Askep Fraktur Tibia Tertutup

July 17, 2019 | Author: Seprianto Liroga | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

fraktur...

Description

MK. SISTEM MUSKULUS SKELETAL DOSEN. Ns. Hj. Zainar Kasim, S.Kep, M.kes

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN FRAKTUR TIBIA TERTUTUP DISTAL DENGAN MAMAKAI GIPS

OLEH KELOMPOK II KELAS B SEMESTER V

SEPRIANTO LIROGA TEZAR NUSI IIN LABINJANG IRRA PRIMADANI PUTRI HERWINDA ISMAIL FIFI FAJRIAH NURAMIDDIN FITRIA BITO

PRODI ILMU KEPERAWATAN SEKOLA TINGGI ILMU KESEHATAN(STIKES) MUHAMMADIYAH MANADO TA. 2013-2014

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya maka kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “ Asuhan keperawatan klien dengan fraktur tibia tertutup distal dengan memakai gips”. Maksud dan tujuan dari penulisan makalahini adalah tidak lain untuk memenuhi salah satu tugas dan merupakan bentuk langsung tanggung jawab dari tugas yang diberikan Dalam Penulisan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan-kekurangan  baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang kami miliki. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi penyempurnaan  pembuatan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua sebagai calon perawat, yang nantinya akan menjadi serang perawat propesional yang bertugas melayani masyarakt dimanapun kita di tempatkan.

Penulis KELOMPOK I

BAB II TINJAUAN TEORITIS

A. Pengertian

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa/ trauma. Trauma yang menyebabkan tulang patah dapat berupa trauma langsung, misalnya benturan pada lengan bawah yang menyebabkan  patah tulang radius dan ulna, dan dapat berupa trauma tidak langsung misalnya jatuh  bertumpu pada tangan yang menyebabkan tulang klavikula atau radius distal patah, (Sjamsuhidayat & Wim De Jong, l 998) Fraktur tibia (Fraktur Colles) adalah fraktur yang terjadi pada bagian tibia sebelah kanan akibat jatuh yang bertumpu pada tangan dorsifleksi terbuka. Fraktur ini sering terjadi  pada anak- anak dan wanita lanjut usia dengan tulang osteoporesis dan tulang lemah yang tak mampu menahan energi akibat jatuh, (Oswari, 1995) B. Etiologi

Fraktur dapat terjadi diakibat oleh beberapa hal: a. Kekerasan langsung yaitu tulang patah pada titik terjadinya kekeras an itu sendiri, biasanya  bersifat terbuka dengan garis patah melintang atau miring  b. Kekerasan tidak langsung yaitu patah tulang ditempat yang jauh dari tempat terjadinya kekerasan, biasanya terjadi pada bagian paling lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan, (Oswari, 1995) C. Gejala klinis

Menurut Oswari (1995), gejala klinis fraktur tibia dapat dibedakan sebagai berikut: a. Bentuk anggota badan yang diduga patah tampa k berubah  b. Patah lengan atau tungkai bawah, menyebabkan anggota gerak tampak lebih pendek c. Anggota badan yang patah tidak dapat digerakkan d. Anggota badan yang patah bila digerakkan akan terasa gesekan tulang e. Daerah yang patah terasa sakit, bengkak dan berubah warna.

f. Gejala yang pasti ialah bila dibuat foto rontgent. D. Patofisiologi

Terjadinya trauma yang mengakibatkan fraktur akan dapat merusak jaringan lunak disekitar fraktur mulai dari otot fascia, kulit sampai struktur neuromuskuler atau organ- organ  penting lainnya, pada saat kejadian kerusakan terjadilah respon peradangan dengan  pembentukan gumpulan atau bekuan fibrin , osteoblas mulai muncul dengan jumlah yang  besar untuk membentuk suatu metrix baru antara Fragmen- fragmen tulang. Klasifikasi terjadinya frakturdapat dibedakan yang terdiri dari fraktur tertutup dan fraktur terbuka, fraktur tertutup yaitu tidak ada luka yang menghubungkan fraktur dengan kulit, fraktur terbuka yaitu terdapat luka yang menghubungkan luka dengan kulit,(Suriadi & Rita yuliani, 1995). Setelah terjadinya fraktur periosteum tulang terkelupas dari tulang dan terobek terus kesisi berlawanan dari sisi yang mendapat truma, akibatnya darah keluar melalui celah- celah  periosteum dan ke otot disekitarnya dan disertai dengan oedema, selain keluar melalui celah  periosteum yang rusak, darah juga keluar akibat terputusnya pembuluh darah didaerah terjadinya fraktur. Infiltrasi dan pembengkakan segera terjadi dan bertambah selam 24 jam pertama, menjelang akhir periode ini otot menjadi hilang elastisitasya, oleh karena itu reposisi lebih mudah dilakukan selama beberapa jam setelah cedera, setelah dilakukan reposisi atau immobilitas maka pertumbuhan atau penyatuan tulang dimulai dengan pembentukan kallus, (Sjamsuhidajat & wim de jong, 1998) E. Penatalaksanaan

Menurut Brunner & suddarth (2002). Prinsip penanganan Fraktur me liputi: a. Reduksi fraktur Adalah Mengembalikan fregmen tulang pada kesejajarannya dan rotasi anatomis  b. Imobolisasi fraktur Adalah mempertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan, imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi ekterna dan interna. c. Mempertahankan dan mengembalikan fungsi adalah segala upaya diarahkan pada  penyembuhan

tulang

dan

jaringan

dipertahan kan sesuaidengan kebutuhan.

lunak,

reduksi

dan

imobilisasi

harus

F. Pemeriksaan Diagnostik  a) Pemeriksaan Radiologi

Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah “pencitraan” menggunakan sinar rontgen (x-ray). Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan kedudukan tulang yang sulit, maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan lateral. Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi untuk memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi. Perlu disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar indikasi

kegunaan pemeriksaan penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan

 permintaan. Hal yang harus dibaca pada x-ray: (1) Bayangan jaringan lunak. (2) Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau  juga rotasi. (3) Trobukulasi ada tidaknya rare fraction. (4) Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi. Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti: (1) Tomografi: menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain tertutup yang sulit divisualisasi. Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain  juga mengalaminya. (2) Myelografi: menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma. (3) Arthrografi: menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda  paksa. (4) Computed Tomografi-Scanning: menggambarkan potongan secara transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak. b) Pemeriksaan Laboratorium

(1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan tulang. (2) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang. (3) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase

(LDH-5),

Aspartat Amino Transferase (AST), Aldolase yang meningkat pada tahap  penyembuhan tulang. c) Pemeriksaan lain-lain

(1)

Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas: didapatkan mikroorganisme penyebab infeksi

(2)

Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan  pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi.

(3)

Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur.

(4)

Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma yang berlebihan.

(5)

Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada tulang.

(6)

MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.

(Ignatavicius, Donna D, 1995)

G. Medical Pathway

BAB III Konsep Dasar Teoritis Keperawatan A.

Pengkajian a. Identitas Pasien

Identitas bertujuan untuk mengenal pasien yang perlu ditanyakan adalah nama, umur (batas usia akan mempengaruhi dalam proses tindakan pembedahan), pendidikan (pendidikan masyarakat yang rendah cenderung memilih pemeliharaan kesehatan secara tradisional, dan  belum siap menerima pelaksanaan kesehatan secara modern), pekerjaan dan alamat. b. Riwayat Penyakit Sekarang

Merupakan suatu faktor yang penting bagi petugas kesehatan dalam menegakkan diagnosis atau menentukan kebutuhan pasien.  Nyeri pada daerah Fraktur, Kondisi fisik yang lemah, tidak bisa melakukan banyak aktivitas, mual, muntah, dan nafsu makan menurun,(Brunner & suddarth, 2002) c. Riwayat Penyakit dahulu

Ada tidaknya riwayat DM pada masa lalu yang akan mempengaruhi proses perawatan  post operasi, (Sjamsuhidayat & Wim Dejong, 1998) d. Riwayat Penyakit Keluarga

Fraktur bukan merupakan suatu penyakit keturunan akan tetapi adanya riwayat keluarga dengan DM perlu di perhatikan karena dapat mempengaruhi perawatan post operasi, (Sjamsuhidayat & Wim Dejong, 1998). e. Pola Kebiasan 1. Pola Nutrisi

Umumnya pola nutrisi pasien tidak mengalami perubahan, namun ada beberapa kondisi dapat menyebabkan pola nutrisi berubah, seperti nyeri yang hebat, dampak hospitalisasi terutama bagi pasien yang merupakn pengalaman pertama masuk rumah sakit, (Doenges, 2000).

2. Pola Eliminasi

Pasien dapat cenderung mengalami gangguan eliminasi BAB seperti konstipasi dan gangguan eliminasi urine akibat adanya program eliminasi dilakukan ditempat tidur, (Doenges, 2000) 3. Pola Istirahat

Umumnya kebutuhan istirahat atau tidur pasien tidak mengalami perubahan yang  berarti, namun ada beberapa kondisi dapat menyebabkan pola istirahat terganggu atau  berubah seperti timbulnya rasa nyeri yang hebat dan dampak hospitali, (Doenges, 2000) 4. Pola Aktivitas

Umumnya pasien tidak dapat melakukan aktivitas (rutinitas) sebagaimana biasanya, yang hampir seluruh aktivitas dilakukan ditempat tidur. Hal ini dilakukan karena ada  perubahan fungsi anggota gerak serta program immobilisasi, untuk melakukan aktivitasnya  pasien harus dibantu oleh orang lain, namun untuk aktivitas yang sifatnya ringan pasien masih dapat melakukannya sendiri, (Doenges, 2000) 5. Personal Hygiene

Pasien masih mampu melakukan personal hygienenya, namun harus ada bantuan dari orang lain, aktivitas ini sering dilakukan pasien ditempat tidur. (Doenges, 2000) f.

Riwayat Psikologis

Biasanya dapat timbul rasa takut dan cemas terhadap fraktur, selain itu dapat juga terjadi ganggguan konsep diri body image, jika terjadi atropi otot kulit pucat, kering dan  besisik. Dampak psikologis ini dapat muncul pada pasien yang masih dalam perawatan dirumah sakit. Hal ini dapat terjadi karena adanya program immobilisasi serta proses  penyembuhan yang cukup lama, (Doenges, 2000) g. Riwayat Spiritual

Pada pasien post operasi fraktur tibia riwayat spiritualnya tidak mengalami gangguan yang berarti, pasien masih tetap bisa bertoleransi terhadap agama yang dianut, masih bisa mengartikan makna dan tujuan serta harapan pasien terhadap penyakitnya, (Doenges, 2000)

h. Riwayat Sosial

Dampak sosial adalah adanya ketergantungan pada orang lain dan sebaliknya pasien dapat juga menarik diri dari lingkungannya karena merasa dirinya tidak berguna (terutama kalau ada program amputasi), (Doenges, 2000) i.

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik biasanya dilakukan setelah riwayat kesehatan dikumpulkan,  pemeriksaan fisik yang lengkap biasanya dimulai secara berurutan dari kepala sampai kejari kaki. 1. Inspeksi Pengamatan terhadap lokasi pembengkakan, warna kulit pucat, Laserasi, kemerahan mungkin timbul pada area terjadinya faktur adanya spasme otot dan keadaan kulit. 2. Palpasi Pemeriksaan dengan cara perabaan, yaitu penolakan otot oleh sentuhan kita adalah nyeri tekan, lepas dan sampai batas mana daerah yang sakit biasanya terdapat nyeri tekan  pada area fraktur dan di daerah luka insisi. 3. Perkusi Perkusi biasanya jarang dilakukan pada kasus fraktur. 4. Auskultasi Pemeriksaan dengan cara mendengarkan gerakan udara melalui struktur berongga atau cairan yang mengakibatkan struktur solit bergerak. Pada pasien fraktur pemeriksa an ini  pada areal yang sakit jarang dilakukan, (Brunner & Suddarth, 2002)

 j.

Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Laboratorium a. Pemeriksaan leukosit urine

Bisa cenderung dapat terjadi formasi batu kemih yang menetap akibat Program Immobilisasi.  b. Darah Hitung darah lengkap: memotokrit mungkin meningkat, atau menurun karena pendarahan  bermakna pada sisi fraktur. 2. Rontgent Untuk mengetahui secara pasti lokasi fraktur, luas fraktur, dan menunjukkan jenis kerusakan sehingga dapat ditegakkan diagnosa pasti, (Doenges, 2000) B.

Analisa Data dan Diagnosa Keperawatan

a. Analisa Data Data

Etiologi

Masalah

Ds: - Keluhan rasa nyeri yang hebat pada daerah Fraktur - Kebas/ kesemutan - Tangan sakit bila digerakkan - Takut cacat - Takut melakukan pergerakan - Cemas yang berlebihan Do: - Keadaan umum lemah - Nyeri tekan pada daerah fraktur - Ekpresi wajah meringis - Menolak untuk melakukan  pergerakan - Penurunan kekuatan otot - Pembengkakan jaringan pada sisi cedera - Perdarahan pada daerah fraktur - Cemas/ gelisah

- spasme otot, gerakan fragmen

-Nyeri akut

b.

tulang, oedema dan cedera pada  jaringan lunak

- kerusakan rangka neuromuskuler tidak adekuatnya pertahanan  primer, kerusakan kulit, trauma  jaringan. kehilangan integeritas tulang ( fraktur)

-Kerusakan mobilitas fisik

Resiko tinggi terhadap infeksi

. Resiko tinggi terhadap trauma

Diagnosa keperawatan

1.  Nyeri (akut) berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang, oedema dan cedera  pada jaringan lunak 

2. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka neuromuskuler  3. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan primer, kerusakan kulit, trauma jaringan

4. . Resiko tinggi terhadap trauma berhubungan dengan kehilangan integeritas tulang ( fraktur)

C. Intervensi dan Implementasi

Dx

Tujuan dan kriteria hasil

no

intervensi Intervensi

rasional

1

Ps Menyatakan nyeri hilang

- Pertahankan imobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring. - Tinggikan dan dukung ekstremitas yang terkena - Dorong pasien untuk mendiskusikan masalah sehubungan dengan cedera - Lakukan dan awasi latihan tentang gerak pasif/ aktif - Indentifikasi aktifitas terapeutik yang tepat untuk usia  pasien, kemampuan fisik dan  penampilan pribadi

- Menghilangkan nyeri dan mencegah kasalahan posisi tulang/ tegangan jaringan yang cedera - Meningkatkan aliran balik Vena, menurunkan oedema, dan menurunkan nyeri - Membantu untuk menghilangkan a nsietas, pasien dapat merasakan kebutuhan untuk menghilangkan  pengalaman cedera - Mempetahankan kekuatan otot yang sakit dan memudahkan resolusi, imflamasi pada jaringan yang cedera - Mencegah kebosanan, menurunkan tegangan, dan dapat meningkatkan harga diri, dan kemampuan Koping

2

Tujuan : - Meningkatkan/ mempertahankan mobilitas  pada tingkat yang mungkin Kriteria: - Mempertahankan posisi fungsional - Meningkatkan kekuatan/ yang sakit dan mengkompensasi bagian tubuh - Menunjukkan tehnik yang mampu melakukan aktivitas

- Kaji derajat Imobilisasi yang dihasilkan oleh cedera/  pengobatan dan perhatikan  persepsi pasien terhadap immobilisasi - Dorong partisipasi pada aktivitas terapeutik/ rekreasi,  pertahankan rangsangan. contoh radio, TV, koran, kujungan keluarga/ teman - Intruksikan pasien untuk/ bantu dalam rentan gerak pasien pada ekstremitas yang sakit dan yang tidak sakit - Berikan/ bantu dalam mobilisasi dengan kursi roda, tongkat, segera mungkin intruksikan keamanan dalam menggunakan alat mobilitas

- Pasien mungkin dibatasi oleh  pandangan diri/ persepsi diri tentang keterbatasan fisik aktual, memerlukan informasi/ intervensi untuk meningkatkan kemajuan kesehatan - Memberikan kesempatan untuk mengeluarkan energi, memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan rasa kontrol diri/ harga diri, dan membantu menurunkan isolasi sosial - Meningkatkan aliran darah ke otot dan tulang untuk meningkatkan tonus otot, mempertahankan gerak sendi, mencegah gerak konfraktur - Mobilitas diri menurunkan komplikasi tirah baring dan meningkatkan penyembuhan dan normalisasi fungsi organ

Tujuan: - Mencapai penyembuhan luka sesuai waktu, bebas drainase purulen atau demam Kriteria: - Pasien mengutarakan nyeri pada luka berkurang - Perawatan memberikan hasil yang baik - Tanda infeksi tidak terjadi

- Inspeksi kulit untuk adanya iritasi atau robekan kontinuitas - Kaji sisi pen atau Kulit,  perhatikan keluhan peningkatan nyeri/ rasa terbakar atau adanya oedema, eritema, derainase/ bau tak enak - Berikan perawatan pen atau kawat steril sesuai perotokol dan latihan cuci tangan - Intruksikan pasien untuk tidak menyebutkan sisi insersi

- Pen/ kawat tidak harus dimasukkan melalui kulit yang terinfeksi, kemerahan/ abrasi (Dapat menimbulkan infeksi tulang) - Dapat mengindientifikasikan timbulnya indikasi lokal atau nekrosis jaringan, yang dapat menimbulkan oesteomiditis. - Dapat mencegah kontaminasi silang dan kemungkinan infeksi - Meminimalkan kesempatan untuk kombinasi

Tujuan: - Mempertahankan Stabilisasi Kriteria;

- Pertahankan tirah baring/ ekstremitas sesuai dengan indikasi - Sokong dengan bantal/

- Meningkatkan stabilitas, menurunkan kemungkinan gangguan posisi/ penyembuhan - Mencegah gerakan yang tidak

3

4

implementasi

Tujuan dari  pelaksanaan untuk memenuhi kebutuhan  pasien secara optimal.  pelaksanaan  perawatan yang dilakukan  berdasarkan diagnosa  perencanaan  perawatan pada  pasien fraktur tibia adalah: 1. Memberikan rasa nyaman  pada pasien 2. Melakukan mobilisasi sesuai dengan keadaan pasien 3. Mencegah terjadinya infeksi gangguan integeritas kulit 4. Membantu memenuhi kebutuhan  pasien seharihari 5. Melibatkan  peran serta anggota keluarga dalam tindakan 6. Memberikan  penyuluhan dan  bimbingan pada keluarga pasien, dan memberikan dorongan pada

- Menunjukkan mekanika tubuh yang meningkatkan stabilitas pada posisi fraktur - Menunjukkan  pembentukan kallus/ mulai  penyatuan fraktur dengan tepat

gulungan selimut, pertahankan  posisi netral pada bagian yang sakit dengan bantal pasir - Pertahankan posisi/ integritas traksi - Bantu meletakkan beban dibawah roda tempat tidur bila diindikasikan

 perlu dan perubahan posisi. Posisi yang tepat dari bantal juga dapat mencegah tekanan deformitas pada gip yang kering. - Traksi memungkinkan tarikan  pada aksis panjang fraktur tulang dan mengatasi tegangan otot/  pemendekan untuk memudahkan  posisi/ penyatuan - Membentuk posisi pasien dan fungsi traksi dengan memberikan keseimbangan timbal balik

 pasien

D. Evaluasi

Evaluasi adalah pengukuran terhadap kebersihan dari rencana keperawatan dalam memenuhi kebutuhan pasien, evaluasi. Semua masalah yang dihadapi oleh pasien teratasi sebagian hal ini disebabkan masih adanya luka bekas operasi yang tidak mungkin dapat disembuh dalam dalam waktu yang sangat singkat dan nyeri yang dirasakan pasien belum sembuh total, serta pasien belum bisa melakukan aktivitas secara mandiri sesuai dengan kriteria hasil yang diharapkan. Dan dari hasil evaluasi tersebut didapatkan perubahan perubahan pada pasien yang mengarah kepada kondisi yang lebih dari sebelumnya. Seperti misalnya pada masalah Resiko terhadap infeksi; tidak ditemukan adanya tanda- tanda infeksi

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan

Fraktur tibia(Fraktur Colles) adalah fraktur yang terjadi pada bagian tibia sebelah kanan akibat jatuh yang bertumpu pada tangan dorsifleksi terbuka. Fraktur ini sering terjadi  pada anak- anak dan wanita lanjut usia dengan tulang osteoporesis dan tulang lemah yang tak mampu menahan energi akibat jatuh, (Oswari, 1995)Fraktur dapat terjadi diakibat oleh  beberapa hal: a. Kekerasan langsung yaitu tulang patah pada titik terjadinya kekerasan itu sendiri, biasanya  bersifat terbuka dengan garis patah melintang atau miring  b. Kekerasan tidak langsung yaitu patah tulang ditempat yang jauh dari tempat terjadinya kekerasan, biasanya terjadi pada bagian paling lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan, (Oswari, 1995) Menurut Oswari (1995), gejala klinis fraktur tibia dapat dibedakan sebagai  berikut: a. Bentuk anggota badan yang diduga patah tampa k berubah  b. Patah lengan atau tungkai bawah, menyebabkan anggota gerak tampak lebih pendek c. Anggota badan yang patah tidak dapat digerakkan d. Anggota badan yang patah bila digerakkan akan terasa gesekan tulang e. Daerah yang patah terasa sakit, bengkak dan berubah warna. f. Gejala yang pasti ialah bila dibuat foto rontgent. B. Saran

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua sebagai calon perawat, yang nantinya akan menjadi serang perawat propesional yang bertugas melayani masyarakt dimanapun kita di tempatkan

DAFTAR PUSTAKA

Brunner, Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol.3. EGC. Jakarta Dep.Kres.RI 1995. Penerapan proses keperawatan pada klien dengan ganggua sistem muskuloskletal. Pusat pendidikan tenaga kesehatan Dep.Kes.RI. Jakarta Joanne C.Mc Closkey. 1996. Nursing intervention classification (NIC). Mosby year book. St. Louis Long. 1996. Perawatan medikal bedah. Yayasan ikatan alumni pendidikan keperawatan Padjajaran. Bandung. Prince, Wilson. 1995. Patofisiologi konsep klinis proses-prpses penyakit , edisi 4, buku 2. EGC. Jakarta

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas dari tulang, sering di ikuti oleh kerusakan  jaringan lunak dengan berbagai macam derajat, mengenai pembuluh darah, otot, dan  persarafan. Fraktur dapat di klasifikasikan sebagai berikut: Fraktur tertutup (simple fracture) adalah suatu fraktur yang tidak mempunyai hubungan dengan dunia luar. Fraktur terbuka (compound fracture) adalah fraktur yang mempunyaihubungan dengan dunia luar melalui luka pada kulit dan jaringan lunak Fraktur tulang panjang yang paling sering terjadi adalah fraktur pada tibia . Pusat  Nasional Kesehatan di luar negeri melaporkan bahwa fraktur ini berjumlah ±77.000 orang, dan ada di 569.000 rumah sakit tiap hari /tahunnya. Pada fraktur tibia, dapat terjadi fraktur  pada bagian diafisis,kondiler, dan pergelangan kaki

B.

Tujuan

Adapun tujuan penuliasan Makalah ini adalah untuk memenuhi tuntutan tugas perkuliahan mata kuliah system muskulus skeletal, dan tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai  berikut: -

Mahasiswa mampu mengerti dan memahami tentang fraktur tibia tertutup, Mahasiswa mampu mengetahui bagaimana porses keperawata pada klien dengan fraktur tibia tertutup.

DAFTAR ISI

Kata Pengantar………………………………………………………………………………... Daftar isi ………………………………………………………………………………………. BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………………………... A. Latar Belakang masalah…..…………………………………………………………. B. Tujuan ………………………………………………………………………………... BAB II TINJAUAN TEORITIS……………………………………………………………… A. Pengertian……………………………………………………………………………... B. Etiologi…………………………………………………………………………………. C. Gejala klinis…………………………………………………………………………… D. Patofisiologi……………………………………………………………………………. E. Penatalaksanaan ………………………………………………………………………. F. Pemeriksaan Diagnostik ……………………………………………………………… G. Medical Pathway…………………………………………………………………........ BAB IIIKonsep Dasar Teoritis Keperawatan………………………………………………. A. Pengkajian…………………………………………………………………………….. B. Analisa Data dan Diagnosa Keperawatan…………………………………………………… C. Intervensi dan Implementasi…………………………………………………………. D. Evaluasi……………………………………………………………………………....... BAB IV PENUTUP…………………………………………………………………………… A. Kesimpulan……………………………………………………………………………. B. Saran…………………………………………………………………………………… DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………….

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF