Askep Limfoma

June 27, 2018 | Author: nelpi pobela | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

askep limfoma...

Description

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN DIAGNOSA LIMFOMA

A. Definisi

Limfoma adalah kanker yang berasal dari jaringan limfoid mencakup sistem limfatik dan imunitas tubuh. Tumor ini bersifat heterogen, ditandai dengan kelainan umum yaitu  pembesaran kelenjar limfe diikuti splenomegali, hepatomegali, dan kelainan sumsum tulang. Tumor ini dapat juga dijumpai ekstra nodal yaitu di luar sistem limfatik dan imunitas antara lain pada traktus digestivus, paru, kulit, dan organ lain. Dalam garis besar, limfoma dibagi dalam 4 bagian, diantaranya limfoma Hodgkin (LH), limfoma non-hodgkin (LNH), histiositosis X, Mycosis Fungoides. Dalam praktek, yang dimaksud limfoma adalah LH dan LNH, sedangkan histiositosis X dan mycosis fungoides sangat jarang ditemukan. LNH adalah suatu kelompok penyakit heterogen yang dapat didefinisikan sebagai keganasan jaringan limfoid selain penyakit hodgkin. Penyebabnya tidak diketahui: kemungkinan virus. Terdapat hubungan dengan keadaan imunosupresi ( mis, AIDS dan terapi imunosupresi untuk tranplatasi organ). Pada penderita AIDS ; semakin lama hidup semakin  besar resikonya menderita limpoma. Penyakit lymfoma non hodgkin adalah salah satu penyakit yang tergolong dalam kasus intern. Kasus penyakit penyakit dalam pada pada penyakit ini terjadi proliferasi abnormal abnormal sistem lymfoid dan struktur yang membentuknya terutama menyerang kelenjar getah bening. LNH belum diketahui secara pasti penyebabnya oleh karena itu penelitian terus dilakukan untuk mengembangkan kasus ini (Brunner & Suddart: 2002). Limfoma maligna (kanker kelenjar getah bening) merupakan bentuk keganasan dari sistem limfatik yaitu sel-sel limforetikular seperti sel B, sel T dan histiosit sehingga muncul istilah limfoma maligna (maligna = ganas). Ironisnya, pada orang sehat sistem limfatik tersebut justru merupakan komponen sistem kekebalan tubuh. Ada dua jenis limfoma maligna yaitu Limfoma Hodgkin (HD) dan Limfoma non-Hodgkin (LNH)(Mansjoer, A. 2001).

B. Etiologi

1. Abnormalitas genetic 2. Genetik 3. Faktor lingkungan 4. Infeksi Virus

a. Virus Eipstein Barr yang berhubungan dengan limfoma Burkitt, (sebuah penyakit yang bisa ditemukan di Afrika).  b. Infeksi HTLV  –  1 (Human T Lymphotropic Virus tipe 1)

Faktor Predisposisi

1. Gaya hidup yang tidak sehat: Risiko Limfoma Maligna meningkat pada orang yang mengkonsumsi makanan tinggi lemak hewani, merokok, dan yang terkena paparan UV 2. Pekerjaan: Beberapa pekerjaan yang sering dihubugkan dengan resiko tinggi terkena limfoma maligna adalah peternak serta pekerja hutan dan pertanian. Hal ini disebabkan adanya paparan herbisida dan pelarut organik. (Mansjoer, A. 2001).

C. Klasifikasi

Klasifikasi patologi limfoma telah mengalami perubahan selama bertahun-tahun.Pada tahun 1956 klasifikasi Rappaport mulai diperkenalkan.Rappaport membagi limfoma menjadi tipe nodular dan difus kemudian subtipe berdasarkan pemeriksaan sitologi. Modifikasi klasifikasi ini terus berlanjut hingga pada tahun 1982 muncul klasifikasi Working Formulation yang membagi limfoma menjadi keganasan rendah, menengah dan tinggi  berdasarkan klinis dan patologis. Seiring dengan kemajuan imunologi dan genetika maka muncul klasifikasi terbaru pada tahun 1982 yang dikenal dengan Revised EuropeanAmerican classification of Lymphoid Neoplasms (REAL classification).Meskipun demikian, klasifikasi Working Formulation masih menjadi pedoman dasar untuk menentukan diagnosis,  pengobatan, dan prognosis. Ada dua jenis penyakit yang termasuk limfoma malignum yaitu penyakit Hodgkin (PH) dan limfoma non Hodgkin (LNH).Keduanya memiliki gejala yang mirip.Perbedaannya dibedakan berdasarkan pemeriksaan patologi anatomi dimana pada PH ditemukan sel Reed Sternberg, dan sifat LNH lebih agresif. 1. Limfoma Non-Hodgkin

Dapat bersifat indolen(low grade), hingga progresif(high grade). Pada LNH indolen, gejalanya dapat berupa: pembesaran KGB (Kelemjar Getah Bening), tidak nyeri, dapat terlokalisir atau meluas, dan bisa melibatkan sum-sum tulang. Pada LNH progresif, terdapat pembesaran KGB baik intra maupun extranodal, menimbulkan gejala

"konstitusional" berupa : penurunan berat badan, febris, dan keringat malam, serta pada limfoma burkitt, dapat menyebabkan rasa penuh di perut.

Stadium Limfoma Maligna

Penyebaran Limfoma dapat dikelompokkan dalam 4 stadium. Stadium I dan II sering dikelompokkan bersama sebagai stadium awal penyakit, sementara stadium III dan IV dikelompokkan bersama sebagai stadium lanjut . a. Stadium I : Penyebaran Limfoma hanya terdapat pada satu kelompok yaitu kelenjar getah bening.  b. Stadium II : Penyebaran Limfoma menyerang dua atau lebih kelompok kelenjar getah  bening, tetapi hanya pada satu sisi diafragma, serta pada seluruh dada atau perut. c. Stadium III : Penyebaran Limfoma menyerang dua atau lebih kelompok kelenjar getah bening, serta pada dada dan perut. d. Stadium IV : Penyebaran Limfoma selain pada kelenjar getah bening setidaknya pada satu organ lain juga seperti sumsum tulang, hati, paru-paru, atau otak. Stadium ini dapat di bagi A atau B berdasarkan ada tidaknya gejala konstitusionalerupa penurunan  berat badan, febris, dan keringat malam. A = tanpa gejala konstitusional B = dengan gejala konstitsional Staging ini penting untuk penatalaksanaan, dimana untuk stadium Ia, Ib, maupun IIa, diberikan radioterapi, sementara untuk stadium IIb hingga stadium IV, diberikan kemoterapi. Untuk kemoterapi, regimen yg biasa digunakan adalah: 1. Untuk Low grade NHL a) regimen CVP (cyclophospamide, vincristin, dan prednison)  b) Fludarabin c) Rituximab 2. Untuk High grade NHL a) Regimen CHOP (cyclophospamide, Doxorubicyn, vincristin, dan  prednison)  b) Regimen CHOP + Rituximab c) transplantasi sum-sum tulang.

2. Limfoma Hodgkin

Terbagi atas 4 jenis, yaitu: a.  Nodular Sclerosing limfosit  b. Mixed cellularity c. Rich lymphocyte d. Limphocyte depletio

Jenis

Gambaran Mikroskopik

Kejadian

Perjalanan Penyakit

Limfosit

Sel Reed-Stenberg sangat sedikit tapi ada

3%

Predominan

 banyak limfosit

kasus

Sklerosis

Sejumlah kecil sel Reed-Stenberg & 67%

Noduler

campuran

sel

darah

putih

lainnya;

dari Lambat

dari Sedang

kasus

daerah jaringan ikat fibrosa Selularitas

Sel Reed-Stenberg dalam jumlah yang

25%

Campuran

sedang & campuran sel darah putih

kasus

dari Agak cepat

lainnya Deplesi Limfosit

Banyak sel Reed-Stenberg & sedikit

5%

limfosit

kasus

dari Cepat

 jaringan ikat fibrosa yang berlebihan

LH lebih bersifat lokal, berekspansi dekat, cenderung intra nodal, hanya di mediastinum, dan jarang metastasis ke sumsum tulang.ia juga dapat terjadi metastasis melalui darah. Jika dibandingkan dengan NHL, NHL lebih bersifat tidak lokal, expansi jauh, cenderung extranodal, berada di abdomen, dan sering metastasis ke sum-sum tulang. Secara staging, dan pengobatan, sama saja dengan NHL

D. Manifestasi klinik

Gejala klinis dari penyakit limfoma maligna adalah sebagai berikut : 1. Limfodenopati superficial. Sebagian besar pasien datang dengan pembesaran kelenjar getah bening asimetris yang tidak nyeri dan mudah digerakkan (pada leher, ketiak atau  pangkal paha) 2. Demam

3. Sering keringat malam 4. Penurunan nafsu makan 5. Kehilangan berat badan lebih dari 10 % selama 6 bulan (anorexia) 6. Kelemahan, keletihan 7. Anemia, infeksi, dan pendarahan dapat dijumpai pada kasus yang mengenai sumsum tulang secara difus

E. Patofisiologi

Proliferasi abmormal tumor dapat memberi kerusakan penekanan atau penyumbatan organ tubuh yang diserang. Tumor dapat mulai di kelenjar getah bening (nodal) atau diluar kelenjar getah bening (ekstra nodal). Gejala pada Limfoma secara fisik dapat timbul benjolan yang kenyal, mudah digerakkan (pada leher, ketiak atau pangkal paha). Pembesaran kelenjar tadi dapat dimulai dengan gejala penurunan berat badan, demam, keringat malam. Hal ini dapat segera dicurigai sebagai Limfoma. Namun tidak semua benjolan yang terjadi di sistem limfatik merupakan Limfoma.Bisa saja benjolan tersebut hasil perlawanan kelenjar limfa dengan sejenis virus atau mungkin tuberkulosis limfa. Biasanya berawal sebagai : 1.  pembesaran nodus limfe tanpa ada nyeri pada salah satu sisi leher yang menjadi sangat  besar. 2.  Nodus limfe mediastinal dan retroperitonial kadang membesar menyebabkan gejala  penekanan berat pada tekanan terhadap trakea menyebabkan sulit bernafas, penekanan terhadap esofagus menyebabkan sulit menelan, pada syaraf menyebabkan paralisis faringeal dan nuralgia brakeal lumbal atau sakral, pada vena mengakibatkan oedem pada salah salah satu atau kedua ekstremitas dan efusi pleura, pada kandung empedu menyebabkan ikterik obstruktif. 3. Akhirnya limpa menjadi teraba dan hati membesar. Terkadang penyakit bermula di nodus mediastinum atau peritonial dan tetep terbatas disana. Pada pasien lain pembesaran limpa merupakan satu-satunya lesi. 4. Kemudian terjadi anemia progresif. Jumlah leukosit biasanya tinggi dengan jumlah  polimorfomoklear ( PMN ) meningkat secra abnormal dan peningkatan eosinofil. 5. Sekitar separuh pasien mengalami demam ringan, dengan suhu melebih 38,3 0C ( 1010F ).

6.  Namun pasien yang mengalami keterlibatan mediastinal dan abdominal dapat mengalami demam tinggi intermiten. Suhunya dapat naik sampai 40 0C ( 1040F ) selama periode waktu 3-14 hari, kemudian kembali normal dalam beberapa minggu. 7. Apabila penyakit ini tidak ditangani pasien akan kehilangan berat badan dan menjadi kakeksia ( kelemahan secara fisik ), terjadi infeksi, anemia, timbul edema anasarka ( oedem umum yang berat ), tekanan darah turun dan kematian pasti terjadi dalam 1-3 tahun tanpa keganasan.  Namun biasanya penyakit ini sudah menyebar keseluruh sistem limfatik sebelum  pertama kali terdianogsa. Apabila penyakit masih terlokalisasi, radiasi merupakan  penanganan pilihan. Jika terdapat keterlibatan umum, dipakai kombinasi kemoterapi. Pemberian dosis rendah pada penderita HIV positif dianjurkan untuk mencegah terjadinya infeksi berat yang potensial mematikan. Seperti pada penyakit Hogkin, infeksi merupakan masalah utama. Keterlibatan sistem saraf pusat juga sering terjadi. Beberapa penderita mengalami demam Pel-Ebstein, dimana suhu tubuh meninggi selama beberapa hari yang diselingi dengan suhu normal atau di bawah normal selama  beberapa hari atau beberapa minggu. Gejala lainnya timbul berdasarkan lokasi pertumbuhan sel-sel limfoma. Terdapat 3 gejala spesifik pada Limfoma antar lain: 1. Demam berkepanjangan dengan suhu lebih dari 38 oC 2. Sering keringat malam 3. Kehilangan berat badan lebih dari 10% dalam 6 bulan

F. Pathway

Abnormalitas genetic, factor lingkungan, infeksi virus

 Nyeri

Pembesaran kelenjar

Gangguan

Hipertermi

getah bening

Resiko terjadinya infeksi

Mendesak jaringan sekitar

Sistem pernapasan

Mendesak pembuluh darah

Sistem saraf

Sistem pencernaan

Mendesak sel saraf

Sistem

Respons psikososial

muskuluskletal Pa O2menurun

Paralisis faringeal

Efek hiperventilasi Penurunan

PCO2 meningkat Sesak napas

Kesulitan menelan

Penurunan

Penurunan nafsu makan

meningkat Peristaltik menurun

imunitas

Pola napas tidak



Produksi asam

suplai

Koping tidak Peningkatan

anaerob Peningkatan

lambung konstipasi

 produksi asam laktat

Jalan nafas tidak efektif Kelemahan fisik Perubahan nutrisi kurang dari

efektif

metabolisme

Mual, nyeri efektif

Tindakan invasif

oksigen kejaringan

lambung

Peningkatan  produksi sekret

Sesak napas

umum,odem

kebutuhan tubuh Intoleransi aktivitas

Sumber : (Mansjoer, A. 2001) Kapita Selecta Kedokteran. Edisi 3, Jilid 1.

Kecemasan

G. Pemeriksaan Penunjang

Untuk mendeteksi limfoma harus dilakukan biopsi dari kelenjar getah bening yang terkena dan juga untuk menemukan adanya sel Reed-Sternberg.Untuk mendeteksi Limfoma memerlukan pemeriksaan seperti sinar-X, CT scan, PET scan, biopsi sumsum tulang dan  pemeriksaan darah. Biopsi atau penentuan stadium adalah cara mendapatkan contoh jaringan untuk membantu dokter mendiagnosis Limfoma. Ada beberapa jenis biopsy untuk mendeteksi limfoma maligna yaitu : 1. Biopsi kelenjar getah bening, jaringan diambil dari kelenjar getah bening yang membesar. 2. Biopsi aspirasi jarum-halus, jaringan diambil dari kelenjar getah bening dengan jarum suntik. Ini kadang-kadang dilakukan untuk memantau respon terhadap pengobatan. 3. Biopsi sumsum tulang di mana sumsum tulang diambil dari tulang panggul untuk melihat apakah Limfoma telah melibatkan sumsum tulang.

H. Penatalaksanaan&Therapy

Cara pengobatan bervariasi dengan jenis penyakit.Beberapa pasien dengan tumor keganasan tingkat rendah, khususnya golongan limfositik, tidak membutuhkan pengobatan awal jika mereka tidak mempunyai gejala dan ukuran lokasi limfadenopati yang bukan merupakan ancaman. 1. Radioterapi Walaupun beberapa pasien dengan stadium I yang benar-benar terlokalisasi dapat disembuhkan dengan radioterapi, terdapat angka yang relapse dini yang tinggi pada  pasien yang dklasifikasikan sebagai stadium II dan III. Radiasi local untuk tempat utama yang besar harus dipertimbangkan pada pasien yang menerima khemoterapi dan ini dapat  bermanfaat khusus jika penyakit mengakibatkan sumbatan/ obstruksi anatomis. Pada pasien dengan limfoma keganasan tingkat rendah stadium III dan IV, penyinaran seluruh tubuh dosis rendah dapat membuat hasil yang sebanding dengan khemoterapi. 2. Khemoterapi a. Terapi obat tunggal Khlorambusil atau siklofosfamid kontinu atau intermiten yang dapat memberikan hasil baik pada pasien dengan limfoma maligna keganasan tingkat rendah yang membutuhkan terapi karena penyakit tingkat lanjut.Terapi kombinasi. (misalnya COP (cyclophosphamide, oncovin, dan prednisolon)) juga dapat digunakan  pada pasien dengan tingkat rendah atau sedang berdasakan stadiumnya. Paling baik selalu diberikan kemoterapi kombinasi MOPP: M = Mustard nitrogen 6mg / sqm iv hari ke 1 dan 8.

O = Oncovin = vincristine 1,0  –  1,mg / sqm iv hari ke 1 dan 8. P = Procarbazine 100mg / sqm per os tiap hari ke 1-14. P = Prednison 40mg / sqm per os tiap hari ke 1-14. Satu seri adalah 14 hari kemudian istirahat 14 hari.

I. Komplikasi

Komplikasi yang dialami pasien dengan limfoma maligna dihubungkan dengan  penanganan dan berulangnya penyakit. Efek-efek umum yang merugikan berkaitan dengan kemoterapi meliputi : alopesia, mual, muntah, supresi sumsum tulang, stomatitis dan gangguan gastrointestinal. Infeksi adalah komplikasi potensial yang paling serius yang mungkin dapat menyebabkan syok sepsis.Efek jangka panjang dari kemoterapi meliputi kemandulan, kardiotoksik, dan fibrosis pulmonal. Efek samping terapi radiasi dihubungkan dengan area yang diobati. Bila pengobatan  pada nodus limfa servikal atau tenggorok maka akan terjadi hal-hal sebagai berikut : mulut kering, disfagia, mual, muntah, rambut rontok, dan penurunan produksi saliva. Bila dilakukan pengobatan pada nodus limfa abdomen, efek yang mungkin terjadi adalah muntah, diare, keletihan, dan anoreksia.

J. Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian a. Identitas klien Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, bahan yang dipakai sehari-hari, status  perkawinan, kebangsaan, pekerjaan, alamat, pendidikan, tanggal atau jam MRS, dan diagnosa medis.  b. Keluhan Utama Pada umumnya pasien mengeluh tindak nyamanan kerena adanya benjolan. c. Riwayat Penyakit Sekarang Pada umumnya pasien dengan limfoma didapat keluhan benjolan terasa nyeri bila ditelan kadang-kadang disertai dengan kesulitan bernafas, gangguan penelanan,  berkeringat di malam hari.Pasien biasanya megnalami dendam dan disertai dengan  penurunan BB.

d. Riwayat Penyakit Dahulu Pada pasien dengan limfoma biasanya diperoleh riwayat penyakit seperti pembesaran  pada area seperti : leher, ketiak, dll. Pasien dengan transplantasi ginjal atau jantung. e. Riwayat kesehatan keluarga Meliputi susunan anggota keluarga yang mempunyaio penyakit yang sama dengan  pasien, ada atau tidaknya riwayat penyakit menular, penyakit turunan seperti DM, Hipertensi, dan lain-lain. f. Data dasar pengkajian pasien 1) Pemeriksaan Fisik a) Keadaan umum Pasien lemah, cemas, nyeri pada benjolan, demam, berkeringat pada malam hari, dan menurunnya BB.  b) Kulit, rambut, kuku ( tidak ada perubahan ) c) Kepala dan leher Terdapat benjolan pada leher, yang terasa nyeri bila dite kan. d) Mata dan mulut Tidak ada masalah/perubahan. e) Thorak dan abdomen Pada pemeriksa yang dilakukan tidak didapatkan perubahan pada thorak maupun abdomen. f) Sistem respirasi Biasanya pasien mengeluh dirinya mengeluh sulit untuk bernafas karena ada  benjolan. g) Sistem gastrointestinal Biasanya pasien mengalami anorexia karena rasa sakit yang dirasakan saat menelan makanan, sehinggapasien sering mengalami penurunan BB. h) Sistem muskuluskeletal Pada pasien ini tidak ada masalah. i) Sistem endokrin Terjadi pembesaran kelenjar limfe.  j) Sistem persyarafan Pasien ini sering merasa cemas akan kondisinya, penyakit yang sedang dideritanya.

2. Pemeriksaan Penunjang a. USG Banyak digunakan untuk melihat pembesaran kelenjar getah bening.  b. Foto thorak Digunakan untuk menentukan keterlibatan kelenjar getah bening mediastina. c. CT- Scan Digunakan untuk diagnosa dan evaluasi pertumbuhan limpoma d. Pemeriksaan laboratorium (pemeriksaan Hb, DL, pemeriksaan uji fungsi hati / ginjal secara rutin). e. Laparatomi Laparatomi rongga abdomen sering dilakukan untuk melihat kondisi kelenjar getah  bening pada illiaka, para aortal dan mesentrium dengan tujuan menentukan stadiumnya.

3. Diagnosa Keperawatan a.  Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang ti dak adekuat ( mual, muntah)  b. Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan proses inflamasi. c. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya. d. Hipertermi berhubungan dengan tak efektifnya termoregulasi sekunder terhadap inflamasi e. Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan tidak seimbangnya persediaan dankebutuhanoksigen kelemahan umum serta kelelahan karena gangguan pola tidur f.  Nyeri berhubungan dengan interupsi sel saraf

4. Perencanaan  No Diagnosa

Tujuan / Kriteria Hasil

Intervensi

Rasional

Keperawatan 1.

Nutrisi kurang dari Setelah kebutuhan

tubuh tindakan

 berhubungan dengan selama intake

dilakukan keperawatan

2. Jelaskan pada pasien dan keluarga

yang

tidak Kebutuhan nutrisi klien

 penyebabnya dari rasa sakit dan

(

mual, dapat terpenuhi dengan

cara mengurangi rasa sakit.

muntah)

x24

Kriteria Hasil : 



3. Jelaskan

tidak makan. 4. Anjurkan

pada

kelurga

memberikan makanan tambahan

 penelanan

yang ringan untuk dicerna

4. untuk memudahkan pasien menelan.

5. Obervasi TTV

sakit

waktu

3.  pasien mendapat informasi yang tepat.

untuk

Gangguan

Rasa

2.  pasien mendapat informasi yang tepat.

tentang

 Nafsu

 berkurang 

pasien

 penyakitnya dan akibatnya jika ia

 pasien meningkat 

pada

BB meningakat makan

1.  pasien dan keluarga lebih kooperatif.

dan keluarganya.

jam

adekuat

3

1. Lakukan pendekatan pada pasien

pada

menelan

6. Kolaborasi dengan tim kesehatan dan ahli gizi

5. untuk

mengetahui

perkembangan

 pasien

 berkurang 6. untuk menetukan diet yang diperoleh oleh px 2.

Resiko

terjadinya Setelah

infeksi berhubungan tindakan dengan

dilakukan

keperawatan

proses selama

inflamasi.

2x24Tidak

terjadi infeksi, dengan Kriteria Hasil : 

Suhu tubuh dalam

Tidak ada tanda

2.  beritahu pasien tentang tandatanda inflamasi

1.  pasien mengetahui proses terjadinya

infeksi 2.  pasien

mengetahui

tanda-tanda

inflamasi dan pencegahannya

3.  beri kompres basah

3. menurunkan suhu tubuh pasien

4. Anjurkan pasien untuk memakai

4. agar keringat mudah diserap dan suhu

5. Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian obat

inflamasi 

infeksi

 baju yang menyerap keringat.

 batas normal 

1. beri penjelasan tentang terjadinya

tubuh tidak meningkat 5. diharapkan dapat mempercepat proses kesembuahn pasien

Keringat  berkurang

3

Cemas berhubungan Setelah dengan

kurangnya tindakan

dilakukan

1. Observasi nafsu makan klien

keperawatan

terjadi nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dengan kriteria hasil : 

 Nafsu





2. Beri makan klien sedikit tapi 2. Meningkatkan sering 3. Beritahu klien pentingnya nutrisi

tidak

drastis

nafsu

tidak

habis

makan

belum

masukan

 perlahan 3. Klien

dapat

memahami

dan

mau

4. Peningkatan energi dan protein pada tubuh sebagai pembangun

turun

secara

meningkatkan masukan nutrisi 4. Pemberian diet TKTP

 porsi habis, BB

yang

membaik

makan

meningkat,

makan

menunjukkan

 pengetahuan tentang selama 2x24 jam tidak  penyakitnya.

1. Porsi

infeksi berhubungan tindakan dengan

keperawatan

proses selama

inflamasi.

2x24Tidak

terjadi infeksi, dengan Kriteria Hasil : 

Suhu tubuh dalam

Tidak ada tanda

2.  beritahu pasien tentang tandatanda inflamasi

2.  pasien

mengetahui

tanda-tanda

inflamasi dan pencegahannya

3.  beri kompres basah

3. menurunkan suhu tubuh pasien

4. Anjurkan pasien untuk memakai

4. agar keringat mudah diserap dan suhu tubuh tidak meningkat

5. Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian obat

inflamasi 

infeksi

 baju yang menyerap keringat.

 batas normal 

infeksi

5. diharapkan dapat mempercepat proses kesembuahn pasien

Keringat  berkurang

3

Cemas berhubungan Setelah dengan

kurangnya tindakan

dilakukan

1. Observasi nafsu makan klien

1. Porsi

keperawatan

menunjukkan

 pengetahuan tentang selama 2x24 jam tidak  penyakitnya.

terjadi nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dengan kriteria hasil : 

 Nafsu





2. Beri makan klien sedikit tapi 2. Meningkatkan sering

tidak

nafsu

tidak

habis

makan

belum

masukan

secara

 perlahan

3. Beritahu klien pentingnya nutrisi

3. Klien

dapat

memahami

dan

mau

meningkatkan masukan nutrisi 4. Pemberian diet TKTP

4. Peningkatan energi dan protein pada tubuh sebagai pembangun

 porsi habis, BB

yang

membaik

makan

meningkat,

makan

turun

drastis

4

Hipertermi

Setelah

dilakukan 1. Observasi suhu tubuh pasien

1. Dengan memantau suhu diharapkan

 berhubungan dengan tindakan

keperawatan

diketahui

tak

1x24

mengambil tindakan yang tepat.

efektifnya selama

termoregulasi sekunder inflamasi

jam

diharapkan suhu tubuh 2. Anjurkan

terhadap klien menurun dengan Kriteria Hasil : 

dan

berikan

sehingga

dapat

anak menurut umur)

keseimbangan cairan dalam tubuh

kompres

hangat

membantu

menjaga

pada 3. Kompres dapat membantu menurunkan

dahi, aksila, perut dan lipatan  paha. 4. Anjurkan

dapat

banyak 2. Dengan banyak minum diharapkan

minum (sesuai kebutuhan cairan

TTV dalam batas 3. Berikan normal

keadaan

suhu tubuh pasien secara konduksi 4. Dengan pakaian tersebut diharapkan

untuk

memakaikan

 pasien pakaian tipis, longgar dan mudah menyerap keringat. 5. Kolaborasi

dalam

dapat mencegah evaporasi sehingga cairan tubuh menjadiseimbang. 5. antipiretik

pemberian

akan

 pelepasan panas oleh

menghambat hipotalamus.

antipiretik.

5

Intoleransi yang

aktivitas Setelah

berhubungan tindakan

dilakukan keperawatan

1. Mengevaluasi

respon

pasien 1. Memberikan

terhadap aktivitas, mencatat dan

kemampuan

atau

kebutuhan pasien dan memfasilitasi

4

Hipertermi

Setelah

dilakukan 1. Observasi suhu tubuh pasien

1. Dengan memantau suhu diharapkan

 berhubungan dengan tindakan

keperawatan

diketahui

tak

1x24

mengambil tindakan yang tepat.

efektifnya selama

termoregulasi sekunder

jam

diharapkan suhu tubuh 2. Anjurkan

terhadap klien menurun dengan

inflamasi

Kriteria Hasil : 

dan

berikan

sehingga

dapat

banyak 2. Dengan banyak minum diharapkan

minum (sesuai kebutuhan cairan

dapat

anak menurut umur)

keseimbangan cairan dalam tubuh

TTV dalam batas 3. Berikan

kompres

hangat

membantu

menjaga

pada 3. Kompres dapat membantu menurunkan

dahi, aksila, perut dan lipatan

normal

keadaan

 paha.

suhu tubuh pasien secara konduksi 4. Dengan pakaian tersebut diharapkan

4. Anjurkan

untuk

memakaikan

 pasien pakaian tipis, longgar dan mudah menyerap keringat. 5. Kolaborasi

dalam

dapat mencegah evaporasi sehingga cairan tubuh menjadiseimbang. 5. antipiretik

pemberian

akan

menghambat

 pelepasan panas oleh

hipotalamus.

antipiretik.

5

Intoleransi yang

aktivitas Setelah

berhubungan tindakan

dengan

dilakukan keperawatan

tidak selama

seimbangnya

 jamAktivitas

 persediaan

terpenuhi

dankebutuhanoksigen  perawatan kelemahan

kelelahan

karena

gangguan



 pola tidur

dan

melaporkan

adanya

dalam pemilihan intervensi

dapat

 peningkatan

kelelahan,

selama dan setelah aktivitas. 2. Memberikan

secara

meningkat ada

lingkungan dan

vital

yang 2. Mengurangi stress dan stimulasi yang

membatasi

 pengunjung selama fese akut atas indikasi.

Menganjurkan

 berlebihan,

serta

meningkatkan

istirahat.

untuk

menggunakan memejen stress dan pentingnya 3. Bedrest akan memelihara tubuh selama fase akut untuk menurunkan kebutuhan  beristirahat pada rencana tindakan metabolisme dan memelihara energy dan perlunya keseimbangan antara

3. Menjelaskan



Tidak ada sesak



Denyut

nadi

dalam

batas

untuk penyembuhan

aktivitas dengan istirahat.

4. Membantu pasien untuk berada 4. Pasien

normal

sianosis

nyaman

tanda

serta

aktivitas yang beragam.

kelelahan.

Tidak

dalam

dispnea,

dengan

 perasaan



atau

2x24

 perubahan

tidak

kemampuan

kebutuhan pasien dan memfasilitasi

kekuatan

otot

pasien 1. Memberikan

selama

Laporan verbal,

respon

terhadap aktivitas, mencatat dan

umum kriteria hasil :

serta

1. Mengevaluasi

muncul

mungkin

merasa

nyaman

 pada posisi yang nyaman untuk

dengan kepala dalam keadaan elevasi,

 beristirahat dan atau tidur.

tidur di kursi atau istirahat pada meja dengan bantuan bantal

5. Membantu

pasien

untuk

memenuhi kebutuhan self-care. Memberikan

aktivitas

yang

5. Meminimalkan menolong

kelelahan

dan

menyeimbangkan

suplai

oksigen dan kebutuhan.

dengan

tidak selama

seimbangnya

 jamAktivitas

 persediaan

terpenuhi

dankebutuhanoksigen  perawatan kelemahan

2x24

melaporkan

adanya

dapat

 peningkatan

kelelahan,

selama

 perubahan

dengan

selama dan setelah aktivitas.

umum kriteria hasil :

serta

kelelahan

karena

gangguan



2. Memberikan

Laporan

secara

verbal,

 pola tidur

kekuatan

otot

meningkat

dan

tidak

ada

nyaman

serta

tanda

lingkungan dan

vital

yang 2. Mengurangi stress dan stimulasi yang

membatasi

 pengunjung selama fese akut atas indikasi.

Menganjurkan

dalam pemilihan intervensi

 berlebihan,

serta

meningkatkan

istirahat.

untuk

menggunakan memejen stress dan aktivitas yang beragam.

 perasaan

pentingnya 3. Bedrest akan memelihara tubuh selama fase akut untuk menurunkan kebutuhan  beristirahat pada rencana tindakan metabolisme dan memelihara energy dan perlunya keseimbangan antara

3. Menjelaskan

kelelahan. 

Tidak ada sesak



Denyut

nadi

dalam

batas

untuk penyembuhan

aktivitas dengan istirahat.

4. Membantu pasien untuk berada 4. Pasien

normal 

dalam

dispnea,

Tidak

muncul

sianosis

mungkin

merasa

nyaman

 pada posisi yang nyaman untuk

dengan kepala dalam keadaan elevasi,

 beristirahat dan atau tidur.

tidur di kursi atau istirahat pada meja dengan bantuan bantal

5. Membantu

pasien

untuk

memenuhi kebutuhan self-care. Memberikan

aktivitas

meningkat

selama

yang

5. Meminimalkan menolong

kelelahan

dan

menyeimbangkan

suplai

oksigen dan kebutuhan.

fase

 penyembuhan. 6

Nyeri

berhubungan Setelah

dilakukan

1. Tentukan karakteristik dan lokasi 1. menentukan tindak lanjut intervensi.

dengan interupsi sel tindakan

keperawatan

nyeri, perhatikan isyarat verbal

saraf

2x24

dan non verbal setiap 6 jam

selama

diharapkan

jam

intensitas

nyeri berkurang dengan kriteria hasil : 

Klien

merasa

2. Pantau tekanan darah, nadi dan  pernafasan tiap 6 jam 3. Terapkan

Skala

nyeri

tehnik

dan

GCS E4V5M6



Tanda-tanda

vital

100 kali permenit, 36-36,7

 pernafasan kali permenit)

nadi,

 pernafasan meningkat

sarankan

untuk

dan nyeri. 5. mengurangi keteganagan area nyeri. 6. analgetika akan mencapai pusat rasa nyeri dan menimbulkan penghilangan

normal(nadi : 60-

suhu:

meningkat,

otot sehingga mengurangi penekanan

mengulangi bila merasa nyeri 

darah

distraksi 4. relaksasi mengurangi ketegangan otot-

4. Ajarkan tehnik relaksasi (nafas dalam)

menurun

tekanan

3. mengalihkan perhatian dari rasa nyeri

(berbincang-bincang)

nyaman 

2. nyeri dapat menyebabkan gelisah serta

C,

16-20

5. Beri dan biarkan pasien memilih  posisi yang nyaman 6. Kolaborasi analgetika.

dalam

pemberian

nyeri.

meningkat

selama

fase

 penyembuhan. 6

Nyeri

berhubungan Setelah

dilakukan

1. Tentukan karakteristik dan lokasi 1. menentukan tindak lanjut intervensi.

dengan interupsi sel tindakan

keperawatan

nyeri, perhatikan isyarat verbal

saraf

2x24

dan non verbal setiap 6 jam

selama

diharapkan

jam

intensitas

nyeri berkurang dengan kriteria hasil : 

Klien

merasa

2. Pantau tekanan darah, nadi dan  pernafasan tiap 6 jam 3. Terapkan

Skala

nyeri

tehnik

menurun

dan

GCS E4V5M6



Tanda-tanda

vital

100 kali permenit, 36-36,7

 pernafasan

 pernafasan meningkat

sarankan

untuk

dan nyeri. 5. mengurangi keteganagan area nyeri. 6. analgetika akan mencapai pusat rasa

C,

5. Beri dan biarkan pasien memilih

nyeri.

 posisi yang nyaman 6. Kolaborasi

dalam

pemberian

analgetika.

16-20

kali permenit)

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:EGC Black, Joyce M & John Hokanson Hawks. 2005. Medical Surgical Nursing Clinical  Carpenito, Lynda Juall. Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC. Lewis, Sharon L. 2007.  Medical Surgical Nursing : Assessment and Management of Clinical Problems Volume 2. Seventh Edition. St.Louis : Mosby. Mansjoer, A. 2001. Kapita Selecta Kedokteran. Edisi 3, Jilid 1. Jakarta: Aesculapius Mehta, Atul. & Hoffbrand, Victor. 2006.  At a Glance Hematologi. Edisi kedua. Jakartaa: Erlangga Melia.

 Penatalaksanaan

Penyakit

http://terapimelia.blogspot.com

Kanker diakses

Limfoma 14

desember

Non 2013

Hodgin. pukul

09.00 Management for Positive Outcome. 7th  edition. St. Louis : Elsevier Saunders. Price, Sylvia A dan Lorraine M. Wilson. Alih bahasa : Brahm U. Pendit. 2005.  Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Volume 1.Edisi 6.Jakarta : EGC.

nadi,

nyeri dan menimbulkan penghilangan

normal(nadi : 60-

suhu:

meningkat,

otot sehingga mengurangi penekanan

mengulangi bila merasa nyeri 

darah

distraksi 4. relaksasi mengurangi ketegangan otot-

4. Ajarkan tehnik relaksasi (nafas dalam)

tekanan

3. mengalihkan perhatian dari rasa nyeri

(berbincang-bincang)

nyaman 

2. nyeri dapat menyebabkan gelisah serta

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:EGC Black, Joyce M & John Hokanson Hawks. 2005. Medical Surgical Nursing Clinical  Carpenito, Lynda Juall. Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC. Lewis, Sharon L. 2007.  Medical Surgical Nursing : Assessment and Management of Clinical Problems Volume 2. Seventh Edition. St.Louis : Mosby. Mansjoer, A. 2001. Kapita Selecta Kedokteran. Edisi 3, Jilid 1. Jakarta: Aesculapius Mehta, Atul. & Hoffbrand, Victor. 2006.  At a Glance Hematologi. Edisi kedua. Jakartaa: Erlangga Melia.

 Penatalaksanaan

Penyakit

http://terapimelia.blogspot.com

Kanker diakses

Limfoma 14

Non

desember

2013

Hodgin. pukul

09.00 Management for Positive Outcome. 7th  edition. St. Louis : Elsevier Saunders. Price, Sylvia A dan Lorraine M. Wilson. Alih bahasa : Brahm U. Pendit. 2005.  Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Volume 1.Edisi 6.Jakarta : EGC. Sarwono. 1996. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid Pertama, Edisi Ketiga. Jakrta: EGC Siregar, R. S. 1996. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit . Jakarta: EGC Sherwood, Lauralee. Alih bahasa : Brahm U. Pendit. 2001.  Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem. Edisi 2. Jakarta : EGC. Tiener, Lawrence M, Steohen J, McPhee dan Maxine A. Papadakis. Alih bahasa : Abdul Gofir. 2003. Diagnosis & Terapi Kedokteran Penyakit Dalam Buku 2. Jakarta : Salemba Medika.

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF