ASKEP LANSIA Rekreasi Klp 4. Fix
May 14, 2019 | Author: Wie Wie | Category: N/A
Short Description
PENGARUH PEMBERIAN NEBULIZER DAN BATUK EFEKTIFTERHADAP STATUS PERNAPASAN PASIEN COPD Lutfi Wahyuni *STIKes bina Seha...
Description
Asuhan Keperawatan Pemenuhan Kebutuhan Dasar Lansia Dengan Kebutuhan Rekreasi Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Gerontik
Dosen pengampu Ns. Artika Nurrahima, S. Kep, M. Kep
DISUSUN OLEH: Susi Septiyati ningsih
(22020115183002) (22020115183002)
Wiwik Sumbogo
( 22020115183006) 22020115183006)
Aidi Absar S
( 22020115183014) 22020115183014)
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN JURUSAN KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG TAHUN 2016
1
DAFTAR ISI
Bab I Pendahuluan ......................................................................................... 3 A. Latar Belakang ........................................................................................ 3 B. Tujuan penulisan.....................................................................................5
Bab II Pembahasan ........................................................................................ 6 A. Teori Penuaan Dengan kebutuhan Rekreasi ........................................... 6 B. Perubahan Akibat Proses Penuaan terkait kebutuhan Rekreasi ...............8 C. Pengkajian umum Lansia dengan kebutuhan Rekreasi .......................... 10 D. Diagnosa keperawatan yang muncul pada kebutuhan rekreasi ........... ...11 E. Rencana Keperawatan ........................................................................ ....12
Bab III Penutup.............................................................................................. .16 A. Kesimpulan ............................................................................................. .16 B. Saran ....................................................................................................... .17 Daftar Pustaka ............................................................................................... .18
2
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
WHO dan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia pada Bab 1 Pasal 1 Ayat 2 menyebutkan bahwa umur 60 tahun adalah usia permulaan tua. Menua bukanlah suatu penyakit, tetapi merupakan proses yang berangsur-angsur mengakibatkan perubahan yang kumulatif, merupakan proses menurunnya daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam dan luar tubuh yang berakhir dengan kematian (Nugroho, 2008). Menjadi tua atau lanjut usia merupakan proses yang alami dalam kehidupan manusia yang ditandai dengan menurunnya kemampuan tubuh dalam menghadapi pengaruh dari dalam maupun dari luar tubuh. Perubahan tersebut biasanya muncul pada setiap bagian dari tubuh meliputi fisik, mental, sosial ekonomi dan spiritual. Perubahan terkait usia menyebabkan timbulnya berbagai masalah yang umumnya terjadi pada lansia. Hal ini meliputi menurunnya daya fikir, berkurangnya cita rasa, masalah tidur, gemetar, berkurangnya refleks, berkurangnya penglihatan dan pendengaran, penyerapan yang kurang ( Sahar, 2001). Indonesia sebagai negara berkembang dengan jumlah penduduk terbanyak ke-4 di dunia. Dampak keberhasilan pembangunan kesehatan antara lain terjadinya penurunan angka kelahiran, angka kesakitan dan angka kematian serta peningkatan angka harapan hidup penduduk Indonesia. Di Indonesia, usia harapan hidup meningkat dari 68,6 tahun (2004) meningkat menjadi 72 tahun (2015). Usia harapan hidup penduduk Indonesia diproyeksikan akan terus meningkat, sehingga persentase penduduk Lansia terhadap total penduduk diproyeksikan terus meningkat. Berdasarkan hasil Susenas tahun 2014, jumlah Lansia di Indonesia mencapai 20,24 juta orang atau sekitar 8,03% dari seluruh penduduk Indonesia. Data tersebut menunjukkan peningkatan jika dibandingkan dengan hasil Sensus Penduduk tahun 2010 yaitu 18,1 juta orang atau 7,6% dari total jumlah penduduk.
3
Dengan meningkatnya jumlah lanjut usia yang ada diikuti meningkatnya resiko penyakit yang disebabkan karena adanya faktor degeneratif, penyakit atau gangguan umum yang sering terjadi pada lanjut usia. Menurut The National Old People’s Welfar e Council di Inggris, ada dua belas macam gangguan yang sering terjadi pada lanjut usia meliputi depresi mental, gangguan umum pendengaran, bronchitis kronis, gangguan pada tungkai, gangguan pada koksa atau sendi panggul, anemia. Demensia, gangguan penglihatan, ansietas atau kecemasan, dekompensasi kordis, diabetes militus dan gangguan defekasi (Nugroho , 2008). Evy dalam Purbowinoto (2011) mengatakan bahwa depresi merupakan masalah mental yang paling banyak ditemui pada lansia. Prevalensi depresi pada lansia di dunia sekitar 8 sampai 15%. Hasil survey dari berbagai negara di dunia diperoleh prevalensi rata- rata depresi pada lansia adalah 13,5 % dengan perbandingan pria dan wanita 14.1 : 8.5. Sementara prevalensi depresi pada lansia yang mengalami perawatan di RS dan Panti Perawatan sebesar 30 – 45 %. Karenanya pengenalan masalah mental sejak dini merupakan hal yang penting, sehingga beberapa gangguan masalah mental pada lansia dapat dicegah, ihilangkan atau dipulihkan. Depresi sering terjadi pada usia tua sebagaimana pada usia peruh baya. Hal ini mempengaruhi sekitar 13% lansia. Sebagian besar penelitian menemukan adanya representasi lebih besar pada wanita. Hubungan antara prevalensi depresi dan usia sebagian besar dihitung dari morbiditas fisik dan ketidakmampuan. Gangguan
depresi
diklasifikasikan
berdasarkan
tingkat
keparahan,
dan
mengidentifikasi tiga gejala utama yaitu mood yang buruk, anhedonia (kehilangan rasa senang pada kegiatan yang sebelumnya menyenangkan), dan penurunan energi (atau peningkatan rasa mudah lelah) (Katona et.al, 2008). Demensia, Alzheimer adalah gangguan penurunan fisik otak yang mempengaruhi emosi, daya ingat dan pengambilan keputusan dan biasa disebut pikun. Kepikunan seringkali dianggap biasa dialami oleh lansia sehingga Alzheimer seringkali tidak terdeteksi, padahal gejalanya dapat dialami sejak usia muda (early on-set demensia) dan deteksi dini membantu penderita dan keluarganya untuk dapat menghadapi pengaruh psiko-sosial dari penyakit ini dengan lebih baik. Penyakit Alzheimer paling sering ditemukan pada orang tua
4
berusia > 65 tahun, tetapi dapat juga menyerang orang yang berusia sekitar 40 tahun. Berikut adalah peningkatan persentase Penyakit Alzheimer seiring dengan pertambahan usia, antara lain: 0,5% per tahun pada usia 69 tahun, 1% per tahun pada usia 70-74 tahun, 2% per tahun pada usia 75-79 tahun, 3% per tahun pada usia 80-84 tahun, dan 8% per tahun pada usia > 85 tahun. Berdasarkan keadaan diatas maka adanya rekreasi sangat dibutuhkan olah lansia. Manfaat rekreasi yang dapat diambil oleh lansia diantaranya untuk menurunkan gejala depresi, stres dan kecemasan, meningkatkan keterampilan sosial dan meningkatkan fungsi tubuh ( kekuatan, keseimbangan, koordinasi motorik). Manfaat rekreasi untuk meningkatkan fungsi tubuh pada lansia dapat dilakukan dengan olahraga, olahraga dapat dimasukkan kedalam rekreasi apabila dilakukan dengan cara menyenangkan disertai berbagai modifikasi, termasuk mengkombinasikan beberapa aktivitas sekaligus. Kombinasi latihan kekuatan, keseimbangan dan fleksibilitas bisa dilakukan untuk mengintegrasikan tubuh dan pikiran serta melibatkan teknik pernapasan, konsentrasi dan kontrol gerak.
B. Tujua Penulisan
1.
Mahasiswa memahami tentang teori penuaan yang berkaitan dengan kebutuhan rekreasi pada lansia
2.
Mahasiswa mampu memahami perubahan akibat proses penuaan yang mempengaruhi rekreasi pada lansia
3.
Mahasiswa mampu menjelaskan pengkajian khusus pada lansia pada gangguan pemenuhan kebutuhan rekreasi.
4.
Mahasiswa mampu menentukan diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada lansia dengan kebutuhan rekreasi.
5.
Mahasiswa mampu melakukan rencana asuhan keperawatan pada lansia dengan gangguan pemenuhan kebutuhan dasarakan rekreasi pada lansi a.
5
BAB II LANDASAN TEORI
A. Teori Penuaan Dengan Gangguan Kebutuhan Dasar Rekreasi
Sebelum menjelaskan tentang teori penuaan, terlebih dahulu akan akan dijelaskan tentang defenisi dari Menua itu sendiri adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup yang hanya di mulai dari satu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan. Menua merupakan proses alamiah, yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap kehidupannya, yaitu anak, dewasa, dan tua. Tiga tahap ini berbeda, baik secara biologis, maupun psikologis. Memasuki usia tua berarti mengalami kemunduran, misalnya kemunduran fisik yang ditandai dengan kulit mengendur, rambut memutih, gigi mulai ompong, pendengaran kurang jelas, penglihatan semakin memburuk, gerakan-gerakan lambat, dan postur tubuh yang tidak proforsional (Nugroho, 2008). Beberapa Teori Penuaan yang berhubungan dengan gangguan kebutuhan dasar Rekreasi, adalah sebagai berikut: 1.
Teori Umur Panjang dan Penuaan (Longevity and Senescence Theories) Palmore, (1987) mengemukakan dari beberapa hasil studi, terdapat faktorfaktor tambahan berikut yang dianggap berkontribusi untuk umur panjang, tertawa, ambisi rendah, rutin setiap hari, percaya pada Tuhan, hubungan keluarga baik, kebebasan dan kemerdekaan, terorganisir, perilaku yang memiliki tujuan, dan pandangan hidup positif.
2.
Teori Harapan Hidup Aktif dan Kesehatan Fungsional Penyedia layanan kesehatan juga tertarik dalam masalah ini karena kualitas hidup tergantung secara signifikan berkaitan dengan tingkat fungsi. Pendekatan fungsional perawatan pada lansia menekankan pada hubungan yang kompleks antara biologis, sosial, dan psikologis yang mempengaruhi kemampuan fungsional seseorang dan kesejahteraannya (Carol Miller, 1999).
6
3.
Teori Sosiologi Beberapa teori sosial yang berkaitan dengan proses penuaan dengan gangguan kebutuhan komunikasi keperawatan, yaitu sebagai berikut: a.
Teori Tugas Perkembangan Tugas perkembangan merupakan aktivitas dan tantangan yang harus dipenuhi oleh seseorang pada tahap-tahap spesifik dalam hidupnya untuk mencapai penuaan yang sukses pada kondisi tidak adanya pencapaian perasaan bahwa ia telah menikmati kehidupan yang baik, maka lansia tersebut berisiko untuk memiliki rasa penyeselan atau putus asa (Stanley Mickey, 2006).
b.
Teori Aktivitas Teori ini berpendapat apabila seorang lansia menuju penuaan yang sukses maka ia harus tetap beraktivitas kesempatan untuk turut ber peran dengan cara yang penuh arti bagi kehidupan seseorang yang penting bagi dirinya adalah suatu komponen kesejahteraan yang penting bagi lansia. Penelitian menunjukkan bahwa hilangnya fungsi peran lansia secara negatif mempengaruhi kepuasan hidup, dan aktivitas mental serta fisik yang berkesinambungan akan memelihara kesehatan sepanjang kehidupan (Stanley Mickey, 2006).
4.
Teori Psikologi Pada lanjut usia, proses penuaan terjadi secara alamiah seiring dengan penam bahan usia. Perubahan psikologis yang terjadi dapat dihubungkan pula dengan keakuratan mental dan keadaan fungsional yang efektif. Kepribadian individu yang terdiri atas motivasi dan inteligensi dapat menjadi karakteristik konsep diri dari seorang lansia. Konsep diri yang positif dapat menjadikan seorang lansia mampu berinteraksi dengan mudah terhadap nilai-nilai yang ada ditunjang dengan status sosialnya (Miller Carol, 1999).
5.
Teori Kebutuhan Manusia Banyak teori psikologis yang memberi konsep motivasi dan kebutuhan manusia. Teori Maslow merupakan salah satu contoh yang diberikan pada lansia. Setiap manusia yang berada pada level pertama akan mengambil prioritas untuk mencapai level yang lebih tinggi; aktualisasi diri akan
7
terjadi apabila seseorang dengan yang lebih rendah tingkat kebutuhannya terpenuhi untuk beberapa derajat, maka ia akan terus bergerak di antara tingkat, dan mereka selalu berusaha menuju tingkat yang lebih tinggi (Miller Carol, 1999).
B. Perubahan Akibat Proses Penuaan Terkait Kebutuhan Rekreasi
1.
Perubahan pada Sistem Sensoris Persepsi sensoris mempengaruhi kemampuan seseorang untuk saling berhubungan dengan orang lain dan untuk memelihara atau membentuk hubungan baru, berespon terhadap bahaya, dan menginterprestasikan masukan sensoris dalam aktivitas kehidupan sehari-hari (Stanley Mickey, 2006). Pada lansia yang mengalami penurunan persepsi sensori akan terdapat keengganan untuk bersosialisasi karena kemunduran dari fungsi-fungsi sensoris yang
dimiliki.
Indra yang dimiliki seperti penglihatan,
pen-
dengaran, pengecapan, penciuman dan perabaan merupakan kesatuan integrasi dari persepsi sensori. a.
Penglihatan Perubahan penglihatan dan fungsi mata yang dianggap normal dalam proses penuaan termasuk penurunan kemampuan dalam melakukan akomodasi, konstriksi pupil, akibat penuan, dan peru bahan warna serta kekeruhan lensa mata, yaitu katarak. Semakin bertambahnya usia, lemak akan berakumulasi di sekitar kornea dan membentuk lingkaran berwarna putih atau kekuningan di antara iris dan sklera. Kejadian ini disebut arkus sinilis, biasanya ditemukan pada lansia. Dengan perubahan seperti ini, maka lansia akan mengalami gangguan dalam berinteraksi pada masyarakat.
b.
Perabaan Perabaan merupakan sistem sensoris pertama yang menjadi fungsional apabila terdapat gangguan pada penglihatan dan pendengaran. Perubahan kebutuhan akan sentuhan dan sensasi taktil karena lansia te-
8
lah kehilangan orang yang dicintai, penampilan lansia tidak semenarik sewaktu muda dan tidak mengundang sentuhan dari orang lain, dan sikap dari masyarakat umum terhadap lansia tidak mendorong untuk melakukan kontak fisik dengan lansia. 2.
Perubahan Pada Sistem Integumen Pada lansia, epidermis tipis dan rata, terutama yang paling jelas diatas tonjolan-tonjolan tulang, telapak tangan, kaki bawah dan permukaan dorsalis tangan dan kaki. Penipisan ini menyebabkan vena-vena tampak lebih menonjol. Poliferasi abnormal pada terjadinya sisa melanosit, lentigo, senil, bintik pigmentasi pada area tubuh yang terpajan sinar mata hari, biasanya permukaan dorsal dari tangan dan lengan bawah (Toni setiabudi, 1999). Sedikit kolagen yang terbentuk pada proses penuaan, dan terdapat penurunan jaringan elastik, mengakibatkan penampilan yang lebih keriput. Tekstur kulit lebih kering karena kelenjar eksokrin lebih sedikit dan penurunan aktivitas kelenjar eksokrin dan kelenjar sebasea. Degenerasi menyeluruh jaringan penyambung, disertai penurunan cairan tubuh total, menimbulkan penurunan turgor kulit.
3.
Perubahan Pada Sistem Muskuloskeletal Otot mengalami atrofi sebagai akibat dari berkurangnya aktivitas, gangguan metabolik, atau denervasi saraf. Dengan bertambahnya usia, perusakan dan pembentukan tulang melambat. Hal ini terjadi karena penurunan hormon esterogen pada wanita, vitamin D, dan beberapa hormon lain. Tulangtulang trabekulae menjadi lebih berongga, mikroarsitektur berubah dan seiring patah baik akibat benturan ringan maupun spontan (Toni Setiabudhi, 1999).
4.
Perubahan Pada Sistem Neurologis Berat otak menurun 10 –20 %. Berat otak ≤ 350 gram pada saat kelahiran, kemudian meningkat menjadi 1,375 gram pada usia 20 tahun, berat otak mulai menurun pada usia 45-50 tahun penurunan ini kurang lebih 11% dari berat maksimal. Berat dan volume otak berkurang rata-rata 5-10% selama umur 20-90 tahun. Pada penuaan otak kehilangan 100.000 neuron / tahun.
9
Neuron dapat mengirimkan signal kepada sel lain dengan kecepatan 200 mil/jam. Terjadi penebalan atrofi cerebral (berat otak menurun 10%) antar usia 30-70 tahun (Dwi Lestari, 2009). 5.
Perubahan Pada Sistem Endokrin Sekitar 50% lansia menunjukkan intoleransi glukosa, dengan kadar gula puasa yang normal. Penyebab dari terjadinya intoleransi glukosa ini adalah faktor diet, obesitas, kurangnya olahraga, dan penuaan. Frekuensi hipertiroid pada lansia yaitu sebanyak 25%, sekitar 75% dari jumlah tersebut mempunyai gejala, dan sebagian menunjukkan “apatheic thyrotoxicosis” (Toni Setiabudhi, 1999).
C. Pengkajian Umum Lansia Dengan Kebutuhan Rekreasi
1. Keluhan Utama Menarik diri, kelelahan 2. Riwayat Pekerjaan Pekerjaan yang overtime. 3. Status Kesehatan Masa Lalu Klien pernah menderita asam urat, depresi, fobia.
4. Tinjauan Sistem a. Sistem Psikologi: klien terlihat sedih, klien merasa kesepian, klien terlihat lemah, motivasi menurun. b. Sistem Sosial klien senang menyendiri, menarik diri dari lingkungan, tidak mau berkumpul bersama keluarga dan masyarakat. c. Aktivitas: klien tidak mau melakukan kegiatan apa-apa, tidak pernah pergi kemanamana, tidak pernah menonton TV, membaca koran. d. Sistem Integumen: turgor kulit turun, kulit tampak kering kurang cairan.
10
e. Sistem Muskuloskeletal : atrofi pada otot, pengapuran tulang,. f. Sistem Endokrin: intoleransi glukosa, klien tampak lemah, pandangan kabur. g. Sistem Neurologis: tremor/buyutan, gangguan keseimbangan.
D. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada gangguan kebutuhan rekreasi pada lansia ;
1. Isolasi social b.d perubahan penampilan fisik, perubahan keadaan se jahtera, perubahan status mental. 2. Coping tidak efektif b.d percaya diri tidak adekuat dalam kemampuan koping, dukungan social tidak adekuat yang dibentuk dari karakteristik atau hubungan. 3. Stress overload b.d ketidakadekuatan sumber, stressor berat dan berulang, berbagi stressor yang muncul
11
E. Rencana Keperawatan
No
Diagnosa Kep.
Tujuan Umum
1
Isolasi social b.d perubahan pen- Lingkungan
(family
dalam
Berpatisipasi
Keterlibatan keluarga (Family involvement)
aktifitas bersama
environment: interna)
Berpatisipasi
Intervensi
NIC
Khusus
ampilan fisik, perubahan keadaan keluarga : internal sejahtera, perubahan status mental.
Kode
dala
tradisi keluarga
Menerima dari
anggota keluarga untuk terlibat
kujungan teman
dalam perawatan pasien.
dan anggota keluarga
Memberikan
pelayanan kesehatan yang utama.
dukungan satu sama lain
Mengekspresikan perasaan dan masalah kepada yang lain.
12
Menentukan sumber fisik, psikososial dan pendidikan pemberi
besar
Mengidentifikasikan kemampuan
Mengidentifkasi deficit perawatan diri pasien
Menentukan tinggat ketergantungan pasien terhadap keluarganya yang sesuai dengan umur atau penyakitnya
Mendorong
anggota
keluarga untuk tidak ketergantungan
Berpatisipasi rekreasi
dalam
dan
acara
aktifitas komunitas
2
Coping tidak efektif b.d percaya NOC diri
tidak
kemampuan
adekuat koping,
I
:
koping
Memecahkan masalah
Mengidentifikasi pola
dalam (coping) dukungan
koping efektif
Mengedentifikasi pola
social tidak adekuat yang dibentuk
koping
dari karakteristik atau hubungan
efektif
coping enhancement
yang
Melaporkan
tidak
social
dan
Dorong
pasien
untuk
mengembangkan hubungan
Dorong
berhubungan
dengan
seseorang yang memiliki tujuan dan
Memverbalkan control perasaan
aktifitas
komunitas
penurunan stress
Dorong
ketertarikan yang sama
Dukung pasein untuk menguunakan mekanisme pertahanan yang sesuai.
13
Memodifikasi
gaya
hidup
yang
Beradaptasi
dengan
perubahan perkembangan
Menggunakan dukungan social yang tersedia
Melaporkan peningkatan kenyamanan psikologis
14
Kenalkan pasien kepada seseorang yang
mempunyai
latar
pengalaman yang sama.
dibutuhkan
belakang
3.
Stress Overload b.d ketidakad- Noc ekuatan
sumber
(keuangan,so- Stress level
cial,pendidikan), Stressor berat dan
Memiliki tanda vitaldalam batas normal
berulang.
Relaxation therapy :
manfaat
Tidakmengalami ketegangan otot atau
sakit kepala tegang.
Mendiskripsikan
rangi stressor Menyusun
Memberikan penjelasan rinci tentang relaxation intervention yang dipilih
metode untuk mengu-
Jelaskan rasional untuk relaksasi dan
Menggunakan nada lembut suara dengan lambat.
rencana
Mempertimbangkan individu
untuk
berpartisipasi,
untuk strategi adaptif
kemampuan
guna
menghadapi
preferensi, pengalaman masa lalu,
stressor
yang
dan kontraindikasi, sebelum memilih
tidak
dapat dihilangkan.
untuk
kesediaan
berpartisipasi,
strategi relaksasi yang spesifik
Perilaku efektif
yang dikondisikan
untuk menghasilkan relaksasi, seperti bernapas dalam, bernafas lewat perut, pencitraan dama
15
BAB III PENUTUP
A. KESIMPULAN Rekreasi adalah kebutuhan setiap manusia yang bertujuan untuk memulihkan kondisi fisik maupun psikologis. Terapi modalitas adalah terapi dalam keperawatan jiwa, dimana perawat mendasarkan potensi yang dimiliki klien (modal-modality) sebagai titik tolak terapi atau penyembuhan. Terapi rekreasi merupkan salah satu jenis dari terapi modalitas dimana terapi ini menggunakan kegiatan pada waktu luang, dengan tujuan klien dapat melakukan kegiatan secara konstruktif dan menyenangkan serta mmengembangkan kemampuan hubungan sosial. Terapi ini memiliki beberapa tuujuan yaitu: M ampu mengikuti terapi rekreasi dengan baik; Mampu melakukan rekreasi secara independent; Mampu meningkatkan fungsi sosial,dan mampu meningkatkan ekspresi kreatif. Kegiatan rekreasi yang diberikan pada Lansia harus disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan /kondisi Lansia saat ini baik dari jenis, frekwensi maupun cara pelaksanaannya. Lansia merupakan seseorang dengan usia lanjut yang mengalami perubahan biologis, fisik, kejiwaan dan social. Proses menua dan usia lanjut merupakan proses alami yang dialami setiap orang. Selain aspek fisiologis yang mengalami perubahan pada lansia, fungsi kognitif pada lansia juga mengalami penurunan. Penurunan fungsi kognitif pada lansia dapat meliputi berbagai aspek yaitu orientasi, registrasi, atensi dan kalkulasi, memori dan juga bahasa. Sehingga pentingnya melakukan terapi kognitif pada lansia yang bertujuan untuk mengembangkan pola berfikir yang rasional, membiasakan diri selalu menggunakan pengetesan realita dalam menanggapi setiap stimulus sehingga terhindar dari distorsi pikiran, membentuk perilaku dengan pesan internal.
16
B. SARAN Adapun saran yang dapat digunakan untuk peningkatan kualitas asuhan keperawatan dalam pemenuhan kebutuhan dasar khususnya neurologi pada lansia adalah ; 1. Bagi perawat Diharapkan harus lebih memahami gambaran gangguan pemenuhan kebutuhn dasar
pada lansia secara menyeluruh agar bisa memberikan asuhan
keperawatan gerontik secara menyeluruh baik bio, psiko, sosio, culturalnya. 2. Untuk mahasiswa Diharapkan untul lebih banyak berlatih cara melakukan pengkajian khusus pada lansia terkait dengan kebutuhan rekreasi pada Lansia agar dapat mengerti akan kebutuhan rekreasi pada lansia sesuai dengan kebutuhannya. 3. Bagi lansia Dapat mengikuti kegiatan rekreasi, memilih kegiatan yang dapat mengalihkan perhatian mereka ke hal- hal yang dapat meningkatkan kualitas hidup mereka 4. Bagi instansi pelayanan kesehatan Dapat memfasilitasi sarana dan prasarana untuk memenuhi kebutuhan dasar lansia untuk kebutuhan rekreasi.
17
DAFTAR PUSTAKA
1. Stanley, Mickey, and Patricia Gauntlett Beare. 2006. Buku Ajar Keperawatan
Ger-
ontik, ed 2. Jakarta: EGC. 2. Miller, Carol A. 1999. Nursing Care of Older Adults: Theory and Practice. Philade pia: Lippincott. 3. Toni Setiabudhi dan Hardiwinoto. 1999. Panduan Gerontologi Tinjauan dari Berbagai Aspek . Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 4. Dilman, Vladimir et. al. Theories Of Aging. http://www.antiagingsystems.com/ARTICLE-613/theories-of-aging.htm. Diaskes pada tanggal 15 Oktober 2010 5. Tamher dan Noorkasiani. 2009. Kesehatan Usia Lanjut dengan Pendekatan Asuhan Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. 6. Jeri B. Brown. Nancy K. Bedford, Sarah S. White. (1999). Gerontological Protocols for Nurse Practitioners. Lippincott, Philadelphia. 7. Sheila L. Molony, Cristine M, Waszynski, Courtney H Leyder. (1999). Gerontological Nursing . Appleton & Lange. Conecticut. 8. Dwi Lestari Muliyani. 2009. Penuaan Pada Sistem Neurologis. http://stikeskabmalang.wordpress.com/2009/10/01/erfanfandyyahoo-com/. Diakses pada tanggal 15 Oktober 2010. 9. Keliat,Budi Anna. 2004. Keperawatan Jiwa: Terapi Aktivitas Kelompok. Jakara: EGC 10. Kusmawati, Farida. 2010. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika
18
View more...
Comments