askep pada pasien alzheimer
June 1, 2018 | Author: rahmanhamid | Category: N/A
Short Description
alzheimer merupakan salah satu penyakit neurologis yang kebanyakan menyerang individu usia lanjut. salah satu tanda dan ...
Description
BAB I PENDAHAULUAN A. Latar Belakang
Penyakit Alzheimer ditemukan pertama kali pada tahun 1907 oleh seorang Ahli Psikiatri dan Neuropatologi yang bernama Alois Alzheimer. Ia mengobservasi seorang wanita berumur 51 tahun, yang mengalami gangguan intelektual dan memori serta tidak mengetahui kembali ketempat tinggalnya, sedangkan wanita itu tidak mengalami gangguan anggota gerak koordinasi dan reflek. Pada autopsy tampak bagian otak mengalami atropi yang difus dan simetris, dan secara mikroskopis tampak bagian kortikal otak mengalami neuritis plaque dan degenerasi neurofibrillary. Secara epidemiologi dengan semakin meningkatnya usia harapan hidup pada berbagai populasi, maka jumlah orang berusia lanjut akan semakin meningkat. Dilain pihak akan menimbulkan masalah serius dalam bidang social ekonomi dan kesehatan, sehingga akan semakin banyak yang berkonsultasi dengan seorang neurology karena orang tua tersebut yang tadinya sehat, akan mulai kehilangan kemampuannya secara efektif sebagai pekerja atau sebagai anggota keluarga. Hal ini menunjukan munculnya penyakit degeneratife otak, tumor, multiple stroke, subdural hematoma atau penyakit depresi yang merupakan penyebab utama demensia. Isilah demensia digunakan untuk menggambarkan sindrom klinis dengan gejala menurunnya daya ingat dan hilangnya fungsi intelek lainnya. Defenisi demensia menurut unit Neurobehavior pada Boston Veterans Administration Medikal Center (BVAMC) adalah kelainan fungsi intelek yang didapat dan bersifat menetap, dengan adanya gangguan paling sedikit 3 dari 5 komponen fungsi luhur yaitu gangguan bahasa, memori, visuospasial, emosi dan kognisi. Penyebab pertama penderita demensia adalah penyakit alzeimer dan kedua oleh cerebrovaskuler. Diperkirakan penderita demensia terutama penderita Alzheimer pada abad terakhir ini semakin meningkat jumlah kasusnya sehingga akan mungkin menjadi epidemic seperti di Amerika dengan insiden
1
demensia
187
populasi/100.000/tahun
dan
penderita
alzeimer
123/100.000/tahun serta penyebab kematian keempat atau kelima B. Tujuan
1. Tujuan instruksional Umum Mahasiswa mampu memahami konsep dasar asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan sistem saraf (Alzheimer) 2. Tujuan Instruksional Khusus a. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang Definisi Alzheimer b. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang Etiologi Alzheimer c. Mahasiswa
mampu
memahami
dan
menjelaskan
tentang
dan
menjelaskan
tentang
dan
menjelaskan
tentang
dan
menjelaskan
tentang
Patofisiologi Alzheimer d. Mahasiswa
mampu
memahami
Manifestasi Klinis Alzheimer e. Mahasiswa
mampu
memahami
Penatalaksanaan Alzheimer f. Mahasiswa
mampu
memahami
Pemeriksaan Diagnostik Alzheimer g. Mahasiswa
mampu
memahami
Keperawatan Alzheimer
2
konsep
tentang
Asuhan
demensia
187
populasi/100.000/tahun
dan
penderita
alzeimer
123/100.000/tahun serta penyebab kematian keempat atau kelima B. Tujuan
1. Tujuan instruksional Umum Mahasiswa mampu memahami konsep dasar asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan sistem saraf (Alzheimer) 2. Tujuan Instruksional Khusus a. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang Definisi Alzheimer b. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang Etiologi Alzheimer c. Mahasiswa
mampu
memahami
dan
menjelaskan
tentang
dan
menjelaskan
tentang
dan
menjelaskan
tentang
dan
menjelaskan
tentang
Patofisiologi Alzheimer d. Mahasiswa
mampu
memahami
Manifestasi Klinis Alzheimer e. Mahasiswa
mampu
memahami
Penatalaksanaan Alzheimer f. Mahasiswa
mampu
memahami
Pemeriksaan Diagnostik Alzheimer g. Mahasiswa
mampu
memahami
Keperawatan Alzheimer
2
konsep
tentang
Asuhan
BAB II ALZHEIMER A. Definisi
Penyakit Alzheimer (AD) kadang disebut sebagai demensia degeneratif primer atau
demensia
senil
jenis
Alzheimer
(SDAT). Penyakit
ini
menyebabkan sedikitnya 50 semua demensia yang diderita lansia (Lamy,1992). Kodisi ini merupakan penyakit neurologis degeneratif, progresif, ireversibel, yang muncul tiba-tiba dan ditandai dengan penurunan bertahap fungsi kognitif dan gangguan perilaku
dan efek. Dengan
meningkatnya populasi lansia, maka penyakit alzheimer menjadi penyakit yang semakin bertambah banyak. (Brunner & Suddarth, 2002).
Gambar 1: Perbedaaan neuron antara orang normal dengan Alzheimer Penyakit Alzheimer adalah penyakit pada syaraf yang sifatnya irreversible akibat penyakit ini berupa kerusakan ingatan, penilaian, pengambilan keputusan, orientasi fisik secara keselurahan dan pada cara berbicara. Diagnosa yang didasarkan pada ilmu syaraf akan penyebab kepikunan hanya dapat dilakukan dengan cara otopsi. Tanda-tanda umum yang muncul berupa hilangnya neuron, pikun, cairan ektraseluler yang mengandung peptida β amyloid dan kusutnya neurofibril serta terjadinya hiperfosforilasi dari mikrotubular protein tau. Amyloid pada senile plaques adalah hasil dari potongan- potongan potongan protein yang lebih besar, prekursor protein β -amyloid, tiga
3
seri enzim protease yaitu α-,β- dan γ-sekretase. γ-sekretase secara khas muncul dan bertanggung jawab dalam pembentuk an peptida β-amyloid -Aβ42- yaitu 42 gugus asam amino yang memiliki arti patogenetik penting karena berupa serat toksik yang tak larut dan terakumulasi dalam bentuk senile plaques berupa massa serabut amyloid pada korteks celebral yang diisolasi dari pasien Alzheimer. Dementia adalah sindrom mental yang ditandai dengan hilangnya kemampuan intelektual secara menyeluruh
yang mencakup gangguan
mengingat, penilaian, dan pemikiran abstrak demikian juga dengan perubahan tingkah laku, tetapi tidak disebabkan oleh kesadaran yang berkabut, depresi atau gangguan fungsional mental lainnya. Alzheimer merupakan penyakit dementia primer yang tersering. Penyakit Alzheimer (AD) adalah penyakit yang bersifat degeneraif dan progresif pada otak yang menyebabkan cacat spesifik pada neuron, serta mengakibatkan gangguan memori, berfikir, dan tingkah laku (Price dan Wilson, 2006). Sehingga dengan demikian Alzheimer adalah penyakit kronik, degeneratif yang ditandai dengan penurunan daya ingat, intelektual, kepribadian yang dapat mengakibatkan berkurangnya kemampuan merawat diri. Penyakit ini menyerang orang berusia 65 tahun keatas. B. Etiologi
Usia dan riwayat keluarga adalah faktor resiko yang sudah terbukti untuk penyakit alzheimer. Bila anggota keluarga paling tidak satu famili lain ada yang menderita penyakit ini, maka diklasifikasikan sebagai “familial”. Komponen familial yang nonspesifik meliputi pencetus lingkungan dan diterminan genetik. Penyakit alzheimer yang timbul tanpa diketahui ada riwayat familial disebut “sporadik”. (Brunner & Suddarth, 2002). Penyebab yang pasti belum diketahui. Beberapa alternative penyebab yang telah dihipotesa adalah intoksikasi logam, gangguan fungsi imunitas, infeksi flament, predisposisi heriditer. Dasar kelainan patologi penyakit Alzheimer terdiri dari degenerasi neuronal, kematian daerah spesifik jaringan otak yang
4
mengakibatkan gangguan fungsi kongnitif dengan penurunan daya ingat secara progresif. Adanya defisiensi faktor pertumbuhan atau asam amino dapat berperan dalam kematian selektif neuron. Kemungkinan sel-sel tersebut mengalami degenerasi yang diakibatkan oleh adanya peningkatan kalsium intraseluler, kegagalan metabolisme energi, adanya formasi radikal bebas atau terdapat produksi protein abnormal yang non spesifik. Penyakit Alzheimer adalah penyakit genetika, tetapi beberapa peneliti an telah membuktikan bahwa peran faktor non-genetika (lingkungan) juga ikut terlibat, dimana faktor lingkungan hanya sebagai pencetus faktor genetika. Adanya defisiensi faktor pertumbuhan atau asam amino dapat berperan dalam kematian selektif neuron. Kemungkinan sel-sel tersebut mengalami degenerasi yang diakibatkan oleh adanya peningkatan calcium intraseluler, kegagalan metabolisme energi, adanya formasi radikal bebas atau terdapatnya produksi protein abnormal yang non spesifik. Penyakit alzheimer adalah penyakit genetika, tetapi beberapa penelitian telah membuktikan bahwa peran faktor genetika, tetapi beberapa penelitian telah membuktikan bahwa peran faktor non-genetika (lingkungan) juga ikut terlibat, dimana faktor lingkungan hanya sebagai pencetus factor genetika. Di tahun 1987, kromosom 21 pertama kali diketahui mempunyai implikasi pada beberapa keluarga dengan penyakit alzheimer familial awitan-dini (FAD). Penyakit alzheimer mulai pada usia 50 tahun. Tapi kebanyakan orang dengan AD, mulai menderita pada usia di atas 65 tahun. (Brunner & Suddarth, 2002). Penyakit Alzheimer dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut: 1. Faktor genetic Beberapa peneliti mengungkapkan 50% prevalensi kasus alzheimer ini diturunkan melalui gen autosomal dominant. Individu keturunan garis pertama pada keluarga penderita alzheimer mempunyai resiko menderita demensia 6 kali lebih besar dibandingkan kelompok kontrol normal. Pemeriksaan genetika DNA pada penderita alzheimer dengan familial
5
early onset terdapat kelainan lokus pada kromosom 21 diregio proximal log arm, sedangkan pada familial late onset didapatkan kelainan lokus pada kromosom 19. Begitu pula pada penderita down syndrome mempunyai kelainan gen kromosom 21, setelah berumur 40 tahun terdapat neurofibrillary tangles (NFT), senile plaque dan penurunan marker kolinergik
pada
histopatologi alzheimer
jaringan
pada
terhadap
otaknya
penderita anak
yang
alzheimer.
kembar
menggambarkan Hasil
penelitian
menunjukkan
40-50%
kelainan penyakit adalah
monozygote dan 50% adalah dizygote. Keadaan ini mendukung bahwa faktor genetik berperan dalam penyaki alzheimer. Pada sporadik non familial (50-70%), beberapa penderitanya ditemukan kelainan lokus kromosom 6, keadaan ini menunjukkan bahwa kemungkinan faktor lingkungan menentukan ekspresi genetika pada alzheimer. 2. Faktor infeksi Ada hipotesa menunjukkan penyebab infeksi virus pada keluarga penderita alzheimer yang dilakukan secara immuno blot analisis, ternyata diketemukan adanya antibodi reaktif. Infeksi virus tersebut menyebabkan infeksi pada susunan saraf pusat yang bersipat lambat, kronik dan remisi. Beberapa penyakit infeksi seperti Creutzfeldt-Jacob disease dan kuru, diduga berhubungan dengan penyakit alzheimer. Hipotesa tersebut mempunyai beberapa persamaan antara lain: a. manifestasi klinik yang sama b. Tidak adanya respon imun yang spesifik c. Adanya plak amyloid pada susunan saraf pusat d. Timbulnya gejala mioklonus e. Adanya gambaran spongioform 3. Faktor lingkungan Faktor lingkungan juga dapat berperan dalam patogenesa penyakit alzheimer. Faktor lingkungan antar alain, aluminium, silicon, mercury, zinc. Aluminium merupakan neurotoksik potensial pada susunan saraf
6
pusat yang ditemukan Neurofibrillary Tangles (NFT) dan Senile Plaque (SPINALIS). Hal tersebut diatas belum dapat dijelaskan secara pasti, apakah keberadaan aluminum adalah penyebab degenerasi neurosal primer atau sesuatu hal yang tumpang tindih. Pada penderita alzheimer, juga ditemukan keadan ketidak seimbangan merkuri, nitrogen, fosfor, sodium, dengan patogenesa yang belum jelas. Ada dugaan bahwa asam amino glutamat akan menyebabkan depolarisasi melalui reseptor N-methy Daspartat sehingga kalsium akan masuk ke intraseluler (Cairan-influks) danmenyebabkan kerusakan metabolisma energi seluler dengan akibat kerusakan dan kematian neuron. 4. Faktor imunologis 60% pasien yang menderita alzheimer didapatkan kelainan serum protein seperti penurunan albumin dan peningkatan alpha protein, anti trypsin alphamarcoglobuli dan haptoglobuli. Terdapat hubungan bermakna dan meningkat dari penderita alzheimer dengan penderita tiroid. Tiroid Hashimoto merupakan penyakit inflamasi kronik yang sering didapatkan pada wanita muda karena peranan faktor immunitas. 5.
Faktor trauma Beberapa
penelitian
menunjukkan
adanya
hubungan
penyakit
alzheimer dengan trauma kepala. Hal ini dihubungkan dengan petinju yang menderita demensia pugilistik, dimana pada otopsinya ditemukan banyak neurofibrillary tangles. 6. Faktor neurotransmiter Perubahan neurotransmitter pada jaringan otak penderita alzheimer mempunyai peranan yang sangat penting seperti: a. Asetilkolin Penelitian terhadap aktivitas spesifik neurotransmiter dengan cara biopsi sterotaktik dan otopsi jaringan otak pada penderita alzheimer
7
didapatkan
penurunan
aktivitas
kolinasetil
transferase,
asetikolinesterase dan transport kolin serta penurunan biosintesa asetilkolin. Adanya defisit presinaptik dan postsynaptik kolinergik ini bersifat simetris pada korteks frontalis, temporallis superior, nukleus basalis, hipokampus. Kelainan neurottansmiter asetilkoline merupakan kelainan yang selalu ada dibandingkan jenis neurottansmiter lainnya pada penyakit alzheimer, dimana pada jaringan otak/biopsinya selalu didapatkan kehilangan cholinergik Marker. Pada penelitian dengan pemberian scopolamin pada orang normal, akan menyebabkan berkurang atau hilangnya daya ingat. Hal ini sangat mendukung hipotesa kolinergik sebagai patogenesa penyakit alzheimer. b. Noradrenalin Kadar metabolisma norepinefrin dan dopimin didapatkan menurun pada jaringan otak penderita alzheimer. Hilangnya neuron bagian dorsal lokus seruleus yang merupakan tempat yang utama noradrenalin pada korteks serebri, berkorelasi dengan defisit kortikal noradrenergik. Hasil biopsi dan otopsi jaringan otak penderita alzheimer menunjukkan adanya defisit noradrenalin pada presinaptik neokorteks. Konsentrasi noradrenalin menurun baik pada post dan ante-mortem penderita alzheimer. c. Dopamin Pengukuran terhadap aktivitas neurottansmiter regio hipothalamus, dimana tidak adanya gangguan perubahan aktivitas dopamin pada penderita alzheimer. Hasil ini masih kontroversial, kemungkinan disebabkan karena potongan histopatologi regio hipothalamus setia penelitian berbeda-beda. d. Serotonin Didapatkan penurunan kadar serotonin dan hasil metabolisme 5 hidroxi-indolacetil
acid
pada
8
biopsi
korteks
serebri
penderita
alzheimer. Penurunan juga didapatkan pada nukleus basalis dari meynert. Penurunan serotonin pada subregio hipotalamus sangat bervariasi,
pengurangan
maksimal
pada
anterior
hipotalamus
sedangkan pada posterior peraventrikuler hipotalamus berkurang sangat minimal. Perubahan kortikal serotonergik ini berhubungan dengan hilangnya neuron-neuron dan diisi oleh formasi NFT pada nukleus rephe dorsalis. e. MAO (Monoamine Oksidase) Enzim mitokondria MAO akan mengoksidasi transmitter mono amine. Aktivitas normal MAO terbagi 2 kelompok yaitu MAO A untuk deaminasi serotonin, norepineprin dan sebagian kecil dopamin, sedangkan MAO B untuk deaminasi terutama dopamin. Pada penderita alzheimer, didapatkan peningkatan MAO A pada hipothalamus dan frontais sedangkan MAO B meningkat pada daerah temporal danmenurun pada nukleus basalis dari meynert.
9
C. Patofisiologi Faktor Predisposisi: Virus lambat, Proses Autoimun, Keracunan aluminium dan genetik
Penurunan metabolisme dan aliran darah di korteks parietalis superior Degenarasi neuron kolinergik
Kekusutan neurofibrilar yang difus
Terjadi plak senilis
Hilangnya serat saraf kolinergik di korteks serebrum
Kelainan Neurotrasmiter
Penurunan sel neuron kolinergik yang berproyeksi ke hipokampus dan amigdala
Asetilkolin pada otak
Demensia
Perubahan kemampuan merawat diri sendiri
7. Defisit Perawatan diri (makan, minum, berpakaian, higiene)
2. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh
Kehilangan kemampuan menyelesaikan masalah. Perubahan mengawasi keadaan yang kompleks dan berpikir abstrak. Emosi labil, Pelupa, Apatis. Loss deep memory
Tingkah laku aneh dan kacau, dan cenderung mengembara. Mempunyai dorongan melakukan kekerasan
3. Perubahan proses pikir 4. Hambatan Interaksi sosial 5. Hambatan komunikasi verbal 6. Koping tidak efektif
1.Resiko tinggi trauma
Gambar 2: Pathway Alzheimer Terdapat beberapa perubahan khas biokimia dan neuropatologi yang dijumpai pada penyakit Alzheimer. Antara lain serabut neuron yang kusut (massa kusut neuron yang tidak berfungsi) dan plak senil atau neuritis (deposit protein beta-amiloid, bagian dari suatu protein besar, protein prekursor
10
amiloid [APP]. Kerusakan neuron tersebut terjadi secara primer pada korteks serebri dan mengakibatkan rusaknya ukuran otak. Perubahan serupa juga dijumpai pada tonjolan kecil jaringan otak normal lansia. Sel utama yang terkena penyakit ini adalah yang menggunakan neurotransmiter asetilkolin. Secara biokimia, produksi asetilkolin yang dipengaruhi aktifitas enzim menurun. Asetilkolin terutama terlihat dalam proses ingatan. Secara maskroskopik, perubahan otak pada Alzheimer melibatkan kerusakan berat neuron korteks dan hippocampus, serta penimbunan amiloid dalam pembuluh darah intracranial. Secara mikroskopik, terdapat perubahan morfologik (structural) dan biokimia pada neuron – neuron. Perubahan morfologis terdiri dari 2 ciri khas lesi yang pada akhirnya berkembang menjadi degenarasi soma dan atau akson dan atau dendrit. Satu tanda lesi pada AD adalah kekusutan neurofibrilaris yaitu struktur intraselular yang berisi serat kusut dan sebagian besar terdiri dari protein “tau”. Dalam SSP, protein tau sebagian besar sebagai penghambat pembentuk structural yang terikat dan menstabilkan mikrotubulus dan merupakan komponen penting dari sitokleton sel neuron. Pada neuron AD terjadi fosforilasi abnormal dari protein tau, secara kimia menyebabkan perubahan pada tau sehingga tidak dapat terikat pada mikrotubulus secara bersama – sama. Tau yang abnormal terpuntir masuk ke filament heliks ganda yang sekelilingnya masing – masing terluka. Dengan kolapsnya system transport internal, hubungan interseluler adalah yang pertama kali tidak berfungsi dan akhirnya diikuti kematian sel. Pembentukan neuron yang kusut dan berkembangnya neuron yang rusak menyebabkan Alzheimer. Lesi khas lain adalah plak senilis, terutama terdiri dari beta amiloid (A beta) yang terbentuk dalam cairan jaringan di sekeliling neuron bukan dalam sel neuronal. A-beta adalah fragmen protein prekusor amiloid (APP) yang pada keadaan normal melekat pada membrane neuronal yang berperan dalam pertumbuhan dan pertahanan neuron. APP terbagi menjadi fra gmen – fragmen oleh protease, salah satunya A-beta, fragmen lengket yang berkembang menjadi gumpalan yang bisa larut. Gumpalan tersebut akhirnya bercampur
11
dengan sel – sel glia yang akhirnya membentuk fibril – fibril plak yang membeku, padat, matang, tidak dapat larut, dan diyakini beracun bagi neuron yang utuh. Kemungkinan lain adalah A-beta menghasilkan radikal bebas sehingga mengganggu hubungan intraseluler dan menurunkan respon pembuluh darah sehingga mengakibatkan makin rentannya neuron terhadap stressor. Selain karena lesi, perubahan biokimia dalam SSP juga berpengaruh pada AD. Secara neurokimia kelainan pada otak. Pada musim gugur tahun 1993, FDA mengesahkan obat alzheimer yang pertama, Tacrine hydrocloride, untuk menanggani gejala penyakit alzheimer. Obat ini akan memperkuat asetilkolin di otak dan telah dibuktikan dengan dua percobaan klinis dengan hasil membaiknya ingatan pada penyakit alzheimer ringan sampai sedang. Karena penggunaan obat ini dapat mengakibatkan hepatotoxic,
maka
pemberiannya
harus
dimonitor
(FDA
Medical
Bulletin,1993). D. Manifestasi Klinis
Pada stadium awal penyakit alzheeimer, terjadi keadaan mudah lupa dan kehilangan ingatan ringan. Terdapat kesulitan ringan dalam aktivitas pekerjaan dan sosial, tapi pasien masih memiliki fungsi kognitif yang memadai untuk menyembunyikan kehilangan yang terjadi dan dapat berfungsi secara mandiri. Lupa dapat terjadi dalam berbagai kegiatan sehari-hari. Pasien tersebut dapat kehilangan kemampuannya mengenali wajah, tempat, dan objek yang sudah dikenalnya kehilangan suasana kekeluargaannya. Percakapan berkembang menjadi sulit karena pasien lupa apa yang akan dikatakan atau mungkin tidak dapat mengingat kata-kata. Pasien hanya mampu menterjemahkan kiasan dalam bentuk yang kongkret saja. Misalnya, pada saat udara panas ia dapat saja menceburkan diri kepancuran air di tengah kota dengan pakaian lengkap. Ia akan mengalami kesulitan dalam pekerjain sehari-hari seperti mengoperasikan peralatan sederhana dan mengatur ulang. Perubahan kepribadian biasanya negatif. Pasien dapat menjadi depresif, curiga, paranoid, kasar, dan bahkan kejam. Pasien biasanya tidak mampu
12
bergerak dan memerlukan perawatan total. Terkadang pasien dapat mengenali keluarga atau pengasuh. Kematian dapat terjadi akibat komplikasi seperti pneumonia, malnutrisi, atau dehidrasi. E. Penatalaksanaan
1. Non Farmakodinamik Intervensi oleh perawat ditujukan untuk membantu pasien memelihara fungsi kognitif optimal, meningkatkan keselamatan fisik, menurunkan ansietas dan agitasi, memperbaiki komunikasi dan meningkatkan kemandirian
dalam
aktifitas
asuhan-diri,
memberikan
kebutuhan
sosialisasi dan keintiman pasien, menjaga pemenuhan gizi yang memadai, mengatasi gangguan pola tidur, dan mendukung serta mendidik pemberi perawatan dalam keluarga. a. Mendukung Fungsi Kognitif Karena kemampuan kognitif pasien menurun, maka perawat harus memberikan lingkungan yang kalem dan mudah dikenali yang membantu pasien menginterpretasi lingkungan sekitar dan aktifitasnya. Cara berbicara yang tenang, menyenangkan dan dengan memberikan penjelasan jelas dan sederhana, ditambah dengan penggunaan alat bantu dan isyarat ingatan akan membantu meminimalkan kebingungan dan disorientasi serta memberikan rasa aman kepada pasien. b. Peningkatan Keamanan Fisik Lingkungan yang aman akan memungkinkan seseorang bergerak sebebas mungkin dan menghilangkan kekhawatiran keluarga yang mencemaskan mengenai keamanan. Untuk menghindari jatuh atau kecelakaan lain, semua sumber bahaya yang jelas harus dihilangkan. Lampu tidur, lampu pemanggil, dan tempat tidur rendah digunakan saat tidur. Pasien harus mengenakan gelang atau kalung identitas untuk berjaga-jaga seandainya ia terpisah dari pengasuhnya.
13
c. Mengurangi Ansietas dan Agitasi Meskipun kehilangan kognitif cukup parah, namun ada saat di mana pasien sadar akan cepat menghilangnya segala kemampuannya. Karena rekreasi penting, paisen didorong untuk melakukan menikmati aktivitas sederhana. Hobi dan aktivitas (berjalan-jalan, olahraga, bersosialisasi) dapat memperbaiki kualitas hidup. Lingkungan harus diusahakan sederhana, yang dikenal, dan bebas kebisingan. Kegembiraan dan kelam pikir bisa sangat menjengkelkan dan dapat mencetus keadaan kombatif, agitasi yang dikenal sebagai reaksi katastropik (reaksi berlebihan terhadap stimulus yang
berlebihan). Selama reaksi tersebut, pasien akan berespons dengan cara berteriak, menangis, atau menjadi kasar (menyerang secara fisik atau verbal. d. Meningkatkan Komunikasi Untuk memperbaiki interpretasi pasien terhadap pesan, perawat harus tetap tidak terburu-buru dan mengurangi kebisingan dan distraksi. Kalimat yang jelas dan mudah dimengerti dipakai untuk menyampaikan pesan karena arti suatu kata sering kali telah lupa atau ada kesulitan mengorganisasi dan mengekpresikan pikiran. Kadang pasien dapat menunjuk suatu objek atau menggunakan bahasa nonverbal untuk berkomunikasi. Rangsangan taktil seperti pelukan atau tepukan pada tangan biasanya diterjemahkan sebagai tanda afeksi, perhatian dan keamanan. e. Meningkatkan Kemandirian dalam Aktivitas Perawatan-Diri Perubahan patofisiologis pada korteks serebri mengakibatkan pasien yang mengalami defisit perawatan diri mencapai kemandirian fisik. Upaya ditjukan untuk membantu pasien memelihara fungsi kemandirian selama mungkin. Memelihara martabat dan otonomi pribadi penting bagi penderita Alzheimer. Dia harus didorong
14
menentukan pilihan bila diperlukan dan berpartisipasi dalam aktifitas perawatan diri sebanyak mungkin. f. Menyediakan Kebutuhan Sosialisasi dan Keintiman Karena sosialisasi dengan teman lama dapat menyenangkan, maka pasien didorong untuk melakukan kunjungan, bersurat, bertelepon. Kunjungan sebaiknya singkat dan tidak menimbulkan stres. Sebaiknya hanya mengunjungi satu atau dua orang saja dalam sekali kunjungan. Penyakit Alzheimer tidak menghilangkan kebutuhan akan keintiman. Pasien dan pasangannya bisa saja melakukan aktivitas seksual. Pasangan
harus
didorong
untuk
berbicara
mengenai
setiap
kekhawatiran seksual, dan bimbingan seksual dapat dilakukan bila perlu. g. Meningkatkan Nutrisi yang Adekuat Saat makan bisa merupakan peristiwa sosial yang menyenangkan, namun bisa juga merupakan saat yang menjengkelkan dan menganggu. Saat makan harus dijaga dan kale, tanpa konfrontasi. Pasien lebih menyukai makanan yang sudah dikenal yang tampak mengundang selera makan dan terasa lezat. Untuk menghindari bermain dangan makanan, makanan dihidangkan satu persatu. Makan sebaiknya dipotong kecil-kecil supaya tidak tercekik. Makanan cair lebih mudah ditelan bila diolah dengan gelatin. Makanan dan minuman panas harus disajikan bila sudah hangat. Suhu makanan diperika untuk mencegah terjadi luka bakar. h. Meningkatkan Aktivitas dan Istirahat yang Seimbang Kebanyakan pasien Alzheimer menunjukkan gangguan tidur dan perilaku melamun. Perilaku tersebut terjadi bila pasien merasa bosan, tidak bisa diam, agitasi atau disorientasi, terutama pada suasana baru dan biasanya pada malam hari. Semua pasien Alzheimer harus mengenakan suatu benyuk tanda pengenal yang mudah terlihat setiap
15
saat (gelang dan kalung). Meskipun pasien diperbolehkan berjalan di sekitar lingkungan yang terlindung, namun pintu keluar harus ditutup. Bila terjadi gangguan tidur dan pasien tidak bisa tidur maka dapat dibantu dengan musik, susu hangat, atau garukan punggung dapat membantu agar pasien relaks. Pada siang hari pasien harus diberi kesempatan sebanyak mungkin untuk berpartisipasi dalam aktivitas olah raga, karena pola aktivitas dan istirahat yang teratur akan memperbaiki tidur malam. Jangan dibiarkan pasien tidur terlalu lama pada siang hari. i. Mendukung dan Mendidik Pemberi Perawatan dalam Keluarga Beban emosi ditanggung oleh keluarga pasien penyakit Alzheimer sangat berat. Kesehatan fisik pasien biasanya masih baik dan penurunan mental berlangsung secara bertahap. Karena diagnosanya tidak spesifik, keluarga masih berharap bahwa diagnosanya keliru dan pasien akan membaik kalau ia mau berusaha keras. Berbagai kebutuhan pemberi perawatan dalam keluarga dapat ditujukan kepada Asosiasi Alzheimer (dahulu dikenal sebagai ADRDA). Dengan penggunaan
perawatan,layanan
yang
bisa
diberikan,
pemberi
perawatan dapat meninggalkan rumah untuk beberapa saat sementara orang lain melayani kebutuhan pasien. Perawat harus peka terhadap masalah emosional yang dihadapi keluarga. Dukungan dan edukasi pemberi perawatan merupakan komponen yang penting. Keluarga dapat menghubungi Asosiasi Alzheimer atau yang sama camnya yang memberikan kesempatan bertemu orang lain dengan pengalaman serupa. 2. Farmakologi Pengobatan penyakit alzheimer masih sangat terbatas oleh karena penyebab dan patofisiologis masih belun jelas. Pengobatan simptomatik dan suportif seakan hanya memberikan rasa puas pada penderita
16
dankeluarga. Pemberian obat stimulan, vitamin B, C, dan E belum mempunyai efek yang menguntungkan. a. Inhibitor kolinesterase Beberapa tahun terakhir ini, banyak peneliti menggunakan inhibitor untuk pengobatan simptomatik penyakit alzheimer, dimana penderita alzheimer didapatkan penurunan kadar asetilkolin. Untuk mencegah
penurunan
kadar
asetilkolin
dapat
digunakan
anti
kolinesterase yang bekerja secara sentral seperti fisostigmin, THA (tetrahydroaminoacridine).
Pemberian
obat
ini
dikatakan
dapat
memperbaiki memori danapraksia selama pemberian berlangsung. Beberapa peneliti mengatakan bahwa obat-obatan anti kolinergik akan memperburuk penampilan intelektual pada orang normal dan penderita alzheimer. b. Thiamin Penelitian telah membuktikan bahwa pada penderita alzheimer didapatkan penurunan thiamin pyrophosphatase dependent enzym yaitu 2 ketoglutarate (75%) dan transketolase (45%), hal ini disebabkan kerusakan neuronal pada nukleus basalis. Pemberian thiamin hydrochlorida dengan dosis 3 gr/hari selama 3 bulan peroral, menunjukkan
perbaikan
bermakna
terhadap
fungsi
kognisi
dibandingkan placebo selama periode yang sama. c. Nootropik Nootropik merupakan obat psikotropik, telah dibuktikan dapat memperbaiki fungsi kognisi dan proses belajar pada percobaan binatang. Tetapi pemberian 4000 mg pada penderita alzheimer tidak menunjukkan perbaikan klinis yang bermakna.
17
d. Klonidin Gangguan fungsi intelektual pada penderita alzheimer dapat disebabkan kerusakan noradrenergik kortikal. Pemberian klonidin (catapres) yang merupakan noradrenergik alfa 2 reseptor agonis dengan dosis maksimal 1,2 mg peroral selama 4 minggu, didapatkan hasil yang kurang memuaskan untuk memperbaiki fungsi kognitif e. Haloperiodol Pada penderita alzheimer, sering kali terjadi gangguan psikosis (delusi, halusinasi) dan tingkah laku. Pemberian oral Haloperiod 1-5 mg/hari selama 4 minggu akan memperbaiki gejala tersebut. Bila penderita alzheimer menderita depresi sebaiknya diberikan tricyclic anti depresant (amitryptiline 25-100 mg/hari) f. Acetyl L-Carnitine (ALC) Merupakan suatu subtrate endogen yang disintesa didalam miktokomdria dengan bantuan enzym ALC transferase. Penelitian ini menunjukkan bahwa ALC dapat meningkatkan aktivitas asetil kolinesterase, kolin asetiltransferase. Pada pemberian dosis 1-2 gr/hari/peroral selama 1 tahun dalam pengobatan, disimpulkan bahwa dapat memperbaiki atau menghambat progresifitas kerusakan fungsi kognitif. Penyakit alzheimer dapat dicegah sejak dini dengan mengosumsi kunyit secara rutin. Kunyit merupakan herbal penguat daya ingat (anti-alzheimer), salah satu tanaman obat yang berpeluang sebagai pengganti pengobatan kimiawi yang dapat memperlambat datangnya penyakit pikun. Penyakit alzheimer merupakan sejenis penyakit pikun yang umum terjadi pada manusia usia lanjut, secara alamiah pikun biasa terjadi karena penurunan kondisi fisik otak. Zat dalam kunyit yang berperan untuk ini adalan curcumin, dimana akan mampu memepertahankan kualitas otak hingga usia lanjut. Namun konsumsi kunyit yang terlalu berlebihan juga akan mampu memicu sakit perut,
18
gangguan hati serta ginjal. Jadi, kunyit ini dikonsumsi dalam jumlah sedang secara rutin untuk mendapatkan efek terapi yang diinginkan. Cara pencegahan yang lainnya yaitu dengan tetap menerapkan gaya hidup sehat misalnya berolahraga rutin, tidak merokok dan tidak mengonsumsi alkohol, mengonsumsi sayur dan buah segar karena ini mengandung antioksidan yang berfungsi mengikat radikal bebas yang akan mampu merusak sel-sel tubuh. Menjaga kebugaran mental dengan tetap aktif membaca dan memperkaya diri dengan berbagai pengetahuan juga merupakan salah satu bentuk pencegahan penyakit alzheimer. F. Pemeriksaan Diagnostik
Untuk kepastian diagnosisnya, maka diperlukan tes diagnostik sebagai berikut: 1. Neuropatologi Diagnosa definitif tidak dapat ditegakkan tanpa adanya konfirmasi neuropatologi. Secara umum didapatkan : a. atropi yang bilateral, simetris lebih menonjol pada lobus temporoparietal, anterior frontal, sedangkan korteks oksipital, korteks motorik primer, sistem somatosensorik tetap utuh b. berat otaknya berkisar 1000 gr (850-1250gr). Kelainan-kelainan neuropatologi pada penyakit alzheimer terdiri dari : 1) Neurofibrillary tangles (NFT) Merupakan sitoplasma neuronal yang terbuat dari filamen-filamen abnormal yang berisi protein neurofilamen, ubiquine, epitoque. Densitas NFT berkolerasi dengan beratnya demensia. 2) Senile plaque (SP) Merupakan struktur kompleks yang terjadi akibat degenerasi nerve ending
yang
berisi
filamen-filamen
19
abnormal,
serat
amiloid
ektraseluler, astrosit, mikroglia. Amiloid prekusor protein yang terdapat pada SP sangat berhubungan dengan kromosom 21. Senile plaque ini terutama terdapat pada neokorteks, amygdala, hipokampus, korteks piriformis, dan sedikit didapatkan pada korteks motorik primer, korteks somatosensorik, korteks visual, dan auditorik. Senile plaque ini juga terdapat pada jaringan perifer. densitas Senile plaque berhubungan
dengan
histopatologi
(NFT
penurunan dan
senile
kolinergik. plaque)
Kedua
gambaran
merupakan
gambaran
karakteristik untuk penderita penyakit alzheimer. 3) Degenerasi neuron Pada pemeriksaan mikroskopik perubahan dan kematian neuron pada penyakit alzheimer sangat selektif. Kematian neuron pada neokorteks terutama didapatkan pada neuron piramidal lobus temporal dan frontalis. Juga ditemukan pada hipokampus, amigdala, nukleus batang otak termasuk lokus serulues, raphe nukleus dan substanasia nigra. Kematian sel neuron kolinergik terutama pada nukleus basalis dari meynert, dan sel noradrenergik terutama pada lokus seruleus serta sel serotogenik pada nukleus raphe dorsalis, nukleus tegmentum dorsalis. Telah ditemukan faktor pertumbuhan saraf pada neuron kolinergik yang berdegenerasi pada lesi merupakan harapan dalam pengobatan penyakit alzheimer. 4) Perubahan vakuoler Merupakan suatu neuronal sitoplasma yang berbentuk oval dan dapat menggeser nukleus. Jumlah vakuoler ini berhubungan secara bermakna dengan jumlah NFT dan SP , perubahan ini sering didapatkan pada korteks temporomedial, amygdala dan insula. Tidak pernah
ditemukan
pada
korteks
frontalis,
hipokampus, serebelum dan batang otak.
20
parietal,
oksipital,
5) Lewy body Merupakan bagian sitoplasma intraneuronal yang banyak terdapat pada enterhinal, gyrus cingulate, korteks insula, dan amygdala. Sejumlah kecil pada korteks frontalis, temporal, parietalis, oksipital. Lewy body kortikal ini sama dengan immunoreaktivitas yang terjadi pada lewy body batang otak pada gambaran histopatologi penyakit parkinson. Hansen et al menyatakan lewy body merupakan variant dari penyakit alzheimer. 2. Pemeriksaan Neuropsikologik Fungsi pemeriksaan neuropsikologik ini untuk menentukan ada atau tidak adanya gangguan fungsi kognitif umum dan mengetahui secara rinci pola defisit yang terjadi. Test psikologis ini juga bertujuan untuk menilai fungsi yang ditampilkan oleh beberapa bagian otak yang berbeda-beda seperti gangguan
memori,
kehilangan
ekspresi,
kalkulasi,
perhatian
dan
pengertian berbahasa Evaluasi
neuropsikologis
yang
sistematik
mempunyai
fungsi
diagnostik yang penting karena : a. Adanya defisit kognisi: berhubungan dgn demensia awal yang dapat diketahui bila terjadi perubahan ringan yang terjadi akibat penuaan yang normal. b. Pemeriksaan
neuropsikologik
secara
komprehensif
:
untuk
membedakan kelainan kognitif pada global demensia dengan deficit selektif yang diakibatkan oleh disfungsi fokal, faktor metabolik, dan gangguan psikiatri c. Mengidentifikasi
gambaran
kelainan
neuropsikologik
diakibatkan oleh demensia karena berbagai penyebab.
21
yang
3. CT Scan dan MRI Merupakan metode non invasif yang beresolusi tinggi untuk melihat kwantifikasi perubahan volume jaringan otak pada penderita Alzheimer antemortem. CT Scan: Menyingkirkan kemungkinan adanya penyebab demensia lainnya selain alzheimer seperti multiinfark dan tumor serebri. Atropi kortikal menyeluruh dan pembesaran ventrikel keduanya merupakan gambaran marker dominan yang sangat spesifik pada penyakit ini. Penipisan substansia alba serebri dan pembesaran ventrikel berkorelasi dengan beratnya gejala klinik dan hasil pemeriksaan status mini mental MRI: peningkatan intensitas pada daerah kortikal dan periventrikuler (Capping anterior horn pada ventrikel lateral). Capping ini merupakan predileksi untuk demensia awal. Selain didapatkan kelainan di kortikal, gambaran atropi juga terlihat pada daerah subkortikal seperti adanya atropi hipokampus, amigdala, serta pembesaran sisterna basalis dan fissura sylvii. MRI lebih sensitif untuk membedakan demensia dari penyakit alzheimer dengan penyebab lain, dengan memperhatikan ukuran (atropi) dari hipokampus. 4. EEG
Gambar 3: gambaran EEG pasien Alzheimer
22
Berguna untuk mengidentifikasi aktifitas bangkitan yang suklinis. Sedang pada penyakit alzheimer didapatka perubahan gelombang lambat pada lobus frontalis yang non spesifik 5. PET (Positron Emission Tomography) Pada penderita alzheimer, hasil PET ditemukan : a. Penurunan aliran darah b. Metabolisme O2 dan adanya Glukosa didaerah serebral 6. SPECT (Single Photon Emission Computed Tomography) Kelainan ini berkolerasi dengan tingkat kerusakan fungsional dan defisit kogitif. Kedua pemeriksaan ini (SPECT dan PET) tidak digunakan secara rutin. G. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Adapun pengkajian yang dilakukan pada penyakit Alzheimer a. Aktifitas istirahat Gejala: Merasa lelah Tanda: Siang/malam gelisah, tidak berdaya, gangguan pola tidur. Letargi: penurunan minat atau perhatian pada aktivitas yang biasa, hobi, ketidakmampuan untuk menyebutkan kembali apa yang dibaca/ mengikuti acara program televisi. Gangguan
keterampilan
motorik,
ketidakmampuan
untuk
melakukan hal yang telah biasa yang dilakukannya, gerakan yang sangat bermanfaat. b. Sirkulasi Gejala: Riwayat penyakit vaskuler serebral/sistemik. hipertensi, episode emboli (merupakan factor predisposisi).
23
c.
Integritas ego
Gejala : Curiga atau takut terhadap situasi/orang khayalan, kesalahan
persepsi
terhadap
lingkungan,
kesalahan
identifikasi
terhadap objek dan orang, penimbunan objek : meyakini bahwa objek yang
salah
penempatannya
telah
dicuri.
kehilangan
multiple,
perubahan citra tubuh dan harga diri yang dirasakan. Tanda : Menyembunyikan ketidakmampuan ( banyak alasan tidak mampu untuk melakukan kewajiban, mungkin juga tangan membuka buku namun tanpa membacanya) , duduk dan menonton yang lain, aktivitas pertama mungkin menumpuk benda tidak bergerak dan emosi stabil, gerakan berulang ( melipat membuka lipatan melipat kembali kain ), menyembunyikan barang, atau berjalan-jalan. d. Eliminasi Gejala: Dorongan berkemih Tanda: Inkontinensia urine/feaces, cenderung konstipasi/ imfaksi dengan diare. e. Makanan/cairan Gejala:
Riwayat
episode
hipoglikemia
(merupakan
factor
predisposisi) perubahan dalam pengecapan, nafsu makan, kehilangan berat badan, mengingkari terhadap rasa lapar/ kebutuhan untuk makan. Tanda:
Kehilangan
menghindari/menolak
kemampuan
makan
(mungkin
untuk
mengunyah,
mencoba
untuk
menyembunyikan keterampilan). dan tampak semakin kurus (tahap lanjut). f. Hiygene Gejala : Perlu bantuan /tergantung orang lain
24
Tanda : tidak mampu mempertahankan penampilan, kebiasaan personal yang kurang, kebiasaan pembersihan buruk, lupa untuk pergi kekamar mandi, lupa langkah-langkah untuk buang air, tidak dapat menemukan kamar mandi dan kurang berminat pada atau lupa pada waktu makan: tergantung pada orang lain untuk memasak makanan dan menyiapkannya dimeja, makan, menggunakan alat makan. g. Neurosensori Gejala :
Pengingkaran terhadap gejala yang ada terutama
perubahan kognitif, dan atau gambaran yang kabur, keluhan hipokondria tentang kelelahan, pusing atau kadang-kadang sakit kepala. adanya keluhan dalam kemampuan kognitif, mengambil keputusan, mengingat yang berlalu, penurunan tingkah laku ( diobservasi oleh orang terdekat). Kehilangan sensasi propriosepsi ( posisi tubuh atau bagian tubuh dalam ruang tertentu ). dan adanya riwayat penyakit serebral vaskuler/sistemik, emboli atau hipoksia yang berlangsung secara periodic ( sebagai factor predisposisi ) serta aktifitas kejang ( merupakan akibat sekunder pada kerusakan otak ). Tanda : Kerusakan komunikasi : afasia dan disfasia; kesulitan dalam menemukan kata- kata yang benar ( terutama kata benda ); bertanya berulang-ulang atau percakapan dengan substansi kata yang tidak memiliki arti; terpenggal-penggal, atau bicaranya tidak terdengar. Kehilangan kemampuan untuk membaca dan menulis bertahap ( kehilangan keterampilan motorik halus ). h. Kenyamanan Gejala : Adanya riwayat trauma kepala yang serius ( mungkin menjadi factor predisposisi atau factor akselerasinya), trauma kecelakaan ( jatuh, luka bakar dan sebagainya). Tanda : Ekimosis, laserasi dan rasa bermusuhan/menyerang orang lain
25
i.
Interaksi social
Gejala
:
Merasa
kehilangan
kekuatan.
factor
psikososial
sebelumnya; pengaruh personal dan individu yang muncul mengubah pola tingkah laku yang muncul. Tanda : Kehilangan control social,perilaku tidak tepat. a. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum: Klien dengan penyakit Alzheimer umumnya mengalami penurunan kesadaran sesuai dengan degenerasi neuron kolinergik dan proses senilisme. Adanya perubahan pada tanda-tanda vital, meliputi bradikardi, hipotensi, dan penurunan frekuensi pernafasan 2) B1 (Breathing) Gangguan fungsi pernafasan : Berkaitan dengan hipoventilasi inaktifitas, aspirasi makanan atau saliva dan berkurangnya fungsi pembersihan saluran nafas. a) Inspeksi Di dapatkan klien batuk atau penurunan kemampuan untuk batuk efektif, peningkatan produksi sputum, sesak nafas, dan penggunaan otot Bantu nafas. b) Palpasi Traktil premitus seimbang kanan dan kiri c) Perkusi Adanya suara resonan pada seluruh lapangan paru d) Auskultasi bunyi nafas tambahan seperti nafas berbunyi, stridor, ronkhi, pada klien dengan peningkatan produksi sekret dan 26
kemampuan batuk yang menurun yang sering didapatkan pada klien dengan inaktivitas. 3) B2 (Blood) Hipotensi postural : berkaitan dengan efek samping pemberian obat dan juga gangguan pada pengaturan tekanan darah oleh sistem persarafan otonom. 4) B3 (Brain) Pengkajian B3 merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan dengan pengkajian pada sistem lainnya. Inspeksi umum, didapatkan berbagai manifestasi akibat perubahan tingkah laku. a) Pengkajian Tingkat Kesadaran: Tingkat
kesadaran
klien
biasanya
apatis
dan
juga
bergantung pada perubahan status kognitif klien. b) Pengkajian fungsi serebral: Status mental : biasanya status mental klien mengalami perubahan
yang
berhubungan
dengan
penurunan
status
kognitif, penurunan persepsi, dan penurunan memori, baik jangka pendek maupun jangka panjang. c) Pengkajian Saraf kranial. Pengkajian saraf ini meliputi pengkajian saraf kranial I-XII: Saraf I. Biasanya pada klien penyakit alzherimer tidak ada kelaianan fungsi penciuman Saraf
II.
Tes
ketajaman
penglihatan
mengalami
perubahan, yaitu sesuai dengan keadaan usia lanjut
27
biasanya klien dengan alzheimer mengalami keturunan ketajaman penglihatan Saraf III, IV dan VI. Biasanya tidak ditemukan adanya kelainan pada saraf ini Saraf V. Wajah simetris dan tidak ada kelainan pada saraf ini. Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal Saraf VIII. Adanya tuli konduktif dan tuli persepsi berhubungan proses senilis serta penurunan aliran darah regional Saraf IX dan X. Kesulitan dalam menelan makanan yang berhubungan dengan perubahan status kognitif Saraf XI. Tidak atrofi otot strenokleidomastoideus dan trapezius. Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada vasikulasi dan indera pengecapan normal d) Pengkajian sistem Motorik Inspeksi umum pada tahap lanjut klien akan mengalami perubahan dan penurunan pada fungsi motorik secara umum. Tonus Otot. Didapatkan meningkat. Keseimbangan dan Koordinasi. Didapatkan mengalami gangguan karena adanya perubahan status kognitif dan ketidakkooperatifan klien dengan metode pemeriksaan. e) Pengkajian Refleks Pada tahap lanjut penyakit alzheimer sering mengalami kehilangan refleks postural, apabila klien mencoba untuk
28
berdiri dengan kepala cenderung ke depan dan berjalan dengan gaya berjalan seperti didorong. Kesulitan dalam berputar dan hilangnya keseimbangan (salah satunya ke depan atau ke belakang) dapat menyebabkan klien sering jatuh. f) Pengkajian Sistem sensorik Sesuai barlanjutnya usia, klien dengan penyakit alzheimer mengalami
penurunan
terhadap
sensasi
sensorik
secara
progresif. Penurunan sensori yang ada merupakan hasil dari neuropati perifer yang dihubungkan dengan disfungsi kognitif dan persepsi klien secara umum.
2. Diagnosa Keperawatan Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul: a. Sindrom stress relokasi berhubungan dengan gangguan sensori, penurunan fungsi fisik b. Risiko trauma berhubungan dengan kelamahan, ketidakmampuan untuk mengenali/mengidentifikasi bahaya dalam lingkungan c. Perubahan proses pikir berhubungan dengan degenerasi neuron irreversible d. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan resepsi, transmisi, dan/atau integrasi. e. Perubahan pola tidur berhubungan dengan perubahan pada sensori f. Defisit perawatan diri berhubungan dengan penurunan kognitif, keterbatasan fisik.
29
BAB III PENUTUP A. Kesimpulan
Alzheimer adalah jenis kepikunan yang dapat melumpuhkan pikiran dan kecerdasan seseorang. Keadaan ini ditunjukkan dengan kemunduran fungsi intelektual dan emosional secara progresif dan perlahan sehingga mengganggu kegiatan sosial sehari-hari. Menurut dr. Samino, SpS (K), Ketua Umum Asosiasi Alzheimer Indonesia (AAzI), alzheimer timbul akibat terjadinya proses degenerasi sel-sel neuron otak di area temporo-parietal dan frontalis. Demensia Alzheimer juga merupakan penyakit pembunuh otak karena mematikan fungsi sel-sel otak. Penyebab yang pasti belum diketahui. Beberapa alternatif penyebab yang telah dihipotesa adalah intoksikasi logam, gangguan fungsi imunitas, infeksi virus, polusi udara/industri, trauma, neurotransmiter, defisit formasi sel-sel filament, presdiposisi heriditer. Dasar kelainan patologi penyakit alzheimer terdiri dari degenerasi neuronal, kematian daerah spesifik jaringan otak yang mengakibatkan gangguan fungsi kognitif dengan penurunan daya ingat secara progresif. Kejanggalan awal biasanya dirasakan oleh penderita sendiri, me reka sulit mengingat nama atau lupa meletakkan suatu barang. Cara pencegahan penyakit alzheimer yaitu dengan tetap menerapkan gaya hidup
sehat
misalnya
berolahraga
rutin,
tidak
merokok
dan
tidak
mengonsumsi alkohol, mengonsumsi sayur dan buah segar karena ini mengandung antioksidan yang berfungsi mengikat radikal bebas yang akan mampu merusak sel-sel tubuh. Menjaga kebugaran mental dengan tetap aktif membaca dan memperkaya diri dengan berbagai pengetahuan juga merupakan salah satu bentuk pencegahan penyakit alzheimer. B. Saran
Kita tahu otak merupakan organ yang sangat kompleks. Dimana di otak terdapat area-area yang mengatur fungsi tertentu. Untuk itu ada beberapa tips
30
yang bisa diikuti bila ada anggota keluarga ada yang menderita penyakit alzheimer : Buat cacatan kecil, untuk membantu mengingat, Ciptakan suasana yang menyenangkan, Hindari memaksa pasien untuk mengingat sesuatu atau melakukan hal yang sulit karena akan membuat pasien cemas, Usahakan untuk berkomunikasi lebih sering, Buatlah lingkunganyang aman, Ajarkan pasien
berjalan-jalan
pada waktu siang hari,
Mengkonsumsi sayur.
31
Bergaya hidup sehat,
View more...
Comments