ASKEP POST PARTUM SC Ny.M.docx

September 11, 2019 | Author: Anonymous | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download ASKEP POST PARTUM SC Ny.M.docx...

Description

ASUHAN KEPERAWATAN POST PARTUM PADA NY.U DENGAN POST SC ELEKTIF P1A0H0 A/I DISPROPORSI KEPALA PANGGUL DI RUANG EDELWEIS RSUD KRT SETJONEGORO WONOSOBO Disusun untuk memenuhi tugas praktik klinik Keperawatan Maternitas

Disusun oleh : SONIA DESIRIANA PUTRI 22020113210016

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS ANGKATAN XXII PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNDIP SEMARANG 2013 1

BAB I PENDAHULUAN A.

LATAR BELAKANG Persalinan merupakan proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan plasenta) yang telah cukup bulan atau dapat hidup di luar kandungan melalui jalan lahir atau melalui jalan lain, dengan bantuan atau tanpa bantuan atau kekuatan sendiri (Manuaba, 2001). Terdapat dua cara persalinan, yaitu persalinan lewat vagina, lebih dikenal dengan persalinan normal atau alami dan persalinan dengan operasi caesar (Sectio Caesarea), yaitu bayi dikeluarkan lewat pembedahan perut (Kasdu, 2003). Sectio Caesarea (SC) merupakan pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan dinding uterus atau vagina atau suatu histerotomi untuk melahirkan janin dari dalam rahim (Carpenito, 2001). Menurut Christine (2005) dalam tahun 30 tahun belakangan, peristiwa operasi caesar meningkat dengan pesat. Di Australia dan Inggris, operasi caesar sekitar 10 sampai 15%. Di Amerika Serikat, sekitar 16% sampai 20%. Brasil merupakan salah satu negara dengan tingkat operasi caesar tertinggi di dunia. Tingkat kelahiran melalui operasi di Brasil saat ini sudah mencapai 44 persen dimana menurut World Health Organization (WHO) standar rata-rata operasi caesar di sebuah negara adalah sekitar 5-15%. Di Indonesia persentase operasi caesar sekitar 5%. Di rumah sakit pemerintah rata-rata 11%, sementara di rumah sakit swasta bisa lebih dari 30% (www.health.kompas.com). Berbagai faktor yang dapat menjadi indikasi dilakukan tindakan SC antara lain faktor ibu dan janin. Salah satu faktor yang berasal dari ibu adalah Disproporsi Kepala Panggul (DKP). DKP atau Cephalopelvic Disproportion (CPD) adalah keadaan yang menggambarkan ketidaksesuaian antara kepala janin dan panggul ibu sehingga janin tidak dapat keluar melalui vagina. Disproporsi kepala panggul disebabkan oleh panggul sempit, janin yang besar ataupun kombinasi keduanya (Cunningham, 2005). Ukuran lingkar panggul ibu tidak sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin dapat menyebabkan ibu

2

tidak dapat melahirkan secara alami (Kasdu, 2003). Penatalaksanaan klien post sectio caesarea mempunyai karakteristik yang berbeda, dimana penatalaksanaannya merupakan kombinasi antara penatalaksanaan post operasi dan post partum. Uraian di atas membuat penulis tertarik dalam menyusun dan memberikan asuhan keperawatan post partum pada klien post sectio caesarea atas indikasi disproporsi kepala panggul di Ruang Edelweis RSUD KRT Setjonegoro Wonosobo. B. TUJUAN 1. Tujuan Umum Mahasiswa mampu melakukan asuhan keperawatan post partum pada ibu dengan post sectio caesaria. 2. Tujuan khusus a. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian secara komprehensif pada ibu post partum dengan persalinan section caesarea. b. Mahasiswa mampu menegakkan diagnosa keperawatan pada ibu postnatal dengan persalinan section caesarea. c. Mahasiswa mampu membuat rencana

keperawatan

untuk

menyelesaikan masalah keperawatan. d. Mahasiswa mampu melakukan tindakan keperawatan mandiri maupun kolaborasi dengan tenaga medis lain serta keluarga klien e. Mahasiswa mampu melakukan evaluasi tindakan keperawatan yang telah dilakukan. f. Mahasiswa mampu mendokumentasikan asuhan keperawatan yang diberikan.

BAB II TINJAUAN TEORI 3

A. POST PARTUM 1. Definisi Periode postnatal/postpartum atau masa nifas adalah interval 6 minggu antara kelahiran bayi dan kembalinya organ reproduksi ke keadaan normal sebelum hamil (Rustam,1998). Nifas / puerperium adalah masa sesudah persalinan yang diperlukan untuk pulihnya kembali alat-alat reproduksi yang lamanya kurang lebih sekitar 6 minggu (Hanifa,1999). Masa postnatal dibagi dalam 3 tahap yaitu : a. Periode immedietelly postnatal / kala IV (dalam 24 jam pertama). b. Periode early postnatal (minggu pertama). c. Periode late postnatal (minggu kedua sampai keenam) atau perubahan bertahap. Potensial bahaya sering terjadi pada periode immedietelly dan early postnatal yaitu kejadian perdarahan dan syok hipovolemik. Pada jam dan hari pertama sesudah persalinan, hampir seluruh sistem tubuh mengalami perubahan secara drastis. Berat badan akan mengalami penurunan sebanyak 9-10 kg, yaitu 5,5-6 kg karena fetus dan plasenta, cairan amnion, dan kehilangan darah saat melahirkan serta 2,5 kg karena keringat dan diuresis selama seminggu postnatal, sedangkan 1 kg karena involusio uterus dan pengeluaran lokhea. 2. Adaptasi fisiologi ibu post partum Adaptasi atau perubahan fisiologis yang terjadi pada ibu post partum sectio cesaria antara lain: a. Perubahan pada Korpus Uteri Pemulihan uterus pada ukuran dan kondisi normal setelah kelahiran bayi tersebut disebut involusi. Dalam 12 jam setelah persalinan fundus uteri berada kira-kira 1 cm di atas umbilicus, 6 hari setelah persalinan fundus uteri berada kira-kira 2 jari di bawah pusat dan uterus tidak berada pada abdomen setelah 10-12 hari post partum. Peningkatan kontraksi uteri segera setelah persalinan yang merupakan

4

respon untuk mengurangi volume intra uteri. Pada uteri terdapat pelepasan plasenta sekeras telapak tangan regenerasi tempat pelepasan plasenta belum sempurna sampai 6 minggu post partum. Uterus mengeluarkan cairan melalui vagina yang disebut lokhea. Pada hari pertama dan kedua cairan berwarna merah disebut lokhea rubra. Setelah satu minggu lokhea serosa dan setelah dua minggu cairan berwarna putih disebut lokhea alba. b. Perubahan pada Serviks Post sectio caesaria bagian atas serviks sampai segmen bawah uteri menjadi sedikit oedema, indoserviks menjadi lembut dan terlihat memar yang memungkinkan terjadinya infeksi. c. Vagina dan perineum Post sectio caesaria dinding vagina yang licin secara berangsur-angsur ukurannya akan kembali normal dalam waktu 6 sampai 8 minggu post portum. d. Payudara Bayi yang lahir secara sectio caesaria dengan pembiusan umum, rawat gabung dilakukan setelah ibu dan bayi sadar (bayi tidak mengantuk), missal 4-6 jam setelah operasi selesai. Bayi tetap disusukan meskipun ibu masih mendapat infus. Bantuan petugas kesehatan untuk memegang bayi atau menaruh pada posisi yang nyaman bagi ibu sangat diperlukan sampai ibu dapat duduk dan aktif kembali. Bila pembiusan spinal bayi dapat diberi ke ibu segera setelah selesai operasi. e. Sistem Kardiovaskuler Post sectio caesaria volume darah cenderung menurun akibat perdarahan post operasi. Suhu badan meningkat dalam 24 jam pertama. Pada 6 sampai 8 jam pertama setelah persalinan umumnya ditemukan bradikardi, keadaan pernafasan berubah akibat dari anastesi. f. Sistem Urinari Post sectio caesaria fungsi ginjal akan normal dalam

5

beberapa

bulan setelah

persalinan

karena

adanya

peregangan

dinding abdomen pada vesika urinaria yang merupakan hasil filtrasi dari ginjal, sehingga pasien yang terpasang kateter kemungkinan dapat terjadi infeksi saluran kemih. g. Sistem Endokrin Perubahan yang terjadi pada sistem endokrin selama masa nifas yaitu hormon plasenta. Hormon ini menurun dengan cepat setelah persalinan. Keadaan Humal Placental Lactogen (HPL) merupakan keadaan yang tidak terdeteksi dalam 24 jam. Keadaan esterogen dalam plasenta menurun sampai 10% dari nilai ketika hamil dalam waktu 3 jam. Setelah persalinan pada hari ke-7 keadaan progesteron dalam plasma menurun, luteal pertama pada hormon pituitary keadaan prolaktin pada darah meninggi dengan cepat pada kehamilan mencapai keadaan seperti sebelum kehamilan dalam waktu 2 minggu. h. Sistem Integumen Striae yang diakibatkan karena regangan kulit abdomen mungkin akan tetap bertahan lama setelah kelahiran tetapi akan menghilang menjadi bayangan yang lebih terang. Bila klien terdapat linea nigra atau topeng kehamilan (kloasma) biasanya akan memutih dan kelamaan akan menghilang. i. Sistem Gastrointestinal Post sectio caesaria gangguan nutrisi terjadi setelah terjadi 24 jam post partum sebagai akibat dari pembedahan dengan anastesi general yang diakibatkan tonus otot-otot saluran pencernaan melemah sehingga mobilitas makanan akan lebih lama berada dalam saluran makanan akibat pembesaran rahim. 3. Adaptasi Psikologi Ibu Post Partum Adaptasi psikologis ibu post partum yaitu: a. Fase Taking In (Dependent)

6

Terjadi pada satu sampai dua hari post partum ibu sangat tergantung pada orang lain dalam memenuhi kebutuhannya, termasuk merawat anaknya. Pada klien post operasi sectio caesaria beberapa hari pertama klien lebih berfokus pada dirinya, timbul rasa nyeri pada daerah insisi dan gastrointestinal, klien memerlukan bantuan untuk mengatasi nyeri, timbul rasa kecemasan dan ketakutan adanya luka, berhati-hati dalam melakukan gerakan. b. Fase Taking Hold (Dependent-Indendent) Terjadi pada tiga hari post partum ibu mulai bisa makan, minum, merawat diri serta bayinya. Pada fase ini waktu yang tepat untuk penyuluhan. Pada post sectio caesaria klien masih adanya nyeri, klien masih memerlukan bantuan orang lain, bertindak hati-hati dalam melakukan gerakan dan klien sudah bisa turun dari tempat tidur. c. Fase Leting Go (Independent) Fase ini ibu dan keluarganya harus segera menyesuaikan diri terhadap interaksi antara anggota keluarga, fase ini berlangsung pada hari terakhir minggu pertama masa post partum. 4. Perawatan Ibu Post Partum a. Early Ambulation (Mobilisasi Dini) Early Ambulation adalah kebijakan untuk membimbing penderita untuk selekas mungkin berjalan. Mobilisasi postnatal memiliki variasi tergantung pada komplikasi persalinan, nifas, sembuhnya luka. b.

Diet/Nutrisi Selama nifas, ibu dianjurkan untuk mengkonsumsi makanan yang bermutu dan bergizi, cukup kalori dan protein. Hal ini mempengaruhi pembentukan air susu dan mempercepat proses penyembuhan ibu.

c.

Miksi Hendaknya BAK dapat dilakukan sendiri secepatnya 6 jam postpartum. Kadang-kadang ibu mengalami sulit kencing karena uretra

7

ditekan oleh kepala janin dan spasme oleh iritasi. Bila kandung kemih penuh dan ibu sulit kencing sebaiknya dilakukan kateterisasi. d.

Defekasi Bila 3-4 hari postpartum klien sulit buang air besar dan terjadi obstipasi, maka dapat dilakukan klisma air sabun atau gliserin.

e.

Perawatan Payudara Perawatan payudara dimulai sejak wanita hamil supaya puting susu lemas, tidak keras dan kering sebagai persiapan untuk menyusui bayinya. Anjurkan ibu untuk selalu membersihkan puting susu dengan air hangat setaip kali sebelum dan sesudah menyusui.

f.

Discharge Planning Penyuluhan tentang diet, latihan, pembatasan aktivitas, perawatan payudara, aktivitas seksual dan kontrasepsi, pengobatan dan tandatanda komplikasi.

B. SECTIO CAESAREA 1. Definisi Sectio Caesarea (SC) adalah suatu cara melahirkan janin dengan sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut (Mochtar, 2000). Menurut Prawiroharjo (2005) sectio caesarea merupakan suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram. Sectio Caesarea merupakan pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan dinding uterus atau vagina atau suatu histerotomi untuk melahirkan janin dari dalam rahim (Carpenito, 2001). Tujuan melakukan sectio caesarea adalah untuk mempersingkat lamanya perdarahan dan mencegah terjadinya robekan serviks dan segmen bawah rahim. SC dilakukan pada plasenta previa totalis dan plasenta previa lainnya jika perdarahan hebat. Selain dapat mengurangi kematian bayi pada plasenta previa, SC juga dilakukan untuk kepentingan ibu,

8

sehingga SC dilakukan pada placenta previa walaupun anak sudah mati. 2. Indikasi Sectio Caesarea Menurut Manuaba (2001) indikasi ibu dilakukan sectio caesarea adalah ruptur uteri iminen, perdarahan antepartum, ketuban pecah dini. Sedangkan indikasi dari janin adalah fetal distres dan janin besar melebihi 4.000 gram. Dari beberapa faktor sectio caesarea diatas dapat diuraikan beberapa penyebab sectio caesarea sebagai berikut: a. CPD (Chepalo Pelvik Disproportion) Chepalo Pelvik Disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul ibu tidak sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin yang dapat menyebabkan ibu tidak dapat melahirkan secara alami. Tulang-tulang panggul merupakan susunan beberapa tulang yang membentuk rongga panggul yang merupakan jalan yang harus dilalui oleh janin ketika akan lahir secara alami. Bentuk panggul yang menunjukkan kelainan atau panggul patologis juga dapat menyebabkan kesulitan dalam proses persalinan alami sehingga harus dilakukan tindakan operasi. Keadaan patologis tersebut menyebabkan bentuk rongga panggul menjadi asimetris dan ukuran-ukuran bidang panggul menjadi abnormal

(Kasdu, 2003).Setiap

pada

diameter

panggul yang

mengurangi kapasitas panggul, dapat menimbulkan distosia pada persalinan. Menurut Wiknjosastro (2002) ada beberapa kesempitan panggul, yaitu : 1) Kesempitan pintu atas panggul Pintu atas panggul biasanya dianggap menyempit jika konjugata vera yang merupakan ukuran paling pendek panjangnya kurang dari 10 cm atau jika diameter transversal yang merupakan ukuran paling lebar panjangnya kurang dari 12 cm, proses persalinannya jika kelainan panggul cukup menonjol dan menghalangi masuknya kepala dengan mudah ke dalam pintu atas panggul, proses persalinan akan memanjang dan kerap kali tidak pernah terjadi

9

persalinan spontan yang efektif sehingga membawa akibat yang serius bagi ibu maupun janinnya. 2) Kesempitan panggul tengah Bidang obstetrik panggul tengah membentang dari margo inferior simfisis pubis, lewat spina iskiadika, dan mengenai sakrum di dekat sambungan tulang vertebra keempat dan kelima. Meskipun definisi kesempitan pintu atas panggul, namun panggul tengah mungkin sempit kalau jumlah diameter interspinarum dan diameter sagitalis posterior pelvis (normalnya 10,5 plus 5 cm atau 15,5 cm) mencapai 13,5 cm atau lebih kurang lagi. 3) Kesempitan pintu bawah panggul Kesempitan pintu bawah panggul biasanya diartikan sebagai keadaan dimana distansia tuberculum 8 cm atau lebih kecil lagi. Pintu bawah panggul yang sempit tidak banyak mengakibatkan distosia karena kesempitannya sendiri mengingat keadaan ini sering disertai pula dengan kesempitan panggul tengah. Dalam kasus CPD, jika kepala janin belum masuk ke dalam pintu atas panggul pada ibu hamil cukup bulan, akan dilakukan operasi sectio caesarea karena resiko terhadap janin semakin besar kalau persalinan semakin maju (Jones, 2001). b. PEB (Pre-Eklamsi Berat) Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang langsung disebabkan oleh kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas. Setelah perdarahan dan infeksi, pre-eklamsi dan eklamsi merupakan penyebab kematian maternal dan perinatal paling penting dalam ilmu kebidanan. Karena itu diagnosa dini amatlah penting, yaitu mampu mengenali dan mengobati agar tidak berlanjut menjadi eklamsi (Mochtar, 1998). c. KPD (Ketuban Pecah Dini) Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu. Sebagian besar

10

ketuban pecah dini adalah hamil aterm di atas 37 minggu, sedangkan di bawah 36 minggu tidak terlalu banyak (Manuaba, 2001). Robeknya kantung ketuban sebelum waktunya dapat menyebabkan bayi harus segera dilahirkan. Pecahnya kantung ketuban pada kehamilan seringkali tidak disadari penyebabnya. Namun, biasanya hal ini terjadi sesudah trauma. Misalnya, setelah terjatuh, perut terbentur sesuatu, atau sesudah senggama. Dengan adanya hal ini dokter akan mempercepat persalinan karena khawatir akan terjadi infeksi pada ibu dan janinnya (Kasdu, 2003). d. Janin Besar (Makrosomia) Makrosomia atau janin besar adalah taksiran berat janin diatas 4.000 gram. Di negara berkembang, 5 % bayi memiliki berat badan lebih dari 4.000 gram pada saat lahir dan 0,5 % memiliki berat badan lebih dari 4.500 gram. Ada beberapa faktor ibu yang menyebabkan bayi besar, yaitu ibu dengan diabetes, kehamilan post-term, obesitas pada ibu, dan lain-lain. Untuk mencegah trauma lahir, maka bedah sesar elektif harus ditawarkan pada wanita penderita diabetes dengan taksiran berat janin lebih dari 4500 gram dan pada wanita nondiabetes dengan taksiran berat janin lebih dari 5000 gram (Glance, 2006). e. Kelainan Letak Janin f. Bayi kembar Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara caesar. Hal ini karena kelahiran kembar memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih tinggi daripada kelahiran satu bayi. Selain itu, bayi kembar pun dapat mengalami sungsang atau salah letak lintang sehingga sulit untuk dilahirkan secara normal. g. Faktor hambatan jalan lahir h. Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang tidak memungkinkan adanya pembukaan, adanya tumor dan kelainan bawaan pada jalan lahir, tali pusat pendek dan ibu sulit bernafas (Dini Kasdu, 2003).

11

3. Kontraindikasi Sectio Caesarea a. Janin sudah meninggal di dalam uterus b. Infeksi intra partum c. Syok / Anemia berat yang belum teratasi d. Kelainan kongenital berat : hidrosefalus, anensefalus. e. Janin terlalu kecil untuk hidup di luar kandungan. 4. Manifestasi klinis Persalinan dengan Sectio Caesarea, memerlukan perawatan yang lebih koprehensif yaitu: perawatan post operatif dan perawatan post partum. Manifestasi klinis sectio caesarea menurut Doenges (2001), antara lain : a. b. c. d.

Nyeri akibat ada luka pembedahan Adanya luka insisi pada bagian abdomen Fundus uterus kontraksi kuat dan terletak di umbilicus Aliran lokhea sedang dan bebas bekuan yang berlebihan (lokhea tidak

banyak) e. Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600-800ml f. Emosi labil/perubahan emosional dengan mengekspresikan g. h. i. j. k.

ketidakmampuan menghadapi situasi baru Biasanya terpasang kateter urinarius Auskultasi bising usus tidak terdengar atau samar Pengaruh anestesi dapat menimbulkan mual dan muntah Status pulmonary bunyi paru jelas dan vesikuler Pada kelahiran secara SC tidak direncanakan maka bisanya kurang

paham prosedur l. Bonding dan Attachment pada anak yang baru dilahirkan. 5. Jenis Sectio Caesarea a. Abdomen (Sectio caesarea Abdominalis) 1) Sectio caesarea Transperitonealis a) Sectio cesaria klasik atau korporal dengan insisi memanjang pada korpus uteri sepanjang 10 cm. Kelebihan : -

Mengeluarkan janin lebih cepat

-

Tidak mengakibatkan komplikasi kandung kemih tertarik Sayatan bisa diperpanjang proksimal atau distal 12

Kekurangan: -

Infeksi mudah menyebar secara intra abdominal karena tidak ada retroperitonealisasi yang baik

-

Untuk persalinan berikutnya lebih sering terjadi ruptura uteri spontan

b) Sectio caesarea

Ismika atau profunda atau Low Cervical

dengan insisi pada segmen bawah rahim kira-kira 10 cm. Kelebihan : -

Penjahitan luka lebih mudah

-

Penutupan luka dengan retroperitonealisasi yang baik

-

Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan penyebaran isi uterus ke rongga peritoneum

-

Perdarahan kurang

-

Resiko terjadi ruptura uteri spontan lebih kecil Kekurangan :

-

Luka dapat menyebar ke kiri, kanan, dan bawah, sehingga mengakibatkan perdarahan yang banyak

-

Keluhan pada kandung kemih post operasi tinggi.

c) Sectio caesarea

Ekstraperitonealis, yaitu tanpa membuka

peritoneum parietalis, dengan demikian tidak membuka kavum abdominal. b. Vagina (Sectio caesarea Vaginalis) Menurut arah sayatan pada rahim, seksio sesarea dapat dilakukan sebagai berikut : 1) Sayatan Memanjang (Longitudinal) menurut Kronig 2) Sayatan Melintang (Transversal) menurut Kerr 3) Sayatan Huruf T (T-Incision) (Mochtar, 1998) 6. Jenis anestesi yang digunakan dalam operasi Sectio Caesaria

13

Anastesi adalah suatu tindakan untuk menghilangkan kesadaran disertai hilangnya rasa sakit yang sifatnya sementara. Menurut teknik pemberian anastesi dibagi menjadi 2, yaitu: a. Anastesi Umum Adalah suatu cara untuk menghilangkan kesadaran disertai rasa sakit di seluruh tubuh disebabkan pemberian obat-obatan anastesi. Cara pemberiannya antara lain adalah: 1) Metode tetes terbuka (open drop methode) Prinsipnya adalah inhalasi vasopresi cairan anastesi dengan jalan tetesan, obat-obatan yang dipakai adalah obat untuk anastesi umum, dibagian obstretri dipakai eter. 2) Metode separuh tertutup (semi closed methode) Cara ini memakai alat yang disebut inhaler yang tertutup terhadap udara luar melalui suatu katup (valve), ada 2 jenis tipe semi closed inhaler yaitu non rebreathing dan rebreathing. 3) Intubasi tracheal (tracheal intubation) Cara ini sering dipakai pada anastesi seimbang yaitu dengan memakai campuran beberapa macam gas. 4) Metode tertutup (closed methode) Dengan cara ini anestetika dan oksigen dapat diatur sebaik-baiknya melalui suatu sistem antara klien dan alat pemberian dengan dua sistem yaitu to dan fro, serta circle. Sirkulasi dan pernapasan dapat diatur bahkan dengan mempergunakan alat-alat yang lengkap, TTV dari klien dapat dicatat secara langsung dan mudah. b. Anastesi Regional dan Lokal Adalah suatu cara untuk mengilangkan rasa sakit pada sebagian dari tubuh atau pada daerah tertentu dari tubuh. Cara pemberiannya adalah: 1) Anastesi spinal (lumbal)/Epidural Anastesi spinal, epidural dan lumbal dalam pemberian. Obat dapat diberikan secara dosis tunggal atau tetesan bersambung. Jarum

14

dimasukkan kira-kira 1 cm di bawah prosesus spinosus L3 menuju ke arah atas medial sampai pada epidural. 2) Blok sub arakhnoid Blok sub arachnoid cukup efektif untuk mengendalikan sensasi nyeri dan relaksasi otot perineum. Blok ini sering digunakan pada kala II persalinan. 3) Blok kaudal Blok ini mengenai semua saraf yang dating ke sacrum atau yang muncul dari foramina sakralis sehingga rasa sakit sewaktu persalinan ditiadakan. 4) Blok pudendal Daerah perlaliannya pada perineum saja karena itu harus ditambah dengan infiltrasi local untuk menghasilkan perlalian yang sempurna. 5) Infiltrasi Lokal dengan cara vagino-perineal dan abdominal Infiltrasi local dapat diberikan pada beberapa tempat, menurut daerah mana yang akan dihilangkan rasa sakitnya. 3 lokasi yang sering diberikan infiltrasi lokal adalah infiltrasi lokal pada perineum, infiltrasi para servikal dan infiltrasi dinding perut pada operasi per abdominal.

6) Blok paraservikal dan uterosakral Cara ini mengenai daerah lateral uterus dan parametrium sehingga akan melalaikan hampir semua persarafan ke uterus dan serviks, tetapi tidak pada ovarium dan perineum. 7. Komplikasi dan efek samping anestesi Komplikasi dan efek samping dari tindakan pemberian anastesi adalah:

15

1. Gangguan pernapasan 2. Kerja jantung berhenti 3. Regurgitasi 4. Muntah-muntah 5. Perdarahan 6. Reaksi toksik sistemik 7. Ileus paralitik 8. Penatalaksanaan Penatalaksanaan medis dan perawatan setelah dilakukan sectio caesarea (Prawirohardjo, 2005), yaitu : a. Perdarahan dari vagina harus dipantau dengan cermat. b. Fundus uteri harus sering dipalpasi untuk memastikan bahwa uterus tetap berkontraksi dengan kuat. c. Pemberian analgetik dan antibiotik. d. Periksa aliran darah uterus paling sedikit 30 ml/jam. e. Pemberian cairan intra vaskuler, 3 liter cairan biasanya memadai untuk 24 jam pertama setelah pembedahan. f. Ambulasi satu hari setelah pembedahan klien dapat turun sebentar dari tempat tidur dengan bantuan orang lain. g. Perawatan luka : insisi diperiksa setiap hari, jahitan kulit (klip) diangkat pada hari ke empat setelah pembedahan. C. DISPORPOSI KEPALA PANGGUL 1. Definisi Disproporsi kepala panggul atau Cephalopelvic Disproportion (CPD) adalah keadaan yang menggambarkan ketidaksesuaian antara kepala janin dan panggul ibu sehingga janin tidak dapat keluar melalui vagina. Disproporsi kepala panggul disebabkan oleh panggul sempit, janin yang besar ataupun kombinasi keduanya (Cunningham, 2005). 2. Faktor-Faktor Disproporsi Kepala Panggul 16

a. Faktor panggul ibu 1) Terdapat pangul-panggul sempit yang umumnya disertai peubahan dalam bentuknya. Menurut klasifikasi yang dianjurkan Munro Kerr yang diubah sedikit, panggul-pangul yang terakhir dapat digolongkan sebagai berikut: a) Perubahan bentuk karena kelainan perubahan intrauterine: Panggul Naegele, panggul Robert, split pelvis, panggul asimilasi. b) Perubahan bentuk karena penykit pada tulng-tulang panggul dan/atau sendi panggul: Rakitis, Neoplasma, Fraktur, Atrofi, karies, nekrosis. c) Perubahan bentuk karena penyakit kaki: Koksitis, Luksasio koksa, Atrofi atau kelumpuhan satu kaki. d) Perubahan bentuk karena penyakit tulang belakang: Kifosis, Skoliosis, Spondilolistesis 2) Berdasarkan pintu masuk panggul a) Kesempitan pada pintu atas panggul Pintu

atas

panggul

dianggap

sempit

bila

diameter

anteroposterior terpendeknya kurang dari 10 cm, atau diameter taransversa kurang dari 12 cm. oleh karena pada pangul sempit kemungkinan besar bahwa kepala tertahan oleh pintu atas panggul, menyebabkan serviks uteri kurang mengaami tekanan kepala sehingga dapat menyebabkan inersia uteri dan lambatnya pembukaan serviks. b) Kesempitan panggul tengah Apabila ukurannya distansia interpinarum kurang dari 9,5 cm diwaspadai akan kemungkinan kesukaran dalam persalinan, ditambah agi bila ukuran diameter sagitalis juga pendek. c) Kesempitan pintu bawah panggul Pintu bawah pangul terdiri atas segitiga depan dan segitiga belakang yang mempunyai dasar yang sama, yakni distansia tuberum. Bila distansia tuberum dengan diameter sagitalis posterior kurangdari 15 cm, maka dapat timbul kemacetan pada

17

kelahiran ukuran normal. b. Kelainan bentuk janin 1) Pertumbuhan yang berlebihan Berat neonates normal pada kehamilan aterm berkisar 2500-4000 gram. Yang dinamakan bayi besar jika berat lahirnya melebihi 4000 gram. Pada janin besar, faktor keturunan memegang peranan penting. Pada wanita hamil dengan diabetes mellitus, pada postmaturitas dan pada grandemultipara juga dapat mengakibatkan janin besar. Menentukan besarnya janin secara klinis memang sulit dilakukan. Kadang-kadang baru diketahui adanya janin besar setelah tidak adanya kemajuan dalam persalinan pada panggul normal dan his yang kuat. Walaupun panggul ibu luas dan dapat dilewati janin lebih dari 4000 gram sebaiknya dilakukan persalinan perabdominal dengan pertimbangan jalan lahir lunak ibu. Disebut makrosomia bila lingkar kepala janin 37-40 cm, dan untuk persalinan pervaginam dilakukan pada janin dengan lingkar kepala 24 hrs old Everted (after stimulation)

Hold (position ing)

holds infant at breast)

h.

elevate head of bed, place pillow support), Teach one slide, mother does other, staff holds and then mother takes over

Mother able to position/hold infant

Abdomen 1)

Keadaan Kaji apakah terdapat striae dan linea alba. Kaji keadaan abdomen, apakah lembek atau keras. Abdomen yang keras menunjukkan kontraksi uterus bagus sehingga perdarahan dapat diminimalkan. Abdomen yang lembek menunjukkan sebaliknya dan dapat dimasase untuk merangsang kontraksi.

2)

Diastasis rektus abdominis Diastasis rektus abdominis adalah regangan pada otot rectus abdominis akibat pembesaran uterus. Jika dipalpasi regangan ini menyerupai celah memanjang dari prosessus xiphoideus ke umbilicus sehingga dapat diukur panjang dan lebarnya. Diastasis ini tidak dapat menyatu kembali seperti sebelum hamil tetapi dapat mendekat dengan memotivasi ibu untuk senam nifas. Cara memeriksa diastasis rektus abdominis adalah dengan meminta ibu untuk tidur telentang tanpa bantal dan mengangkat kepala, tidak diganjal. Kemudian palpasi abdomen dari bawah prosessus xiphoideus ke umbilikus kemudian ukur panjang dan lebar diastasis.

3)

Fundus uteri Palpasi fundus uteri dari arah umbilikus ke bawah. Tentukan tinggi fundus uteri (contoh : 1 jari di atas pusat, 2 jari di atas pusat, dll), posisi fundus, apakah sentral atau lateral. Posisi lateral biasanya terdorong oleh bladder yang penuh. Kontraksi juga perlu diperiksa, kontraksi lemah atau perut teraba lunak 25

menunjukkan kontraksi uterus kurang maksimal sehingga memungkinkan terjadi perdarahan. Kaji fundus uteri setiap hari yakni kekuatan dan lokasinya, pastikan bahwa klien mengosongkan kandung kemih sebelum palpasi dilakukan. a)

Uterus tidak secara progresif menurun ukurannya atau kembali ke pelviks bagian bawah.

b)

Uterus tetap kendur atau kontraksinya buruk

c)

Sakit pinggang atau nyeri pelvis yang persisten

d)

Perdarahan

vagina

hebat 4)

Kandung kemih Kaji dengan palpasi kandungan urine di kandung kemih. Kandung kemih yang bulat dan lembut menunjukkan urine yang tertampung banyak dan dalam hal ini dapat mengganggu involusi uteri, sehingga harus dikeluarkan. Kaji tingkat distensi kandung kemih secara sering dalam 8 jam pertama setelah melahirkan, ukur haluaran urin, berkemih dalam jumlah sedikit dan sering berkemih yang berturut-turut menandakan adanya gangguan urin.

i.

Perineum Kaji tanda dan karakter lokhea setiap hari meliputi jumlah, warna, konsistensi dan bau lokhea ibu postpartum untuk memberikan indeks essensial pemulihan endometrium. Perubahan warna lokhea harus sesuai, misal ibu postpartum 7 hari harus memiliki lokhea yang sudah berwarna merah muda atau keputihan. Jika ditemukan hasil yang abnormal, misalnya perdarahan segar, lokhea rubra yang banyak, persisten dan berbau busuk maka ibu

26

mengalami komplikasi postpartum. Segera laporkan karena lokhea yang berbau busuk menunjukkan adanya infeksi di saluran reproduksi dan harus segera ditangani. Inspeksi

perineum,

catat apakah utuh,terdapat

luka

episiotomi, ruptur. Kaji juga adanya tanda-tanda REEDA (Redness Ekimosisi

Edema

Discharge

Approximation),

nyeri

tekan,

pembengkakan, memar dan hematoma. Kaji daerah anal dari adanya hemoroid dan fisura. Kebersihan perineum menunjang proses penyembuhan luka. Serta adanya hemoroid derajat 1 normal untuk ibu hamil dan pasca persalinan. Kondisi luka Luka episiotomi harus dikaji apakah terdapat tanda-tanda infeksi. Kecepatan penyembuhan pada episiotomy tergantung pada letak dan kedalam insisi. Kebanyakan episiotomy sembuh sebelum minggu keenam postpartum. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya pada bagian perawatan perineum, mandi berendam, penghangatan dengan cahay lampu, dan obat-obatan topical meningkatkan penyembuhan dan mengurangi ketidaknyamanan luka episiotomy. Jika ada harus dilaporkan segera mendapatkan penanganan lebih lanjut. j.

Ekstremitas Kaji sirkulasi perifer, catat adanya varises, edema dan kesimetrisan ukuran dan bentuk, suhu warna dan rentang gerak sendi. Catat khususnya tanda tromboflebitis dan tanda homan. Tanda homan yang positif menunjukkan adanya tromboflebitis sehingga dapat menghambat sirkulasi ke organ distal. Cara memeriksa tanda homan adalah memposisikan ibu terlentang dengan tungkai ekstensi, kemudian didorsofleksikan dan tanyakan apakah ibu mengalami nyeri di betis. Jika nyeri maka tanda homan positif dan ibu harus dimotivasi untuk mobilisasi dini agar sirkulasi lancar sehingga tromboflebitis bisa diabsorbsi.

27

k.

Kaji status eliminasi fekal dan kembali ke pola sebelum melahirkan. Lakukan aktivitas sehari-hari.

l.

Evaluasi status nutrisi, meliputi kemampuan mengunyah, menelan makanan, serta keadekuatan cairan dan diet untuk mendukung involusio laktasi.

m.

Evaluasi tingkat pengetahuan klien tentang cara menyusui bayi baru lahir (ASI atau dengan botol susu).

n.

Riwayat kesehatan. Seharusnya berfokus pada riwayat medis keluarga, riwayat genetik, dan reproduksi.

o.

Kaji adapatasi psikososial 1.

Tanda

dan

gejala

kesedihan

postpartum (postpartum blues), seperti menangis, putus asa, kehilangan selera makan, konsentrasi buruk, sulit tidur dan cemas. 2.

Evaluasi integritas bayi baru lahir dengan keluarganya.

3.

Observasi interaksi ibu baru dan anggota keluarga lainnya dengan bayi baru lahir.

2. Pemeriksaan Kebutuhan Dasar a.

Sirkulasi Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600-800 ml. b. Integritas Ego Klien dapat menunjukan labilitas emosional, dari kegembiraan sampai ketakutan, marah atau menarik diri. Eliminasi Karakter urine, urine jernih, pucat. d. Nutrisi/Cairan 1) Abdomen lunak dengan tidak ada c.

distensi. 2)

Bising usus tidak ada, samar atau jelas.

e.

Neurosensori Kerusakan dan sensasi dibawah tingkat anastesia spinal epidural. 28

f.

Nyeri/Ketidaknyamanan Klien mungkin mengeluh ketidaknyamanan dari berbagai sumber

misalnya : trauma bedah / insisi, distensi kandung kemih / abdomen. g. Pernapasan Bunyi paru jelas. h. Keamanan i.

Balutan abdomen tampak kering dan utuh. Seksualitas 1) Fundus kontraksi kuat dan terletak di ambilikus. 2)

j.

Aliran lochea sedang dan bebas bekuan berlebihan. Pemeriksaan laboratorium : hematokrit diukur pagi hari

setelah pembedahan untuk memastikan perdarahan pasca operasi atau mengisyaratkan hipovolemia. E. DIAGNOSA DAN INTERVENSI KEPERAWATAN Diagnosa keperawatan yang muncul, antara lain (Doenges, 2001) : 1. Nyeri akut berhubungan dengan pelepasan mediator nyeri (histamin, prostaglandin) akibat trauma jaringan dalam pembedahan (section caesarea) Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan nyeri klien berkurang / terkontrol dengan kriteria hasil : a. Mengungkapkan nyeri dan tegang di perutnya berkurang b. Skala nyeri 0-1 ( dari 0 – 10 ) c. TTV dalam batas normal ; Suhu : 36-37 0 C, TD : 120/80 mmHg, RR : 18-20x/menit, Nadi : 80-100 x/menit d. Wajah tidak tampak meringis e. Klien tampak rileks, dapat berisitirahat, dan beraktivitas sesuai kemampuan Intervensi : a. Lakukan pengkajian secara komprehensif tentang nyeri meliputi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri dan faktor presipitasi.

29

b. Observasi respon nonverbal dari ketidaknyamanan (misalnya wajah meringis) terutama ketidakmampuan untuk berkomunikasi secara efektif. c. Kaji efek pengalaman nyeri terhadap kualitas hidup (ex: beraktivitas, tidur, istirahat, rileks, kognisi, perasaan, dan hubungan sosial) d. Ajarkan menggunakan teknik nonanalgetik (relaksasi, latihan napas dalam,, sentuhan terapeutik, distraksi.) e. Kontrol faktor - faktor lingkungan yang yang dapat mempengaruhi respon pasien terhadap ketidaknyamanan (ruangan, suhu, cahaya, dan suara) f. Kolaborasi untuk penggunaan kontrol analgetik, jika perlu. 2. Intoleransi Aktivitas b.d kelemahan, penurunan sirkulasi Tujuan : Kllien dapat melakukan aktivitas tanpa adanya komplikasi Kriteria Hasil : klien mampu melakukan aktivitasnya secara mandiri Intervensi : a. b. c. d.

Kaji tingkat kemampuan klien untuk beraktivitas Kaji pengaruh aktivitas terhadap kondisi luka dan kondisi tubuh umum Bantu klien untuk memenuhi kebutuhan aktivitas sehari-hari. Bantu klien untuk melakukan tindakan sesuai dengan

kemampuan/kondisi klien e. Evaluasi perkembangan kemampuan klien melakukan aktivitas 3. Gangguan Integritas Kulit b.d tindakan pembedahan Tujuan : setelah dilakukan tindakan 3 x 24 jam diharapkan integritas kulit dan proteksi jaringan membaik Kriteria Hasil : Tidak terjadi kerusakan integritas kulit Intervensi : a. b. c. d.

Berikan perhatian dan perawatan pada kulit Lakukan latihan gerak secara pasif Lindungi kulit yang sehat dari kemungkinan maserasi Jaga kelembaban kulit

4. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan trauma jaringan / luka bekas operasi (SC) 30

Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan klien tidak mengalami infeksi dengan kriteria hasil : a. Tidak terjadi tanda - tanda infeksi (kalor, rubor, dolor, tumor, fungsio laesea) b. Suhu dan nadi dalam batas normal ( suhu = 36,5 -37,50 C, frekuensi nadi = 60 -100x/ menit) c. WBC dalam batas normal (4,10-10,9 10^3 / uL) Intervensi : a. Tinjau ulang kondisi dasar / faktor risiko yang ada sebelumnya. Catat waktu pecah ketuban. b. Kaji adanya tanda infeksi (kalor, rubor, dolor, tumor, fungsio laesa) c. Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik d. Inspeksi balutan abdominal terhadap eksudat / rembesan. Lepaskan balutan sesuai indikasi e. Anjurkan klien dan keluarga untuk mencuci tangan sebelum / sesudah menyentuh luka f. Pantau peningkatan suhu, nadi, dan pemeriksaan laboratorium jumlah WBC / sel darah putih g. Kolaborasi untuk pemeriksaan Hb dan Ht. Catat perkiraan kehilangan darah selama prosedur pembedahan h. Anjurkan intake nutrisi yang cukup i. Kolaborasi penggunaan antibiotik sesuai indikasi 5. Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang prosedur pembedahan, penyembuhan, dan perawatan post operasi Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 6 jam diharapkan ansietas klien berkurang dengan kriteria hasil : a. Klien terlihat lebih tenang dan tidak gelisah b. Klien mengungkapkan bahwa ansietasnya berkurang Intervensi : a. Kaji respon psikologis terhadap kejadian dan ketersediaan sistem pendukung b. Tetap bersama klien, bersikap tenang dan menunjukkan rasa empati c. Observasi respon nonverbal klien (misalnya: gelisah) berkaitan dengan ansietas yang dirasakan d. Dukung dan arahkan kembali mekanisme koping 31

e. Berikan informasi yang benar mengenai prosedur pembedahan, penyembuhan, dan perawatan post operasi. f. Diskusikan pengalaman / harapan kelahiran anak pada masa lalu g. Evaluasi perubahan ansietas yang dialami klien secara verbal

BAB III TINJAUAN KASUS I. PENGKAJIAN Hari/tanggal pengkajian

: Rabu, 30 Oktober 2013 pukul 16.00 WIB

Cara pengkajian

: Observasi, interview, pemeriksaan fisik, CM, petugas kesehatan

A. IDENTITAS Nama klien : Ny.U No. CM

: 567693

Umur

: 26 tahun

Status

: Sudah menikah

Suku

: Jawa 32

Agama

: Islam

Pendidikan : SMP Pekerjaan

: Ibu Rumah Tangga

Alamat

: Sapuran Wonosobo

Diagnosa

: Post SC Elektif P1A0H0 a/i DKP (Disproporsi Kepala Panggul)

Hari/tanggal masuk RS

: Selasa, 29 Oktober 2013 pukul 08.00 WIB

Hari/tanggal masuk Edelweis : Selasa, 29 Oktober 2013 pukul 09.15 WIB Penanggung jawab Nama

: Tn.M

Umur

: 28 tahun

Pekerjaan

: Swasta

Alamat

: Sapuran Wonosobo

Hubungan dengan klien : Suami

B. RIWAYAT KESEHATAN 1. Riwayat persalinan Klien Ny.U (26 tahun) merasakan kenceng-kenceng sejak jam 07.00 tanggal 29/10/13. Klien mengatakan belum merasakan ketuban keluar. Klien datang ke IGD pada tanggal 29/10/13, sekitar pukul 08.00. Status kehamilan klien dengan keterangan G1P0A0, hamil 40 minggu. Pengkajian fisik klien didapatkan BB: 42kg, TB: 133cm, LILA: 22cm. Hasil pemeriksaan di UGD adalah KU: baik, TD: 110/75 mmHg, HR: 100x/mnt, RR: 20x/mnt, T: 36.5°C. Hasil pemeriksaan palpasi menunjukkan janin tunggal, memanjang, preskep, puka, kepala teraba, DJJ (+) 140x/mnt, his (-), TFU 33 cm. Pemeriksaan dalam didapatkan hasil: vulva uretra tenang, dinding vagina licin, serviks tipis lunak, presentasi 5/5, selaput ketuban (+), air ketuban (-).

33

Pada

tanggal

29/10/13

pukul

10.00

WIB

dilakukan

pemeriksaan penunjang USG dan laboratorium di VK.. Hasil USG menunjukkan : janin tunggal, memanjang, DJJ (+), air ketuban cukup, plasenta di fundus gr.III. Hasil lab jam 11.30 WIB menunjukkan hasil seluruh hasil pemeriksaan hematologi dalam batas normal, kecuali monosit dengan hasil 8.10% (High). Pada tanggal 30/10/13 pukul 09.30, klien dibawa ke ruang Instalasi Bedah Sentral (IBS). Klien dirawat di IBS untuk menjalani operasi Sectio Caesaria (SC) dengan indikasi Disproporsi Kepala Panggul (DKP). Persiapan SC yang dilakukan adalah informed consent kepada keluarga dan pasien, memasang infus dan dower chateter, huknah, screent, puasa, mempersiapkan WB 1 kolf, mendaftarkan pasien ke IBS, dan konsul anastesi (anestesi yang digunakan adalah regional anestesi). Pada pukul 10.35 WIB janin lahir dengan jenis kelamin lakilaki, BB: 2500gr, TB: 45cm, AS: 7-8. Pada pukul 10.40 WIB plasenta dilahirkan lengkap dengan berat ± 500 gr, ukuran: 20 x 20 x 2 cm3, tidak ada kelainan. Kemudian dilakukan pemasangan KB IUD. Ny.U dan By.Ny.U dikirim ke Ruang Edelweis pada pukul 11.00 WIB. Saat dilakukan pengkajian tanggal 30/10/13 pukul 16.00 WIB, klien dalam keadaan umum: baik, composmentis. TTV : TD : 120/90 mmHg, HR : 72x/mnt, RR : 18x/mnt, Suhu : 37,70C. 2. Riwayat Obstetrikus: klien P1A0H0 a. Riwayat pernikahan Usia waktu menikah

: 22 tahun

b. Riwayat Menstruasi Menarche umur 14 tahun, siklus teratur (28 hari) dengan lama 5-6 hari. Klien tidak mengalami dismenorhea. Hari Pertama Haid Terakhir (HPHT) adalah 23 Januari 2013. Hari Perkiraan Lahir (HPL) adalah 30 Oktober 2013.

34

c. Riwayat Kehamilan/nifas sebelumnya Klien mengatakan ini merupakan kehamilan pertama. d. Riwayat ginekologi Klien mengatakan tidak mengalami masalah keputihan, secret berwarna bening, tidak berbau, tidak gatal. Klien belum pernah melakukan curettage sebelumnya. Klien tidak pernah mengalami aborsi. Tidak ada riwayat masalah seksual saat kehamilan. e. Riwayat kehamilan sekarang Klien mengatakan selama kehamilan ini rutin kontrol ke bidan.

Klien

mengatakan

selama

kehamilan

mengontrolkan

kehamilannya ke bidan sebanyak 7 kali dan mendapatkan imunisasi TT sebanyak 1x selama kehamilan ini, merupakan suntikan TT ke-3. Klien menyangkal memiliki riwayat penyakit jantung, ginjal, hepatitis, hipertensi, dan asma. Klien mengatakan kaki tidak bengkak/edema selama kehamilan, tidak ada nyeri kepala, mual dan muntah selama di awal kehamilan, menginjak usia kehamilan 4-5 bulan sudah tidak muntah. f. Status Obstetrikus Nifas hari ke-0 P1A0 No.

Persalinan

JK

BB lahir

Tahun Lahir

Keadaan Bayi Saat Lahir

1.

SC



2500 gr

2013

Sehat

Usia Sekaran g 0 hari

Penolon g Bidan

3. Riwayat kesehatan keluarga Klien mengatakan bahwa di keluarga tidak ada riwayat penyakit jantung, tekanan darah tinggi dan DM. 4. Rencana perawatan bayi adalah dirawat sendiri. 5. Kesanggupan dan pengetahuan dalam merawat bayi: a. Breast care: Klien mengatakan belum tahu cara perawatan payudara (Rencana pendidikan kesehatan dan demonstrasi pada H1) b. Perineal care: Klien mengatakan akan rutin membersihkan area jalan lahir terutama ketika ganti pembalut (saat ini dibantu keluarganya). c. Perawatan tali pusat: Klien mengatakan belum tahu cara perawatan 35

tali pusat (Rencana pendidikan kesehatan dan demonstrasi pada H1) d. Nutrisi: Klien mengatakan mengkonsumsi makanan yang bergizi seperti sayur dan buah-buahan serta tidak melakukan pantangan terhadap makanan tertentu kecuali yang dilarang oleh agama. e. Senam nifas: Klien mengatakan belum tahu tentang senam nifas. (Rencana pendidikan kesehatan pada H1) f. KB: Klien mengatakan sudah mengetahui jenis-jenis KB. g. Menyusui: Klien mengatakan akan memberikan ASI kepada anaknya. ASI klien sudah keluar namun masih sedikit. 6. Riwayat KB: Klien mengatakan belum pernah menggunakan KB. 7. Rencana KB: Klien mengatakan menggunakan KB IUD dan dipasang setelah operasi SC.

C. KEBUTUHAN DASAR KLIEN 1. Keluhan utama Nyeri dan lemas 2. Oksigen dan TTV TD : 120/90 mmHg RR : 18x/mnt

HR : 72x/mnt Suhu : 37,70C

3. Nutrisi dan Cairan a. Nutrisi Sebelum hospitalisasi (Saat hamil) Pengkajian antropometri : A: BB: 42 kg TB: 133 cm Lila: 22 cm B: Pre op jam 11.30 WIB tanggal 29 Oktober 2013 Hb : 12,9 gr% C: Anemis (-) D: 3x sehari mengkonsumsi 36

Hospitalisasi H0 (30 Oktober 2013) Pengkajian antropometri : A: BB: 38 kg TB: 133 cm Lila: 22 cm B: Post op jam 18.00 WIB tanggal 30 Oktober 2013 Hb : 11,8 gr% C: Anemis (+), lemas (+) D: Klien belum diperbolehkan

Sebelum hospitalisasi (Saat hamil) makanan pokok dengan variasi menu nasi satu piring, lauk pauk dan sayuran. Cemilan berupa buah-buhan dan kue.

Hospitalisasi H0 (30 Oktober 2013) untuk mengkonsumsi makanan atau minuman karena belum flatus, cairan infuse yang masuk sekitar 300 cc.

b. Cairan BB setelah melahirkan = 38 kg IWL = BB x 15 = 38 x 15 = 23,75 cc/jam 24 Tanggal/jam H0 (30/10/2013) 11.00-16.00 WIB

Input

Balance cairan Input – output

Output

a. Infus RL 300 cc b. Makan : c. Minum: + 300 cc

a. Urin 150 b. PPV 50 c. IWL 118,75 318,75

cc cc cc cc

-18,75 cc

Saat pengkajian : Klien mengatakan merasa haus dan menanyakan apakah sudah diperbolehkan minum. Keluarga mengatakan klien belum makan dan minum setelah operasi hingga sekarang karena klien belum flatus. 4. Eliminasi BAK Sebelum hospitalisasi : Klien mengatakan mulai usia 9 bulan, lebih sering BAK, dalam 1 hari + 6-7 kali Saat hospitalisasi : Pada tanggal 30 Oktober 2013 klien masih menggunakan kateter. Warna kuning kemerahan. Volume : 120 cc.

BAB Sebelum hospitalisasi : Klien mengatakan BAB 1-2 hari sekali. Saat hospitalisasi : Pada saat pengkajian tanggal 30 Oktober 2013 klien belum BAB

5. Aktivitas

37

H0 Hospitalisasi (30/10/13) Mobilisasi

Masih terbatas. Untuk mengangkat kaki klien masih merasa kurang kuat, karena masih merasa lemas. Miring kanan/kiri (-), duduk (-).

Pemenuhan ADL (Activity Daily Living).

Belum mampu bathing, toileting, transferring, continence, (terpasang catheter).

Indeks KATZ

dressing, folley

F

Indeks KATZ klien kategori F yang berarti klien belum mampu melakukan aktivitas secara mandiri, memerlukan bantuan orang lain. 6. Istirahat dan tidur Sebelum hospitalisasi: Klien mengatakan tidak memiliki masalah tidur. Klien biasanya tidur dari jam 21.00 WIB dan bangun pada pukul 05.00 WIB

untuk

selanjutnya

beraktivitas

seperti

:

memasak

dan

membersihkan rumah. Klien terbangun di malam hari karena BAK sebanyak 2-3 kali. Klien mengatakan puas dengan pemenuhan kebutuhan istirahat dan tidur karena klien tidur selama 6-8 jam dan selalu merasa segar saat bangun tidur. Selama Hospitalisasi: Klien mengatakan tidak ada masalah dengan tidur sejak masuk RS. Kadang klien merasa terganggu tidurnya karena suasana rumah sakit yang cukup bising namun hal tersebut tidak mengganggu bagi kualitas tidur klien. 7. Stress dan koping a. Perubahan psikologi ibu Klien masih lebih berfokus kepada kondisinya sendiri (fase taking in) yaitu rasa lemas yang masih dirasakan dan nyeri pada luka post op SC. Klien mengatakan tidak merasa stress setelah melahirkan, perasaan cemas hanya muncul sebelum operasi, saat ini ingin segera memulihkan kondisi agar bisa merawat anaknya.. Klien mengatakan.

38

capek setelah persalinan, namun lebih besar rasa senang karena telah melahirkan putra pertamanya. b. Bonding attachment: Klien mengatakan senang karena telah melahirkan anak yang pertama dengan sehat dan selamat. Klien tampak dekat dengan bayi karena dilakukan rawat gabung dan menyusui bayi walau ASI belum semuanya keluar dengan lancar. Klien juga terlihat membelai bayi dan mendekap bayinya walaupun posisinya masih hanya bisa dengan terlentang. 8. Komunikasi Klien menggunakan bahasa Jawa dan Indonesia ketika berkomunikasi. Klien mudah memahami pembicaraan, ekspresi wajah paham dan kontak mata fokus. Klien dan keluarga terlihat aktif berkomunikasi, lebih sering menggunakan bahasa Jawa. Keluarga tampak mendekati klien ketika klien berbicara. 9. Konsep diri a. Citra tubuh: Klien mengatakan tidak memiliki masalah dengan tubuhnya dan merasa tidak ada bagian tubuh yang tidak disukai. b. Harga diri: Klien mengatakan bahwa perasaanya senang, karena kelahiran anak pertama yang telah melengkapi kebahagiaan keluarga kecilnya. c. Peran: Klien mengatakan akan merawat anaknya sendiri dan siap membesarkan anaknya. d. Ideal diri: Klien mengatakan akan merawat anak bersama suami dan keluarganya. e. Identitas diri: Klien sadar bahwa dirinya sekarang adalah seorang ibu. Klien juga menyadari tugasnya sebagai istri dan ibu rumah tangga. 10. Persepsi, sensori, kognitif

39

Klien mengatakan merasa nyeri pada area jahitan operasi. Pengkajian nyeri : a. Provokatif (P)

:

Klien

mengatakan

nyeri

bertambah jika klien bergerak. Palliatif (P)

: Klien mengatakan nyeri sedikit berkurang jika klien diam/tidak bergerak di tempat tidur. b. Quality (Q)

:

Klien

mengatakan

nyeri

terasa seperti diiris/perih. c. Region (R)

:

Klien

mengatakan

merasa

nyeri pada perut bekas operasi d. Scale (S) :

Klien mengatakan nyeri skala 5

(skala 0-10) e. Time (T) :

Klien

mengatakan

nyeri

terasa

kadang-kadang (hilang timbul) dan berlangsung ± 23 menit Klien tampak tiduran dengan posisi supinasi di atas tempat tidur. Klien tampak membatasi gerakan, karena apabila badannya sedikit bergerak, bekas operasi terasa sakit. Klien menunjukkan ekspresi meringis dan menahan nyeri ketika bergeser posisi. 11. Personal Hygiene Sebelum hospitalisasi 2x sehari 3x/minggu

Mandi Cuci rambut

Hospitalisasi Diseka Belum

12. Beribadah Klien tidak sholat dahulu setelah melahirkan karena menjalani masa nifas, akan tetapi klien selalu berdoa dan berdzikir untuk kesehatan dan keselamatan anak dan keluarganya. 13. Kebutuhan informasi Klien mendapatkan informasi seputar kehamilan dan persalinan dari bidan, Puskesmas setempat, dan dari keluarganya. a. Rencana KB

:

klien

mengatakan 40

sudah

ber-KB,

klien

menggunakan KB IUD sesaat setelah operasi SC (dibuktikan melalui laporan operasi pada CM klien). b. Laktasi

: klien sudah tahu kalau hanya ASI yang diberikan

selama 6 bulan kepada bayi. c. Perawatan bayi : klien mengatakan belum begitu memahami cara perawatan bayi baru lahir. Klien terlihat menyusui dengan cukup benar. d. Kebutuhan lain : klien belum tahu cara perawatan payudara, klien tampak bingung ketika ditanya tentang cara merawat payudara. D. PEMERIKSAAN FISIK 1. Kepala Bentuk mesochepal, tidak ada lesi, jejas dan tidak ada nyeri tekan. 2. Mata Simetris, pupil isokor, reflek terhadap cahaya (+/+), sklera tidak ikterik, konjungtiva anemis. 3. Hidung Simetris, tidak terdapat penumpukan sekret, tidak ada pengeluaran sekret dari lubang hidung. 4. Mulut Keadaan mulut bersih, mukosa bibir kering, pucat (-), tidak ada karies gigi. 5. Telinga Pendengaran kedua telinga masih baik, tidak mengalami penurunan pendengaran. Tidak ada pengeluaran cairan dari lubang telinga klien. 6. Leher Tidak ada nyeri tekan, tidak teraba pembesaran kelenjar tiroid maupun limfe, tidak ada distensi vena jugularis, tidak ada deviasi trakea, tidak ditemukan adanya hiperpigmentasi. 7. Payudara

41

Inspeksi

:Bentuk simetris, bentuk puting susu menonjol keluar, hiperpigmentasi areola, kolostrum sudah keluar, namun masih sedikit.

Palpasi

: Breast engorgement (-)

8. Paru – paru Inspeksi

: Ekspansi dada maksimal, retraksi dinding dada (-)

Palpasi

: Traktil fremitus kanan kiri sama.

Perkusi

: Tidak terkaji.

Auskultasi : Vesikuler. 9. Jantung Inspeksi

: Ictus cordis tak nampak.

Palpasi

: Ictus cordis teraba di Mid clavikula Intercosta ke V

Perkusi

: Tidak terkaji.

Auskultasi : BJ I-II murni. 10. Abdomen Inspeksi

: Supel, terdapat luka post SC melintang sepanjang ± 10 cm diantara simfisis dan umbilicus tertutup kassa kering steril. Kondisi kassa tidak ada rembesan berupa darah maupun cairan yang lain, verban tampak putih bersih.. Striae gravidarum (-), linea alba (-), tidak ada lesi.

Auskultasi: BU: Palpasi

: Terdapat nyeri tekan, TFU 1 jari di bawah umbilikal, uterus teraba di medial, keras dengan kontraksi kuat, tidak teraba distensi kandung kemih.

Perkusi

: Suara timpani

11. Urogenitalia Inspeksi

:

Terpasang dower catheter mulai tanggal 29 Oktober 2013. a. Lokea: Jumlah

: ±50 cc

Warna

: merah segar

42

Jenis

: lokea rubra

Konsistensi

: cair, lendir darah

Bau

: amis, anyir

b. Perineum: Keadaan

: tidak dijahit, terpasang dower catheter

Tanda

:tidak

ada

tanda-tanda

Redness,

Edema,

Ecchymosis, drainage, approximation (REEDA) Kebersihan c. Hemorhoid 12. Ekstremitas Atas

: bersih : tidak ada

: baal (-/-), edema (-/-), nyeri (-/-), kesemutan (-/-), varises (-/-), akral hangat, Capillary refill < 2”.

Bawah

: baal (-/-), edema (-/-), nyeri (-/-), kesemutan (-/-), varises (-/-), tanda homan (-/-), akral hangat, Capillary refill < 2”.

13. Integumen Tanggal/ Warna Turgor jam kulit 30/10/13 Sianosis (-) Kurang 16.00 elastis Keterangan : + : ya

Mukosa bibir Kering

Capilarry reffil < 2 detik

Lain-lain -

- : tidak E. HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM 

Hasil USG tanggal 29 Oktober 2013 : Hasil USG menunjukkan : janin tunggal, memanjang, DJJ (+), air ketuban cukup, plasenta di fundus gr.III.



Hasil Pemeriksaan Laboratorium Hematologi tanggal 29 Oktober 2013, pukul 11.30 WIB (Pre op)

43

Hasil Hemoglobin Leukosit Eosinofil Basofil Netrofil Limfosit Monosit Hematokrit Eritrosit Trombosit MCV MCH MCHC Masa perdarahan/BT Masa pembekuan/CT Golongan darah HbSAg Gula darah sewaktu



12,9 8,9 2,20 0,20 62,90 26,60 8,10 38 4,1 213 93 31 34 2,00 4,00

Nilai normal 11,7-15,5 3,6-11,0 2,00-4,00 0-1 50-70 25-40 2-8 35-47 3,80-5,20 150-400 80-100 26-34 32-36 1-3 3-6 -

g/dL 103/UL % % % % % % 6 10 /UL 103/UL fl pg g/dL menit menit -

70-150

mg/dl

O Negatif 80

Satuan

Interpretas i

H

Hasil Pemeriksaan Laboratorium Hematologi tanggal 30 Oktober 2013, pukul 18.00 WIB

Hemoglobin

Hasil post op SC 11.8

Nilai normal

Satuan

11,7-15,5

F. TERAPI FARMAKOLOGI Terapi post operasi (30 Oktober 2013) 1. Cefotaxime 2x1 gr 2. Ketorolac 3x30 mg Terapi oral (30 Oktober 2013 pukul 22.00 WIB) 1. Asam mefenamat 3x500 mg

44

g/dL

Interpretas i

2. Sulfasferos 1x1 tablet No. 1.

Nama obat Cefotaxime

2.

Ketorolac

3.

Oksitosin

Indikasi Kontraindikasi Infeksi saluran Hipersensitifitas pernafasan bagian terhadap bawah, infeksi saluran Sefalosporin. kemih & kelamin, gonore, infeksi kulit & jaringan lunak, infeksi dalam perut termasuk peritonitis (radang selaput perut), infeksi tulang & sendi, infeksi susunan saraf pusat (meningitis/radang selaput otak). Ketorolac tromethamine Ulkus peptikum merupakan suatu aktif, penyakit analgesik non-narkotik. serebrovaskular, Obat ini merupakan diatesis obat anti-inflamasi hemoragik, nonsteroid yang sindrom polip menunjukkan aktivitas nasal, antipiretik yang lemah hipovolemia, dan anti-inflamasi. gangguan ginjal, riwayat asma. Ospentyfilline, Probenecid atau garam lithium. Kehamilan, persalinan, melahirkan atau laktasi.

Efek samping Demam, gatal-gatal, urtikaria (biduran/kaligata), sindroma Steven-Johnson, syok anafilaksis (jarang). Trombositopenia, eosinofilia, leukopenia, vaginitis, moniliasis.

Induksi persalinan yang umur kandungannya cukup, mengendalikan perdarahan sesudah melahirkan, terapi tambahan pada aborsi spontan/aborsi karena kelainan, merangsang laktasi pada kasus



Disproporsi sefalopelvik, plasenta previa, kelainan letak / presentasi janin, riwayat sectio cesarea (risiko ruptura uteri lebih tinggi).

45

Diare, dispepsia, nyeri gastrointestinal, nausea. Sakit kepala, pusing, mengantuk, berkeringat.

   

Stimulasi berlebih pd uterus Kerja antidiuretik Mual Reaksi hipersensitivitas Vasokontriksi pembuluh darah umbilikus

No.

Nama obat

4.

Methergin

Indikasi kegagalan ejeksi ASI. Penanganan aktif stadium ke-3 proses kelahiran, atonia (tidak adanya tegangan atau kekuatan otot)/perdarahan rahim, perdarahan dalam masa nifas, subinvolusi (mengecilnya kembali rahim sesudah persalinan hampir seperti bentuk asal), lokiometra (pembendungan getah nifas di dalam rongga rahim).

Kontraindikasi Wanita hamil, belum terjadi penurunan kepala tetapi persalinan telah memasuki stadium pertama dan kedua, hipertensi berat, toksemia hipertensif, penyakit sumbatan pembuluh darah, sepsis (reaksi umum disertai demam karena kegiatan bakteri, zat-zat yang dihasilkan bakteri, atau keduaduanya), hipersensitifitas.

Efek samping Nyeri perut, gangguan saluran pencernaan, berkeringat, pusing, sakit kepala, erupsi kulit. Jarang : hipertensi, bradikardia atau takhikardia, nyeri dada, reaksi vasospastik perifer. Sangat jarang : reaksi anafilaktik.

Gangguan fungsi hati atau ginjal. 5.

Asam mefenamat

Meredakan nyeri ringan sampai sedang karena sakit kepala, sakit gigi, disminore primer, trauma, nyeri otot, dan pasca operasi.

Ulcerasi saluran pencernaan, imflamasi saluran pencernaan kronik dan hipersensitifitas terhadap asam mefenamat.

6.

Sulfasferos

Ibu hamil, balita, anak usia sekolah, dan wanita usia subur termasuk remaja putri dan pekerja wanita dengan kurangnya asupan zat besi.

Nyeri Pasien yang konstipasi, kolik. mengalami tranfusi darah yang berulang atau anemia yang tidak disebabkan oleh kekurangan besi, pasien dengan ulcus 46

Mengantuk, pusing, cemas, sakit kepala, gangguan penglihatan , mual, muntah, kembung, diare dan ruam kulit

lambung, diare dan

No.

Nama obat

Indikasi

Kontraindikasi

Efek samping

peptikum, hemokromatosis, colitis ulseratif, enteritis, serta penderita yang hipersensitif terhadap salah satu atau kedua zat aktif.

II. ANALISA DATA

No. 1.

Inisial klien

: Ny.U

Status obstetri

: P1A1H0

Usia

: 26 tahun

Ruang

: Edelweis

Tanggal/Waktu 30 Oktober 2013 16.00 WIB

Data Fokus DS : - Klien mengatakan merasa nyeri pada area jahitan operasi. - Pengkajian nyeri : a. Provokatif (P) : Klien mengatakan nyeri bertambah 47

Diagnosa Keperawatan Nyeri akut berhubungan dengan agens injuri fisik: insisi jaringan akibat tindakan SC

No.

Tanggal/Waktu b.

c. d. e. f.

2.

30 Oktober 2013 18.00 WIB

Data Fokus jika klien bergerak. Palliatif (P) : Klien mengatakan nyeri sedikit berkurang jika klien diam/tidak bergerak di tempat tidur. Quality (Q) : Klien mengatakan nyeri terasa seperti diiris/perih. Region (R) : Klien mengatakan merasa nyeri pada perut bekas operasi Scale (S) : Klien mengatakan nyeri skala 5 (skala 0-10) Time (T) : Klien mengatakan nyeri terasa kadang-kadang (hilang timbul) dan berlangsung ± 2-3 menit

DO : - Terdapat luka post SC melintang sepanjang ± 10 cm di antara simfisis pubis dan umbilikus, tertutup kassa kering steril. - Klien tampak membatasi gerakan karena jika badannya sedikit bergerak, bekas operasi terasa sakit. - Klien menunjukkan ekspresi meringis dan menahan nyeri ketika bergeser posisi. - TTV : TD : 120/90 mmHg HR : 72 x/mnt RR : 18 x/mnt T : 37,7°C DS : - Klien mengatakan merasa lemas setelah operasi DO : - Klien tampak lemas. - Klien tampak tiduran dengan posisi supinasi di atas tempat tidur. - 5 jam post SC. - Indeks Katz F (klien belum mampu melakukan aktivitas secara mandiri, memerlukan bantuan orang lain) 48

Diagnosa Keperawatan

Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum post SC

No.

Tanggal/Waktu

Data Fokus Mobilisasi : mampu menggerakkan ekstremitas atas dan sedikit pergerakan ekstremitas bawah (menggerakkan jari kaki). - TTV : TD : 120/90 mmHg HR : 72 x/mnt RR : 18 x/mnt T : 37,7°C DS : - Klien mengatakan belum tahu cara perawatan payudara yang baik dan benar - Klien mengatakan belum tahu tentang senam nifas - Klien mengatakan belum tahu cara perawatan tali pusat yang baik dan benar - Klien mengatakan akan memberikan ASI pada bayinya tanpa nutrisi tambahan selama 6 bulan pertama. - Klien mengatakan akan merawat bayinya sendiri.

Diagnosa Keperawatan

-

3.

1 November 2013 16.00 WIB

Kesiapan meningkatkan pengetahuan: perawatan payudara, senam nifas, dan perawatan tali pusat

DO : - Klien tampak menyusui bayinya dengan benar. - Klien belum dapat menjawab pertanyaan perawat mengenai perawatan payudara, senam nifas, dan perawatan tali pusat.

III.PRIORITAS MASALAH KEPERAWATAN 1. Nyeri akut berhubungan dengan agens injuri fisik: insisi jaringan akibat tindakan SC 2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum post SC 3. Kesiapan meningkatkan pengetahuan: perawatan payudara, senam nifas, dan perawatan tali pusat

49

IV. RENCANA KEPERAWATAN

NO 1.

Inisial klien

: Ny.U

Status obstetri

: P1A1H0

Usia

: 26 tahun

Ruang

: Edelweis

DIAGNOSA TUJUAN DAN INTERVENSI KEPERAWATAN KRITERIA HASIL Nyeri akut (00132) Setelah dilakukan 1400 Pain Management berhubungan tindakan keperawatan a. Monitor nyeri (lokasi, dengan agen injuri selama 3x24 jam karakteristik, durasi,

50

TTD Sonia

NO

DIAGNOSA TUJUAN DAN KEPERAWATAN KRITERIA HASIL fisik: insisi jaringan diharapkan nyeri akibat tindakan SC berkurang dengan kriteria hasil: a. Klien melaporkan nyeri berkurang minimal satu tingkat (dari skala 5 menjadi 4) b. TD : Diastol : 8090mmHg dan Sistol : 120-130mmHg HR : 60-100x/mnt c. Ekspresi wajah klien rileks. d. Klien mampu mendemonstrasikan teknik relaksasi nafas dalam. e. Klien dapat memilih posisi nyaman untuk mengurangi nyeri.

INTERVENSI

b. c.

d. e. f. g. h.

i. j.

frekuensi, kualitas, dan faktor presipitasi). Monitor tanda-tanda vital. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan, dan kebisingan. Observasi ketidaknyamanan melalui non verbal. Evaluasi cara klien untuk mengurangi nyeri. Evaluasi keefektifan cara tersebut dalam mengurangi nyeri. Libatkan keluarga untuk membantu memberikan kenyamanan pada klien. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan, dan kebisingan. Motivasi klien untuk melakukan ambulasi dini. Kolaborasi: pemberian analgesik

6040 Simple Relaxation Therapy a. Jelaskan pada klien manfaat dari terapi. b. Kaji kemampuan dan kondisi klien terhadap terapi : napas dalam, pernapasan abdomen, atau imagery guidance. c. Berikan lingkungan yang tenang, suhu ruangan, dan cahaya yang sesuai. d. Demonstrasikan terapi bersama klien. e. Instruksikan pada klien 51

TTD

NO

2.

DIAGNOSA KEPERAWATAN Intoleransi aktivitas (00085) berhubungan dengan kelemahan umum post SC

TUJUAN DAN KRITERIA HASIL Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan kemampuan aktivitas dapat dipertahankan atau meningkat dengan kriteria hasil: a.Keluarga membantu pemenuhan kebutuhan sehari-hari klien (Bathing, dressing, toileting, transfering, continance, feeding). b. Indeks KATZ menurun satu tingkat atau lebih (menjadi F atau E).

INTERVENSI

untuk rileks agar dapat merasakan proses relaksasi. 2870 Postanasthesia Care Sonia a. Monitor status oksigenasi b. Monitor kualitas dan frekuensi pernapasan c. Monitor status kesadaran pasien d. Monitor tanda-tanda vital setiap jam e. Kaji output urin f. Monitor fungsi neurologis motorik dan sensoris g. Berikan stimulasi verbal dan takstil h. Monitor thermoregulasi klien. i. Monitor adanya efek samping operasi (mual, muntah, pusing, rasa pegal pada punggung) j. Berikan dukungan emosional dan informasi kepada pasien dan keluarga. 4310 Activity Therapy a. Bantu pasien dan keluarga untuk menentukan kemampuan pasien dalam melakukan aktivitas. b. Ajarkan pasien dan keluarga mengenai aktivitas yang dianjurkan post operatif (ambulasi dini/ mobilisasi bertahap). c. Fasilitasi pasien dalam ADL (ambulasi, transfer, perawatan diri) sesuai kebutuhan pasien.

52

TTD

NO 3.

DIAGNOSA KEPERAWATAN Kesiapan meningkatkan pengetahuan: perawatan payudara, senam nifas, dan perawatan tali pusat a. b. c. d.

e.

TUJUAN DAN KRITERIA HASIL Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam klien mendapatkan informasi yang adekuat mengenai perawatan payudara dan tali pusar dengan kriteria hasil: Klien melaporkan memahami 75% mengenai perawatan payudara. Klien melaporkan memahami 75% mengenai senam nifas. Klien melaporkan memahami 75% mengenai perawatan tali pusar. Klien mampu mendemonstrasikan cara merawat payudara 75% benar Klien mampu melakukan perawatan tali pusat bayi 75 % benar

INTERVENSI

5510 Health Education Sonia a. Berikan pendidikan kesehatan pada klien dan keluarga mengenai perawatan BBL (ASI eksklusif, teknik menyusui, cara memandikan bayi dan perawatan tali pusat). b. Demonstrasikan cara memandikan bayi dan merawat tali pusat. c. Demonsrasikan teknik menyusui yang benar. d. Berikan pendidikan kesehatan mengenai perawatan masa nifas, perawatan payudara, dan senam nifas. e. Demonstrasikan teknik Breastcare yang benar. f. Berikan penguatan positif dan pujian terhadap respon dan kemampuan klien. g. Evaluasi pengetahuan dan kemampuan pasien mengenai hal yang telah diajarkan.

V. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN Inisial klien

: Ny.U

Status obstetri 53

TTD

: P1A1H0

Usia HARI/ TANGGAL Rabu, 30 Oktober 2013

WAKTU

: 26 tahun

16.00

DIAGNOSA KEPERAWATAN 1–2

16.05

1

16.10

1

Ruang IMPLEMENTASI

: Edelweis EVALUASI FORMATIF

Memonitor keadaan S : umum dan TTV - Klien mengatakan lemas - Klien mengatakan nyeri O: - KU : baik (Compos Mentis E4M5V5) - TTV : TD : 120/90 mmHg HR : 72 x/mnt RR : 18 x/mnt T : 37,7°C Memonitor nyeri S: - Klien mengatakan nyeri area operasi P : Klien mengatakan nyeri bertambah jika klien bergerak. P : Klien mengatakan nyeri sedikit berkurang jika klien diam/tidak bergerak di tempat tidur. Q : Klien mengatakan nyeri terasa seperti diiris/perih. R : Klien mengatakan merasa nyeri pada perut bekas operasi S : Klien mengatakan nyeri skala 5 (skala 0-10) T : Klien mengatakan nyeri terasa kadang-kadang (hilang timbul) dan berlangsung ± 2-3 menit O: - Klien menunjukkan ekspresi meringis dan menahan nyeri - Terdapat luka post SC melintang sepanjang ± 15 cm di antara simfisis pubis dan umbilikus, tertutup kassa kering steril. Mengajarkan teknik S : relaksasi napas - Klien mengatakan akan dalam melakukan napas dalam saat merasa nyeri. 54

18.00

2

Mengkaji kemampuan klien terhadap mobilisasi

18.05

2

Memotivasi klien untuk mobilisasi: tirah baring

18.30

1–2

Evaluasi

55

O: - Klien dapat melakukan napas dalam (100% benar). S: - Klien mengatakan merasa lemas setelah operasi - Klien mengatakan sudah bisa menggerakkan tangan dan sedikit menggerakkan kaki, tubuhnya masih terasa berat O: - KU : lemah - Klien mampu menggerakkan ekstremitas atas dan sedikit pergerakan ekstremitas bawah (menggerakkan jari kaki) S: - Klien mengatakan akan melakukan miring kanan kiri jika sudah tidak lemas. O: - Klien tampak melakukan mobilisasi dengan bantuan orang lain. A: - Masalah diagnosa keperawatan 1-2 belum teratasi. P: - Lanjutkan intervensi diagnosa 1 :  Motivasi klien untuk melakukan napas dalam saat nyeri.  Bantu klien memilih posisi yang benar untuk meminimalisir nyeri.  Kolaborasi : analgetik (ketorolac dan asam mefenamat) - Lanjutkan intervensi diagnosa 2 :  Motivasi klien untuk melakukan tirah baring: miring kanan kiri  Anjurkan keluarga untuk mendampingi klien dalam beraktivitas

Kamis, 31 Oktober 2013

16.00

1–2

16.05

1

16.10

1

16.15

2

Memonitor keadaan S : umum dan TTV - Klien mengatakan masih merasa lemas - Klien mengatakan masih merasa nyeri O: - KU : baik (Compos Mentis E4M6V5) - TTV : TD : 110/90 mmHg HR : 80 x/mnt RR : 20 x/mnt T : 37,5°C Memonitor nyeri S: - Klien mengatakan masih merasa nyeri P : Klien mengatakan nyeri jika klien terlalu banyak bergerak. P : Klien mengatakan nyeri berkurang jika klien diam/tidak bergerak di tempat tidur. Q : Klien mengatakan nyeri terasa seperti diiris/perih. R : Klien mengatakan merasa nyeri pada perut bekas operasi S : Klien mengatakan nyeri skala 4 (skala 0-10) T : Klien mengatakan nyeri terasa kadang-kadang (hilang timbul) dan berlangsung ± 2-3 menit O: - Klien menunjukkan ekspresi meringis dan menahan nyeri - Terdapat luka post SC melintang sepanjang ± 10 cm di antara simfisis pubis dan umbilikus, tertutup kassa kering steril. Motivasi klien S: untuk teknik - Klien mengatakan melakukan relaksasi napas napas dalam saat merasa nyeri dalam O: - Klien kooperatif Mengkaji S: kemampuan klien - Klien mengatakan masih merasa terhadap mobilisasi lemas 56

-

Jumat, 1 November 2013

16.20

2

16.30

1–2

07.00

1–2

07.05

1

Klien mengatakan sudah bisa miring kanan kiri

O: - KU : lemah - Klien mampu miring kanan kiri Motivasi klien S: untuk melakukan - Klien mengatakan akan belajar mobilisasi: duduk duduk O: - Klien kooperatif Evaluasi A: - Masalah diagnosa keperawatan 1-2 teratasi sebagian P: - Lanjutkan intervensi diagnosa 1 :  Motivasi klien untuk melakukan napas dalam saat nyeri.  Kolaborasi : analgetik (ketorolac dan asam mefenamat) - Lanjutkan intervensi diagnosa 2 :  Motivasi klien untuk melakukan tirah baring: miring kanan kiri  Anjurkan keluarga untuk mendampingi klien dalam beraktivitas Memonitor keadaan S : umum dan TTV - Klien mengatakan sudah membaik - Klien mengatakan masih sedikit nyeri O: - KU : baik (Compos Mentis E4M6V5) - TTV : TD : 110/70 mmHg HR : 82 x/mnt RR : 24 x/mnt T : 37,5°C Memonitor nyeri S: - Klien mengatakan masih sedikit nyeri P : Klien mengatakan nyeri jika

57

klien terlalu banyak bergerak. P : Klien mengatakan nyeri berkurang jika klien diam/tidak bergerak di tempat tidur. Q : Klien mengatakan nyeri terasa seperti diiris/perih. R : Klien mengatakan merasa nyeri pada perut bekas operasi S : Klien mengatakan nyeri skala 3 (skala 0-10) T : Klien mengatakan nyeri terasa kadang-kadang (hilang timbul) dan berlangsung ± 1-2 menit

07.10

1

Motivasi klien untuk teknik relaksasi napas dalam

07.15

2

Mengkaji kemampuan klien terhadap mobilisasi

07.20

2

Motivasi klien untuk melakukan ADL secara bertahap

07.25

3

Memberikan 58

O: - Klien kadang menunjukkan ekspresi meringis dan menahan nyeri - Terdapat luka post SC melintang sepanjang ± 15 cm di antara simfisis pubis dan umbilikus, tertutup kassa kering steril. S: - Klien mengatakan melakukan napas dalam saat merasa nyeri O: - Klien kooperatif S: - Klien mengatakan agak sedikit lemas - Klien mengatakan sudah bisa duduk dan jalan. O: - KU : baik - Klien mampu duduk - Indeks katz : B (klien dapat melakukan dressing, toiletting, transferring, continence, dan feeding secara mandiri) S: - Klien mengatakan akan melakukan aktivitas secara bertahap O: - Klien kooperatif S:

07.35

3

07.45

3

08.00

1–2–3

pendidikan - Klien mengatakan akan kesehatan mengenai melakukan perawatan payudara perawatan payudara saat di rumah (breast care) O: - Klien tampak antusias saat diberikan pendidikan kesehatan mengenai perawatan payudara Memberikan S: pendidikan - Klien mengatakan akan kesehatan mengenai melakukan senam nifas saat di senam nifas rumah O: - Klien tampak antusias saat diberikan pendidikan kesehatan mengenai perawatan payudara Memberikan S: pendidikan - Klien mengatakan akan kesehatan mengenai melakukan perawatan tali pusat perawatan tali pusat pada bayinya saat di rumah O: - Klien tampak antusias saat diberikan pendidikan kesehatan mengenai perawatan tali pusat Evaluasi

59

A: - Masalah diagnosa keperawatan 1-2 teratasi - Masalah diagnosa keperawatan 3 teratasi sebagian P: - Pertahankan intervensi diagnosa 1:  Motivasi klien untuk melakukan napas dalam saat nyeri.  Kolaborasi : analgetik (ketorolac dan asam mefenamat) - Pertahankan intervensi diagnosa 2:  Motivasi klien untuk melakukan ADL secara bertahap  Anjurkan keluarga untuk mendampingi klien dalam

-

60

beraktivitas Lanjutkan intervensi diagnosa 3 :  Motivasi klien untuk melakukan perawatan payudara, senam nifas, dan perawatan tali pusat secara mandiri

VI. EVALUASI KEPERAWATAN Inisial klien

: Ny.U

Status obstetri

: P1A1H0

Usia

: 26 tahun

Ruang

: Edelweis

Tanggal/Wakt Diagnosa Keperawatan Evaluasi Sumatif u 1 November Nyeri akut berhubungan S: 2013 dengan agens injuri fisik: - Klien mengatakan masih sedikit nyeri 09.00 insisi jaringan akibat tindakan P : Klien mengatakan nyeri jika klien terlalu SC banyak bergerak. P : Klien mengatakan nyeri berkurang jika klien diam/tidak bergerak di tempat tidur. Q : Klien mengatakan nyeri terasa seperti diiris/perih. R : Klien mengatakan merasa nyeri pada perut bekas operasi S : Klien mengatakan nyeri skala 3 (skala 0-10) T : Klien mengatakan nyeri terasa kadang-kadang (hilang timbul) dan berlangsung ± 1-2 menit O: - Klien kadang menunjukkan ekspresi meringis dan menahan nyeri - Terdapat luka post SC melintang sepanjang ± 15 cm di antara simfisis pubis dan umbilikus, tertutup kassa kering steril. - Ekspresi wajah klien lebih rileks dibandingkan hari sebelumnya. A: - Masalah nyeri akut teratasi. P: - Pertahankan intervensi :  Motivasi klien untuk melakukan napas dalam saat nyeri.  Anjurkan klien untuk tidak melakukan aktivitas berat.  Kolaborasi : analgetik (ketorolac dan asam mefenamat) 1 November Intoleransi aktivitas S: 2013 berhubungan dengan - Klien mengatakan sudah bisa miring kanan kiri 09.00 kelemahan umum post SC - Klien mengatakan sudah bisa duduk O: - KU : baik (Compos Mentis E4M6V5)

61

Tanggal/Wakt u

Diagnosa Keperawatan

Evaluasi Sumatif -

-

1 November Kesiapan meningkatkan 2013 pengetahuan: perawatan 09.00 payudara, senam nifas, dan perawatan tali pusat

TTV : TD : 110/70 mmHg HR : 82 x/mnt RR : 24 x/mnt T : 37,5°C Indeks katz : B (klien dapat melakukan dressing, toiletting, transferring, continence, dan feeding secara mandiri)

A: - Masalah hambatan mobiltas fisik teratasi. P: - Pertahankan intervensi :  Pantau KU dan TTV  Motivasi klien untuk melakukan ADL secara bertahap  Anjurkan keluarga untuk mendampingi klien dalam beraktivitas S: - Klien mengatakan perawatan payudara adalah pemijatan payudara dengan beberapa teknik gerakan - Klien mengatakan merawat tali pusat dengan membalut tali pusat dengan kassa steril - Klien mengatakan akan melakukan perawatan payudara dan perawatan tali pusat secara mandiri di rumah. O: - Klien tampak antusias saat diberikan pendidikan kesehatan mengenai perawatan payudara dan perawatan tali pusat - Klien mampu menjawab pertanyaan tentang perawatan payudara, 50% benar - Klien mampu menjawab pertanyaan tentang perawatan tali pusat, 75% benar A: - Masalah kesiapan meningkatkan pengetahuan teratasi sebagian. P: - Lanjutkan intervensi :  Motivasi klien untuk melakukan perawatan payudara dan perawatan tali pusat secara mandiri

62

BAB IV PEMBAHASAN Ny.U (26 tahun) dengan post section caesaria elektif a/i disproporsi kepala panggul P1A0H0 di Ruang Edelweis RSUD Setjonegoro Wonosobo pada tanggal 29 Oktober 2013. Adapun analisa perbandingan antara kasus dan teori dimulai dari tahap pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi, dan evaluasi, yaitu sebagai berikut : 1.

Pengkajian dan Diagnosa Keperawatan Pengkajian pada klien Ny.U dilakukan pada tanggal 30 Oktober 2013 pukul 16.00 WIB. Klien adalah post section caesaria elektif a/i disproporsi kepala panggul P1A0H0. Menurut Prawiroharjo (2005) sectio caesarea merupakan suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram. Sectio caesaria elektif merupakan sectio caesaria yang direncanakan bahwa janin akan dilahirkan secara sectio caesaria dan tidak diharapkan dilahirkan secara pervaginam. Faktor yang menyebabkan Ny.U harus dilakukan sectio caesaria elektif yaitu kondisi panggul klien yang sempit sehingga tidak memungkinkan untuk dilahirkan secara pervaginam. Hasil pengkajian pada Ny.U menunjukkan bahwa ada 3 masalah keperawatan, antara lain : a. Nyeri akut Nyeri merupakan sensasi tidak menyenangkan dan bervariasi pada setiap individu. Respon nyeri yang dirasakan oleh ibu post partum dengan section caesaria merupakan efek samping yang timbul setelah menjalani operasi tersebut. Nyeri merupakan faktor psikososial yang didapatkan oleh seseorang dan menghasilkan data baik secara subjektif maupun objektif

63

(Patasik, 2013). Data yang mendukung pengangkatan masalah nyeri berdasarkan data subjektif dan data objektif. Data subjektif antara lain : melalui pengkajian PQRST yaitu Provokatif (klien mengatakan nyeri bertambah jika klien bergerak), Palliative (klien mengatakan nyeri sedikit berkurang jika klien diam/tidak bergerak di tempat tidur), Quality (klien mengatakan nyeri terasa seperti diiris/perih), Region (klien mengatakan merasa nyeri pada perut bekas operasi), Scale (klien mengatakan nyeri skala 5 dari rentang skala 0-10), Time (klien mengatakan nyeri terasa kadang-kadang atau hilang timbul dan berlangsung ± 2-3 menit). Data objektif antara lain : terdapat luka post SC melintang sepanjang ± 15 cm di antara simfisis pubis dan umbilikus, tertutup kassa kering steril; klien tampak membatasi gerakan karena jika badannya sedikit bergerak, bekas operasi terasa sakit; klien menunjukkan ekspresi meringis dan menahan nyeri ketika bergeser posisi; TTV : TD : 120/90 mmHg, HR : 72 x/mnt, RR : 18 x/mnt, T : 37,7°C. b. Intoleransi aktivitas Pada ibu post partum dengan sectio caesaria yang menggunakan regional anestesi pasca 5 jam operasi, anestesi masih berpengaruh pada tubuh sehingga menyebabkan lemahnya syaraf-syaraf dan otot-otot dalam tubuh untuk beraktivitas. Ibu post partum SC 6 jam pasca operasi seharusnya sudah bisa menggerakkan ekstremitas atas dan bawah, pada ibu post partum SC 6-10 jam seharusnya sudah bisa miring kanan kiri, dan pada ibu post partum SC 24 jam seharusnya sudah bisa duduk (Rofiq, 2009). Data yang mendukung pengangkatan masalah intoleransi aktivitas berdasarkan data subjektif dan data objektif. Data subjektif antara lain : klien mengatakan merasa lemas setelah operasi. Data objektif antara lain : klien tampak lemas; klien tampak tiduran dengan posisi supinasi di atas tempat tidur; 5 jam post SC; Indeks Katz F (klien belum mampu melakukan aktivitas secara mandiri, memerlukan bantuan orang lain); mobilisasi : mampu menggerakkan ekstremitas atas dan sedikit pergerakan ekstremitas bawah (menggerakkan jari kaki).

64

c. Kesiapan meningkatkan pengetahuan: perawatan payudara, senam nifas, dan perawatan tali pusat Pada ibu post partum mengalami adaptasi psikologi yang meliputi fase taking in, fase taking out, dan fase letting go. Pada fase taking in, ibu masih berfokus pada dirinya sendiri, fase ini berlangsung selama 1 sampai 2 hari pasca melahirkan. Pada fase taking out, ibu mulai berfokus pada dirinya, fase ini berlangsung pada hari ketiga pasca melahirkan (Prawiroharjo, 2005). Data yang mendukung pengangkatan masalah kesiapan meningkatkan pengetahuan berdasarkan data subjektif dan data objektif. Data subjektif antara lain : klien mengatakan belum tahu cara perawatan payudara yang baik dan benar, klien mengatakan belum tahu tentang senam nifas, klien mengatakan belum tahu cara perawatan tali pusat yang baik dan benar, klien mengatakan akan memberikan ASI pada bayinya tanpa nutrisi tambahan selama 6 bulan pertama, klien mengatakan akan merawat bayinya sendiri. Data objektif antara lain : klien tampak menyusui bayinya dengan benar, klien belum dapat menjawab pertanyaan perawat mengenai perawatan payudara, senam nifas, dan perawatan tali pusat. 2. Intervensi Keperawatan Intervensi yang disusun untuk mengatasi masalah keperawatan yang muncul adalah sebagai berikut : a. Intervensi diagnosa nyeri akut 1) Pain Management (1400) : Monitor nyeri (lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, dan faktor presipitasi); monitor tanda-tanda vital; kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan, dan kebisingan; observasi ketidaknyamanan melalui non verbal; evaluasi cara klien untuk mengurangi nyeri; evaluasi keefektifan cara tersebut dalam mengurangi nyeri; libatkan keluarga untuk membantu memberikan kenyamanan pada klien; kontrol lingkungan yang dapat

65

mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan, dan kebisingan; motivasi klien untuk melakukan ambulasi dini; kolaborasi: pemberian analgesik 2) Simple Relaxation Therapy (6040) : Jelaskan pada klien manfaat dari terapi; kaji kemampuan dan kondisi klien terhadap terapi : napas dalam, pernapasan abdomen, atau imagery guidance; berikan lingkungan yang tenang, suhu ruangan, dan cahaya yang sesuai; demonstrasikan terapi bersama klien; instruksikan pada klien untuk rileks agar dapat merasakan proses relaksasi. b. Intervensi diagnosa intoleransi aktivitas 1) Postanasthesia Care (2870) : Monitor status oksigenasi; monitor kualitas dan frekuensi pernapasan; monitor status kesadaran pasien; monitor tanda-tanda vital setiap jam; kaji output urin; monitor fungsi neurologis motorik dan sensoris; berikan stimulasi verbal dan takstil; monitor thermoregulasi klien; monitor adanya efek samping operasi (mual, muntah, pusing, rasa pegal pada punggung); berikan dukungan emosional dan informasi kepada pasien dan keluarga. 2) Activity Therapy (4310) : Bantu pasien dan keluarga untuk menentukan kemampuan pasien dalam melakukan aktivitas; ajarkan pasien dan keluarga mengenai aktivitas yang dianjurkan post operatif (ambulasi dini/ mobilisasi bertahap); fasilitasi pasien dalam ADL (ambulasi, transfer, perawatan diri) sesuai kebutuhan pasien. c. Intervensi diagnosa kesiapan meningkatkan pengetahuan 1) Health Education (5510) : Berikan pendidikan kesehatan pada klien dan keluarga mengenai perawatan BBL (ASI eksklusif, teknik menyusui, cara memandikan bayi dan perawatan tali pusat); demonstrasikan cara memandikan bayi dan merawat tali pusat; demonsrasikan teknik menyusui yang benar; berikan pendidikan kesehatan mengenai perawatan masa nifas, perawatan payudara, dan senam nifas; demonstrasikan teknik Breastcare yang benar; berikan penguatan positif dan pujian terhadap

66

respon dan kemampuan klien; evaluasi pengetahuan dan kemampuan pasien mengenai hal yang telah diajarkan. 3. Implementasi Keperawatan Implementasi keperawatan yang dilakukan untuk mengatasi diagnosa keperawatan yang muncul adalah sebagai berikut : a. Implementasi diagnosa nyeri Simple Relaxation Therapy merupakan terapi relaksasi dalam menurunkan nyeri yang terdiri dari teknik relaksasi napas dalam, guided imagery, dan distraksi. Penelitian yang dilakukan oleh Patasik pada tahun 2013 mengungkapkan bahwa teknik relaksasi napas dalam dan guided imagery yang dikombinasikan terbukti dapat menurunkan nyeri hebat menjadi nyeri sedang bahkan nyeri ringan pada ibu post partum dengan section caesaria. Implementasi yang diberikan berupa teknik relaksasi napas dalam. Teknik relaksasi napas dalam merupakan bentuk asuhan keperawatan dimana perawat mengajarkan kepada klien bagaimana cara melakukan napas dalam, napas lambat (menahan inspirasi secara maksimal), dan bagaimana menghembuskan napas secara perlahan. Tujuan dilakukan napas dalam adalah mengurangi stres fisik maupun emosional yang dapat menurunkan intensitas nyeri dan menurunkan kecemasan. Teknik relaksasi napas dalam dapat menurunkan intensitas nyeri melalui mekanisme : 1) Dengan merelaksasikan otot-otot skelet yang mengalami spasme yang disebabkan

oleh

peningkatan

prostalglandin

sehingga

terjadi

vasodilatasi pembuluh darah dan akan meningkatkan aliran darah ke daerah yang mengalami spasme dan iskemik. 2) Teknik relaksasi napas dalam dipercayai mampu merangsang tubuh untuk melepaskan opioid endogen yaitu endorphin dan enkefalin. 3) Mudah dilakukan dan tidak memerlukan alat karena relaksasi melibatkan sistem otot dan respirasi dan tidak membutuhkan alat lain sehingga mudah dilakukan kapan saja atau sewaktu-waktu. Pemberian terapi relaksasi napas dalam merupakan penurunan skala nyeri melalui terapi non farmakologi. Pemberian terapi ini menjadi 67

lebih efektif dengan kombinasi terapi farmakologi yaitu pemberian injeksi ketorolac yang diberikan melalui IV dan pemberian obat oral asam mefenamat yang diberikan setelah fungsi anestesi dalam tubuh klien menghilang. b. Implementasi diagnosa intoleransi aktivitas Regional anestesi merupakan teknik anestesi yang umumnya digunakan untuk section caesaria. Pada ibu post partum 6 jam pasca melahirkan, mobilisasi yang seharusnya sudah bisa dilakukan adalah menggerakkan seluruh ekstremitas atas dan bawah. Pada ibu post partum 6-10 jam pasca melahirkan, mobilisasi yang seharusnya sudah bisa dilakukan adalah miring kanan kiri. Dan pada ibu post partum 24 jam pasca melahirkan, mobilisasi yang seharusnya sudah bisa dilakukan adalah duduk bahkan berjalan (Carpenito, 2000). Implementasi yang diberikan berupa mobilisasi dini. Pada H0 klien diberikan tirah baring berupa menggerakkan ekstremitas atas dan bawah. Pada H1 klien diberikan tirah baring berupa miring kanan kiri. Pada H 2 klien sudah dapat duduk dan berjalan dengan bantuan. Hal tersebut akan membantu aliran darah ke seluruh tubuh, sehingga tubuh mampu menghasilkan zat pembakar dan pembangun yang membantu proses penyembuhan luka dengan mobilisasi miring ke kiri dan ke kanan sudah dapat di mulai 6-8 jam setelah pasien sadar, dan mobilisasi duduk setelah 24 jam (Hidayat, 2006). Manfaat lain dari mobilisasi post SC adalah menurunkan insiden komplikasi pasca operasi seperti atelaktasis, pneumonia, masalah sirkulasi, serta gangguan gastrointestinal, dan distensi abdomen (Smeltzer, 2002). c. Implementasi diagnosa kesiapan meningkatkan pengetahuan Ibu post partum pada fase taking in dimana ibu masih berfokus pada dirinya sendiri, tidak memungkinkan untuk diberikan pendidikan kesehatan baik untuk ibu itu sendiri maupun bayinya. Pemberian pendidikan kesehatan dirasa lebih efektif ketika ibu post partum sudah berada pada fase taking out atau fase letting go dimana ibu sudah mulai berfokus pada bayinya bahkan ibu sudah siap untuk merawat bayinya. Implementasi yang diberikan berupa pendidikan kesehatan disertai

68

demonstrasi mengenai perawatan payudara, senam nifas, dan perawatan tali pusat. Klien diajarkan mengenai perawatan payudara untuk perawatan masa nifas dan untuk melancarkan produksi ASI. Klien juga diajarkan untuk melakukan senam nifas yang bertujuan untuk perbaikan fungsi dan organ tubuh setealh melahirkan. Klien juga diajarkan merawat tali pusat bayi baru lahir. Pendidikan kesehatan yang dilakukan merupakan discharge planning, yaitu proses mempersiapkan pasien untuk meninggalkan satu unit pelayanan kepada unit yang lain di dalam atau di luar suatu agen pelayanan kesehatan umum (Kozier, 2004). Dengan adanya discharge planning, diharapkan informasi yang diberikan dapat menjadi bekal bagi ibu dalam kelanjutan perawatan ketika berada di rumah, baik perawatan pada bayi, maupun perawatan bagi ibu sendiri. 4. Evaluasi Keperawatan Evaluasi keperawatan merupakan hasil akhir dari asuhan keperawatan yang telah diberikan, antara lain : a. Evaluasi diagnosa nyeri Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, didapatkan hasil PQRST (P : Klien mengatakan nyeri jika klien terlalu banyak bergerak, P : Klien mengatakan nyeri berkurang jika klien diam/tidak bergerak di tempat tidur, Q : Klien mengatakan nyeri terasa seperti diiris/perih, R : Klien mengatakan merasa nyeri pada perut bekas operasi, S : Klien mengatakan nyeri skala 3 (skala 0-10), T : Klien mengatakan nyeri terasa kadang-kadang (hilang timbul) dan berlangsung ± 1-2 menit). Masalah nyeri teratasi dan intervensi yang perlu dipertahankan adalah motivasi klien untuk melakukan teknik relaksasi napas dalam dan kolaborasi pemberian analgetik (ketorolac). b. Evaluasi diagnosa intoleransi aktivitas Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, didapatkan hasil Indeks Katz : B (klien dapat melakukan dressing, toiletting, transferring, continence, dan feeding secara mandiri). Masalah hambatan mobilitas fisik teratasi dan intervensi yang perlu dipertahankan adalah motivasi klien untuk melakukan mobilisasi secara bertahap dan anjurkan 69

keluarga untuk mendampingi klien dalam beraktivitas. c. Evaluasi diagnosa kesiapan meningkatkan pengetahuan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, didapatkan hasil klien mampu menjawab pertanyaan tentang perawatan payudara, (50% benar), klien mampu menjawab pertanyaan tentang senam nifas (50% benar), dan klien mampu menjawab pertanyaan tentang perawatan tali pusat (75% benar). Masalah kesiapan meningkatkan pengetahuan teratasi sebagian dan intervensi yang perlu dilanjutkan adalah motivasi klien untuk melakukan perawatan payudara dan perawatan tali pusat secara mandiri.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A.

KESIMPULAN Persalinan Sectio caesaria dengan anastesi regional a/i letak lintang merupakan suatu cara melahirkan janin dengan cara pembedahan pada dinding uterus melalui dinding perut bagian depan karena janin tidak dapat dilahirkan secara manual pervaginam karena letak lintang yang memunculkan permasalahan-permasalahan keperawatan pada masa post partum. Masalah keperawatan yang muncul pada ibu post operasi sectio caesaria memerlukan pengkajian yang mendetail yang didasarkan pada konsep 14 kebutuhan dasar manusia sehingga bisa diangkat masalah 70

keperawatan pada ibu post sectio caesaria yang meliputi nyeri akut, perubahan eliminasi urine, perubahan eliminasi alvi, deficit perawatan diri dan risiko tinggi infeksi. Penetapan masalah keperawatan yang muncul menjadikan

dasar

untuk

merumuskan

rencana

keperawatan

yang

komprehensif yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan dasar klien sehingga proses adaptasi fisiologis dan psikologis klien bisa lebih cepat dan mempercepat kesembuhan klien.

B.

SARAN 1. Libatkan keluarga dalam perawatan, sehingga keluarga dapat terus mendampingi serta memberikan dukungan terhadap klien, terutama dukungan dalam perawatan ibu dan bayi ketika berada di rumah. 2. Discharge planning merupakan hal yang perlu dilakukan pada ibu post partum, baik primigravida maupun multigravida. Perawat harus mengkaji secara mendalam tentang kebutuhan informasi yang klien butuhkan.

DAFTAR PUSTAKA Carpenito, I.J. 2001. Diagnosa Keperawatan, Edisi 8. Jakarta : EGC Christina, S dan Kristanti, EE. 2010. Mobilisasi Dini Berhubungan Dengan Peningkatan Kesembuhan Luka Pada Pasien Post Operasi Sectio Caesaria. Kediri : STIKES RS Baptis Kediri. Christine, Henderson, Kathleen, Jones. 2005. Buku Ajar Konsep Kebidanan. Jakarta: EGC. Cunningham FG, Gant FN, Leveno KJ, dkk. 2005. Obstetri Williams. Edisi 21. Jakarta: EGC. Doengoes, Marylinn. 2001. Rencana Asuhan Keperawatan Maternal/Bayi. Jakarta : EGC Hidayat. 2006. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia: Aplikasi Konsep dan Proses Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. http://dinkes.tasikmalayakota.go.id/index.php/informasi-obat/333-oksitosin.html http://health.kompas.com. Kasdu, Dini. 2003. Operasi Caesar Masalah dan Masalahnya. Jakarta : Puspa 71

Swara. Kozier, Barbara. 2004. Fundamental of Nursing Seventh Edition. Jakarta: EGC. Manuaba, I.B. 2001. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi dan KB. Jakarta : EGC. McCLoskey, JC & Bulecheck, GM. 2000. Nursing Interventions Classification (NIC). Missouri: Mosby, Inc. Mochtar, Rustam. 2000. Sinopsis Obstetri, Edisi 2, Jilid 1. Jakarta : EGC. Prawiroharjo, Sarwono. 2005. Ilmu Kebidanan, Cetakan ke-4. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Price, SA & Wilson, LM. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis dan Proses-Proses Penyakit. Jakarta : EGC. Smeltzer, Suzane C., and Bare, Brenda G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah, Volume 2, Edisi 8. Jakarta : Buku Kedokteran EGC.

72

Pathway

73

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF