Asuhan Keperawatan Hiperparatiroidisme Dan Hipoparatiroidisme

February 20, 2019 | Author: Suparmanto | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Asuhan Keperawatan Hiperparatiroidisme Dan Hipoparatiroidisme asuperment...

Description

Asuhan keperawatan HIPERPARATIROIDISME DAN HIPOPARATIROIDISME Thursday, April 16, 2009 8:23 PM BAB I

PENDAHULUAN

1. LATAR  BELAKANG

Selama sekresi hormone paratiroid (PTH), kelenjar paratiroid  bertanggung jawab mempertahankan kadar kalsium ekstraseluler. Hiperparatiroidisme adalah karakter penyakit yang disebabkan kelebihan sekresi hormone paratiroid, hormon asam amino polipeptida. Sekresi hormon paratiroid diatur secara langsung oleh konsentrasi cairan ion

kalsium. Efek utama dari hormon paratiroid adalah meningkatkan konsentrasi cairan kalsium dengan meningkatkan pelepasan kalsium dan fosfat dari matriks tulang, meningkatkan penyerapan kalsium oleh ginjal, dan meningkatkan produksi ginjal. Hormon paratiroid juga menyebabkan  phosphaturia, jika kekurangan cairan fosfat. hiperparatiroidisme  biasanya terbagi menjadi primer, sekunder dan tersier. (Lawrence Kim, MD, 2005)

Hipoparatiroid adalah gabungan gejala dari produksi hormon  paratiroid yang tidak adekuat. Keadaan ini jarang sekali ditemukan dan umumnya sering sering disebabkan oleh kerusakan atau pengangkatan kelenjar paratiroid pada saat operasi paratiroid atau tiroid, dan yang lebih jarang lagi ialah tidak adanya kelenjar paratiroid (secara congenital). Kadang-kadang penyebab spesifik  tidak dapat diketahui.

2. TUJUAN

1.Tujuan Umum

Mahasiswa dapat memahami asuhan keperawatan pada pasien gangguan kelenjar paratiroid

2.Tujuan Khusus

a. Mahasiswa mampu memahami pengertian hiperparatiroid dan hipoparatiroid

 b. Mahasiswa mampu memahami etiologi hiperparatiroid dan hipoparatiroid

c.

Mahasiswa mampu memahami patofisiologi

hiperparatiroid dan hipoparatiroid

d. Mahasiswa mampu memahamimanifestasi klinik hiperparatiroid dan hipoparatiroid

e. Mahasiswa mampu memahami pemeriksaan diagnosk hiperparatiroid dan hipoparatiroid

f.

Mahasiswa mampu memahami komplikasi

hiperparatiroid dan hipoparatiroid

g. Mahasiswa mampu memahami penatalaksanaan hiperparatiroid dan hipoparatiroid

h. Mahasiswa mampu memahami konsep dasar asuhan keperawatan hiperparatiroid dan hipoparatiroid

BAB II

TINJAUAN TEORI

A.

ANATOMI

FISIOLOGI KELENJAR PARATIROID

1.

Anatomi

Kelenjar   paratiroid tumbuh dari jaringan endoderm, yaitu sulcus pharyngeus

ketiga dan keempat. Kelenjar paratiroid yang berasal dari sulcus  pharyngeus keempat cenderung bersatu dengan kutub atas kelenjar  tiroid yang membentuk kelenjar paratiroid dibagian kranial. Kelenjar  yang berasal dari sulcus pharyngeus ketiga merupakan kelenjar   paratiroid bagian kaudal, yang kadang menyatu dengan kutub bawah tiroid. Akan tetapi, sering kali posisinya sangat bervariasi. Kelenjar   paratiroid bagian kaudal ini bisa dijumpai pada posterolateral kutub  bawah kelenjar tiroid, atau didalam timus, bahkan berada dimediastinum. Kelenjar paratiroid kadang kala dijumpai di dalam parenkim kelenjar  tiroid. (R. Sjamsuhidajat, Wim de Jong, 2004, 695)

Secara normal ada empat buah kelenjar   paratiroid pada manusia, yang terletak tepat dibelakang kelenjar  tiroid, dua tertanam di kutub superior kelenjar tiroid dan dua di kutub inferiornya. Namun, letak masing-masing paratiroid dan jumlahnya dapat cukup bervariasi, jaringan paratiroid kadang-kadang ditemukan di mediastinum.

Setiap kelenjar paratiroid panjangnya kira-kira 6 milimeter, lebar 3 milimeter, dan tebalnya dua millimeter dan memiliki gambaran makroskopik  lemak coklat kehitaman. Kelenjar paratiroid orang dewasa terutama terutama mengandung sel utama (chief cell) yang mengandung apparatus

Golgi yang mencolok plus retikulum endoplasma dan granula sekretorik  yang mensintesis dan mensekresi hormon paratiroid (PTH). Sel oksifil yang lebih sedikit namun lebih besar mengandung granula oksifil dan sejumlah besar mitokondria dalam sitoplasmanya Pada manusia, sebelum  pubertas hanya sedikit dijumpai, dan setelah itu jumlah sel ini meningkat seiring usia, tetapi pada sebagian besar binatang dan manusia muda, sel oksifil ini tidak ditemukan.Fungsi sel oksifil masih belum  jelas, sel-sel ini mungkin merupakan modifikasi atau sisa sel utama yang tidak lagi mensekresi sejumlah hormon.

2.

Fisiologi

Kelenjar paratiroid mengeluarkan hormon paratiroid (parathiroid hormone, PTH) yang bersama-sama dengan Vit D3, dan kalsitonin mengatur kadar kalsium dalam darah. Sintesis PTH dikendalikan oleh kadar kalsium plasma, yaitu dihambat sintesisnya bila kadar  kalsium tinggi dan dirangsang bila kadar kalsium rendah. PTH akan merangsang reabsorbsi kalsium pada tubulus ginjal, meningkatkan absorbsi kalsium pada usus halus, sebaliknya menghambat reabsorbsi fosfat dan melepaskan kalsium dari tulang. Jadi PTH akan aktif bekerja pada tiga titik sasaran utama dalam mengendalikan homeostasis kalsium yaitu di ginjal, tulang dan usus. (R. Sjamsuhidayat, Wim de Jong, 2004, 695)

B.

KONSEP DASAR 

1.

Hiperparatiroidisme

a.

Pengertian

Hiperparatiroidisme adalah berlebihnya produksi hormon paratiroid oleh kelenjar paratiroid ditandai dengan dekalsifikasi tulang dan terbentuknya batu ginjal yang mengandung kalsium. Hiperparatiroidisme dibagi menjadi 2, yaitu hiperparatiroidisme primer dan sekunder. Hiperparatiroidisme primer  terjadi dua atau tiga kali lebih sering pada wanita daripada laki-laki dan pada pasien-pasien yang berusia 60-70 tahun. Sedangkan hiperparatiroidisme sekunder disertai manifestasi yang sama dengan  pasien gagal ginjal kronis. Rakitisi ginjal akibat retensi fosfor akan meningkatkan stimulasi pada kelenjar paratiroid dan meningk atkan sekresi

hormon paratiroid. (Brunner & Suddath, 2001)

Hiperparatiroidisme adalah karakter   penyakit yang disebabkan kelebihan sekresi hormone paratiroid, hormon asam amino polipeptida. Sekresi hormon paratiroid diatur secara langsung oleh konsentrasi cairan ion kalsium. Efek utama dari hormon paratiroid adalah meningkatkan konsentrasi cairan kalsium dengan meningkatkan  pelepasan kalsium dan fosfat dari matriks tulang, meningkatkan  penyerapan kalsium oleh ginjal, dan meningkatkan produksi ginjal. Hormon  paratiroid juga menyebabkan phosphaturia, jika kekurangan cairan fosfat. hiperparatiroidisme biasanya terbagi menjadi primer, sekunder  dan tersier. (Lawrence Kim, MD, 2005, section 2).

Hiperparatiroidisme adalah suatu keadaan dimana kelenjar-kelenjar paratiroid memproduksi lebih banyak hormon paratiroid dari biasanya. Pada pasien dengan hiperparatiroid, satu dari keempat kelenjar paratiroid yang tidak normal dapat membuat kadar hormon  paratiroid tinggi tanpa mempedulikan kadar kalsium. dengan kata lain satu dari keempat terus mensekresi hormon paratiroid yang b anyak 

walaupun kadar kalsium dalam darah normal atau meningkat. (www.endocrine.com)

 b. Etiologi

Menurut Lawrence Kim, MD. 2005,etiologi hiperparatiroid yaitu:

1.

Kira-kira 85% dari kasus hiperparatiroid primer disebabkan

oleh adenoma tunggal.

2. Sedangkan 15% lainnya melibatkan berbagai kelenjar (contoh berbagai adenoma atau hyperplasia). Biasanya herediter dan frekuensinya berhubungan dengan kelainan endokrin lainny

3.

Sedikit kasus hiperparatiroidisme utama disebabkan

oleh paratiroid karsinoma. Etiologi dari adenoma dan hyperplasia pada kebanyakan kasus tidak diketahui. Kasus keluarga dapat terjadi baik  sebagai bagian dari berbagai sindrom endrokin neoplasia, syndrome hiperparatiroid tumor atau hiperparatiroidisme turunan. Familial hypocalcuric dan hypercalcemia dan neonatal severe hyperparathyroidism  juga termasuk kedalam kategori ini.

4.

Beberapa

ahli bedah dan ahli patologis melaporkan bahwa pembesaran dari kelenjar  yang multiple umumnya jenis adenoma yang ganda. Pada ± 15 % pasien semua kelenjar hiperfungsi; chief cell parathyroid hyperplasia.

c.

Patofisiologi

Hiperparatiroidisme dapat  bersifat primer (yaitu yang disebabkan oleh hiperplasia atau neoplasma

 paratiroid) atau sekunder, dimana kasus biasanya berhubungan dengan gagal ginjal kronis.

Pada 80% kasus, hiperparatiroidisme primer disebabkan oleh adenoma  paratiroid jinak; 18% kasus diakibatkan oleh hiperplasia kelenjar   paratiroid: dan 2% kasus disebabkan oleh karsinoma paratiroid (damjanov,1996). Normalnya terdapat empat kelenjar paratiroid. Adenoma atau karsinoma paratiroid ditandai oleh pembesaran satu kelenjar, dengan kelenjar lainnya tetap normal. Pada hiperplasia paratiroid, keempat kelenja membesar. Karena diagnosa adenoma atau hiperplasia tidak dapat ditegakan preoperatif, jadi penting bagi ahli bedah untuk  meneliti keempat kelenjar tersebut. Jika teridentifikasi salah satu kelenjar tersebut mengalami pembesaran adenomatosa, biasanya kelenjar  tersebut diangkat dan laninnya dibiarkan utuh. Jika ternyata keempat kelenjar tersebut mengalami pembesaran ahli bedah akan mengangkat ketiga kelelanjar dan meninggalkan satu kelenjar saja yang seharusnya mencukupi untuk mempertahankan homeostasis kalsium-fosfat.

Hiperplasia paratiroid sekunder dapat dibedakan dengan hiperplasia primer, karena keempat kelenjar membesar  secara simetris. Pembesaran kelanjar paratiroid dan hiperfungsinya adalah mekanisme kompensasi yang dicetuskan oleh retensi format dan

hiperkalsemia yang berkaitan dengan pen yakit ginjal kronis. Osteomalasia yang disebabkan oleh hipovitaminosis D, seperti pada riketsia, d apat mengakibatkan dampak yang sama.

Hiperparatiroidisme ditandai oleh kelebihan PTH dalam sirkulasi. PTH terutama bekerja pada tulang dan ginjal. Dalam tulang, PTH meningkatkan resorpsi kalsium dari limen tubulus ginjal. Dengan demikian mengurangi eksresi kalsium dalam urine. PTH juga meningkatkan  bentuk vitamin D3 aktif dalam ginjal, yang selanjutnya memudahkan ambilan kalsium dari makanan dalam usus. Sehingga hiperkalsemia dan hipofosatmia kompensatori adalah abnormlitas biokimia yang dideteksi melalui analisis darah. Konsentrasi PTH serum juga meningkat. ( Rumahorbor, Hotma,1999)

Produksi hormon paratiroid yang  berlebih disertai dengan gagal ginjal dapat menyebabkan  berbagai macam penyakit tulang, penyakit tulng yang sering terjadi adalah osteitis fibrosa cystica, suatu penyakit meningkatnya resorpsi tulang karena peningkatan kadar hormon paratiroid. Penyakit tulang

lainnya juga sering terjadi pada pasien, tapi tidak muncul secara langsung. (Lawrence Kim, MD, 2005, section 5)

Kelebihan jumlah sekresi PTH menyebabkan hiperkalsemia yang langsung bisa menimbulkan efek pada reseptor di tulang, traktus intestinal, dan ginjal. Secara fisiologis sekresi PTH dihambat dengan tingginya ion kalsium serum. Mekanisme ini tidak aktif pada keadaan adenoma, atau hiperplasia kelenjar, dimana hipersekresi PTH berlangsung bersamaan dengan hiperkalsemia. Reabsorpsi kalsium dari tulang dan peningkatan absorpsi dari usus merupakan efek  langsung dari peningkatan PTH.

Pada saat kadar kalsium serum mendekati 12 mg/dL, tubular ginjal mereabsorpsi kalsium secara berlebihan sehingga terjadi keadaan hiperkalsiuria. Hal ini dapat meningkatkan insidens nefrolithiasis, yang mana dapt menimbulkan penurunan kreanini klearens dan gagal ginjal. Peningkatan kadar kalsium ekstraselular dapat mengendap pada jaringan halus. Rasa sakit timbul akibat kalsifikasi  berbentuk nodul pada kulit, jaringan subkutis, tendon (kalsifikasi tendonitis), dan kartilago (khondrokalsinosis). Vitamin D memainkan  peranan penting dalam metabolisme kalsium sebab dibutuhkan oleh PTH

untuk bekerja di target organ.

d.

Manifestasi Klinik 

Pasien mungkin tidak atau mengalami tanda-tanda dan gejala akibat terganggunya beberapa sistem organ. Gejala apatis, keluhan mudah lelah, kelemahan otot, mual, muntah, konstipasi, hipertensi dan aritmia  jantung dapat terjadi; semua ini berkaitan dengan peningkatan kadar  kalsium dalam darah. Manifestasi psikologis dapat bervariasi mulai dari emosi yang mudah tersinggung dan neurosis hingga keadaan psikosis yang disebabkan oleh efek langsung kalsium pada otak serta sistem saraf. Peningkatan kadar kalsium akan menurunkan potensial eksitasi jaringan saraf dan otot.

Pembentukan

batu pada salah satu atau kedua ginjal yang berkaitan dengan  peningkatan ekskresi kalsium dan fosfor merupakan salah satu komplikasi hiperparatiroidisme primer. Kerusakan ginjal terjadi akibat presipitasi kalsium fosfat dalam pelvis da ginjal parenkim yang men gakibatkan batu ginjal (rena calculi), obstruksi, pielonefritis serta gagal ginjal.

Gejala muskuloskeletal yang menyertai hiperparatiroidisme dapat terjadi akibat demineralisasi tulang atau tumor tulang, yang muncul berupa sel-sel raksasa benigna akibat  pertumbuhan osteoklast yang berlebihan. Pasien dapat mengalami nyeri skeletal dan nyeri tekan, khususnya di daerah punggung dan persendian; nyeri ketika menyangga tubuh; fraktur patologik; deformitas; dan  pemendekkan badan. Kehilangan tulang yang berkaitan den gan hiperparatiroidisme merupakan faktor risiko terjadinya fraktur.

Insidens ulkus peptikum dan  prankreatis meningkat pada hiperparatiroidisme dan dapat menyebabkan terjadinya gejala gastroitestinal. (Brunner & Suddath, 2001)

e.

Pemeriksaan Diagnostik 

Hiperparatiroidisme didiagnosis ketika tes menunjukkan tingginya level kalsium dalam darah disebabkan tingginya kadar hormone  paratiroid. Penyakit lain dapat menyebabkan tingginya kadar  kalsium dalam darah, tapi hanya hiperparatiroidisme yang menaikkan kadar kalsium karena terlalu banyak hormon paratiroid. Pemeriksaan radioimmunoassay untuk   parathormon sangat sensitif dan dapat membedakan hiperparatiroidisme  primer dengan penyebab hiperkalasemia lainnya pada lebih dari 90 %  pasien yang mengalami kenaikan kadar kalsium serum.

Kenaikkan kadar kalsium serum saja merupakan gambaran yang nonspesifik karena kadar dalam serum ini dapat  berubah akibat diet, obat-obatan dan perubahan pada ginjal serta tulang. Perubahan tulang dapat dideteksi dengan pemeriksaan sinar-x atau  pemindai tulang pada kasus-kasus penyakit yang sudah lanjut. Penggambaran dengan sinar X

pada abdomen bisa mengungkapkan adanya batu ginjal dan  jumlah urin selama 24  jam dapat menyediakan informasi kerusakan ginjal dan resiko batu ginjal. Pemeriksaan antibodi ganda hormon  paratiroid digunakan untuk membedakan hiperparatiroidisme primer dengan keganasan, yang dapat menyebabkan hiperkalsemia. Pemeriksaan USG, MRI, Pemindai thallium serta biopsi jarum halus telah digunakan untuk  mengevaluasi fungsi paratiroid dan untuk menentukan lokasi kista, adenoma serta hiperplasia pada kelenjar paratiroid.

Tes darah mempermudah diagnosis

hiperparatiroidisme

karena menunjukkan penilaian yang akurat berapa jumlah hormon  paratiroid. Sekali diagnosis didirikan, tes yang lain sebaiknya dilakukan untuk melihat adanya komplikasi. Karena tingginya kadar  hormon paratiroid dapat menyebabkan kerapuhan tulang karena kekurangan kalsium, dan pengukuran kepadatan tulang sebaiknya dilakukan untuk memastikan keadaan tulang dan resiko fraktura.

Salah satu kelemahan diagnostik adalah terjadinya penurunan bersihan fragmen akhir karboksil P TH pada pasien gagal ginjal, menyebabkan peningkatan palsu kadar PTH serum total. Penetuan PTH amino akhir atau PTH utuh direkomendasikan untuk menilai fungsi paratiroid pasien gagal ginjal. (Clivge R. Taylor, 2005, 783)

Laboratorium:

1)

Kalsium

serum meninggi

2)

Fosfat

serum rendah

3)

Fosfatase

alkali meninggi

4)

Kalsium dan fosfat dalam urin bertambah

5)

Foto

Rontgen: o Tulang menjadi tipis, ada dekalsifikasi o Cystic-cystic dalam tulang o Trabeculae di tulang PA: osteoklas, osteoblast, dan jaringan fibreus bertambah

f.

Komplikasi

1)  peningkatan ekskresi kalsium dan fosfor 

2) Dehidrasi

3)

batu ginjal

4) hiperkalsemia

5)

Osteoklastik 

6) osteitis fibrosa cystica

g. Penatalaksanaan

Terapi yang dianjurkan bagi pasien hiperparatiroidisme primer adalah tindakan bedah untuk mengangkat  jaringan paratiriod yang abnormal. Namun demikian, pada sebagian pasien yang asimtomatik disertai kenaikaan kadar kalsium serum ringan dan

fungsi ginjal yang normal, pembedahan dapat ditunda dan keadaan pasien dipantau dengan cermat akan adanya kemungkinan bertambah parahnya hiperkalsemia, kemunduran kondisi tulang, gangguan ginjal atau  pembentukan batu ginjal (renal calculi).

Dehidrasi karena gangguan pada ginjal mungkin terjadi, maka penderita hiperparatiroidisme primer dapat menderita penyakit batu ginjal. Karena itu, pasien dianjurkan untuk  minum sebanyak 2000 ml cairan atau lebih untuk mencegah terbentuknya  batu ginjal. Jus buah yang asam dapat dianjurkan karena terdapat bukti  bahwa minuman ini dapt menurunkan pH urin. Kepada pasien diuminta untuk  melaporkan manifestasi batu ginjal yang lain seperti n yeri abdomen dan hemapturia. Pemberian preparat diuretik thiazida harus dihindari oleh  pasien hiperparatiroidisme primer karena obat ini akan menurunkan eksresi kalsium lewat ginjal dan menyebabkan kenaikan kadar kalsium serum. Disamping itu, pasien harus mengambil tindakan untuk menghindari dehidrasi. Karena adanya resiko krisis hiperkalsemia, kepada pasien harus diberitahukan untuk segera mencari bantuan medis jika terjadi kondisi yang menimbulkan dehidrasi (muntah, diare).

Mobilitas pasien dengan banyak   berjalan atau penggunaan kursi goyang harus diupayakan sebanyak mungkin karena tulang yang mengalami stress normal akan melepaskan kalsium

merupakan predisposisi terbentuknya batu ginjal.

Pemberian fosfat per oral menurunkan kadar kalsium serum pada sebagian pasien. Penggunaan jangka panjang tidak dianjurkan karena dapat mengakibatkan pengendapan ektopik kalsium fosfat dalam jaringan lunak.

Diet dan obat-obatan. Kebutuhan nutrisi harus dipenuhi meskipun pasien dianjurkan untuk menghindari diet kalsium terbatas atau kalsium berlebih. Jika pasien juga menderita ulkus peptikum, ia memerlukan preparat antasid dan diet protein yang khusus. Karena anoreksia umum terjadi, peningkatan selera makan pasien harus diupayakan. Jus buah, preparat pelunak feses dan aktivitas fisik  disertai dengan peningkatan asupan cairan akan membantu mengurangi gejal konstipasi yang merupakan masalah pascaoperatif yang sering dijumpai  pada pasien-pasien ini.

2. Hipoparatiroidisme

a.

Pengertian

Hipoparatiroid adalah gabungan gejala dari produksi hormon paratiroid yang tidak  adekuat. Keadaan ini jarang sekali ditemukan dan umumnya sering sering disebabkan oleh kerusakan atau pengangkatan kelenjar paratiroid pada saat operasi paratiroid atau tiroid, dan yang lebih jarang lagi ialah tidak adanya kelenjar paratiroid (secara congenital). Kadang-kadang  penyebab spesifik tidak dapat diketahui. (www.endocrine.com)

 b.

Etiologi

Jarang sekali terjadi hipoparatiroidisme primer, dan jika ada biasanya terdapat pada anak-anak dibawah umur 16 tahun. Ada tiga kategori dari hipoparatiroidisme:

1) Defisiensi sekresi hormon paratiroid, ada dua penyebab utama:

a)

Post operasi pengangkatan kelenjar partiroid dan total

tiroidektomi.

 b) Idiopatik, penyakit ini  jarang dan dapat kongenital atau didapat (acquired).

2) Hipomagnesemia.

3) Sekresi hormon paratiroid yang

tidak aktif.

4) Resistensi terhadap hormon paratiroid (pseudohipoparatiroidisme)

c.

Patofisiologi

Pada hipoparatiroidisme terdapat gangguan dari metabolisme kalsium dan fosfat, yakni kalsium serum menurun (bisa sampai 5 mgr%) dan fosfat serum meninggi (bisa sampai 9,5-12,5 mgr%).

Pada yang post operasi disebabkan tidak adekuat produksi hormon paratiroid karena pengangkatan kelenjar   paratiroid pada saat operasi. Operasi yang pertama adalah untuk  mengatasi keadaan hiperparatiroid dengan mengangkat kelenjar paratiroid. Tujuannya adalah untuk mengatasi sekresi hormon paratiroid yang  berlebihan, tetapi biasanya terlalu banyak jaringan yang diangkat.

Operasi kedua berhubungan dengan operasi total tiroidektomi. Hal ini disebabkan karena letak anatomi kelenjar tiroid dan paratiroid yang dekat (diperdarahi oleh pembuluh darah yang sama) sehingga kelenjar   paratiroid dapat terkena sayatan atau terangkat. Hal ini sangat jarang dan biasanya kurang dari 1 % pada operasi tiroid. Pada banyak pasien tidak adekuatnya produksi sekresi hormon paratiroid bersifat sementara sesudah operasi kelenjar tiroid atau kelenjar paratiroid, jadi diagnosis tidak dapat dibuat segera sesudah operasi.

Pada  pseudohipoparatiroidisme timbul gejala dan tanda hipoparatiroidisme tetapi kadar PTH dalam darah normal atau meningkat. Karena jaringan tidak berespons terhadap hormon, maka penyakit ini adalah penyakit reseptor. Terdapat dua bentuk: (1) pada bentuk yang lebih sering, terjadi pengurangan congenital aktivitas Gs sebesar 50 %, dan PTH tidak  dapat meningkatkan secara normal konsentrasi AMP siklik, (2) pada bentuk  yang lebih jarang, respons AMP siklik normal tetapi efek fosfaturik  hormon terganggu.

d. Manifestasi Klinik 

Hipokalsemia menyebabkan iritablitas sistem neuromuskeler dan turut menimbulkan gejala utama hipoparatiroidisme yang berupa tetanus.

Tetanus merupakan hipertonia otot yang menyeluruh disertai tremor dan kontraksi spasmodik atau tak terkoordinasi yang terjadi dengan atau tanpa upaya untuk melakukan gerakan volunter. Pada keadaan tetanus laten terdapat gejala patirasa, kesemutan dan kram pada ekstremitas dengan keluhan perasaan kaku pada kedua belah tangan serta kaki. Pada keadaan tetanus yang nyata, tanda-tanda mencakup  bronkospasme, spasme laring, spasme karpopedal (fleksi sendi siku serta  pergelangan tangan dan ekstensi sensi karpofalangeal), disfagia, fotopobia, aritmia jantung serta kejang. Gejala lainnya mencakup ansietas, iritabilitas, depresi dan bahkan delirium. Perubahan pada EKG dan hipotensi dapat terjadi. (Brunner & Suddath, 2001)

e.

Pemeriksaan

Diagnostik 

Tetanus laten ditunjukan oleh tanda trousseau atau tanda Chvostek yang positif. Tanda trousseau dianggap positif apabila terjadi spasme karpopedal yang ditimbulkan akibat penyumabtan aliran darah ke lengan selama 3 menit dengan manset tensimeter. Tanda Chvostek menujukkan hasil positif  apabila pengetukan yang dilakukan secara tiba-tiba didaerah nervous fasialis tepat di kelenjar parotis dan disebelah anterior telinga menyebabkan spasme atau gerakan kedutan pada mulut, hidung dan mata.

Diagnosa sering sulit ditegakkan karena gejala yang tidak jelas seperti rasa nyeri dan pegal-pegal, oleh sebab itu pemeriksaan laboratorium akan membantu. Biasanya hasil laboratorium yang ditunjukkan, yaitu:

1.

Kalsium

serum rendah. Tetanus terjadi pada kadar kalsium serum yang berkisar  dari 5-6 mg/dl (1,2 - 1,5mmol/L) atau lebih rend ah lagi.

2.

Fosfat anorganik dalam serum tinggi

3.

Fosfatase alkali normal atau rendah

4.

Foto Rontgen:

a)

Sering terdapat kalsifikasi yang bilateral pada ganglion

 basalis di tengkorak 

 b) Kadang-kadang terdapat  pula kalsifikasi di serebellum dan pleksus koroid

5.

Density dari tulang bisa bertambah

6.

EKG: biasanya QT-interval lebih panjang

f.

Komplikasi

1)

Kalsium serum menurun

2)

Fosfat

serum meninggi

g. Penatalaksanaan

Tujuan adalah untuk menaikkan kadar  kalsium serum sampai 9-10 mg/dl (2,2-2,5 mmol/L) dan menghilangkan gejala hipoparatiroidisme serta hipokalsemia. Apabila terjadi hipokalsemia dan tetanus pascatiroidektomi, terapi yang harus segera dilakukan adalah pemberian kalsium glukonas intravena. Jika terapi ini tidak segera menurunkan iritabilitas neuromuskular dan serangan kejang,  preparat sedatif seperti pentobarbital dapat dapat diberikan.

Pemberian peparat parathormon  parenteral dapat dilakukan untuk mengatasi hipoparatiroidisme akut disertai tetanus. Namun demikian, akibat tingginya insidens reaksi alergi pada penyuntikan parathormon, maka penggunaan preparat ini dibatasi hanya pada hipokalsemia akut. Pasien yang mendapatkan  parathormon memerlukan pemantauan akan adanya perubahan k adar kalsium serum dan reaksi alergi.

Akibat adanya iritabilitas neuromuskuler, penderita hipokalsemia dan tetanus memerlukan lingkungan yang bebas dari suara  bising, hembusan angin yang tiba-tiba, cahaya yang terang atau gerakan yang mendadak. Trakeostomi atau ventilasi mekanis mungkin dibutuhkan

 bersama dengan obat-obat bronkodilator jika pasien mengalami gangguan  pernafasan.

Terapi  bagi penderita hipoparatiroidisme kronis ditentukan sesudah kadar  kalsium serum diketahui. Diet tinggi kalsium rendah fosfor diresepkan. Meskipun susu, produk susu dan kuning telur merupakan makanan tinggi kalsium, jenis makanan ini harus dibatasi karena k andungan fosfor yang tinggi. Bayam juga perlu dihindari karena mengandung oksalat yang akan membentuk garam kalsium yang tidak laut. Tablet oral garam kalsium seperti kalsium glukonat, dapat diberikan sebagai suplemen dalam diet. Gel alumunium karbonat (Gelusil, Amphojel) diberikan sesudah makan u ntuk  mengikat fosfat dan meningkatkan eksresinya lewat traktus gastrointestinal.

Preparat vitamin D dengan dosis yang bervariasi dihidrotakisterol (AT 10 atau Hytakerol), atau ergokalsiferol (vitamin D2) atau koolekalsiferpol (vitamin D3) biasanya diperlukan dan akan meningkatkan absorpsi kalsium dari traktus gastrointestinal.

C.

ASUHAN KEPERAWATAN

1.

Hiperparatiroidisme

a.

Pengkajian

Tidak terdapat manifestasi yang jelas tentang hiperparatiroidisme dan hiperkalsemia resultan. Pengkajian keperawatan yang rinci mencakup :

1) Riwayat kesehatan klien.

2)

Riwayat

 penyakit dalam keluarga.

3) Keluhan utama, antara lain :

a)

Sakit kepala, kelemahan, lethargi dan kelelahan otot

 b)

Gangguan pencernaan seperti mual, muntah, anorexia,

obstipasi, dan nyeri lambung yang akan disertai penurunan berat badan

c)

Depresi

d)

Nyeri

tulang dan sendi.

4)

Riwayat

trauma/fraktur tulang.

5) Riwayat radiasi daerah leher dan kepala.

6)

Pemeriksaan

fisik yang mencakup :

a)

Observasi

dan palpasi adanya deformitas tulang.

 b)

Amati

warna kulit, apakah tampak pucat.

c) Perubahan tingkat kesadaran.

7)

Bila kadar kalsium tetap tinggi, maka akan tampak tanda

 psikosis organik seperti bingung bahkan koma dan bila tidak ditangani kematian akan mengancam.

8) Pemeriksaan diagnostik, termasuk :

a)

Pemeriksaan

laboratorium : dilakukan untuk menentukan kadar kalsium dalam plasma yang merupakan pemeriksaan terpenting dalam menegakkan kondisi hiperparatiroidisme. Hasil pemeriksaan laboratorium pada hiperparatiroidisme primer akan ditemukan peningkatan kada r kalsium serum; kadar serum posfat anorganik menurun sementara kad ar kalsium dan  posfat urine meningkat.

 b) Pemeriksaan radiologi, akan tampak penipisan tulang dan terbentuk kista dan trabekula pada tulang.

 b.

Diagnosa

Keperawatan

Diagnosa keperawatan utama yang dapat dijumpai pada klien dengan hiperparatiroidisme antara lain :

1) Risiko terhadap cidera yang  berhubungan dengan demineralisasi tulang yang mengakibatkan fraktur   patologi.

2) Perubahan eliminasi urine yang berhubungan dengan keterlibatan ginjal sekunder terhadap hiperkalsemia dan hiperfosfatemia.

3)

Perubahan

nutrisi yang berubahan dengan anorexia dan mual.

4)

Konstipasi yang berhubungan dengan efek merugikan dari

hiperparatiroidisme pada saluran gastrointestinal.

c.

Rencana

Tindakan Keperawatan

1) Diagnosa Keperawatan : Risiko terhadap cidera yang berhubungan dengan demineralisasi tulang yang mengakibatkan fraktur patologi.

Tujuan : Klien tidak akan menderita cidera, seperti yang ditunjukkan oleh tidak terdapatnya fraktur patologi.

Intervensi Keperawatan :

1.

Lindungi klien dari kecelakaan jatuh, karena klien rentan

untuk mengalami fraktur patologis bahkan oleh benturan ringan sekalipun. Bila klien mengalami penurunan kesadaran pasanglah tirali tempat tidurnya.

2.

Hindarkan

klien dari satu posisi yang menetap, ubah posisi klien dengan hati-hati.

3. Bantu klien memenuhi kebutuhan sehari-hari selama terjadi kelemahan fisik.

4.

Atur aktivitas yang tidak melelahkan klien.

5.

Ajarkan cara melindungi diri dari trauma fisik seperti cara

mengubah posisi tubuh, dan cara berjalan serta menghindari perubahan  posisi yang tiba-tiba.

6. Ajarkan klien cara menggunakan alat  bantu berjalan bila dibutuhkan. Anjurkan klien agar   berjalan secara perlahan-lahan.

2) Diagnosa Keperawatan : Perubahan eliminasi urine yang berhubungan dengan keterlibatan ginjal sekunder  terhadap hiperkalsemia dan hiperfosfatemia.

Tujuan : Klien akan kembali pada haluaran urine normal, seperti yang ditunjukkan oleh tidak terbentuknya batu dan haluaran urine 30 sampai 60 ml/jam.

Intervensi Keperawatan :

1. Perbanyak asupan klien sampai 2500 ml cairan per hari. Dehidrasi merupakan hal yang berbahaya bagi

klien dengan hiperparatiroidisme karena akan meningkatkan kadar kalisum serum dan memudahkan terbentuknya batu ginjal.

2.

Berikan sari buahn canbery atau prune untuk membantu agar 

urine lebih bersifat asam. Keasaman urine yang ting gi membantu mencegah  pembentukkan batu ginjal, karena kalsium lebih mudah larut dalam urine yang asam ketimbang urine yang basa.

3)

Diagnosa Keperawatan :

Perubahan nutrisi yang berubahan dengan anorexia dan mual.

Tujuan : Klien akan mendapat masukan makanan yang mencukupi, seperti yang dibuktikan oleh tidak adanya mual dan kembali pada atau dapat mempertahankan berat badan ideal.

Intervensi Keperawatan :

1.

Berikan

dorongan pada klien untuk mengkonsumsi diet rendah kalsium untuk 

memperbaiki hiperkalsemia.

2. Jelaskan pada klien bahwa tidak mengkonsumsi susu dan produk susu dapat menghilangkan sebagian manifestasi gastrointestinal yang tidak menyenangkan.

3.

Bantu klien

untuk mengembangkan diet yang mencakup tinggi kalori tanpa produk yang mengandung susu.

4.

Rujuk 

klien ke ahli gizi untuk membantu perencanaan diet klien.

4)

Diagnosa

Keperawatan : Konstipasi yang berhubungan dengan efek merugikan dari hiperparatiroidisme pada saluran gastrointestinal.

Tujuan : Klien akan mempertahankan BAB normal, seperti pada yang dibuktikan oleh BAB setiap hari (sesuai dengan

kebiasaan klien).

Intervensi Keperawatan :

1. Upayakan tindakan yang dapat mencegah konstipasi dan pengerasan fekal yang diakibatkan oleh hiperkalsemia.

2.

Bantu klien

untuk tetap dapat aktif sesuai dengan kondisi yang memungkinkan.

3.

Tingkatkan asupan cairan dan serat dalam diet. Klien harus

minum sedikitnya enam sampai delapan gelas per hari kecuali bila ada kontra indikasi.

4. Jika konstipasi menetak meski sudah dilakukan tindakan, mintakan pada dokter pelunak feses atau

laksatif.

2.

Hipoparatiroidisme

a.

Pengkajian

Dalam pengkajian klien dengan hipoparatiroidisme yang penting adalah mengkaji manifestasi distres  pernapasan sekunder terhadap laringospasme. Pada klien dengan hipoparatiroidisme akut, perlu dikaji terhadap adanya tanda perubahan fisik nyata seperti kulit dan rambut kering. Kaji juga terhadap sindrom seperti Parkinson atau adanya katarak. Pengkajian keperawatan lainnya mencakup :

1)

Riwayat

kesehatan klien.

1. Sejak kapan klien menderita  penyakit.

2. Apakah ada anggota keluarga yang berpenyakit sama.

3. Apakah klien pernah mengalami tindakan operasi khususnya pengangkatan kelenjar paratiroid atau tiroid.

4. Apakah ada riwayat penyinaran daerah leher.

2)

Keluhan

utama, antara lain :

1. Kelainan bentuk tulang.

2.

Perdarahan

sulit berhenti.

3. Kejang-kejang, kesemutan dan lemah.

3)

Pemeriksaan

fisik yang mencakup :

1. Kelainan bentuk tulang.

2.

Tetani.

3.

Tanda

Trosseaus dan Chovsteks.

4. Pernapasan bunyi (stridor).

5.

Rambut jarang dan tipis; pertumbuhan kuku buruk, deformitas

dan mudah patah; kulit kering dan kasar.

4)

Pemeriksaan

diagnostik, termasuk :

1. Pemeriksaan kadar kalsium serum.

2.

Pemeriksaan

radiologi.

 b.

Diagnosa

Keperawatan

1) Masalah kolaboratif : tetani otot yang berhubungan dengan penurunan kadar kalsium serum.

2)

Risiko

terhadap infektif penatalaksanaan regimen terapeutik (individual) yang  berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang regimen diet dan medikasi.

c.

Rencana

Tindakan Keperawatan

1) Masalah Kolaboratif : Tetani otot yang berhubungan dengan penurunan kadar kalsium serum.

Tujuan : Klien tidak akan menderita cidera, seperti yang dibuktikan oleh kadar kalsium kembali ke batas normal, frekuensi pernapasan normal, dan gas-gas darah dalam batas normal.

Intervensi Keperawatan :

1.

Saat merawat

klien dengan hipoparatiroidisme hebat, selalu waspadalah terhadap spasme laring dan obstruksi pernapasan. Siapkan selalu se t selang endotrakeal, laringoskop, dan trakeostomi saat merawat klien dengan tetani akut.

2.

Jika

klien berisiko terhadap hipokalsemia mendadak, seperti setelah tiroidektomi, selalu disiapkan cairan infus kalsium karbonat di dekat tempat tidur klien untuk segera digunakan jika diperlukan.

3.

Jika selang

infus harus dilepas, biasanya hanya diklem dulu untuk beberapa waktu sehingga selalu tersedia akses vena yang cepat.

4.

Jika tersedia

 biasanya klien diberikan sumber siap pakai kalsium karbonat seperti Tums.

2) Diagnosa Keperawatan : Risiko terhadap infektif penatalaksanaan regimen terapeutik  (individual) yang berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang regimen diet dan medikasi.

Tujuan : Klien akan mengerti tentang diet dan medikasinya, seperti yang dibuktikan oleh pernyataan klien dan kemampuan klien untuk mengikuti regimen diet dan terapi.

Intervensi Keperawatan :

1.

Penyuluhan

kesehatan untuk klien dengan hipoparatiroidisme kronis sangat penting

karena klien akan membutuhkan medikasi dan modifikasi diet sepanjang hidupnya.

2.

Saat

memberikan penyuluhan kesehatan tentang semua obat-obat yang harus digunakan di rumah, pastikan klien mengetahui bahwa semua bentuk vitamin D, kecuali dehidroksikolelalsiferol, diasimilasi dengan lambat dalam tubuh. Oleh karenanya akan membutuhkan waktu satu minggu atau lebih untuk melihat hasilnya.

3. Ajarkan klien tentang diet tinggi kalsium namun rendah fosfor. Ingatkan klien untuk menyingkirkan keju dan produk  susu dari dietnya, karena makanan ini mengandung fosfor.

4.

Tekankan pentingnya perawatan medis sepanjang hidup bagi

klien hopiparatiroidisme kronis. Instruksikan klien untuk memeriksakan kadar kalsium serum sedikitnya tiga kali setahun. Kadar kalsium serum harus dipertahankan normal untuk mencegah komplikasi. Jika terjadi hiperkalsemia atau hipokalsemia, dokter harus menyesuaikan re gimen terapeutik untuk memperbaiki ketidakseimbangan.

BAB III

PENUTUP

1. KESIMPULAN

Hiperparatiroidisme adalah karakter penyakit yang disebabkan kelebihan sekresi hormone paratiroid, hormon asam amino polipeptida. Salah satu penanganan pada penderita

hiperparatiroidisme yaitu dengan cara pengangkatan jaringan paratiroid, namun terkadang jaringan yang diangkat terlalu banyak sehingga menyebabkan hipoparatiroid. Hipoparatiroid adalah gabungan gejala dari  produksi hormon paratiroid yang tidak adekuat. Keadaan ini jarang sekali ditemukan dan umumnya sering sering disebabkan oleh kerusakan atau  pengangkatan kelenjar paratiroid pada saat operasi paratiroid atau tiroid, dan yang lebih jarang lagi ialah tidak adanya kelenjar   paratiroid (secara congenital). Kadang-kadang penyebab spesifik tidak  dapat diketahui. Jadi kedua penyakit diatas memiliki keterkaitan yang dapat saling mempengaruhi.

2. SARAN

Dalam pembuatan makalah ini kelompok masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu kelompok meminta kritik dan saran yang membangun dari pembaca. Semoga makalah yang kami  buat dapat bermanfaat bagi pembaca.

DAFTAR PUSTAKA

Ganong.1998.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC

Rumahorbor, Hotma.1999. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Endokrin.Jakarta:EGC.

Smeltzer, Suzzanne C.2001.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Su ddarth Ed.8.Jakarta: EGC.

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF