Assessment Psikologi Keterlambatan Bicara

June 13, 2019 | Author: Rony Agung Wahyudi | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download Assessment Psikologi Keterlambatan Bicara...

Description

KASUS Saya ibu yang bekerja bekerja mempunyai mempunyai putra berusia 4 tahun 1 bulan bulan yang mana sampai saat ini anak saya belum lancar mengucapkan kata, apalagi untuk merangka merangkaii kata. Apaka Apakah h

hal ini ini ada kaitannya kaitannya denga dengan n

tidak tidak bisa

diamnya anak saya (anak saya selalu ingin bergerak kesana kemari), tapi kalau kalau diajak diajak bercerita bercerita anak selalu selalu memanda memandang ng (kontak (kontak mata ada) malah malah kalau dia bicara kita tidak melihat ke matanya dia akan memalingkan wajah kita agar melihatnya. melihatnya.

1.1.Identifikasi Masalah Kasus Nama anak

: Putra (bukan nama sebenarnya)

Jenis kelamin

: La Laki-laki

Umur

: 4 tahun 1 bulan

Kebiasaan

: - tidak bisa diam - selalu memandang lawan bicara

Keluhan

: Belum

lancar

mengucapkan

kata

apalagi

merangkai kata

Dari kasus tersebut, dapat diketahui anak berumur 4 tahun lebih namun namun belum belum lanca lancarr menguc mengucap apkan kan kata kata apala apalagi gi berbi berbicar cara, a, hanya hanya menggunakan menggunakan bahasa isyarat tubuh saja. saja. Anak dapat merespon merespon setiap stimulus dari orang lain, anak selalu aktif bergerak. Dan ibu mereka sama-s sama-sama ama bekerj bekerja. a.

Masala Masalah h keterl keterlamb ambata atan n bicar bicara a pada pada anak

merupaka merupakan n masalah masalah yang cukup serius serius yang harus segera ditangani ditangani karena karena merupakan merupakan

salah salah satu penyebab penyebab gangguan gangguan perkemban perkembangan gan

yang paling paling sering ditemukan pada anak. Menurut Menurut Hurlock (2008: 194195) anak yang mengalami keterlambatan bicara, yaitu apabila tingkat perk perkem emba bang ngan an

bica bicara ra

anak anak

bera berada da

di

bawa bawah h

ting tingka katt

kual kualit itas as

perk perkem emba bang ngan an bica bicara ra anak anak pada pada umur umur yang yang sama sama.. Yang Yang dapa dapatt diket diketah ahui ui dari dari ketep ketepata atan n

pengg pengguna unaan an kata, kata, yang yang ditan ditandai dai dengan dengan

pengucap pengucapan an yang tidak jelas jelas dan dalam berkomuni berkomunikasi kasi hanya hanya dapat dapat menggunakan bahasa isyarat, sehingga orang tua maupun orang yang ada disekitarnya kurang dapat memahami anak. Dalam keterlambatan

1

bicara anak dapat memahami apa yang dibicarakan orang, namun dia mengalami kesulitan dalam dalam merespon dengan dengan menggunakan menggunakan kata-kata dan hanya dapat mengunakan bahasa isyarat saja. Dampak yang paling nyata dengan adanya keterlambatan bicara pada anak anak yaitu anak anak akan mengalami kesulitan dalam berkomunikasi berkomunikasi terhadap lingkungann lingkungannya, ya, orang disekitar disekitar anak akan akan susah memahami anak. Anak akan mengalami keputusasaan sebab mereka tidak dapat menjelaskan kebutuhan dan keinginan mereka kepada orang lain, anak   juga akan mengalami kesulitan bersosialisasi terhadap teman sebaya. Dan pada pada akhirnya akhirnya perkemban perkembangan gan anak akan mengalami mengalami gangguan gangguan karena tidak terpenuhinya keterampilan-keteramapilan yang dibutuhkan anak untuk dapat memenuhi tugas-tugas perkembangannya. Keterlambatan bicara tidak hanya mempengaruhi penyesuaian sosi sosial al dan dan prib pribad adii anak anak,, teta tetapi pi juga juga memp mempen enga garu ruhi hi peny penyes esua uaia ian n akad akadem emis is anak anak..

Peng Pengar aruh uh yang yang pali paling ng seri serius us adal adalah ah terh terhad adap ap

kemampua kemampuan n membaca yang merupaka merupakan n

mata pelajara pelajaran n pokok pada

awal awal seko sekola lah h anak anak.. Kemu Kemudi dian an kead keadaa aan n ini ini akan akan memp mempen enga garu ruhi hi kemamp kemampua uan n anak anak dalam dalam menge mengeja. ja. Ketida Ketidakma kmampu mpuan an berpr berprest estasi asi di seko sekola lah, h, diga digabu bung ngka kan n

deng dengan an masa masala lah h pene peneri rima maan an soci social al akan akan

menimbulkan rasa benci anak untuk bersekolah. Lebih jauh lagi, ini akan menghambat menghambat prestasi akademis anak.

1.2.Latar Belakang Baha Bahasa sa adal adalah ah bent bentuk uk atur aturan an atau atau sist sistem em lamb lamban ang g yang yang digu diguna naka kan n

anak anak

dala dalam m

berk berkom omun unik ikas asii

dan dan

bera berada dapt ptas asii

deng dengan an

lingkun lingkungann gannya ya yang dilakuka dilakukan n untuk untuk bertukar bertukar gagasan, gagasan, pikiran pikiran dan emosi. Bahasa bisa diekspresikan melalui bicara mengacu pada simbol verbal. Selain itu bahasa dapat juga diekspresikan melalui tulisan, tanda gestural gestural dan musik. Bahasa Bahasa juga dapat dapat mencakup mencakup aspek aspek komunikasi komunikasi nonve nonverba rball sepert sepertii gesti gestikul kulasi asi,, gestu gestural ral atau atau panto pantomim mim.. Gestik Gestikul ulasi asi adalah ekspresi gerakan tangan dan dan lengan untuk menekankan menekankan makna wicara. wicara. Pantomim Pantomim adalah adalah sebuah sebuah cara komunikasi komunikasi yang

mengubah mengubah

komuni komunikas kasii verba verball denga dengan n aksi aksi yang yang menca mencakup kup bebera beberapa pa gestu gestural ral (ekspres (ekspresii gerakan gerakan yang mengguna menggunakan kan setiap setiap bagian bagian tubuh) tubuh) dengan dengan

makna yang berbeda-beda. Gangguan bicara dan bahasa adalah salah satu penyebab gangguan perkembangan yang paling sering ditemukan pada anak. Keterlambatan bicara adalah keluhan utama yang sering dicemaskan dan dikeluhkan orang tua kepada dokter. Gangguan ini semakin hari tampak semakin meningkat pesat. Beberapa laporan menyebutkan angka kejadian gangguan bicara dan bahasa berkisar 5 - 10% pada anak sekolah. Penyebab

keterlambatan bicara sangat luas dan banyak,

Gangguan tersebut ada yang ringan sampai yang berat, mulai dari yang bisa membaik hingga yang sulit untuk membaik. Keterlambatan bicara fungsional merupakan penyebab yang sering dialami oleh sebagian anak. Keterlambatan bicara golongan ini biasanya ringan dan hanya merupakan tertentu

ketidakmatangan fungsi bicara pada anak. Pada usia

terutama

setelah

usia

2

tahun

akan

membaik.

Bila

keterlambatan bicara tersebut bukan karena proses fungsional maka gangguan tersebut harus lebih diwaspadai karena bukan sesuatu yang ringan. Semakin dini mendeteksi keterlambatan bicara, maka semakin baik kemungkinan pemulihan gangguan tersebut. Bila keterlambatan bicara tersebut nonfungsional maka harus cepat dilakukan stimulasi dan intervensi

dapat

dilakukan

pada

anak

tersebut.

Deteksi

dini

keterlambatan bicara harus dilakukan oleh semua individu yang terlibat dalam penanganan anak ini. Kegiatan deteksi dini ini melibatkan orang tua, keluarga, dokter kandungan yang merawat sejak kehamilan dan dokter anak yang merawat anak tersebut. Sehingga dalam deteksi dini tersebut harus bisa mengenali apakah keterlambatan bicara anak kita merupakan sesuatu yang fungsional atau yang nonfungsional. Berdasarkan Keterlambatan

kesimpulan

Berbicara

di

dapat

atas,

maka

didefinisikan

dapat

Gangguan

sebagai

gangguan

kemampuan dalam berbahasa yang dialami oleh individu, dalam hal ini anak-anak, yang dilihat berdasarkan dalam tahapan perkembangan berbicara dan bahasa, yang disebabkan oleh beberapa factor yaitu factor fungsional (gangguan pendengaran) dan factor nonfungsional

3

(komunikasi dengan orangtua atau lingkungan sosialnya).

1.3.Landasan Teori 1.3.1.

Tahapan Perkembangan Kemampuan Bicara dan Berbahasa Berikut ini akan disajikan informasi seputar tahapan perkembangan bahasa dan bicara seorang anak. Namun perlu diperhatikan, bahwa batasan-batasan yang tertera juga bukan merupakan batasan yang kaku mengingat keunikan setiap anak berbeda satu dengan yang lain. (1995)

tahapan

berbahasa

Menurut Dr. Miriam Stoppard

perkembangan

dapat

dibagi

kemampuan

sebagai

berikut

bicara

dan

(www.e-

psikologi.com) : 1) 0 - 8 Minggu Pada masa awal, seorang bayi akan mendengarkan dan mencoba mengikuti suara yang didengarnya. Sebenarnya tidak hanya itu, sejak lahir ia sudah belajar mengamati dan mengikuti gerak tubuh serta ekspresi wajah orang yang dilihatnya dari jarak tertentu. Meskipun masih bayi, seorang anak akan mampu memahami dan merasakan adanya komunikasi dua arah dengan memberikan respon lewat gerak tubuh dan suara. Sejak dua minggu pertama, ia sudah mulai terlibat dengan percakapan, dan pada minggu ke-6 ia akan mengenali suara sang ibu, dan pada usia 8 minggu, ia mulai mampu memberikan respon terhadap suara yang dikenalinya. 2) 8 - 24 Minggu Tidak lama setelah seorang bayi tersenyum, ia mulai belajar mengekspresikan dirinya melalui suara-suara yang sangat lucu dan sederhana, seperti “eh”, “ah”, “uh”, “oh” dan tidak lama kemudian ia akan mulai mengucapkan konsonan seperti “m”, “p”, “b”, “j” dan “k”. Pada usia 12 minggu, seorang bayi sudah mulai terlibat pada percakapan “tunggal” dengan

menyuarakan “gaga”, “ah goo”, dan pada usia 16 minggu, ia makin mampu mengeluarkan suara seperti tertawa atau teriakan riang, dan bublling. Pada usia 24 minggu, seorang bayi akan mulai bisa menyuarakan “ma”, “ka”, “da” dan sejenisnya.

Sebenarnya

banyak

tanda-tanda

yang

menunjukkan bahwa seorang anak sudah mulai memahami apa yang orang tuanya atau orang lain katakan. Lucunya, anak-anak itu akan bermain dengan suaranya sendiri dan terus mengulang apa yang didengar dari suaranya sendiri. 3) 28 Minggu - 1 Tahun Usia 28 minggu seorang anak mulai bisa mengucapkan “ba”, “da”, “ka” secara jelas sekali. Bahkan waktu menangis pun vokal suaranya sangat lantang dan dengan penuh intonasi. Pada usia 32 minggu, ia akan mampu mengulang beberapa suku kata yang sebelumnya sudah

mampu

diucapkannya. Pada usia 48 minggu, seorang anak mulai mampu sedikit demi sedikit mengucapkan sepatah kata yang sarat dengan arti. Selain itu, ia mulai mengerti kata “tidak” dan mengikuti instruksi sederhana seperti “bye-bye” atau main “ciluk-baa”. Ia juga mulai bisa meniru bunyi binatang seperti “guk”, “kuk”, “ck” 4) 1 Tahun - 18 Bulan Pada usia setahun, seorang

anak akan mampu

mengucapkan dua atau tiga patah kata yang punya makna. Sebenarnya, ia juga sudah mampu memahami sebuah obyek sederhana yang diperlihatkan padanya. Pada usia 15 bulan, anak mulai bisa mengucapkan dan meniru kata yang sederhana

dan

sering

didengarnya

untuk

kemudian

mengekspresikannya pada porsi / situasi yang tepat. Usia 18 bulan,

ia sudah

mampu

menunjuk obyek-obyek

yang

dilihatnya di buku dan dijumpainya setiap hari. Selain itu ia   juga mampu menghasilkan kurang lebih 10 kata yang

5

bermakna. 5) 18 Bulan - 2 Tahun Pada rentang usia ini, kemampuan bicara anak semakin tinggi dan kompleks. Perbendaharaan katanya pun bisa mencapai 30 kata dan mulai sering mengutarakan pertanyaan sederhana, seperti “mana ?”, “dimana?” dan memberikan  jawaban singkat, seperti “tidak”, “disana”, “disitu”, “mau”. Pada usia ini mereka juga mulai menggunakan kata-kata yang menunjukkan kepemilikan, seperti “punya ani”, “punyaku”. Bagaimana

pun

juga,

sebuah

percakapan

melibatkan

komunikasi dua belah pihak, sehingga anak juga akan belajar  merespon setelah mendapatkan stimulus. Semakin hari ia semakin luwes dalam menggunakan kata-kata dan bahasa sesuai

dengan

situasi

yang

sedang

dihadapinya

dan

mengutarakan kebutuhannya. Namun perlu diingat, oleh karena perkembangan koordinasi motoriknya juga belum terlalu sempurna, maka kata-kata yang diucapkannya masih sering kabur, misalnya “balon” jadi “aon”, “roti” jadi “oti” 6) 2 Tahun - 3 Tahun Seorang anak mulai menguasai 200 – 300 kata dan senang bicara sendiri (monolog). Sekali waktu ia akan memperhatikan kata-kata yang baru didengarnya untuk dipelajari secara diam-diam. Mereka mulai mendengarkan pesan-pesan yang penuh makna, yang memerlukan perhatian dengan penuh minat dan perhatian. Perhatian mereka juga semakin luas dan semakin bervariasi. Mereka juga semakin lancar dalam bercakap-cakap, meski pengucapannya juga belum sempurna. Anak seusia ini juga semakin tertarik mendengarkan cerita yang lebih panjang dan kompleks. Jika diajak bercakap-cakap, mudah bagi mereka untuk loncat dari satu topik pembicaraan ke yang lainnya. Selain itu, mereka sudah mampu menggunakan kata sambung “sama”, misalnya

“ani pergi ke pasar sama ibu”, untuk menggambarkan dan menyambung dua situasi yang berbeda. Pada usia ini mereka   juga bisa menggunakan kata “aku”, “saya” “kamu” dengan baik dan benar. Dengan banyaknya kata-kata yang mereka pahami, mereka semakin mengerti perbedaan antara yang terjadi di masa lalu, masa kini dan masa sekarang. 7) 3 - 4 Tahun Anak mulai mampu menggunakan kata-kata yang bersifat perintah; hal ini juga menunjukkan adanya rasa percaya diri yang kuat dalam menggunakan kata-kata dan menguasai keadaan. Mereka senang sekali mengenali katakata baru dan terus berlatih untuk menguasainya. Mereka menyadari,

bahwa

dengan

kata-kata

mereka

mengendalikan situasi seperti yang diinginkannya,

bisa bisa

mempengaruhi orang lain, bisa mengajak teman-temannya atau ibunya. Mereka juga mulai mengenali konsep-konsep tentang

kemungkinan,

kesempatan,

dengan

“andaikan”,

“mungkin”, “misalnya”, “kalau”. Perbendaharaan

katanya

makin banyak dan bervariasi seiring dengan peningkatan penggunaan kalimat yang utuh. Anak-anak itu juga makin sering

bertanya

sebagai

ungkapan

rasa

keingintahuan

mereka, seperti “kenapa dia Ma ?”, “sedang apa dia Ma?”, “mau ke mana ?”

7

1.3.2.

Faktor Penyebab Keterlambatan Bicara Penyebab gangguan bicara dan bahasa disebabkan oleh beberapa faktor yaitu: 1) Faktor fisiologis Keterlambatan

bicara

seringkali

disebabkan

oleh

masalah pada alat pendengaran, sistem pendengaran dan pada areal otak yang mengatur mekanisme pendengaranbicara serta otak yang memproduksi kemampuan berbicara. Sehingga

dalam

keterlambatan

bicara

dibutuhkan

pemeriksaan secara klinis. Menurut beberapa ahli komunikasi,

bicara adalah

kemampuan anak untuk berkomunikasi dengan bahasa oral (mulut) yang membutuhkan kombinasi yang serasi dari sistem neuromuskular untuk mengeluarkan fonasi dan artikulasi suara. Proses bicara melibatkan beberapa sistem dan fungsi tubuh, melibatkan sistem pernapasan, pusat khusus pengatur bicara di otak dalam korteks serebri, pusat respirasi di dalam batang otak dan struktur artikulasi, resonansi dari mulut serta rongga hidung. Terdapat 2 hal proses terjadinya bicara, yaitu proses sensoris dan motoris. Aspek sensoris meliputi pendengaran, penglihatan, dan rasa raba berfungsi untuk memahami apa yang didengar, dilihat dan dirasa. Aspek motorik yaitu mengatur laring, alat-alat untuk artikulasi, tindakan artikulasi dan laring yang bertanggung jawab untuk pengeluaran suara. Di dalam otak terdapat

3 pusat yang mengatur 

mekanisme berbahasa, dua pusat bersifat reseptif yang mengurus penangkapan bahasa lisan dan tulisan serta satu pusat lainnya bersifat ekspresif yang mengurus pelaksanaan bahasa lisan dan tulisan. Ketiganya berada di hemisfer 

dominan dari otak atau sistem susunan saraf pusat. Kedua pusat bahasa reseptif tersebut adalah area 41 dan 42 disebut area wernick, merupakan pusat persepsi auditoro-leksik yaitu mengurus pengenalan dan pengertian segala sesuatu yang berkaitan dengan bahasa lisan (verbal). Area 39 broadman adalah pusat persepsi visuo-leksik yang mengurus pengenalan dan pengertian segala sesuatu yang bersangkutan dengan bahasa tulis. Sedangkan area Broca adalah pusat

bahsa

ekspresif. Ketiga pusat

tersebut

berhubungan satu sama lain melalui serabut asosiasi. Saat mendengar pembicaraan maka getaran udara yang ditimbulkan akan masuk melalui lubang telinga luar  kemudian menimbulkan getaran pada membrane timpani. Dari sini rangsangan diteruskan oleh ketiga tulang kecil dalam telinga tengah ke telinga bagian dalam. Di telinga bagian dalam terdapat reseptor sensoris untuk pendengaran yang disebut Coclea. Saat gelombang suara mencapai coclea maka impuls ini diteruskan oleh saraf VII ke area pendengaran primer di otak diteruskan ke area wernick. Kemudian jawaban diformulasikan dan disalurkan dalam bentuk artikulasi, diteruskan ke area motorik di otak yang mengontrol gerakan bicara. Selanjutnya proses bicara dihasilkan oleh getaran vibrasi dari pita suara yang dibantu oleh aliran udara dari paru-paru, sedangkan bunyi dibentuk oleh gerakan bibir, lidah dan palatum (langit-langit). Jadi untuk proses bicara diperlukan koordinasi sistem saraf  motoris dan sensoris dimana organ pendengaran sangat penting.

9

a. Hambatan pendengaran Pada

beberapa

kasus,

hambatan

pada

pendengaran berkaitan dengan keterlambatan berbicara. Kadang-kadang cacat pendengaran atau tuna rungu semu terjadi di sini. Tuna rungu semu adalah tuna rungu yang tidak sebenarnya. Karena tidak ada masalah baik pada alat pendengaran, alat berbicara maupun organisasi sstem

indrawinya.

Tetapi

kecacatan

anak

yang

disebabkan oleh orang tua yang tidak sengaja telah mengucilkan anak dari lingkungannya. Ia tidak diberi bekal informasi yang mantap untuk terus bereksplorasi. Anak

disuruh

penjelasan.

menonton

duna

tanpa

suara

tanpa

Jika anak mengalami kesulitan dalam

pendengaran, maka dia akan mengalami kesulitan dalam memahami, meniru dan menggunakan bahasa. Salah satu

penyebab

dari

gangguan

pendengaran

yaitu

terjadinya infeksi pada telinga.

b. Hambatan perkembangan pada otak yang menguasai kemampuan oral-motor  Adanya masalah pada area oral-motor di otak menyebabkan terjadinya ketidakefisienan hubungan di daerah otak yang bertanggung jawab menghasilkan bicara.

Akibatnya

menggunakan

anak

bibir, lidah

mengalami

kesulitan

bahkan rahangnya

menghasilkan bunyi kata tertentu.

2) Faktor Lingkungan

untuk

a. Masalah pembelajaran dan komunikasi dengan orang tua Masalah komunikasi dan interaksi dengan orang tua tanpa disadari memiliki peran yang penting dalam membuat anak mempunyai kemampuan berbicara dan berbahasa

yang tinggi.

Sebagai

contoh,

ibu

yang

pendiam akan menciptakan masa depan anak menjadi kelabu, karena bahasa sebagai alat sosialisasi dan alat berpikir manusia akan tumbuh kerdil pada jiwa anak. Banyak orang tua yang tidak menyadari bahwa cara mereka

berkomunikasi

dengan

anaklah

yang

juga

membuat anak tidak punya banyak perbendaharaan katakata, kurang dipacu untuk berpikir logis, analisa atau membuat

kesimpulan dari kalimat-kalimat yang sangat

sederhana sekali pun. Sering orang tua malas mengajak anaknya bicara panjang lebar dan hanya bicara satu, dua patah

kata saja yang isinya instruksi atau jawaban

sangat singkat. Keramahan dan banyak bicara pada anak dituntut lebih banyak bila kita berhadapan atau mensiasati anak-anak yang bermasalah. Selain itu, anak yang tidak pernah diberi kesempatan untuk mengekspresikan diri sejak dini (lebih banyak menjadi pendengar pasif) karena orang tua terlalu memaksakan dan hanya member  instruksi pandangan mereka sendiri atau keinginan mereka tanpa member kesempatan pada anaknya untuk member umpan balik, hal ini juga dapat mempengaruhi kemampuan

bicara,

menggunakan

kalimat

dan

berbahasa.

b. Faktor televisi Sejauh ini, kebanyakan nonton televisi pada anakanak usia batita merupakan faktor yang membuat anak

11

lebih menjadi pendengar pasif. Pada saat nonton televisi, anak akan lebih sebagai pihak yang menerima tanpa harus mencerna dan memproses informasi yang masuk. Belum lagi suguhan yang ditayangankan berisi adeganadegan yang seringkali tidak dimengerti oleh anak dan bahkan sebenarnya

traumatis

(karena

menyaksikan

adegan perkelahian, kekerasan, seksual atau pun acara yang tidak disangka member kesan yang mendalam karena egosentrisme yang kuat pada anak dank arena kemampuan kognitif yang masih belum berkembang). Akibatnya, dalam

jangka waktu tertentu yang mana

seharusnya

mendapat

otak

banyak

stimulasi

dari

lingkungan atau orang tua untuk kemudian memberikan timabal balik kembali, namun karena yang memberikan stimulasi adalah televise (yang tidak membutuhkan respon apa-apa dari penontonnya) maka sel-sel otak yang mengurusi masalah bahasa dan bicara akan terhambat perkembangannya.

3) Faktor Psikologis Keterlambatan dalam berbicara juga perlu diperiksa secara psikologis agar dapat dipahami fungsi-fungsi lain yang berhubungan dengan kemampuan berbicara dan berbahasa seperti tingkat intelegensi dan tingkat sosialemosional anak. Dalam hal ini, orang tua mempunyai pengaruh

untuk

meningkatkan

perkembangan

sosial-

emosional pada anak. Anak-anak perlu dilatih emosinya dan pengenalan irama, anak juga belajar mengucapkan katakata dalam nyanyian tersebut. Selain itu, anak juga diberikan tempat yang seluas-luasnya untuk berinteraksi dengan orang lain, dikenalkan pada berbagai aturan, norma dan disiplin, mengerti suasana hati anak dengan selalu member 

sentuhan emosional, atau sentuhan kehangatan (emotionalattachment), Dengan merangkul atau memeluknya dan yang terpenting bagaimana memberikan waktu panjang pada anak untuk mengasah kreativitasnya. Untuk melihat semua itu, maka perlu dilakukan pemeriksaan psikologis. Pemeriksaan secara psikologis ini  juga dimaksudkan untuk melihat sejauh mana pengaruh dari hambatan yang dialami anak tersebut terhadap kemampuan emosional dan intelektualnya.

1.3.3. Tipe gangguan Perkembangan Bahasa Anak Menurut Sutadi dan Deliana dalam “Permasalahan anak Taman kanak-kanak” membagi tipe gangguan perkembangan bahasa menjadi tiga: 1) Gangguan memahami bahasa yang diterima Gangguan terdapat pada anak-anak yang mengalami lemah mental berat. Gangguan ini sudah bisa dilihat sejak awal oleh orangtua. Anak dengan gangguan ini disarankan untuk dimasukkan ke sekolah luar biasa.

2) Gangguan pada bahasa yang telah dikuasai, sebagai akibat dari trauma atau gangguan neurologi Pada gangguan ini, perlakuan yang dapat diberikan adalah tindakan medis. Kalau ada anak yang mengalami gangguan

semacam

ini

di

sekolah,

guru

sebaiknya

menganjurkan kepada orangtuanya untuk memeriksakannya ke dokter.

13

3) Keterlambatan dalam berbahasa a. Tipe

reseptif

(kesukaran

menerima

bahsa yang dibicarakan) Gangguan berbahasa tipe reseptif adalah kegagalan untuk mengembangkan pengertian bahasa (decoding) dan ekspresi

vocal

bahasa

(encoding).

Gangguan

ini

disebabkan oleh kekurangan yang terdapat dalam persepsi sensori (pengenalan symbol-simbol) visual (gambar), atau auditori

(suara),

atau

integrasi

keduanya

yaitu

menghubungkan atau memanipulasi symbol-simbol visual dan auditori. Contohnya mengenal bahwa antara sepatu dan kaus kaki terdapar semacam hubungan, gudang ingatan (kemampuan memproduksi rangkaian symbol visual atau auditorik beberapa saat setelah disajikan. Contoh lain, anak yang baru melihat gambar rumah, tidak dapat mengatakan bahwa itu adalah rumah karena gudang ingatannya

terganggu, juga

kemampuan

memberikan

urutan (kemampuan untuk mengenal symbol secara berurutan seperti yang disajikan) terganggu, misalnya setelah diperkenalkan symbol angka dari angka satu sampai sepuluh, anak tidak bias menyebutkannya secara urut.

b. Tipe ekspresif  Gangguan mengembangkan

tipe ekspresi

ini vocal

adalah bahasa

kegagalan (encoding)

sedangkan kemampuannya untuk mengerti bahasa tetap utuh. Artikulasi (pegucapan kata) umumnya immature (belum matang) dan huruf-huruf yang sulit dibunyikan seperti “R”, “S”, “L”, “Z”, dan “Y” sering dilewati atau diganti

dengan huruf lain misalnya “R” menjadi “L”, “L” menjadi “Y”, “S”

menjadi

mendangar

“T”,

dan

orang

sebagainya.

mengucapkan

Misalnya

“sandal”,

tapi

anak dia

menirukan kata tersebut dengan “tandal”, tetapi dia mengerti apa yang dimaksud dengan “sandal” itu, hanya pengucapan saja yang tidak sempurna.

1.4.Pengertian Assessment Dan Tujuan Assessment 1.4.1. Pengertian Assessment “Proses mengumpulkan informasi yang biasanya digunakan

sebagai

dasar

untuk

pengambilan

keputusan yang nantinya akan dikomunikasikan kepada pihak-pihak terkait oleh asesor”  (Nietzel dkk,1998). 1.4.2. Tujuan Assessment Psikologi Tujuan assessment ini

adalah untuk

membuat

deskripsi, membuat potret yang akurat mengenai status psikologis seseorang.

1.4.3. Tahapan Assessment Psikologi 1) Screening , kesanggupan pendekatan

yaitu

memprediksi

assessor yang

akan

dan

tentang

menentukan

digunakan

kepada

assesee berdasarkan usia, kepribadian, dan halhal yang bersifat personal dari assesee. 2) Identifikasi masalah, yaitu menjabarkan secara  jelas tentang kesulitan yang dialami oleh assesee serta menganalisis factor-faktor yang mungkin berpengaruh dalam gangguan yang dialami oleh

15

assesee. 3) Seleksi treatment, yaitu menentukan metode dan instrument yang akan digunakan dalam proses treatment. 4) Evaluasi

treatment,

yaitu

evaluasi

terhadap

keefektifan treatment yang telah diberikan. Dalam tahapan ini akan ditentukan apakah treatmenttreatment tersebut berhasil atau tidak dalam menangani gangguan yang dialami oleh assesee.

1.5.RANCANGAN Rancangan assessment keterlambatan bicara fungsional biasanya tidak memerlukan penanganan secara khusus. Keterlambatan bicara golongan ini biasanya akan membaik setelah usia 2 tahun. Meskipun penyebabnya bukan karena kurang stimulasi, tetapi keadaan ini memerlukan stimulasi yang lebih dibandingkan anak yang normal. Stimulasi yang lebih ini tidak harus melalui terapi bicara oleh seorang terapis yang memerlukan dana dan waktu yang tidak sedikit. Meskipun terapi bicara juga tidak merugikan bagi anak. Pada anak normal tanpa gangguan bicara dan bahasa juga perlu dilakukan stimulasi kemampuan bicara dan bahasa sejak lahir. Bahkan bisa juga dilakukan stimulasi sejak dalam kandungan. Dengan stimulasi lebih dini diharapkan kemampuan bicara dan bahsa pada anak lebih optimal, sehingga dapat meningkatkan kualitas komunikasinya. Pada

keterlambatan

bicara

nonfungsional

harus

dilakukan

stimulasi dan intervensi sejak dini secara khusus oleh tenaga profesional sesuai penyebabnya. Semakin dini upaya tersebut dilakukan akan meningkatkan keberhasilan penanganan keterlambatan bicara tersebut. Gangguan keterlambatan nonfungsional perlu dilakukan pendekatan secara multi disiplin ilmu. Penanganan keterlambatan bicara dilakukan

pendekatan medis

sesuai dengan penyebab kelainan

tersebut. Multi disiplin ilmu yang terlibat adalah dokter anak dengan minat tumbuh kembang anak, neurologi anak, gastroenterologi anak, alergi anak, psikolog anak, psikiater anak, rehabilitasi medik, serta klinisi atau praktisi lainnya yang berkaitan. 1.5.1. Metode Assessment 1) Interview Interview merupakan

merupakan

sumber

yang

dasar

dalam

sangat

luas.

asesmen Ada

dan

beberapa

kelebihan interview antara lain: a. Merupakan hal biasa dalam interaksi sosial sehingga memungkinkan

untuk mengumpulkan sampel tentang

perilaku verbal atau non verbal individu bersama-sama. b. Tidak membutuhkan peralatan atau perlengkapan khusus dan dapat dilakukan dimanapun juga. c. Mempunyai tingkat fleksibilitas yang tinggi. Klinisi bebas untuk melakukan inquiry (pendalaman) terhadap topik pembicaraan yang mungkin dapat membantu proses asesmen. Tetapi interview dapat terdistorsi oleh karakteristik dan pertanyaan interviewer, karakteristik klien dan oleh situasi pada saat interview berlangsung maka dari itu selain interview, assessor juga memetode aaessment yang lain untuk melengkapi data interview.

2) Observasi Tujuan observasi adalah untuk mengetahui lebih jauh di luar

apa

yang

dikatakan

klien.

Banyak

yang

mempertimbangkan bahwa observasi langsung mempunyai tingkat validitas yang tertinggi dalam asesmen. Hal itu berhubungan dengan kelebihan observasi antara lain:

17

a. Observasi dilakukan secara langsung dan mempunyai kemampuan

untuk

menghindari

permasalahan

yang

muncul selama interview dan tes seperti masalah memori,  jenis respon, motivasi dan bias situasional. b. Relevansinya terhadap perilaku yang menjadi topik utama. Misalnya

perilaku

agresif

anak

dapat

diobservasi

sebagaimana perilaku yang ditunjukkan dalam lingkungan bermain dimana masalah itu telah muncul. c. Observasi

dapat

mengases

perilaku

dalam

konteks

sosialnya. Misalnya untuk memahami seorang pasien yang kelihatan depresi setelah dikunjungi keluarganya, akan lebih bermakna dengan mengamati secara langsung daripada bertanya, “ Apakah Anda pernah depresi?”. d. Dapat mendeskripsikan perilaku secara khusus dan detail. Misalnya

untuk

mengetahui

tingkat

gairah

seksual

seseorang dapat diobservasi dengan banyaknya cairan vagina yang keluar atau observasi melalui bantuan kamera.

3) Test Seperti interview, tes juga memberikan sampel perilaku individu, hanya saja dalam tes stimulus yang direspon klien lebih terstandardisasikan daripada interview. Bentuk tes yang sudah standar tersebut membantu untuk mengurangi bias yang mungkin muncul selama proses asesmen berlangsung. Respon yang diberikan biasanya dapat diubah dalam bentuk skor dan dibuat analisis kuantitatif. Hal itu membantu klinisi untuk

memahami

klien.

Skor

yang

didapat

diinterpretasi sesuai dengan norma yang ada.

1.6.Alat Ukur  1.6.1. Check list (Observasi)

kemudian

a. Lembar observasi untuk anak No. 1.

Aspek

Selalu

Sering

Kadangkadang

Jarang

Tidak pernah

a. Menyendiri b. Rendah diri c. Diberikan intervensi yang bersifat menekan oleh keluarganya d. Cepat merespon lawan bicara e. Penggunaa n bahasa isyarat f. Bersikap pasif dalam berinteraksi dengan lingkungan g. Takut mengemuk akan pendapat h. Memanfaat kan fasilitas yang berhubunga n dengan perkemban gan bahasa i. Berkumpul dengan anggota keluarga lain j. Kontak mata dengan lawan

19

bicara

1.6.2. Interview Guide 1) Aspek fisiologis dan neurologis a. Bagaimana kondisi kesehatan anak ibu ketika masih di dalam kandungan? b. Bagaimana asupan gizi yang dikonsumsi oleh si ibu saat mengandung? c. Bagaimana riwayat kesehatan anggota keluarga (ayah, ibu, keluarga besar)?

2) Aspek Psikologis a. Bagaimana perkembangan bahasa / bicara pada anak? b. Bagaimana hubungan interaksi anak dengan anggota keluarga lainnya? c. Bagaimana

hubungan interaksi

anak

dengan

teman

sebayanya? d. Sejauhmana anak diberikan dorongan atau rangsangan untuk berbicara? e. Bagaimana gambaran pribadi anak? f.

Seberapa besarkah minat anak untuk belajar berbicara?

3) Aspek lingkungan a. Sejauhmana

peran

orangtua

dalam

memfasilitasi

perkembangan bahasa anak? b. Apa saja aktivitas yang dilakukan oleh anak di rumah dan lingkungan sekitar?

1.6.3. Tes Psikologi Macam-macam

test

yang

digunakan

dalam

assessment

keterlambatan bicara pada anak, antara lain: 1) Tes Stanfort-Binet Untuk mengungkap inteligensi seorang anak, maka digunakan tes binet atau Stanford-Binet Intelligence Scale. Materi yang terdapat dalam Skala Stanford-Binet berupa sebuah kotak berisi bermacam-macam benda mainan tertentu yang akan disajikan pada anak-anak (sebagaimana telah disebutkan terdahulu, skala ini dimaksudkan untuk mengukur  inteligensi anak-anak), dua buah buku kecil yang memuat cetakan kartu-kartu, sebuah buku catatan untuk mencatat   jawaban

dan

skornya,

dan

sebuah

manual/petunjuk

pelaksanaan pemberian tes. Versi terbaru skala StanfordBinet diterbitkan pada tahun 1986. dalam revisi terakhir ini konsep

inteligensi

dikelompokkan

menjadi

empat

tipe

penalaran yang masing-masing diwakili oleh beberapa tes. Yang pertama adalah tipe penalaran yang diwakili oleh tes kosakata dan keganjilan. Kedua, penalaran kuantitatif diwakili oleh tes kuantitatif dan rangkaian angka. Yang ketiga adalah penalaran visual abstrak dengan tes melipat kertas dan mengkopi. Dan terakhir adalah memori jangka pendek yang meliputi tes memori kalimat, memori sajian urutan benda. Dalam tes ini dapat diketahui mengenai perkembangan bahasa dan berbicara pada anak melalui subtest-subtest yang berhubungan dengan kemampuan bahasa dan berbicara anak seperti

dalam

subtestpenalaran

verbal

(kosakata

dan

keganjilan), penalaran kuantitatif (tes kuantitatif dan penalaran angka), dan memori jangka pendek (memori kalimat dan memori sajian urutan benda).

21

2) Skala Receptive Expressive Emergent Language Skala

Receptive

Expressive

Emergent

Language

(REEL) adalah salah satu jenis instrumen yang berbentuk kuesioner yang diisi oleh orang tua. REEL pertama kali dipakai tahun 1971, yang kemudian mengalami revisi pertama kali tahun 1991, dan yang terakhir, REEL -3, tahun 2003. Skala REEL menggunakan model penilaian tridimensi, yaitu menilai perkembangan bahasa menurut isi, bentuk dan pemakaian bahasa, menurut 4 tahap perkembangannya seperti yang iuraikan oleh Bzoch, dan juga menurut proses berbahasanya baik resptif maupun ekspresif. Kuesioner  penilaiannya dibagi dalam 2 subskala yaitu komponen bahasa reseptif dan bahasa ekspresif. Masing-masing subskala terdiri dari 66 pertanyaan. Empat tahap usia perkembangan bahasa dalam skala REEL adalah tingkat pertama ( 0- 3 bulan), kedua (3-9 bulan), ketiga (9-18 bulan ) dan tingkat keempat (18-36 bulan). 24 Kelompok usia yang terakhir ini yang akan dipakai dalam penelitian ini. Pengisian kuesioner dapat melalui wawancara langsung dengan orang tua atau care giver atau pemberi laporan dapat mengisi sendiri formulir kuesioner. Pengisian kuesioner ini membutuhkan waktu kira-kira 15-20 menit, dapat dilakukan di klinik atau dirumah. Tiap subskala REEL akan dihitung skor masing masing. Skor yang didapat dari tiap subskala ini merupakan nilai mentah

yang

akan

dikonversikan

lagi

menjadi

skor 

kemampuan bahasa reseptif dan ekspresif. Hasil penjumlahan nilai mentah reseptif dan ekspresif juga akan dikonversikan menjadi skor kemampuan bahasa (language ability score = LAS). Berdasarkan nilai kemampuan bahasa anak dapat ditentukan tingkat perkembangan bahasa, dengan demikian akan terlihat apakah ada keterlambatan dalam perkembangan

bahasanya.

3) Phonological Assessment Of Children (media.wiley.com) Phonological Assessment Of Children ini dikembangkan oleh Arthur J. Compton, Ph.D., alat ini telah diujicobakan kepada lebih dari 200 anak-anak dengan berbagai gangguan berbicara. Tes ini tepat digunakan untuk evaluasi dan analisis pola gangguan berbicara pada anak. Digunakan secara berurutan, ini membantu memberikan sebuah analisis bahasa yang lengkap pada kesalahan-kesalahan artikulasi anak-anak. Proses evaluasi dan analisisnya hanya membutuhkan waktu sekitar 45-60 menit. Phonological Assessment Of Children ini terdiri dari 51stimulus berupa gambar dan 25 panduan analisis respon. Dari tes ini dapat diperoleh contoh cara pengucapan yang

menggunakan

gambar

sebagai

stimulus.

Buku

panduannya akan membantu proses analisis kemampuan bahasa dan berbicara anak. Dan panduan desain khusus responakan membantu merekam hasil pada sebuah lembar  code berwarna,

23

Phonological Assessment Of Children Alur fungsi Phonological Assessment Of Children

4) Analysis of Incomplete Sentences Ini

merupakan salah

satu teknik proyeksi dalam

psikologi analisis. Tes ini mengungkap bagaimana perasaan, perilaku individu melalui proses melengkapi kalimat yang disajikan. Biasanya, tes ini berisi pernyataan tentang apa yang disukai atau tidak disukai, tentang keluarga, sahabat, dan teman, cita-cita, keinginan, apa yang menyebabkan anak itu sedih atau senang, dan bagaimana upaya assessor dalam memahami

masalah

yang

dihadapi

oleh

anak.

Untuk

mengetahui bagaimana kondisi psikis anak. Dan dari hasil tes ini dapat diketahui juga bagaimana kecemasan, ketakutan, dan

apa

yang

menghambatnya

untuk

pendapatnya. Berikut adalah beberapa contoh tes ini:

mengemukakan

Saya adalah _______________________  Ibu saya adalah ____________________  Ayah saya adalah ___________________  Saya harap ibu saya ________________  Saya harap ayah saya ________________  Saya takut jika ______________________  Saya berbicara ketika ________________  Saya diam ketika ___________________  Saya sulit untuk berbicara karena _______ 

5) HTP (House Tree Person) Tes ini dilakukan untuk mengetahui keadaan jiwa anak apakah keterlambatan dipengaruhi oleh keadaan psikis anak. Sebab

tes

ini

dirancang

untuk

menilai

penyesuaian

kepribadian seseorang. Dasar interpretasi pada ter HTP ini adalah dengan melihat tipe figure yang digambar, kompusisi dalam menggambar dan hubungan antar masing-masing figure dalam gambar.

25

DAFTAR PUSTAKA

Azwar, Saifuddin. 2006. Psikologi Inteligensi . Yogyakarta: Pustaka Pelajar  Hulock, Elizabeth. 2008. Perkembangan Anak . Jakarta: Erlangga Mahasiswa Psikologi UNNES (editor: Sri Maryati Deliana). 2006. Diagnosis Anak  Bermasalah. Semarang: Tidak diterbitkan Nur’aeni, M.A. 1997. Intervensi Dini Bagi Anak Bermasalah. Jakarta: Rineka Cipta Sutadi, Rusda Koto. Tanpa tahun. Permasalahan Anak Taman Kanak-Kanak . Jakarta: tidak diterbitkan Thomson, L Charles, dan Henderson, A. Donna. 2007. Counseling Childrent . California: Thomshon Brooks/Cole Wiramihardja, Sutardjo A. 2004. Pengantar Psikologi Klinis. Bandung: Refika Aditama http://www.e-psikologi.com/anak/bicara-1.htm http://www.e-psikologi.com/anak/bicara-2.htm http://www.e-psikologi.com/anak/bicara-3.htm http://speechandchildren.blogspot.com/2008/10/speech-screening-skreningbicara-pada.html http://www.carouselhouse.com/html/child_assessment.html http://eric.ed.gov/ERICWebPortal/custom/portlets/recordDetails/detailmini.jsp?  _nfpb=true&_&ERICExtSearch_SearchValue_0=ED403728&ERICExtSear  ch_SearchType_0=no&accno=ED403728 http://72.14.235.132/search? q=cache:UN5fyErLrUoJ:media.wiley.com/product_data/excerpt/32/0787978 1/0787978132-1.pdf+Slosson+Articulation, +Language+Test+with+Phonology+ (SALT+P)&hl=id&ct=clnk&cd=8&gl=id&client=firefox-a

30

27

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF