ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN SISTEM REPRODUKSI PADA Tn. S DENGAN DIAGNOSA MEDIS “POST OP HIDROKEL” DI RUANGAN GARUDA RSU ANUTAPURA PALU

February 8, 2018 | Author: Ahbar K Radjak | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Studi Kasus...

Description

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Tunika vaginalis di skrotum sekitar testis normalnya tidak teraba, kecuali bila mengandung cairan membentuk hidrokel, yang jelas bersifat diafan (tembus cahaya) pada transiluminasi. Jika tidak dapat ditemukan karena besarnya hidrokel, testis harus dicari di sebelah dorsal karena testis terletak di ventral epididimis sehingga tunika vaginalis berada di sebelah depan. Bila ada hidrokel, testis dengan epididimis terdorong ke dorsal oleh ruang tunika vaginalis yang membesar. Hidrokel testis mungkin kecil atau mungkin besar sekali. Hidrokel bisa disebabkan oleh rangsangan patologik seperti radang atau tumor testis. Hidrokel dapat dikosongkan dengan pungsi, tetapi sering kambuh kembali. Pada operasi, sebagian besar dinding dikeluarkan. Kadang ditemukan hidrokel terbatas di funikulus spermatikus yang berasal dari sisa tunika vaginalis di dalam funikulus; benjolan tersebut jelas terbatas dan bersifat diafan pada transiluminasi. Pada pungsi didapatkan cairan jernih. Jarang sekali ditemukan benjolan diafan di funikulus yang dapat dihilangkan dengan tekanan, sedangkan memberikan kesan terbatas jelas di sebelah kranial. Bila demikian, terdapat tunika vaginalis yang berhubungan melalui saluran sempit dengan rongga perut dan berisi cairan rongga perut. Hernia inguinalis lateralis atau indirek yang mengandung sedikit cairan rongga perut ini kadang diberikan nama salah hidrokel komunikans. Karena hubungan

1

dengan rongga perut terlalu sempit sekali. Kelainan ini memberi kesan hidrokel funikulus; “kantong” hernia ini tidak dapat dimasuki usus atau omentum. Hidrokel sering ditemukan pada bayi baru lahir. Hidrokel terjadi akibat adanya kegagalan penutupan saluran tempat turunnya testis dari rongga perut ke dalam skrotum. Cairan peritoneum mengalir melalui saluran yang terbuka tersebut dan terperangkap di dalam skrotum sehingga skrotum membengkak. Secara normal, hidrokel akan menghilang dengan sendirinya dalam waktu beberapa bulan setelah bayi lahir. Berdasarkan data yang didapatkan dari RSU Anutapura jumlah penderita Hidrokel pada tahun 2009 (Januari – Desember) sebanyak 4 orang. Pada tahun 2010 sebanyak 1 orang, sedangkan pada tahun 2011 (Januari – Juli) sebanyak 4 orang (Profil RSU Anutapura Palu). B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis merumuskan masalah “Bagaimana penatalaksanaan asuhan keperawatan dengan gangguan sistem reproduksi pada Tn. S pada kasus Post Op Hidrokel di Ruangan Garuda RSU Anutapura Palu?” C. Tujuan Penulisan 1. Tujuan Umum Mampu melakukan asuhan keperawatan pada Tn. S dengan gangguan sistem reproduksi diagnosa medis Post Op Hidrokel di Ruangan Garuda RSU Anutapura Palu.

2

2. Tujuan Khusus a. Mampu melakukan pengkajian pada Tn. S dengan diagnosa medis Post Op Hidrokel di Ruangan Garuda. b. Mampu merumuskan diagnosa pada Tn. S dengan diagnosa medis Post Op Hidrokel di Ruangan Garuda. c. Mampu menyusun rencana tindakan keperawatan (Intervensi) pada Tn. S dengan diagnosa medis Post Op Hidrokel di Ruangan Garuda. d. Mampu melakukan tindakan keperawatan (Implementasi) pada Tn. S dengan diagnosa medis Post Op Hidrokel di Ruangan Garuda. e. Mampu melakukan evaluasi pada Tn. S dengan diagnosa medis Post Op Hidrokel di Ruangan Garuda. D. Metode Penulisan Dalam menyusun karya tulis ini, penulis menggunakan beberapa metode antara lain : 1. Metode deskriptif Metode deskriptif digunakan melalui pendekatan proses keperawatan dengan langkah-langkah seperti pengkajian, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Untuk memperoleh data dan informasi dalam pengkajian keperawatan dilakukan teknik : a. Wawancara Mengadakan wawancara kepada pihak yang terlibat dan yang dilibatkan seperti klien sendiri, petugas kesehatan/perawat lain, dan keluarga klien.

3

b. Observasi Mengadakan pengamatan secara langsung kepada klien dalam menerapkan asuhan keperawatan selama dalam perawatan. 2. Studi kepustakaan Metode ini dilakukan dengan mempelajari buku-buku sumber yang ada hubungannya dengan judul karya tulis yang penulis angkat ditambah dengan pengetahuan yang diperoleh di bangku kuliah. 3. Studi dokumentasi Yakni mengambil data-data tambahan dari status pasien di ruangan, serta data-data lain yang menunjang seperti data laboratorium, serta catatan medis lainnya. E. Manfaat Penelitian Adapun manfaat penulisan karya tulis ini adalah sebagai berikut : 1. Bagi institusi Rumah Sakit a. Sebagai masukan bagi tenaga perawat RS tentang penerapan asuhan keperawatan pada kasus Hidrokel. b.

Sebagai masukan dalam melakukan asuhan keperawatan pada klien dengan kasus Hidrokel.

2. Bagi institusi Pendidikan Studi kasus ini diharapkan dapat menambah wawasan dan merupakan sumber informasi nyata dalam pelaksanaan asuhan keperawatan

pada

klien Hidrokel di lahan praktek, sehingga dapat mendorong ke arah kualitas mutu pelayanan keperawatan.

4

3. Bagi peneliti lain. Sebagai bahan rujukan atau contoh bagi peneliti lain untuk melakukan penelitian dan sebagai bahan perbandingan dalam penerapan kasus yang sama.

5

BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Konsep Anatomi Fisiologi 1. Anatomi Sistem Reproduksi a. Testis Terletak di dalam skrotum. Testis memiliki 2 fungsi, yaitu menghasilkan sperma dan membuat testosteron (hormon seks pria yang utama). b. Saluran 1) Epididimis Fungsinya mengumpulkan sperma dari testis dan menyediakan ruang serta lingkungan untuk proses pematangan sperma. 2) Vas Deferens merupakan saluran yang membawa sperma dari epididimis. 3) Uretra punya 2 fungsi: Bagian dari sistem kemih yang mengalirkan air kemih dari kandung kemih. Bagian dari sistem reproduksi yang mengalirkan semen. 4) Vesicula Seminalis adalah sepasang kantong yang memproduksi 60% cairan air mani dimana air sperma diangkut, cairan ini digunakan untuk menyediakan nutrisi bagi sperma. c. Kelenjar 1) Kelenjar prostat menghasilkan cairan yang merupakan sumber makanan bagi sperma.

6

2) Kelenjar Cowper menghasilkan cairan berwarna bening menuju saluran kencing saat rangsangan seksual sebelum ejakulasi dan orgasme. d. Organ Genitalia eksterna Organ Genitalia eksterna terdiri atas : 1) Penis terdiri dari: a) Akar (menempel pada didnding perut) b) Badan (merupakan bagian tengah dari penis) c) Glans penis (ujung penis yang berbentuk seperti kerucut). Lubang uretra (saluran tempat keluarnya semen dan air kemih) terdapat di umung glans penis. 2) 2 rongga yang berukuran lebih besar disebut korpus kavernosus, terletak bersebelahan. 3) Rongga yang ketiga disebut korpus spongiosum, mengelilingi uretra. Jika terisi darah, maka penis menjadi lebih besar, kaku dan tegak (mengalami ereksi). 4) Skrotum merupakan kantung berkulit tipis yang mengelilingi dan melindungi testis. Skrotum juga bertindak sebagai sistem pengontrol suhu untuk testis, karena agar sperma terbentuk secara normal, testis harus memiliki suhu yang sedikit lebih rendah dibandingkan dengan suhu tubuh.

7

2. Pengertian Hidrokel berasal dari dua kata yaitu hidro ( air ) dan cell (rongga / celah). Dapat diartikan secara harafiah bahwa hidrokel adalah adanya penumpukan air pada rongga khususnya pada tunika vaginalis. (Behram, 2000). Hidrokel adalah penimbunan cairan dalam selaput yang membungkus testis, yang menyebabkan pembengkakan lunak pada salah satu testis. Penyebabnya karena gangguan dalam pembentukan alat genitalia external, yaitu kegagalan penutupan saluran tempat turunnya testis dari rongga perut ke dalam skrotum. Hidrokel merupakan kista yang berisi air yang ditemukan pada bagian depan testis. Kista ini tembus cahaya dan tidak dapat dikosongkan dengan tekana karena suatu katup penutup pada sambungannya dengan prosessus. Testis didalamnya biasa teraba dengan mudah atau jika hidrokel tegang, bayangannya dapat diperlihatkan dengan transiluminasi. Suatu hidrokel timbul akibat akumulasi berlebihan dari cairan normal dalam tunika vaginalis akibat produksi berlebihan yang disebabkan oleh inflamasi testis dan bagiannya, atau akibat resoprsi yang bekurang. Hidrokel kongenital b/d kavum abdominal melalui suatu prosessus vaginalis yang utuh. Hidrokel pada bayi tidak memerlukan pembedahan dan semua cairan akan hilang pada umur 1 tahun. Pada anak yang lebih tua hal ini dapat menyebabkan persaan tidak enak dan mempengaruhi perilaku anak. Jika hal ini terjadi makma diperlukan pembedahan. Prosessus terbagi pada anulus ingguinalis internus seperti untuk hernia ingguinalis.

8

3. Etiologi Hidrokel yang terjadi pada bayi baru lahir dapat disebabkan karena : a. Belum sempurnanya penutupan prosesus vaginalis sehingga terjadi aliran cairan peritoneum ke prosesus vaginalis (Hernia Komunikan). b. Belum sempurnanya sistem limfatik di daerah skrotum dalam melakukan reabsorbsi cairan hidrokel. Pada orang dewasa, hidrokel dapat terjadi secara idiopatik (primer) dan sekunder. Penyebab sekunder dapat terjadi karena didapatkan kelainan pada testis atau epididimis yang menyebabkan terganggunya sistem sekresi atau reabsorbsi cairan di kantong hidrokel. Kelainan pada testis itu mungkin suatu tumor, infeksi, atau trauma pada testis/epididimis, Penyumbatan cairan atau darah di dalam korda spermatika. Kemudian hal ini dapat menyebabkan produksi cairan yang berlebihan oleh testis, maupun obstruksi aliran limfe atau vena di dalam funikulus spermatikus. Kadang hidrokel berhubungan dengan hernia inguinalis. Jika jumlah cairan yang terkumpul berubah-ubah, maka kemungkinan besar penyebabnya adalah hernia inguinalis. 4. Klasifikasi Hidrokel dapat diklasifikasi menjadi dua jenis berdasarkan kapan terjadinya yaitu: hidrokel primer dan hidrokel sekunder (didapat).

9

a. Hidrokel primer Hidrokel primer terlihat pada anak akibat kegagalan penutupan prosesus vaginalis. Prosesus vaginalis adalah suatu divertikulum peritoneum

embrionik

yang

melintasi

kanalis

inguinalis

dan

membentuk tunika vaginalis. Hidrokel jenis ini tidak diperlukan terapi karena dengan sendirinya rongga ini akan menutup dan cairan dalam tunika akan diabsorpsi. b. Hidrokel sekunder Pada orang dewasa, hidrokel sekunder cenderung berkembang lambat dalam suatu masa dan dianggap sekunder terhadap obstruksi aliran keluar limfe. Dapat disebabkan oleh kelainan testis atau epididimis. Keadaan ini dapat karena radang atau karena suatu proses neoplastik. Radang lapisan mesotel dan tunika vaginalis menyebabkan terjadinya produksi cairan berlebihan yang tidak dapat dibuang keluar dalam jumlah yang cukup oleh saluran limfe dalam lapisan luar tunika. c. Hidrokel akut Biasanya berlangsung dengan cepat dan dapat menyebabkan nyeri. Cairan berrwarna kemerahan mengandung protein, fibrin, eritrosit dan sel polimorf. d. Hidrokel kronis Hidrokel jenis ini hanya menyebabkan peregangan tunika secara perlahan dan walaupun akan menjadi besar dan memberikan rasa berat, jarang menyebabkan nyeri.

10

Menurut letak kantong hidrokel terhadap testis, secara klinis dibedakan beberapa macam hidrokel, yaitu: a. Hidrokel testis Kantong hidrokel seolah-olah mengelilingi testis sehingga testis tak dapat diraba. Pada anamnesis, besarnya kantong hidrokel tidak berubah sepanjang hari. b. Hidrokel funikulus Kantong hidrokel berada di funikulus yaitu terletak di sebelah kranial dari testis, sehingga pada palpasi, testis dapat diraba dan berada di luar kantong hidrokel. Pada anamnesis kantong hidrokel besarnya tetap sepanjang hari. c. Hidrokel komunikan Merupakan hidrokel yang terjadi karena adanya faktor / penyebab lain, bukan dari daerah tunika vaginalis itu sendiri. Ada hubungan dengan rongga perut, bisa membesar dan biasanya lebih cepat dan harus di operasi. Jenis ini biasanya terjadi kongenital dimana terjadi akibat adanya kegagalan penutupan saluran tempat turunnya testis dari rongga perut ke dalam skrotum. Cairan peritoneum mengalir melalui saluran yang terbuka tersebut dan terperangkap di dalam skrotum sehingga skrotum membengkak. Secara normal, hidrokel akan menghilang dengan sendirinya dalam waktu beberapa bulan setelah bayi lahir. Apabila setelah anak berumur 1 tahun cairan hidrokel ini tetap ada maka dapat dilakukan tindakan operatif.

11

5. Patofisiologi a. Kelainan pada testis(tumor,infeksi/trauma) b. Penyumbatan cairan/darah di dalam korda spermatika c. Penumpukan darah di tunika vaginalis d. Nyeri e. Tidak menutupnya rongga antara tunika vaginalis f. Penumpukan cairan di tunika vaginalis g. Terakumulasinya cairan di tunika vaginalis h. Obstruksi di aliran limfe/vena didalam funikulus spermatikus i. Menekan pembuluh darah yang ada di dalam testis j. Atrofi testis k. Pembengkakan l. Resiko kerusakan integristas kulit m. Perubahan body image Hidrokel disebabkan oleh kelainan kongenital (bawaan sejak lahir) ataupun

ketidaksempurnaan

dari

prosessus

vaginalis

tersebut

menyebabkan tidak menutupnya rongga peritoneumm dengan prosessus vaginalis. Sehingga terbentuklah rongga antara tunika vaginalis dengan cavum peritoneal dan menyebabkan terakumulasinya cairan yang berasal dari sistem limfatik disekitar. Cairan yanng seharusnya seimbangan antara produksi dan reabsorbsi oleh sistem limfatik di sekitarnya. Tetapi pada penyakit ini, telah terganggunya sistem sekresi atau reabsorbsi cairan limfa. Dan terjadilah penimbunan di tunika vaginalis tersebut. Akibat dari

12

tekanan yang terus-menerus, mengakibatkan Obstruksi aliran limfe atau vena di dalam funikulus spermatikus. Dan terjadilah atrofi testis dikarenakan akibat dari tekanan pembuluh darah yang ada di daerah sekitar testis tersebut. 6. Manifestasi klinis Gambaran klinis hidrokel kongenital tergantung pada jumlah cairan yang tertimbun. Bila timbunan cairan hanya sedikit, maka testis terlihat seakan-akan sedikit membesar dan teraba lunak. Bila timbunan cairan banyak terlihat skrotum membesar dan agak tegang. Pasien mengeluh adanya benjolan di kantong skrotum yang tidak nyeri. Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya benjolan di kantong skrotum dengan konsistensi kistus dan pada pemeriksaan penerawangan menunjukkan adanya transiluminasi. Pada hidrokel yang terinfeksi atau kulit skrotum yang sangat tebal kadangkadang sulit melakukan pemeriksaan ini, sehingga harus dibantu dengan pemeriksaan ultrasonografi. Menurut letak kantong hidrokel terhadap testis, secara klinis dibedakan beberapa macam hidrokel, yaitu: a. Hidrokel testis Pada hidrokel testis, kantong hidrokel seolah-olah mengelilingi testis sehingga testis tak dapat diraba. Pada anamnesis, besarnya kantong hidrokel tidak berubah sepanjang hari.

13

b. Hidrokel funikulus Pada hidrokel funikulus, kantong hidrokel berada di funikulus yaitu terletak di sebelah kranial testis, sehingga pada palpasi, testis dapat diraba dan berada di luar kantong hidrokel. Pada anamnesis, kantong hidrokel besarnya tetap sepanjang hari. c. Hidrokel komunikan. Pada hidrokel komunikan terdapat hubungan antara prosesus vaginalis dengan rongga peritoneum sehingga prosesus vaginalis dapat terisi cairan peritoneum. Pada anamnesis, kantong hidrokel besarnya dapat berubah-ubah yaitu bertambah besar pada saat anak menangis. Pada palpasi, kantong hidrokel terpisah dari testis dan dapat dimasukkan ke dalam rongga abdomen. Pembagian ini penting karena berhubungan dengan metode operasi yang akan dilakukan pada saat melakukan koreksi hidrokel. 7. Pemeriksaan Diagnostik Diagnosis hidrokel dapat dibuat dengan transiluminasi skrotum. Bila dilakukan transiluminasi pada hidrokel terlihat translusen, terlihat benjolan terang dengan masa gelap oval dari bayangan testis. Pemeriksan USG dapat dipertimbangkan apabila hasil pemeriksaan transiluminasi tidak jelas yang disebabkan oleh tebalnya kulit skrotum pasien. Dengan hasil USG berwarna keabu-abuan.

14

8. Pentalaksanaan medis Hidrokel pada bayi biasanya ditunggu hingga anak mencapai usia 1 tahun dengan harapan setelah prosesus vaginalis menutup, hidrokel akan sembuh sendiri; tetapi jika hidrokel masih tetap ada atau bertambah besar perlu dipikirkan untuk dilakukan koreksi. Tindakan untuk mengatasi cairan hidrokel adalah dengan aspirasi dan operasi. a. Aspirasi Aspirasi cairan hidrokel tidak dianjurkan karena selain angka kekambuhannya tinggi, kadang kala dapat menimbulkan penyulit berupa infeksi. Beberapa indikasi untuk melakukan operasi pada hidrokel adalah : 1) Hidrokel yang besar sehingga dapat menekan pembuluh darah 2) Indikasi kosmetik 3) Hidrokel permagna yang dirasakan terlalu berat dan mengganggu pasien dalam melakukan aktivitasnya sehari-hari. b. Hidrokelektomi Pada hidrokel kongenital dilakukan pendekatan inguinal karena seringkali hidrokel ini disertai dengan hernia inguinalis sehingga pada saat operasi hidrokel, sekaligus melakukan herniografi. Pada hidrokel testis dewasa dilakukan pendekatan scrotal dengan melakukan eksisi dan marsupialisasi kantong hidrokel sesuai cara Winkelman atau plikasi kantong hidrokel sesuai cara Lord. Pada hidrokel funikulus dilakukan ekstirpasi hidrokel secara in toto. Pada hidrokel tidak ada

15

terapi khusus yang diperlukan karena cairan lambat laun akan diserap, biasanya menghilang sebelum umur 2 tahun. Tindakan pembedahan berupa hidrokelektomi. Pengangkatan hidrokel bisa dlakukan anestesi umum ataupun regional (spinal). Tindakan lain adalah dengan aspirasi jarum (disedot pakai jarum). Cara ini tidak begitu digunakan karena cairan hidrokelnya akan terisi kembali. Namun jika setelah diaspirasi kemudian dimasukkan bahan pengerut (sclerosing drug) mungkin bisa menolong. (Mayo Cliinic) 9. Komplikasi a. Hematom pada jaringan skrotum yang kendor b. Kalau tidak ditangani segera, penumpukan cairan ini bisa mengganggu kesuburan dan fungsi seksualnya. c. Infeksi testis. B. Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian Pengkajian keperawatan adalah tahap awal dan proses keperawatan dan merupakan Suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dan berbagai sumber data untuk menevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien. Tahap pengkajian terdiri atas : a. Pengumpulan data 1) Tipe data Tipe data pada pengkajian ada dua yaitu : a) Data subyektif

16

Adalah data yang didapat dari klien sebagainya suatu pendapat terhadap suatu situasi dan kejadian. b) Data Obyektif Adalah data yang diobservasi dan diukur. 2) Karakteristik Data a) Lengkap Seluruh data diperlukan untuk mengidentifikasi masalah keperawatan klien b) Akurat dan nyata Dalam pengumpulan data ada kemungkinan terjadi salah paham. 3) Tekhnik dalam pemeriksaan fisik yaitu : a) Inspeksi Suatu proses observasi yang dilaksanankan secara sistematis b) Palpasi Suatu tehnik yang menggunakan indera peraba. c) Perkusi Suatu

pemeriksaan

dengan

jalan

mengetuk

untuk

membandingkan kiri-kanan pada setiap daerah permukaan tubuh dengan tujuan menghasilkan suara. d) Auskultasi Pemeriksaan dengan jalan mendengarkan suara yang di hasilkan oleh tubuh dengan menggunakan stetoskop.

17

4) Pendekatan pengkajian fisik dapat menggunakan : a) Head to-toe (kepala ke kaki) Pendekatan

ini dilakukan mulai dari kepala dan secara

berurutan sampai ke kaki. b) ROS (Review Of System) Sistem pada pendekatan ini perawat melakukan pengkajian sistem tubuh secara keseluruhan. c) Pola fungsi kesehatan Pendekatan ini memungkinkan perawat untuk mengumpulkan data secara sistematis dengan cara mengevaluasi pada fungsi kesehatan dan memfokuskan pengkajian fisik pada masalh yang khusus (Nursalam, 2001). b. Pengkajian data dasar pada kasus Hidrokel 1) Identitas klien yang mencakup nama, jenis kelamin, umur, alamat, pekerjaaan 2) Anamnese Anamnese berkaitan tentang lamanya pembengkakan skrotum dan apakah ukuran pembengkakan itu bervariasi baik pada waktu istirahat maupun pada keadaan emosional (menangis,ketakutan). 3) Pemeriksaan Fisik Pada pemeriksaan fisik, hidrokel dirasakan sesuatu yang oval atau bulat, lembut dan tidak nyeri tekan. Hidrokel dapat dibedakan dengan hernia melalui beberapa cara :

18

a) Pada

saat

pemeriksaan

fisik

dengan

Transiluminasi

/

diaponaskopi hidrokel berwarna merah terang, dan hernia berwarna gelap. b) Hidrokel pada saat di inspeksi terdapat benjolan yang hanya ada di scrotum, dan hernia di lipatan paha. c) Auskultasi pada hidrokel tidak terdapat suara bising usus, tetapi pada hernia terdapat suara bising usus. d) Pada saat di palpasi hidrokel terasa seperti kistik, tetapi pada hernia terasa kenyal. e) Hidrokel tidak dapat didorong, hernia biasanya dapat didorong. f) Bila dilakukan transiluminasi pada hidrokel terlihat transulen, pada hernia tidak. 4) Kaji sistem perkemihan 5) Kaji setelah pembedahan : infeksi, perdarahan, disuria, dan drainase 6) Lakukan transluminasi test : ambil senter, pegang skrotum, sorot dari bawah ; bila sinar merata pada bagian skrotum maka berarti isinya cairan ( bila warnanya redup ). 2. Diagnosa keperawatan a. Pengertian Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataaan yang menjelskan respon manusia (status kesehatan atau resiko perubahan pola) dan individu atau kelompok dimana perawat dapat mengidentivikasi dan

19

memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan, membatasi, mencegah dan merubah. b. Tujuan Tujuan diagnose keperawatan yaitu untuk mengidentifikasi: 1) Masalah dimana ada respon klien terhadap status kesehatan atau penyakit. 2) Faktor-faktor yang menunjang atau yang menyebabkan suatu masalah. 3) Kemampuan klien untuk mencegah atau menjelaskan masalah c. Unsur perumusan diagnose keperawatan. Diagnose keperawatan dapat melalui 3 unsur yaitu : 1) Masalah (problem) Tujuan pernyataan masalah adalah menjelaskan status kesehatan atau masalah kesehatan klien secara jelas dan sesingkat mungkin. 2) Etiologi (penyebab) Adalah faktor klinik dan personal yang dapat merubah status kesehatan atau mempengaruhi perkembangan masalah. 3) Defenisi krakteristik Data-data subyektif dan obyektif yang ditemukan sebagai komponen pendukung terhadap diagnose keperawatan actual dan resiko (Nursalam, 2001). Pada diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada kasus Hidrokel adalah sebagai berikut :

20

a. Pre operasi 1) Gangguan rasa nyaman (nyeri) b.d pembengkakan skrotum 2) Resiko kerusakan integritas kulit : skorotum b.d adanya gesekan dan peregangan jaringan kulit skrotum. 3) Perubaan body image : citra tubuh b.d perubahan bentuk skrotum. 4) Ansietas pada orangtua b.d kondisi anaknya dan kurang pengetahuan merawat anak. b. Post operasi 1) Resiko infeksi b.d insisi post op. 2) Deficit pengetahuan orangtua b.d kondisi anak : prosedur pembedahan, perawatan post op, program pentalaksanaan. 3) Nyeri berhubungan dengan gangguan pada kulit jaringan, trauma pembedahan. 3. Perencanaan a. Pengertian Rencana keperawatan adalah kategori dari perilaku keperawatan dimana tujuan yang berpusat pada klien dan hasil diperkirakan, ditetapkan dan intervensi keperawatan dipilih untuk mencapai tujuan tersebut (Nursalam, 2001). b. Tujuan Tujuan perencanaan tindakan keperawatan dapat dibagi menjadi dua: 1) Tujuan administrative

21

a) Untuk megidentifikasi fokus keperawatan kepada klien atau kelompok b) Untuk membedakan tanggung jawab perawat dengan profesi perawat lainnya c) Untuk menyediakan suatu kriteria guna pengulangan dan evaluasi keperawatan. d) Untuk menyediakan kriteria klasifikasi klien. 2) Tujuan klinik a) Menyediakan suatu panduan dalam penulisan. b) Mengkomunikasikan dengan staf perawat. c) Menyediakan kriteria hasil sebagai pengulangan dan evaluasi keperawatan. d) Rencana tindakan yang spesifik secara langsung bagi individu, keluarga dan tenaga kesehatan lainnya untuk melaksanakan tindakan. e) Langkah-langkah perencanaan f) Menentukan prioritas. g) Menentukan kriteria hasil. h) Menentukan rencana tindakan. i) Dokumentasi (Nursalam, 2001). c. Tahap perencanaan keperawatan 1) Mentukan prioritas diagnose keperawatan

22

2) Menentukan sasaran dan tujuan 3) Merumuskan intervensi keperawatan 4) Penetapan kriteria evaluasi d. Intervensi keperawatan Intervensi keperawatan adalah preskripsi untuk perilaku spesifik yang diharapkan dari pasien dan atau tindakan yang harus dilakukan oleh perawat. Tindakan/intervensi keperawatan dipilih untuk membantu pasien dalam mencapai hasil pasien yang diharapkan dan tujuan pemulangan (Nursalam, 2001). Intervensi pada kasus Hidrokel adalah sebagai berikut : a. Pre Op Diagnosa I 1) Gangguan rasa nyaman (nyeri) b.d pembengkakan skrotum Tujuan

: Diharapkan setelah dilakukan intervensi, rasa tidak nyaman berkurang bahkan hilang

Kriteria hasil : Pembengkakan skrotum berkurang, Klien merasa nyaman, nyeri klien berkurang bahkan hilang, Skala nyeri 0-3. Intervensi

:

a) Kaji skala, karakteristik dan lokasi nyeri yang dialami klien sesuai dengan PQRST b) Catat petunjuk nnonverbal seperti gelisah, menolak untuk bergerak, berhati-hati saat beraktifitas dan meringis

23

c) Ajarkan pasien untuk memulai posisi yang nyaman atau tekhnik relaksasi misalnya, duduk dengan kaki agak dibuka dan nafas dalam d) Berikan tindakan nyaman massage punggung, mengubah posisi dan aktifitas senggang e) Observasi dan catat pembesaran skrotum ( bila perlu ukur tiap hari ), cek adanya keluhan nyeri f) Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi Rasional

:

a) Mengidentifikasi nyeri akibat gangguan lain b) Mendeskripsikan tingkat nyeri c) Mengurangi sensasi nyeri d) Mengurangi sensasi nyeri e) Menjadi acuan dalam perrkembangan terapi yang sudah diberikan f) Mengurangi sensasi nyeri Diagnosa II 2) Resiko kerusakan integritas kulit : skrotum b.d adanya gesekan dan peregangan jaringan kulit skrotum Tujuan

: Diharapkan

setelah

dilakukan

intervensi,

kerusakan integritas kulit tidak terjadi Kriteria hasil : Tidak ada lecet dan kemerahan di sekitar area pembesaran

24

Intervensi

:

a) Kaji adanya tanda kerusakan kulit seperti lecet dan kemerahan sekitar area pembesaran ( lipatan paha ) b) Berikan salep atau pelumas c) Kurangi aktifitas klien selama sakit d) Berikan posisi yang nyaman : abduksi e) Anjurkan klien menggunakan pakaian yang longgar terutama celana Rasional

:

a) Mengetahui lebih dini gejala kerusakan kulit untuk dilakukan intervensi selanjutnya b) Mencegah kerusakan kulit c) Mencegah kerusakan yang lebih parah d) Memberikan sirkulasi bagi aliran darah e) Mencegah iritasi yang lebih parah. Diagnosa III 3) Perubaan body image : citra tubuh b.d perubahan bentuk skrotum Tujuan

: Diharapkan setelah dilakuakan intervensi, klien tidak merasa bahwa penyakitnya adalah suatu penderitaan, dan pada bayi, orangtua harus memahami

bahwa

penyakit

ini

dapat

disembuhkan. Kriteria hasil : Keluarga sabar menghadapi kondisi anaknya.

25

Intervensi a) Kaji

: tingkat

pengetahuan

pasien

tentang

kondisi

dan

pengobatan, dan ansietas seubungan dengan situasi saat ini b) Perhatikan perilaku menarik diri pada keluarga, tidak efektif menggunakan mengindikasikan

pengingkaran terlalu

atau

perilaku

mempermasalahkan

tubuh

yang dan

fungsinya c) Tentukan tahap berduka. Perhatikan tanda depresi berat /lama d) Akui kenormalan perasaan e) Anjurkan orang terdekat untuk memperlakukan pasien secara normal dan bukan sebagai orang cacat f) Yakinkan keluarga bahwa penyakit ini dapat disembuhkan dan tetap sabar menghadapi kondisi anaknya Rasional

:

a) Mengidentifikasi luas masalah dan perlunya intervensi b) Indicator terjadinya kesulitan menangani stress terhadap apa yang terjadi c) Identifikasi tahap yang pasien sedang alami memberikan pedoman untuk mengenal dan menerima perilaku dengan tepat. Depresi lama menunjukan intervensi lanjut d) Pengenalan perasaan tersebut diharapkan membantu orangtua pasien untuk menerima perilaku dan mengatasinya secara efektif

26

e) Menyampaikan harapan untuk mengatur situasi dan membantu perasaan harga diri dan orang lain f) Memperkuat keyakinan keluarga dan memberikan semangat yang mempertahankan harga diri keluarga dan menghindari kecemasan yang berlebihan. Diagnosa IV 4) Ansietas pada orangtua b.d kondisi anaknya dan kurang pengetahuan merawat anak Tujuan

: Diharapkan setelah dilakukan intervensi, orangtua memahami dan mengerrti tentang prognosa dan diagnose penyakit yang dialami oleh anaknya

Kriteria hasil : Cemas yang dialami orangtua klien berkurang bahkan hilang Intervensi

:

a) Beritahu dan jelaskan tentang prognosa dan diagnose penyakit yang dialami oleh anaknya b) Jelaskan tindakan yang akan dilakukan terhadap anaknya sebelum tindakan dilakukan c) Libatkan orangtua dalam perawatan terhadap anaknya d) Berikan informasi bahwa penyakit ini dapat hilang dengan sendirinya Rasional

:

27

a) Menghilangkan

kecemasan

orangtua

klien

karena

orangtua

klien

karena

ketidaktahuan tentang prosedur b) Menghilangkan

kecemasan

ketidaktahuan tentang prosedur c) Mengindari persepsi yang salah dan membantu menghilangkan kecemasan pada anak d) Menghilangkan

kecemasan

orangtua

klien

karena

ketidaktahuan tentang prosedur. b. Post Op Diagnosa I 1) Resiko infeksi b.d insisi post op Tujuan

: Diharapkan resiko terjadinya infeksi tidak terjadi.

Kriteria hasil : Berkurangnya tanda-tanda peradangan seperti kemeraha-merahan,

gatal,

panas,

perubahan

fungsi. Intervensi

:

a) Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan aktivitas walupun menggunakan sarung tangan steril b) Batasi

penggunaan

alat

atau

prosedur

invasive

jika

memungkinkan c) Gunakan

teknik

steril

pada

waktu

penggatian

balutan/penghisapan/berikan lokasi perawatan, misalnya jalur invasive

28

d) Gunakan sarung tangan/pakaian pada waktu merawat luka yang terbuka/antisipasi dari kontak langsung dengan sekresi ataupun ekskresi. Rasional

:

a) Mengurangi kontaminasi silang b) Mengurangi jumlah lokasi yang dapat menjadi tempat masuk organism c) Mencegah masuknya bakteri, mengurangi risiko infeksi nosokomial d) Mencegah penyebaran infeksi/kontaminasi silang. Diagnosa II 2) Deficit pengetahuan orangtua b.d kondisi anak : prosedur pembedahan, perawatan post op, program pentalaksanaan. Tujuan

: Diharapkan setelah diberikan intervensi, klien memahami

dan

mengerti

tentang

prosedur

pembedahan, perawatan setelah operasi dan pengobatanya. Kriteria hasil : Klien

menyatakan

pemahamannya

proses

penyakit, pengobatan dan potensial komplikasi. Intervensi

:

a) Kaji ulang pembatasan aktivitas pascaoperasi b) Dorong aktivitas sesuai toleransi dengan periode istirahat periodic

29

c) Diskusikan perawatan insisi, termasuk mengganti balutan, pembatasan mandi, dan kembali ke dokter untuk mengangkat jahitan / pengikat d) Identifikasi gejala yang memerlukan evaluasi medic, contoh peningkatan nyeri; edema/eritema luka, adanya drainase, demam. Rasional

:

a) Mencegah komplikasi lanjut dari pergerakan dan aktivitas yang berlebihan b) Mencegah kelemahan, meningkatkan penyembuhan, dan lekas kembali pulih normal c) Pemahaman meningkatkan kerjasama dengana program terapi, meningkatkan penyembuhan dan program perbaikan d) Upaya intervensi menurunkan risiko komplikasi serius contoh lambatnya penyembuhan. Diagnosa III 3) Nyeri berhubungan dengan gangguan pada kulit jaringan, trauma pembedahan Tujuan

: Diharapkan setelah diberikan terapi, nyeri klien berkurang bahkan hilang.

Kriteria hasil : Skala nyeri 0-3 dan kllien tidak menangis serta gelisah.

30

Intervensi

:

a) Kaji nyeri, catat lokasi, karakteristik, beratnya (0-10). Selidiki dan laporkan perubahan nyeri dengan cepat b) Pertahankan istirahat dengan posisi semifowler c) Dorong ambulasi dini d) Berikan aktivitas hiburan e) Berikan analgetik sesuai indikasi Rasional

:

a) Berguna dalam pengawasan keefektifan obat, kemajuan penyembuhan b) Gravitasi melokalisasi eksudat inflamasi c) Meningkatkan normalisasi fungsi organ d) Focus perhatian kembali, meningkatkan relaksasi, dan dapat meningkatkan kemampuan koping e) Menghilangkan nyeri mempermuda kerja sama dengan intervensi terapi lain contoh batuk dan ambulasi. 4. Implementasi a. Pengertian Tindakan keperawatan adalah pelaksanaan dengan maksud agar kebutuhan klien dapat terpenuhi secara optimal. Tindakan keperawatan dapat secara optimal, tindakan keperawata dapat dilaksanakan sebagian oleh klien itu sendiri, atau mungkin dilakukan secara bekerja sama dengan anggota lain.

31

b. Langkah-langkah tindakan keperawatan Tahap keperawatan terdiri atas langkah persiapan dan langkah pelaksanaan pemberi asuhan keperawatan. 1) Langkah persiapan 2) Langkah pelaksanaan (Suarli S, 2008) 5. Evaluasi a. Pengertian Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnose keperawatan, rencana tindakan, dan pelaksananya sudah berhasil dicapai. b. Tujuan evaluasi Tujuan evalusi adalah untuk melihat kemampuan higien dalam mencapai tujuan. c. Proses evaluasi Proses evaluasi terdiri dari dua tahap yaitu : 1) Mengatur pencapaian 2) Membandingkan data yang terkumpul dengan tujuan dan pencapaian tujuan. d. Komponen evaluasi Komponen evaluasi dapat dibagi menjadi lima yaitu : 1) Menentukan kriteria, standar dan pertanyaan evaluasi. 2) Mengumpulkan data mengenai keadaan klien terbaru

32

3) Menganalisa dan membandingkan data terhadap criteria dan standar. 4) Merangkum hasil dan kesimpulan. 5) Melaksanakan tindakan yang sesuai berdasarkan kesimpulan (Nursalam, 2001).

33

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF