Askep Fraktur Vertebra

July 19, 2019 | Author: anii_yuliani4677 | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download Askep Fraktur Vertebra...

Description

TUGAS ASKEP FRAKTUR VERTEBRA

1. Defin Definisi isi Frakt Fraktur ur Vert Verteb ebra ra

Fraktur Fraktur adalah patah tulang yang biasanya biasanya disebabkan disebabkan oleh trauma trauma atau tenaga fisik. (Pice, Sylvia A. 2003) adalah terputusny terputusnyaa kontinuitas kontinuitas jaringan jaringan tulang tulang yang umumnya disebabkan disebabkan oleh Fraktur adalah rudapaksa (Mansjoer et al, 2000). Fraktu Frakturr verteb vertebra ra adalah adalah terput terputusny usnyaa discus discus invert invertebr ebrali aliss yang yang berdeka berdekatan tan danber danberbaga bagaii tingkat perpindahan fragmen tulang. Dari ketiga pengertian diatas penulis menyimpulkan fraktur vertebra adalah kerusakan pada tulang tulang belaka belakang ng beraki berakibat bat trauma trauma,, biasan biasanya ya terjad terjadii pada orang orang dewasa dewasa laki-l laki-laki aki yang yang disebabkan oleh kecelakaan, jatuh, dan perilaku kekerasan. •

Etiologi

Adapun penyebab dari fraktur menurut Brunner and Suddart, 2001 adalah sebagai  berikut : 1) Trauma Trauma langsung merupak merupakan an utama yang yang sering menyebabk menyebabkan an fraktur. fraktur. Fraktur  Fraktur  tersebut terjadi pada saat benturan dengan benda keras. 2) Putaran Putaran dengan kekuatan kekuatan yang yang berlebihan berlebihan (hiperfl (hiperfleksi) eksi) pada pada tulang tulang akan dapat dapat mengakibatkan dislokasi atau fraktur. 3) Kompre Kompresi si atau tekanan tekanan pada pada tulang tulang belakang belakang akibat akibat jatuh jatuh dari ketinggi ketinggian, an, kecelakaan lalu lintas dan sebagainya. 4) Ganggua Gangguan n spinal spinal bawaan bawaan atau cacat sejak sejak kecil kecil atau kondisi kondisi patologi patologiss yang menimbulkan penyakit tulang atau melemahnya tulang. 5) Postur Postur Tubuh Tubuh (obesit (obesitas as atau kegemuka kegemukan) n) dan “Body Mekanik Mekanik”” yang salah seperti mengangkat benda berat. •

Jenis Fraktur  Adapun klasifikasi menurut Brunner and Suddarth, 2001 adalah sebagai berikut : 1)

Berd Berdas asar arka kan n gari gariss pata patah h yang yang terd terdap apat at pada pada tula tulang ng,, frak fraktu turr dibe dibeda daka kan n

menjadi dua, yaitu ;

a. Fraktur Fraktur komplet komplet adalah adalah patah patah pada seluru seluruh h garis garis tengah tengah tulang tulang dan biasany biasanyaa mengalami pergeseran.  b. Fraktur tidak komplet adalah patah hanya terjadi pada sebagian dari garis tengah tulang. 2)

Berd Berdas asar arka kan n robeka robekan n yang yang terda terdapat pat pada pada kulit kulit,, frakt fraktur ur dibe dibedak dakan an menja menjadi di

dua, yaitu : a. Frak Fraktu turr tert tertut utup up (fra (frakt ktur ur simp simple le)) adal adalah ah frakt fraktur ur yang yang tida tidak k meny menyeba ebabka bkan n robeknya kulit.  b. Fraktur terbuka (fraktur komplikata/ kompleks) adalah fraktur dengan luka  pada kulit atau membran mukosa sampai patahan tulang. 3)

Ber Berdas dasarka arkan n sesua esuaii perg perges eser eran an anat anatom omis is frag fragm men tulan ulang g dibe dibeda daka kan n

menjadi tulang bergeser dan fraktur tidak bergeser. be rgeser. 4)

Berb Berbaga agaii jen jenis is khusu khususs fra frakt ktur ur ada adala lah h seba sebaga gaii beri berikut kut :

a. Gree Greens nsti tick ck adal adalah ah frak fraktu turr di mana mana sala salah h satu satu sisi tulang tulang patah patah seda sedang ng sisi sisi lainnya membengkok.  b. Transversal adalah fraktur sepanjang garis tengah tulang. c. Oblik adalah fraktur fraktur membentuk membentuk sudut sudut dengan dengan garis garis tengah tengah tulang. tulang. d. Spiral Spiral adalah adalah fraktur fraktur memuntir memuntir seputar seputar batang batang tulang. tulang. e. Kominutif Kominutif adalah adalah fraktur fraktur dengan dengan tulang tulang pecah pecah menjadi menjadi beberapa beberapa fragme fragmen. n. f. Depresi Depresi adalah adalah fraktur fraktur dengan dengan fragmen fragmen patahan patahan terdorong terdorong ke dalam. dalam. g. Kompresi Kompresi adalah adalah fraktur fraktur di mana mana tulang tulang mengalam mengalamii kompresi. kompresi. h. Patologik Patologik adalah adalah fraktur fraktur yang yang terjadi terjadi pada daerah daerah tulang tulang berpeny berpenyakit. akit. i.

Avul Avulsi si adalah adalah tert tertar arik ikny nyaa frag fragme men n tula tulang ng oleh oleh ligam ligament ent atau tendo tendo pada pada  perlekatannya.

2. Patof Patofisi isiolo ologi gi Fraktu Frakturr Verteb Vertebra ra

Perjalanan PenyakitKolumna vertebralis tersusun atas seperangkat sendi antarakorpus vertebra yang saling berdekatan. Diantaranya korpusvertebra mulai dari vertebra sevikalis kedua kedua

samp sampai ai

vert verteb ebra rasa sakr kral alis is

terd terdap apat at

disc discus us

inte interv rver erte tebr bral alis is..

Disc Discus us-d -dis iscus cus

inimem inimembent bentuk uk sendi sendi fibro fibrokar kartil tilago ago yang yang lentur lentur antara antara korpus korpuspul pulpos posus us diteng ditengah ah dan

annulus fibrosus di sekelilingnya. Nucleuspulposus merupakan rongga intervertebralis yang terdiri darilapisan tulang rawan dalam sifatnya semigelatin, mengandungberkas berkas serabut kolagen, sel – sel jaringan penyambungdan sel-sel tulang rawan. Zat-zat ini berfungsi sebagai peredam benturan antara korpusvertebra yang berdekatan, selain itu juga memainkan peranan penting dalam pertukaran cairan antara discus dan  pembuluh-pembuluh kapiler.Apabila kontuinitas tulang terputus, hal tersebut akan mempengaruhi berbagai bagian struktur yang ada disekelilingnya seperti otot dan  pembuluh darah. Akibat yang terjadi sangat tergantung pada berat ringannya fraktur, tipe, dan luas fraktur. Pada umumnya terjadi edema pada jaringan lunak,terjadi perdarahan  pada otot dan persendian, ada dislokasi atau pergeseran tulang, ruptur tendon, putus  persyarafan, kerusakan pembuluh darah dan perubahan bentuk tulang dan deformitas.Bila terjadi patah tulang, maka sel – sel tulang mati. Perdarahan biasanya terjadi disekitar  tempat patah dan kedalaman jaringan lunak disekitar tulang tersebut dan biasanya juga mengalami kerusakan. Reaksi peradangan hebat timbul setelah fraktur.

3. Manifestasi Fraktur Vertebra

M a n i f e s t a s i k l i n i k f r a k t u r a d a l a h n y e r i , h i l a n g n y a f u n g s i , d eformitas,  pem end ek kan de fo rm it as , kr ep it us, pem ben gk akanlokal dan perubahan warna.



 Nye ri

te ru s

me ner us

dan

be rt amb ah

ber at nya

sa mp ai f r a g m e n

tulang

di imo bi la si. Sp asm e ot ot yan g men ye rta i fraktur yang merupakan bentuk   bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang. •

Setelah terjadi fraktur bagian-bagian tak dapat digunakan dan cenderung bergerak secara tidak alamiah. Pergeseran fragmen pada fraktur lengan atau tungkai menyebabkan deformitas yang bisa diketahui dengan ekstremitas normal.



Terjadi pemendekan tulang karena kontraksi otot yang melekat diatas dan bawah tempat fraktur 



Saat ekstremitas diperiksa teraba adanya derik tulang dinamakan krepitus akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya.



Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit yang terjadi sebagai akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur.( Smeltzer, S, 2001)

Selain itu, cedera spinal yang diakibatkan oleh cedera vertebra dapat berakibat spesifik sesuai dengan daerah yang dipersarafinya. Beberapa contoh antara lain: 1. Segmen servikal C1-C3 : gangguan fungsi diafragma (untuk pernapasan) C4 : gangguan fungsi biceps dan lengan atas C5 : gangguan fungsi tangan dan pergelangan tangan C6 : gangguan fungsi tangan secara komplit C7 dan T1 : gangguan fungsi jari tangan 2. Segmen torakal T1-T8 : gangguan fungsi pengendalian otot abdominal, gangguan stabilitas tubuh T9-T12 : kehilangan parsial fungsi otot abdominal dan batang tubuh 3. Segmen lumbar dan sakral Cedera pada segmen lumbar dan sakral dapat mengganggu pengendalian tungkai, sistem saluran kemih dan anus. Selain itu gangguan fungsi sensoris dan motoris, cedera vertebra dapat berakibat lain seperti spastisitas atau atrofi otot.

4. Komplikasi Fraktur Vertebra

a. Syok   Syok hipovolemik akibat perdarahan dan kehilangan cairan ekstrasel ke jaringan yang rusak sehingga terjadi kehilangan darah dalam jumlah besar akibat trauma.  b.

Mal union gerakan ujung patahan akibat imobilisasi yang jelek menyebabkan mal union, sebabsebab lainnya adalah infeksi dari jaringan lunak yang terjepit diantara fragmen tulang, akhirnya ujung patahan dapat saling beradaptasi dan membentuk sendi palsu dengan sedikit gerakan (non union).

c. Non union

 Non union adalah jika tulang tidak menyambung dalam waktu 20 minggu. Hal ini diakibatkan oleh reduksi yang kurang memadai. d. Delayed union Delayed union adalah penyembuhan fraktur yang terus berlangsung dalam waktu lama dari proses penyembuhan fraktur. e. Tromboemboli, infeksi, kaogulopati intravaskuler diseminata f.

(KID). Infeksi terjadi karena adanya kontaminasi kuman pada fraktur terbuka atau pada saat  pembedahan dan mungkin pula disebabkan oleh pemasangan alat seperti plate, paku  pada fraktur.

g.

Emboli lemak  Saat fraktur, globula lemak masuk ke dalam darah karena tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari tekanan kapiler. Globula lemak akan bergabung dengan trombosit dan membentuk emboli yang kemudian menyumbat pembuluh darah kecil, yang memsaok ke otak, paru, ginjal, dan organ lain.

h. Sindrom Kompartemen Masalah yang terjadi saat perfusi jaringan dalam otot kurang dari yang dibutuhkan untuk kehidupan jaringan. Berakibat kehilangan fungsi ekstermitas permanen jika tidak ditangani segera. i.

Cedera vascular dan kerusakan syaraf  dapat menimbulkan iskemia, dan gangguan syaraf. Keadaan ini diakibatkan oleh adanya injuri atau keadaan penekanan syaraf karena pemasangan gips, balutan atau  pemasangan traksi.

5. Hubungan Fraktur Vertebra dan Trauma Medula Spinalis

Fraktur vertebra dapat diikuti oleh trauma medulla spinalis. Vertebra dimulai dari cranium sampai pada apex coccigeus, membentuk skeleton dari leher, punggung dan bagian utama dari skeleton (tulang cranium, costa dan sternum). Fungsi vertebra yaitu melindungi medulla spinalis dan serabut syaraf, menyokong berat  badan dan berperan dalam perubahan posisi tubuh.

Trauma medulla spinalis dapat terjadi bersamaan dengan trauma pada tulang belakang yaitu terjadinya fraktur pada tulang belakang, ligamentum longitudinalis posterior dan duramater bisa robek, bahkan dapat menusuk ke kanalis vertebralis serta arteri dan venavena yang mengalirkan darah ke medula spinalis dapat ikut terputus.

Tulang belakang merupakan suatu satu kesatuan yang kuat diikat oleh ligamen di depan dan dibelakang serta dilengkapi diskus intervertebralis yang mempunyai daya absorbsi tinggi terhadap tekanan atau trauma yang memberikan sifat fleksibel dan elastis. Trauma tulang dapat mengenai jaringan lunak berupa ligament, discus dan faset, tulang belakang dan medulla spinalis.

6. Pemeriksaan Diagnostik Fraktur Vertebra

a) Pemeriksaan Radiologi Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah “pencitraan” menggunakan sinar  rontgen (x-ray). Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan kedudukan tulang yang sulit, maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan lateral. Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi untuk memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi. Perlu disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar  indikasi kegunaan pemeriksaan penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan. Hal yang harus dibaca pada x-ray: (1)

Bayangan jaringan lunak.

(2)

Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik 

atau juga rotasi. (3)

Trobukulasi ada tidaknya rare fraction.

(4)

Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi.

Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti: (1) Tomografi: menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain tertutup yang sulit divisualisasi. Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga mengalaminya.

(2) Myelografi: menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma. (3) Arthrografi: menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda paksa. (4) Computed Tomografi-Scanning: menggambarkan potongan secara transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak.

 b) Pemeriksaan Laboratorium (1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan tulang. (2) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang. (3) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase

(LDH-5), Aspartat

Amino Transferase (AST), Aldolase yang meningkat pada tahap penyembuhan tulang.

c) Pemeriksaan lain-lain (1) Pemeriksaan

mikroorganisme

kultur

dan

test

sensitivitas:

didapatkan

mikroorganisme penyebab infeksi. (2) Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi. (3) Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur. (4) Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma yang  berlebihan. (5) Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada tulang. (6) MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.

7. Pengukuran Kekuatan Otot

Pengukuran kekuatan otot dilakukan untuk mengkaji fungsi otot pada tubuh. Menurut Brunner & Suddarth, 2001, kekuatan otot dapat diperkirakan dengan menyuruh pasien menggerakkan beberapa tugas dengan atau tanpa tahananan. Misalnya, bisep dapat diuji dengan meminta pasien untuk meluruskan sepenuhnya lengan dan kemudian memfleksikan

melawan tahanan yang diberikan oleh perawat. Bersalaman dapat menunjukkan kekuatan genggaman.

Uji kekuatan otot dengan cara menyuruh pasien menarik atau mendorong tangan pemeriksa serta bandingkan kekuatan otot anggota gerak kanan dan anggota gerak kiri. Kekuatan otot  juga juga dapat diuji dengan cara meminta pasien menggerakkan anggota tubuh secara  bervariasi (misalnya menggerakkan kepala atau lengan). Normalnya pasien dapat menggerakkan anggota tubuh kea rah horizontal terhadap gravitasi (Priharjo, Robert, 2006 : 159). Skala kekuatan otot : •

Skala 0 menunjukkan paralisis total. Artinya otot tidak mampu bergerak, misalnya

 jika telapak tangan dan jari mempunyai skala 0 berarti telapak tangan dan jari tetap saja ditempat walaupun sudah diperintahkan untuk bergerak. •

Skala 1 menunjukkan tidak ada gerakan, teraba/terlihat adanya kontraksi otot.  jika

otot ditekan masih terasa ada kontraksi atau kekenyalan ini berarti otot masih belum atrofi atau belum layu. •

Skala 2 menunjukkan gerakan otot penuh menentang gravitasi, dengan sokongan,

artinya dapat mengerakkan otot atau bagian yang lemah sesuai perintah misalnya telapak tangan disuruh telungkup atau lurus bengkok tapi jika ditahan sedikit saja sudah tak mampu bergerak. •

Skala 3 menunjukkan gerakan normal menentang gravitasi, artinya

dapat

menggerakkan otot dengan tahanan minimal misalnya dapat menggerakkan tapak tangan dan  jari. •

Skala 4 menunjukkan gerakan normal penuh menentang gravitasi dengan sedikit

tahanan, artinya dapat bergerak dan dapat melawan hambatan yang ringan. •

Skala 5 menunjukkan gerakan normal penuh menentang gravitasi dengan tahanan

penuh, artinya bebas bergerak dan dapat melawan tahanan yang setimpal.

8. ASUHAN KEPERAWATAN

Pengkajian

Merupakan tahap awal dari pendekatan proses keperawatan dan dilakukan secara sistematika mencakup aspek bio, psiko, sosio, dan spiritual. Langkah awal dari  pengkajian ini adalah pengumpuln data yang diperoleh dari hasil wawancara dengan klien dan keluarga, observasi pemeriksaan fisik, konsultasi dengan anggota tim kesehatan lainnya dan meninjau kembali catatan medis ataupun catatan keperawatan. Pengkajian fisik dilakukan dengan cara inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi. Adapun lingkup pengkajian yang dilakukan pada klien fraktur menurut Brunner and Suddarth, 2002 adalah sebagai berikut : a. Data demografi/ identitas klien Antara lain nama, umur, jenis kelamin, agama, tempat tinggal, pekerjaan, dan alamat klien.

 b. Keluhan utama Adanya nyeri dan sakit pada daerah punggung

c. Riwayat kesehatan keluarga Untuk menentukan hubungan genetik perlu diidentifikasi misalnya adanya  predisposisi seperti arthritis, spondilitis ankilosis, gout/ pirai (terdapat pada fraktur   psikologis).

d. Riwayat spiritual Apakah agama yang dianut, nilai-nilai spiritual dalam keluarga dan bagaimana dalam menjalankannya.

e. Aktivitas kegiatan sehari-hari Identifikasi pekerjaan klien dan aktivitasnya sehari-hari, kebiasaan membawa benda benda berat yang dapat menimbulkan strain otot dan jenis utama lainnya. Orang yang

kurang aktivitas mengakibatkan tonus otot menurun. Fraktur atau trauma dapat timbul  pada orang yang suka berolah raga dan hockey d apat menimbulkan nyeri sendi pada tangan.

f. Pemeriksaan fisik  1) Pengukuran tinggi badan 2) Pengukuran tanda-tanda vital 3) Integritas tulang, deformitas tulang belakang 4) Kelainan bentuk pada dada 5) Adakah kelainan bunyi pada paru-paru, seperti ronkhi basah atau kering, sonor  atau vesikuler, apakah ada dahak atau tidak, bila ada bagaimana warna dan  produktivitasnya. 6) Kardiovaskuler: sirkulasi perifer yaitu frekuensi nadi, tekanan darah, pen gisian kapiler, warna kulit dan temperatur kulit. 7) Abdomen tegang atau lemas, turgor kulit, bising usus, pembesaran hati atau tidak, apakah limpa membesar atau tidak. 8) Eliminasi: terjadinya perubahan eliminasi fekal dan pola berkemih karena adanya immobilisasi. 9) Aktivitas adanya keterbatasan gerak pada daerah fraktur  10) Apakah ada nyeri, kaji kekuatan otot, apakah ada kelainan bentuk tulang dan keadaan tonus otot.

g. Tes Diagnostik  Pada klien dengan trauma tulang belakang, biasanya dilakukan beberapa tes diagnostik untuk menunjang diagnosa medis, yaitu : 1) Foto Rontgen Spinal, yang memperlihatkan adanya perubahan degeneratif pada tulang belakang, atau tulang intervetebralis atau mengesampingkan kecurigaan  patologis lain seperti tumor, osteomielitis. 2) Elektromiografi, untuk melokalisasi lesi pada tingkat akar syaraf spinal utama yang terkena. 3) Venogram Epidural, yang dapat dilakukan di mana keakuratan dan miogram

terbatas. 4) Fungsi Lumbal, yang dapat mengkesampingkan kondisi yang berhubungan, infeksi adanya darah. 5) Tanda Le Seque (tes dengan mengangkat kaki lurus ke atas) untuk mendukung diagnosa awal dari herniasi discus intervertebralis ketika muncul nyeri p ada kaki  posterior. 6) CT - Scan yang dapat menunjukkan kanal spinal yang mengecil, adanya protrusi discus intervetebralis. 7) MRI, termasuk pemeriksaan non invasif yang dapat menunjukkan adanya  perubahan tulang dan jaringan lunak dan dapat memperkuat adanya herniasi discus. 8) Mielogram, hasilnya mungkin normal atau memperlihatkan “penyempitan” dari ruang discus, menentukan lokasi dan ukuran herniasi secara spesifik.

Diagnosa Keperawatan 1) Nyeri akut berhubungan dengan cedera fisik terjepitnya jaringan spinal ditandai

dengan px mengeluh susah tidur , px. Mengeluh nyeri pada bagian vertebra, nyeri dirasakan dengan skala 4 (berat), px tampak mengiris, gelisah dan tampak berprilaku  berjaga-jaga atau melindungi daerah yang sakit. 2) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan cedera medulla spinalis ditandai dengan pasien mengeluh sesak nafas, pasien tampak menggunakan otot bantu  pernafasan, rr pasien 24x/menit, dan terdengar suara wheezing 3) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan peurunan kekuatan otot ditandai dengan pasien terlihat lambat saat bergerak, pasien telihat mengalami keterbatasan kemampuan untuk melakukan ketrampilan motorik kasar, pasien tampak kesulitan membolak-balik posisi, pasien tampak mengalami keterbatasan rentang pergerakan sendi, kekuatan otot 0 (tidak ada kontraksi). 4) Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan ditandai dengan rasa

cemas, nyeri hebat, rasa khawatir  5) Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan penurunan reflek batuk 

ditandai dengan ketidakmampuan mengeluarkan secret

6) Gangguan ventilasi spontan berhubungan dengan kelelahan otot respiratory

Ditandai dengan peningkatan tekanan karbon dioksida, dispnea 7) Inkontinensia urin total berhubungan dengan trauma atau penyakit yang mempengaruhi saraf medulla spinalis 8) Retensi Urin berhubungan dengan hambatan dalam reflex ditandai dengan distensi blader, urin menetes, sensasi penuh blader  9) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan mekanisme pengaturan melemah ditandai dengan edema, perubahan status mental 10) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan factor mekanik ditandai dengan kerusakan lapisan kulit 11) Hipertemi berhubungan dengan penyakit atau trauma ditandai dengan  peningkatan suhu tubuh di atas rentang normal 12) PK syok hipovolemik  13) Resiko perdarahan berhubungan dengan trauma mekanik 

\

ANALISA DATA

 No. 1.

Data DS : −

Penyebab Trauma pada

Klien mengeluh nyeri pada yang berulang/kelemahan tulang  bagian

punggungnya abnormal

dengan skala 4 dari 5 −

Masalah tulang/tekanan  Nyeri Akut



Klien mengeluh susah tidur  Fraktur Vertebra ↓ Jepitan saraf spinal

DO : −

Klien tampak gelisah





Klien tampak meringis

Terputusnya kontinuitas jaringan



Klien

tampak

berjaga-

 jaga/melindungi

daerah

nyeri −

TTV  N : 110 x/menit

↓  pendarahan pada otot/hematoma ↓ Reaksi peradangan ↓ syok spinal ↓ respon nyeri hebat dan akut ↓  Nyeri Akut

Nyeri akut berhubungan dengan cedera fisik terjepitnya jaringan spinal ditandai dengan px mengeluh susah tidur , px. Mengeluh nyeri pada bagian vertebra, nyeri dirasakan dengan skala 4 (berat), px tampak mengiris, gelisah dan tampak berprilaku berjaga-jaga atau melindungi daerah yang sakit

Tujuan :

Setelah diberikan asuhan keperawatan selama …x…jam diharapkan nyeri px berkurang dengan criteria hasil :



Suggested outcomes :  pain level

-

Px mengatakan nyeri berkurang (skala 2-4)

-

Raut muka pasien menjadi tenang ( skala 2-4)

-

Nadi dalam batas normal (60-100x/mnt)

-

RR dalam batas normal (16-20x/mnt)



Suggested outcomes : comfort status : physical

-

Pasien mengatakan dapat mengontrol gejala nyeri (skala 2-4)

-

Pasien mengatakan posisinya nyaman (skala 2-4)

Tindakan Keperawatan

1. Kaji secara komprehensif tentang nyeri, meliputi lokasi, karakteristik dan onset, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas/beratnya nyeri, dan faktor-faktor presipitasi. 2. Kaji tanda-tanda vital pasien, Tekanan darah, nadi, RR, suhu. 3. Evaluasi tentang keefektifan dari tindakan mengontrol nyeri yang telah digunakan. 4. Kontrol faktor-faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon pasien terhadap ketidaknyamanan (ex : temperatur ruangan, penyinaran, dll). 5. Ajarkan penggunaan teknik non-farmakologi (seperti relaksasi, guided imagery, terapi music, dan distraksi) sebelum, sesudah ataupun saat melakukan aktivitas. 6. Tingkatkan tidur atau istirahat yang cukup. 7. Monitor tanda vital pasien setelah melakukan manajemen nyeri, seperti Nadi, RR. 8. Berikan analgetik sesuai anjuran. 9. Berikan informasi yang akurat kepada pasien dan keluarga untuk meningkatkan  pemahaman dan respon terhadap pengalaman nyeri.

EVALUASI No

Diagnosa

Evaluasi

1

Nyeri akut berhungan dengan cedera S : fisik

terjepitnya

jaringan

spinal

Pasien mengatakan nyeri di punggungnya



ditandai dengan px mengeluh susah

 berkurang dari sekala 4 menjadi 2 (dari

tidur , px. Mengeluh nyeri pada

skala max 5)

 bagian punggung dengan skala 4, px tampak

mengiris,

gelisah

Pasien



dan

mengatakan

tidak

mengalami

kesulitan tidur 

tampak berprilaku berjaga-jaga atau O : melindungi daerah yang sakit, N : dbn (60-100 x/menit)



Pasien tidak meringis



Pasien tidak gelisah



Pasien tampak berprilaku menjaga daerah yang sakit



 N : dbn (60 -100 x/menit)

A : masalah teratasi P : pertahankan kondisi pasien dan berikan health education untuk melakukan perlindungan dan  perawatan pada daerah yang mengalami fraktur  vetebra

ANALISA DATA

Data DS: -

Etiologi Fraktur vertebra

DO: •

Pasien terlihat lambat saat Jepitan saraf spinal  bergerak.



Pasien telihat mengalami Kerusakan jalur saraf  keterbatasan

kemampuan

Masalah keperawatan Hambatan mobilitas fisik 

untuk

melakukan Medulla spinalis lumbal

ketrampilan motorik kasar. •

Pasien tampak kesulitan Paralisis-paraplegia membolak-balik posisi.



Pasien tampak mengalami Kemampuan pergerakan otot keterbatasan

rentang sendi menurun

 pergerakan sendi. •

Kekuatan otot 0 (tidak ada Hambatan mobilitas fisik  kontraksi)

Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan peurunan kekuatan otot ditandai dengan pasien terlihat lambat saat bergerak, pasien telihat mengalami keterbatasan kemampuan untuk melakukan ketrampilan motorik kasar, pasien tampak kesulitan membolak-balik  posisi, pasien tampak mengalami keterbatasan rentang pergerakan sendi, kekuatan otot 0 (tidak ada kontraksi). Tujuan: setelah diberikan asuhan keperawatan selama ... x 24 jam diharapkan kemampuan

 pergerakan pasien meningkat dengan kriteria hasil: •

Pasien dapat berjalan dengan bantuan



Pasien dapat berjalan dengan lambat



Pasien dapat melakukan pergerakan bertahap dari duduk-berdiri-jalan

Intervensi Bed rest care (istirahat) •

Jelaskan kepada pasien atau keluarga pasien tentang pentingnya istirahat dalam  pemulihan penyakit.



Anjurkan pasien untuk memilih posisi yang nyaman.



Anjurkan keluarga pasien untuk memasang side rail pada kedua sisi tempat tidur.



Jaga agar tempat tidur pasien tetap bersih, kering.



Anjurkan pasien untuk menggunakan penyangga kaki saat tidur.

Manajemen energy •

Jelaskan pada pasien batasan-batasan gerak yang boleh dilakukan.



Jelaskan pada pasien gerakan-gerakan yang dapat menyebabkan kelelahan.



Pantau asupan nutrisi pasien untuk memenuhi kebutuhan energy pasien.



Konsultasi dengan ahli gizi untuk meningkatkan status nutrisi pasien.

Promosi latihan •

Motivasi pasien untuk memulai aktivitas.



Anjurkan pasien untuk melanjutkan latihan aktivitas.



Pantau respon pasien saat latihan aktivitas.

EVALUASI

 No.

Bunyi diagnosa

1.

Hambatan

Evaluasi

mobilitas

fisik

berhubungan S:

Pasien

mengatakan

sudah

dengan peurunan kekuatan otot ditandai  bergerak sdikit. dengan pasien terlihat lambat saat bergerak,  pasien

telihat

mengalami

keterbatasan

O: kekuatan otot 1

kemampuan untuk melakukan ketrampilan A: Tujuan belum tercapai motorik

kasar,

membolak-balik

pasien

tampak

posisi,

pasien

kesulitan

P: Lanjutkan intervensi

tampak 

mengalami keterbatasan rentang pergerakan sendi, kekuatan otot 0 (tidak ada kontraksi).

ANALISA DATA

Analisa Data DS: -

Etiologi Fraktur vertebra

Pasien mengeluh sesak  nafas

Jepitan saraf spinal

DO: -

Pasien

tampak   Kerusakan jalur saraf 

Masalah Keperawatan Pola nafas tidak efektif 

dapat

menggunakan

otot

 bantu pernafasan -

RR pasien ≥ 24/menit

-

Wheezing (+)

Medulla spinal servikal

Pada C1-C3

Gangguan fungsi diafragma

Sesak nafas

Pola nafas tidak efektik  Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan cedera medulla spinalis ditandai dengan pasien mengeluh sesak nafas, pasien tampak menggunakan otot bantu pernafasan, rr pasien 24x/menit, dan terdengar suara wheezing Tujuan:

Setelah diberikan asuhan keperawatan selama …x… jam, diharapkan pola nafas klien efektif, dengan criteria hasil: -

Pasien tidak mengeluh sesak nafas dengan skala 5

-

Tidak tampak menggunakan otot bantu nafas dengan skala 5

-

RR dalam batas normal 16-20x/menit dengan skala 5

-

Wheezing (-) dengan skala 5

Intervensi:

Airway management: -

Bebaskan jalan nafas dengan posisi leher ekstensi jika memungkinkan

-

Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi danmengurangi dispnea

-

Auskultasi suara nafas

-

Berikan oksigen tambahan ..liter/menit

-

Monitor respirasi dan status oksigen

Respiratory monitoring: -

Monitor kecepatan, irama, kedalaman dan upaya bernafas

-

Monitor gerakan dada, retraksi dada dan alat bantu pernafasan

-

Monitor pola nafas: bradipnea, tachipnea, dll

-

Monitor kelelahan otot diafragma

-

Auskultasi suara nafas

EVALUASI No

Diagnosa

1

Pola nafas tidak efektif berhubungan S: dengan

cedera

Evaluasi

medulla

spinalis

-

ditandai dengan pasien mengeluh sesak

nafas,

pasien

Pasien mengatakan sudah tidak sesak nafas lagi

tampak  O:

menggunakan otot bantu pernafasan,

-

rr pasien 24x/menit, dan terdengar 

Pasien sudah tidak menggunakan alat abntu  pernafasan

suara wheezing

-

RR klien dalam batas normal 16-20x/menit

-

Wheezing (-)

-

Tujuan tercapai

A:

P: Pertahankan kondisi pasien

9.. Penkes Fraktur Vertebra

Pendidikan kesehatan yang bisa diberikan adalah bagaimana cara mencegah terjadinya fraktur vertebra seperti mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung kalsium dan vitamin D, tidak terlalu memikul beban yang berat pada bagian pundak. Penkes juga dapat diberikan dengan memberian informasi mengenai manifestasi klinis dan bagaimana cara menangani orang dengan fraktur vertebra. Jika hal itu terjadi, maka pasien tidak dapat diposisikan

secara sembarangan, posisi pasien dengan fraktur vertebra harus supinasi, sejajarkan selutuh tubuh sehingga tidak dapat keretakan pada vertebra lain ataupun menjepit medulla spinalis. Selain itu, masyarakat dapat diberitahukan mengenai penanganan lebih lanjut terhadap fraktur vertebra seperti pemasangan penyangga dan latihan terhadap orang dengan fraktur vertebra karena dapat mengakibatkan imobilisasi.

10. Pencegahan Fraktur Vertebra

a. Berhati-hati di jalan agar terhindar dari kecelakaan lalu lintas.  b. Pemanasan sebelum berolahraga. c. Mengkonsumsi makanan-makanan yang mengandung kalsium (misalnya: susu, brokoli) d. Berhati-hati jika memanjat pohon atau berada di tempat yang tinggi. e. Berhati-hati dalam bekerja agar terhindar dari kecelakaan kerja.

DAFTAR PUSTAKA

 NANDA. 2009-2011. Nursing Diagnosis : definitions and Classification. Philadephia : USA Moorhead, Johnson, L.Maas, & Swanson. 2008.  Nursing Outcomes Classification : Fourth  Edition. Mosby : USA McCloskey&Bulechek. 2004.  Nursing Intervention Classification : Fourth Edition. Mosby : USA Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Volume 3. Jakarta : EGC Priharjo, Robert. 2006. Pengkajian Fisik Keperawatan Edisi 2. Jakarta : EGC Mansjoer,Arif.2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid 2.Jakarta:Media Aesculapius Price, Sylvia. 2003. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi 6. Jakarta: EGC http://www.scribd.com/doc/53048779/Asuhan-Keperawatan-Dengan-Fraktur-Vertebra

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF