aspek medikolegal informed consent dan rekam medis.doc
October 1, 2017 | Author: Rraarraa Prisscielle | Category: N/A
Short Description
Download aspek medikolegal informed consent dan rekam medis.doc...
Description
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG “Informed consent” terdiri dari dua kata yaitu “informed” yang berarti telah mendapat penjelasan atau keterangan (informasi), dan “consent” yang berarti persetujuan atau memberi izin. Consent dibagi menjadi 2 yaitu expressed yang berarti dapat secara lisan atau tulisan, implied yang berarti yang dianggap telah diberikan. Jadi “informed consent” mengandung pengertian suatu persetujuan yang diberikan setelah mendapat informasi. Dengan demikian “informed consent” dapat didefinisikan sebagai persetujuan yang diberikan oleh pasien dan atau keluarganya atas dasar penjelasan mengenai tindakan medis yang akan dilakukan terhadap dirinya serta risiko yang berkaitan dengannya. 1,2 Persetujuan yang ditanda tangani oleh pasien atau keluarga terdekatnya tersebut, tidak membebaskan dokter dari tuntutan jika dokter melakukan kelalaian. Tindakan medis yang dilakukan tanpa persetujuan pasien atau keluarga terdekatnya, dapat digolongkan sebagai tindakan melakukan penganiayaan berdasarkan KUHP Pasal 351.3 Pelaksanaan informed consent wajib hukumnya bagi dokter/dokter gigi. Jika kewajiban informed consent ini diabaikan akan dapat merugikan salah satu pihak, baik dokter maupun pasien. Apabila pasien tidak puas dengan informasi yang diterima tentang barbagai aspek penyakit mereka, atau dokter menganggap informed consent merupakan suatu tugas yang dianggap sukar untuk dikerjakan, maka dapat mengakibatkan terjadinya tuntutan hukum, terhadap dokter selaku penyelenggara pelayanan kesehatan.1,2 Di Indonesia perkembangan “informed consent” secara yuridis formal, ditandai dengan munculnya pernyataan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) tentang “informed consent” melalui SK PB-IDI No. 319/PB/A.4/88 pada tahun 1988. Kemudian dipertegas lagi dengan PerMenKes No. 585 tahun 1989 tentang
“Persetujuan Tindakan Medik atau Informed Consent”. Hal ini tidak berarti para dokter dan tenaga kesehatan di Indonesia tidak mengenal dan melaksanakan “informed consent” karena jauh sebelum itu telah ada kebiasaan pada pelaksanaan operatif, dokter selalu meminta persetujuan tertulis dari pihak pasien atau keluarganya sebelum tindakan operasi itu dilakukan.3 Beberapa waktu belakangan ini Indonesia dirundung musibah transportasi berkali-kali. Salah satu yang memudahkan identifikasi para korban adalah melalui rekam medis 1. Pertimbangan yang melatarbelakangi perlunya dibuat rekam medik ialah untuk mendokumentasikan semua kejadian yang berkaitan dengan kesehatan pasien serta menyediakan media komunikasi diantara tenaga kesehatan bagi kepentingan perawatan penyakitnya yang sekarang maupun yang akan datang 2. Dalam pendidikan kedokteran waktu dulu pengetahuan rekam medis tidak diajarkan secara khusus, cukuplah didapatkan dari pengetahuan dan ketrampilan yang didapat pada waktu bekerja di bangsal. Namun, kini semakin dipahami, bahwa peranan rekam medis tidaklah terbatas pada asumsi yang yang dikemukakan diatas, tetapi jauh lebih luas dari sekedar catatan atau jembatan untuk mengingat kembali. Maka dalam pendidikan dokter dan program pendidikan dokter spesialis sekarang, rekam medik telah masuk dalam kurikulum pendidikan dibawah mata pelajaran Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan 3. Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan masyarakat terutama dalam bidang kesehatan dan hukum, maka untuk meminimalkan hal-hal yang dapat merugikan berbagai pihak, pembuatan rekam medis sangatlah penting. Dalam referat ini kami akan membahas mengenai rekam medis serta informed concent serta aspek medikolegalnya. 0 1
BAB II ASPEK MEDIKOLEGAL INFORMED CONSENT A. TUJUAN PELAKSANAAN INFORMED CONSENT 2
Dalam hubungan antara pelaksana (dokter) dengan pengguna jasa tindakan medis (pasien), maka pelaksanaan “informed consent”, bertujuan untuk melindungi pengguna jasa tindakan medis (pasien) secara hukum dari segala tindakan medis yang dilakukan tanpa sepengetahuannya, maupun tindakan pelaksana jasa tindakan medis yang sewenang-wenang, tindakan malpraktek yang bertentangan dengan hak asasi pasien dan standar profesi medis, serta penyalahgunaan alat canggih yang memerlukan biaya tinggi atau “over utilization” yang sebenarnya tidak perlu dan tidak ada alasan medisnya;1 Memberikan perlindungan hukum terhadap pelaksana tindakan medis dari tuntutan-tuntutan pihak pasien yang tidak wajar, serta akibat tindakan medis yang tak terduga dan bersifat negatif, misalnya terhadap “risk of treatment” yang tak mungkin dihindarkan walaupun dokter telah bertindak hati-hati dan teliti serta sesuai dengan standar profesi medik. Sepanjang hal itu terjadi dalam batas-batas tertentu, maka tidak dapat dipersalahkan, kecuali jika melakukan kesalahan besar karena kelalaian (negligence) atau karena ketidaktahuan (ignorancy) yang sebenarnya tidak akan dilakukan demikian oleh teman sejawat lainnya.Perlunya memberi inform consent pada pasien adalah untuk:2 a)
b)
Melindungi pasien terhadap segala tindakan medis yang dilakukan tanpa sepengetahuan pasien; 5 Memberikan perlindungan hukum kepada dokter terhadap akibat yang tidak terduga dan bersifat negatif, misalnya terhadap risk of treatment yang tak mungkin dihindarkan walaupun dokter sudah mengusahakan semaksimal mungkin dan bertindak dengan sangat hati-hati dan teliti.5 Fungsinya dimintakan informed consent dari pasien karena informed
consent mempunyai beberapa fungsi sebagai berikut :6 1. Penghormatan terhadap harkat dan martabat pasien selaku manusia 2. Promosi terhadap hak untuk menentukan nasibnya sendiri 3
3. Untuk mendorong dokter melakukan kehati-hatian dalam mengobati pasien 4. Menghindari penipuan dan misleading oleh dokter 5. Mendorong diambil keputusan yang lebih rasional 6. Mendorong keterlibatan publik dalam masalah kedokteran dan kesehatan 7. Sebagai suatu proses edukasi masyarakat dalam bidang kedokteran dan kesehatan. Dalam keadaan gawat darurat Informed consent tetap merupakan hal yang paling penting walaupun prioritasnya diakui paling bawah. Prioritas yang paling utama adalah tindakan menyelamatkan nyawa. Walaupun tetap penting, namun Informed consent tidak boleh menjadi penghalang atau penghambat bagi pelaksanaan emergency care sebab dalam keadaan kritis dimana dokter berpacu dengan maut, ia tidak mempunyai cukup waktu untuk menjelaskan sampai pasien benar-benar menyadari kondisi dan kebutuhannya serta memberikan keputusannya. Dokter juga tidak mempunyai banyak waktu untuk menunggu kedatangan keluarga pasien. Kalaupun keluarga pasien telah hadir dan kemudian tidak menyetujui tindakan dokter, maka berdasarkan doctrine of necessity, dokter tetap harus melakukan tindakan medik. Hal ini dijabarkan dalam PerMenKes Nomor 585/PerMenKes/Per/IX/1989 tentang Persetujuan Tindakan Medik, bahwa dalam keadaan emergency tidak diperlukan Informed consent. 7 Ketiadaan informed consent dapat menyebabkan tindakan malpraktek dokter, khususnya bila terjadi kerugian atau intervensi terhadap tubuh pasiennya. Hukum yang umum diberbagai Negara menyatakan bahwa akibat dari ketiadaan informed consent setara dengan kelalaian/keteledoran. Akan tetapi, dalam beberapa hal, ketiadaan informed consent tersebut setara dengan perbuatan kesengajaan, sehingga derajat kesalahan dokter pelaku tindakan tersebut lebih tinggi. Tindakan malpraktek dokter yang dianggap setara dengan kesengajaan adalah sebagai berikut :1
4
1. Pasien sebelumnya menyatakan tidak setuju terhadap tindakan dokter, tetapi dokter tetap melakukan tindakan tersebut. 2. Jika dokter dengan sengaja melakukan tindakan misleading tentang risiko dan akibat dari tindakan medis yang diambilnya. 3. Jika dokter dengan sengaja menyembunyikan risiko dan akibat dari tindakan medis yang diambilnya. 4. Informed consent diberikan terhadap prosedur medis yang berbeda secara substansial dengan yang dilakukan oleh dokter. B. JENIS-JENIS INFORMED CONSENT Informed Consent dalam profesi kedokteran (juga tenaga kesehatanan lainnya) adalah pernyataan setuju (consent) atau ijin dari pasien yang diberikan dengan bebas, rasional, tanpa paksaan (voluntary) tentang tindakan kedokteran yang akan dilakukan terhadapnya sesudah mendapatkan informasi cukup tentang tindakan kedokteran yang dimaksud.
1,5
Ada 2 bentuk Persetujuan Tindakan Medik (Informed Consent) yaitu tersirat atau dianggap telah diberikan (Implied Consent), yaitu bisa dalam keadaan normal (biasa) atau darurat, umumnya tindakan yang biasa dilakukan atau sudah diketahui umum misal menyuntik pasien. Bila pasien dalam keadaan gawat darurat ”Emergency” memerlukan tindakan segera, sementara pasien dalam keadaan tidak bisa memberikan persetujuan dan keluarganya pun tidak ditempat, maka dokter dapat melakukan tindakan medik terbaik menurut dokter (Permenkes No. 585 tahun 1989, pasal 11). Inform consent juga bisa dalam bentuk dinyatakan (Expressed Consent), yaitu persetujuan dinyatakan secara lisan atau tertulis. Persetujuan secara lisan diperlukan pada tindakan medis yang tidak mengandung resiko tinggi seperti pencabutan kuku, sedangkan persetujuan secara tertulis mutlak diperlukan pada tindakan medis yang mengandung resiko tinggi seperti tindakan pembedahan perlu surat pernyataan dari pasien/keluarga.Secara detail pembahagian dan contohnya adalah seperti berikut:1
1.
Implied Consent
5
Pasien menyetujui penjelasan yang diberikan oleh dokter atau suatu tindakan oleh dokter dengan isyarat. Sebagai contoh, ketika prosedur pengambilan darah rutin untuk pemeriksaan, pasien memberikan implied consent dengan hanya menghulurkan tangan untuk pengambilan darah.1 2. Explicit / Express Consent Express atau explicit consent adalah dimana patient dengan jelas menyatakan persetujuan untuk suatu tindakan medis. Persetujuan ini bisa dalam bentuk verbal atau tulisan.1,5 a) Verbal consent Verbal consent adalah suatu bentuk dari express consent dimana pasien menyetujui tindakan medis dokter secara verbal.1,6 b) Written consent Written consent adalah dimana seorang pasien menyetujui tindakan medis secara bertulis pada lembar inform consent yang telah disediakan.1 Kapan Dibutuhkan Persetujuan Tertulis? Informed
Consent
adalah
suatu
persetujuan
mengenai
akan
dilakukannya tindakan kedokteran oleh dokter terhadap pasiennya. Persetujuan ini bisa dalam bentuk lisan maupun tertulis. Pada hakikatnya Informed Consent adalah suatu proses komunikasi antara dokter dan pasien tentang kesepakatan tindakan medis yang akan dilakukan dokter terhadap pasien (ada kegiatan penjelasan rinci oleh dokter), sehingga kesepakatan lisan pun sesungguhnya sudah cukup. Penandatanganan formulir Informed Consent secara tertulis hanya merupakan pengukuhan atas apa yang telah disepakati sebelumnya. Formulir ini juga merupakan suatu tanda bukti yang akan disimpan di dalam arsip rekam medis pasien yang bisa dijadikan sebagai alat bukti bahwa telah terjadi kontrak terapeutik antara dokter dengan pasien. Pembuktian tentang adanya kontrak terapeutik dapat dilakukan pasien dengan mengajukan arsip rekam medis atau dengan persetujuan
6
tindakan medis (informed consent) yang diberikan oleh pasien. Bahkan dalam kontrak terapeutik adanya kartu berobat atau dengan kedatangan pasien menemui dokter untuk meminta pertolongannya, dapat dianggap telah terjadi perjanjian terapeutik.1 Persetujuan tertulis dalam suatu tindakan medis dibutuhkan saat :1 1. Bila tindakan terapeutik bersifat kompleks atau menyangkut resiko atau efek samping yang bermakna. 2.
Bila tindakan kedokteran tersebut bukan dalam rangka terapi.
3. Bila tindakan kedokteran tersebut memiliki dampak yang bermakna bagi kedudukan kepegawaian atau kehidupan pribadi dan sosial pasien. 4.
Bila tindakan yang dilakukan adalah bagian dari suatu penelitian.
C. INFORMASI YANG WAJIB DIBERIKAN DALAM INFORMED CONSENT 1. Diagnosa dan tata cara tindakan kedokteran serta penjelasan mengenai diagnosis dapat meliputi:1 a. Temuan klinis dari hasil pemeriksaan medis hingga saat tersebut. b. Diagnosis penyakit, atau dalam hal belum dapat ditegakan, maka sekurang-kurangnya diagnosis kerja dan diagnosis banding. c. Indikasi atau keadaan klinis pasien yang membutuhkan dilakukannya tindakan kedokteran. d. Prognosis apabila dilakukan tindakan dan apabila tidak dilakukan tindakan. 2. Tujuan tindakan kedokteran yang dilakukan dimana penjelasan tentang tindakan kedokteran yang dilakukan meliputi :1 7
a. Tujuan tindakan kedokteran yang dapat berupa tujuan preventif, diagnostik, terapeutik, ataupun rehabilitative. b. Tata cara pelaksanaan tindakan apa yang akan dialami pasien selama dan sesudah tindakan, serta efek samping atau ketidaknyamanan yang mungkin terjadi. 3. Serta alternatif tindakan lain dan risikonya.1 a. Alternatif tindakan lain berikut kelebihan dan kekurangannya dibandingkan dengan tindakan yang direncanakan. b. Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi pada masing-masing alternatif tindakan. c. Perluasan tindakan yang mungkin dilakukan untuk mengatasi keadaan darurat akibat risiko dan komplikasi tersebut atau keadaan tak terduga lainnya. 4. Risiko-risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi juga harus diberikan1 Penjelasan tentang risiko dan komplikasi tindakan kedokteran adalah semua risiko dan komplikasi yang dapat terjadi mengikuti tindakan kedokteran yang dilakukan, kecuali : a. b.
Risiko dan komplikasi yang sudah menjadi pengetahuan umum. Risiko dan komplikasi yang sangat j`arang terjadi atau yang
c.
dampaknya sangat ringan. Risiko dan komplikasi yang tidak dapat dibayangkan sebelumnya.
5. Prognosis terhadap tindakan yang dilakukan dan penjelasan tentang prognosis meliputi : a. b. c.
Pronosis tentang hidup matinya (ad vitam) Prognosis tentang fungsinya (ad functionam) Prognosis tentang kesembuhan (ad sanationam)
D. KETENTUAN INFORMED CONSENT
8
Ketentuan persetujuan informed consent sesuai dengan PERMENKES 290 Tahun 2008 menyebutkan bahwa persetujuan tindakan kedokteran adalah persetujuan yang diberikan oleh pasien atau keluarga terdekat setelah mendapatkan penjelasan secara lengkap mengenai tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan terhadap pasien. Keluarga terdekat yang dimaksud adalah suami atau
istri, ayah atau ibu kandung, anak-anak
kandung, saudara-sudara kandung atau pengampunya1,4 Seseorang dewasa dianggap kompeten dan oleh karena itu harus mengetahui terapi yang direncanakan. Orang dewasa yang tidak kompeten karena penyakit fisik atau kejiwaan dan tidak mampu mengerti tentu saja tidak dapat memberikan informed consent yang sah. Sebagai akibatnya, persetujuan diperoleh dari orang lain yang memiliki otoritas atas nama pasien. Ketika pengadilan telah memutuskan bahwa pasien inkompeten, wali pasien yang ditunjuk pengadilan harus mengambil otoritas terhadap pasien. Dokter atau dokter gigi wajib memberikan penjelasan sesegera mungkin kepada pasien setelah pasien sadar atau kepada keluarga terdekat.1 Pemberi informasi tentang tindakan yang akan dilakukan terhadap pasien dilakukan oleh dokter atau dokter gigi, dokter spesialis atau dokter gigi spesialis lulusan pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi baik di dalam maupun di luar negeri, yang diakui oleh pemerintah Republik Indonesia, sesuai dengan peraturan perundang-undangan.1 Informed consent tidak berlaku pada 5 keadaan :1 1. Keadaan darurat medis 2. Ancaman terhadap kesehatan masyarakat 3. Pelepasan hak memberikan consent (waiver) 4. Clinical privilege (penggunaan clinical privilege hanya dapat dilakukan pada pasien yang melepaskan haknya memberikan consent.
9
5. Pasien yang tidak kompeten dalam memberikan consent.
E. ASPEK HUKUM INFORMED CONSENT Dalam hubungan hukum, pelaksana dan pengguna jasa tindakan medis (dokter, dan pasien) bertindak sebagai “subyek hukum ” yakni orang yang mempunyai hak dan kewajiban, sedangkan “jasa tindakan medis” sebagai “obyek hukum” yakni sesuatu yang bernilai dan bermanfaat bagi orang sebagai subyek hukum, dan akan terjadi perbuatan hukum yaitu perbuatan yang akibatnya diatur oleh hukum, baik yang dilakukan satu pihak saja maupun oleh dua pihak.1 Aspek
hukum
yang
mengatur
tentang
informed
consent
dituangkan dalam PEMENKES NO.290/MENKES/PER/III/2008 Dalam masalah “informed consent” dokter sebagai pelaksana jasa tindakan medis, disamping terikat oleh KODEKI (Kode Etik Kedokteran Indonesia) bagi dokter, juga tetap tidak dapat melepaskan diri dari ketentuanketentuan hukun perdata, hukum pidana maupun hukum administrasi, sepanjang hal itu dapat diterapkan.9 Pada pelaksanaan tindakan medis, masalah etik dan hukum perdata, tolok ukur yang digunakan adalah “kesalahan kecil” (culpa levis), sehingga jika terjadi kesalahan kecil dalam tindakan medis yang merugikan pasien, maka sudah dapat dimintakan pertanggungjawabannya secara hukum. Hal ini disebabkan pada hukum perdata secara umum berlaku adagium “barang siapa merugikan orang lain harus memberikan ganti rugi”.9 Sedangkan
pada
masalah
hukum
pidana,
tolok
ukur
yang
dipergunakan adalah “kesalahan berat” (culpa lata). Oleh karena itu adanya kesalahan kecil (ringan) pada pelaksanaan tindakan medis belum dapat dipakai sebagai tolok ukur untuk menjatuhkan sanksi pidana.7
10
Aspek Hukum Perdata, suatu tindakan medis yang dilakukan oleh pelaksana jasa tindakan medis (dokter) tanpa adanya persetujuan dari pihak pengguna jasa tindakan medis (pasien), sedangkan pasien dalam keadaan sadar penuh dan mampu memberikan persetujuan, maka dokter sebagai pelaksana tindakan medis dapat dipersalahkan dan digugat telah melakukan suatu perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) berdasarkan Pasal 1365 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer). Hal ini karena pasien mempunyai hak atas tubuhnya, sehingga dokter dan harus menghormatinya; Aspek Hukum Pidana, “informed consent” mutlak harus dipenuhi dengan adanya pasal 351 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang penganiayaan. Suatu tindakan invasive (misalnya pembedahan, tindakan radiology invasive) yang dilakukan pelaksana jasa tindakan medis tanpa adanya izin dari pihak pasien, maka pelaksana jasa tindakan medis dapat dituntut telah melakukan tindak pidana penganiayaan yaitu telah melakukan pelanggaran terhadap Pasal 351 KUHP.3 Sebagai salah satu pelaksana jasa tindakan medis dokter harus menyadari bahwa “informed consent” benar-benar dapat menjamin terlaksananya hubungan hukum antara pihak pasien dengan dokter, atas dasar saling memenuhi hak dan kewajiban masing-masing pihak yang seimbang dan dapat dipertanggungjawabkan. Masih banyak seluk beluk dari informed consent ini sifatnya relative, misalnya tidak mudah untuk menentukan apakah suatu inforamsi sudah atau belum cukup diberikan oleh dokter. Hal tersebut sulit untuk ditetapkan secara pasti dan dasar teoritis-yuridisnya juga belum mantap, sehingga diperlukan pengkajian yang lebih mendalam lagi terhadap masalah hukum yang berkenaan dengan informed consent ini.7 Di Indonesia terdapat ketentuan informed consent yang diatur dalam:7 1.
Sesuai dengan Kode Etik Kedokteran Indonesia, terdapat kewajiban umum yang harus dipenuhi oleh seorang dokter terutama pada pasal 5, dimana tiap perbuatan atau nasehat yang mungkin melemahkan daya tahan psikis maupun fisik hanya diberikan untuk kepentingan dan kebaikan pasien, setelah memperoleh persetujuan pasien.1 11
2.
Berdasarkan UU Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran Pasal 45 dan Pasal 25 huruf d dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1419/Menkes/Per/X/2005 tentang Penyelenggaraan Praktik Dokter dan Dokter Gigi Pasal 17 bahwa :10 a. Untuk menjalin komunikasi dua arah yang efektif dalam rangka memperoleh persetujuan tindakan medic, baik dokter atau dokter gigi maupun pasien mempunyai hak untuk didengar dan kewajiban untuk saling member informasi. b. Setelah menerima informasi yang cukup dari dokter atau dokter gigi dan memahami maknanya (well informed), pasien diharapkan dapat mengambil keputusan bagi dirinya sendiri (the right to self determination) untuk menyetujui (consent) atau menolah (refuse) tindakan medik yang akan dilakukan padanya. c. Setiap tindakan medic yang akan dilakukan kepadda pasien, mensyaratkan persetujuan (otorisasi) dari yang bersangkutan. Dalam kondisi dimana pasien tidak dapat memberikan persetujuan secara pribadi (dibawah umur atau keadaan fisik/mental tidak memungkinkan), maka persetujuan dapat diberikan oleh keluarga yang berwenang (suami/istri, bapak/ibu, anak atau saudara kandung) atau wali atau pengampunya.
3.
Sebagai suatu perbuatan hukum, persetujuan tindakan medik tentu harus dilatarbelakangi oleh sektor yuridis agar dapat berlaku dan sesuai dengan aturanhukum yang berlaku. Di Indonesia, yang menjadi dasar hukum bagi suatu transaksi persetujuan tindakan medik adalah sebagai berikut 10 a. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata b. Undang Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran c. UU Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan
12
d. Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
1419/Menkes/Per/X/2005 tentang penyelenggaraan praktik dokter dan dokter gigi e. Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
585/Men.Kes/Per/IX/1989 tentang Persetujuan Tindakan Medik f. Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
749a/Men.Kes/Per/XII/1989 tentang Rekam Medik/ Medical Record g. Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 1951 tentang Kesehatan Kerja. h. Surat Keputusan Dirjen Yan Dik No. HK.00.06.6.5.1866 Tahun 1999 tentang Pedoman Persetujuan Tindakan Medik ditetapkan tanggal 21 April 1999 (selanjutnya disebut Pedoman Pertindik)
F. HAK DAN KEWAJIBAN DOKTER Dalam melaksanakan praktik kedokteran, Dokter atau dokter gigi mempunyai hak serta kewajiban yang harus diperhatikan. Hak dan kewajiban ini diatur dalam Paragraf 6 Pasal 50-51 UU RI No.29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran. Adapun hak dan kewajiban tersebut ialah :10 Pasal 50 Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai hak : a. Memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional; b. Memberikan pelayanan medis menurut standar profesi dan standar prosedur operasional; c. Memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari pasien atau keluarganya; dan
13
d. Menerima imbalan jasa. Pasal 51 Dokter atau dokter gigi dlam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai kewajiban : a. Memberikan pelayanan medis b. sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien; c. Merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi lain yang mempunyai keahlian atau kemampuan yang lebih baik, apabila tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan; d. Merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia; e. Melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain yang bertugas dan mampu melakukannya; dan f. Menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu kedokteran atau kedokteran gigi. G. HAK DAN KEWAJIBAN PASIEN Dalam menerima pelayanan pada praktik kedokteran, pasien pun mempunyai hak serta kewajiban yang harus diperhatikan. Hak dan kewajiban ini diatur dalam Paragraf 7 Pasal 52-53 UU RI No.29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran. Adapun hak dan kewajiban tersebut ialah :10 Pasal 52 Pasien, dalam menerima pelayanan pada praktik kedokteran, mempunyai hak: a. Mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (3); b. Meminta pendapat dokter atau dokter gigi lain; 14
c. Mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis; d. Menolak tindakan medis; dan e. Mendapatkan isi rekam medis. Pasal 53 Pasien, dalam menerima pelayanan pada praktik kedokteran, mempunyai kewajiban; a. Memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah kesehatannya; b. Mematuhi nasihat dan petunjuk dokter atau dokter gigi; c. Mematuhi ketentuan yang berlaku di sarana pelayanan kesehatan; dan memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima.
H. KESIMPULAN Informed Consent dalam profesi kedokteran adalah persetujuan yang diberikan pasien atau keluarga pasien terhadap pelayanan kesehatan yang akan dijalani oleh seorang pasien setelah pasien tersebut mendapatkan informasi (penjelasan) yang lengkap dari dokter yang akan melakukan tindakan tersebut. Informed consent dilihat dari aspek hukum bukanlah sebagai perjanjian antara dua pihak, atau perjanjian yang bersifat khusus, karena dalam pelayanan kesehatan, dokter tidak bisa menjanjikan sesuatu dalam upaya penyembuhan seseorang, akan tetapi seorang dokter akan selalu berupaya semaksimal mungkin menurut standar pelayanan dan keilmuan tertinggi yang dimiliki oleh dokter tersebut dalam upaya penyembuhan dan penyelamatan nyawa seseorang.Karena setiap tindak dalam pelayanan kesehatan mengandung resiko, maka dari itu informed concent lebih cendrung kearah persetujuan sepihak atas layanan yang ditawarkan pihak lain.1
15
BAB II ASPEK MEDIKOLEGAL REKAM MEDIS A. SEJARAH REKAM MEDIS Sejarah rekam medis berjalan sejajar dengan sejarah ilmu kedokteran. Di Spanyol ditemukan polychrome (relief) tentang amputasi jari di dinding gua dari batu yang diperkirakan dibuat pada tahun 2500 sebelum masehi.10 Pada zaman Babylonia, dokter di Mesir, Yunani dan Roma menulis pengobatan dan pembedahan yang penting pada dinding-dinding gua, batang kayu, dan bagan tabel yang dibuat dari tanah liat yang di bakar. Niniveh, Hieroglyph (tulisan mesir kuno) pada dinding-dinding makam dan candi mesir, dan Papyrus (semacam gulungan kertas yang terbuat dari kulit) juga berisi catatan pengobatan. 10 Di New York Academy of Medicine disimpan salinan papyrus yang ditulis pada tahun 1600an sebelum masehi tentang 48 kasus pembedahan. Papyrus itu ditemukan oleh Edwin Smith pada abad ke-19 di Mesir. Di University of Leipzig disimpan papyrus Ebers yang ditulis kira-kira pada 1550 Sebelum Masehi. Papyrus ini ditemukan di antara kaki mumi didekat Thebes pada tahun 1872 Masehi, 10 Aesculapius, Hippocrates, Galen dan lain-lain telah membuat catatan mengenai penyakit pada kasus-kasus yang ditemui. Cina yang terkenal 16
dengan pengetahuan tentang pemanfaatan tumbuh-tumbuhan dan binatang dalam kesehatan, juga mempunyai catatan baik di daun lontar atau kertas kulit kayu dan lain-lainnya. Aviscenna (Ibnu Sina) yang hidup pada tahun 980-1037 Masehi, banyak menulis buku-buku kedokteran yang berkaitan dengan pengalamannya dalam mengobati pasien. 10 Di Indonesia dijumpai hal-hal yang sama dengan adanya resep jamu warisan nenek moyang diturunkan dari generasi ke generasi melalui catatan pada daun lontar dan sarana yang lain yang dapat digunakan 3. Kini kemajuan perekaman kegiatan dibidang ilmu kedokteran atau kesehatan tidak hanya tertulis dikertas, tapi juga telah masuk ke era elektronik seperti computer, microfilm dan lain-lain. Dengan demikian dipahami bahwa pelayanan RM yang telah ada sejak dulu sangat berperan dalam perkembangan dunia pengobatan. 10 B. DEFINISI Rekam medis mempunyai pengertian yang sangat luas, bukan sekedar kegiatan pencatatan. Rekam medis mempunyai pengertian sebagai sistem penyelenggaraan rekam medis. Kegiatan pencatatannya sendiri hanya merupakan salah satu kegiatan dalam penyelenggaraan rekam medis. 10 Definisi Rekam Medis dalam berbagai kepustakaan dituliskan dalam berbagai pengertian, seperti dibawah ini : 1. Edna K Huffman: Rekam Medis adalab berkas yang menyatakan siapa, apa, mengapa, dimana, kapan dan bagaimana pelayanan yang diperoleb seorang pasien selama dirawat atau menjalani pengobatan 2. Permenkes No. 749a / Menkes ! Per / XII / 1989 : Rekam Medis adalah berkas yang berisi catatan dan dokumen mengenai identitas pasien, basil pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lainnya yang diterima pasien pada sarana kesebatan, baik rawat jalan maupun rawat inap. 3. Gemala Hatta 17
Rekam Medis merupakan kumpulan fakta tentang kehidupan seseorang dan riwayat penyakitnya, termasuk keadaan sakit, pengobatan saat ini dan saat lampau yang ditulis oleh para praktisi kesehatan dalam upaya mereka memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien 4. Waters dan Murphy : Kompendium (ikhtisar) yang berisi informasi tentang keadaan pasien selama perawatan atau selama pemeliharaan kesehatan. 5. IDI ( Ikatan Dokter Indonesia ) Sebagai rekaman dalam bentuk tulisan atau gambaran aktivitas pelayanan yang diberikan oleh pemberi pelayanan medik/kesehatan kepada seorang pasien.
C. KOMPONEN REKAM MEDIS Rekam medik berisi data yang dapat dikelompokkan menjadi dua komponen, yaitu : 2 1. Pasien rawat jalan, meliputi : a.
Identitas
b.
Pemeriksaan fisik
c.
Diagnosis/masalah
d.
Tindakan/pengobatan
e.
Pelayanan lain
2. Pasien rawat inap, meliputi : a. Identitas b. Pemeriksaan 18
c. Peesetujuan tindakan medis d. Tindakan/pengobatan e. Diagnosis / Masalah f. Pelayanan lain Isi
Rekam
medic
juga
terkandung
pada
PERMENKES
NO
296/MENKES/PER/II/2008 tentang rekam medic pasal 3. D. MANFAAT Pertimbangan yang melatarbelakangi perlunya dibuat rekam medis adalah untuk mendokumentasikan semua kejadian yang berkaitan dengan kesehatan pasien serta menyediakan media komunikasi antara tenaga kesehatan bagi kepentingan perawatan penyakit yang sekarang maupun yang akan datang.11 Selain itu, tujuan rekam medis adalah menunjang tercapainya tertib administrasi dalam upaya peningkatan pelayanan kesehatan di rumah sakit. Tanpa dukungan pengelolaan rekam medis dengan baik dan benar, mustahil dapat dihasilkan tertib administrasi yang diharapkan.11 Ditinjau dari aspek medik berkas rekam medis bernilai medis karena dapat dipergunakan sebagai dasar perencanaan pengobatan dan perawatan yang harus diberikan. Namun dari aspek hukum berkas rekam medis bernilai hukum karena isinya menyangkut masalah adanya jaminan kepastian hukum atas dasar keadilan dalam usaha penegakan hukum dan menyediakan bahan tanda bukti untuk menegakkan keadilan.11 Secara umum kegunaan rekam medis adalah : 1.
Sebagai alat komunikasi antara dokter dan tenaga kesehatan lain yang ikut ambil bagian dalam pelayanan, perawatan dan pengobatan pasien.
19
2.
Sebagai dasar perencanaan pengobatan / perawatan yang harus diberikan pada pasien.
3.
Sebagai bukti tertulis atas segala pelayanan, perkembangan penyakit dan pengobatan selama pasien berkunjung maupun dirawat di rumah sakit.
4.
Sebagai dasar analisis, studi, evaluasi terhadap mutu palayanan yang diberikan kepada pasien.
5.
Melindungi kepentingan hukum bagi pasien, rumah sakit maupun dokter dan tenaga kesehatan lainnya.
6.
Menyediakan data-data khusus yang sangat berguna bagi penelitian dan pendidikan.
7.
Sebagai dasar dalam perhitungan biaya palayanan medik pasien.
8.
Sebagai sumber ingatan yang harus di dokumentasikan, serta sebagai bahan pertanggungjawaban dan laporan Dalam kepustakaan dikatakan bahwa rekam medis memiliki 6
manfaat, yang untuk mudahnya disingkat sebagai ALFRED, yaitu : 1. Adminstrative value : Rekam medis merupakan rekaman data adminitratif pelayanan kesehatan. 2. Legal value : Rekam medis dapat.dijadikan bahan pembuktian di pengadilan 3. Financial value : Rekam medis dapat dijadikan dasar untuk perincian biaya pelayanankesehatan yang harus dibayar oleh pasien 4. Research value : Data Rekam Medis dapat dijadikan bahan untuk penelitian dalam lapangan kedokteran, keperawatan dan kesehatan. 5. Education value : Data-data dalam Rekam Medis dapat bahan pengajaran dan pendidikan mahasiswa kedokteran, keperawatan serta tenaga kesehatan lainnya. 20
6. Documentation value : Rekam medis merupakan sarana untuk penyimpanan berbagai dokumen yang berkaitan dengan kesehatan pasien
E. LAMA PENYIMPANAN Lama penyimpanan rekam medis selalu menjadi masalah dan pertanyaan mengenai hal itu sering diajukan orang sebagai akibat dari.11 1.
Kurangnya ruang penyimpanan berkas yang tersedia di rumah sakit
2.
Kurangnya tenaga pengelola
3.
Kurangnya rak sarana tempat penyimpanan berkas
4.
Rasa
kekhawatiran
untuk
menghapus
berkas,
karena
adanya
kemungkinan digunakan dimasa ysng akan datang 5.
Rasa was-was atas sangsi hukum bilamana berkas dihapuskan Pasal 10 Permenkes no. 749a menyatakan bahwa rekam medis harus
disimpan sekurang - kurangnya selama 5 tahun terhitung sejak saat pasien terakhir berobat.12 Selain pasal 10, pada Permenkes tahun 1989 pasal 7 dinyatakan.12 a. Lama penyimpanan rekam medis sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun terhitung tanggal terakhir pasien berobat. b. Lama penyimpanan rekam medis yang berkaitan dengan hal-hal yang bersifat khusus dapat ditetapkan sendiri. F.
ASPEK MEDIKOLEGAL REKAM MEDIS a. Kepemilikan Rekam medik dibuat oleh dan utamanya untuk menunjang kepentingan health care provider maka tentunya berkas tersebut milik 21
health care provider walaupun pasien juga bisa memanfaatkannya. Kepemilikan tersebut sebetulnya tidak hanya terbatas pada berkasnya saja tapi juga isinya, sebab rekam medik tanpa isi sama dengan kertas kosong yang tidak berarti.11 Dasar
pemikiran
tersebut
sesuai
pandangan
filosofis
yang
menyatakan bahwa “patient pays the treatment, not the record”. Oleh sebab itu sudah tepat jika pasal 10 ayat (1) Permenkes tentang rekam medis menegakkan bahwa berkas rekam medik milik sarana kesehatan.11 Yang agaknya sulit untuk dimengerti adalah bunyi ayat (2) dari pasal itu yang menyatakan bahwa isi rekam medik adalah milik pasien. Sulit dipahami sebab dilihat dari sudut hukum, rekam medik merupakan dokumen karena berupa kertas yang berisi tulisan yang mengandung arti tentang sesuatu keadaan, kenyataan atau perbuataan (lihat UU BEA MATERAI). Sebuah dokumen tentu tidak dapat dipisahkan dari isinya.11 Dikatakan oleh pengadilan bahwa : karena rekaman rumah sakit penting untuk administrasi maka berkas tersebut adalah milik rumah sakit, namun pasien mempunyai hak milik atas informasi yang dikandungnya.11 Pada UU No.29 tahun 2004 pasal 47 ayat 1 juga menyebutkan bahwa dokumen rekam medis merupakan milik dokter, dokter gigi atau sarana pelayanan kesehatan, sedangkan isi rekam medis merupakan milik pasien 9. Pasien juga berhak tahu atau diberitahu sesuai penjelasan pada pasal 53 undang-undang
kesehatan serta berhak memanfaatkan rekam
medik untuk menunjang kepentingan – kepentingannya. 11,12,13,14 b. Kerahasiaan Secara umum dapat disadari bahwa informasi yang terdapat dalam rekam medik sifatnya rahasia.11Pasien tentu mengharap yang ditulis oleh dokter yang sifatnya rahasia bagi dirinya tidak dibaca oleh kalangan lain. Kewajiban dokter dan kalangan kesehatan untuk melindungi rahasia ini 22
tertuang dalam lafal sumpah dokter, KODEKI dan peraturan perundangundangan yang ada.12 Pemaparan rekam medis kepada pihak lain selain pasien hanya boleh dilakukan oleh dokter yang merawat pasien, itupun dengan ijin tertulis dari pasien. Pengecualian atas hal tersebut hanya dapat dilakukan oleh pimpinan sarana pelayanan kesehatan.13 Hal ini juga diatur dalam UU No. 29 tahun 2004 pasal 48 ayat 2 yang berbunyi : “Rahasia kedokteran dapat dibuka hanya untuk kepentingan pasien, memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan hukum, permintaan pasien sendiri atau berdasarkan ketentuan perundang - undangan” Sumber hukum yang bisa dijadikan acuan dalam masalah kerahasiaan informasi yang menyangkut rekam medis pasien adalah PP No 10 tahun 1966 mengenai “wajib simpan rahasia kedokteran”. Siapapun yang bekerja di rumah sakit, khususnya mereka yang berhubungan dengan data rekam medis wajib memperhatikan ketentuan yang berbunyi : Pasal 1 : yang dimaksud dengan rahasia kedokteran ialah segala sesuatu yang diketahui oleh orang-orang tersebut dalam pasal 3 pada waktu atau selama melakukan pekerjaaannya dalam lapangan kedokteran.
Pasal 3 : yang diwajibkan menyimpan rahasia yang dimaksud dalam pasal 1 adalah : 0
Tenaga kesehatan menurut pasal 2 Undang-Undang Tenaga
Kesehatan (Lembaran Negara tahun 1963 No. 78)
23
1
Mahasiswa kedokteran, murid yang bertugas dalam
lapangan pemeriksaan, pengobatan dan atau perawatan dan orang lain yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. Undang-Undang No. 29 tahun 2004 pasal 47 ayat 2 juga menyebutkan bahwa rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disimpan dan dijaga kerahasiaannya oleh dokter atau dokter gigi dan pimpinan sarana pelayanan kesehatan.14 c. Undang-undang Dalam kasus-kasus di mana dokter merupakan salah satu pihak (kasus-kasus kesalahan / kelalaian dokter dalam melaksanakan profesi), salah satu kendala yang dihadapi dalam proses pembuktian ialah keterangan ahli yang diatur dalam pasal 186 KUHAP. Keterangan ahli yang di maksud disini dapat juga sudah diberikan pada waktu pemeriksaan oleh penyidik atau penuntut umum yang dituangkan dalam satu bentuk laporan dan dibuat dengan mengingat sumpah pada waktu ia menerima jabatan / pekerjaan tersebut.15 Keterangan ahli yang dimaksudkan oleh pasal 186 KUHAP tersebut bila dikaitkan dengan hubungan antara dokter dan pasien dapat dituangkan dalam bentuk baik tertulis maupun tidak tertulis. Keterangan ahli yang tertulis dapat berupa Rekam Medik (RM) yang dari segi formal merupakan himpunan cataatan mengenai hal - hal yang berkaitan dengan riwayat perjalanan penyakit dan pengobatan / perawatan pasien.15 Fungsi legal dari rekam medis adalah karena rekam medis dapat berfungsi sebagai alat bukti bila terjadi silih pendapat / tuntutan dari pasien dan di lain pihak sebagai perlindungan hukum bagi dokter.16 Diantara semua manfaat Rekam Medis , yang terpenting adalah aspek legal rekam medis. Pada kasus malpraktek medis, keperawatan maupun farmasi, rekam medis merupakan salah satu bukti tertulis yang penting. Berdasarkan informasi dalam rekam medis, petugas hukum serta Majelis Hakim dapat menentukan benar tidaknya telah terjadi tindakan malpraktek, bagaimana terjadinya malpraktek tersebut serta menentukan siapa sebenarnya yang bersalah dalam perkara tersebut.16 24
Apabila RM dikaitkan dengan pasal 184 KUHAP, maka rekam medis selain berfungsi sebagai alat bukti surat juga berfungsi sebagai alat bukti keterangan ahli (yang dituangkan dan merupakan isi rekam medis) .16 Aspek medikolegal lain dari rekam medis adalah ketika seorang petugas kesehatan dituntut karena membuka rahasia kedokteran (isi Rekam Medis) kepada pihak ketiga tanpa izin pasien atau bahkan menolak memberitahukan isi rekam medis (yang merupakan milik pasien) ketika pasien menanyakannya. Seorang tenaga kesehatan dapat secara sengaja membuka rahasia pasien (isi rekam medis) dengan cara menyampaikannya secara langsung kepada orang lain .16 Secara pidana membuka rahasia kedokteran diancam pidana melanggar pasal 322 KUHP dengan ancaman hukuman selama-lamanya 9 bulan penjara. Secara perdata, pasien yang merasa dirugikan dapat meminta ganti rugi berdasarkan pasal 1365 jo 1367 KUH Perdata. Secara administratif, PP No.10 tahun 1966 menyatakan bahwa tenaga kesehatan yang membuka rahasia kedokteran dapat dikenakan sanksi admninistratif, meskipun pasien tidak menuntut dan telah memaafkannya .16 Pemaparan rekam medis kepada pihak lain selain pasien hanya boleh dilakukan oleh dokter yang merawat pasien, itupun dengan ijin tertulis dari pasien. Pengecualian atas hal tersebut hanya dapat dilakukan oleh pimpinan sarana pelayanan kesehatan berdasarkan ketentuan pasal 10, 11, 12 PERMENKES No. 749a / MenKes / PER / XII / 1989 tersebut.16 Pemaparan isi rekam medis hanya boleh dilakukan oleh dokter yang bertanggung jawab dalam perawatan pasien dan untuk kepentingan peradilan. Yang dimaksudkan untuk kepentingan peradilan ini juga termasuk untuk kepentingan pembuktian di pengadilan dan untuk kepentingan penyidikan .16
Rekam Medis mempunyai fungsi ganda sebagai alat bukti, yaitu : a.
Sebagai alat bukti keterangan ahli ( Pasal 186 dan 187 KUHAP )
b.
Sebagai alat bukti surat ( Pasal 187 KUHAP ) Mengenai alat bukti surat ini syarat mutlak untuk menentukan dapat
tidaknya surat di kategorikan sebagai alat bukti ialah surat tersebut harus dibuat diatas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah. Selain itu rekam medis juga memenuhi unsur-unsur yang disyaratkan oleh pasal 187 25
KUHAP, yaitu bahwa apa yang ditulis oleh dokter sebagai isi rekam medis berdasarkan apa yang ia alami, dengar dan lihat.
G. KESIMPULAN Ada berbagai macam definisi rekam medis, menurut IDI rekam medis adalah sebagai rekaman dalam bentuk tulisan atau gambaran aktivitas pelayanan yang diberikan oleh pemberi pelayanan medik/kesehatan kepada seorang pasien. Manfaat yang didapatkan dari rekam medis antara lain, sebagai alat komunikasi antara dokter dan tenaga kesehatan lain yang ikut ambil bagian dalam pelayanan, perawatan dan pengobatan pasien, sebagai dasar perencanaan pengobatan dan pelayanan pasien, sebagai bukti tertulis atas segala pelayanan, perkembangan penyakit dan pengobatan, Sebagai dasar analisis, studi, evaluasi terhadap mutu pelayanan yang diberikan kepada pasien, sebagai dasar pembayaran biaya pelayanan kesehatan dan sebagai dasar statistik kesehatan. Aspek legal dari rekam medis, misalnya pada kasus malpraktek medis, keperawatan maupun farmasi, rekam medis merupakan salah satu bukti tertulis yang penting. Berdasarkan informasi dalam rekam medis, petugas hukum serta Majelis Hakim dapat menentukan benar tidaknya telah terjadi tindakan malpraktek, bagaimana terjadinya malpraktek tersebut serta menentukan siapa sebenarnya yang bersalah dalam perkara tersebut, selain itu rekam medis dapat berfungsi sebagai alat bukti bila terjadi silih pendapat / tuntutan dari pasien dan di lain pihak sebagai perlindungan hukum bagi dokter. Bila diperlukan pada kasus-kasus tertentu, rekam medis hanya dapat dibuka apabila ada persetujuan tertulis dari pasien dan dilakukan oleh dokter yang merawat pasien.
26
27
DAFTAR PUSTAKA
1. Idries A.B. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi 1. Binarupa Aksara. Jakarta. 2007 2. Wardhani R. K. Tinjauan Yuridis Persetujuan Tindakan Medis (Informed Consent) di RSUP dr. Kariadi Semarang. Universitas Diponegoro. Semarang. 2009 3. Budiayanto Arif.,Widiatama W., Sudiono S.,dkk. Ilmu kedokteran Forensik. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 1997 4. Health and Human Rights Journals. Informed Consent : Pharmaceutical
Companies
Obligations
Abroad.
Di
Enforcing unduh
dari
http://www.hhrjournal.org/2013/08/26/informed-consent-enforcingpharmaceutical-companies-obligations-abroad/
.
Pada
tanggal
09
September 2016. 5. World Health Organization. Informed Consent Form Templates. Di unduh dari : http://www.who.int/rpc/research_ethics/informed_consent/en/ . Pada tanggal 09 September 2016. 6. Kitab kitab Undang undang Hukum Perdata 7. Kitab kitab Undang undang Hukum Pidana 8. Hoediyanto, Buku Ajar Ilmu Kedokteran Forensik, dan Medikolegal Edisi ke VII, Universitas Airlangga, Surabaya, 2012 9. Dahlan. S, Hukum Kesehatan : Rekam medis, edisi 3, Universitas Diponegoro, Semarang, 2005 10. Hanafiah. J. M, dkk, Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan : Rekam medis, edisi 3, EGC, Jakarta, 1999 11. Samil. R. R, Etika Kedokteran Indonesia : Rekam medis, edisi 2, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta, 2001 12. Basbeth. F, Rekam Medis, http://www.freewebs.com/medicalrecord/
28
13. Koeswadji. H.H, Hukum Kedokteran, cetakan ke-1, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 1998 14. Koeswadji. H. H, Beberapa permasalahan hukum dan medik, cetakan ke1, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 1992 15. Guwandi. J, Hukum Medik (Medical law), cetakan ke-2, Balai Penerbit FK UI, Jakarta, 2005 16. Musawir. N. M, Undang-undang nomor 29 tahun 2004, Praktik Kedokteran, Jakarta
contoh Informed Consent
29
30
31
View more...
Comments