Askep Trigenimal Neuralgia Fix

December 30, 2020 | Author: Anonymous | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download Askep Trigenimal Neuralgia Fix...

Description

BAB I

PENDAHULUAN

Trigeminal Neuralgia merupakan suatu keluhan serangan nyeri wajah satu sisi yang berulang. Disebut Trigeminal neuralgia, karena nyeri di wajah ini terjadi pada satu atau lebih saraf dari tiga cabang saraf Trigeminal. Saraf yang cukup besar ini terletak di otak dan membawa sensasi dari wajah ke otak. Rasa nyeri disebabkan oleh terganggunya fungsi saraf Trigeminal sesuai dengan daerah distribusi persarafan salah satu cabang saraf Trigeminal yang diakibatkan oleh berbagai penyebab. (Rose et al, 1997 ; Sharav, 2002)

Serangan neuralgia Trigeminal dapat berlangsung dalam beberapa detik sampai semenit. Beberapa orang merasakan sakit ringan, kadang terasa seperti ditusuk. Sementara yang lain merasakan nyeri yang cukup kerap, berat, seperti nyeri saat kena setrum listrik.

Prevalensi penyakit ini diperkirakan sekitar 107.5 pada pria dan 200.2 pada wanita per satu juta populasi. Penyakit ini lebih sering terjadi pada sisi kanan wajah dibandingkan dengan sisi kiri (rasio 3:2), dan merupakan penyakit pada kelompok usia dewasa (dekade enam sampai tujuh). Hanya 10 % kasus yang terjadi sebelum usia empat puluh tahun.

Sumber lain menyebutkan, penyakit ini lebih umum dijumpai pada mereka yang berusia di atas 50 tahun, meskipun terdapat pula penderita berusia muda dan anak-anak.

Trigeminal Neuralgia merupakan penyakit yang relatif jarang, tetapi sangat mengganggu kenyamanan hidup penderita, namun sebenarnya pemberian obat untuk mengatasi Trigeminal neuralgia biasanya cukup efektif. Obat ini akan memblokade sinyal nyeri yang dikirim ke otak, sehingga nyeri berkurang, hanya saja banyak orang yang tidak mengetahui dan menyalahartikan Neuralgia Trigeminal sebagai nyeri yang ditimbulkan karena kelainan pada gigi, sehingga pengobatan yang dilakukan tidaklah tuntas.

Neuralgia trigeminal terdiri atas dua kata; Neuralgia berasal dari bahasa Yunani; yaitu awalan "neuro-"yang berarti terkait dengan saraf, dan akhiran "-algia" yang berarti nyeri. 1

Yang mana definisi nyeri menurut Association for the Study of Pain (IASP) has gained widespread acceptance (Merskey et al., 1979) adalah "Suatu pengalaman emosional atau sensorik yang dihubungkan dengan jejas jaringan yang benar-benar atau kemungkinan terjadi”.

Umumnya nyeri terbagi kepada dua tipe, yaitu nyeri nociceptive dan nyeri nonnociceptive. Nyeri nociceptive adalah nyeri yang berhubungan dengan jaringan yang rusak, akibat daripada aktivasi atau sensitasi pada receptor nociceptor di perifer. Nyeri nociceptive terbagi lagi kepada nyeri somatic dan nyeri viscera, yang mana mampu dibedakan melalui kualiti suatu nyeri dan manifestasinya.

Nyeri

non-nociceptive pula dibagikan juga kepada nyeri neuropatic dan nyeri

idiopathic. Nyeri neuropathic adalah primer akibat rusaknya struktur pada neural samada pada system saraf perifer atau sistem saraf pusat. Nyeri idiopathic atau nyeri psychogenic adalah lebih luas penggunaannya dalam mendiagnosa suatu nyeri. Trigeminal neuralgia merupakan suatu keluhan serangan nyeri wajah pada satu sisi yang berulang. Disebut Trigeminal neuralgia, karena nyeri di wajah ini terjadi pada satu atau lebih saraf dari tiga cabang saraf trigeminal.Saraf yang cukup besar ini terletak di otak dan membawa sensasi dari wajah ke otak.Rasa nyeri disebabkan oleh terganggunya fungsi saraf trigeminal sesuai dengan daerah distribusi persarafan salah satu cabang saraf trigeminal yang diakibatkan oleh berbagai penyebab. Serangan Trigeminal neuralgia dapat berlangsung dalam beberapa detik sampai satu menit.Beberapa orang merasakan sakit ringan, kadang terasa seperti ditusuk. Sementara yang lain merasakan nyeri yang cukup berat, seperti nyeri saat terkena setrum listrik. Prevalensi penyakit ini diperkirakan sekitar 107.5 pada pria dan 200.2 pada wanita per satu juta populasi. Penyakit ini lebih sering terjadi pada sisi kanan wajah dibandingkan dengan sisi kiri (rasio 3:2), dan merupakan penyakit pada kelompok usia dewasa (dekade enam sampai tujuh). Hanya 10 % kasus yang terjadi sebelum usia empat puluh tahun. Sumber lain menyebutkan, penyakit ini lebih umum dijumpai pada mereka yang berusia di atas 50 tahun, meskipun terdapat pula penderita berusia muda dan anak-anak. Trigeminal neuralgia merupakan penyakit yang relatif jarang, tetapi sangat mengganggu kenyamanan hidup penderita, namun sebenarnya pemberian obat untuk 2

mengatasi Trigeminal neuralgia biasanya cukup efektif. Obat ini akan memblokade sinyal nyeri yang dikirim ke otak, sehingga nyeri berkurang, hanya saja banyak orang yang tidak mengetahui dan menyalahartikan Trigeminal neuralgia sebagai nyeri yang ditimbulkan karena kelainan pada gigi, sehingga pengobatan yang dilakukan tidaklah tuntas. (Rose et al, 1997 ; Sharav, 2002)

3

BAB II

TRIGEMINAL NEURALGIA

1.

DEFINISI

Neuralgia trigeminal adalah kelainan yang ditandai oleh serangan nyeri berat paroksismal dan singkat dalam cakupan persarafan satu atau lebih cabang nervus trigeminus, biasanya tanpa bukti penyakit saraf organik. Penyakit ini menyebabkan nyeri wajah yang berat. Penyakit ini juga dikenal sebagai tic doulourex atau sindrom. (Bryce, 2004)

Neuralgia pada penyakit ini disertai dengan nyeri yang berat dan menusuk pada rahang dan wajah, biasanya pada satu sisi dari rahang atau pipi, yang biasanya terjadi dalam beberapa detik. Dan nyerinya selalu unilateral dan mengikuti distribusi sensoris dari nervus kranial V, khas mengenai daerah maksila (V.2) atau mandibula (V.3). Pemeriksaan fisis biasanya dapat mengeliminasi diagnosa alternatif. Tanda dari disfungsi nervus kranialis atau abnormalitas neurologis yang lain menyingkirkan diagnosis dari neuralgia trigeminal idiopatik. dan mungkin menandakan nyeri sekunder yang dirasakan akibat lesi struktural. (Bryce, 2004)

Neuralgia trigeminal merupakan suatu keluhan serangan nyeri wajah satu sisi yang berulang. Disebut trigeminal neuralgia, karena nyeri di wajah ini terjadi pada satu atau lebih saraf dari tiga cabang saraf trigeminal. Saraf yang cukup besar ini terletak di otak dan membawa sensasi dari wajah ke otak. Rasa nyeri disebabkan oleh terganggunya fungsi saraf trigeminal sesuai dengan daerah distribusi persarafan salah satu cabang saraf trigeminal yang diakibatkan oleh berbagai penyebab. (Bryce, 2004)

Serangan neuralgia trigeminal dapat berlangsung dalam beberapa detik sampai semenit. Beberapa orang merasakan sakit ringan, kadang terasa seperti ditusuk. Sementara yang lain merasakan nyeri yang cukup kerap, berat, seperti nyeri saat kena setrum listrik. (Bryce, 2004)

4

2. ANATOMI DAN FISIOLOGI

Nervus trigeminus adalah saraf otak motorik dan sensorik. Serabut motoriknya mempersarafi muskulus maseter, temporalis, pterigoideus internus et eksternus, tensor timpani, omohioideus dan bagian anterior muskulus digastrikus. (Olesen, 1988)

Inti motoriknya terletak di pons. Serabut-serabut motoriknya bergabung dengan serabut-serabut sensorik nervus trigeminus yang berasal dari ganglion Gasseri. Serabutserabut sensoriknya menghantarkan impuls nyeri, suhu, raba dan perasaan proprioseptif. Kawasannya ialah wajah dan mukosa lidah dan rongga mulut serta lidah, dan rongga hidung. Impuls proprioseptif, terutama berasal dari otot-otot yang dipersarafi oleh cabang mandibular sampai ke ganglion Gasseri. (Olesen, 1988)

Cabang pertama N.V. ialah cabang oftalmikus. Ia menghantarkan impuls protopatik dari bola mata serta rung orbita, kulit dahi sampai vertex. Impuls sekretomotorik dihantarkan ke glandula lakrimalis. Serabut-serabut dari dahi menyusun nervus frontalis. Ia masuk melalui ruang orbita melalui foramen supraorbitale. Serabut-serabut dari bola mata dan rongga hidung bergabung menjadi seberkas saraf yang dikenal sebagai nervus nasosiliaris. Berkas saraf yang menuju ke glandula lakrimalis dikenal sebagai nervus lakrimalis. Ketiga berkas saraf, yakni nervus frontali, nervus nasosiliaris dan nervus lakrimalis saling mendekat pada fisura orbitalis superior dan di belakang fisura tersebut bergabung menjadi cabang I N.V. (nervus oftalmikus). Cabang tersebut menembus duramater dan melanjutkan perjalanan di dalam dinding sinus kavernosus. Pada samping prosesus klinoideus posterior ia keluar dari dinding tersebut dan berakhir di ganglion Gasseri. Di dekatnya terdapat arteri facialis (Sharav, 2002 ; Brice, 2004)

Cabang kedua ialah cabang maksilaris yang hanya tersusun oleh serabut-serabut somatosensorik yang menghantarkan impuls protopatik dari pipi, kelopak mata bagian bawah, bibir atas, hidung dan sebagian rongga hidung, geligi rahang atas, ruang nasofarings, sinus maksilaris, palatum molle dan atap rongga mulut. Serabut-serabut sensorik masuk ke dalam os. maksilaris melalui foramen infraorbitalis. Berkas saraf ini dinamakan nervus infraorbialis. Saraf-saraf dari mukosa cavum nasi dan rahang atas serta geligi atas juga bergabung dalam saraf ini dan setelahnya disebut nervus maksilaris, cabang II N.V. Ia masuk 5

ke dalam rongga tengkorak melalui foramen rotundum kemudian menembus duramater untuk berjalan di dalanm dinding sinus kavernosus dan berakhir di ganglion Gasseri. Cabang maksilar nervus V juga menerima serabut-serabut sensorik yang berasal dari dura fossa crania media dan fossa pterigopalatinum. (Sharav, 2002 ; Brice, 2004)

Cabang mandibularis (cabang III N.V. tersusun oleh serabut somatomotorik dan sensorik serta sekretomotorik (parasimpatetik). Serabut-serabut somatomotorik muncul dari daerah lateral pons menggabungkan diri dengan berkas serabut sensorik yang dinamakan cabang mandibular ganglion gasseri. Secara eferen, cabang mandibular keluar dari ruang intracranial melalui foramen ovale dan tiba di fossa infratemporalis. Di situ nervus meningea media (sensorik) yang mempersarafi meninges menggabungkan diri pada pangkal cabang madibular. Di bagian depan fossa infratemporalis, cabang III N.V. bercabang dua. (Kaufman, 2001)

Yang satu terletak lebih belakang dari yang lain. Cabang belakang merupakan pangkal dari saraf aferen dari kulit daun telinga (nervus aurikulotemporalis), kulit yang menutupi rahang bawah, mukosa bibir bawah, dua pertiga bagian depan lidah (nervus lingualis), glandula parotis dan gusi rahang bawah ( nervus dentalis inferior) dan serabut eferen yang mempersarafi otot-otot omohioideus dan bagian anterior muskulus digastrikus Cabang anterior dari cabang madibular terdiri dari serabut aferen yang menghantarkan impuls dari kulit dan mukosa pipi bagian bawah dan serabut eferen yang mempersyarafi otot-otot temporalis, masseter, pterigoideus dan tensor timpani. Serabut-serabut aferen sel-sel ganglion gasseri bersinaps di sepanjang wilayah inti nukleus sensibilis prinsipalis (untuk raba dan tekan)serta nukleus spinalis nervi trigemini (untuk rasa nyeri) dan dikenal sebagai tractus spinalis nervi trigemini. dan didekatnya terdapat arteri a. Alveolaris inferior.(Kaufman, 2001)

3. EPIDEMIOLOGI Tidak ada studi sistematik mengenai prevalensi dari neuralgia trigeminal, namun suatu kutipan yang diperkirakan diterbitkan pada tahun 1968 mengatakan bahwa prevalensi dari neuralgia trigeminal mendekati 15,5 per 100.000 orang di United States. Sumber lain mengatakan bahwa insiden tahunannya adalah 4-5 per 100.000 orang, dimana menandakan tingginya prevalensi. Di beberapa tempat, penyakit ini jarang ditemukan. Onsetnya usia diatas 40 tahun pada 90% penderita. Neuralgia trigeminal sedikit lebih umum terjadi pada perempuan dibandingkan dengan laki-laki.Penyakit ini lebih sering terjadi pada sisi kanan 6

wajah dibandingkan dengan sisi kiri .(Kaufman AM, 2001)

Penyakit ini lebih sering terjadi pada perempuan dan biasanya timbul setelah umur 50 tahun, jarang setelah umur 70 tahun. Insiden familial sedikit lebih tinggi (2%) dibanding insiden sporadik. Faktor resiko epidemiologis (umur, ras, kebiasaan merokok dan minum alkohol) diperkirakan penting dalam hubungannya dengan apakah wajah atas atau wajah bawah yang terkena.Perbandingan frekuensi antara laki-laki dan perempuan adalah 2:3, sedangkan perkembangan dari neuralgia trigeminal pada usia muda dihubungkan dengan kemungkinan dari multiple sklerosis. Neuralgia trigeminal yang idiopatik khas terjadi pada dekade kelima kehidupan, tapi dapat pula terjadi pada semua umur, sedangkan simptomatik atau neuralgia trigeminal sekunder cenderung terjadi pada pasien yang lebih muda. (Kaufman AM, 2001)

4.

ETIOLOGI Etiologi trigeminal neuralgia (TN) dapat berupa pusat, perifer, atau keduanya. Saraf

trigeminal (saraf kranial V) bisa menyebabkan nyeri, karena fungsi utama adalah sensorik. Biasanya, tidak ada lesi struktural hadir (85%), meskipun banyak peneliti setuju bahwa kompresi pembuluh darah, biasanya vena atau loop arteri di pintu masuk ke saraf trigeminal pons, sangat penting untuk patogenesis berbagai idiopatik. Ini hasil kompresi dalam demielinasi saraf trigeminal fokus. Etiologi idiopatik diberi label secara default dan kemudian dikategorikan sebagai trigeminal neuralgia klasik. (Sharav, 2002 ; Brice, 2004)

Kondisi idiopatik ini tidaklah diketahui sepenuhnya. Namun, kasus-kasus simtomatik akibat lesi organic yang dapat diidentifikasi lebih umum ditemui daripada yang sebelumnya disadari. (Sharav, 2002 ; Brice, 2004)

Beberapa kasus mencerminkan gangguan serabut eferen nervus V oleh berbagai struktur

abnormal

sehingga

disebut

sebagai

kasus-kasus

neuralgia

trigeminal

simtomatik.Pada beberapa kasus seperti ini, nervus trigeminus tertekan oleh pembuluh darah vertebrobasiler yang ektasis atau`akibat tumor-tumor seperti neuroma trigeminal atau akustik, meningioma dan epidermoid pada sudut serebellopontin. Selain itu, traksi juga dapat diakibatkan oleh hidrosefalus akibat stenozis aquaductus. (Sharav, 2002 ; Brice, 2004)

7

Beberapa kasus walaupun jarang merupakan manifestasi dari sklerosis multipel yang menyerang radiks desendens nervus trigeminus dan merupakan penyebab terbanyak kasus pada penderita muda. Selain itu, kausa lain yang dipostulatkan adalah inflamasi ganglion nonspesifik, maloklusi gigi, iskemia serta proses degeneratif sistem saraf. (Sharav, 2002 ; Brice, 2004)

5.

PATOFISIOLOGI Ada beberapa hipotesis dari para ahli terhadap bagaimana patofisiologi neuralgia

trigeminal ini.Diduga bahwa neuralgia trigeminal disebabkan oleh demielinisasi saraf yang mengakibatkan hantaran saraf cenderung meloncat ke serabut-serabut saraf di dekatnya. Hal ini mengakibatkan sentuhan yang ringan saja dapat dirasakan sebagai nyeri, akibat hantaran yang berlebihan itu. (Kaufmann, 2001 ; Bryce, 2004)

Aneurisma, tumor, peradangan meningeal kronis, atau lesi lainnya dapat mengiritasi akar saraf trigeminal sepanjang pons bisa juga menyebabkan gejala neuralgia trigeminal. Vaskular yang abnormal dari arteri serebelum superior sering disebut sebagai penyebabnya. Lesi dari zona masuknya akar trigeminal dalam pons dapat menyebabkan sindrom nyeri yang sama. (Kaufmann, 2001 ; Bryce, 2004)

Serangan nyerinya tidak dapat diperkirakan; karena nyeri dapat dicetuskan oleh aktivitas sehari-hari yang biasanya tidak menimbulkan nyeri (seperti menyisir rambut, mengunyah makanan, menggosok gigi, atau bahkan saat terkena hembusan angin).Dikenal pula istilah trigger zone, yaitu daerah yang sering menjadi awal bermulanya neuralgia; yang terletak di sekitar daerah sekitar hidung dan mulut. (Olessen, 1988 ; Kaufmann, 2001 ; Passon, 2001)

Fungsi nervus trigeminus dapat dinilai melalui pemeriksaan rasa suhu, nyeri dan raba pada daerah inervasi N. V (daerah muka dan bagian ventral calvaria), pemeriksaan refleks kornea, dan pemeriksaan fungsi otot-otot pengunyah.Fungsi otot pengunyah dapat diperiksa, misalnya dengan menyuruh penderita menutup kedua rahangnya dengan rapat, sehingga gigigigi pada rahang bawah menekan pada gigi-gigi rahang atas, sementara m. Masseter dan m. Temporalis dapat dipalpasi dengan mudah.Pada kerusakan unilateral neuron motor atas, mm. Masticatores tidak mengelami gangguan fungsi, oleh karena nucleus motorius N. V 8

menerima fibrae corticonucleares dari kedua belah cortex cerebri. (Olessen, 1988 ; Kaufmann, 2001 ; Passon, 2001)

Sebagai tambahan terhadap fungsi cutaneus, cabang maxillaris dan mandibularis penting pada kedokteran gigi.Nervus maxillaris memberikan inervasi sensorik ke gigi maxillaris, palatum, dan gingiva.Cabang mandibularis memberikan persarafan sensorik ke gigi mandibularis, lidah, dan gingiva.Variasi nervus yang memberikan persarafan ke gigi diteruskan ke alveolaris, ke soket di mana gigi tersebut berasal nervus alveolaris superior ke gigi maxillaris berasal dari cabang maxillaris nervus trigeminus.Nervus alveolaris inferior ke gigi mandibularis berasal dari cabang mandibularis nervus trigeminus. (Sharav, 2002 ; Bryce, 2004)

6.

GAMBARAN KLINIS Ciri khas neuralgia trigeminal adalah nyeri seperti tertusuk-tusuk singkat dan

paroksismal, yang untuk waktu yang lama biasanya terbatas pada salah satu daerah persarafan cabang nervus V. Jika terbatas pada daerah yang dipersarafi oleh salah satu cabang, kondisi yang ada dapat disebut neuralgia supraorbital, infraorbital atau mandibular tergantung saraf yang terlibat. Cabang I jauh lebih jarang terserang dan kadang-kadang setelah cabang II sudah terserang. Jika nyeri berawal pada daerah yang dipersarafi cabang II atau III, biasanya akan menyebar ke kedua cabang lainnya. Pada beberapa kasus dapat terjadi nyeri bilateral walaupun sangat jarang terjadi bersamaan pada kedua sisi. Menurut definisi yang ada, pasien akan bebas dari rasa nyeri di antara dua serangan paroksismal beruruan , walaupun nyeri sisahan kadang kadang ada.

Nyeri biasanya terbatas pada disteribusi

kutaseus cabang nV, tidak melintasi linea mediana dan dapat dipicu oleh lebih dari satu titik pemicu. Nyeri dapat sangat dirasakan pada kening, pipi, rahang atas atau bawah, atau lidah. Nyeri cenderung menyebar ke daerah persarafan cabang lain. Penampakan klinis yang khas adalah nyeri dapat dipresipitasi oleh sentuhan pada wajah , seperti saat cuci muka atau bercukur, berbicara, mengunyah dan menelan. Nyeri yang timbul biasanya sangat berat sehingga pasien sangat menderita. Nyeri seringkali menimbulkan spasme reflex otot wajah yang terlibat sehingga disebut „tic douloreaux‟, kemerahan pada wajah, lakrimasi dan salivasi. (Sharav, 2002 ; Bryce, 2004)

9

Tabel 1. Rumusan ciri-ciri khas neuralgia trigeminal A.

A. Nyeri: paroksismal, intensitas tinggi, durasi pendek, sensasi shooting

B. B. Cabang kedua atau ketiga n. trigeminus C. C. Kejadian: unilateral D. D. Onset: umur pertengahan; wanita (3:2); kambuh-kambuhan sering pada musim semi dan gugur E. E. Daerah pencetus: 50%; sensitive terhadap sentuhan atau gerakan F. F. Kehilangan fungsi sensorik: tidak ada ( kecuali pernah dirawat sebelumnya) G. G. Perjalanan penyakit: intermitten; cenderung memburuk; jarang hilang spontan H. H. Insidensi familial: jarang (2%)

Pada neuralgia trigeminal seringkali tidak ditemukan berkurangnya sensibilitas tetapi dapat ditemukan penumpulan rangsang raba atau hilangnya refleks kornea walaupun jarang. Serangan yang timbul dapat mengurangi nafsu makan, rekurensi dalam jangka lama dapat menyebabkan kehilangan berat badan, depresi hingga bunuh diri. Untungnya, serangan biasa berhenti pada malam hari, walaupun pasien dapat juga terbangun dari tidur akibat serangan. Remisi dari rasa sakit selamam berminggu-minggu hingga berbulan-bulan merupakan tanda dari penyakit tahap awal. (Rose, 1997 ; Loeser, 2001)

Tabel 2: Perbedaan gejala klinis neuralgia trigeminal idiopatik dengan simptomatik adalah sebagai berikut Idiopatik

Simptomatik

Nyeri bersifat paroksimal di daerah Nyeri terasa terus menerus di kawasan sensorik cabang oftalmikus atau cabang cabang oftalmikus, atau nervus inframaksillaris

dan/atau

cabang orbitalis

mandibularis Timbulnya nyeri secara hilang timbul, Nyerinya terus-menerus tidak hilang serangan pertama bisa berlangsung 30 timbul, dengan puncak nyeri hilang menit dan serangan berikutanya antara timbul beberapa detik sampai 1 menit Nyeri merupakan gejala tunggal dan Disamping utama

nyeri

terdapat

juga

anestesia/hipestesia atau kelumpuhan saraf otak, ganguan autonom

10

Penderitra berusia 45 tahun. lebih sering Tidak memperlihatkan kecenderungan wanita dari pada laki-laki

pada wanita atau pria dan tidak terbatas pada golongan umur tertentu

7.

DIAGNOSIS Untuk menegakkan diagnosis neuralgia trigeminal, IHS (International Headache

Society) menetapkan kriteria diagnostik untuk neuralgia trigeminal sebagai berikut: 1.

Serangan nyeri paroksismal yang bertahan selama beberapa detik sampai 2 menit, mengenai satu atau lebih daerah persarafan cabang saraf trigeminal.

2.

Nyeri harus memenuhi satu dari dua kriteria berikut: a. Intensitas tinggi, tajam, terasa di permukaan, atau seperti ditusuk-tusuk. b. Berawal dari trigger zone atau karena sentuhan pemicu.

3.

Pola serangan sama terus.

4.

Tidak ada defisit neurologis.

5.

Tidak ada penyakit terkait lain yang dapat ditemukan.

Neuralgia trigeminal hendaknya memenuhi seluruh kriteria tersebut; minimal kriteria 1, 2, dan 3.

8.

DIAGNOSA BANDING Neuralgia trigeminal harus dibedakan dari tipe nyeri lainnya yang muncul pada wajah

dan kepala. (Olesen J et al, 1988)

Nyeri neuralgia postherpetikum dapat menyerupai neuralgia trigeminal, tetapi adanya eskar bekas erupsi vesikel dapat mengarahkan kepada neuralgia postherpetikum. Neuralgia postherpetikum pada wajah biasanya terbatas pada daerah yang dipersarafi oleh nervus trigeminus cabang pertama.(Olesen J et al, 1988)

Sindrom Costen yang bermanifestasi sebagai nyeri menjalar ke rahang bawah dan pelipis saat mengunya) dapat menyerupai neuralgia trigeminal tetapi hanya dipicu oleh proses mengunyah; biasanya disebabkan oleh artrosis temporomandibular dan maloklusi gigi.(1)

Nyeri psikogenik daerah wajah sering menyebabkan kesulitan diagnosis. Sindrom yang disebut neuralgia fasial atipik ini (nyeri wajah atipikal) sering ditemukan pada wanita muda atau setengah baya. Nyeri bersifat tumpul dan menetap, sering kali unilateral pada rahang 11

atas (walaupun dapat menyebar ke bagian lain kepala dan leher) dan biasanya dihubungkan dengan manifestasi ansietas kronik dan depresi. Tanda-tanda fisis tidak ditemukan dan pemberian analgetika tidak mempan. Perbaikan biasanya diperoleh dengan penggunaan antidepresan dan obat penenang oleh karena itu, penentuan diagnosis harus sebaik mungkin Neuralgia migrainosa (nyeri kepala sebelah) dapat menyebabkan nyeri paroksismal berat pada daerah persarafan trigeminal tetapi dapat dibedakan berdasarkan periode, ketiadaan faktor pencetus dan durasi tiap nyeri paroksismal yang lebih lama.

Diagnosis Banding

Persebaran

Faktor yang

Karakteristik

Meringankan/

Klinis

Memperburuk

Penyakit yang

Tata

Dihubungkan

Laksana

Neuralgia

Daerah persarafan

Laki- laki/ perempuan =

Titik-titik rangsang

Idiopatik

Carbamazepine

Trigeminal

cabang II dan III

1:3,

sentuh, mengunyah,

Skeloris multipel

Phenytoin

nervus trigeminus,

Lebih dari 50 tahun,

senyum, bicara, dan

pada dewasa muda

Gabapentin

unilateral

Paroksismal (10-30

menguap

Kelainan pembuluh

Injeksi alkohol

detik), nyeri bersifat

darah

Koagulasi atau

menusuk-nusuk atau

Tumor nervus V

dekompresi bedah

Status ansietas atau

Anti ansietas dan anti depresan

sensasi terbakar, persisten selama bermingguminggu atau lebih, Ada titik-titik pemicu, Tidak ada paralisis motorik maupun sensorik. Neuragia

Unilateral atau

Lebih banyak ditemukan

Tidak ada

Fasial Atipik

bilateral, pipi atau

pada wanita usia 30-50

depresi

angulus

tahun

Histeria

nasolabialis,

Nyeri hebat berkelanjutan

Idiopatil

hidung bagian

umumnya pada daerah

dalam

maksila

Neuralgia

Unilateral

Riwayat herpes

Post

Biasanya pada

Nyeri seperti sensasi

anti depresan dan

herpetikum

daerah persebaran

terbakar, berdenyut-

sedatif

cabang oftalmikus

denyut

nervus V

Parastesia, kehilangan

Sentuhan, pergerakan

Herpes Zoster

Carbamazepin,

sensasi sensorik keringat Sikatriks pada kulit Sindrom

Unilateral,

Nyeri berat berdenyut-

Mengunyah, tekanan

Ompong, arthritis

Perbaikan geligi,

Costen

dibelakang atau di

denyut diperberat oleh

sendi

rematoid

operasi pada

depan telinga,

proses mengunyah,

temporomandibular

12

beberapa kasus

pelipis, wajah

Nyeri tekan sendi temporo-mandibula, Maloklusi atau ketiadaan molar

Neuralgia

Orbito-frontal,

Migreno-sum

rahang atas,

Nyeri kepala sebelah

Alkohol pada

Tidak ada

beberapa kasus

Ergotamin sebagai profilaksis

angulus nasolabial

9.

PENATALAKSANAAN Pengobatan pada dasarnya dibagi atas 3 bagian: 1. Penatalaksanaan pertama dengan menggunakan obat. 2. Pembedahan dipertimbangkan bila obat tidak berhasil secara memuaskan. 3. Penatalaksanaan dari segi kejiwaan.

 Terapi Medis (Obat) Perlu diingatkan bahwa sebagian besar obat yang digunakan pada penyakit ini mempunyai cukup banyak efek samping. Penyakit ini juga terutama menyerang mereka yang sudah lanjut usia. Karena itu, pemilihan dan pemakaian obat harus memperhatikan secara cermat kemungkinan timbulnya efek samping. Dasar penggunaan obat pada terapi Trigeminal neuralgia dan neuralgia saraf lain adalah kemampuan obat untuk menghentikan hantaran impulse afferent yang menimbulkan serangan nyeri. 1. Carbamazepine Obat yang hingga kini dianggap merupakan pilihan pertama adalah carbamazepine. Bila efektif maka obat ini sudah mulai tampak hasilnya setelah 4 hingga 24 jam pemberian, kadang-kadang bahkan secara cukup dramatis. Dosis awal adalah 3 x 100 hingga 200 mg. Bila toleransi pasien terhadap obat ini baik, terapi dilanjutkan hingga beberapa minggu atau bulan. Dosis hendaknya disesuaikan dengan respons pengurangan nyeri yang dapat dirasakan oleh pasien.Dosis maksimal adalah 1200 mg/hari. 13

Karena diketahui bahwa pasien bisa mengalami remisi maka dosis dan lama pengobatan bisa disesuaikan dengan kemungkinan ini.Bila terapi berhasil dan pemantauan dari efek sampingnya negatif, maka obat ini sebaiknya diteruskan

hingga

sedikitnya

6

bulan

sebelum

dicoba

untuk

dikurangi.Pemantauan laboratorium biasanya meliputi pemeriksaan jumlah leukosit, faal hepar, dan reaksi alergi kulit. Bila nyeri menetap maka sebaiknya diperiksa kadar obat dalam darah. Bila ternyata kadar sudah mencukupi sedangkan nyeri masih ada, maka bisa dipertimbangkan untuk menambahkan obat lain, misalnya baclofen. Dosis awal baclofen 10 mg/hari yang bertahap bisa dinaikkan hingga 60 hingga 80 mg/hari.Obat ketiga boleh ditambahkan bila kombinasi dua obat ini masih belum sepenuhnya mengendalikan nyerinya.Tersedia phenytoin, sodium valproate, gabapentin, dan sebagainya.Semua obat ini juga dikenal sebagai obat anti epileptik. 2. Gabapentin Gabapentin adalah suatu antikonvulsan baru yang terbukti dari beberapa uji coba sebagai obat yang dapat dipertimbangkan untuk nyeri neuropatik.Obat ini mulai dipakai di Amerika pada 1994, sebagai obat anti epilepsi.

Kemampuannya

untuk

mengurangi

nyeri

neuropatik

yang

membandel dilaporkan secara insidentil mulai 1995 hingga 1997 oleh Mellick, Rosner, dan Stacey. Waldeman menganjurkan pemberian obat ini bila carbamazepin dan phenitoin gagal mengendalikan nyerinya.Dosis awal 300 mg, malam hari, selama 2 hari. Bila tidak terjadi efek samping yang mengganggu seperti pusing/dizzy, ngantuk, gatal, dan bingung, obat dinaikkan dosisnya setiap 2 hari dengan 300 mg hingga nyeri hilang atau hingga tercapai dosis 1800 mg/hari. Dosis maksimal yang diperbolehkan oleh pabrik obat ini adalah 2400 mg/hari.Waldeman

menganjurkan

1800

mg

sebagai

dosis

tertinggi.

Rowbotham dkk. menemukan bahwa gabapentin dalam dosis mulai 900 hingga 3600 mg sehari berhasil mengurangi nyeri, memperbaiki gangguan tidur, dan secara umum memperbaiki quality of life dari para pasien mereka.

14

Untuk neuralgia yang menyertai pasien dengan Multipel Sklerosis ternyata gabapentin dalam dosis antara 900 hingga 2400 mg/hari juga efektif pada 6 dari 7 pasiennya. Cara kerja gabapentin dalam menghilangkan nyeri masih belum jelas benar.Yang pasti dapat dikemukakan adalah bahwa obat ini meningkatkan sintesis GABA dan menghambat degradasi GABA. Karena itu, pemberian gabapentin akan meningkatkan kadar GABA di dalam otak. Karena obat ini lipophilic maka penetrasinya ke otak baik.

 Terapi Non-medis (Bedah) Pilihan terapi non-medis (bedah) dipikirkan bilamana kombinasi lebih dari dua obat belum membawa hasil seperti yang diharapkan.Dr. Stephen B. Tatter menyebutkan bahwa pembedahan disiapkan untuk mereka yang tidak dapat mentoleransi efek samping dari terapi medis atau ternyata terapi medis tidak efektif. Terdapat beraneka ragam cara pembedahan, dari yang paling kuno, yang dapat menimbulkan kecacatan (biasanya pendengaran dan gerak otot wajah) cukup besar, sampai cara yang lebih sophisticated, yang hanya sedikit atau hampir tidak pernah dijumpai efek samping. J. Keith Campbell menulis dalam artikelnya "Are All of the Treatment Options Being Considered” bahwa penatalaksanaan medik sering gagal dalam menghilangkan nyeri dalam periode yang panjang. Hal ini sering didapati pada pasien usia lanjut. Untuk pasien-pasien muda, merujuk ke ahli bedah untuk dekompresi mikrovaskular perlu dipertimbangkan segera sesudah diagnosis ditegakkan. Dua cara operasi kuno, yaitu ablatio total dari saraf perifer dan reseksi bagian sensorik dari saraf trigeminal, kini tidak dikerjakan lagi karena ada metode yang lebih baik. Walaupun demikian, Waldeman masih menganjurkan Trigeminal nerve block dengan menggunakan anestesi lokal + methylprednisolone. Yang dipakai adalah bupivacaine tanpa pengawet yang diberi bersama dengan methylprednisolone. Suntikan dilakukan tiap hari sampai obat oral yang dimulai pada saat sama, mulai efektif. Radiofrequency rhizotomy (Meglio and Cioni, 1989). Hingga kini masih populer karena relatif aman dan murah. Sayang, cara ini mempunyai kemungkinan kekambuhan sebesar 25%. Efek samping lain yang kurang 15

enak adalah terjadinya anestesi kornea, rasa kesemutan, dan kelemahan rahang yang kadang-kadang bisa mengganggu. Bahkan, ada pasien yang merasa menyesal karena rasa kesemutan yang terus-menerus ini lebih tidak nyaman daripada nyeri yang masih ada masa bebasnya.

 Percutaneous retrogasserian rhizolisis dengan gliserol Cara ini adalah cara yang dianjurkan oleh Jho dan Lunsforf (1997). Konon, hasilnya sangat baik dengan gangguan minimal pada kepekaan muka. Hipotesis yang dikemukakan adalah bahwa gliserol adalah neurotoksik dan bekerja pada serabut saraf yang sudah mengalami demielinisasi, menghilangkan compound action potential pada serabut trigeminal yang terkait dengan rasa nyeri. Cara ini cepat dan pasien bisa cepat dipulangkan.Kerugiannya adalah masih tetap bisa terjadi gangguan sensorik yang mungkin mengganggu atau kumat lagi sakitnya.

 Microvascular Decompression Dasar dari prosedur ini adalah anggapan bahwa adanya penekanan vaskular merupakan penyebab semua keluhan ini.Neuralgia adalah suatu compressive cranial mononeuropathy. Para penganut cara pengobatan ini mengganggap bahwa penyembuhan yang terjadi adalah yang paling sempurna dan permanen. Kerugian cara ini adalah bahwa bagaimanapun juga ini suatu kraniotomi dan pasien perlu tinggal sekitar 4-10 hari di rumah sakit, dilanjutkan dengan masa rekonvalesensi yang juga perlu 1-2 minggu. Pertimbangan lain adalah bahwa walaupun jarang, mikrovaskular dekompression bisa menyebabkan kematian atau penyulit lain seperti stroke, kelemahan nervus fasialis, dan tuli. Di tangan ahli bedah yang berpengalaman, komplikasi ini tentunya sangat kecil.Pada operasi yang berhasil, pengurangan atau bahkan hilangnya nyeri sudah dapat dirasakan setelah 5-7 hari pasca bedah.Dr. Fred Barker dan timnya melaporkan dalam suatu pertemuan ilmiah tentang pengalamannya dengan mikrovaskular dekompression pada 1430 pasien yang dilakukan di Universitas Pittsburgh.Sebagian besar dari pasien tersebut mendapatkan pengurangan nyeri secara lengkap atau bermakna.Dua

tahun

setelah

operasi, 16

insidens

kekambuhan

1%

per

tahunnya.Kekambuhan ini secara umum dikarenakan adanya pembuluh darah baru yang muncul pada nervus trigeminus.  Stereotactic radiosurgery dengan gamma knife Merupakan perkembangan yang masih relatif baru.Gamma Knife merupakan alat yang menggunakan stereotactic radiosurgery. Tekniknya dengan cara memfokuskan sinar Gamma sehingga berlaku seperti prosedur bedah, namun tanpa membuka kranium. Gamma Knife pertama kali diperkenalkan oleh Dr. Lars Leksell dari Stockholm, Swedia pada 1950.Cara ini hanya memerlukan anestesi lokal dan hasilnya konon cukup baik.Sekitar 80-90% dari pasien dapat mengharapkan kesembuhan setelah 3-6 bulan setelah terapi. Cara kerja terapi adalah lewat desentisisasi pada saraf trigeminal setelah radiasi yang ditujukan pada saraf ini dengan bantuan komputer.Seorang ahli bedah saraf dari Seattle Dr. Ronald Young mengatakan bahwa dengan Gamma Knife hasilnya sangat memuaskan juga dengan komplikasi yang minimal. Meglio dan Cioni melaporkan cara dekompresi baru dengan menggunakan suatu balon kecil yang dimasukkan secara perkutan lewat foramen ovale. Balon diisi sekitar 1 ml sehingga menekan ganglion selama 1 hingga 10 menit. Konon cara ini membawa hasil pada sekitar 90% dari kasus. Belum ada laporan mengenai berapa banyak yang mengalami residif.

 Penatalaksanaan dari Segi Kejiwaan Hal lain yang penting untuk diperhatikan selain pemberian obat dan pembedahan adalah segi mental serta emosi pasien. Selain obat-obat anti depresan yang dapat memberikan efek perubahan kimiawi otak dan mempengaruhi neurotransmitter baik pada depresi maupun sensasi nyeri, juga dapat dilakukan teknik konsultasi biofeedback (melatih otak untuk mengubah persepsinya akan rasa nyeri) dan teknik relaksasi.

17

10.

PROGNOSIS Neuralgia trigeminal bukan merupakan penyakit yang mengancam nyawa. Namun,

neuralgia trigeminal cenderung memburuk bersama dengan perjalanan penyakit dan banyak pasien yang sebelumnya diobati dengan tatalaksana medikamentosa harus dioperasi pada akhirnya. Banyak dokter menyarankan operasi seperti dekompresi mikrovaskular pada awal penyakit untuk menghindari jejas demyelinasi. Namun, masih ada perdebatan dan ketidakpastian mengenai penyebab neuralgia trigeminal, serta mekanisme dan faedah dari pengobatan yang memberikan kelegaan pada banyak pasien. (Olesen, 1988; Sharav, 2002; Brice, 2004)

18

Kompresi pembuluh darah arteri puntu masuk saraf Trigeminal

11.

WOC Gangguan serabut eferen nervus V

idiopatik

Trigeminal Neuralgia Clasicc

Lesi Organik Neuralgia trigeminal Simptomatik

Nervus Trigeminal Tertekan oleh pembuluh darah vertebrobasiler yang ekstasis

Rasa sakit

Kelainan Dental

Sentuhan ringan

Rasa sakit

Zona tingger

Tekanan pada gigi mukosa sakit

19

MK. Nyeri

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

A.

Pengkajian 1. Dapatkan riwayat kesehatan pasien, khususnya mengenai tanda-tanda neuralgia trigeminus dan arteritis temporalis. 2. Lakukan pemeriksaan yang berkaitan dengan system saraf. 3. Observasi adanya tanda-tanda neuralgia trigeminus dan arteritis termporalis.

B.

Diagnosa keperawatan 1. Gangguan rasa nyaman (nyeri) b/d Penekanan saraf trigeminal dan Inflamasi Arteri temporalis. 2.

Koping individu tak efektif b/d Nyeri berat, ancaman berlebih pada diri sendiri.

3. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan kebutuhan pengobatan b/d Keterbatasan konitif.

C.

Rencana Intervensi 1. Gangguan rasa nyaman (nyeri) b/d penekanan saraf trigeminan dan inflamasi arteri temporalis. Tujuan

Intervensi

Setelah dilakukan

Mandiri

tindakan 3x24 jam nyeri

1. Pastikan durasi/ episode

pasien berkurang.

nyeri

Rasional

1. Memudahkan pilihan intervensi yang sesuai.

2. Teliti keluhan nyeri.

2. Nyeri merupakan pengalaman subjektif dan harus dijelaskan oleh pasien.

3. Evaluasi Perilaku nyeri.

3. Dapat diperkuat karengan persepsi

20

pasien tentang nyeri tidak dapat dipercaya.

- Kolaboratif 1.

Berikan carbamazepine.

2.

Pemberian gabapeptin

1. Penanganan pertama pada nyeri. 2. Penanganan lanjutan jika carbamazepin tidak berhasil.

2. Koping individu tak efektif b/d Nyeri berat, ancaman berlebih pada diri sendiri. Tujuan

Intervensi

Setelah dilakukan

Mandiri

tindakan 3x24 jam

1. Kaji kapasitas fisiologi

Koping pasien baik

yang bersifat umum.

Rasional

1. Nyeri dapat mengurangi

2. Dekati pasien dengan

kemampuan koping.

ramah dan penuh

2. Menemukan kebutuhan

perhatian. 3. Bantu pasien dalam memahai perubahan konsep citra tubuh

psikologis yang akan meningkatkan harga diri. 3. Pasien mungkin menganggap dirinya sebagai seseorang “yang mengalami nyeri” dan mulai melihat dirinya sebagai seorang yang tidak mengalami nyeri.

21

BAB IV

PENUTUP

Kesimpulan Trigeminal neuralgia merupakan suatu keluhan serangan nyeri wajah satu sisi yang berulang, disebut Trigeminal neuralgia, karena nyeri di wajah ini terjadi pada satu atau lebih saraf dari tiga cabang saraf Trigeminal. Rasa nyeri disebabkan oleh terganggunya fungsi saraf trigeminal sesuai dengan daerah distribusi persarafan salah satu cabang saraf trigeminal yang diakibatkan oleh berbagai penyebab. Pada kebanyakan kasus, tampaknya yang menjadi etiologi adalah adanya kompresi oleh salah satu arteri di dekatnya yang mengalami pemanjangan seiring dengan perjalanan usia, tepat pada pangkal tempat keluarnya saraf ini dari batang otak. Kunci diagnosis adalah riwayat.Faktor riwayat paling penting adalah distribusi nyeri dan terjadinya 'serangan' nyeri dengan interval bebas nyeri relatif lama.Nyeri mulai pada distribusi divisi 2 atau 3 saraf kelima, akhirnya sering menyerang keduanya.Beberapa kasus mulai pada divisi 1.Biasanya, serangan nyeri timbul mendadak, sangat hebat, durasinya pendek (kurang dari satu menit), dan dirasakan pada satu bagian dari saraf trigeminal, misalnya bagian rahang atau sekitar pipi.Nyeri seringkali terpancing bila suatu daerah tertentu dirangsang (trigger area atau trigger zone). Trigger zones sering dijumpai di sekitar cuping hidung atau sudut mulut. Obat untuk mengatasi Trigeminal neuralgia biasanya cukup efektif. Obat ini akan memblokade sinyal nyeri yang dikirim ke otak, sehingga nyeri berkurang. Bila ada efek samping, obat lain bisa digunakan sesuai petunjuk dokter tentunya. Beberapa obat yang biasa diresepkan antara lain Carbamazepine (Tegretol, Carbatrol), Baclofen.Ada pula obat Phenytoin (Dilantin, Phenytek), atau Oxcarbazepine (Trileptal). Dokter mungkin akan memberi Lamotrignine (Lamictal) atau Gabapentin (Neurontin). Pasien Trigeminal neuralgia yang tidak cocok dengan obat-obatan bisa memilih tindakan operasi.

22

DAFTAR PUSTAKA

1.

Love S, Coakham HB. Trigeminal neuralgia Pathology and phatogenesis. Brain 2001;124:2347-2360

2.

Joffroy A, Levivier M, Massager N. Trigeminal neuralgia Pathology and treatment. Acta neurol 2001;101:20-25

3.

Nurmikko TJ, Eldridge PR. Trigeminal neuralgia-pathophysiology, diagnosis and current treatment. British Journal of Anaesthesia 2001;87(1):32-117

4.

Kamel HAM, Toland J. Trigeminal Nerve Anatomy: Illustrated Using Examples of Abnormalities. AJR 2001 Jan;176:247-251

5.

Siddiqui MN, Siddiqui S, Ranasinghe JS, Furgang FA. Pain Management: Trigeminal neuralgia. Clinical Review Article. Hospital Physician 2003 Jan;6470

6.

Bennetto L, Patel NK, Fuller G. Trigeminal neuralgia and its management. BMJ 2007 Jan 27;334:201-205

7.

Kraftt RM. Trigeminal Neuralgia. American Family Physician 2008 May 1;77:1291-1296

8.

Scrivani SJ. Trigeminal Neuralgia. Paint Management 2004;1(3):1-6

9.

Dedhia JD, Tordoff S, Sivakumar G. Trigeminal Neuralgia (TGN ) Pathophysiology and Management. Journal Anaesthesia Clinical Pharmacology 2009;25(1):3-

23

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF