Askep Kekerasan Pada Anak Child Abuse
November 12, 2017 | Author: Edwardi Bin Mohd Daud | Category: N/A
Short Description
Download Askep Kekerasan Pada Anak Child Abuse...
Description
Nama
: Raja Richa Kemala Putri
Nim
: 0309142011036 ASKEP KEKERASAN PADA ANAK
A.
PENGERTIAN Menurut Sutanto (2006), kekerasan anak adalah perlakuan orang dewasa/anak yang lebih tua dengan menggunakan kekuasaan/otoritasnya terhadap anak yang tak berdaya yang seharusnya menjadi tanggung jawab/pengasuhnya, yang berakibat penderitaan, kesengsaraan, cacat atau kematian. Kekerasan anak lebih bersifat sebagai bentuk penganiayaan fisik dengan terdapatnya tanda atau luka pada tubuh sang anak. Child abuse adalah suatu kelalaian tindakan atau perbuatan orangtua atau orang yang merawat anak yang mengakibatkan anak menjadi terganggu mental maupun fisik, perkembangan emosional, dan perkembangan anak secara umum. Sementara menurut U.S Departement of Health, Education and Wolfare memberikan definisi Child abuse sebagai kekerasan fisik atau mental, kekerasan seksual dan penelantaran terhadap anak dibawah usia 18 tahun yang dilakukan oleh orang yang seharusnya bertanggung jawab terhadap kesejahteraan anak, sehingga keselamatan dan kesejahteraan anak terancam.
B. KLASIFIKASI CHILD ABUSE Macam – macam Child Abuse : 1. Emotional Abuse, 2. Physical Abuse 3. Neglect 4. Sexual Abuse C.
ETIOLOGI Menurut Helfer dan Kempe dalam Pillitery ada 3 faktor yang menyebabkan child abuse, yaitu: 1. Orang tua memiliki potensi untuk melukai anak-anak. 2. Menurut pandangan orang tua anak terlihat berbeda dari anak lain. 3. Adanya kejadian khusus
D.
DAMPAK CHILD ABUSE
Berikut ini adalah dampak-dampak yang ditimbulkan kekerasan terhadap anak (child abuse), antara lain; 1. Dampak kekerasan fisik, anak yang mendapat perlakuan kejam dari orang tuanya akan menjadi sangat agresif, dan setelah menjadi orang tua akan berlaku kejam kepada anakanaknya. 2. Dampak kekerasan psikis. Unicef (1986) mengemukakan, anak yang sering dimarahi orang tuanya, apalagi diikuti dengan penyiksaan, cenderung meniru perilaku buruk (coping mechanism) seperti bulimia nervosa (memuntahkan makanan kembali), penyimpangan pola makan, anorexia (takut gemuk), kecanduan alkohol dan obat-obatan, dan memiliki dorongan bunuh diri. 3. Dampak kekerasan seksual. Menurut Mulyadi (Sinar Harapan, 2003) diantara korban yang masih merasa dendam terhadap pelaku, takut menikah, merasa rendah diri, dan trauma akibat eksploitasi seksual, meski kini mereka sudah dewasa atau bahkan sudah menikah. 4. Dampak penelantaran anak ; menyebabkan berkembangnya perasaan tidak aman, gagal mengembangkan perilaku akrab, dan selanjutnya akan mengalami masalah penyesuaian diri pada masa yang akan datang. 5. Dampak yang lainnya (dalam Sitohang, 2004) adalah kelalaian dalam mendapatkan pengobatan menyebabkan kegagalan dalam merawat anak dengan baik. Kelalaian dalam pendidikan, meliputi kegagalan dalam mendidik anak mampu berinteraksi dengan lingkungannya gagal menyekolahkan atau menyuruh anak mencari nafkah untuk keluarga sehingga anak terpaksa putus sekolah. E.
MANIFESTASI KLINIS Akibat pada fisik anak, antara lain: Lecet, hematom, luka bekas gigitan, luka bakar, patah tulang, perdarahan retinaakibat dari adanya subdural hematom dan adanya kerusakan organ dalam lainnya. Sekuel/cacat sebagai akibat trauma, misalnya jaringan parut, kerusakan saraf, gangguan pendengaran, kerusakan mata dan cacat lainnya. Kematian. Akibat pada tumbuh kembang anak. Pertumbuhan dan perkembangan anak yang mengalami perlakuan salah, pada umumnya lebih lambat dari anak yang normal, yaitu: 1. Pertumbuhan fisik anak pada umumnya kurang dari anak2 sebayanya yang tidak mendaapat perlakuan salah. 2. Perkembangan kejiwaan juga mengalami gangguan, yaitu: a. Kecerdasan
1) Berbagai penelitian melaporkan terdapat keterlambatan dalam perkembangan kognitif, bahasa, membaca, dan motorik. 2) Retardasi mental dapat diakibatkan trauma langsung pada kepala, juga karena malnutrisi. 3) Pada beberapa kasus keterlambatan ini diperkuat oleh tidak adanya stimulasi yang adekuat atau karena gangguan emosi. b. Emosi 1) Terdapat gangguan emosi pada: perkembangan kosnep diri yang positif, atau bermusuh dalam mengatasi sifat agresif, perkembangan hubungan sosial dengan orang lain, termasuk kemampuan untuk percaya diri. 2) Terjadi pseudomaturitas emosi. Beberapa anak menjadi agresif atau bermusuhan dengan orang dewasa, sedang yang lainnya menjadi menarik diri/menjauhi pergaulan. Anak suka ngompol, hiperaktif, perilaku aneh, kesulitan belajar, gagal sekolah, sulit tidur, tempretantrum, dsb. c. Konsep diri Anak yang mendapat perlakuan salah merasa dirinya jelek, tidak dicintai, tidak dikehendaki, muram, dan tidak bahagia, tidak mampu menyenangi aktifitas dan bahkan ada yang mencoba bunuh diri. d. Agresif Anak yang mendapat perlakuan salah secara badani, lebih agresifterhadap teman sebayanya. Sering tindakan agresif tersebut meniru tindakan orangtua mereka atau mengalihkan perasaan agresif kepada teman sebayanya sebagai hasil miskinnya konsep diri. e. Hubungan social Pada anak sering kurang dapat bergaul dengan teman sebayanya atau dengan orang dewasa. Mereka mempunyai sedikit teman dan suka mengganggu orang dewasa, misalnya dengan melempari batu atau perbuatan2 kriminal lainnya. f. Akibat dari penganiayaan seksual Tanda-tanda penganiayaan seksual antara lain: 1) Tanda akibat trauma atau infeksi lokal, misalnya nyeri perianal, sekret vagina, dan perdarahan anus. 2) Tanda gangguan emosi, misalnya konsentrasi berkurang, enuresis, enkopresis, anoreksia, atau perubahan tingkah laku.
3) Tingkah laku atau pengetahuan seksual anak yang tidak sesuai dengan umurnya. Pemeriksaan alat kelamin dilakuak dengan memperhatikan vulva, himen, dan anus anak. G.
MEKANISME KOPING. Mekanisme koping adalah tiap upaya yang diarahkan pada penatalaksanaan stress, termasuk upaya penyelesaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan yang digunakan untuk melindungi diri. Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada klien untuk melindungi diri antara lain : 1. Sublimasi : Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia artinya di mata masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan penyalurannya secara normal. Misalnya seseorang yang sedang marah melampiaskan kemarahannya pada obyek lain seperti meremas adonan kue, meninju tembok dan sebagainya, tujuannya adalah untuk mengurangi ketegangan akibat rasa marah. 2. Proyeksi :Menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya atau keinginannya yang tidak baik. Misalnya seseorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia mempunyai perasaan seksual terhadap rekan sekerjanya, berbalik menuduh bahwa temannya tersebut mencoba merayu, mencumbunya. 3. Represi : Mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan masuk ke alam sadar. Misalnya seseorang anak yang sangat benci pada orang tuanya yang tidak disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau didikan yang diterimanya sejak kecil bahwa membenci orang tua merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk oleh Tuhan, sehingga perasaan benci itu ditekannya dan akhirnya ia dapat melupakannya. 4. Reaksi formasi : Mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan, dengan melebih-lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan menggunakannya sebagai rintangan. Misalnya seorang yang tertarik pada teman suaminya, akan memperlakukan orang tersebut dengan kasar. 5. Displacement : Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan, pada obyek yang tidak begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang membangkitkan emosi itu. Misalnya Timmy berusia 4 tahun marah karena ia baru saja mendapat hukuman dari ibunya karena menggambar di dinding kamarnya. Dia mulai bermain perang-perangan dengan temannya.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A.
PENGKAJIAN Perawat seringkali menjadi orang yang pertamakali menemui adanya tanda adanya kekerasan pada anak (lihat indicator fisik dn kebiasaan pada macam-macam child abuse di atas). Saat abuse terjadi, penting bagi perawat untuk mendapatkan seluruh gambarannya, bicaralah dahulu dengan orang tua tanpa disertai anak, kemudian menginterview anak. 1.
Identifikasi orang tua yang memiliki anak yang ditempatkan di rumah orang lain atau saudaranya untuk beberapa waktu.
2.
Identifikasi adanya riwayat abuse pada orang tua di masa lalu, depresi, atau masalah psikiatrik.
3. Identifikasi situasi krisis yang dapat menimbulkan abuse 4. Identifikasi bayi atau anak yang memerlukan perawatan dengan ketergantungan tinggi (seperti prematur, bayi berat lahir rendah, intoleransi makanan, ketidakmampuan perkembangan, hiperaktif, dan gangguan kurang perhatian) 5. Monitor reaksi orang tua observasi adanya rasa jijik, takut atau kecewa dengan jenis kelamin anak yang dilahirkan. 6.
Kaji pengetahuan orang tua tentang kebutuhan dasar anak dan perawatan anak.
7.
Kaji respon psikologis pada trauma
8. Kaji keadekuatan dan adanya support system 9. Situasi Keluarga. Fokus pengkajian secara keseluruhan untuk menegakkan diagnosa keperawatan berkaitan dengan child abuse, antara lain: 1. Psikososial a. Melalaikan diri (neglect), baju dan rambut kotor, bau b. Gagal tumbuh dengan baik c. Keterlambatan perkembangan tingkat kognitif, psikomotor, dan psikososial d. With drawl (memisahkan diri) dari orang-orang dewasa 2. Muskuloskeletal a. FrakturDislokasi b. Keseleo (sprain)
3. Genito Urinaria a. Infeksi saluran kemih b. per vagina c.
pada vagina/penis
d. Nyeri waktu miksi e. Laserasi pada organ genetalia eksternal, vagina, dan anus. 4. Integumen a. Lesi sirkulasi (biasanya pada kasus luka bakar oleh karena rokok) b.
Luka bakar pada kulit, memar dan abrasi
c.
tanda2 gigitan manusia yang tidak dapat dijelaskan
d. Bengkak.
Pemeriksaan Radiologi Ada dua peranan radiologi dalam menegakkan diagnosis perlakuan salah pada anak, yaitu untuk identifiaksi fokus dari jejas, dokumentasi, Pemeriksaan radiologi pada anak di bawah usia 2 tahun sebaiknya dilakukan untuk meneliti tulang, sedangkan pada anak diatas 4-5 tahun hanya perlu dilakukan jika ada rasa nyeri tulang, keterbatasan dalam pergerakan pada saat pemeriksaan fisik. Adanya fraktur multiple dengan tingkat penyembuhan adanya penyaniayaan fisik. ·
CT-scan lebih sensitif dan spesifik untuk lesi serebral akut dan kronik, hanya diindikasikan pada pengniayaan anak atau seorang bayi yang mengalami trauma kepala yang berat.
·
MRI (Magnetik Resonance Imaging) lebih sensitif pada lesi yang subakut dan kronik seperti perdarahan subdural dan sub arakhnoid.
·
Ultrasonografi digunakan untuk mendiagnosis adanya lesi visceral
·
Pemeriksaan kolposkopi untuk mengevaluasi anak yang mengalami penganiayaan seksual.
B.
DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. kekerasan 2.
Isolasi social
3. Koping keluarga inefektif 4. Risiko mencederai diri sendiri, orang lain, lingkungan
C.
INTERVENSI KEPERAWATAN 1. Perilaku kekerasan
Tujuan. ·
Klien dapat mengontrol perilaku kekerasan pada saat berhubungan dengan orang lain. Kriteria hasil:
·
Klien dapat membina hubungan saling percaya.
·
Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek yang positif yang dimiliki.
·
Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan.
·
Klien dapat menetapkan dan merencanakan kegiatan sesuai kemampuan yang dimiliki.
·
Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit dan kemampuannya.
·
Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada. Intervensi :
1.
Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik. Rasional : hubungan saling percaya memungkinkan klien terbuka pada perawat dan sebagai dasar untuk intervensi selanjutnya.
2.
Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien. Rasional : mengidentifikasi hal-hal positif yang masih dimiliki klien.
3.
Setiap bertemu klien dihindarkan dari memberi penilaian negatif. Rasional : pemberian penilaian negatif dapat menurunkan semangat klien dalam hidupnya.
4.
Utamakan memberi pujian yang realistik pada kemampuan dan aspek positif klien. Rasional : meningkatkan harga diri klien.
5.
Diskusikan dengan klien kemampuan yang masih dapat digunakan. Rasional : mengidentifikasi kemampuan yang masih dapat digunakan.
6.
Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan penggunaannya di rumah sakit. Rasional : mengidentifikasi kemampuan yang masih dapat dilanjutkan.
7.
Berikan pujian. Rasional : meningkatkan harga diri dan merasa diperhatikan.
8.
Minta klien untuk memilih satu kegiatan yang mau dilakukan di rumah sakit. Rasional : agar klien dapat melakukan kegiatan yang realistis sesuai kemampuan yang dimiliki.
9.
Bantu klien melakukannya jika perlu beri contoh. Rasional : menuntun klien dalam melakukan kegiatan.
10. Beri pujian atas keberhasilan klien. Rasional : meningkatkan motivasi untuk berbuat lebih baik. 11. Diskusikan jadwal kegiatan harian atas kegiatan yang telah dilatih. Rasional : mengidentifikasi klien agar berlatih secara teratur.
12. Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah direncanakan. Rasional : tujuan utama dalam penghayatan pasien adalah membuatnya menggunakan respon koping mal adaptif dengan yang lebih adaptif. 13. Beri pujian atas keberhasilan klien. Rasional : meningkatkan harga diri klien. 14. Diskusikan kemungkinan pelaksanaan dirumah. Rasional : mendorong pengulangan perilaku yang diharapkan.
2. Isolasi social Tujuan ·
Klien dapat menerima interaksi social terhadap individu lainya. Kriteria hasil
·
Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat.
·
Klien dapat berkomunikasi dengan baik atau jelas dan terbuka.
·
Klien dapat menggunakan koping yang konstruktif.
·
Kecemasan klien telah berkurang. Intervensi
1.
Psikoterapeutik.
a.
Bina hubungan saling percaya
·
Buat kontrak dengan klien : memperkenalkan nama perawat dan waktu interaksi dan tujuan.
·
Ajak klien bercakap-cakap dengan memanggil nama klien, untuk menunjukkan penghargaan yang tulus.
·
Jelaskan kepada klien bahwa informasi tentang pribadi klien tidak akan diberitahukan kepada orang lain yang tidak berkepentingan.
· b.
Selalu memperhatikan kebutuhan klien. Berkomunikasi dengan klien secara jelas dan terbuka
·
Bicarakan dengan klien tentang sesuatu yang nyata dan pakai istilah yang sederhana
·
Gunakan komunikasi verbal dan non verbal yang sesuai, jelas dan teratur.
·
Bersama klien menilai manfaat dari pembicaraannya dengan perawat.
·
Tunjukkan sikap empati dan beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaanya
c.
Kenal dan dukung kelebihan klien
·
Tunjukkan cara penyelesaian masalah (koping) yang bisa digunakan klien, cara menceritakan perasaanya kepada orang lain yang terdekat/dipercaya.
·
Bahas bersama klien tentang koping yang konstruktif
·
Dukung koping klien yang konstruktif
·
Anjurkan klien untuk menggunakan koping yang konstruktif.
d.
Bantu klien mengurangi cemasnya ketika hubungan interpersonal
·
Batasi jumlah orang yang berhubungan dengan klien pada awal terapi.
·
Lakukan interaksi dengan klien sesering mungkin.
·
Temani klien beberapa saat dengan duduk disamping klien.
·
Libatkan klien dalam berinteraksi dengan orang lain secara bertahap, dimulai dari klien dengan perawat, kemudian dengan dua perawat, kemudian ditambah dengan satu klien dan seterusnya.
·
Libatkan klien dalam aktivitas kelompok.
2.
Pendidikan kesehatan
a.
Jelaskan kepada klien cara mengungkapkan perasaan selain dengan kata-kata seperti dengan menulis, menangis, menggambar, berolah-raga, bermain musik, cara berhubungan dengan orang lain : keuntungan berhubungan dengan orang lain.
b.
Bicarakan dengan klien peristiwa yang menyebabkan menarik diri.
c.
Jelaskan dan anjurkan kepada keluarga untuk tetap mengadakan hubungan dengan klien.
d.
Anjurkan pada keluarga agar mengikutsertakan klien dalam aktivitas dilingkungan masyarakat.
3.
Kegiatan hidup sehari-hari
a.
Bantu klien dalam melaksanakan kebersihan diri sampai dapat melaksanakannya sendiri.
b.
Bimbing klien berpakaian yang rapi
c.
Batasi kesempatan untuk tidur
d.
Sediakan sarana informasi dan hiburan seperti : majalah, surat kabar, radio dan televisi.
e.
Buat dan rencanakan jadwal kegiatan bersama-sama klien.
4.
Lingkungan Terapeutik
a.
Pindahkan barang-barang yang dapat membahayakan klien maupun orang lain dari ruangan.
b.
Cegah agar klien tidak berada didalam ruangan yang sendiri dalam jangka waktu yang lama.
c.
Beri rangsangan sensori seperti : suara musik, gambar hiasan di ruangan.
3. Koping keluarga inefektif Tujuan ·
Koping adatif dapat dilakukan dengan optimal. Kriteria hasil
·
Keluarga dapat mengenal masalah dalam keluarga dan menyelesaikannya dengan tindakan yang tepat. Intervensi
1.
Identifikasi dengan keluarga tentang prilaku maladaptif . Rasional : Keluarga mengenal dan mengungkapkan serta menerima perasaannya sehingga mempermudah pemberian asuhan kepada anak dengan benar.
2.
Beri reinforcement positif atas tindakan keluarga yang adaptif. Rasional : Untuk memotivasi keluarga dalam mengasuh anak secara baik dan benar tanpa menghakimi dan menyalahkan anak atas keadaan yang buruk.
3.
Diskusikan dengan keluarga tentang tindakan yang semestinya terhadap anak. Rasional : Memberikan gambaran tentang tindakan yang semestinya dapat dilaksanakan keluarga terhadap anak.
4.
Diskusikan dengan keluarga tentang pentingnya peran orang tua sebagai status pendukung dalam proses tumbuh kembang anak. Rasional : Memberikan kejelasan dan memotivasi keluarga untuk meningkatkan peran sertanya dalam pengasuhan dan proses tumbuh kembang anaknya.
5.
Kolaborasi dalam pemberian pendidikan keluarga terhadap orang tua. Rasional :Dapat meningkatkan pengetahuan dan pemahaman keluarga ( orang tua ),tentang pentingnya peran orang tua dalam tumbuh kembang anak,memiliki pengetahuan tentang metode pengasuhan yang baik,dan menanamkan kesadaran untuk menerima anaknya dalam keadaan apapun.
4. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan Tujuan. ·
Klien tidak mencederai diri / orang lain / lingkungan. Kriteria hasil:
·
Klien dapat membina hubungan saling percaya.
·
Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.
·
Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan.
·
Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekekerasan yang biasa dilakukan.
·
Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.
·
Klien dapat melakukan cara berespons terhadap kemarahan secara konstruktif.
·
Klien dapat mendemonstrasikan sikap perilaku kekerasan.
·
Klien dapat dukungan keluarga dalam mengontrol perilaku kekerasan.
·
Klien dapat menggunakan obat yang benar. Intervensi :
1.
Bina hubungan saling percaya. Salam terapeutik, perkenalan diri, beritahu tujuan interaksi, kontrak waktu yang tepat, ciptakan lingkungan yang aman dan tenang, observasi respon verbal dan non verbal, bersikap empati. Rasional : Hubungan saling percaya memungkinkan terbuka pada perawat dan sebagai dasar untuk intervensi selanjutnya.
2.
Beri kesempatan pada klien untuk mengugkapkan perasaannya. Rasional : Informasi dari klien penting bagi perawat untuk membantu kien dalam menyelesaikan masalah yang konstruktif.
3.
Bantu untuk mengungkapkan penyebab perasaan jengkel / kesal Rasional : pengungkapan perasaan dalam suatu lingkungan yang tidak mengancam akan menolong pasien untuk sampai kepada akhir penyelesaian persoalan.
4.
Anjurkan klien mengungkapkan dilema dan dirasakan saat jengkel. Rasional : Pengungkapan kekesalan secara konstruktif untuk mencari penyelesaian masalah yang konstruktif pula.
5.
Observasi tanda perilaku kekerasan pada klien. Rasional : mengetaui perilaku yang dilakukan oleh klien sehingga memudahkan untuk intervensi.
6.
Simpulkan bersama tanda-tanda jengkel / kesan yang dialami klien. Rasional : memudahkan klien dalam mengontrol perilaku kekerasan.
7.
Anjurkan klien untuk mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan. Rasional : memudahkan dalam pemberian tindakan kepada klien.
8.
Bantu klien bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan. Rasional : mengetahui bagaimana cara klien melakukannya.
9.
Bicarakan dengan klien apakah dengan cara yang klien lakukan masalahnya selesai. Rasional : membantu dalam memberikan motivasi untuk menyelesaikan masalahnya.
10. Bicarakan akibat / kerugian dan perilaku kekerasan yang dilakukan klien. Rasional : mencari metode koping yang tepat dan konstruktif.
11. Bersama klien menyimpulkan akibat dari perilaku kekerasan yang dilakukan. Rasional : mengerti cara yang benar dalam mengalihkan perasaan marah. 12. Tanyakan pada klien “apakah ia ingin mempelajari cara baru yang sehat”. Rasional : menambah pengetahuan klien tentang koping yang konstruktif. 13. Berikan pujian jika klien mengetahui cara yang sehat. Rasional : mendorong pengulangan perilaku yang positif, meningkatkan harga diri klien. 14. Diskusikan dengan klien cara lain yang sehat. Secara fisik : tarik nafas dalam / memukul botol / kasur atau olahraga atau pekerjaan yang memerlukan tenaga. Secara verbal : katakan bahwa anda sering jengkel / kesal. Secara sosial : lakukan dalam kelompok cara-cara marah yang sehat, latihan asertif, latihan manajemen perilaku kekerasan. Secara spiritual : anjurkan klien berdua, sembahyang, meminta pada Tuhan agar diberi kesabaran. Rasional : dengan cara sehat dapat dengan mudah mengontrol kemarahan klien. 15. Bantu klien memilih cara yang paling tepat untuk klien. Rasional : memotivasi klien dalam mendemonstrasikan cara mengontrol perilaku kekerasan. 16. Bantu klien mengidentifikasi manfaat yang telah dipilih. Rasional : mengetahui respon klien terhadap cara yang diberikan. 17. Bantu klien untuk menstimulasikan cara tersebut. Rasional : mengetahui kemampuan klien melakukan cara yang sehat. 18. Beri reinforcement positif atas keberhasilan klien menstimulasi cara tersebut. Rasional : meningkatkan harga diri klien. 19. Anjurkan klien untuk menggunakan cara yang telah dipelajari saat jengkel / marah. Rasional : mengetahui kemajuan klien selama diintervensi. 20. Identifikasi kemampuan keluarga dalam merawat klien dari sikap apa yang telah dilakukan keluarga terhadap klien selama ini. Rasional : memotivasi keluarga dalam memberikan perawatan kepada klien. 21. Jelaskan peran serta keluarga dalam merawat klien. Rasional : menambah pengetahuan bahwa keluarga sangat berperan dalam perubahan perilaku klien.
View more...
Comments