Asinan Kimchi

November 23, 2020 | Author: Anonymous | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download Asinan Kimchi...

Description

II. TINJAUAN PUSTAKA

Pengolahan bahan pangan secara tradisional sudah dikenal lama, salah satunya adalah dengan fermentasi. Fermentasi merupakan metode pengolahan  pangan dengan mempergunakan metode tertentu untuk menghasilkan asam atau komponen lainnya yang dapat menghambat mikrobia perusak (Widowati dan Misgiyarta, 2003). Fermentasi terjadi akibat adanya aktivitas mikroba pada substrat organik yang sesuai yang menyebabkan perubahan sifat bahan pangan akibat pemecahan kandungan bahan pangan tersebut (Marliyati, 1992) sehingga makanan menjadi lebih bergizi, mudah dicerna, lebih aman, dan memiliki citarasa lebih baik (Widowati dan Misgiyarta, 2003). Fermentasi juga menjadi cara yang efektif dengan biaya rendah untuk mengawetkan, menjaga kualitas dan keamanan makanan, serta memberikan tekstur tertentu pada produk pangan (Parveen dan Hafiz, 2003). Menurut Salsabilla dkk. (2013), reaksi proses fermentasi adalah sebagai berikut: C6H12O6 2CH3CHOHCOOH + 22,5 kkal Asam laktat C6H12O6 2CH3CH2OH + 2CO 2 + 22 kkal Etil alkohol Fermentasi juga dapat didefinisikan sebagai proses oksidasi anaerob atau anaerob sebagian karbohidrat yang menghasilkan asam dan alkohol, meskipun lemak dan protein juga banyak digunakan sebagai substrat fermentasi. Mikroba yang berperan dalam proses fermentasi adalah bakteri, khamir, dan kapang; terutama pembentuk asam laktat, asam asetat, dan beberapa khamir penghasil alkohol (Suprapti, 2005). Fermentasi terbagi menjadi dua, yaitu fermentasi spontan dan tidak spontan (membutuhkan  starter ). ). Fermentasi spontan adalah fermentasi bahan pangan dimana dalam pembuatannya tidak ditambahkan mikroorganisme dalam bentuk  starter atau ragi tetapi mikroorganisme yang  berperan aktif dalam proses fermentasi berkembang biak secara spontan karena lingkungan hidupnya dibuat sesuai untuk pertumbuhannya. Fermentasi tidak spontan adalah fermentasi yang dilakukan dengan penambahan kultur organisme

II. TINJAUAN PUSTAKA

Pengolahan bahan pangan secara tradisional sudah dikenal lama, salah satunya adalah dengan fermentasi. Fermentasi merupakan metode pengolahan  pangan dengan mempergunakan metode tertentu untuk menghasilkan asam atau komponen lainnya yang dapat menghambat mikrobia perusak (Widowati dan Misgiyarta, 2003). Fermentasi terjadi akibat adanya aktivitas mikroba pada substrat organik yang sesuai yang menyebabkan perubahan sifat bahan pangan akibat pemecahan kandungan bahan pangan tersebut (Marliyati, 1992) sehingga makanan menjadi lebih bergizi, mudah dicerna, lebih aman, dan memiliki citarasa lebih baik (Widowati dan Misgiyarta, 2003). Fermentasi juga menjadi cara yang efektif dengan biaya rendah untuk mengawetkan, menjaga kualitas dan keamanan makanan, serta memberikan tekstur tertentu pada produk pangan (Parveen dan Hafiz, 2003). Menurut Salsabilla dkk. (2013), reaksi proses fermentasi adalah sebagai berikut: C6H12O6 2CH3CHOHCOOH + 22,5 kkal Asam laktat C6H12O6 2CH3CH2OH + 2CO 2 + 22 kkal Etil alkohol Fermentasi juga dapat didefinisikan sebagai proses oksidasi anaerob atau anaerob sebagian karbohidrat yang menghasilkan asam dan alkohol, meskipun lemak dan protein juga banyak digunakan sebagai substrat fermentasi. Mikroba yang berperan dalam proses fermentasi adalah bakteri, khamir, dan kapang; terutama pembentuk asam laktat, asam asetat, dan beberapa khamir penghasil alkohol (Suprapti, 2005). Fermentasi terbagi menjadi dua, yaitu fermentasi spontan dan tidak spontan (membutuhkan  starter ). ). Fermentasi spontan adalah fermentasi bahan pangan dimana dalam pembuatannya tidak ditambahkan mikroorganisme dalam bentuk  starter atau ragi tetapi mikroorganisme yang  berperan aktif dalam proses fermentasi berkembang biak secara spontan karena lingkungan hidupnya dibuat sesuai untuk pertumbuhannya. Fermentasi tidak spontan adalah fermentasi yang dilakukan dengan penambahan kultur organisme

 bersama media penyeleksi sehingga proses fermentasi dapat berlangsung lebih cepat (Rahayu dkk., 1992). Proses fermentasi dalam bahan pangan atau biasa disebut juga sebagai  peragian merupakan suatu proses perubahan yang terjadi terhadap bahan pangan yang disebabkan oleh aktivitas mikrobia tertentu sehingga sifat-sifat dan kondisinya menjadi sama sekali berubah dari sebelumnya, kecuali unsur gizi dan kalorinya. Sebagai contoh adalah pada proses pembuatan tape, t empe, kecap, keju, cuka, dan lain-lainnya (Suprapti, 2005). Fermentasi bahan pangan adalah sebagai hasil kegiatan beberapa jenis mikroorganisme baik bakteri, khamir, dan kapang. Mikroorganisme yang memfermentasi bahan pangan dapat menghasilkan  perubahan yang menguntungkan (produk-produk fermentasi yang diinginkan) dan  perubahan yang merugikan (kerusakan bahan pangan). Mikroorganisme yang memfermentasi bahan pangan, yang paling penting adalah bakteri pembentuk asam laktat, asam asetat, dan beberapa jenis khamir penghasil alkohol (Suprihatin, 2010). Menurut Dwidjoseputro (1994), beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam pembuatan makanan fermentasi adalah sebagai berikut: 1. Oksigen Oksigen dibutuhkan untuk pertumbuhan kapang sehingga aliran udara yang terlalu cepat menyebabkan proses metabolisme akan berjalan cepat sehingga dihasilkan panas yang dapat merusak pertumbuhan kapang. Proses fermentasi spontan harus dilakukan pada tempat yang tertutup. Hal ini  bertujuan untuk mencegah pertumbuhan kapang karena kapang dan khamir memiliki ketahanan pH yang lebih rendah r endah dibanding bakteri pathogen. 2. Uap air. Uap air yang berlebihan akan menghambat pertumbuhan kapang. Hal ini disebabkan karena setiap jenis kapang mempunyai Aw optimum untuk  pertumbuhannya. Proses fermentasi yang baik harus memperkecil kadar air  bebas pada bahan pangan yang difermentasi, yaitu dengan penambahan  padatan

terlarut

seperti

garam,

gula,

atau

bahan

pengental.

3. Suhu. Suhu optimum untuk proses fermentasi adalah 32-36 0C. Inkubasi pada suhu rendah dapat menghambat pertumbuhan BAL yang tumbuh pada suhu ruang, sedangkan penggunaan suhu yang lebih tinggi dapat mendenaturasi  protein penyusun dinding sel bakteri asam laktat sehingga bakteri mati dan fermentasi tidak dapat berlangsung. Pengolahan

pangan

secara

fermentasi

memiliki

kelebihan

dan

kekurangannya sendiri. Beberapa kelebihan proses fermentasi adalah tahap fermentasi relatif lebih sederhana sehingga dapat dilakukan oleh industri rumah tangga, selin itu tidak memerlukan memerl ukan harga mahal, dan menghasilkan produk dengan nilai gizi yang tinggi dan citarasa yang khas. Sedangkan kelemahan fermentasi diantaranya yaitu mutu yang rendah dan tidak stabil. Proses fermentasinya tradisional dan berlangsung secara spontan sehingga mutu produk akhir yang dihasilkan tidak seragam dan kurang baik akibat adanya bakteri pembusuk dan  bakteri patogen yang tumbuh cepat mendahului bakteri asam laktat (Wicaksana dkk., 2013). Hasil fermentasi diperoleh sebagai akibat metabolisme mikroba-mikroba  pada suatu bahan pangan dalam keadaan anaerob. Mikroba yang melakukan fermentasi membutuhkan energi yang umumnya diperoleh dari glukosa. Dalam keadaan aerob, mikroba mengubah glukosa menjadi air, CO 2  dan energi (ATP). Beberapa mikroba hanya dapat melangsungkan metabolisme dalam keadaan anaerob dan hasilnya adalah substrat yang setengah terurai. Hasil penguraiannya adalah air, CO2, energi dan sejumlah asam organik lainnya, seperti asam laktat, asam asetat, etanol serta bahan-bahan organik yang mudah menguap. Perkembangan mikroba-mikroba dalam keadaan anaerob biasanya dicirikan sebagai proses fermentasi (Muchtadi dan Ayustaningwarno, 2010). Menurut

Tjahjadi

dan

Marta

(2011),

prinsip

fermentasi

adalah

memperbanyak jumlah mikroorganisme dan menggiatkan metabolismenya dalam  bahan pangan. Kondisi lingkungan yang diperlukan bagi pertumbuhan dan  produksi maksimum dalam fermentasi harus sesuai, terutama dalam faktor suhu

inkubasi, pH medium, oksigen, cahaya, dan agitasi. Dua faktor yang menjadi dasar dari prinsip pengawetan dengan fermentasi adalah seb agai berikut: 1. Menekan/mengendalikan

pertumbuhan

mikroorganisme

proteolitik

dan

lipolitik oleh alkohol atau asam organik yang dihasilkan dan bila populasinya sudah tinggi melalui persaingan akan zat gizi yang terdapat pada substrat. 2. Menggiatkan pertumbuhan dan metabolisme mikroorganisme penghasil alkohol dan asam organik. Menurut Rukmana dan Yuniarsih (2001), berdasarkan produk yang dihasilkan, fermentasi digolongkan menjadi 2 macam, yaitu : 1. Fermentasi alkoholis Fermentasi yang menghasilkan alkohol sebagai produk akhir disamping produk lainnya. Misalnya pada pembuatan tape dan wine. 2. Fermentasi non-alkoholis Fermentasi yang tidak menghasilkan alkohol sebagai p roduk akhir selain bahan lainnya. Misalnya pada pembuatan tempe dan antibiotika. Bakteri asam laktat (BAL) merupaka golongan bakteri yang mampu memfermentasikan gula atau karbohidrat untuk memproduksi asam laktat dalam  jumah besar. BAL memiliki ciri umum berupa bereaksi positif pada pewarnaan Gram, bereaksi negatif pada katalase dan tidak membentuk spora, dan dalam fermentasi glukosa akan menghasilkan asam laktat, dengan ciri morfologi  berbentuk bulat, susunan sel tetrad, gram positif dan motilitas negatif. Tipe fermentasi bakteri asam laktat metiputi homofermentatif yaitu yang hasil fermentasinya hanya asam laktat dan heterofermentatif yang hasil fermentasinya di samping asam laktat ada asam organik lainnya seperti asetat, gas CO2, dan etanol. Beberapa marga bakteri asam laktat adalah  Lactobacillus, Streptococcus,  Eneterococcus, Pediococcus, Tetragenococcus, Leuconostoc dan  Lactococcus (Romadhon dkk., 2012). Menurut Desrosier (1998), tiga karakteristik penting yang harus dimiliki oleh mikrobia bila akan digunakan dalam fermentasi dan pengasaman, yaitu: 1. Mikrobia harus mampu tumbuh cepat dalam suatu substrat dengan lingkungan yang cocok dan mudah untuk dibudidayakan dalam jumlah besar.

2. Organisme harus memiliki kemampuan untuk mengatur ketahanan fisiologis dalam kondisi seperti tersebut diatas, dan menghasilkan enzim-enzim esensian dengan mudah dalam jumlah besar agar perubahan-perubahan kimia yang dikehendaki dapat terjadi. 3. Kondisi lingkungan yang diperlukan bagi pertumbuhan dan produksi maksimum secara komparatif harus sederhana. Selain menghasilkan asam laktat dan alkohol, dalam proses fermentasi BAL juga menghasilkan senyawa lain seperti asam asetat, CO 2, asetaldehid, dan  bakteriosin. Adanya senyawa-senyawa inilah yang menyebabkan fermentas i dapat dijadikan sebagai salah satu cara pengolahan dan pengawetan bahan pangan. Senyawa-senyawa tersebut mampu menghambat pertumbuhan mikroorganisme  pembusuk, selain adanya asam laktat yang menjadikan kondisi lingkungan menjadi asam dan sulit untuk mikroorganisme patogen melakukan pertumbuhan. Senyawa-senyawa yang dihasilkan dari fermentasi bergantung pada jenis subsrat yang tersedia dan kondisi lingkungan, dimana apabila substrat yang tersedia cukup dan kondisi lingkungan optimal (pH, tekanan osmosis, dan suhu) bagi  pertumbuhan BAL, maka subsrat seperti asam laktat yang dihasilkan akan semakin banyak seiring dengan bertambahnya waktu fermentasi (Ngaini, 2010). Bakteri asam laktat pada umumnya dapat dibagi menjadi dua macam yaitu homofermentatif dan heterofermentatif. Pada golongan homofermentatif hasil fermentasi terbesar merupakan asam laktat yaitu kira‐ kira 90%, sedangkan pada heterofermentatif jumlah asam laktat yang dihasilkan kurang dari 90 persen atau kira‐ kira seimbang dengan hasil ‐ hasil lainnya misalnya asam asetat, etanol, dan CO2  (Winarno, 2004). Bakteri asam laktat yang mampu mengubah glukosa menjadi asam laktat diantaranya  Lactobacillus, Streptococcus, Leuconostoc,  Pediococcus, dan Bifidibacterium. Terdapat dua kelompok fermentasi asam laktat, yaitu

homofermentatif

dan

heterofermentatif;

golongan

homofermentatif

menggunakan glikolisis melalui jalur  Embden Meyerhof Pathnas  (EMP) dan heterofermentatif menggunakan jalur  Hexosa Monophosphat Pathway  (HMP) (Purwoko, 2007). Menurut Ardianto (1996), jalur tersebut ada pada gambar 1.

Gambar 1. Reaksi Pembentukan Asam Laktat oleh Kelompok Homofermentatif (Ardianto, 1996) Jalur EMP adalah peristiwa pemecahan glukosa menjadi asam laktat dan  piruvat dalam keadaan tanpa oksigen dan menghasilkan ATP, yaitu untuk mengonversi glukosa menjadi asam piruvat yang secara garis besar dapat dikelompokkan dalam dua tahap, yaitu tahap perubahan glukosa menjadi triosa fosfat (gliseraldehida 3‐ fosfat dan dihidroksi aseton fosfat) yang memerlukan energi kimia dan tahap perubahan triosa fosfat menjadi asam piruvat sambil melepaskan energi ke lingkungannya (Romadhon dkk., 2012). Menurut Ardianto (1996), reaksi tahap pertama adalah perubahan glukosa menjadi triosa fosfat yang terdiri dari: aktivasi glukosa oleh ATP, reaksi isomerisasi glukosa menjadi fruktosa 6‐ fosfat, fosforilasi fruktosa 6‐ fosfat menjadi fruktosa 1,6‐   bifosfat,  pembentukan triosa fosfat. Reaksi tahap kedua adalah pembentukan asam piruvat dari gliseraldehida 3‐ fosfat yang terdiri dari: oksidasi gliseraldehida 3‐ fosfat,

 pemindahan gugus fosfat dari asilfosfat, interkonversi asam 3‐ fosfogliserat menjadi 2‐ fosfogliserat, dan pembentukan asam fosfoenol piruvat. Menurut

Ardianto

(1996),

bakteri

asam

laktat

heterofermentatif

menghasilkan asam laktat dan produk fermentasi lainnya (kebanyakan etanol) dengan rasio yang seimbang seperti pada gambar 2. Hal ini karena mereka mengoksidasi glukosa menjadi piruvat dan asetil fosfat melalui jalur HMP. Piruvat kemudian direduksi menjadi asam laktat, sedangkan asetil fosfat kemudian direduksi menjadi etanol. Pada jalur ini menghasilkan 1 ATP. Reaksi keseluruhan adalah: Glukosa + ADP + Pi

 Laktat

+ etanol + CO2 + ATP

Gmbar 2. Mekanisme Fermentasi Kelompok Bakteri Heterofermentatif (Ardianto, 1996) Laktat merupakan produk sampingan yang terbentuk ketika glukosa dipecah secara anaerobik. Ketika tubuh kekurangan O 2, kondisi ini akan mengarah  pada hipoksia jaringan yang memicu pemecahan glukosa dalam sel secara anaerobik. Produk akhir dari reaksi ini adalah asam laktat, yang dapat dihitung

dengan model titrasi menggunakan NaOH dan indikator pp (Salminen dkk., 2004). Menurut Suprihatin (2011), jenis-jenis homofermentatif yang terpenting hanya menghasilkan asam laktat dari metabolisme gula, sedangkan jenis- jenis heterofermentatif menghasilkan karbondioksida dan sedikit asam-asam volatil lainnya, alkohol, dan ester disamping asam laktat. Beberapa jenis yang penting dalam kelompok ini: 1. Streptococcus thermophilus, Streptococcus lactis  dan Streptococcus cremoris. Semuanya ini adalah bakteri gram positif, berbentuk bulat (coccus) yang terdapat sebagai rantai dan semuanya mempunyai nilai ekonomis penting dalam industri susu. 2.  Pediococcus cerevisae. Bakteri ini adalah gram positif berbentuk bulat, khususnya terdapat berpasangan atau berempat (tetrads). Walaupun jenis ini tercatat sebagai perusak bir dan anggur, bakteri ini berperan penting dalam

fermentasi

daging

dan

sayura Leuconostoc

mesenteroides,

Leuconostoc dextranicum. Bakteri ini adalah gram positif berbentuk bulat yang terdapat secara berpasangan atau rantai pendek. Bakteri-bakteri ini  berperanan dalam perusakan larutan gula dengan produksi pertumbuhan dekstran berlendir. Walaupun demikian, bakteri- bakteri ini merupakan  jenis yang penting dalam permulaan fermentasi sayuran dan juga ditemukan dalam sari buah, anggur, dan bahan pangan lainnya. 3.  Lactobacillus lactis, Lactobacillus acidophilus, Lactobacillus bulgaricus,  Lactobacillus plantarum, Lactobacillus delbrueckii.  Organisme-organisme ini adalah bakteri berbentuk batang, gram positif dan sering berbentuk  pasangan dan rantai dari sel-selnya. Jenis ini umumnya lebih tahan terhadap

keadaan

asam

dari

pada

jenis-jenis  Pediococcus

atau

Streptococcus  dan oleh karenanya menjadi lebih banyak terdapat pada tahapan terakhir dari fermentasi tipe asam laktat. Bakteri- bakteri ini  penting sekali dalam fermentasi susu dan sayuran. Asinan adalah sejenis makanan yang dibuat dengan cara pengacaran (melalui pengasinan dengan garam atau pengasaman dengan cuka), bahan yang diacarkan yaitu berbagai jenis sayuran dan buah-buahan. Asinan merupakan salah

satu olahan sayuran dan buah-buahan yang dikonsumsi dalam keadaan mentah. Makanan ini merupakan hidangan sehat, kaya antimikroba dan antioksidan (Winarno dkk., 1984). Asinan buah terbuat dari buah-buahan yang biasanya hasil dari kombinasi berbagai buah tropis seperti mangga muda, papaya, jambu, nanas, kedondong, serta bengkuang. Setelah direndam dalam larutan cuka, cabai, gula, dan garam, buah-buahan tersebut disajikan dengan kuah asinan yang segar diserta taburan kacang goreng (Mugi, 2014). Sayuran bersifat mudah layu dan busuk akibat kurang cermatnya  penanganan lepas panen. Berbagai metode pengolahan dapat dilakukan untuk memperpanjang masa simpannya, misalnya pembuatan acar   , sauerkraut , sayuran asin, kerupuk, dan lain-lain. Tujuan pengolahan sayur ini untuk memperpanjang daya simpan sayuran yang mudah busuk dan rusak (Bhratara, 1986). Kimchi merupakan salah satu makanan yang berasal dari Korea yang dibuat dengan  berbagai macam sayuran, rempah-rempah, dan bahan-bahan lain. Fermentasi kimchi dimulai oleh berbagai mikroorganisme yang ada pada bahan, tetapi secara  bertahap fermentasi kimchi didominasi oleh bakteri asam laktat, yaitu bakteri yang memiliki peran penting dalam rasa kimchi (Yoon dkk., 2000). Menurut Myungjin dan Jongsik (2005), kimchi yang terbuat dari berbagai  jenis sayuran sehingga mengandung kadar serat makanan yang tinggi, namun rendah kalori. Sebagian besar kimchi dibuat dari sayuran seperti bawang bombay,  bawang putih, dan cabai yang baik untuk kesehatan. Menurut Anwar dan Khomsan (2009),  strain  milik  Leuconostoc, Pediococcus  dan  Lactococcus  ada  pada kimchi. Fermentasi kimchi dilakukan pada suhu rendah yaitu 2-70C selama 18-22 hari. Bakteri Lactobacillus yang berperan dalam proses fermentasi kimchi menghasilkan asam laktat dengan kadar yang lebih tinggi daripada yogurt. Kandungan gizi pada kimchi berasal dari bahan baku yang digunakan. Kimchi kaya akan kalsium dan fosfor yang berasal dari bubuk cabai merah, saus tiram, dan saus ikan. Zat perwarna alami pada kimchi berasal dari bubuk cabai merah. Komponen aktif lain pada kimchi adalah ally sulfat yang berasal dari bawang  putih.

Menurut Susanto dkk. (1994), terdapat beberapa faktor yang penting dalam fermentasi sayuran maupun buah-buahan yaitu: 1.

Terjadinya keadaan anaerobic.

2.

Penggunaan garam yang sesuai yang berfungsi untuk menyerap keluarnya cairan dan zat gizi dari sayuran. Konsentrasi garam yang terlalu rendah (
View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF