Askep Kebutuhan Oksigenasi Pada Pasien TBC

January 24, 2019 | Author: DeviePutryy | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Asuhan Keperawatan TCB...

Description

LAPORAN KASUS ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. SP DENGAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN OKSIGENASI DI BANGSAL FLAMBOYAN IV RSUD SALATIGA

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul Asuhan Keperawatan Pada Tn. SP dengan Gangguan Pemenuhan Kebutuhan Oksigenasi di Bangsal Flamboyan IV RSUD Salatiga. Penyelesaian Penyelesaian laporan kasus ini tidak terlepas dari peran berbagai berbagai pihak. Untuk itu kami menguncapkan terimakasih kepada Bapak/Ibu :

1. Sri Sanjayaningsih, S.Kep selaku pembimbing lahan dan perseptor mata kuliah KDM. 2. Chori Elsera, S.Kep. Ns selaku pembimbing akademik mata kuliah Kebutuhan Dasar Manusia (KDM). 3. Rekan-rekan

mahasiswa

program

studi

keperawatan

STIKES

Muhammadiyah Klaten, yang senantiasa mendukung kami. Mengingat terbatasnya kemampuan kami dalam menyelesaikan analisa laporan kasus ini tentunya masih ada kekeurangan didalam makalah ini. Untuk itu kami

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul Asuhan Keperawatan Pada Tn. SP dengan Gangguan Pemenuhan Kebutuhan Oksigenasi di Bangsal Flamboyan IV RSUD Salatiga. Penyelesaian Penyelesaian laporan kasus ini tidak terlepas dari peran berbagai berbagai pihak. Untuk itu kami menguncapkan terimakasih kepada Bapak/Ibu :

1. Sri Sanjayaningsih, S.Kep selaku pembimbing lahan dan perseptor mata kuliah KDM. 2. Chori Elsera, S.Kep. Ns selaku pembimbing akademik mata kuliah Kebutuhan Dasar Manusia (KDM). 3. Rekan-rekan

mahasiswa

program

studi

keperawatan

STIKES

Muhammadiyah Klaten, yang senantiasa mendukung kami. Mengingat terbatasnya kemampuan kami dalam menyelesaikan analisa laporan kasus ini tentunya masih ada kekeurangan didalam makalah ini. Untuk itu kami

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................ .................................................................. ........................................ .................. ii DAFTAR ISI ............................................ .................................................................. ............................................ ................................. ........... iii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ............................................ .................................................................. ................................. ........... 1 B. Rumusan Masalah ........................................... .................................................................. ............................. ...... 1 C. Tujuan ........................................... ................................................................. ............................................ .......................... .... 2 BAB II TINJAUAN TEORI A. Definisi ......................................... ............................................................... ............................................ .......................... .... 3 B. Etiologi ......................................... ............................................................... ............................................ .......................... .... 3 C. Manifestasi klinik ............................................ ................................................................... ............................. ...... 3 D. Patofisiologi ............................................ .................................................................. ..................................... ............... 5 E. Pathway ............................................ .................................................................. ............................................ ...................... 8 F. Pemeriksaan penunjang .......................................... ................................................................ ...................... 9 G. Komplikasi ........................................... ................................................................. ........................................ .................. 11 H. Penatalaksanaan .......................................... ................................................................ ................................. ........... 11 I. Kebutuhan Dasar Oksigenasi 1. Pengertian ........................................... ................................................................. ..................................... ............... 16

HALAMAN PENGESAHAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. SP DENGAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN OKSIGENASI DI BANGSAL FLAMBOYAN IV RSUD SALATIGA

Di susun Oleh : Dwi Kurniawati Oktifa Erlina Sari Latif Abdurrohman

Makalah ini telah dilakukan konsultasi dengan pembimbing klinik sebagai salah satu tugas akhir stase Kebutuhan Dasar Manusia (KDM)

Salatiga, 30 Juni 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit pada sistem pernafasan merupakan masalah yang sudah umum terjadi di masyarakat. Dan TB paru merupakan penyakit infeksi yang menyebabkan kematian dengan urutan atas atau angka kematian (mortalitas) tinggi, angka kejadian penyakit (morbiditas), diagnosis dan terapi yang cukup lama. Penyakit ini biasanya banyak terjadi pada negara berkembang atau yang mempunyai tingkat sosial ekonomi menengah ke bawah. Di Indonesia TB paru merupakan penyebab kematian utama dan angka kesakitan dengan urutan teratas. Indonesia menduduki urutan ketiga setelah India dan China dalam jumlah penderita TB paru di dunia. Micobacterium tuberculosis (TB) telah menginfeksi sepertiga penduduk dunia, menurut WHO sekitar 8 juta penduduk dunia diserang TB dengan kematian 3 juta orang per tahun (WHO, 1993). Di negara berkembang kematian ini merupakan 25% dari kematian penyakit yang sebenarnya dapat diadakan pencegahan. Diperkirakan 95% penderita TB berada di negara-negara  berkembang. Dengan munculnya epidemi HIV/AIDS di dunia jumlah penderita

C. Tujuan 1. Tujuan Umum Mampu menjelaskan asuhan keperawatan pada klien dewasa dengan gangguan oksigenasi. 2. Tujuan Khusus a. Menjelaskan konsep dasar oksigenasi.  b. Menjelaskan asuhan keperawatan klien dewasa dengan gangguan oksigenasi, meliputi : 1. Pengkajian gangguan oksigenasi. 2. Mengidentifikasi diagnosa keperawatan pada klien dewasa dengan gangguan oksigenasi. 3. Melakukan perencanaan pada klien dewasa dengan gangguan oksigenasi.

BAB II TINJAUAN TEORI A. Definisi TB Paru adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman menyerang Paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lain (Dep Kes, 2003). Kuman TB  berbentuk batang mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam  pewarnaan yang disebut pula Basil Tahan Asam (BTA). B. Etiologi Penyakit TB Paru disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Kuman ini berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan, Oleh karena itu disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA), kuman TB cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam ditempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat Dormant, tertidur lama selama  beberapa tahun. Sumber penularan adalah penderita TB BTA positif. Pada waktu batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk Droplet

dalam jumlah sangat banyak. Batuk darak terjadi karena pecahnya  pembuluh darah. Berat ringannya batuk darah tergantung dari besar kecilnya pembuluh darah yang pecah. c. Sesak nafas Gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas atau karena ada hal-hal yang menyertai seperti efusi pleura, pneumothorax, anemia dan lain-lain. d.  Nyeri dada  Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan. Gejala ini timbul apabila sistem persarafan di pleura terkena. 2. Gejala sistemik meliputi: a. Demam Merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada sore dan malam hari mirip demam influenza, hilang timbul dan makin lama makin panjang serangannya sedang masa bebas serangan makin pendek.  b. Gejala sistemik lain : Gejala sistemik lain ialah keringat malam, anoreksia, penurunan  berat badan serta malaise. Timbulnya gejala biasanya gradual dalam  beberapa minggu-bulan, akan tetapi penampilan akut dengan batuk,  panas, sesak napas walaupun jarang dapat juga timbul menyerupai gejala

c. Epistaksis 1) Darah menetes dari hidung 2) Batuk pelan kadang keluar 3) Darah berwarna merah segar 4) Darah bersifat alkalis 5) Anemia jarang terjadi Gejala-gejala tersebut diatas dijumpai pula pada penyakit paru selain TBC. Oleh sebab itu orang yang datang dengan gejala diatas harus dianggap sebagai

seorang “suspek tuberkulosis” atau tersangka penderita TB, dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung. Selain itu, semua kontak penderita TB Paru BTA positif dengan gejala sama, harus diperiksa dahaknya. D. Patofisiologi Ketika seorang klien TB paru batuk, bersin, atau berbicara, maka secara tak sengaja keluarlah droplet nuklei dan jatuh ke tanah, lantai, atau tempat lainnya. Akibat terkena sinar matahari atau suhu udara yang panas, droplet nuklei tadi menguap. Menguapnya droplet bakteri ke udara dibantu dengan  pergerakan angin akan membuat bakteri tuberkolosis yang terkandung dalam droplet nuklei terbang ke udara. Apabila bakteri ini terhirup oleh orang sehat,

Aliran darah Aliran vena pulmonalis yang melewati lesi paru dapat membawa atau mengangkut material yang mengandung bakteri tuberkulosis dan bakteri ini dapat mencapai berbagai organ melalui aliran darah, yaitu tulang, ginjal, kelenjar adrenal, otak, dan meningen. Rektifasi infeksi primer (infeksi pasca-primer) Jika pertahanan tubuh (inang) kuat, maka infeksi primer tidak berkembang lebih jauh dan bakteri tuberkulosis tak dapat berkembang biak lebih lanjut dan menjadi dorman atau tidur. Ketika suatu saat kondisi inang melemah akibat sakit lama/keras atau memakai obat yang melemahkan daya tahan tubuh terlalu lama, maka bakteri tuberkulosis yang dorman dapat aktif kembali. Inilah yang disebut reaktifasi infeksi primer atau infeksi pasca-primer. Infeksi ini dapat terjadi bertahun-tahun setelah infeksi primer terjadi. Selain itu, infeksi pasca primer juga dapat diakibatkan oleh bakteri tuberkulosis yang baru masuk ke tubuh (infeksi baru), bukan bakteri dorman yang aktif kembali. Biasanya organ  paru tempat timbulnya infeksi pasca-primer terutama berada di daerah apeks  paru. Infeksi Primer Tuberkulosis primer adalah infeksi bakteri TB dari penderita yang belum mempunyai reaksi spesifik terhadap bakteri TB. Infeksi primer terjadi saat

Tuberkulosis pasca primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau tahun sesudah infeksi primer, misalnya karena daya tahan tubuh menurun akibat terinfeksi HIV atau status gizi yang buruk. Ciri khas dari tuberkulosis  pasca primer adalah kerusakan paru yang luas dengan terjadinya kavitas atau efusi pleura. Perjalanan Alamiah TB yang Tidak Diobati Tanpa pengobatan, setelah lima tahun, 50 % dari penderita TB akan meninggal, 25 % akan sembuh sendiri dengan daya tahan tubuh tinggi, dan 25 % sebagai kasus kronik yang tetap menular (WHO 1996). Pengaruh Infeksi HIV Infeksi HIV mengakibatkan kerusakan luas sistem daya tahan tubuh seluler (Cellular Immunity), sehingga jika terjadi infeksi oportunistik, seperti tuberkulosis, maka yang bersangkutan akan menjadi sakit parah bahkan mengakibatkan kematian. Bila jumlah horang terinfeksi HIV meningkat, maka  jumlah penderita TB akan meningkat, dengan demikian penularan TB di masyarakat akan meningkat pula.

E. Pathway

Bersin, batuk

Percikan dahak

Kuman TB (Mycrobacterium Tuberculosis)

Mencapai lobus paru Tuberculosis paru Bakteri sampai pada bagian alveoli Proses  peradangan

Granulasi

 peradangan

Merangsang

Aktivitas seluler meningkat

Stimulasi sel-sel goblet dan sel

F. Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan sputum (S-P-S) Pemeriksaan sputum penting untuk dilakukan karena dengan  pemeriksaan tersebut akan ditemukan kuman BTA. Di samping itu  pemeriksaan sputum juga dapat memberikan evaluasi terhadap pengobatan yang sudah diberikan. Pemeriksaan ini mudah dan murah sehingga dapat dikerjakan di lapangan (puskesmas). Tetapi kadang-kadang tidak mudah untuk mendapat sputum, terutama pasien yang tidak batuk atau batuk yang non produktif. Dalam hal ini dianjurkan satu hari sebelum pemeriksaan sputum, pasien dianjurkan minum air sebanyak + 2 liter dan diajarkan melakukan refleks batuk. Dapat juga dengan memberikan tambahan obatobat mukolitik eks-pektoran atau dengan inhalasi larutan garam hipertonik selama 20-30 menit. Bila masih sulit, sputum dapat diperoieh dengan cara  bronkoskopi diambil dengan brushing atau bronchial washing atau BAL (bronchn alveolar lavage). BTA dari sputum bisa juga didapat dengan cara  bilasan lambung. Hal ini sering dikerjakan pada anak-anak karena mereka sulit mengeluarkan dahaknya. Sputum yang akan diperiksa hendaknya sesegar mungkin. Bila sputum sudah didapat. kuman BTA pun kadangkadang sulit ditemukan. Kuman bant dapat dkcmukan bila bronkus yang terlibat proses penyakit ini terbuka ke luar, sehingga sputum yang

dalam menemukan infeksi TBC dengan uji tuberkulin adalah lebih dari 90%. Penderita anak umur kurang dari 1 tahun yang menderita TBC aktif uji tuberkulin positif 100%, umur 1 – 2 tahun 92%, 2 – 4 tahun 78%, 4 – 6 tahun 75%, dan umur 6 – 12 tahun 51%. Dari persentase tersebut dapat dilihat  bahwa semakin besar usia anak maka hasil uji tuberkulin semakin kurang spesifik. Ada beberapa cara melakukan uji tuberkulin, namun sampai sekarang cara mantoux lebih sering digunakan. Lokasi penyuntikan uji mantoux umumnya pada ½ bagian atas lengan bawah kiri bagian depan, disuntikkan intrakutan (ke dalam kulit). Penilaian uji tuberkulin dilakukan 48 – 72 jam setelah penyuntikan dan diukur diameter daripembengkakan (indurasi) yang terjadi. 3. Pemeriksaan Rontgen Thoraks Pada hasil pemeriksaan rontgen thoraks, sering didapatkan adanya suatu lesi sebelum ditemukan adanya gejala subjektif awal dan sebelum  pemeriksaan fisik menemukan kelainan pada paru. Bila pemeriksaan rontgen menemukan suatu kelainan, tidak ada gambaran khusus mengenai TB paru awal kecuali di lobus bawah dan biasanya berada di sekitar hilus. Karakteristik kelainan ini terlihat sebagai daerah bergaris-garis opaque yang ukurannya bervariasi dengan batas lesi yang tidak jelas. Kriteria yang kabur

sangat bermanfaat untuk mendeteksi adanya pembentukan kavasitas dan lebih dapat diandalkan daripada pemeriksaan Rontgen thoraks biasa. 5. Radiologis TB Paru Milier TB paru milier terbagi menjadi dua tipe, yaitu TB paru milier akut dan TB paru milier subakut (kronis). Penyebaran milier terjadi setelah infeksi  primer. TB milier akut diikuti oleh invasi pembuluh darah secara masif/menyeluruh serta mengakibatkan penyakit akut yang berat dan sering disertai akibat yang fatal sebelum penggunaan OAT. Hasil pemeriksaan rontgen thoraks bergantung pada ukuran dan jumlah tuberkel milier. Nodulnodul dapat terlihat pada rontgen akibat tumpang tindih dengan lesi  parenkim sehingga cukup terlihat sebagai nodul-nodul kecil. Pada beberapa klien, didapat bentuk berupa granul-granul halus atau nodul-nodul yang sangat kecil yang menyebar secara difus di kedua lapangan paru. Pada saat lesi mulai bersih, terlihat gambaran nodul-nodul halus yang tak terhitung  banyaknya dan masing-masing berupa garis-garis tajam. 6. Pemeriksaan Laboratorium Diagnosis terbaik dari penyakit diperoleh dengan pemeriksaan mikrobiologi melalui isolasi bakteri. Untuk membedakan spesies Mycobacterium antara yang satu dengan yang lainnya harus dilihat sifat koloni, waktu pertumbuhan, sifat biokimia pada berbagai media, perbedaan

meliputi tes tuberkulin, klinis, dan radiologis. Bila tes tuberkulin positif, maka pemeriksaan radiologis foto thorax diulang pada 6 dan 12 bulan mendatang. Bila masih negatif, diberikan BCG vaksinasi. Bila positif,  berarti terjadi konversi hasil tes tuberkulin dan diberikan kemoprofilaksis.  b. Mass chest X-ray, yaitu pemeriksaan massal terhadap kelompokkelompok populasi tertentu misalnya: karyawan rumah sakit/Puskesmas/balai pengobatan, penghuni rumah tahanan, dan siswasiswi pesantren. - Vaksinasi BCG - Kemoprofilaksis dengan menggunakan INH 5 mg/kgBB selama 6-12  bulan dengan tujuan menghancurkan atau mengurangi populasi  bakteri yang masih sedikit. Indikasi kemoprofilaksis primer atau utama ialah bayi yang menyusu pada ibu dengan BTA positif, sedangkan kemoprofilaksis sekunder diperlukan bagi kelompok  berikut: bayi di bawah lima tahun dengan hasil tes tuberkulin positif karena resiko timbulnya TB milier dan meningitis TB, anak dan remaja di bawah 20 tahun dengan hasil tes tuberkulin positif yang  bergaul erat dengan penderita TB yang menular, individu yang menunjukkan konversi hasil tes tuberkulin dari negatif menjadi

 pasien dengan sputum BTA positif akan menjadi negatif dalam waktu 2  bulan. Menurut The Joint Tuberculosis Committee of the British Thoracic Society, fase awal diberikan selama 2 bulan yaitu INH 5 mg/kgBB, Rifampisin 10 mg/kgBB, Pirazinamid 35 mg/kgBB dan Etambutol 15 mg/kgBB.  b. Fase lanjutan (4-7 bulan). Selama fase lanjutan diperlukan lebih sedikit obat, tapi dalam waktu yang lebih panjang. Penggunaan 4 obat selama fase awal dan 2 obat selama fase lanjutan akan mengurangi resiko terjadinya resistensi selektif. Menurut The Joint Tuberculosis Committee of the British Thoracic Society fase lanjutan selama 4 bulan dengan INH dan Rifampisin untuk tuberkulosis paru dan ekstra paru. Etambutol dapat diberikan pada pasien dengan resistensi terhadap INH. Pada pasien yang pernah diobati ada resiko terjadinya resistensi. Paduan pengobatan ulang terdiri dari 5 obat untuk fase awal dan 3 obat untuk fase lanjutan. Selama fase awal sekurang-kurangnya 2 di antara obat yang diberikan haruslah yang masih efektif. Paduan obat yang digunakan terdiri atas obat utama dan obat tambahan. Jenis obat utama yang digunakan sesuai dengan rekomendasi WHO adalah Rifampisin, Isoniazid, Pirazinamid, Streptomisin, dan

c. Penderita dengan pengobatan setelah lalai minun obat 3. Kategori III ( 2HRZ/4H3R3 ) Kategori III adalah kasus sputum negatif tetapi kelainan parunya tidak luas dan kasus TB di luar paru selain yang disebut dalam kategori I. 4. Kategori IV Kategori IV adalah tuberkulosis kronis. Prioritas pengobatan rendah karena kemungkinan keberhasilan rendah sekali. Obat-obatan anti tuberkulostatik 1. Isoniazid (INH) : merupakan obat yang cukup efektif dan berharga murah. Seperti rifampisin, INH harus diikutsertakan dalam setiap regimen pengobatan, kecuali bila ada kontra-indikasi. Efek samping yang sering terjadi adalah neropati perifer yang biasanya terjadi bila ada faktor-faktor yang mempermudah seperti diabetes, alkoholisme, gagal ginjal kronik dan malnutrisi dan HIV. Dalam keadaan ini perlu diberikan  peridoksin 10 mg/hari sebagai profilaksis sejak awal pengobatan. Efek samping lain seperti hepatitis dan psikosis sangat jarang terjadi. 2. Rifampisin : merupakan komponen kunci dalam setiap regimen  pengobatan. Sebagaimana halnya INH, rifampisin juga harus selalu diikutkan kecuali bila ada kontra indikasi. Pada dua bulan pertama

 pengawasan, etambutol diberikan dalam dosis 30 mg/kg 3 kali seminggu atau 45 mg/kg 2 kali seminggu. Efek samping etambutol yang sering terjadi adalah gangguan penglihatan dengan penurunan visual, buta warna dan penyempitan lapangan pandang. Efek toksik ini lebih sering  bila dosis berlebihan atau bila ada gangguan fungsi ginjal. Gangguan awal penglihatan bersifat subjektif; bila hal ini terjadi maka etambutol harus segera dihentikan. Bila segera dihentikan, biasanya fungsi penglihatan akan pulih. Pasien yang tidak bisa mengerti perubahan ini sebaiknya tidak diberi etambutol tetapi obat alternative lainnya. Pemberian pada anak-anak harus dihindari sampai usia 6 tahun atau lebih, yaitu disaat mereka bisa melaporkan gangguan penglihatan. Pemeriksaan fungsi mata harus dilakukan sebelum pengobatan. 5. Streptomisin : saat ini semakin jarang digunakan, kecuali untuk kasus resistensi. Obat ini diberikan 15 mg/kg, maksimal 1 gram perhari. Untuk  berat badan kurang dari 50 kg atau usia lebih dari 40 tahun, diberikan 500-700 mg/hari. Untuk pengobatan intermiten yang diawasi, streptomisin diberikan 1 g tiga kali seminggu dan diturunkan menjadi 750 ng tiga kali seminggu bila berat badan kurang dari 50 kg. Untuk anak diberikan dosis 15-20 mg/kg/hari atau 15-20 mg/kg tiga kali seminggu untuk pengobatan yang diawasi. Kadar obat dalam plasma harus diukur

I. Kebutuhan Oksigenasi 1. Pengertian Oksigenasi adalah proses penambahan oksigen O2 ke dalam sistem

(kimia atau fisika). Oksigenasi merupakan gas tidak berwarna dan tidak  berbau yang sangat dibutuhkan dalam proses metabolisme sel. Sebagai hasilnya, terbentuklah karbon dioksida, energi, dan air. Akan tetapi  penambahan CO2 yang melebihi batas normal pada tubuh akan memberikan dampak yang cukup bermakna terhadap aktifitas sel (Wahit Iqbal Mubarak, 2007). Oksigen adalah salah satu komponen gas dan unsur vital dalam proses metabolisme untukmempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel-sel tubuh. Secara normal elemen ini diperoleh dengan cara menghirup O2 ruangan setiap kali bernapas (Wartonah Tarwanto, 2006). Oksigen merupakan kebutuhan dasar paling vital dalam kehidupan manusia, dalam tubuh, oksigen berperan penting dalam proses metabolism sel tubuh. Kekurangan oksigan bisa menyebabkan hal yangat berartibagi

organ pernafasan bagian bawah selain sebagai tempat untuk masuknya oksigen, juga dalam proses difusi gas. 3. Pathway Oksigen (O2)

Organ pernafasan

Mekanisme proses pernafasan

Batuk, sesak

Peningkatan CO2 Penurunan CO2

Gangguan pola nafas

Gangguan  pertukaran gas

Sekret, batuk

Gangguan  bersihan jalan

c. Faktor lingkungan Ketinggian, panas, dingin dan polusi mempengaruhi oksigenasi. Makin tinggi daratan, makin rendah PaO2, sehingga makin sedikit O2 yang dapat dihirup individu. Sebagai akibatnya individu pada daerah ketinggian memiliki laju pernapasan dan jantung yang meningkat, juga kedalaman pernapasan yang meningkat. Sebagai respon terhadap panas, pembuluh darah perifer akan  berdilatasi, sehingga darah akan mengalir ke kulit. Meningkatnya jumlah  panas yang hilang dari permukaan tubuh akan mengakibatkan curah  jantung meningkat sehingga kebutuhan oksigen juga akan meningkat. Pada lingkungan yang dingin sebaliknya terjadi kontriksi pembuluh darah perifer, akibatnya meningkatkan tekanan darah yang akan menurunkan kegiatan-kegiatan jantung sehingga mengurangi kebutuhan akan oksigen. d. Gaya hidup

d. Sungkup muka dengan kantong non rebrething, konsentrasi O 2 mencapai 99% dengan aliran 8-12 L/menit, dimana udara inspirasitidak bercampur dengan udara respirasi. 6. Jenis Gangguan a. Hypoxia

Merupakan kondisi ketidakcukupan oksigen dalam tubuh, dari gas yang diinspirasi ke jaringan. Penyebab terjadinya hipoksia : 1. gangguan pernafasan 2. gangguan peredaran darah 3. gangguan sistem metabolism 4. gangguan permeabilitas jaringan untuk mengikat oksigen (nekrose).  b. Hyperventilasi Jumlah udara dalam paru berlebihan. Sering disebut hyperventilasi elveoli, sebab jumlah udara dalam alveoli melebihi kebutuhan tubuh, yang berarti bahwa CO2

yang dieliminasi lebih dari yang diproduksi →

c. sakit kepala ringan d. pusing dan penglihatan kabur d. Cheyne Stokes Bertambah dan berkurangnya ritme respirasi, dari perafasan yang sangat dalam, lambat dan akhirnya diikuti periode apnea, gagal jantung kongestif, dan overdosis obat. Terjadi dalam keadaan dalam fisiologis maupun pathologis. Fisiologis : a. orang yang berada ketinggian 12000-15000 kaki  b. pada anak-anak yang sedang tidur c. pada orang yang secara sadar melakukan hyperventilasi Pathologis : a. gagal jantung  b. pada pasien uraemi ( kadar ureum dalam darah lebih dari 40mg%) e.

Kussmaul’s ( hyperventilasi )

Keluhan yang sering menyebabkan klien dengan TB paru meminta pertolongan dari tim kesehatan dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu: a) Keluhan respiratoris, meliputi: - Batuk, nonproduktif/ produktif atau sputum bercampur darah - Batuk darah, seberapa banyak darah yang keluar atau hanya  berupablood streak, berupa garis, atau bercak-bercak darah - Sesak napas -  Nyeri dada Tabrani Rab (1998) mengklasifikasikan batuk darah berdasarkan  jumlah darah yang dikeluarkan: - Batuk darah masif, darah yang dikeluarkan lebih dari 600 cc/24  jam. - Batuk darah sedang, darah yang dikeluarkan 250-600 cc/24 jam. - Batuk darah ringan. Darah yang dikeluarkan kurang dari 250 cc/24 jam.  b) Keluhan sistematis, meliputi: - Demam, timbul pada sore atau malam hari mirip demam influenza, hilang timbul, dan semakin lama semakin panjang serangannya, sedangkan masa bebas serangan semakin pendek

3) Riwayat Penyakit Dahulu Mengkaji apakah sebelumnya klien pernah menderita TB paru, keluhan batuk lama pada masa kecil, tuberkulosis dari organ lain. Tanyakan mengenai obat-obat yang biasa diminum oleh klien pada masa lalu yang relevan, obat-obat ini meliputi obat OAT dan antitusif. 4) Riwayat Penyakit Keluarga Secara patologi TB paru tidak diturunkan, tetapi perawat perlu menanyakan apakah penyakit ini pernah dialami oleh anggota keluarga lainnya sebagai faktor predisposisi di dalam rumah. 2. Pengkajian Pola Fungsi Gordon 1) Persepsi terhadap kesehatan dan manajemen kesehatan apakah mempunyai kebiasaan merokok, minum minuman beralkhohol, apakah melakukan pemeriksaan rutin, persepsi pasien tentang berat ringannya sakit, persepsi tentang tingkat kesembuhan, pendapat asien tentang keadaan kesehatan saat ini. 2) Pola aktivitas dan latihan Rutinitas mandi, kebersihan sehari-hari, aktivitas sehari-hari, kemampuan  perawatan diri. 3) Pola istirahat dan tidur

8) Pola koping Masalah utama selama masuk RS, Kehilangan/perubahan yang terjadi sebelumnya, takut terhadap kekerasan, pandangan terhadap masa depan, koping mekanisme yang digunakan saat terjadinya masalah. 9) Pola seksual reproduksi Masalah menstruasi, papsmear terakhir, perawatan payudara setiap bulan, apakah ada kesukaran dalam berhubungan seksual, apakah penyakit sekarang menggagu fungsi seksual. 10) Pola peran hubungan Peran pasien dalam keluarga dan mayarakat, apakah klien punya teman dekat, siapa yang dipercaya untuk membantu, klien jika ada kesulitan, apakah klien ikut dalam kegiatan masyarakat, bagaimana keterlibatan klien? 11) Pola nilai kepercayaan Apakah klien menganut suatu agama, menurut agama klien bagaimana hubungan manusia dengan penciptanya, dalam keadaan sakit apakah klien mengalami hambatan dalam ibadah. 3. Pemeriksaan Fisik a. Keadaan umum : kesadaran, kondisi pasien secara umum, tanda-tanda vital, pertumbuhan fisik, keadaan kulit.

Auskultasi : frekuensi peristaltik usus Perkusi : adanya udara, cairan. Palpasi : adanya masa, kekenyalan, nyeri tekan. 5. Genetalia Terpasang alat bantu, kelainan genitalia, kebersihan 6. Anus dan rektum Pembesaran vena/hemoroid, atresia ani, peradangan, tumor. 7. Ekstremitas 4. Pemeriksaan penunjang 5. Terapi yang diberikan. K. Diagnosa Keperawatan Beberapa diagnosa yang mungkin muncul : 1. Bersihan jalan nafas tak efektif, berhubungkan dengan sekret kental / sekret darah, upaya batuk buruk.

2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan permukaan efektif, atelektasis, kerusakan membran alveolar kapiler, sekret kental, tebal, dan edema bronchial. 3. Resiko tinggi infeksi ( penyebaran / aktivitas ulang ) berhubungan dengan  pertahanan primer tak adekuat, penurunan kerja silia / statis sekret,

L. INTERVENSI

No 1

Diagnosa keperawatan

Tujuan dan Kriteria Hasil

Bersihan Jalan Nafas tidak Efektif

 NOC :  Respiratory status : Ventilation Definisi : Ketidakmampuan untuk  Respiratory status : Airway membersihkan sekresi atau obstruksi dari  patency saluran pernafasan untuk mempertahankan  Aspiration Control kebersihan jalan nafas. Kriteria Hasil : Batasan Karakteristik :  Mendemonstrasikan batuk efektif - Dispneu, Penurunan suara nafas dan suara nafas yang bersih, tidak - Orthopneu ada sianosis dan dyspneu (mampu - Cyanosis mengeluarkan sputum, mampu - Kelainan suara nafas (rales, wheezing)  bernafas dengan mudah, tidak ada - Kesulitan berbicara  pursed lips) - Batuk, tidak efekotif atau tidak ada  Menunjukkan jalan nafas yang - Mata melebar  paten (klien tidak merasa tercekik, - Produksi sputum irama nafas, frekuensi pernafasan - Gelisah dalam rentang normal, tidak ada - Perubahan frekuensi dan irama nafas suara nafas abnormal)  Mampu mengidentifikasikan dan Faktor-faktor yang berhubungan: mencegah factor yang dapat - Lingkungan : merokok, menghirup menghambat jalan nafas asap rokok, perokok pasif-POK, infeksi - Fisiologis : disfungsi neuromuskular, hiperplasia dinding bronkus, alergi  jalan nafas, asma. - Obstruksi jalan nafas : spasme jalan nafas, sekresi tertahan, banyaknya

25

Intervensi NIC : Airway suction Pastikan kebutuhan oral / tracheal suctioning  Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah  suctioning. Informasikan pada klien dan keluarga  tentang suctioning Minta klien nafas dalam sebelum suction  dilakukan. Berikan O2 dengan menggunakan nasal  untuk memfasilitasi suksion nasotrakeal Gunakan alat yang steril sitiap melakukan  tindakan Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas  dalam setelah kateter dikeluarkan dari nasotrakeal Monitor status oksigen pasien  Ajarkan keluarga bagaimana cara  melakukan suksion Hentikan suksion dan berikan oksigen  apabila pasien menunjukkan bradikardi,  peningkatan saturasi O2, dll. Airway Management Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift  atau jaw thrust bila perlu Posisikan pasien untuk memaksimalkan  ventilasi

mukus, adanya jalan nafas buatan, sekresi bronkus, adanya eksudat di alveolus, adanya benda asing di jalan nafas.



   

  





2

Gangguan Pertukaran gas Definisi : Kelebihan atau kekurangan dalam oksigenasi dan atau pengeluaran karbondioksida di dalam membran kapiler alveoli Batasan karakteristik :  Gangguan penglihatan  Penurunan CO2  Takikardi  Hiperkapnia  Keletihan  somnolen  Iritabilitas

NOC :  Respiratory Status : Gas exchange  Respiratory Status : ventilation  Vital Sign Status Kriteria Hasil :  Mendemonstrasikan peningkatan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat  Memelihara kebersihan paru paru dan bebas dari tanda tanda distress  pernafasan Mendemonstrasikan batuk efektif  dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu

26

Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat  jalan nafas buatan Pasang mayo bila perlu Lakukan fisioterapi dada jika perlu Keluarkan sekret dengan batuk atau suction Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan Lakukan suction pada mayo Berikan bronkodilator bila perlu Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan. Monitor respirasi dan status O2

NIC : Airway Management Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift  atau jaw thrust bila perlu Posisikan pasien untuk memaksimalkan  ventilasi Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat   jalan nafas buatan Pasang mayo bila perlu  Lakukan fisioterapi dada jika perlu  Keluarkan sekret dengan batuk atau suction  Auskultasi suara nafas, catat adanya suara  tambahan Lakukan suction pada mayo  Berika bronkodilator bial perlu 

 Hypoxia  kebingungan  Dyspnoe  nasal

faring  AGD Normal  sianosis  warna kulit abnormal (pucat, kehitaman)  Hipoksemia  hiperkarbia  sakit kepala ketika bangun frekuensi dan kedalaman nafas abnormal



 bernafas dengan mudah, tidak ada  pursed lips) Tanda tanda vital dalam rentang normal

 



Barikan pelembab udara Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan. Monitor respirasi dan status O2

Respiratory Monitoring Monitor rata  –   rata, kedalaman, irama dan  usaha respirasi Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan,   penggunaan otot tambahan, retraksi otot supraclavicular dan intercostal Monitor suara nafas, seperti dengkur  Monitor pola nafas : bradipena, takipenia,  kussmaul, hiperventilasi, cheyne stokes, biot Catat lokasi trakea  Monitor kelelahan otot diagfragma (gerakan   paradoksis) Auskultasi suara nafas, catat area penurunan  / tidak adanya ventilasi dan suara tambahan Tentukan kebutuhan suction dengan  mengauskultasi crakles dan ronkhi pada  jalan napas utama auskultasi suara paru setelah tindakan untuk  mengetahui hasilnya

Faktor faktor yang berhubungan :  ketidakseimbangan perfusi ventilasi  perubahan membran kapiler-alveolar

27

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN Hari/tanggal Jam Ruang Perawat

: Rabu, 23 Januari 2013 : 21.00 WIB : Flamboyan 4 : Latif, Oktifa, Dwi

I. IDENTITAS A. PASIEN  Nama Jenis kelamin Umur Agama Status perkawinan Pekerjaan Alamat  No.CM Tanggal masuk RS

: Tn. SP : Laki-laki : 33 Th : Islam : Menikah : petani : Kali kendel : 266481 : 23 Januari 2014, 11.00

mendapatkan terapi infus RL+amynophilin 20 tetes/menit, cefotaxime 1 gram/iv, ranitidin 50 mg/iv. 3. Riwayat penyakit masa lalu Pasien belum pernah dirawat dirumah sakit sebelumnya, pasien baru 1x dirawat dirumah sakit. Pasien tidak mempunyai alergi dengan obatobatan ataupun makanan. Pasien tidak mempunyai riwayat hipertensi. B. RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA 1. Genogram

: Laki-laki

: Pasien

: Perempuan

: Tinggal bersama

Pasien BAK sehari ± 4 kali/hari, warna urine kuning  jernih, jumlah ± 950 cc. Tidak ada kesulitan saat BAK, tidak ada disuria, hematuri, retensi urin. Selama sakit : selama dirumah sakit pasien belum BAB. Pasien BAK sehari sehari ± 7 kali/hari, urin kuning jernih,  jumlah ± 2000 cc. Tidak ada kesulitan sat BAK, tidak ada hematuri, tidak terpasang kateter. 4. Pola aktivitas dan latihan Sebelum sakit : klien melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri mulai dari makan/minum, berpakaian, mandi, toileting, mobilisasi. Saat sakit : aktivitas klien terbatas dengan penilaian sebagai berikut : Aktivitas Mandi

Berpakaian Mobilisasi di TT Pindah Ambulasi Makan/minum Keterangan : Score 0

mandiri

0

1

2

3

4

√ √ √ √ √ √ Score 3

perlu bantuan

8. Pola koping Pasien mengatakan apabila ada masalah selalu didiskusikan dengan istri, keluaraga ataupun anak-anaknya. 9. Pola seksual-reproduksi Pasien mengatakan berperan sebagai kepala keluarga juga sebagai ayah dan istri. 10. Pola peran berhubungan Pasien mengatakan berperan sebagai kepala keluarga juga berperan sebagai ayah. Selama dirumah sakit pasien ditunggu oleh istrinya. Keluarga mengatakan hubungan pasien dengan masyarakat sekitar baik. Klien selalu menghadiri rapat dan gotong royong bersama-sama. 11. Pola nilai dan kepercayaan Sebelum sakit : pasien beribadah, sholat 5 waktu dan berdoa Selama sakit : saat sakit klien tidak mampu menjalankan kewajiban. Klien hanya beribadah dan berdoa ditempat tidur semoga cepat diberi kesembuhan dan kesehatan. III.

PEMERIKSAAN FISIK (Tanggal, 23 Januari 2014) A. KEADAN UMUM

2. Leher Tidak ada pembesaran limfe dan kelenjar tiroid, serta peningkatan JVP 3. Dada : paru dan jantung PAYUDARA : Inspeksi : simetris, tidak ada edema, tidak ada benjolan Palpasi : tidak ada nyeri tekan PARU : Inspeksi : gerak dada simetris, tidak ada kelainan bentuk dada, tidak ada otot bantu pernafasan, terdapat retraksi dinding dada. Auskultasi : terdapat bunyi nafas ronchi basah di paru kanan Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak ada suara krepitasi, Perkusi : resonan JANTUNG : Inspeksi : tidak tampak adanya ictus cordis Auskultasi : terdengar bunyi S1 lup –  S2 dup Palpasi : ictus cordis teraba pada intercosta ke 5,6 Perkusi : redup 4. Abdomen Inspeksi : warna kulit coklat, tidak ada jejas

IV.

PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Pemeriksaan hematologi, tgl 23 Januari 2014 Keterangan Lekosit

Nilai 10,8 x 10 /µL

Nilai normal 4,5-10 x 10 /µL

Eritrosit

5,10 x 10 /µL

4,5-5,5 x 10 /µL

HB Hematokrit

13,2 g/dL 39,8 %

14-18 g/dL 40 –  54 %

MCV MCH MCHC

77,9 FL 26,0 Pg 33,3 g/dL

85-100 FL 28-31 Pg 30-35 g/dL

376 x 10 /µL A

150-450 x 10 /µL -

66 mg/dl 18 mg/dl 1,4 mg/dl 24 u/e 16 u/e

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF