aspek kultural masyarakat
March 23, 2019 | Author: Maulana Firdaus | Category: N/A
Short Description
socity...
Description
Nama : Mauwaddah Istiqamah NIM
: 1605102010029
Aspek-Aspek Kultural Masyarakat Desa A. Pengertian Desa / Pedesaan
Menurut Prof.Drs. R. Bintarto, Desa adalah hasil perpaduan antara kegiatan sekelompok manusia dengan lingkungannya. Hasil dari perpaduan itu ialah suatu wujud atau kenampakan di muka bumi yang di timbulkan oleh unsur-unsur fiografi, sosial, ekonomi, politik dan kultural yang saling berinteraksi antar unsur tersebut dan juga dalam hubungannya dengan daerah-daerah lain. Dalam pengertian umum, Desa adalah pemikiman manusia di luar kota yang penduduknya berjiwa agraris . Suatu pedesaan masih sulit umtuk berkembang, bukannya mereka tidak mau berkembang tapi suatu hal yang baru terkadang bertentangan dengan apa yang leluhur hereka ajarkan karna itu masyarakat pedasaan sangat tertutup dengan hal-hal yang baru karena mereka masih memegang teguh adat-adat yang leluhur mereka ajarkan. B. Ciri-Ciri Masyarakat Desa
Dalam buku Sosiologi karangan Ruman Sumadilaga seorang ahli Sosiologi “Talcot Parsons” menggambarkan masyarakat desa sebagai masyarakat tradisional (Gemeinschaft) yang (Gemeinschaft) yang mengenal ciri-ciri masarakat desa sebagai berikut : Afektifitas ada hubungannya dengan perasaan kasih sayang, cinta , kesetiaan dan
kemesraan. Perwujudannya dalam sikap dan perbuatan tolong menolong, menyatakan simpati terhadap musibah yang diderita orang diderita orang lain dan menolongnya tanpa pamrih. Orientasi kolektif sifat ini merupakan konsekuensi dari Afektifitas, yaitu mereka
mementingkan kebersamaan , tidak suka menonjolkan diri, tidak suka akan orang yang berbeda pendapat, intinya semua harus memperlihatkan keseragaman persamaan. Partikularisme pada dasarnya adalah semua hal yang ada hubungannya dengan
keberlakuan khusus untuk suatu tempat atau daerah tertentu. Perasaan subyektif, perasaan kebersamaan sesungguhnya yang hanya berlaku untuk kelompok tertentu saja.(lawannya Universalisme)
Askripsi yaitu berhubungan dengan mutu atau sifat khusus yang tidak diperoleh
berdasarkan suatu usaha yang tidak disengaja, tetapi merupakan suatu keadaan yang sudah merupakan kebiasaan atau keturunan.(lawanya prestasi). Kekabaran (diffuseness). Sesuatu yang tidak jelas terutama dalam hubungan antara
pribadi tanpa ketegasan yang dinyatakan eksplisit. Masyarakat desa menggunakan bahasa tidak langsung, untuk menunjukkan sesuatu. Dari uraian tersebut (pendapat Talcott Parson) dapat terlihat pada desa-desa yang masih murni masyarakatnya tanpa pengaruh dari luar.
C. Aspek-Aspek Kultural Masyarakat Desa
1. Kebudayaan Obyek studi pokok sosiologi adalah masyarakat, dan masyarakat tidak dapat dilepaskan dari kebudayaan. Defenisi kebudayaan menurut ahli : Horton dan Hunt mendefinisikan masyarakat adalah suatu organisasi manusia yang saling
berhubungan satu sama lain, sedangkan kebudayaan adalah sistem norma dan nilai yang terorganisasi yang menjadi pegangan masyarakat itu. Ralph Linton, kebudayaan diartikan sebagai way of life suatu masyarakat. Meliputi way
of thinking (cara berpikir, mencipta), way of feling (cara mengekspresikan rasa), way of doing (cara berbuat, berkarya). Selo Soemardjan dan Soelaeman Sumardi, kebudayaan sebagai semua hasil karya, cipta
dan karya masyarakat. Jadi kebudayaan adalah suatu yang berwujud berupa alat dan berbagai teknologi untuk keperluan hidup manusia, tata nilai dan berbagai aturan tertib sosial untuk menjaga keberlangsungan sistem yang ada baik ekonomi, sistem sosial dan berbagai sisi kehidupan manusia lainnya. Menurut Koentjaraningrat, unsur-unsur kebudayaan terdiri dari :
1) Sistem kepercayaan 2) Sistem organiasi kemasyarakatan 3) Sistem pengetahuan
4) Bahasa 5) Kesenian 6) Sistem mata pencaharian hidup 7) Sistem teknologi Mayor Polak = aspek kultural masyarakat adalah analog dengan aspek rohani sedangkan
aspek strukturalnya adalah analog dengan aspek jasmani suatu makhluk Aspek kultural masyarakat desa terorientasi pada jangkauan mengenai gambarangambaran asli masyarakat desa, yaitu masyarakat pertanian. Masyarakat petani secara umum sering dipahami sebagai suatu kategori sosial yang seragam dan bersifat umum, artinya sering tidak disadari adanya diferensiasi atau perbedaan perbedaan dalam berbagai aspek yang terkandung dalam komunitas petani. Contoh, diferensiasi dalam komunitas petani itu akan terlhat berdasar perbedaan dalam tingkat perkembangan masyarakatnya, jenis tanaman yang mereka tanam, teknologi atau alat-alat yang mereka gunakan, sistem pertanian yang mereka pakai, topografi atau kondisi fisik-geografik lainnya. Gambaran umum betuk deferensiasi msyarakat petani terbagi menjadi dua : a.
Petani bersahaja yang disebut juga petani tradisional golongan peasant Kaum petani yang masih tergantung dan dikuasai alam karena rendahnya tingkat
pengetahuan dan teknologi mereka, produksi mereka ditujukan pada suatu usaha untuk menghidupi keluarga. b.
Petani modern atau agricultural enterpreneur Kaum petani yang menggunakan teknologi dan sistem pengelolaan modern dan menanam
tanaman yang laku dipasaran. Sistem pengelolaanpertanian mereka dalam bentuk agribisnis, agroindustri dan berusaha mengejar keuntungan. 2. Kebudayaan Tradisional Masyarakat Desa Konsep tradisional masyarakat desa mengacu pada gambaran tentang cara hidup (way of Life) masyarakat desa yang hidupnya masih tergantung pada alam. Paul H.Landis mengemukakan bahwa besar kecilnya pengaruh alam terhadap pola kebudayaan masyarakat desa ditentukan oleh tiga faktor : 1.
Sejauh mana ketergantungan mereka terhadap pertanian
2.
Tingkat teknologi mereka
3.
Sistem produksi yang diharapkan Dari faktor di atas, maka terciptanya kebudayaan tradisional apabila masyarakat amat
tergantung kepada pertanian , tingkat teknologinya rendah dan produksinya hanya untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Ciri-ciri Kebudayaan Tradisional : a) Pengembangan adaptasi yang kaut terhadap lingkunagn alam. Masyarakat desa (petani) mengembangkan tingkat dan bentuk adaptasi terhadap pelbagai kekhususan lingkungan alam, sehingga dalam kaitan ini dapat dipahami bahwa pola kebudayaan masyarakat desa terikat dan mengikuti karakteristik khas lingkungan (alam). b) Rendahnya tingkat inovasi masyarakat karena adaptasi pasif terhadap alam. Tingkat kepastian terhadap elemen alam (jenis tanah, tingkat kelembaban, ketinggian tanah, pola geografis, dll) cukup tinggi sehingga merek tidak terlalu memerlukan hal-hal yang baru karena terasa telah diatur dan ditentukan oleh alam. c) Faktor alam juga mempengaruhi kepribadian masyarakatnya. Sebagai akibat dari kedekatannya dengan alam, orang desa umumnya mengembangkan filsafat hidup yang organis. Artinya mereka cenderung memandang segala sesuatu sebagai suatu kesatuan dan tebalnya rasa kekeluargaan. d) Pola kebiasaan hidup yang lamban. Hal ini disebabkan oleh kebiasaan yang dipengaruhi oleh irama alam yang tetap dan lamban. Tanaman yang tumbuh secara alami, semenjak tumbuh hingga berbuah selalu melewati proses proses serta tahapan tertentu yang tetap. e) Tebalnya kepercayaah terhadap takhayyul. Konsepsi takhayyul merupakan proyeksi dari ketakutan atau ketundukan mereka terhadap alam disebabkan karena tidak dapat memahami dan menguasai alam secara alam. f) Sikap yang pasif dan adaptif masyarakat desa terhadap alam juga nampak dalam aspek kebudayaan material mereka yang bersahaja. Kebersahajaan itu nampak misalnya pada arsitetktur rumah dan alat-alat pertanian. g) Rendahnya kesadaran akan waktu. Faktor ini didasari oleh keterikatan mereka terhadap alam yang memliki irama sendiri yang tidak terikat oleh waktu. Tanamam memiliki proses alami dengan peket waktu tersendiri terlepas dari pengaturan dan campur tangan manusia. Orang tinggal menanti proses yang alami itu. Akibatnya mereka tidak memiliki kesadaran yang tinggi akan pentingnya waktu.
h) Kecenderungan masyarakat yang serba praktis. Dalam segala hal mereka tidak terbebani ahl-hal yang kompleks, mereka tidak perlu berbicara panjang lebar dan berbasa basi satu sama lain. Hal ini mendorong tumbuh dan berkembangnya sifat-sifat jujur, terus terang, dan suka bersahabat. i) Terciptanya standar moral yang kaku dikalangan masyarakat desa. Moralitas dalam pandangan masyarakat desa adalah sesuatu yang absolut, tidak ada kompromi antara baik dan buruk serta cenderung pada pemahaman clear-cut definition (pemahaman hitam putih). 3. Aspek-Aspek Kultural Lainnya Untuk sebagian, pola kebudayaan dari suatu kelompok masyarakat tidak terlepas ( dan bahkan merupakan refleksi) dari cara hidup atau sistem mata pencaharian masyarakat itu. untuk sebagian lain, agama atau kepercayaan sering merupakan elemen pokok yang menjadi cultural focus pola kebudayaan suatu masyarakat, lebih-lebih untuk masyarakat yang relatif masih bersahaja. Bersumber atau terkait pada agama/kepercayaan ini terciptalah adat-istiadat atau berbagai bentuk tradisi (termasuk sistem kekerabatan) yang mengatur seluruh kehidupan masyarakatnya. Bagi masyarakat desa yang secara umum pengelompokannya relatif kecil, adat-istiadat atau tradisi adalah identik dengan kebudayaan. Sebab, dalam adat-istiadat atau tradisi tersebut telah terkandung sistem nilai, norma, sistem kepercayaan, sistem ekonomi dan lainnya, yang cukup lengkap menjadi pedoman perilaku kehidupan mereka. Untuk sbagian lainnya lagi, pola kehidupan masyarakat Indonesia umunya, dan desa khususnya, harus dirunut asal-muasal nenek moyang kita yang ternyata berasal dari tempat dan suku bangsa yang berbeda-beda. Denagn sendirinya pula dengan pola kebudayaan yang beragam. Mengacu pada keadaan masa lampau, dengan berorientasi pada pola dasar mata pencaharian masyarakat, W.F Wertheim (dalam Rahardjo, 1999), membedakan adanya tiga daerah peradaban di Indonesia. Pertama, sebagian besar Jawa Tengah dan Jawa Timur yang telah sekian lamanya memiliki teknik dan system pertanian sawah. Kedua sepanjang pantai Jawa, Sumatera dan Malaya, Kalimantan (di muara-muara sungai) yang merupakan daerah-daerah tempat berkembangnya kota-kota pelabuhan. Kota-kota pelabuhan ini mengadakan hubungan dengan India, Cina, dan bahkan Jepang. Kegiatan perdagangan laut inilah yang merupaka unsur penentu
corak peradaban daerah-daerah ini. Ketiga, daerah-daerah pedalaman dari kota-kota pelabuhan. Daerah-daerah ini pendudukya jarang.Desa-desa pertanian sawah yang berada di Jawa Tengah dan Timur, yang umumnya disebut daerah pedalaman (hinterland), dapat diperkirakan lebih bersifat tertutup, statis dan kurang berorientasi kepada keuntungan dibanding dengan masyarakat desa-desa di daerah peradaban ke dua. Desa-desa di sekitar daerah peradaban kedua karena terbiasa pada situasi yang tercipta oleh hubungan (dagang) dengan luar, dapat diperkirakan cenderung mengembangkan sikap yang tebuka dan berorientasi pada keuntungan. Orientasi pada keuntungan ini juga dapat diperkirakan terdpat dalam masyarakat desa-desa sekitar daerah peradaban ketiga, sekalipun daerah ini dilekati oleh adat-istiadat lokal yang cukup kuat. Pada desa-desa sekitar dua peradaban terakhir ini “derajat ketundukannya” terhadap kekuatan supra desa kurang besar disbanding dengan masyarakat desa-desa sekitar daerah peradaban pertama. Maka pada era diterapkannya program program pembangunan desa yang pendekatannya bersifat top-down, desa-desa di daerah tersebut kurang dapat mengadopsi program-program itu dengan baik.
View more...
Comments