Askep ARDS Intensif Care
September 7, 2017 | Author: Evangeline Hutabarat | Category: N/A
Short Description
Download Askep ARDS Intensif Care...
Description
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN ARDS (Adult Respiratory Distress Syndrome) 1.
Definisi Adult Respiratory Distress Syndrome (ARDS) merupakan sindrom yang ditandai oleh peningkatan permeabilitas membran alveolar-kapiler terhadap air, larutan dan protein plasma, disertai kerusakan alveolar difus, dan akumulasi cairan dalam parenkim paru yang mengandung protein. Sindrom klinis yang ditandai dengan penurunan progresif kandungan oksigen arteri yang terjadi setelah penyakit atau cedera serius (Brunner & Suddarth, 2001) Kondisi kedaruratan paru yang tiba-tiba dan bentuk kegagalan nafas berat, biasanya terjadi pada orang yang sebelumnya sehat yang telah terpajan pada berbagai penyebab pulmonal dan non pulmonal. (Hudak & Gallow,1997 ) Merupkan sindrom yang ditandai oleh peningkatan permeabilitas membrane alveolar kapiler terhadap air, larutan, dan protein plasma, disertai kerusakan alveolar difus, dan akumulasi cairan dalam parenkim paru yang mengandung protein (Aru W, dkk, 2006)
2.
Epidemiologi/Insiden Kasus ARDS telah menunjukkan hubungan dengan angka kematian hingga setinggi 50% sampai 60%. Angka bertahan hidup sedikit meningkat ketika penyebabnya dapat ditentukan, serta diobati secara dini dan agresif, terutama pengguna tekanan ekspirasi akhir positif (PPEP). Tahunan insiden dari ARDS adalah 1,5-13,5 orang per 100.000 orang dalam populasi umum. Its insiden di unit perawatan intensif (ICU), ventilasi mekanis penduduk jauh lebih tinggi.
3.
Faktor Resiko 1. Trauma langsung pada paru •
Pneumoni virus,bakteri,fungal
•
Contusio paru
•
Aspirasi cairan lambung
•
Inhalasi asap berlebih
•
Inhalasi toksin
•
Menghisap O2 konsentrasi tinggi dalam waktu lama
2. Trauma tidak langsung
4.
•
Sepsis
•
Shock
•
DIC (Dissemineted Intravaskuler Coagulation)
•
Pankreatitis
•
Uremia
•
Overdosis Obat
•
Idiophatic (tidak diketahui)
•
Bedah Cardiobaypass yang lama
•
Transfusi darah yang banyak
•
PIH (Pregnand Induced Hipertension)
•
Peningkatan TIK
•
Terapi radiasi
Patofisiologi terjadinya penyakit ARDS dimulai dengan kerusakan pada epitel alveolar dan endotel mikrovaskuler. Kerusakan awal dapat diakibatkan injury langsung atau tidak langsung. Kedua hal tersebut mengaktifkan kaskade inflamasi, yang dibagi dalam 3 fase yang dapat dijumpai secara tumpang tindih : Inisiasi, Amplikasi, dan injury. Pada fase inisiasi, kondisi yang menjadi faktor resiko akan menyebabkan sel – sel imun dan non imun melepaskan mediator – mediator dan modulator – modulator inflamasi di dalam paru dan ke sistemik. Pada fase amflikasi, sel efektor seperti netrofil teraktifasi, tertarik ke dan tertahan di dalam paru. Di dalam organ target tersebut mereka melepaskan mediator inflamasi, termasuk oksidan dan protease, yang secara langsung merusak paru dan mendorong proses inflamasi selanjutnya. Fase
ketiga
disebut
fase
injury.
Kerusakan
pada
membran
alveolar-kapiler
menyebabkan peningkatan permiabilitas membran, dan aliran cairan yang kaya protein masuk ke ruang alveolar. Cairan dan protein tersebut merusak integritas surfaktan di alveolus, dan terjadi kerusakan lebih jauh.
Terdapat 3 fase kerusakan alveolus : Fase eksudatif (ditandai edema interstisial dan alveolar, nekrosis sel pneumosit tipe 1 dan denudasi/terlepasnya membran basalis, pembengkakan sel endotel dengan pelebaran interselular junction, terbentuknya membran hialin pada duktus alveolar dan ruang udara, dan inflamasi neotrofil. Juga ditemukan hipertensi pulmoner dan berkurangnya compliance paru. Fase proliferatif : Paling cepat timbul setelah 3 hari sejak onset, ditandai proliferasi sel epitel pneumosit tipe 2. Fase fibrosis : Kolagen meningkat dan paru menjadi padat karena fibrosis. 5.
Gejala Klinis Gejala klinis utama pada kasus ARDS adalah : o
Penurunan kesadaran mental
o Takikardi (denyut jantung cepat), takipnea(nafas cepat) o
Dispnea dengan kesulitan bernafas
o
Terdapat retraksi interkosta
o
Sianosis
o
Hipoksemia
o
Auskultasi paru : ronkhi basah, krekels, stridor, wheezing
o
Auskultasi jantung : BJ normal tanpa murmur atau gallop
o
Hipotensi
o Febris (demam) 6.
Pemeriksaan Fisik Inspeksi :
o Mengamati bagian thorak. Auskultasi :
o Menggunakan stetoskop untuk mendengarkan frekuensi nafas Palpasi : o
Menekan bagian thorak untuk mengetahui apakah thoraknya edema dan
nyeri Perkusi :
o Untuk mengetahui apakah ada cairan dalam paru – paru atau tidak.
-
Temuan fisik seringkali nonspesifik dan mencakup tachypnea, takikardia, dan kebutuhan oksigen terinspirasi tinggi konsentrasi untuk mempertahankan saturasi oksigen.
-
Pasien mungkin demam atau hipotermia.
-
ARDS karena sering terjadi dalam konteks sepsis, berhubungan dengan hipotensi dan peripheral vasokonstriksi dengan ekstremitas dingin mungkin ada.
-
Sianosis bibir dan kuku tempat tidur dapat terjadi. Pemeriksaan paru-paru mungkin mengungkapkan bilateral rales.
-
Karena pasien sering intubated dan ventilasi mekanis, penurunan bunyi napas lebih dari satu paru-paru mungkin menandakan adanya pneumotoraks atau endotracheal tabung ke bronkus utama kanan.
-
Manifestasi dari penyebab yang mendasari, seperti temuan di perut akut pankreatitis, yang hadir.
-
Dalam septik pasien tanpa sumber yang jelas, perhatikan baik-baik selama pemeriksaan fisik untuk mengidentifikasi potensi penyebab sepsis, termasuk tandatanda konsolidasi paru-paru atau temuan konsisten dengan perut yang akut.
7.
Pemeriksaan diagnostik/penunjang Laboratorium
•
Analisa gas darah : o
Hipoksemia ( pe ↓ PaO2 )
o
Hipokapnia ( pe ↓ PCO2 ) pada tahap awal karena
hiperventilasi o
Hiperkapnia ( pe ↑ PCO2 ) menunjukkan gagal ventilasi
o
Alkalosis respiratori ( pH > 7,45 ) pada tahap dini
o
Asidosis respiratori / metabolik terjadi pada tahap lanjut
•
Leukositosis
(pada
sepsis),
anemia,
trombositopenia
(refleksi
implamasi sistemik dan injuri endotel), peningkatan kadar amilase (pada pankreatitis)
•
Gangguan fungsi ginjal dan hati, tanda koagulasi intravaskular
diseminata (sebagai bagian dari MODS/ multiple organ disfunction syndrome ) Radiologi
•
Foto dada:
Tahap awal ; sedikit normal, infiltrasi pada perihilir paru Tahap lanjut ; Interstisial bilateral difus pada paru, infiltrate di alveoli
•
CT scan: Pola heterogen, predominasi infiltrat pada
area dorsal paru (foto sufine).
8.
Diagnosis/ kriteria diagnosis Onset akut umumnya ialah 3-5 hari sejak adanya diagnosis kondisi yang menjadi faktor risiko ARDS. Tanda pertama adalah takipnea. Dapat ditemui hipotensi dan febris. Pada auskultasi ditemukan ronki basah. Kriteria lainnya antara lain : -
Tekanan arteri pulmonar < 19 mmHg (tanpa ada tanda klinik CHF)
-
Kegagalan oksigenasi
-
Hipoksemia yang refrakter dengan terapi oksigen. Derajat beratnya hipoksemia
dilihat melalui rasio tekanan
oksigen arteri pulmonal (PO2) dengan konsentrasi
oksigen inspirasi (FiO2): PO2/FiO2 < 26 kPA (< 200 mmHg), -
Foto toraks memperlihatkan gambaran infiltrat bilateral yang difus
-
Tidak ditemukan gejala edema paru kardiogenik dan tekanan baji paru < 18
mmHg.
9.
Therapi/tindakan penanganan -
-
Ambil alih fungsi pernapasan dengan ventilator mekanik
Obat – obatan
•
Kortikoseroid pada pasien dengan usia lanjut ARDS / ALI atau fase
fibroproliferatif, yaitu pasien dengan hipoksemia berat yang persisten, pada atau sekitar hari ke 7 ARDS. Rekomendasi mengenai hal ini masih menunggu hasil studi multi senter RCT besar yang sedang berlangsung.
•
Inhalasi nitric oxide ( NO) memberi efek vasodilatasi selektif pada
area paru yan terdistribusi, sehingga menurunkan pirau intrapulmoner dan tekanan arteri pulmoner, memperbaiki V/Q matching dan oksigenasi arterial. Diberikan hanya pada pasien dengan hipoksia berat yang refrakter.
-
Posisi pasien: posisi telungkup meningkatkan oksigenasi, tetapi tidak
mengubah mortalitas. Perhatian terutama saat merubah posisi terlentang ke telungkup, dan mencegah dekubitus pada area yang menumpu beban. -
Cairan : pemberian cairan harus menghitung keseimbangan antara :
Kebutuhan perfusi organ yang optimal
Masalah ekstra vasasi cairan ke paru dan jaringan : peningkatan tekanan
hidrostatik intravascular mendorong akumulasi cairan di alveolus.
10.PROGNOSIS Walaupun banyak penelitian telah dilakukan untuk mengetahui mekanisme ARDS, perbaikan pengobatan dan teknik ventilator tapi mortalitas pasien dengan ARDS masih cukup tinggi yaitu > 50%. Beberapa pasien yang bertahan hidup akan didapatkan fibrosis pada parunya dan disfungsi pada proses difusi gas/udara Sebagian pasien dapat pulih kembali dengan cukup baik walaupun setelah sakit berat dan perawatan ICU yang lama. 11. KOMPLIKASI Karena ARDS adalah kondisi yang sangat serius yang memerlukan bentuk terapi invasif bukan tanpa risiko. Komplikasi yang harus dipertimbangkan adalah: •
Paru: barotrauma (volutrauma), emboli paru (PE), fibrosis paru, ventilator-
associated pneumonia (VAP). •
Gastrointestinal: pendarahan (ulkus), dysmotility, pneumoperitoneum, bakteri
translokasi. •
Jantung: aritmia, infark disfungsi
•
Ginjal: gagal ginjal akut (ARF), keseimbangan cairan positif.
•
Mechanical: vaskular cedera, pneumotoraks (dengan menempatkan kateter
arteri paru-paru), trakea cedera / stenosis (hasil intubasi dan / atau iritasi dengan endotracheal tabung.
•
Nutritional: malnutrition (catabolic state), electrolyte deficiencGizi: gizi buruk
(katabolik negara), kekurangan elektrolit
B. Konsep Asuhan Keperawatan Intensif ARDS 1. Pengkajian a. Pengkajian Awal -
Airway : DS: Pasien mengeluh sesak nafas DO: Terlihat pasien kesulitan bernafas, mungkin terjadi crakles, ronchi, dan suara nafas bronkhial.
-
Breathing: DS : pasien mengeluh sesak nafas DO : pernafasan cepat dan dangkal, Peningkatan kerja nafas ; penggunaan otot bantu pernafasan seperti retraksi intercostal atau substernal, nasal flaring, meskipun kadar oksigen tinggi. Suara nafas : biasanya normal, mungkin pula terjadi crakles, ronchi, dan suara nafas bronkhial. Perkusi dada : Dull diatas area konsolidasi. Penurunan dan tidak seimbangnya ekpansi dada. Peningkatan fremitus (tremor vibrator pada dada yang ditemukan dengan cara palpasi. Sputum encer, berbusa.
-
Circulation : DS: pasien mengeluh sesak nafas DO: Tekanan darah bisa normal atau meningkat (terjadinya hipoksemia), hipotensi terjadi pada stadium lanjut (shock). Heart rate : takikardi biasa terjadi.
Bunyi jantung : normal pada fase awal, S2 (komponen pulmonic) dapat terjadi. Disritmia dapat terjadi, tetapi ECG sering menunjukkan normal. Kulit dan membran mukosa : mungkin pucat, dingin. Cyanosis biasa terjadi (stadium lanjut)
b. Pengkajian Dasar -
Breathing DS : pasien mengeluh sesak nafas DO : pernafasan cepat dan dangkal, Peningkatan kerja nafas ; penggunaan otot bantu pernafasan seperti retraksi intercostal atau substernal, nasal flaring, meskipun kadar oksigen tinggi. Suara nafas : biasanya normal, mungkin pula terjadi crakles, ronchi, dan suara nafas bronkhial. Perkusi dada : Dull diatas area konsolidasi. Penurunan dan tidak seimbangnya ekpansi dada. Peningkatan fremitus (tremor vibrator pada dada yang ditemukan dengan cara palpasi. Sputum encer, berbusa.
-
Blood DS : DO : kulit terlihat sianosis, hipotensi, Pemeriksaan hasil Analisa Gas Darah: Hipoksemia ( pe ↓ PaO2 ), Hipokapnia ( pe ↓ PCO2 ) pada tahap awal karena hiperventilasi, Hiperkapnia ( pe ↑ PCO2 ) menunjukkan gagal ventilasi, Alkalosis respiratori ( pH > 7,45 ) pada tahap dini, Asidosis respiratori / metabolik terjadi pada tahap lanjut
-
Brain DS : pasien mengeluh kepala terasa sakit DO : terjadi penurunan kesadaran mental.
-
Bladder : DS : -
DO : -
Bowel DS : pasien mengeluh mual, dan kehilangan nafsu makan. DO : hilang atau melemahnya bising usus, perubahan atau penurunan berat badan.
-
Bone DS : DO : terdapat sianosis pada kulit dan kuku.
2. Diagnosa keperawatan a. Bersihan Jalan Nafas Tak Efektif Dapat dihubungkan dengan : Meningkatnya tahanan jalan nafas (edema interstisisial). Kemungkinan dibuktikan oleh : Laporan dipsnea, perubahan kedalaman atau frekuensi pernapasan, penggunaan otot aksesori untuk bernafas, batuk ( efektif/tidak efektif) dengan atau tanpa produksi sputum, Ansietas atau gelisah. b. Kerusakan pertukaran gas Dapat dihubungkan dengan : Kehilangan surfaktan menyebabkan kolaps alveoli Kemungkinn dibuktikan oleh : Takipnea, penggunaan otot aksesori, sianosis, perubahan GDA, gradient A-a dan tindakan pirau, ketidakcocokan ventilasi atau perpusi dengan peningkatan c. Gangguan perfusi jaringan Dapat dihubungkan dengan : penurunan aliran balik vena, dan penurunan curah jantung. Kemungkinan dibuktikan oleh :sianosis, perubahan GDA. d. Ansietas Dapat dihubungkan dengan : proses perpajanan penyakit Kemungkinn dibuktikan oleh : gelisah, respon verbal yang
mengatakan takut
INJURY
Mengaktifkan proses inflamasi
Fase inisiasi (sel-sel imun dan non-imun melepaskan mediator inflamasi di dalam paru dan sistemik)
Fase amplikasi (teraktifasinya netrofil)
Tertarik dan tertahan dalam paru
Terlepasnya mediator inflamasi (oksidan dan protease)
Merusak paru dan mendorong proses inflamasi
Kerusakan membrane alveolar
Peningkatan permeabilitas kapiler
Gangguan pertukaran gas
Kebocoran pada kapiler darah alveoli
Cairan yang kaya protein masuk ke ruang alveoli
Perbedaan tekanan hidrostatik paru
Bersihan jalan nafas tidak efektif
Edema paru
pe↓ difusi O2 dan co2
Penurunan aliran darah balik ke jantung
Penurunan surfaktan
Pohon Masalah
Kolaps alveolar yang progresif
pe↓complience paru
Sesak
Ansietas
pe↓ cardiac output
Gangguan perfusi jaringan
DAFTAR PUSTAKA
1) Alspach, Grif JoAnn, 2006, Core Curriculum for Critical Care Nursing, 6th Ed, Sanders Elsevier, USA
2) Brunner & Suddarth. 2001. Keperawatan Medical Bedah Pendekatan Sistem Pernapasan. Edisi 8. Jakarta : EGC.
3) Doengoes, E. Marilyn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta: EGC 4) Huddak & Gallo. 1996. Keperawatan Kritis Vol. 2. Jakarta: EGC 5) Price, Sylvia, Wilson. 2006. Potofisiologi Konsep Klinis Proses – proses Penyakit. Jakarta : EGC 6) Situs internet.
View more...
Comments