ASKEP POST OP BPH.docx
March 14, 2018 | Author: Felly La Vecchia Signora | Category: N/A
Short Description
Download ASKEP POST OP BPH.docx...
Description
Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan BPH
A. DEFENISI Benigna Prostat Hipertropi adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat (secara umum pada pria lebih tua dari 50 tahun) menyebabkan berbagai derajat obstruksi uretral dan pembatasan aliran urinarius (Doenges, 2000). Menurut Mansyur (2000), istilah hipertropi sebenarnya kurang tepat karena yang terjadi adalah hiperplasia kelenjar periuretral yang mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer dan menjadi simpai bedah. B. ANATOMI Prostat merupakan kelenjar berbentuk konus terbalik yang dilapisi oleh kapsul fibromuskuler,yang terletak disebelah inferior vesika urinaria, mengelilingi bagian proksimal uretra (uretra pars prostatika) dan berada disebelah anterior rektum. Bentuknya sebesar buah kenari dengan berat normal pada orang dewasa kurang lebih 20 gram, dengan jarak basis ke apex kurang lebih 3 cm, lebar yang paling jauh 4 cm dengan tebal 2,5 cm.12 Kelenjar prostat terbagi menjadi 5 lobus : hiperplasia prostat 1. lobus medius 2. lobus lateralis (2 lobus) 3. lobus anterior 4. lobus posterior
Mc Neal (1976) membagi kelenjar prostat dalam beberapa zona, antara lain adalah: zona perifer, zona sentral, zona transisional, zona fibromuskuler anterior, dan zona periuretral. Sebagian besar hiperplasia prostat terdapat pada zona transisional yang letaknya proximal dari spincter externus di kedua sisi dari verumontanum dan di zona periuretral. Kedua zona tersebut hanya merupakan 2% dari seluruh volume prostat. Sedangkan pertumbuhan karsinoma prostat berasal dari zona perifer. BPH sering terjadi pada lobus lateralis dan lobus medialis karena mengandung banyak jaringan kelenjar, tetapi tidak mengalami pembesaran pada bagian posterior daripada lobus medius (lobus posterior) yang merupakan bagian tersering terjadinya perkembangan
suatu keganasan prostat. Sedangkan lobus anterior kurang mengalami hiperplasi karena sedikit mengandung jaringan kelenjar. C. ETIOLOGI Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya hiperplasia prostat, tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasia prostat erat kaitannya dengan peningkatan kadar dehidrotestosteron (DHT) dan proses aging (menjadi tua). 1. Pengaruh usia Dengan meningkatnya usia seseorang terjadi penurunan kadar hormon androgen yang disertai naiknya kadar estrogen secara relatif. Estrogen dapat meningkatkan sensitivitas jaringan prostat terhadap androgen. Kelenjar prostat bagian peri-uretra atau sentral yang responsif terhadap hormon estrogen akan mengalami hiperplasia. 2. . Faktor hormonal Hormon yang sangat berpengaruh dalam pertumbuhan kelenjar prostat adalah hormon androgen yang terjadi pada setiap usia disebut dihidrotestosteron (DHT). Bertambahnya usia, produksi hormon androgen menurun, sehingga prostat menjadi sangat sensitif pada DHT. Klien dengan BPH sering terjadi peningkatan estrogen, dan mungkin estrogen merangsang DHT untuk terjadinya BPH. 3. Teori Sel Stem (stem cell hypothesis) Seperti pada organ lain, prostat dalam hal ini kelenjar periuretral pada seorang dewasa berada dalam keadaan keseimbangan “steady state”, antara pertumbuhan sel dan sel yang mati, keseimbangan ini disebabkan adanya kadar testosteron tertentu dalam jaringan prostat yang dapat mempengaruhi sel stem sehingga dapat berproliferasi. Pada keadaan tertentu jumlah sel stem ini dapat bertambah sehingga terjadi proliferasi lebih cepat. Terjadinya proliferasi abnormal sel stem sehingga menyebabkan produksi atau proliferasi sel stroma dan sel epitel kelenjar periuretral prostat menjadi berlebihan. D. PATOFISIOLOGI Pembesaran prostat menyebabkan terjadinya penyempitan lumen uretra pars prostatika dan menghambat aliran urin sehingga menyebabkan tingginya tekanan intravesika. Untuk dapat mengeluarkan urin, buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan, menyebabkan terjadinya perubahan anatomik buli-buli, yakni: hipertropi otot destrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan divertikel bulibuli. Perubahan struktur pada buli-buli tersebut dirasakan sebagai keluhan pada saluran kemih bagian bawah atau Lower Urinary Tract Symptoms (LUTS). Tekanan intravesika yang tinggi diteruskan ke seluruh bagian buli-buli tidak terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini menimbulkan aliran balik dari buli-buli ke ureter atau terjadinya refluks vesikoureter. Jika berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis bahkan jatuh ke dalam gagal ginjal
E. MANIFESTASI KLINIS Menurut Mansyur (2000), biasanya gejala-gejala pembesaran prostat jinak, dikenal sebagai Lower Urinary Tract Symtoms (LUTS) dibedakan menjadi gejala iritatif dan obstruktif.
Gejala iritatif yaitu sering miksi (frekuensi), terbangun untuk miksi pada malam hari (nokturia), perasaan ingin miksi yang sangat mendesak (urgensi), dan nyeri pada saat miksi (disuria). Sedangkan gejala obstruktif adalah pancaran melemah, rasa tidak lampias sehabis miksi, kalau mau miksi harus menunggu lama (hesistancy), harus mengedan (straining), kencing terputus-putus (intermittency), dan waktu miksi memanjang yang akhirnya menjadi retensi urine dan inkontinen karena overflow.
F. PENATALAKSANAAN a) Observasi (watchfull waiting) Biasanya dilakukan pada pasien dengan keluhan ringan Nasehat yang diberikan ialah mengurangi minum setelah makan malam untuk mengurangi nokturia, menghindari obat-obat dekongestan (para simpatolitik), mengurangi minum kopi dan tidak diperbolehkan minum alkohol agar tidak terlalu sering miksi. Setiap tiga bulan lakukan kontrol keluhan (sistem skor), sisa kencing dan pemeriksaan colok dubur. b) Terapi Medikamentosa c) Terapi Bedah Jenis pembedahan yang dapat dilakukan: a. Prostatektomi terbuka - Retropubic infravesika (Terence millin) - Suprapubic transvesica/TVP (Freyer) - Transperineal b. Endourologi - Trans urethral resection (TUR) - Trans urethral incision of prostate (TUIP) - Pembedahan dengan laser (Laser Prostatectomy)
Diagnosa keperawatan post operasi BPH : 1)
Nyeri berhubungan dengan spasmus kandung kemih dan insisi sekunder
2)
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur invasif: alat selama pembedahan, kateter, irigasi kandung kemih sering.
3)
Resiko tinggi cidera: perdarahan berhubungan dengan tindakan pembedahan
4)
Resiko tinggi disfungsi seksual berhubungan dengan ketakutan akan impoten akibat dari TUR-P.
5)
Kurang
pengetahuan:
tentang
tindakan
operasi
berhubungan dengan kurang informasi 6)
Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri sebagai efek pembedahan
Perencanaan 1. Nyeri berhubungan dengan spasmus kandung kemih dan insisi Tujuan: Nyeri berkurang atau hilang. Kriteria hasil : -
Klien mengatakan nyeri berkurang / hilang.
-
Ekspresi wajah klien tenang.
-
Klien akan menunjukkan ketrampilan relaksasi.
-
Klien akan tidur / istirahat dengan tepat.
-
Tanda – tanda vital dalam batas normal.
Rencana tindakan : 1.
Jelaskan pada klien tentang gejala dini spasmus kandung kemih. R/ Kien dapat mendeteksi gajala dini spasmus kandung kemih.
2.
Pemantauan klien pada interval yang teratur selama 48 jam, untuk mengenal gejala – gejala dini dari spasmus kandung kemih. R/ Menentukan terdapatnya spasmus sehingga obat – obatan bisa diberikan
3.
Jelaskan pada klien bahwa intensitas dan frekuensi akan berkurang dalam 24 sampai 48 jam. R/ Memberitahu klien bahwa ketidaknyamanan hanya temporer.
4.
Beri penyuluhan pada klien agar tidak berkemih ke seputar kateter. R/ Mengurang kemungkinan spasmus.
5.
Anjurkan pada klien untuk tidak duduk dalam waktu yang
lama sesudah tindakan R / Mengurangi tekanan pada luka insisi 6.
Ajarkan penggunaan teknik relaksasi, termasuk latihan nafas dalam, visualisasi. R / Menurunkan tegangan otot, memfokuskan kembali perhatian dan dapat meningkatkan kemampuan koping.
7.
Jagalah selang drainase urine tetap aman dipaha untuk mencegah peningkatan tekanan pada kandung kemih. Irigasi kateter jika terlihat bekuan pada selang. R/ Sumbatan pada selang kateter oleh bekuan darah dapat menyebabkan distensi kandung kemih dengan peningkatan spasme.
8.
Observasi tanda – tanda vital R/ Mengetahui perkembangan lebih lanjut.
9.
Kolaborasi dengan dokter untuk memberi obat – obatan (analgesik atau anti spasmodik ) R / Menghilangkan nyeri dan mencegah spasmus kandung kemih.
2. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur invasif: alat selama pembedahan, kateter, irigasi kandung kemih sering. Tujuan: Klien tidak menunjukkan tanda – tanda infeksi . Kriteria hasil: -
Klien tidak mengalami infeksi.
-
Dapat mencapai waktu penyembuhan.
-
Tanda – tanda vital dalam batas normal dan tidak ada tanda – tanda shock. Rencana tindakan: 1.
Pertahankan
sistem
kateter
steril,
berikan perawatan kateter dengan steril. R/ Mencegah pemasukan bakteri dan infeksi 2.
Anjurkan intake cairan yang cukup ( 2500 – 3000 ) sehingga dapat menurunkan potensial infeksi. R/ . Meningkatkan output urine sehingga resiko terjadi ISK dikurangi dan mempertahankan fungsi ginjal.
3.
Pertahankan posisi urobag dibawah. R/ Menghindari refleks balik urine yang dapat memasukkan bakteri ke kandung
kemih. 4.
Observasi tanda – tanda vital, laporkan tanda – tanda shock dan demam.
R/ Mencegah sebelum terjadi shock. 5.
Observasi urine: warna, jumlah, bau. R/ Mengidentifikasi adanya infeksi.
6.
Kolaborasi
dengan
dokter
untuk
memberi obat antibiotik. R/ Untuk mencegah infeksi dan membantu proses penyembuhan. 3. Resiko tinggi cidera: perdarahan berhubungan dengan tindakan pembedahan . Tujuan: Tidak terjadi perdarahan. Kriteria hasil: -
Klien tidak menunjukkan tanda – tanda perdarahan .
-
Tanda – tanda vital dalam batas normal .
-
Urine lancar lewat kateter .
Rencana tindakan: 1.
Jelaskan pada klien tentang sebab terjadi perdarahan setelah pembedahan dan tanda – tanda perdarahan . R/ Menurunkan kecemasan klien dan mengetahui tanda – tanda perdarahan 2.
Irigasi aliran kateter jika terdeteksi gumpalan dalm saluran kateter R/
Gumpalan dapat menyumbat kateter, menyebabkan peregangan dan perdarahan kandung kemih
3.
Sediakan diet makanan tinggi serat dan memberi obat untuk memudahkan defekasi . R/ Dengan peningkatan tekanan pada fosa prostatik yang akan mengendapkan perdarahan .
4.
Mencegah pemakaian termometer rektal, pemeriksaan rektal atau huknah, untuk sekurang – kurangnya satu minggu . R/ Dapat menimbulkan perdarahan prostat .
5. Pantau traksi kateter: catat waktu traksi di pasang dan kapan traksi dilepas . R/ Traksi kateter menyebabkan pengembangan balon ke sisi fosa prostatik, menurunkan perdarahan. Umumnya dilepas 3 – 6 jam setelah pembedahan .
6. Observasi: Tanda – tanda vital tiap 4 jam,masukan dan haluaran dan warna urine R/ Deteksi awal terhadap komplikasi, dengan intervensi yang tepat mencegah kerusakan jaringan yang permanen . 4. Resiko tinggidisfungsi seksual berhubungan dengan ketakutan akan impoten Tujuan: Fungsi seksual dapat dipertahankan Kriteria hasil: -
Klien tampak rileks dan melaporkan kecemasan menurun .
-
Klien menyatakan pemahaman situasi individual .
-
Klien menunjukkan keterampilan pemecahan masalah .
Rencana tindakan : 1 . Beri kesempatan pada klien untuk memperbincangkan tentang pengaruh pembedahan terhadap seksual . R/ Untuk mengetahui masalah klien . 2 . Jelaskan tentang : kemungkinan kembali ketingkat tinggi seperti semula dan kejadian ejakulasi retrograd (air kemih seperti susu) R/ Kurang pengetahuan dapat membangkitkan cemas dan berdampak disfungsi seksual 3 . Mencegah hubungan seksual 3-4 minggu setelah operasi . R/ Bisa terjadi perdarahan dan ketidaknyamanan 4 . Dorong klien untuk menanyakan kedokter salama di rawat di rumah sakit dan kunjungan lanjutan . R / Untuk mengklarifikasi kekhatiran dan memberikan akses kepada penjelasan yang spesifik. 5. Kurang pengetahuan: berhubungan dengan kurang informasi Tujuan: Klien dapat menguraikan pantangan kegiatan serta kebutuhan berobat lanjutan.. Kriteria hasil:
-
-
Klien akan melakukan perubahan perilaku.
-
Klien berpartisipasi dalam program pengobatan. Klien akan mengatakan pemahaman pada pantangan kegiatan dan kebutuhan berobat lanjutan .
Rencana tindakan: 1. Beri penjelasan untuk mencegah aktifitas berat selama 3-4 minggu . R/ Dapat menimbulkan perdarahan . 2.
Beri penjelasan untuk mencegah mengedan waktu BAB selama 4-6 minggu; dan memakai pelumas tinja untuk laksatif sesuai kebutuhan. R/ Mengedan bisa menimbulkan perdarahan, pelunak tinja bisa mengurangi kebutuhan mengedan pada waktu BAB 3. Pemasukan cairan sekurang–kurangnya 2500-3000 ml/hari. R/ Mengurangi potensial infeksi dan gumpalan darah . 4. Anjurkan untuk berobat lanjutan pada dokter. R/. Untuk menjamin tidak ada komplikasi . 5. Kosongkan kandung kemih apabila kandung kemih sudah penuh . R/ Untuk membantu proses penyembuhan .
6. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri / efek pembedahan Tujuan: Kebutuhan tidur dan istirahat terpenuhi. Kriteria hasil: -
Klien mampu beristirahat / tidur dalam waktu yang cukup.
-
Klien mengungkapan sudah bisa tidur .
-
Klien mampu menjelaskan faktor penghambat tidur .
Rencana tindakan: 1.
Jelaskan pada klien dan keluarga penyebab gangguan tidur dan kemungkinan cara untuk menghindari. R/ meningkatkan pengetahuan klien sehingga mau kooperatif dalam tindakan perawatan .
2.
Ciptakan suasana yang mendukung, suasana tenang dengan mengurangi kebisingan . R/ Suasana tenang akan mendukung istirahat
3.
Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan penyebab gangguan tidur. R/ Menentukan rencana mengatasi gangguan
4.
Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat yang dapat mengurangi nyeri ( analgesik ).
R/ Mengurangi nyeri sehingga klien bisa istirahat dengan cukup
View more...
Comments