Asuhan Kebidanan KB MOW RSUD Banyudono
July 18, 2019 | Author: Helmi Nurlaili | Category: N/A
Short Description
Salah satu asuhan kebidanan adalah Keluarga Berencana. Perempuan dengan tindakan sterilisasi atau MOW membutuhkan asuhan...
Description
ASUHAN KEBIDANAN KELUARGA BERENCANA PADA NY. E UMUR 31 TAHUN P 3A0 DENGAN MEDIS OPERASI WANITA DI RSUD BANYUDONO BANYUDONO KABUPATEN KABUPATEN BOYOLALI BOYOLALI
KARYA TULIS ILMIAH
Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan ujian akhir Program Kompetensi Bidan di Program Studi Diploma III Kebidanan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret
Oleh : Helmi Nurlaili NIM. R0313017
PROGRAM STUDI D III KEBIDANAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET 2016
ASUHAN KEBIDANAN KELUARGA BERENCANA PADA NY. E UMUR 31 TAHUN P 3A0 DENGAN MEDIS OPERASI WANITA DI RSUD BANYUDONO BANYUDONO KABUPATEN KABUPATEN BOYOLALI BOYOLALI
KARYA TULIS ILMIAH
Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan ujian akhir akhir Program Kompetensi Bidan di Program Studi Diploma III Kebidanan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret
Oleh : Helmi Nurlaili NIM. R0313017
PROGRAM STUDI D III KEBIDANAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET 2016
i
HALAMAN PERSETUJUAN ASUHAN KEBIDANAN KELUARGA BERENCANA PADA NY E UMUR 31 TAHUN P 3A0 DENGAN MEDIS OPERASI WANITA DI RSUD BANYUDONO BANYUDONO KABUPATEN KABUPATEN BOYOLALI BOYOLALI
KARYA TULIS ILMIAH
Telah Disetujui Oleh Pembimbing Untuk Di Uji Di Hadapan Tim Penguji
Disusun Oleh: Helmi Nurlaili R0313017
Pada tanggal : ………………
Pembimbing Utama
Pembimbing Pendamping
(M. Nur Dewi K, S.ST.,M.Kes)
(Sri Mulyani, S.Kep, Ns.,M.Kes)
NIP. 1983121820130201 1983121820130201
NIP. 196702141993032001 196702141993032001
ii
HALAMAN PENGESAHAN ASUHAN KEBIDANAN KELUARGA BERENCANA PADA NY E UMUR 31 TAHUN P 3A0 DENGAN MEDIS OPERAS I WANITA DI RSUD BANYUDONO KABUPATEN BOYOLALI
KARYA TULIS ILMIAH
Oleh : Helmi Nurlaili R0313017
Telah dipertahankan dan disetujui di hadapan Tim Validasi Proposal KTI Mahasiswa D III Kebidanan Fakultas Kedokteran UNS Tanggal :
2016
Penguji Nama
: Agus Eka Nurma Y, S.ST., M.Kes
NIP /NIK
: 1983081520130201
(.......................... )
Pembimbing Utama Nama
: M. Nur Dewi K, S.ST., M.Kes
NIP /NIK
: 1983121820130201
(.......................... )
Pembimbing Pendamping Nama
: Sri Mulyani, S.Kep, Ns., M.Kes
NIP/NIK
: 196702141993032001
(.......................... )
Surakarta,
2016
Kepala Program Studi D III Kebidanan FK UNS
(Dr. H. Soetrisno, dr, Sp. OG (K) NIP. 195303311982021003 iii
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan berkah, rahmat serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal studi kasus yang berjudul “Asuhan Kebidanan Keluarga Berencana pada Ny. E Umur 31 Tahun P3A0 dengan Medis Operasi Wanita di RSUD Banyudono Kabupaten Boyolali sebagai salah satu persyaratan mengikuti pendidikan Program Studi Diploma III Kebidanan Fakultas Kedokteran di Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan proposal Karya Tulis Ilmiah ini tidak lepas dari bantuan beberapa pihak baik berupa bimbingan, dorongan dan nasihat. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1.
Dr. H. Soetrisno, dr, Sp.OG (K) selaku Ketua Program Studi D III Kebidanan Fakultas Kedokteran Unversitas Sebelas Maret Surakarta.
2.
M. Nur Dewi, S.ST, M.Kes selaku dosen pembimbing utama yang telah memberikan bimbingan, petunjuk, motivasi dan saran bagi penulis.
3.
Sri Mulyani, S.Kep, Ns., M.Kes selaku dosen pembimbing pendamping yang telah memberikan bimbingan, petunjuk, motivasi dan saran bagi penulis.
4.
Agus Eka Nurma Yuneta, S.ST., M.Kes selaku dosen penguji yang telah memberikan petunjuk, motivasi dan saran bagi penulis.
5.
Pihak RSUD Banyudono Kabupaten Boyolali beserta staff yang telah memberikan izin dalam pengambilan kasus.
6.
Seluruh dosen dan karyawan D III Kebidanan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada penulis.
7.
Keluarga tercinta di rumah, bapak, ibu dan kakakku yang selalu memberikan doa, semangat dan motivasi bagi penulis.
8.
Teman-teman mahasiswa angkatan 2013 D III Kebidanan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta yang selalu saling membantu.
v
9.
Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu dan memberi dukungan demi lancarnya penulisan Karya Tulis Ilmiah ini. Penulis menyadari bahwa proposal studi kasus ini masih jauh dari
sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran membangun dari berbagai pihak. Akhirnya, penulis berharap semoga Karya Tulis Ilmiah ini dapar memberikan manfaat bagi semua pihak.
Surakarta,
Juni 2016
Penulis
vi
ABSTRAK HELMI NURLAILI. R0313017. ASUHAN KEBIDANAN KELUARGA BERENCANA PADA NY. E UMUR 31 TAHUN P 3A0 DENGAN MEDIS OPERASI WANITA DI RSUD BANYUDONO KABUPATEN BOYOLALI. Program Studi D III Kebidanan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Latar Belakang: Survey menunjukkan 3,2% wanita umur 15-49 tahun menggunakan medis operasi wanita. Akseptor MOW di RSUD Banyudono Kabupaten Boyolali sebesar 9,62% tahun 2014. Tujuan: Mempelajari dan memahami asuhan kebidanan keluarga berencana pada Ny. E umur 31 tahun P 3A0 dengan Medis Operasi Wanita di RSUD Banyudono Kabupaten Boyolali secara komprehensif. Metode: Observasional deskriptif dengan pendekatan studi kasus. Subjek penelitian Ny. E umur 31 tahun P 3A0. Tempat: RSUD Banyudono Kabupaten Boyolali. Cara pengambilan data melalui wawancara, observasi langsung dan studi rekam medik. Analisis dilakukan secara deskriptif berdasar 7 langkah Varney. Hasil: Ny. E umur 31 tahun periksa hamil, melahirkan secara SC sekaligus KB MOW. Ibu telah menikah sah dan memiliki 3 anak dengan anak terakhir yang akan dilahirkan. Pemeriksaan umum baik, pemeriksaan anogenital dan laboratorium normal. Ibu dan suami mendapat konseling sebelum dan sesudah operasi serta menandatangani informed consent. Kesimpulan: Ny. E umur 31 tahun P 3A0 dengan MOW mendapat asuhan sebelum dan sesudah operasi sesuai teori. Tidak ada penyulit ataupun komplikasi. Ditemukan kesenjangan antara teori dengan penatalaksanaan kasus di lahan, yaitu pada pengumpulan data dasar subjektif.
Kata Kunci:
Asuhan kebidanan, Keluarga berencana, Medis operasi wanita
vii
ABSTRACT Helmi Nurlaili. R0313017. MIDWIFERY CARE OF FAMILY PLANNING ON Mrs. E P3A0 AGED 31 YEARS OLD WITH TUBECTOMY AT LOCAL GENERAL HOSPITAL OF BANYUDONO, BOYOLALI REGENCY. The Study Program of Diploma III in Midwifery Science, the Faculty of Medicine, Sebelas Maret University, Surakarta 2016. Background: The survey shows that 3.2% women aged 15-49 years old were tubectomy family planning acceptors. The percentage of the tubectomy family planning acceptors at Local General Hospital of Banyudono, Boyolali Regency was 9.62% in 2014. Objective: To study and understand the midwifery care of family planning on Mrs. E P3A0 aged 31 years old with tubectomy at Local General Hospital of Banyudono, Boyolali Regency comprehensively. Method: This research used the observational descriptive method with the case study approach. Its subject was Mrs. E P 3A0 aged 31 years old. It was conducted at the aforementioned hospital. Its data were collected through in-depth interview, observation, and content analysis of medical records. They were analyzed descriptively by using Varney’s Seven Steps. Result: Mrs. E aged 31 years old was admitted to the hospital for her pregnancy examination. She gave a cesarean birth, and then received a tubectomy. She was legally married and had three children including the one would be born. The general condition of the client was good, the result of anogenital and laboratorial examinations was normal. She and her husband got counseling prior to and following the operation, and affixed their signatures on the informed consent. Conclusion: Mrs. E P3A0 aged 31 years old with tubectomy was exposed to the midwifery care prior to and following the operation, which was in accordance with the prevailing theories. There was not any complication, and there was a discrepancy between the theory and the case management in the field i.e. the collection of subjective basic data. Keywords: Midwifery care, Family planning, Tubectomy
viii
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL...........................................................................................i HALAMAN PERSETUJUAN............................................................................ii HALAMAN PENGESAHAN.............................................................................iii SURAT PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN ......................................iv KATA PENGANTAR ........................................................................................v ABSTRAK ..........................................................................................................vii ABSTRACT .......................................................................................................... viii
DAFTAR ISI .......................................................................................................ix DAFTAR TABEL ...............................................................................................xi DAFTAR LAMPIRAN.......................................................................................xii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang.....................................................................................1 B. Perumusan Masalah .............................................................................3 C. Tujuan ..................................................................................................4 D. Manfaat ................................................................................................5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Medis 1. Keluarga Berencana dan Kontrasepsi ............................................7 2. Metode Operasi Wanita (MOW) ...................................................9 B. Teori Manajemen Kebidanan ..............................................................31 C. Follow Up Data Perkembangan Kondisi Klien ...................................40 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ....................................................................................43 B. Tempat dan Waktu Penelitian..............................................................43 C. Subjek Penelitian .................................................................................43 D. Jenis Data.............................................................................................43 E. Teknik Pengambilan Data....................................................................44 F. Analisis Data........................................................................................45 G. Jadwal Pelaksanaan .............................................................................45
ix
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian...................................................................................46 B. Pembahasan ........................................................................................54 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan .........................................................................................63 B. Saran ...................................................................................................65 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
x
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Komplikasi MOW dan Penanganannya .............................................20
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Jadwal Pelaksanaan Kegiatan Studi Kasus Lampiran 2. Surat Permohonan Responden Lampiran 3. Surat Persetujuan Responden ( Informed Consent ) Lampiran 4. Surat Pemohonan Izin Pengambilan Data dan Penelitian di RSUD Banyudono Kabupaten Boyolali Lampiran 5. Surat Rekomendasi Penelitian di RSUD Banyudono Kabupaten Boyolali Lampiran 6. Surat Pemberian Ijin Penelitian Karya Tulis Ilmiah (KTI) di RSUD Banyudono Kabupaten Boyolali Lampiran 7. Asuhan Kebidanan Keluarga Berencana serta Follow Up Data Perkembangan Kondisi Klien (SOAP) Lampiran 8. Surat Keterangan Selesai Penelitian Pengambilan Kasus di RSUD Banyudono Kabupaten Boyolali Lampiran 9. Lembar Konsultasi Pembimbing Utama Lampiran 10. Lembar Konsultasi Pembimbing Pendamping Lampiran 11. SOP Tindakan MOW RSUD Banyudono Kabupaten Boyolali Lampiran 12. SAP (Satuan Acara Penyuluhan) Pra Tindakan MOW Lampiran 13. SAP (Satuan Acara Penyuluhan) Tanda Bahaya Nifas Lampiran 14. SAP (Satuan Acara Penyuluhan) Pasca Tindakan MOW
xii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan jumlah penduduk sebanyak 252,2 juta orang dengan rasio jenis kelamin 101. Laju pertumbuhan penduduk per tahun sekitar 1,40% (Badan Pusat Statistik, 2014). Pertumbuhan penduduk yang terlalu cepat dapat menghambat perkembangan ekonomi dan kesejahteraan negara. Pemerintah Indonesia mengambil langkah antisipasi dengan membentuk Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) yang memiliki kebijakan seperti tertuang dalam upaya Safe Motherhood yaitu memastikan setiap orang atau pasangan mempunyai akses ke informasi dan pelayanan keluarga berencana agar dapat merencanakan waktu yang tepat untuk kehamilan, jarak kehamilan dan jumlah anak (Prawirohardjo, 2009). Sampai saat ini belum ada kontrasepsi yang 100% ideal dan menjamin tingkat kegagalan 0%. Metode kondom memiliki tingkat kegagalan sebesar 2%, implan sebesar 0,2%, Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) sebesar 0,6%, MOW sebesar 0,5%, dan MOP sebesar 0,1%. Sedangkan kontrasepsi hormonal memiliki tingkat kegagalan hanya sebesar 0,1-0,3% di tahun pertama penggunaan secara konsisten dan benar (Saifuddin, 2010). Persentase wanita berstatus kawin umur 15 sampai 49 tahun yang menggunakan kontrasepsi kondom sebesar 1,8%, pil sebesar 13,6%, suntik
1
2
sebesar 31,9%, implan sebesar 3,3%, AKDR sebesar 3,9%, MOW sebanyak 3,2% dan MOP sebanyak 0,2% (Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia, 2012). Menurut Efendi Lukas, salah satu dokter dari bagian Obstetri dan Ginekologi sub divisi Fetomaternal FK Universitas Hasanuddin, sterilisasi wanita atau Medis Operasi Wanita (MOW) merupakan salah satu metode KB yang efektif dalam menghambat kehamilan, praktis dan bersifat permanen atau dikenal dengan kontrasepsi mantap. Efek samping dari MOW hampir tidak ada, kecuali efek samping pembedahan seperti pembiusan (Anggraini, 2012). Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia mencatat pada tahun 2012 akseptor MOW di Indonesia sebanyak 3,2%. Sedangkan di Jawa Tengah jumlah akseptor MOW sebanyak 2,24% (BKKBN, 2014). Di kabupaten Boyolali, akseptor MOW sebanyak 6,85% dari seluruh akseptor KB. (BKBPP, 2010). Menurut rekapitulasi data pelayanan KB di RSUD Banyudono Kabupaten Boyolali, MOW merupakan salah satu pilihan KB terbanyak yang mencapai 9,62% di tahun 2014. Penulis tertarik mengambil kasus KB MOW dikarenakan jumlah akseptor MOW di Indonesia masih rendah yaitu 3,2% dari seluruh akseptor KB, sementara efektivitas MOW sangat tinggi (tingkat kegagalan sebesar 0,5%). Selain membantu
itu,
bidan
menyukseskan
penyuluhan dan konseling
memegang
program KB
KB
seperti
peranan nasional, tertuang
penting yaitu dalam
dalam
memberikan Peraturan
3
Menteri
Kesehatan
RI
No.1464/Menkes/Per/X/2010.
Bidan
dapat
memberikan penyuluhan dan konseling mengenai prosedur dan keberhasilan MOW, meyakinkan klien untuk tindakan MOW yang telah dipilihnya, serta memberikan asuhan sebelum dan sesudah dilakukan MOW. Penelitian serupa pernah dilakukan oleh Nuraini Fauziah (2015) dengan judul “Asuhan Kebidanan Keluarga Berencana pada Ny. S P 4A0 Umur 42 tahun dengan Metode Operatif Wanita di RSUD Karanganyar”. Menurut karya tulis ilmiah ini, terdapat perbedaan yang nyata mengenai waktu dan subjek penelitian. Pada penelitian tersebut didapatkan kondisi pasien membaik dan dipulangkan 3 hari setelah tindakan dilakukan. Tidak ditemukan kesenjangan antara teori dengan kenyataan karena segala prosedur dan konseling telah dilakukan dengan baik dan lengkap. Pemberian asuhan pre tubektomi dan post tubektomi pun berbeda karena kebutuhan klien yang satu dengan yang lainnya berbeda. Berdasarkan data tersebut, penulis tertarik melakukan studi kasus tentang “Asuhan Kebidanan Keluarga Berencana pada Ny. E Umur 31 Tahun P3A0 dengan Medis Operasi Wanita di RSUD Banyudono Kabupaten Boyolali”. B. Perumusan Masalah
Bagaimana asuhan kebidanan keluarga berencana pada Ny. E umur 31 tahun P3A0 dengan Medis Operasi Wanita di RSUD Banyudono Kabupaten Boyolali?
4
C. Tujuan 1. Tujuan Umum
Untuk mempelajari dan memahami pelaksanaan asuhan kebidanan keluarga berencana pada Ny. E umur 31 tahun P 3A0 dengan Medis Operasi Wanita di RSUD Banyudono Kabupaten Boyolali. 2. Tujuan Khusus
Mahasiswa dapat mempelajari dan memahami penerapan (7 langkah Varney) pada asuhan kebidanan keluarga berencana pada Ny. E umur 31 tahun P3A0 dengan Medis Operasi Wanita di RSUD Banyudono Kabupaten Boyolali meliputi : a. Mengumpulkan data dasar secara subjektif dan objektif pada kasus asuhan kebidanan keluarga berencana pada Ny. E umur 31 tahun P 3A0 dengan Medis Operasi Wanita di RSUD Banyudono Kabupaten Boyolali. b. Melakukan interpretasi data klien untuk kasus asuhan kebidanan keluarga berencana pada Ny. E umur 31 tahun P 3A0 dengan Medis Operasi Wanita di RSUD Banyudono Kabupaten Boyolali. c. Menetapkan diagnosis potensial dan antisipasi yang harus dilakukan bidan pada kasus asuhan kebidanan keluarga berencana pada Ny. E umur 31 tahun P 3A0 dengan Medis Operasi Wanita di RSUD Banyudono Kabupaten Boyolali. d. Menetapkan kebutuhan/tindakan segera untuk konsultasi, kolaborasi, merujuk kasus asuhan kebidanan keluarga berencana pada Ny. E umur
5
31 tahun P3A0 dengan Medis Operasi Wanita di RSUD Banyudono Kabupaten Boyolali. e. Menetapkan rencana asuhan kebidanan untuk kasus asuhan kebidanan keluarga berencana pada Ny. E umur 31 tahun P 3A0 dengan Medis Operasi Wanita di RSUD Banyudono Kabupaten Boyolali. f. Menetapkan pelaksanaan tindakan untuk kasus asuhan kebidanan keluarga berencana pada Ny. E umur 31 tahun P 3A0 dengan Medis Operasi Wanita di RSUD Banyudono Kabupaten Boyolali. g. Menetapkan
evaluasi
efektifitas
asuhan
yang
diberikan
dan
memperbaiki tindakan yang dipandang perlu pada kasus asuhan kebidanan keluarga berencana pada Ny. E umur 31 tahun P 3A0 dengan Medis Operasi Wanita di RSUD Banyudono Kabupaten Boyolali. h. Menganalisis kesenjangan antara teori dan di lahan praktik pada kasus asuhan kebidanan keluarga berencana pada Ny. E umur 31 tahun P 3A0 dengan Medis Operasi Wanita di RSUD Banyudono Kabupaten Boyolali. D. Manfaat
Manfaat KTI secara aplikatif untuk institusi, klien dan masyarakat yaitu: a. Institusi: hasil studi kasus ini dapat dimanfaatkan sebagai masukan (sumbangan teoritis) penanganan kasus keluarga berencana dengan Medis Operasi Wanita di RSUD Banyudono Kabupaten Boyolali.
6
b. Profesi: dapat dimanfaatkan untuk penyempurnaan layanan bagi profesi bidan dalam asuhan kebidanan pada kasus dipilih. c. Klien dan masyarakat: agar klien maupun masyarakat bisa mendapatkan pelayanan secara optimal.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Medis 1. Keluarga Berencana dan Kontrasepsi a. Pengertian
Keluarga berencana adalah usaha untuk mengatur banyaknya jumlah kelahiran sehingga ibu maupun bayinya dan ayah serta keluarga yang bersangkutan tidak akan menimbulkan kerugian sebagai akibat langsung dari kelahiran tersebut. Keluarga berencana merupakan program pemerintah yang bertujuan menyeimbangkan antara kebutuhan dan jumlah penduduk. Keluarga sebagai unit terkecil kehidupan bangsa diharapkan menerima Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera (NKKBS) yang berorientasi pada pertumbuhan yang seimbang (Irianto, 2014). Sedangkan kontrasepsi ialah cara, alat, atau obat-obatan untuk mencegah terjadinya pertemuan antara sel telur (ovum) dengan sel mani (spermatozoa) pada saluran telur. Kontrasepsi dibagi menjadi dua, yaitu cara temporer (spacing) dan cara permanen (kontrasepsi mantap). Cara permanen dilakukan dengan mengakhiri kesuburan untuk mencegah kehamilan secara permanen, pada wanita disebut sterilisasi dan pada pria disebut vasektomi (Sofian, 2013).
7
8
b. Tujuan Keluarga Berencana
1) Tujuan Umum Meningkatkan
kesejahteraan
ibu
dan
anak
dalam
rangka
mewujudkan Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera (NKKBS) yang menjadi dasar terwujudnya masyarakat yang sejahtera dengan mengendalikan
kelahiran
sekaligus
menjamin
terkendalinya
pertambahan penduduk (Irianto, 2014). 2) Tujuan Khusus a) Meningkatkan jumlah akseptor alat kontrasepsi b) Menurunkan jumlah angka kelahiran bayi c) Meningkatkan kesehatan keluarga berencana dengan cara penjarangan kelahiran (Irianto, 2014). c. Metode Keluarga Berencana
Ada beberapa macam metode kontrasepsi menurut Saifuddin (2010) yaitu: 1) Mekanis a) Kondom b) Diafragma c) Spermisida : aerosol, tablet vaginal atau supositoria, krim d) Pil e) Implan f) Tubektomi atau MOW g) Vasektomi
9
h) AKDR atau IUD 2) Non Mekanis a) Keluarga Berencana Alamiah (KBA) (1) Metode lendir servik billing atau metode ovulasi billing (2) Metode suhu badan basal (3) Metode sympto-termal atau metode suhu tubuh (4) Metode kalender b) Metode amenore laktasi (MAL) c) Senggama terputus d) Pantang berkala. 2. Medis Operasi Wanita (MOW) a. Pengertian
Kontrasepsi mantap atau tubektomi adalah setiap tindakan pada kedua saluran telur wanita yang mengakibatkan orang/pasangan yang bersangkutan tidak akan mendapat keturunan lagi. Metode ini hanya digunakan untuk jangka panjang, meskipun terkadang dapat dipulihkan kembali kesuburannya (Wiknjosastro, 2005). Kontrasepsi mantap atau sterilisasi pada wanita adalah suatu kontrasepsi permanen yang dilakukan dengan cara melakukan suatu tindakan pada kedua saluran telur sehingga menghalangi pertemuan sel telur (ovum) dengan sel mani (sperma) (Sofian, 2013).
10
b. Jenis
Menurut Sofian (2013), terdapat empat jenis sterilisasi berdasarkan tujuannya, yaitu: 1) Sterilisasi hukuman (compulsary sterilization); 2) Sterilisasi eugenik , untuk mencegah berkembangnya kelainan mental secara turun menurun; 3) Sterilisasi medis, dilakukan berdasarkan indikasi medis demi keselamatan wanita tersebut karena kehamilan berikutnya dapat membahayakan jiwanya; 4) Sterilisasi sukarela (coluntary sterilization), yang bertujuan ganda dari sudut kesehatan, sosial ekonomi dan kependudukan. c. Efektivitas
Tubektomi merupakan metode kontrasepsi yang sangat efektif dan tidak menimbulkan efek samping jangka panjang. Efektivitasnya yaitu 0,5 kehamilan per 100 perempuan (0,5%) selama tahun pertama penggunaan (Saifuddin, 2010). d. Waktu
Pelaksanaan tindakan sterilisasi dilakukan pada saat: 1) Setiap waktu selama siklus menstruasi apabila diyakini tidak hamil 2) Hari ke-6 hingga ke-13 dari siklus menstruasi (Saifuddin, 2010) 3) Pasca persalinan (post partum) Sebaiknya dilakukan dalam 24 jam atau selambat-lambatnya 48 jam pasca persalinan. Setelah lebih dari 48 jam, operasi akan lebih
11
sulit dengan adanya edema tuba dan infeksi yang akan menyebabkan kegagalan sterilisasi. Jika dilakukan setelah hari ke-7 sampai hari ke-10 pasca persalinan, uterus dan alat genital lainnya telah mengecil dan menciut yang menyebabkan mudah terjadinya perdarahan dan infeksi 4) Pasca keguguran (post abortus) Sterilisasi dapat dilakukan sesaat setelah terjadinya abortus 5) Saat tindakan operasi pembedahan abdominal Hendaknya
saat
operasi
pembedahan
abdominal
telah
dipertimbangkan untuk tindakan sterilisasi karena pada tindakan ini dapan sekaligus dilakukannya kontrasepsi mantap (Sofian, 2013). e. Keuntungan
Terdapat beberapa keuntungan dan manfaat sterilisasi wanita yaitu: 1) Sangat efektif (0,5 kehamilan per 100 perempuan selama tahun pertama penggunaan) 2) Tidak mempengaruhi proses menyusui ( breastfeeding) 3) Tidak bergantung pada faktor senggama 4) Baik bagi klien apabila kehamilan akan menjadi resiko kesehatan yang serius 5) Pembedahan sederhana, dapat dilakukan dengan anestesi lokal 6) Tidak ada efek samping dalam jangka panjang 7) Tidak ada perubahan dalam fungsi seksual (tidak ada efek pada produksi hormon ovarium)
12
8) Berkurangnya resiko kanker ovarium (Saifuddin, 2010) 9) Motivasi hanya dilakukan satu kali, sehingga tidak diperlukan motivasi yang berulang 10) Tidak adanya kegagalan dari pihak pasien ( patient’s failure) 11) Tidak mempengaruhi libido seksualis (Anwar, 2011). f.
Keterbatasan
Meskipun banyak keuntungan yang didapat pada metode sterilisasi ini, tetap saja terdapat keterbatasan diantaranya: 1) Tidak dapat melindungi dari Infeksi Menular Seksual (IMS), termasuk HBV dan HIV/AIDS 2) Harus dipertimbangkan kembali sifat permanen kontrasepsi ini karena tidak dapat dipulihkan kecuali dengan operasi rekanalisasi 3) Klien dapat menyesal dikemudian hari 4) Rasa sakit/ketidaknyamanan dalam jangka pendek setelah tindakan 5) Hanya dilakukan oleh dokter yang terlatih (Saifuddin, 2010). g. Syarat
Terdapat beberapa syarat untuk menjadi akseptor kontrasepsi mantap MOW yaitu: 1) Syarat sukarela Meliputi pengetahuan pasangan mengenai cara kontrasepsi lain, risiko dan keuntungan kontrasepsi mantap, serta sifat permanen metode ini.
13
2) Syarat bahagia Syarat ini dilihat berdasarkan ikatan perkawinan yang sah dan harmonis. Umur istri sekurang-kurangnya 25 tahun dengan sekurang-kurangnya 2 orang anak hidup dan anak terkecil berumur lebih dari 2 tahun. 3) Syarat medik (Saifuddin, 2009). h. Indikasi
Menurut Amru Sofian (2013), sterilisasi dilakukan atas indikasi: 1) Indikasi medis umum Adanya gangguan fisik atau psikis yang akan menjadi lebih berat jika wanita tersebut hamil lagi, seperti tuberkulosis paru, penyakit jantung, penyakit ginjal maupun skizofrenia. 2) Indikasi medis obstetrik Adanya riwayat toksemia gravidarum yang berulang, seksio sesarea berulang dan histerektomi obstetrik. 3) Indikasi medis ginekologik Pada
waktu
melakukan
operasi
ginekologik,
dapat
dipertimbangkan untuk dilakukannya sterilisasi. 4) Indikasi sosial ekonomi a) Rumus 120; yaitu perkalian jumlah anak hidup dan umur ibu, kemudian dapat dilakukan sterilisasi atas persetujuan suami istri b) Rumus 100; yaitu perkalian jumlah anak hidup dan umur ibu, kemudian dapat dilakukan sterilisasi atas persetujuan suami istri
14
i.
Kontraindikasi
1) Hamil (sudah terdeteksi atau dicurigai) 2) Perdarahan vaginal yang belum terjelaskan (hingga harus dievaluasi) 3) Infeksi sistemik atau pelvik yang akut (hingga masalah tersebut sembuh) 4) Tidak boleh menjalani proses pembedahan 5) Kurang pasti mengenai keinginannya untuk fertilitas di masa depan 6) Belum memberikan persetujuan tertulis (Saifuddin, 2010). j.
Konseling
Konseling adalah proses pemberian informasi yang objektif dan lengkap berdasarkan pengetahuan untuk membantu memecahkan masalah kesehatan reproduksi yang sedang dihadapi klien, salah satunya yaitu membantu untuk menentukan pilihan metode KB (Manuaba, 2007). Konseling dilakukan oleh tenaga terlatih, misalnya paramedik yang telah mendapat pelatihan sebagai konselor kontrasepsi mantap. Tujuan konseling yaitu agar keputusan untuk menjalani tubektomi diambil sendiri oleh pasangan setelah mendapat penjelasan yang tepat dan benar mengenai kontrasepsi ini. Konseling dilakukan sebelum, selama, dan sesudah tindakan (Wiknjosastro, 2005).
15
k. Teknik 1) Cara Pencapaian Tuba
a) Kuldoskopi Suatu teknik operasi untuk mencapai tuba melalui insisi pada forniks posterior atau pungsi pada cul de sac dengan visualisasi kuldoskop.
Akseptor
dalam
posisi
genupektoral
atau
menungging dan setelah vagina disucihamakan dengan betadin, daerah operasi diperjelas dengan memasukkan spekulum. Sayatan kecil dibuat pada forniks posterior dan kuldoskop dimasukkan
hingga
terlihat
rongga
pelvis.
Segera
mengidentifikasi tuba dan masukkan cunam penangkap (grasping forceps) melalui luka sayatan untuk mengeluarkan tuba. Mengikat tuba dan potong atau tutup dengan cara sterilisasi saluran telur (cara Pomeroy, cara Kroener, kauterisasi atau pemasangan cincin Falope). Mengembalikan tuba tersebut dan mencari tuba sisi lain untuk dilakukan tindakan yang sama (Sofian, 2013). b) Laparoskopi Akseptor dibaringkan dalam posisi litotomi. Kanula Rubin dipasang pada serviks dan bibir depan serviks dijepit dengan tenakulum. Kemudian dibuat sayatan 1,5 cm di bawah pusat, menusukkan jarum Verres ke dalam rongga peritoneum dan melalui jarum itu dibuat pneumoperitoneum dengan mengaliri
16
gas CO2 sebanyak 1-1,5 liter dengan kecepatan 1 liter/menit. Setelah dirasa cukup, jarum Verres dikeluarkan dan sebagai gantinya dimasukkan trokar serta selubungnya yang berisi laparoskop. Melalui kanula Rubin mencari tuba dan dilakukan sterilisasi menggunakan cincin Folope (Wiknjosastro, 2005). c) Mini Laparotomi Suatu operasi kecil untuk mencapai saluran telur melalui sayatan kecil pada dinding perut. Mula-mula kulit disayat secara melintang sampai ke jaringan subkutis dan membuka fascia m.rectun serta m.pyramidalis dibuka secara tumpul sepanjang 2,5 cm. Peritoneum dibuka sekitar 2 cm dan memasukkan elevator untuk mengatur posisi rahim dan tuba ke daerah operasi. Tuba ditangkap, dilakukan tubektomi dan terakhir menutup luka operasi (Sofian, 2013). d) Histeroskopi Untuk melihat rongga rahim dan sudut tuba dengan jelas, digunakana alat histeroskop sehingga obat-obatan yang bersifat kausatif dan adhesif untuk menyumbat tuba dapat dimasukkan langsung ke dalam saluran telur (Sofian, 2013). e) Kolpotomi Cara ini mengendaki pasien dalam posisi sikap litotomi. Dinding belakang vagina dijepit pada jarak 1 cm dan 3 cm dari serviks dengan 2 buah cunam kemudian digunting hingga
17
menembus peritoneum. Area pandang diperluas menggunakan spekulum Soonawalla, sehingga dengan mudah tuba terlihat dan ditarik keluar. Tubektomi dilakukan dengan cara penutupan tuba (Wiknjosastro, 2005). 2) Cara Penutupan Tuba
a) Cara Pomeroy Mula-mula mengangkat pertengahan tuba hingga membentuk lengkungan, kemudian bagian dasarnya diklem dan diikat dengan benang yang mudah diserap, memotong tuba bagian atas ikatan. Setelah luka sembuh dan benang ikatan diserap, kedua ujung potongan akan terpisah. Cara ini paling banyak digunakan dibanding cara lain karena angka kegagalan hanya 0-0,4% (Sofian, 2013). b) Cara Kroener Cara ini dilakukan dengan mengangkat fimbria dan mengikat dengan benang sutera pada bagian avaskular mesosalping di bawah fimbria dengan dua kali lilitan serta pada bagian proksimal dari ikatan sebelumnya. Seluruh fimbria dipotong (fimbriektomi) dan dikembalikan ke dalam rongga perut setelah perdarahan berhenti. Meskipun angka kegagalannya sangat kecil bahkan tidak akan terjadi kegagalan, namun cara ini kurang disukai karena kesuburan tidak dapat dipulihkan
18
kembali dan kemungkinan terjadinya perdarahan disfungsional di kemudian hari lebih besar (Sofian, 2013). c) Cara Madlener Bagian tengah tuba diangkat dan diklem, kemudian bagian bawah klem diikat dengan benang yang tidak mudah diserap dan klem dilepas. Pada cara ini tidak dilakukan pemotongan tuba. Teknik ini sudah jarang silakukan karena angka kegagalannya kegagalannya relatif tinggi, ti nggi, yaitu 1,2 % (Sofian, 2013). d) Cara Aldridge Peritoneum ligamentum latum dibuka, kemudian fimbria ditanamkan ke dalam atau ke bawah ligamentum latum dan luka dijahit. Angka kegagalan cara ini kecil sekali dan fimbria dapat dibuka kembali jika ibu menginginkan kesuburannya kembali (Sofian, 2013). e) Cara Uchida Bagian tuba ditarik keluar dan pada sekitar ampula tuba disuntikkan larutan salin adrenalin pada lapisan subserosa sebagai vasokonstriktor agar mesosalping membesar. Pada bagian tersebut dilakukan insisi kecil dan bebaskan serosa sepanjang 4-6 cm hingga tuba terlihat dan klem. Tuba diikat dan dipotong, kemudian luka pada serosa dijahit dengan putung tuba menonjol ke arah rongga perut. Menurut penemunya, cara ini tidak pernah gagal (Sofian, 2013).
19
f) Cara Irving Pada cara ini tuba diikat pada dua tempat dengan benang yang dapat diserap. Ujung bagian proksimal ditanamkan ke dalam miometrium, sedangkan ujung bagian distal ditanamkan ke ligamentum latum (Sofian, 2013). g) Pemasangan cincin Falope ( Yoon ring) Menggunakan aplikator (laparotomi mini, laparoskopi atau laprokator) bagian istmus tuba ditarik dan cincin dipasang. Tuba akan tampak keputih-putihan dan menjadi jibrotik akibat tidak mendapatkan aliran darah (Wiknjosastro, 2005). h) Pemasangan klip Penggunaan klip pada kontrasepsi tidak memperpendek panjang tuba hanya menjepit tuba, sehingga rekanalisasi lebih mungkin dilakukan bila diperlukan (Wiknjosastro, 2005). i) Elektro-koagulasi dan pemutusan tuba Cara ini dilakukan dengan memasukkan grasping forceps melalui laparoskopi. Kemudian tuba dijepit sekitar 2 cm, diangkat dan dilakukan kauterisasi hingga tampak putih, menggembung dan putus. Tuba terbakar kurang lebih 1 cm ke proksimal dan distal serta mesosalping terbakar sejauh 2 cm (Wiknjosastro, 2005).
20
l.
Komplikasi dan Penanganannya
Komplikasi yang mungkin terjadi diperlukan penanganan yang efisien dan tepat. Tentunya penanganan yang diberikan merupakan instruksi dari tenaga medis ahli. Tabel 2.1. Komplikasi MOW dan penanganannya Komplikasi Infeksi luka Demam pasca operasi (> 38 0C)
Luka pada kandung kemih, intestinal (jarang terjadi)
Hematoma (subkutan)
Emboli gas yang diakibatkan oleh laparoskopi (sangat jarang terjadi)
Penanganan Apabila terlihat infeksi luka, obati dengan antibiotik. Bila terdapat abses, lakukan drainase dan obati seperti yang terindikasi. Obati infeksi ditemukan.
berdasarkan
apa
yang
Mengacu ke tingkat asuhan yang tepat. Apabila kandung kemih atau usus luka dan diketahui sewaktu operasi, lakukan reparasi primer. Apabila ditemukan pasca operasi, rujuk ke rumah sakit yang tepat bila perlu. Gunakan packs yang hangat dan lembab di tempat tersebut. Amati. Hal ini biasanya akan berhenti dengan berjalannya waktu tetapi dapat membutuhkan drainase bila ekstensif. Ajukan ke tingkat asuhan yang tepat dan mulailah resusitasi intensit, termasuk: cairan intravena, resusitasi kardio pulmonar, dan tindakan penunjang kehidupan lainnya.
Rasa sakit pada lokasi pembedahan
Pastikan adanya infeksi atau abses dan obati berdasarkan apa yang ditemukan.
Perdarahan superfisial (tepi kulit atau subkutan)
Mengontrol perdarahan dan obati berdasarkan apa yang ditemukan
Sumber: Saifuddin (2010)
21
m. Penatalaksanaan Klinis
Menurut Saifuddin (2010), prosedur pelaksanaan tubektomi terdiri atas: 1. Persetujuan tindakan medik Setiap tindakan medis yang mengandung risiko harus dengan persetujuan tertulis berupa informed consent , yang ditandatangani oleh yang berhak memberikan persetujuan, yaitu akseptor yang bersangkutan harus dalam keadaan sadar dan sehat mental (Saifuddin, 2010). Informed consent merupakan surat pernyataan persetujuan
untuk memberikan izin kepada seorang yang dipercaya untuk melakukan tindakan medis, yang umumnya berupa tindakan operasi. Klien juga berhak untuk menolak tindakan medis, yang dinyatakan dalam bentuk pernyataan tertulis (Manuaba, 2007). Calon akseptor harus memahami bahwa operasi yang akan dilakukan merupakan tindakan permanen dan meskipun patensi dapat dikembalikan, pembedahan rekanalisasi tuba tidak menjamin adanya fungsi normal yang dapat mengarah ke pembuahan (Hanretty, 2014). 2. Persiapan atau tahap pra operasi a) Persiapan ruang operasi (1) penerangan yang cukup (2) lantai semen atau keramik yang mudah dibersihkan
22
(3) bebas debu dan serangga (4) tersedia air bersih yang mengalir, tempat cuci tangan, ruang ganti pakaian, tempat sampah yang dapat ditutup rapat dan bebas dari kebocoran (5) sedapat mungkin tersedia alat pengatur suhu ruangan b) Suasana ruang operasi (1) Meminimalkan jumlah petugas dan kegiatan selama tindakan operasi berlangsung (2) Kunci
ruang
operasi
agar
petugas
yang
tidak
berkepentingan tidak keluar masuk ruangan dan suhu ruangan tetap terjaga (3) memisahkan peralatan yang masih steril dengan yang sudah terkontaminasi (4) klien diatur agar tidak menyentuh instrumen steril yang tersedia atau tersimpan pada saat masuk dan keluar ruang operasi c) Persiapan klien (1) Klien dianjurkan mandi sebelum mengunjungi tempat pelayanan.
Bila
tidak
sempat,
minta
klien
untuk
membersihkan bagian abdomen/ perut bawah, pubis dan vagina dengan sabun dan air (2) Bila menutupi daerah operasi, rambut pubis cukup digunting. Pencukuran hanya dilakukan apabila sangat
23
menutupi daerah operasi dan waktu pencukuran adalah sesaat sebelum operasi dilakukan (3) Bila menggunakan elevator atau manipulator rahim, sebaiknya
dilakukan
pengusapan
larutan
antiseptik
(misalnya povidon iodien ) pada serviks dan vagina (4) Setelah pengolesan povidon iodine pada kulit, tunggu 1-2 menit agar yodium bebas yang dilepaskan dapat membunuh mikroorganisme dengan baik d) Kelengkapan klien dan petugas ruang operasi (1) Klien menggunakan pakaian operasi. Bila tidak tersedia, dapat menggunakan kain penutup yang bersih (2) Operator dan petugas kamar operasi harus dalam keadaan siap (mencuci tangan, berpakaian operasi, memakai sarung tangan, topi dan masker) saat berada di ruang operasi (3) Masker harus menutupi mulut dan hidung, bila basah/ lembab harus diganti (4) Topi harus menutupi rambut (5) Sepatu luar harus dilepas, ganti dengan sepatu atau sandal yang tertutup khusus digunakan untuk ruang operasi
24
e) Pencegahan infeksi (1) Sebelum pembedahan (a) Operator dan petugas mencuci tangan menggunakan larutan antiseptik serta mengenakan pakaian operasi dan sarung tangan steril (b) Menggunakan larutan antiseptik untuk membersihkan vagina dan serviks (c) Mengusapkan larutan antiseptik pada daerah operasi, mulai dari tengah kemudian meluas ke daerah luar dengan gerakan memutar hingga bagian tepi dinding perut. Untuk klien pasca persalinan, membersihkan daerah umbilikus dengan baik (d) Menunggu
1-2
menit
agar
yodium
bebas
yang
dilepaskan dapat membunuh mikroorganisme dengan baik. (2) Selama pembedahan (a) Membatasi jumlah kegiatan dan petugas di dalam ruang operasi (b) Menggunakan instrumen, sarung tangan dan kain penutup yang steril (c) Melakukan prosedur dengan keterampilan dan teknik yang tinggi untuk menghindari trauma dan komplikasi (perdarahan)
25
(d) Menggunakan
teknik
“pass”
yang
aman
untuk
menghindari luka tusuk instrumen. (3) Setelah pembedahan (a) Operator atau petugas ruang operasi membuang limbah ke dalam wadah atau kantong yang tertutup rapat dan bebas dari kebocoran (b) Melakukan tindakan dekontaminasi dengan larutan klorin 0,5% pada instrumen atau peralatan yang akan digunakan sebelum dicuci (c) Melakukan dekontaminasi pada meja operasi, lampu, meja instrumen atau benda lain yang mungkin tekontaminasi/tercemar
selama
operasi
dengan
mengusap larutan klorin 0,5% (d) Melakukan pencucian dan penatalaksanaan instrumen/ peralatan seperti biasa (e) Mencuci tangan setelah melepas sarung tangan. 3. Tindakan dan pelaksanaan tubektomi a) Persiapan prabedah (1) Memasang tensimeter. Periksa dan catat tekanan darah dan pernafasan setiap 15 menit (2) Memasang wing needle (3) Jika klien memerlukan tambahan sedasi, berikan pethidin 1 mg/kg BB secara IM
26
(4) Mengusap genitalia eksterna dan perineum dengan kassa berantiseptik dan melakukan kateterisasi (5) Melakukan pemeriksaan bimanual untuk menilai posisi, besar uterus dan kelainan dalam pelvik (6) Memasang spekulum, menilai serviks dan vagina, kemudian melakukan tindakan asepsis pada portio dan vagina (7) Memasang tenakulum dan melakukan sonde (8) Memasang elevator uterus untuk mengubah posisi uterus menjadi antefleksi (9) Mengikat gagang elevator pada gagang tenakulum untuk mempertahankan posisi uterus b) Membuka dinding abdomen (1) Menyuntikkan diazepam 0,1 mg/kg BB IV dan tunggu 3 menit. Kemudian menyuntikkan ketalar 0,5 mg/kg BB IV dan tunggu 3 menit (2) Menentukan daerah insisi pada dinding abdomen dengan menggerakkan elevator uterus ke bawah, sehingga fundus uteri menyentuh dinding abdomen ± 2-3 cm di atas simpisis pubis (3) Melakukan tindakan asepsis menggunakan betadin atau yodium alkohol pada tempat insisi dengan gerakan melingkar dari tengah ke luar dan menutup dengan kain steril berlubang tengah
27
(4) Menyuntikkan secara infiltrasi 3-4 cc anestesi local (lignokain 2%) dibawah kulit pada tempat insisi dengan mengaspirasi terlebih dahulu. Menunggu 2 menit dan menilai efek anestesi dengan menjepit kulit menggunakan pinset sirurgis (5) Melakukan insisi melintang pada kulit dan jaringan subkutan sepanjang 3 cm pada tempat yang telah ditentukan (6) Memisahkan jaringan subkutan secara tumpul menggunakan retraktor sampai terlihat fasia (7) Menyuntikkan jarum ke fasia dan melakukan infiltrasi anestesi lokal 3 cc sambil menarik jarum (8) Menjepit fasia menggunakan kocher pada 2 tempat dalam arah vertikal dengan 2 cm. Melakukan insisi dalam arah horizontal, perlebar ke kiri dan ke kanan (9) Memisahkan jaringan otot secara tumpul pada garis tengah dengan jari telunjuk atau klem arteri sehingga tampak peritoneum dan melakukan infiltrasi anestesi lokal 3 cc sambil menarik jarum (10) Menjepit peritoneum dengan 2 klem, transiluminasi untuk identifikasi.
Menyisihkan
omentum
dan
usus
dari
peritoneum dengan menggunakan sisi luar gunting (bagian yang tumpul)
28
(11) Menggunting peritoneum arah vertikal 2 cm ke atas dan 1 cm ke bawah (hingga mencapai batas peritoneum – vesika urinaria) (12) Memasukkan 2 buah bak retractor pada tempat insisi peritoneum dan merenggangkan untuk menampakkan uterus pada lapangan operasi (13) Bila omentum atau usus menghalangi lapang pandang, menggunakan kassa gulung dan menjepitnya menggunakan klem c) Mencapai tuba (1) Menggerakkan elevator uterus sampai fundus uteri tampak pada lapangan operasi (jika perlu mengubah posisi klien ke posisi Trendelenberg) (2) Menampakkan salah satu kornu uteri dan ligamentum rotundum pada lapangan operasi dengan menggerakkan elevator. Mengidentifikasi tuba (3) Menjepit tuba menggunakan pinset atau klem Babcock dan menariknya pelan-pelan keluar melalui lubang insisi hingga terlihat fimbria d) Oklusi atau memotong tuba Melakukan oklusi tuba sesuai metode yang dipilih
29
e) Menutup dinding abdomen (1) Memeriksa rongga abdomen ada tidaknya perdarahan atau laserasi usus dan mengeluarkan kassa gulung (2) Menjahit fasia dengan jahitan simpul atau angka 8 menggunakan benang chromic catgut nomor 1 (3) Menjahit subkutis dengan jahitan simpul menggunakan benang plain catgut nomor 0 (4) Menjahit kulit dengan jahitan simpul menggunakan benang sutera nomor 0 (5) Menutup luka dengan kain steril dan plester 4. Perawatan pasca tindakan a) Memeriksa tekanan darah dan nadi setiap 15 menit b) Menganjurkan pemberian cairan yang mengandung gula (jika sudah diperbolehkan) seperti sari buah atau gula-gula untuk meningkatkan kadar glukosa darah c) Melakukan Romberg sign, yaitu klien berdiri dengan menutup mata. Jika terlihat stabil, klien dianjurkan untuk mengenakan pakaian dan menentukan pemulihan kesadaran d) Memulangkan klen jika keadaan stabil setelah 4-6 jam e) Nasihat yang diberikan kepada klien: (1) Istirahat cukup dan menjaga tempat sayatan operasi agar tidak basah minimal selama 2 hari.
30
(2) Melakukan
kegiatan
secara
bertahap
sesuai
dengan
perkembangan pemulihan. Umumnya klien akan merasa baik selama 7 hari (3) Tidak melakukan aktivitas seksual selama 1 minggu atau tunggu hingga sudah merasa nyaman (4) Jangan mengangkat benda berat atau yang menekan daerah operasi sekurang-kurangnya selama 1 minggu (5) Jika terdapat gejala-gejala seperti di bawah ini, segera memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan: (a) panas/demam di atas 38 0c (b) pusing dan rasa terputar/ bergoyang (c) nyeri perut menetap atau meningkat (d) keluar cairan atau darah dari luka sayatan (6) Mengonsumsi analgesik (ibuprofen) setiap 4-6 jam untuk mengurangi nyeri. Jangan menggunakan aspirin karena dapat meningkatkan perdarahan n. Kunjungan ulang
Jadwal kunjungan ulang tubektomi dilakukan minimal 2 kali yaitu seminggu pasca tubektomi dan dua minggu pasca tubektomi. Pemeriksaan meliputi daerah operasi, tanda-tanda komplikasi atau hal lain yang dikeluhkan klien. Jika menggunakan benang sutera, maka pada saat kontrol pertama benang tersebut dicabut (Saifuddin, 2010).
31
B. Teori Manajemen Asuhan Kebidanan 1. Pengertian Asuhan Kebidanan
Asuhan kebidanan adalah penerapan fungsi dan kegiatan yang menjadi tanggung jawab dalam memberikan pelayanan kepada klien yang mempunyai kebutuhan/masalah dalam bidang kesehatan ibu masa hamil, masa persalinan, nifas, bayi setelah lahir serta keluarga berencana (IBI, 2006). 2. Pengertian Manajemen Kebidanan
Manajemen kebidanan adalah pendekatan yang digunakan oleh bidan dalam menerapkan metode pemecahan masalah secara sistematis mulai dari pengkajian analisis data, diagnosa kebidanan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi (IBI, 2006). Pada kasus ini, penulis menggunakan pengelolaan manajemen kebidanan menurut Varney, yang terdiri dari 7 langkah berurutan dimana setiap langkah disempurnakan secara periodik. Penerapan manajemen kebidanan menurut 7 langkah Varney pada kasus Medis Operasi Wanita adalah sebagai berikut: Langkah I. Pengumpulan Data Dasar
Pada langkah ini diperlukan 2 data yaitu data subjektif dan data objektif. a. Data subjektif terdiri atas: 1) Biodata; yaitu data diri pasien yang dikaji, meliputi nama, umur, agama, suku dan bangsa, pendidikan, pekerjaan dan alamat.
32
Umur , akseptor kontrasepsi mantap dianjurkan berumur sekurang-
kurangnya 25 tahun jika telah memiliki 4 anak hidup atau dianjurkan berumur di atas 35 tahun jika telah memiliki 2 anak hidup (Wiknjosastro, 2009). 2) Keluhan utama; alasan klien mendatangi fasilitas kesehatan yang diungkapkan dengan kata-katanya sendiri. Calon akseptor MOW hendaknya yakin telah memiliki keluarga yang sesuai dengan keinginannya dan telah mempertimbangkan dengan suaminya (Saifuddin, 2010). 3) Riwayat kebidanan, terdiri atas: a) Riwayat menstruasi; yang dikaji yaitu usia saat menarche, frekuensi, lama, siklus, jumlah darah yang keluar, karakteristik darah yang keluar (misalnya terdapat bekuan darah), periode menstruasi terakhir dan keluhan berkaitan dengan pola menstruasi (Varney, 2007). Melalui riwayat menstruasi ini, dapat digunakan sebagai identifikasi apakah ibu mengalami gangguan organ reproduksi atau tidak. Perdarahan pervagina yang belum terjelaskan sebabnya merupakan keadaan yang memerlukan penundaan dilakukannya MOW (Saifuddin, 2010). b) Riwayat obstetri; yang perlu diperhatikan sehubungan dengan MOW adalah ibu mempunyai sekurang-kurangnya 2 orang anak
33
hidup dan anak terkecil berumur lebih dari 2 tahun (Saifuddin, 2009). c) Riwayat perkawinan; mencakup berapa kali menikah, lama menikah dan usia pertama kali menikah. Calon akseptor kontrasepsi mantap hendaknya memenuhi syarat bahagia yaitu ibu masih teikat perkawinan yang sah dan harmonis (Saifuddin, 2009). 4) Riwayat kontrasepsi; meliputi pengetahuan dan pengalaman mengenai cara-cara kontrasepsi, risiko dan keuntungan, serta sifat kepermanenan
masing-masing
kontrasepsi,
sehingga
ibu
menetapkan pilihan pada kontrasepsi mantap sebagai metode kontrasepsinya. Hal ini menunjukkan bahwa ibu telah memenuhi syarat sukarela sebagai calon akseptor MOW (Wiknjosastro, 2005). 5) Riwayat kesehatan; meliputi: a) Riwayat kesehatan sekarang Deteksi dini terhadap penyakit yang dapat mempengaruhi proses asuhan yang akan diberikan sangat diperlukan. Sebelum dilakukan MOW, perlu dilakukan anamnesis kesehatan yang meliputi: anemia defisiensi zat besi (Hb < 8 g%), hipertensi, diabetes, hipertiroid, penyakit vaskuler, trombosis vena dalam (TVD), penyakit jantung iskemik, penyakit jantung ventrikular dengan komplikasi, perdarahan yang belum jelas sebabnya, endometriosis, penyakit trofoblas ganas (PTG), kanker serviks,
34
kanker endometrium, kanker ovarium, penyakit radang panggul (PRP), penyakit menular seksual (AIDS), TBC pelvis, serta hamil ektopik (Saifuddin, 2010). b) Riwayat medis terdahulu atau riwayat kesehatan yang lalu, yang perlu diperhatikan yaitu bedah mayor dengan imobilisasi lama, penyakit radang panggul, penyakit jantung iskemik, perlekatan uterus oleh pembedahan/infeksi yang lalu (Saifuddin, 2010), serta stroke (Irianto, 2014). c) Riwayat kesehatan keluarga; yaitu riwayat penyakit yang berhubungan dengan ibu, ayah, saudara kandung, kakek, nenek, paman dan bibi (Varney, 2007). 6) Data psikologi dan sosial a) Data psikologi dibutuhkan untuk mengetahui sikap dan kesiapan ibu terhadap dirinya dan asuhan yang akan diberikan. Kontrasepsi mantap merupakan tindakan pembedahan yang bersifat permanen, tidak dapat dipulihkan kembali. Ibu yakin telah memiliki besar keluarga yang sesuai dengan keinginannya (Saifuddin, 2010). b) Data sosial untuk mengetahui hubungan ibu dan suami, keluarga dan masyarakat. Calon akseptor hendaknya memilihi hubungan yang harmonis, terutama dengan suami (Wiknjosastro, 2005).
35
b. Data objektif diperoleh dari: 1) Pemeriksaan umum Pemeriksaan umum dilakukan dengan memeriksa tanda-tanda vital yang meliputi suhu, denyut nadi, pernafasan, tekanan darah, tinggi badan dan berat badan (Varney, 2007). Ibu dengan tekanan darah tinggi (sistolik > 160 mmHg dan diastolik > 100 mmHg) merupakan kontraindikasi dilakukannya MOW (Saifuddin, 2010). 2) Pemeriksaan fisik Pemeriksaan fisik secara head to toe, meliputi pemeriksaan rambut, kepala, mata, telinga, hidung, mulut, leher, dada, payudara, abdomen serta ekstremitas atas dan bawah (Varney, 2007). Ibu dengan perdarahan pervagina yang belum diketahui sebabnya sebaiknya ditunda untuk pelaksanaan MOW hingga tertangani. Infeksi sistemik atau pelvik yang akut harus disembuhkan atau dikontrol terlebih dahulu (Saifuddin, 2010). 3) Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan laboratorik dan pemeriksaan terkait merupakan komponen penting dalam pengkajian fisik. Semua uji dan pemeriksaan dilakukan sebagai bagian skrining rutin yang bervariasi berdasarkan usia klien, status risikonya dan apakah ia sedang hamil (Varney, 2007). Pemeriksaan yang perlu dilakukan sebelum dilakukan MOW yaitu pemeriksaan darah (kadar Hb) dan pemeriksaan kehamilan (PP test ). Ibu yang diduga atau diketahui
36
hamil tidak diizinkan untuk dilakukan MOW. Begitu pula ibu yang mengalami anemia defisiensi besi dengan kadar Hb < 7 gr% (Saifuddin, 2010). Langkah II. Interpretasi Data Dasar
Pada langkah ini dilakukan identifikasi terhadap diagnosis atau masalah dan kebutuhan klien berdasarkan interpretasi yang benar atas data-data yang telah dikumpulkan (Soepardan, 2008). a. Diagnosis kebidanan Diagnosis yang dapat ditegakkan pada kasus ini adalah Ny. E umur 31 tahun P3A0 dengan medis operasi wanita di RSUD Banyudono Kabupaten Boyolali. b. Masalah Masalah yang dapat ditemukan pada akseptor baru MOW adalah cemas, yang ditandai dengan ketakutan terhadap tindakan yang akan dilakukan pada dirinya (Trismiati, 2009). c. Kebutuhan Kecemasan yang dihadapi klien dapat dikurangi dengan pemberian konseling dengan benar mengenai asuhan yang akan diberikan dan segala kenyamanan yang mungkin terjadi (Trismiati, 2009). Kebutuhan yang ditetapkan pada Ny. E umur 31 tahun P 3A0 dengan medis operasi wanita di RSUD Banyudono Kabupaten Boyolali adalah konseling yang diberikan pratindakan, selama tindakan dan pasca tindakan MOW (Wiknjosastro, 2005).
37
Langkah III. Identifikasi Diagnosis atau Masalah Potensial dan Antisipasi Penanganannya
Mengidentifikasi
masalah
potensial
atau
diagnosis
potensial
berdasarkan diagnosis/masalah yang sudah diidentifikasi. Langkah ini membutuhkan antisipasi, bila memungkinkan dilakukan pencegahan. Bidan diharapkan waspada dan bersiap diri bila diagnosis potensial ini terjadi. Langkah ini sangat penting dalam melakukan asuhan yang aman (Soepardan, 2008). Pada asuhan kebidanan akseptor MOW, seharusnya tidak ditemukan diagnosis potensial. Jika terdapat tanda-tanda yang mengarah pada komplikasi, lebih baik dilakukan penundaan proses bedah hingga temuan tersebut dapat dievaluasi dan keadaan klien membaik (Saifuddin, 2010). Meskipun demikian, komplikasi mungkin dapat terjadi setelah dilakukan tindakan MOW. Komplikasi tersebut antara lain infeksi luka, demam pasca operasi, luka pada kandung kemih, luka intestinal, hematoma, emboli gas yang diakibatkan oleh laparoskopi, rasa sakit pada lokasi
pembedahan
serta
perdarahan
superfisial.
Antisipasi
dan
penanganan diberikan sesuai dengan komplikasi yang timbul (Saifuddin, 2010). Langkah IV. Kebutuhan Terhadap Tindakan Segera
Mengidentifikasi perlunya tindakan segera yang dilakukan oleh bidan atau dokter untuk dikonsultasikan atau ditangani bersama anggota tim kesehatan lain sesuai dengan kondisi klien (Soepardan, 2008).
38
Telah disebutkan bahwa pada asuhan kebidanan akseptor MOW seharusnya tidak ditemukan diagnosis potensial. Namun, jika terjadi komplikasi pasca operasi, maka dilakukan penanganan yang sesuai (Saifuddin, 2010). Langkah V. Perencanaan Asuhan Menyeluruh
Pada langkah ini, direncanakan asuhan menyeluruh yang ditentukan berdasarkan langkah-langkah sebelumnya. Tidak hanya meliputi semua hal yang sudah teridentifikasi, asuhan yang menyeluruh juga berdasarkan kerangka pedoman antisipasi terhadap klien (Soepardan, 2008). Asuhan yang diberikan pada Ny. E umur 31 tahun P 3A0 dengan medis operasi wanita di RSUD Banyudono Kabupaten Boyolali yaitu: a. Konseling prabedah Menjelaskan teknik operasi, anestesi dan kemungkinan rasa sakit dan tidak nyaman selama operasi. Jika ibu telah bersedia untuk dilakukan tindakan, berikan surat persetujuan atau informed consent pada ibu dan keluarga yang mendampingi. b. Persiapan prabedah Meliputi persiapan kelengkapan peralatan bedah dan obat anestesi. Selain itu memberikan support mental agar klien tenang dan tidak cemas. c. Pelaksanaan tindakan Melakukan kolaborasi tindakan dengan dokter spesialis kebidanan dan kandungan untuk pelaksanaan tindakan operasi.
39
d. Tindakan pascabedah Meliputi pemindahan klien dari meja operasi ke ruang pemulihan untuk dilakukan observasi selama 1 jam. e. Dekontaminasi Meliputi membuang sampah-sampah medis, merendam alat-alat yang telah digunakan dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit serta merapikan ruangan. f. Konseling dan instruksi pascabedah Menjelaskan untuk menjaga daerah operasi tetap kering serta meyakinkannya untuk segera ke fasilitas kesehatan jika ada keluhan. (Saifuddin, 2010) Langkah VI. Pelaksanaan Langsung Asuhan dengan Efisien dan Aman
Asuhan menyeluruh seperti yang telah direncanakan dilaksanakan secara efisien dan aman. Pelaksanaan ini dapat dilakukan seluruhnya oleh bidan atau sebagian oleh anggota tim kesehatan lainnya. Jika bidan berkolaborasi dengan dokter dalam penanganan klien yang mengalami komplikasi, bidan tetap bertanggung jawab terhadap terlaksananya rencana asuhan bersama yang menyeluruh tersebut. Penatalaksanaan yang efisien dan berkualitas dapat menyingkat waktu dan menghemat biaya (Soepardan, 2008).
40
Langkah VII. Evaluasi
Pada langkah terakhir ini, dilakukan evaluasi keefektifan asuhan yang sudah diberikan, meliputi pemenuhan kebutuhan masalah yang telah teridentifikasi (Soepardan, 2008). Evaluasi yang diharapkan dari klien setelah dilakukan asuhan pasca MOW dan tidak ditemukan masalah, maka klien dapat dipulangkan setelah 4-6 jam (Saifuddin, 2010). C. Follow Up Data Perkembangan Kondisi Pasien
Tujuh langkah Varney disarikan menjadi empat langkah yaitu SOAP (Subjective, Objective, Assesment dan Planning). SOAP disarikan dari proses pemikiran penatalaksanaan kebidanan sebagai perkembangan catatan kemajuan keadaan klien (Kepmenkes RI Nomor: 938/Menkes/SK/VIII/2007). 1. S : Subjective (Data Subjektif)
Data subjektif adalah catatan kualitatif dan kuantitatif dari pasien yang mencakup perasaan, reaksi atau pengamatan terhadap masalah. Data ini menggambarkan pendokumentasian hasil pengumpulan data klien melalui anamnesis sebagai langkah I Varney. 2. O : Objective (Data Objektif)
Data objektif menggambarkan hasil pemeriksaan fisik, hasil laboratorium dan hasil tes diagnostik lain klien yang dirumuskan dalam data fokus untuk mendukung asuhan sebagai langkah I Varney. Setiap 15 menit dilakukan pemeriksaan tekanan darah dan nadi. Jika telah diperbolehkan minum, hendaknya klien diberi cairan yang
41
mengandung gula untuk membantu meningkatkan kadar glukosa darah (Saifuddin, 2010). 3. A : Assesment (Analisis)
Analisis menggambarkan pendokumentasian hasil analisis dan interpretasi data subjektif dan objektif dalam suatu identifikasi diagnosa dan masalah kebidanan serta kebutuhan sebagai langkah II Varney. Analisis pada kasus ini adalah ibu akseptor medis operasi wanita (MOW) pasca tindakan. 4. P : Planning (Penatalaksanaan)
Penatalaksanaan
mencakup
seluruh
perencanaan
dan
penatalaksanaan yang sudah dilakukan seperti tindakan antisipatif, tindakan segera, tindakan secara komprehensif (seperti penyuluhan, dukungan, kolaborasi, evaluasi atau follow up dari rujukan) sebagai langkah III, IV, V, VI dan VII Varney. Asuhan perawatan setelah tindakan MOW menurut Saifuddin (2010), yaitu: a. Mengobservasi keadaan umum, tanda-tanda vital (tekanan darah, nadi, pernafasan dan suhu) serta perdarahan pada luka operasi dan vagina b. Menganjurkan ibu untuk istirahat dan menjaga tempat sayatan operasi agar tidak basah minimal selama 2 hari c. Menganjurkan ibu untuk melapor ke petugas kesehatan jika menemui keluhan panas/demam di atas 38 0C, pusing dan terasa terputar/
42
bergoyang, nyeri perut menetap atau meningkat serta keluar cairan atau darah dari/melalui luka sayatan d. Melakukan kolaborasi dengan dokter spesialis obstetri dan ginekologi untuk pemberian terapi dan anjuran pulang e. Menganjurkan kunjungan ulang seminggu setelah tindakan dan kontrol lanjutan pada minggu kedua.
BAB III METODE PENELITIAN STUDI KASUS A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan penulis dalam menyusun karya tulis ilmiah ini adalah observasional deskriptif dengan pendekatan studi kasus. B. Tempat dan Waktu Penelitian
Studi kasus keluarga berencana pada akseptor baru Medis Operasi Wanita (MOW) dilakukan di RSUD Banyudono Kabupaten Boyolali pada bulan Februari sampai Juni 2016. C. Subjek Penelitian
Subjek penelitian pada proposal karya tulis ilmiah ini adalah Ny. E umur 31 tahun P3A0. D. Jenis Data
Penulis menggunakan dua jenis data dalam penyusunan studi kasus ini, yaitu: 1. Data Primer Data primer diperoleh dari hasil wawancara dan observasi langsung dengan subjek pengambilan kasus (akseptor MOW), bidan, dokter dan tim operasi pelaksanaan tindakan MOW. 2. Data Sekunder Data sekunder diperoleh dari dokumen rekam medik subjek pengambilan kasus dan pelayanan KB di RSUD Banyudono Kabupaten Boyolali.
43
44
E. Teknik Pengambilan Data
1. Wawancara Pengumpulan data dilakukan dengan bertanya jawab kepada pasien/klien akseptor KB MOW dan pihak-pihak lain sehubungan dengan masalah keterkaitan data yang diperlukan. Data yang dikumpulkan berupa data umur, keluhan utama, riwayat menstruasi, riwayat obstetri, riwayat perkawinan, riwayat kesehatan sekarang dan terdahulu serta data psikologi dan sosial. 2. Observasi Langsung Pengambilan data melalui observasi dilakukan dengan mengamati perilaku dan keadaan klien untuk memperoleh data mengenai masalah kesehatan serta riwayat perawatan asuhan kebidanan selama dirawat di RSUD Banyudono. Selain itu, observasi dilakukan pada bidan sebagai pelaksana asuhan kebidanan. Diharapkan dapat memperoleh data yang sesuai dengan pelaksanaan asuhan kebidanan keluarga berencana Medis Operasi Wanita. 3. Pemeriksaan Pemeriksaan pada klien calon akseptor MOW dilakukan dengan cara pemeriksaan
fisik,
pemeriksaan
ginekologik
serta
pemeriksaan
laboratorium. Pemeriksaan fisik bertujuan untuk mengetahui keadaan umum dan keadaan fisik klien. Pemeriksaan ginekologik untuk mengetahui ada tidaknya kelainan ginekologi. Pemeriksaan laboratorium
45
berupa cek hemoglobin, leukosit, urinalisa dasar serta tes kehamilan jika dibutuhkan. 4. Studi Dokumen Rekam Medik Dokumen yang digunakan pada kasus ini berupa catatan rekam medik klien serta beberapa angka kejadian MOW yang diperoleh dari rekam medik RSUD Banyudono Kabupaten Boyolali. F.
Analisis Data
Analisis data pada karya tulis ilmiah studi kasus ini dilakukan secara deskriptif menggunakan prinsip-prinsip manajemen asuhan kebidanan menurut Varney dan follow up menggunakan SOAP. G. Jadwal Pelaksanaan
Terlampir
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Pengumpulan/ Penyajian Data Dasar Secara Lengkap
Pada tanggal 23 Maret 2016 pukul 10.05 WIB, penulis melakukan observasi terhadap Ny. E umur 31 tahun, beragama Islam, bekerja swasta. Ny. E memiliki suami bernama Tn. M umur 38 tahun, beragama Islam, bekerja swasta. Keluarga yang tinggal di Bogor RT 13/06 Bener, Wonosari, Klaten ini datang ke Poliklinik Obsgyn (Kandungan) RSUD Banyudono mengatakan ingin memeriksakan kehamilannya yang sudah lewat tanggal perkiraan lahir. Riwayat menstruasi Ny. E dalam kondisi normal dengan siklus teratur setiap bulannya. Ny. E telah menikah satu kali dengan Tn. M secara sah selama 9 tahun. Ny. E telah memiliki 2 orang anak dengan umur anak 9 tahun dan 7 tahun serta akan melahirkan satu anak lagi. Pada persalinan sebelumnya, ibu selalu melahirkan melalui operasi Sectio caesarea (SC). Terdapat penyulit berupa lilitan tali pusat pada anak
pertamanya yang mengharuskan ibu SC. Jarak kelahiran anak keduanya yang belum ada dua tahun juga mengindikasikan ibu untuk menjalani tindakan SC lagi. Hasil pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum Ny. E baik, tanda-tanda vital dalam batas normal, tinggi badan 160 cm dan berat badan 60 kg. Pada pemeriksaan anogenital ditemukan sedikit lendir
46
47
keputihan namun tidak berbau. Selanjutnya pemeriksaan penunjang meliputi
pemeriksaan
laboratorium
dan
Ultrasonography
(USG).
Pemeriksaan laboratorium dilakukan pemeriksaan darah lengkap dan hitung jenis dengan hasil normal. Namun, pada pemeriksaan USG didapatkan hasil bahwa plasenta ibu dalam kondisi pengapuran. Jika ibu hamil lagi, kondisi plasenta tidak akan adequat dan dapat membahayakan bayinya. Sehingga ibu disarankan untuk menghentikan kesuburannya dengan sterilisasi. Ny. E terlihat bahagia dengan keluarga yang dimilikinya. Tn. M dengan setia mengantar dan menemani selama pemeriksaan. Pengambilan keputusan pun didiskusikan bersama demi hasil yang terbaik. Keluarga yang masih menginginkan keturunan lagi ini memutuskan untuk menyetujui saran dokter untuk melahirkan anak ketiganya melalui SC serta mengakhiri kesuburan Ny. E secara MOW dengan alasan kesehatan seperti yang telah dijelaskan. 2. Interpretasi Data Dasar
a. Diagnosis Kebidanan Ny. E G3P2A0 umur 31 tahun hamil 40 +3 minggu pra tindakan Sectio caesarea (SC) dan calon akseptor baru Medis Operasi Wanita
(MOW). Data subjektif meliputi ibu mengatakan berumur 31 tahun, hamil anak ketiga, telah melahirkan 2 kali dan belum pernah keguguran. Ibu mengatakan hari pertama haid terahkir tanggal 13 Juni 2015.
48
Data objektif meliputi pemeriksaan umum yaitu keadaan umum ibu baik, kesadaran composmentis, tanda-tanda vital dalam batas normal, tinggi badan 160 cm dan berat badan 60 kg. Pemeriksaan anogenital ditemukan sedikit lendir keputihan namun tidak berbau. Pemeriksaan laboratorium tanggal 23 Maret 2016 didapatkan hasil hemoglobin (Hb) 12,0 gr/dl, leukosit 9,800 x 10 6 /mm3 dan golongan darah B. Sedangkan pemeriksaan USG didapatkan hasil terdapat pengapuran plasenta. b. Masalah Masalah yang muncul yaitu ibu merasa belum yakin dengan keputusan tindakan sterilisasi yang akan dijalaninya. Hal ini didasari pada sikap ibu yang selalu menanyakan mengenai keharusan pelaksanaan tindakan sterilisasi dan terlihat cemas. c. Kebutuhan 1) Penjelasan oleh bidan mengenai alasan tindakan MOW 2) Konseling pra tindakan, selama tindakan dan pasca tindakan 3) Support mental dan motivasi untuk meyakinkan bahwa operasi akan berjalan lancar 3. Identifikasi Diagnosis atau Masalah Potensial dan Antisipasinya
Diagnosis potensial kasus Ny. E yang dikhawatirkan timbul pasca tindakan MOW yaitu infeksi luka, demam pasca operasi, luka pada kandung kemih dan rasa sakit pada lokasi pembedahan. Antisipasi atau
49
penanganannya adalah memberikan asuhan dan terapi sesuai komplikasi yang timbul pasca operasi. 4. Kebutuhan terhadap Tindakan Segera
Kolaborasi dengan dokter Sp.OG dan tim bedah untuk persiapan SC dan MOW. 5. Perencanaan Asuhan yang Menyeluruh
Tanggal: 23 Maret 2016
Pukul: 10.50 WIB
1. Jelaskan hasil pemeriksaan pada ibu dan suami dengan bahasa yang mudah dipahami 2. Berikan konseling dan KIE pada ibu dan suami mengenai tindakan operasi SC dan KB MOW 3. Berikan informed consent 4. Lakukan advis dokter Sp. OG dan tim bedah untuk persiapan operasi SC dan MOW 5. Dokumentasikan tindakan 6. Pelaksanaan Asuhan dengan Efisien dan Aman
Tanggal: 23 Maret 2016
Pukul: 10.53 WIB
a. Menjelaskan hasil pemeriksaan kepada ibu dan suami bahwa kehamilan ibu sudah 3 hari melebihi hari perkiraan lahir. Selain itu, riwayat persalinan secara SC sebanyak 2 kali dapat membahayakan keadaan ibu. Organ reproduksi tidak akan dapat berfungsi maksimal jika telah dilakukan tindakan SC sebanyak 3 kali berturut-turut, sehingga ibu dianjurkan untuk mengakhiri kesuburannya dengan
50
sterilisasi. Persalinan ibu hendaknya melalui SC sekaligus tindakan sterilisasi/MOW. b. Memberikan konseling dan KIE pada ibu dan suami mengenai operasi SC dan MOW. Memberikan penjelasan mengenai operasi SC yaitu suatu pembedahan persalinan buatan guna melahirkan janin melalui sayatan pada dinding abdomen dan uterus, sehingga janin dilahirkan melalui perut dengan keadaan utuh dan sehat. Tindakan SC ini dilakukan karena organ reproduksi ibu yang tidak akan dapat berfungsi maksimal jika telah melahirkan secara SC sebanyak 3 kali berturut-turut. Sterilisasi atau MOW merupakan suatu tindakan pada kedua saluran telur wanita yang mengakibatkan orang/pasangan tersebut tidak akan mendapat keturunan lagi. Syarat peserta KB MOW yaitu syarat sukarela, bahagia dan medik. Keadaan ibu yang tidak memungkinkan lagi untuk hamil karena terdapat pengapuran plasenta merupakan syarat medik dilakukannya tindakan MOW. c. Memberikan informed
consent pada
ibu
dan
suami
dengan
memantapkan hati ibu untuk menghadapi operasi serta meyakinkan bahwa ibu akan baik-baik saja. Meminta ibu dan suami untuk menandatangani informed consent . d. Melakukan advis dokter Sp.OG dan tim bedah untuk persiapan operasi SC dan KB MOW.
51
Advis dokter: 1) Skin test Ceftriaxon 2gr profilaksis IC pukul 04.00 WIB tanggal 24 Maret 2016 2) Pasang infus Ringer Laktat 500cc 20 tpm pukul 06.00 WIB tanggal 24 Maret 2016 3) Memasang Down Cateter (DC) pukul 06.00 WIB tanggal 24 Maret 2016 4) Puasa pre operasi mulai pukul 00.00 WIB tanggal 24 Maret 2016 5) Rencana operasi tanggal 24 Maret 2016 pukul 10.00 WIB e. Mendokumentasikan tindakan 7. Evaluasi
Tanggal: 23 Maret 2016
Pukul: 12.30 WIB
a. Ibu telah mengetahui hasil pemeriksaan dan bersedia menjalani operasi SC sekaligus MOW. b. Ibu telah mengerti dan paham dengan penjelasan yang diberikan serta dapat mengulang kembali alasan tindakan SC dan sterilisasi yang akan dijalaninya. c. Informed consent telah ditandatangani ibu dan suami d. Kolaborasi dengan dokter Sp.OG telah dilakukan 1) Skin test Ceftriaxon 2gr profilaksis IC pukul 04.00 WIB tanggal 24 Maret 2016 2) Pasang infus Ringer Laktat 500cc 20 tpm pukul 06.00 WIB tanggal 24 Maret 2016
52
3) Memasang Down Cateter (DC) pukul 06.00 WIB tanggal 24 Maret 2016 4) Puasa pre operasi mulai pukul 00.000 WIB tanggal 24 Maret 2016 5) Rencana operasi tanggal 24 Maret 2016 pukul 10.00 WIB e. Tindakan telah didokumentasikan di buku laporan dan rekam medik (RM) CATATAN PERKEMBANGAN
Perawatan hari ke-2 tanggal 24 Maret 2016 pukul 08.00 WIB. Ny. E mengatakan masih merasa cemas dan ragu dengan tindakan sterilisasi yang akan dijalaninya. Hasil pemeriksaan menunjukkan keadaan umum baik dan tanda-tanda vital dalam batas normal. Pemeriksaan laboratorium tidak ditemukan kelainan. Operasi SC dan MOW direncanakan hari ini pukul 10.00 WIB. Penulis dapat menyusun sebuah assessment yaitu Ny. E umur 31 tahun G3P2A0 hamil 40+3 minggu pra tindakan SC dan MOW. Ibu telah mendapat tindakan pre operatif serta sudah mantap menjadi akseptor KB MOW. Pukul 09.30 WIB ibu dipindahkan ke ruang operasi untuk menjalani tindakan SC dan MOW. Operasi MOW menggunakan metode laparotomi dengan teknik oklusi Pomeroy dan anestesi lumbal. Hasil observasi KU, TTV, kontraksi, TFU dan perdarahan pasca operasi 2 jam pertama baik. Ibu telah mendapat konseling dan instruksi pasca bedah serta terapi sesuai advis dokter. Perawatan hari ke-3 tanggal 25 Maret 2016 pukul 08.00 WIB. Ny. E mengatakan perutnya masih terasa mulas dan nyeri pada luka operasi, sudah
53
bisa miring kanan dan kiri serta sudah bisa menyusui bayinya. Hasil pemeriksaan menunjukkan keadaan umum baik, tanda-tanda vital dalam batas normal, pada abdomen tampak luka operasi masih tertutup kassa, kontraksi uterus keras dan pengeluaran pervaginam (PPV) berupa lochea rubra merah dengan jumlah ± 30cc. Penulis dapat menyusun sebuah assessment yaitu Ny. E umur 31 tahun P 3A0 nifas hari I post SC dan MOW.
Ibu telah mengetahui bahwa nyeri luka operasi yang dirasakan merupakan hal wajar. Selain itu, ibu telah mendapat penjelasan mengenai tanda bahaya nifas, gizi seimbang, istirahat cukup dan mobilisasi. Terapi dilanjutkan sesuai advis dokter. Perawatan hari ke-4 tanggal 26 Maret 2016 pukul 08.00 WIB. Ny. E mengatakan keadaannya lebih baik, sudah dapat duduk dan jalan, bayinya menyusu aktif dan ASI keluar lancar, namun masih terasa mules dan nyeri luka operasi. Hasil pemeriksaan menunjukkan keadaan umum baik, tandatanda vital dalam batas normal, pada abdomen tampak luka masih tertutup kassa, kontraksi uterus keras dan pengeluaran pervaginam berupa lochea rubra warna merah dengan jumlah ± 20 cc. Penulis dapat membuat sebuah assassment yaitu Ny. E umur 31 tahun P 3A0 nifas hari II post SC dan MOW.
Tidak ditemukan tanda-tanda infeksi ataupun perdarahan abnormal. Ibu telah mendapatkan penjelasan kembali mengenai tanda bahaya nifas dan perawatan luka operasi. Sesuai dengan advis dokter, infus maupun DC telah dilepas. Luka operasi telah dilakukan medikasi dan diganti kassa. Ibu diperbolehkan pulang setelah mendapat terapi oral. Ibu juga bersedia untuk
54
melakukan kunjungan ulang ke poliklinik kandungan minimal 2 kali yaitu 1 minggu setelah operasi dan 2 minggu setelah operasi, tepatnya tanggal 30 Maret dan 6 April 2016. B. Pembahasan
Setelah penulis melakukan studi kasus kebidanan keluarga berencana pada Ny. E akseptor baru MOW di RSUD Banyudono Kabupaten Boyolali, maka
penulis
memaparkan
kesesuaian
antara
konsep
teori
dengan
penatalaksanaan di lahan. Adapun rincian hasil pembahasan antara teori dan praktik yang penulis temukan selama melakukan studi kasus adalah sebagai berikut : 1. Pengumpulan Data Dasar Hal yang perlu diperhatikan sebelum dilakukannya tindakan MOW yaitu mengetahui berapa usia ibu dan jumlah anak. Pada penyajian data subjektif didapatkan usia ibu 31 tahun dan sudah memiliki 3 anak dengan 2 anak berumur 9 tahun dan 7 tahun serta 1 anak terakhir yang baru akan dilahirkan. Hal ini tidak sesuai dengan teori menurut Saifuddin (2009) yang menyatakan bahwa umur anak terkecil yaitu 2 tahun. Ibu sudah bahagia dengan keluarganya, terikat pada perkawinan yang sah dan harmonis. Terlihat dari suami yang setia mengantar, menemani selama pemeriksaan serta bersama-sama mendiskusikan keputusan yang akan diambil. Hal ini sesuai dengan teori menurut Saifuddin (2009), yaitu salah satu syarat untuk menjadi akseptor kontrasepsi mantap MOW adalah syarat bahagia.
55
Pemeriksaan umum maupun fisik didapatkan hasil normal. Tekanan darah ibu 110/80 mmHg mengindikasikan diperbolehkannya tindakan MOW. Hal ini sesuai teori bahwa ibu dengan tekanan darah tinggi (sistolik > 160 mmHg dan diastolik > 100 mmHg) merupakan kontraindikasi dilakukannya MOW (Saifuddin, 2010). Perlu dilakukan pemeriksaan ginekologik untuk mengetahui ada tidaknya perdarahan pervaginal (Saifuddin, 2010). Pada pemeriksaan anogenital ditemukan sedikit lendir keputihan namun tidak berbau. Hal tersebut merupakan keadaan normal bagi ibu hamil dan bukan suatu kontraindikasi dilakukannya MOW. Pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan sebelum pelaksanaan operasi yaitu pemeriksaan laboratorium terutama hemoglobin (Hb) dan pemeriksaan kehamilan (Saifuddin, 2010). Kadar hemoglobin Ny. E normal yaitu 12,0 gr/dl sehingga bisa dilakukan tindakan operasi. Namun, pihak rumah sakit tidak melakukan pemeriksaan tes kehamilan. Hal ini bukan merupakan kesenjangan karena ibu sudah pasti hamil dan akan melahirkan dengan operasi sectio caesarea. Pemeriksaan Ultrasonography
penunjang
yang
dilakukan
selanjutnya
yaitu
(USG). Berdasarkan pemeriksaan ditemukan adanya
pengapuran plasenta dan apabila ibu hamil lagi dikhawatirkan dapat membahayakan janinnya. Keadaan inilah yang menjadi alasan utama dilakukannya tindakan sterilisasi MOW. Hal ini seperti dijelaskan oleh
56
Amru Sofian (2013) bahwa sterilisasi dapat dilakukan atas beberapa indikasi salah satunya yaitu indikasi medis obstetrik. Tindakan operasi MOW dilakukan dengan teknik laparotomi setelah operasi SC. Teknik laparotomi bukan merupakan tindakan yang dikhususkan untuk tubektomi (Sofian, 2013). Penutupan tuba dilakukan sebagai tindakan tambahan dari operasi SC untuk melahirkan bayi. 2. Interpretasi Data Dasar Pada langkah ini penulis melakukan pengelompokkan data fokus untuk menegakkan diagnosis kebidanan, masalah dan kebutuhan yang memerlukan penanganan. a. Diagnosis Kebidanan Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan pemeriksaan data subjektif dan objektif. Data subjektif pada kasus ini yaitu ibu datang ke rumah sakit
dengan
alasan
ingin
memeriksakan
kehamilannya.
Ibu
mengatakan bernama Ny. E umur 31 tahun, sedang hamil anak ketiga, telah mempunyai 2 orang anak dan belum pernah keguguran. Hari pertama haid terakhir pada kehamilan ketiga ini tanggal 13 Juni 2015. Selama ini ibu menggunakan kontrasepsi berupa pil KB selama 2 tahun dan KB suntik 1 bulanan selama 6 bulan. Ibu selalu merasa pusing di akhir pemakaiannya. Pada pemeriksaan penunjang berupa USG ditemukan bahwa terdapat pengapuran plasenta yang dapat membahayakan janin jika ibu
57
hamil lagi. Oleh karena itu, ibu disarankan untuk mengakhiri kesuburannya dengan melakukan kontrasepsi steril (MOW). Diagnosis
kebidanan
yang
dapat
ditegakkan
berdasarkan
pemeriksaan di atas yaitu Ny. E umur 31 tahun G 3P2A0 hamil 40+3 minggu pra tindakan sectio caesarea (SC) dan calon akseptor Medis Operasi Wanita (MOW) di RSUD Banyudono Boyolali. b. Masalah Pada kasus ini ibu merasa belum siap dengan tindakan sterilisasi yang akan dijalaninya dan tampak cemas menjelang operasi. Hal ini ditandai dengan ibu sering bertanya mengenai keharusan tindakan sterilisasi. Keadaan psikologi cemas pada ibu merupakan cemas yang fisiologis. Hal ini berdasarkan teori bahwa MOW adalah tindakan bedah dan pengakhiran kesuburan seorang wanita, sehingga sering menimbulkan kecemasan pada pasien. Keadaan cemas ini diakibatkan oleh persepsi mengenai perasaan yang tidak menyenangkan dan merupakan reaksi fisiologis. Dengan kata lain kecemasan adalah reaksi atas situasi yang dianggap berbahaya (Trismiati, 2009). Sehingga jika pasien merasa cemas menjelang operasi MOW adalah hal normal. c. Kebutuhan Kebutuhan yang diberikan pada kasus Ny. E umur 31 tahun G 3P2A0 hamil 40+3 minggu pra tindakan SC dan calon akseptor MOW adalah penjelasan tindakan, konseling, motivasi dan support mental pada ibu. Bidan memberikan penjelasan mengenai alasan dilakukannya tindakan
58
sterilisasi pada ibu serta prosedur pelaksanaan MOW yang dilakukan bersamaan dengan operasi SC yang menggunakan anestesi lokal, bukan total. Hal ini sudah sesuai dengan pendapat Trismiati (2009) dan Wiknjosastro (2005) yang mengatakan bahwa untuk mengurangi kecemasan ibu dibutuhkan konseling mengenai asuhan yang akan diberikan dan segala ketidaknyamanan yang mungkin terjadi. Selain itu, motivasi dan dukungan mental juga diperlukan untuk memantapkan dan meyakinkan keputusan ibu sebagai peserta KB MOW. 3. Diagnosis Potensial Diagnosis potensial pada kasus Ny. E yang dikhawatirkan akan muncul pasca MOW yaitu infeksi luka, demam pasca operasi dan rasa sakit pada lokasi pembedahan. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Saifuddin (2010) yaitu komplikasi yang mungkin dapat terjadi setelah dilakukan tindakan MOW antara lain infeksi luka, demam pasca operasi, luka pada kandung kemih, hematoma, emboli gas yang diakibatkan oleh laparoskopi, rasa sakit pada lokasi pembedahan dan perdarahan superfisial (tepi kulit atau subkutan). Antisipasi atau penanganannya adalah memberikan asuhan dan terapi sesuai dengan komplikasi yang timbul nantinya. 4. Kebutuhan Tindakan Segera Kebutuhan terhadap tindakan segera untuk menangani komplikasi pasca operasi adalah melakukan kolaborasi dengan dokter spesialis untuk
59
pemberian terapi dan penanganan sesuai dengan komplikasi yang ditimbulkan (Saifuddin, 2010). 5. Perencanaan Asuhan yang Komprehensif Rencana tindakan yang akan dilakukan pada Ny. E dibagi atas 3 tahap, yaitu pra, selama dan pasca tindakan operasi. Persiapan yang dilakukan terhadap Ny. E meliputi persiapan alat, ruang, penolong dan klien. Selain itu, Ny. E serta suami telah menandatangani informed consent dan mendapatkan konseling pra MOW yang meliputi pengertian, efektifitas keuntungan serta efek samping. Hal ini sudah sesuai dengan teori yaitu pelaksanaan pra tindakan meliputi konseling, menandatangani informed consent serta persiapan pre operatif seperti persiapan ruang operasi yang tenang, terang, bersih dan steril, maupun persiapan alat dan obat yang dibutuhkan. Menyiapkan ibu dengan melakukan vulva hygiene, mencukur rambut pubis dan sekitar abdomen, mengganti baju dengan pakaian operasi dan memberikan support mental serta motivasi agar ibu lebih siap menjalani operasi (Saifuddin, 2010). Tindakan yang direncanakan dalam pelaksanaan MOW ini adalah kolaborasi dengan dokter Sp. OG dan tim bedah untuk pemberian terapi serta pelaksanaan MOW dengan teknik laparotomi dan metode oklusi tuba menurut Pomeroy menggunakan anestesi lumbal. Hal ini sesuai dengan teori menurut Wiknjosastro (2005) yang menyatakan bahwa cara pencapaian tuba melalui laparotomi terutama saat persalinan, dilakukan secara SC dimana kehamilan selanjutnya tidak diinginkan lagi.
60
Setelah tindakan operasi selesai dilakukan, rencana tindakan selanjutnya adalah membersihkan dan merapikan alat, tempat serta ibu. Selain itu juga melakukan observasi KU dan TTV pasca tindakan selama 2 jam pertama dan selama pemulihan di bangsal sebelum ibu pulang. Pemberian KIE dan konseling pasca MOW juga dilakukan pada Ny. E. Hal ini sudah sesuai dengan teori Saifuddin (2010). 6. Pelaksanaan Asuhan Pelaksanaan asuhan pada kasus Ny. E disesuaikan dengan rencana tindakan yang telah disusun. Pelaksanaan pra tindakan meliputi memberi konseling, meminta ibu dan suami menandatangani informed consent serta melakukan persiapan pre operasi meliputi menyiapkan ruang operasi, alat dan obat yang diperlukan. Selanjutnya menyiapkan ibu dengan mengganti baju ibu dengan pakaian operasi dan memberikan support mental serta memotivasi agar ibu lebih siap menjalani operasi. Ny. E dan suaminya telah menandatangani informed consent . Hal ini sesuai teori menurut Saifuddin (2010), yaitu setiap tindakan medis yang mengandung resiko harus dengan persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh orang yang bersangkutan. Sebelum operasi dilakukan, Ny. E dan suami telah mendapat penjelasan mengenai perlunya dilakukan tindakan MOW serta komplikasi yang mungkin timbul pasca operasi. Pelaksanaan selama tindakan yaitu melakukan kolaborasi dengan dokter Sp.OG dan tim bedah dalam pemberian terapi maupun pelaksanaan
61
tindakan SC dan MOW. Tindakan MOW dilakukan dengan teknik bedah laparotomi metode oklusi Pomeroy dan anestesi lumbal. Sedangkan dekontaminasi
pelaksanaan alat
dengan
pasca
tindakan
merendam
ke
meliputi larutan
melakukan
klorin
0,5%,
membersihkan tempat dan ibu, melepas alat perlindungan diri dan mencuci tangan. Selanjutnya melakukan observasi TTV dan membawa ibu kembali ke bangsal dan melanjutkan observasi selama 2 jam pertama dan selama pemulihan. Memberikan konseling dan KIE pasca operasi dan komplikasi yang mungkin timbul. Hal ini sudah sesuai dengan teori yang dikemukakan Saifuddin (2010). 7. Evaluasi Hasil observasi ibu yaitu keadaan umum dan tanda-tanda vital dalam batas normal. Selanjutnya mendapat perawatan di bangsal selama 2 hari. Kondisi semakin baik dan tidak ditemukan komplikasi. Setelah dapat berdiri dan berjalan, ibu diperbolehkan pulang. Ny. E bersedia melakukan kunjungan ulang pada 1 minggu dan 2 minggu pasca operasi. Kunjungan ulang yang akan dilakukan ini sesuai dengan teori menurut Saifuddin (2010) yang menjelaskan bahwa jadwal kunjungan ulang MOW dilakukan minimal 2 kali, yaitu seminggu dan 2 minggu pasca MOW. Hasil penelitian studi kasus di atas didapatkan hasil kondisi ibu membaik dan stabil serta diperbolehkan pulang 2 hari pasca operasi. Terdapat kesenjangan antara teori dan praktik pelaksanaan keluarga
62
berencana MOW di RSUD Banyudono pada langkah pengumpulan data dasar subjektif mengenai umur anak terakhir.
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan
Kesimpulan dari kasus Asuhan Kebidanan Keluarga Berencana pada Ny. E umur 31 tahun P 3A0 dengan Medis Operasi Wanita di RSUD Banyudono Kabupaten Boyolali adalah sebagai berikut: 1. Pengkajian data subjektif diketahui ibu berumur 31 tahun, terikat dalam perkawinan sah, hamil, jumlah anak 3, anak terkecil baru saja dilahirkan (kurang dari 2 tahun). Data objektif diketahui keadaan umum ibu baik dan tanda-tanda vital dalam batas normal. Pemeriksaan anogenital didapatkan sedikit lendir keputihan namun tidak berbau. Hal itu merupakan keadaan normal bagi ibu hamil. Pemeriksaan laboratorium menunjukkan ibu dalam keadaan normal. Sedangkan pemeriksaan penunjang USG menunjukkan terdapat pengapuran plasenta. Ibu sebaiknya tidak hamil lagi karena dapat membahayakan
janinnya,
sehingga
disarankan
untuk
mengakhiri
kesuburan dengan tindakan MOW. Ibu tidak memenuhi syarat bahagia untuk dilakukannya tindakan MOW. 2. Interpretasi data pada awal kasus ini adalah Ny. E umur 31 tahun G 3P2A0 hamil 40+3 minggu pra tindakan Sectio caesarea (SC) dan Medis Operasi Wanita (MOW) di RSUD Banyudono Kabupaten Boyolali. Kemudian setelah operasi SC dilakukan, interpretasi datanya adalah Ny. E umur 31 tahun P3A0 akseptor baru Medis Operasi Wanita (MOW) di RSUD Banyudono. Masalah yang dialami klien yaitu ragu dan cemas mengenai
63
64
tindakan MOW yang akan dijalaninya, sehingga kebutuhan yang diperlukan adalah penjelasan, konseling (pra, selama dan pasca tindakan), support mental dan motivasi untuk ibu agar mantap dengan keputusannya.
3. Diagnosis potensial yang dikhawatirkan timbul pasca tindakan MOW yaitu infeksi luka, demam pasca operasi, luka pada kandung kemih dan rasa sakit pada lokasi pembedahan. Antisipasi segera yang dapat dilakukan yaitu melakukan pencegahan infeksi dan berkolaborasi dengan dokter Sp.OG untuk pemberian terapi maupun tindakan. 4. Kebutuhan terhadap tindakan segera pada kasus ini adalah berkolaborasi dengan dokter Sp.OG untuk penanganan komplikasi yang timbul pasca operasi. 5. Rencana asuhan kebidanan yang ditetapkan pada Ny. E akseptor MOW telah sesuai teori. Pertama, melakukan observasi pra tindakan, konseling, pemberian informed consent tindakan serta melakukan persiapan alat, ruang, klien dan penolong. Selanjutnya berkolaborasi dengan dokter Sp. OG dan tim bedah untuk pelaksanaan operasi SC dan MOW. Kemudian, membereskan alat operasi, memindahkan klien ke bangsal, mengobservasi pasca operasi serta memberi konseling pasca operasi. 6. Seluruh
rencana
yang
telah
ditetapkan
dapat
dilaksanakan
dan
diimplementasikan. Observasi pra tindakan telah dilakukan. Konseling dan penandatanganan informed consent juga telah dilakukan. Alat, ruang, klien dan penolong telah disiapkan dengan baik. Selain itu telah dilakukan kolaborasi dengan dokter Sp.OG dan tim bedah untuk pemberian terapi
65
dan pelaksanaan MOW dengan teknik laparotomi metode oklusi Pomeroy dan anestesi lumbal. Ibu telah mendapat konseling pasca operasi. Selanjutnya keadaan umum dan tanda-tanda vital ibu telah diobservasi selama pemulihan di bangsal. 7. Hasil evaluasi menunjukkan bahwa asuhan yang diberikan sudah efektif. Observasi keadaan umum dan tanda-tanda vitas ibu dalam batas normal. Ibu dirawat inap selama 3 hari dengan hasil keadaan yang semakin membaik dan diperbolehkan pulang 2 hari setelah operasi SC dan MOW. Ibu bersedia melakukan kunjungan ulang minimal 2 kali, yaitu 1 minggu dan 2 minggu pasca operasi MOW. 8. Berdasarkan studi kasus ini, ditemukan kesenjangan pada langkah pengkajian data subjektif yaitu umur anak terakhir kurang dari 2 tahun. MOW merupakan prosedur permanen yang sulit untuk dikembalikan kesuburannya. Dikhawatirkan akan terjadi penyesalan jika nantinya anak terkecilnya mengalami hal-hal yang tidak diinginkan selama masa pertumbuhannya. B. Saran
Saran yang dapat penulis berikan setelah melakukan penelitian ini yaitu: 1. Bagi Rumah Sakit Diharapkan mempunyai Standar Operasi Prosedur (SOP) tindakan MOW yang dilakukan bersamaan dengan operasi sectio caesarea (SC), tidak hanya pada MOW murni.
66
2. Bagi Bidan Diharapkan lebih menggali lebih dalam data subjektif dan objektif klien yang akan menjalani prosedur sterilisasi. Calon akseptor MOW hendaknya dengan sukarela menyatakan dirinya benar-benar ingin mengikuti program keluarga berencana yang dapat mengakhiri kesuburannya. 3. Bagi Pasien Setelah mendapat asuhan kebidanan yang berkualitas, ibu diharapkan dapat mematuhi saran yang diberikan oleh tenaga kesehatan mengenai perawatan masa nifas maupun perawatan pasca operasi, sehingga ibu dapat segera pulih dan melakukan aktivitas sehari-hari seperti biasa, serta tidak timbul komplikasi selama masa pemulihan.
DAFTAR PUSTAKA
Anggraini.Y.,Martini., 2012. Pelayanan Keluarga Berencana . Cet.1. Yogyakarta : Rohima Press, pp.223-29 Anwar M., dkk., 2011. Ilmu Kandungan. Ed.3. Cet.1. Jakarta : PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, pp.457 BKBPP Kabupaten Boyolali., 2010. Umpan Balik Hasil Pelaksanaan Program KB Nasional Kabupaten Boyolali. pp.1-5 BKKBN., 2013. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 2012. pp.90 _______., 2014. Laporan Umpan Balik Hasil Pelaksanaan Sub Sistem Pencatatan dan Pelaporan Pelayanan Kontrasepsi Januari 2014 Badan Pusat Statistik., 2015. Laju Pertumbuhan Penduduk menurut Provinsi ______________________. Laju Pertumbuhan Penduduk menurut Provinsi ______________________. Rasio Jenis Kelamin menurut Provinsi 1971, 1980, 1990, 1995, 2000, 2005, 2010, 2014
Cunningham F.G., et al., 2013. Williams Obstetrics. Ed.23. Vol.1. Jakarta : EGC, pp.731-35 Hanretty K.P., et al., 2014. Ilustrasi Obstetri. Ed.7. Jakarta : CV. Pentasada Media Edukasi, pp.418-19 Irianto K., 2014. Pelayanan Keluarga Berencana Dua Anak Cukup . Bandung : Alfabeta, pp.5-8 Kepmenkes., 2007. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 938/Menkes/SK/VIII/2007 Tentang Standar Asuhan Kebidanan . Jakarta Manuaba I.G.B., dkk., 2007. Pengantar Kuliah Obstetri. Cet.1. Jakarta : EGC, pp. 29 Permenkes., 2010. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1464/Menkes/PER/X/2010 Tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan. Jakarta Rekam Medik RSUD Banyudono., 2015. Boyolali : RSUD Banyudono
Saifuddin A.B., dkk., 2009. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Ed.1. Cet.5. Jakarta : PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, pp 486 _________________ 2010. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. Ed.2. Cet.3. Jakarta : PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, pp.MK 81-5, PK 59-82 Soepardan S., 2008. Konsep Kebidanan. Cet.1. Jakarta : EGC, pp.96-102 Sofian A., 2013. Rustam Mochtar Sinopsis Obstetri Operatif Obstetri Sosial Jilid 2. Ed.3. Jakarta : EGC, pp.230-46 Sofyan., Mustika., 2006. 50 Tahun Ikatan Bidan Indonesia Bidan Menyongsong Masa Depan. Cet.7. Jakarta : PP IBI Trismiati., 2004. Perbedaan Tingkat Kecemasan Antara Pria dan Wanita Akseptor Kontrasepsi Mantap di RSUP dr. Sardjito Yogyakarta. 1 : 4 Varney H., et.al., 2007. Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Ed.4. Vol.1. Jakarta : EGC, pp. 32-39, 413-21 Wiknjosastro H., 2005. Ilmu Kebidanan. Ed.3. Cet.7. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, pp. 924-33 ______________., 2008. Ilmu Kebidanan. Jakarta : PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo ______________., 2009. Ilmu Kandungan. Ed.2. Cet.7. Jakarta : PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, pp. 564-72
Lampiran 1. Jadwal Pelaksanaan Studi Kasus
No
Jadwal
November
Desember
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1
Penyusunan dan konsultasi proposal
2
Pengumpulan proposal
3
Validasi proposal
4
Revisi proposal
5
Pencarian kasus dan pengambilan data
6
Penyusunan dan konsultasi KTI
7
Pengumpulan draft KTI
8
Ujian hasil KTI
9
Revisi hasil KTI
10
Pengumpulan KTI Total Waktu
29 Minggu
Lampiran 2. Surat Permohonan Responden
Lampiran 3. Surat Persetujuan Responden (Informed Consent)
Lampiran 4. Surat Permohonan Izin Pengambilan Data dan Penelitian di RSUD Banyudono Kabupaten Boyolali
Lampiran 5. Surat Rekomendasi Penelitian di RSUD Banyudono Kabupaten Boyolali
Lampiran 6. Surat Pemberian Ijin Penelitian Karya Tulis Ilmiah (KTI) di RSUD Banyudono Kabupaten Boyolali
Lampiran 7. Asuhan Kebidanan Keluarga Berencana dan SOAP
ASUHAN KEBIDANAN KELUARGA BERENCANA PADA NY. E UMUR 31 TAHUN P3A0 DENGAN MEDIS OPERASI WANITA DI RSUD BANYUDONO, BOYOLALI
Ruang
: Poliklinik Obsgyn
Tanggal Masuk : 23 Maret 2016 No Registrasi
I.
: 032829
PENGUMPULAN/PENYAJIAN DATA DASAR SECARA LENGKAP
Tanggal : 23 Maret 2016
Pukul : 10.05 WIB
A. IDENTITAS PASIEN
IDENTITAS SUAMI
Nama Ibu
: Ny. E
Nama Suami : Tn. M
Umur
: 31 tahun
Umur
: 38 tahun
Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia
Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia
Agama
: Islam
Agama
: Islam
Pendidikan
: Sarjana
Pendidikan
: Sarjana
Pekerjaan
: Swasta
Pekerjaan
: Swasta
Alamat
: Bogor RT 13/06
Alamat
: Bogor RT 13/06
Bener, Wonosari,
Bener, Wonosari,
Klaten
Klaten
B. ANAMNESA (DATA SUBJEKTIF)
1. Alasan kunjungan: Ibu mengatakan ingin memeriksakan kehamilannya yang sudah lewat tanggal perkiraan lahir 2. Riwayat Perkawinan Menikah : 1 kali, status : sah Usia : 22 tahun, dengan suami umur : 29 tahun Lama menikah : 9 tahun, jumlah anak: 2 orang
3. Riwayat Menstruasi a. Menarche
: ibu mengatakan menstruasi pertama kali pada usia ± 12 tahun
b. Siklus
: ibu mengatakan ± 30 hari
c. Teratur/tidak : ibu mengatakan menstruasinya teratur d. Lama
: ibu mengatakan lama menstruasi ± 5-6 hari
e. Banyaknya
: ibu mengatakan ganti pembalut 3-4 kali sehari di hari 1-3
f. Sifat darah
: ibu mengatakan darah menstruasinya encer berwarna merah kecoklatan
g. Dismenorhoe : ibu mengatakan tidak pernah merasakan nyeri perut selama menstruasi 4. Riwayat Obstetri a. HPHT
: 13 Juni 2015
b. HPL
: 20 Maret 2016
Tabel Riwayat Kehamilan dan Persalinan yang Lalu Hamil ke
Tahun Partus
1
2007
2
2009
3
Tempat Partus RS Yarsis PKU Muh Solo
UK
Jenis Partus
Peno Long
9 bulan
SC
Dokter
9 bulan
SC
Dokter
Penyu lit Lilitan talpus Tidak ada
Sekarang
Tabel Riwayat Nifas yang Lalu JK (L/P) P L Sekarang
Anak BB (gr) 2900 3000
Nifas PB (cm) 50 51
Keadaan
Laktasi
Keadaan Sekarang
Normal Normal
1 tahun 2 tahun
Usia 9 tahun Usia 7 tahun
5. Riwayat KB a. Macam peserta KB : Ibu mengatakan pernah menggunakan alat kontrasepsi pil dan suntik 1 bulan b. Metode yang pernah dipakai : Ibu mengatakan pernah mengonsumsi pil selama 2 tahun dan selanjutnya berganti menggunakan suntik 1 bulanan selama 6 bulan c. Keluhan selama pemakaian : Ibu mengeluhkan merasa pusing 6. Riwayat Penyakit a. Riwayat penyakit sekarang : Ibu mengatakan saat ini dalam keadaan sehat, tidak menderita sakit apapun b. Riwayat penyakit sistemik : Ibu mengatakan tidak pernah menderita jantung berdebar, sesak nafas, kejang, batuk lebih 2 bulan, tekanan darah tinggi ataupun mata/tubuh berwarna kuning c. Riwayat penyakit keluarga : Ibu mengatakan di keluarganya maupun keluarga suaminya tidak ada yang menderita penyakit menular (TBC, hepatitis), menurun (DM, asma) maupun menahun (jantung, hipertensi) d. Riwayat keturunan kembar : Ibu mengatakan di keluarganya maupun keluarga suaminya tidak ada riwayat keturunan kembar e. Riwayat operasi : Ibu mengatakan pernah menjalani tindakan pembedahan berupa operasi Sectio Caesarea sebanyak 2 kali
7. Data Psikologis dan Sosial a. Data psikologis : Ibu mengatakan masih berkeinginan memiliki anak lagi, namun kondisinya yang tidak memungkinkan untuk hamil lagi b. Data sosial : Ibu
mengatakan
keluarganya
maupun
keluarga
suaminya
mendukung penuh atas keputusan tindakan steril yang dipilihnya 8. Data Kebiasaan Sehari-hari Tabel Pola Kebiasaan Sehari-hari Kebutuhan a) Nutrisi 1) Makan 2) Minum
Kebiasaan Sehari-hari •
•
•
•
•
b) Eliminasi 1) BAK 2) BAB
•
•
•
•
c) Istirahat 1) Siang 2) Malam d) Personal Hygiene
Pre Operasi
Keluhan
Frekuensi makan: 3 kali sehari Jenis : nasi, sayur, lauk Frekuensi minum : 68 kali sehari Jenis : air putih, teh manis, susu hamil Tidak ada pantangan dan alergi makanan
Ibu rencana puasa tanggal 24 Maret 2016 pukul 00.00 WIB
Tidak ada
Frekuensi BAK : 5-6 kali sehari Frekuensi BAB : 1 kali sehari Warna urin : kuning jernih Konsistensi feses : padat
Ibu sudah BAK 2 kali, warna urin kuning jernih. Ibu sudah BAB 1 kali
Tidak ada
1 jam sehari 5-7 jam sehari Mandi : 2 x/hari • Keramas : 2 x/minggu • Gosok gigi : 2 x/hari • Ganti baju : 2 x/hari •
Tidak ada
Ibu sudah mandi dan gosok gigi
Tidak ada
e) Pola Seksual
Frekuensi : 1 -2 x/ minggu
Tidak ada
f) Konsumsi obat-obatan/rokok : Ibu mengatakan tidak merokok, tidak minum jamu-jamuan dan hanya mengonsumsi obat yang diberikan bidan ataupun dokter C. PEMERIKSAAN FISIK (DATA OBJEKTIF)
1. Status Generalis a. Keadaan Umum
: baik
b. Kesadaran
: compos mentis
c. TTV Tekanan Darah
: 110/80 mmHg
Nadi
: 88 x/menit
Respirasi
: 18 x/menit
Suhu
: 36,8 0C
d. TB
: 160 cm
e. BB sebelum hamil
: 48 kg
f. BB sekarang
: 60 kg
2. Pemeriksaan Sistematis a. Kepala 1) Rambut
: berwarna hitam, panjang, tidak berketombe, tidak rontok
2) Muka
: simetris, tidak pucat, tidak ada udema
3) Mata
: simetris, konjungtiva merah muda, sklera putih
4) Hidung
: simetris, tidak ada polip, tidak ada sekret
5) Telinga
: simetris, bersih, tidak ada serumen
6) Mulut/gigi/gusi
: bersih, tidak ada stomatitis, tidak ada karies
b. Leher 1) Kelenjar Tiroid
: tidak ada pembesaran atau pembengkakan
2) Kelenjar Limfe
: tidak ada pembesaran atau pembengkakan
c. Dada dan Axilla 1) Dada
: simetris, tidak ada retraksi
2) Mammae a) Membesar
: normal
b) Tumor
: tidak ada
c) Simetris
: kanan kiri simetris
d) Puting
: menonjol
e) Areola
: menghitam
f) Kolostrum
: sudah keluar
3) Axilla a) Benjolan
: tidak ada
b) Nyeri
: tidak ada
d. Punggung 1) Pembengkakan
: tidak ada
2) Deformitas tulang belakang : tidak ada e. Abdomen 1) Inspeksi a) Pembesaran hati
: tidak ada
b) Pembesaran uterus : terjadi pembesaran uterus dikarenakan hamil 40+3 minggu c) Benjolan/tumor
: tidak ada
d) Nyeri tekan
: tidak ada
e) Luka bekas operasi : terdapat luka bekas SC melintang f) Pembesaran perut
: sesuai dengan usia kehamilan
g) Bentuk perut
: memanjang
h) Linea alba/nigra
: terdapat linea nigra
i) Striae albican/livide : tidak ada j) Kelainan
: tidak ada
k) Pergerakan anak
: tidak terlihat
2) Palpasi a) Kontraksi
: belum ada
b) Leopold I
: TFU 3 jari di bawah proccessus xypoideus, fundus teraba bulat, lunak
dan tidak melenting c) Leopold II
: bagian kanan teraba bagian-bagian kecil janin, bagian kiri teraba tahanan memanjang seperti papan
d) Leopold III
: bagian terbawah janin teraba bulat, keras dan tidak melenting
e) Leopold IV
: bagian terbawah janin belum masuk PAP, konvergen
f) TFU Mc Donald
: 31 cm
g) TBJ
: (TFU-12) x 155 = (31-12) x 155 = 2945 gr
3) Auskultasi a) DJJ : Punctum maximum
: kuadran kiri bawah
Frekuensi
: 144 x/menit, teratur
f. Anogenital 1) Vulva vagina a) Varices
: tidak ada
b) Luka
: tidak ada
c) Kemerahan
: tidak ada
d) Nyeri
: tidak ada
e) Kelenjar Bartholini
: tidak ada pembengkakan
f) Pengeluaran pervaginam (1) Keputihan
: terdapat sedikit lendir, tidak berbau
(2) Pengeluaran lain
: tidak ada
g. Ekstremitas 1) Varices
: tidak ada
2) Udema
: tidak ada
3) Reflek patella
: kanan +, kiri +
3. Pemeriksaan Penunjang a) Pemeriksaan Laboratorium Cek darah lengkap tanggal 23 Maret 2015 Pemeriksaan
Hasil
Rujukan
Satuan
Hemoglobin
12,0
12 – 16
gr/dl
Eritrosit
4,2
3,5 – 5
x 106 /mm3
Leukosit
9,800
4 – 10
x 106 /mm3
Hematokrit
36
36 – 47
%
Trombosit
256
150 – 400
x 106 /mm3
M. Pembekuan
5
38 0C), luka pada kandung kemih, emboli gas, rasa sakit pada lokasi pembedahan serta perdarahan di kulit bagian luka operasi. B. Instruksi dan Pesan
1. Istirahat cukup dan menjaga tempat sayatan operasi agar tidak basah minimal selama 2 hari 2. Melakukan kegiatan secara bertahap sesuai dengan perkembangan pemulihan. Umumnya klien akan merasa baik selama 7 hari 3. Tidak melakukan aktivitas seksual selama seminggu atau tunggu hingga sudah merasa nyaman 4. Jangan mengangkat beban berat atau yang menekan daerah operasi sekurang-kurangnya selama seminggu 5. Jika terdapat gejala-gejala seperti di bawah ini, segera memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan: a. panas/demam di atas 38 0c b. pusing dan rasa terputar/bergoyanh c. nyeri perut menetap atau meningkat d. keluar cairan atau darah dari luka operasi 6. Mengonsumsi analgesik (ibuprofen) setiap 4-6 jam untuk mengurangi nyeri. Jangan gunakan aspirin karena dapat meningkatkan perdarahan C. Kunjungan Ulang
Jadwal kunjungan ulang MOW dilakukan minimal 2 kali yaitu seminggu dan 2 minggu pasca tindakan MOW.
View more...
Comments