sesuai dengan indikasi 4. Berikan terapi insulin sesuai dengan program 5. Ciptakan lingkungan yang optimal saat mengkomsumsi makanan
4. resiko infeksi berhubungan berhubungan dengan pertahanan sekunder sekunder tidak adekuat (penurunan (penurunan fungsi fungsi limfosit). Intervensi 1. Observasi tanda-tanda infeksi dan peradangan 2. Tingkatkan upaya pencegahan dengan cara cuci tangan yang pada semua orang yang berhubungan dengan pasien termasuk pasien sendiri 3. Pertahankan teknik aseptik pada prosedur invasif 4. Lakukan perubahan posisi, anjurkan batuk efektif dan nafas dalam
5. Resiko cedera berhubungan dengan disfungsi sensori Intervensi 1.Monitor tanda-tanda vital 2. Orientasikan pasien dengan lingkungan sekitarnya 3. Pantau adanya keluhan parestesia,nyeri atau kehilangan sensori
DAFTAR PUSTAKA
Brink SJ, Lee WRW, Pillay K, Kleinebreil (2010).Diabetes in children and adolescents, basic training manual for healthcare professionals in developing countries, 1sted. Argentina: ISPAD, h 20-21. Weinzimer SA, Magge S (2005). Type 1 diabetes mellitus in children. Dalam: Moshang T Jr. Pediatric endocrinology. Philadelphia: Mosby Inc, h 3-18. Rustama DS, Subardja D, Oentario MC, Yati NP, Satriono, Harjantien N (2010).Diabetes Melitus. Dalam: Jose RL Batubara Bambang Tridjaja AAP Aman B. Pulungan, editor. Buku Ajar Endokrinologi Anak, Jakarta: Sagung Seto 2010, h 124-161. ISPAD Clinical Practice Consensus Guidelines 2009. Pediatric Diabetes 2009: 10. http://repository.maranatha.edu/3415/3/0910085_Chapter1.pdf (Diakses pada tanggal 1 Maret 2015)
View more...
Comments