Asal Usul Rumah Adat Jambi

November 15, 2017 | Author: Rachel Solang | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

hhu...

Description

Asal Usul Rumah Adat Jambi bpnbtanjungpinang 29 April 2015 Asal Usul Rumah Adat Jambi2015-0429T14:56:05+00:00Artikel Penulis : Hendri Purnomo A.

Kajang

Lako

Rumah

Identitas

Orang

Batin

Rumah

(Jambi) Adat

Orang Batin adalah salah satu suku bangsa yang ada di Provinsi Jambi. Sampai sekarang orang Batin masih mempertahankan adat istiadat yang diwariskan oleh nenek moyang mereka, bahkan peninggalan bangunan tua pun masih bisa dinikmati keindahannya

dan

masih

dipergunakan

hingga

kini.

Konon kabarnya orang Batin berasal dari 60 tumbi (keluarga) yang pindah dari Koto Rayo. Ke 60 keluarga inilah yang merupakan asal mula Marga Batin V (baca: lima), dengan 5 dusun asal. Jadi daerah Marga Batin V itu berarti kumpulan 5 dusun yang asalnya dari satu dusun yang sama. Kelima dusun tersebut adalah Tanjung Muara Semayo, Dusun Seling, Dusun Kapuk, Dusun Pulau Aro, dan Dusun Muara Jernih. Daerah Margo Batin V (baca: lima) kini masuk wilayah Kecamatan Tabir, dengan ibukotanya

di

Rantau

Panjang,

Kabupaten

Sorolangun

Bangko.

Pada awalnya orang Batin tinggal berkelompok, terdiri dari 5 kelompok asal yang membentuk 5 dusun. Salah satu perkampungan Batin yang masih utuh hingga sekarang adalah Kampung Lamo di Rantau Panjang. Rumah-rumah di sana dibangun memanjang secara terpisah, berjarak sekitar 2 m, menghadap ke jalan. Di belakang rumah

dibangun

lumbung

tempat

menyimpan

padi.

Pada umumnya mata pencaharian orang Batin adalah bertani, baik di ladang maupun di sawah. Selain itu, mereka juga berkebun, mencari hasil hutan, mendulang emas, dan mencari ikan di sungai. Bentuk

Rumah

Rumah tinggal orang Batin disebut Kajang Lako atau Rumah Lamo. Bentuk bubungan Rumah Lamo seperti perahu dengan ujung bubungan bagian atas melengkung ke atas. Tipologi rumah lamo berbentuk bangsal, empat persegi panjang dengan ukuran panjang 12 m dan lebar 9 m. Bentuk empat persegi panjang tersebut dimaksudkan untuk mempermudah penyusunan ruangan yang disesuaikan dengan fungsinya, dan

dipengaruhi

pula

oleh

hukum

Islam.

Sebagai suatu bangunan tempat tinggal, rumah lamo terdiri dari beberapa bagian, yaitu bubungan/atap, kasau bentuk, dinding, pintu/jendela, tiang, lantai, tebar layar, penteh, pelamban,

dan

tangga.

Bubungan/atap biasa juga disebut dengan ‘gajah mabuk,’ diambil dari nama pembuat rumah yang kala itu sedang mabuk cinta tetapi tidak mendapat restu dari orang tuanya. Bentuk bubungan disebut juga lipat kajang, atau potong jerambah. Atap dibuat dari mengkuang atau ijuk yang dianyam kemudian dilipat dua. Dari samping, atap rumah lamo kelihatan berbentuk segi tiga. Bentuk atap seperti itu dimaksudkan untuk mempermudah turunnya air bila hari hujan, mempermudah sirkulasi udara, dan menyimpan

barang.

Kasau Bentuk adalah atap yang berada di ujung atap sebelah atas. Kasau bentuk berada di depan dan belakang rumah, bentuknya miring, berfungsi untuk mencegah air masuk bila hujan. Kasau bentuk dibuat sepanjang 60 cm dan selebar bubungan. Dinding/masinding rumah lamo dibuat dari papan, sedangkan pintunya terdiri dari 3 macam. Ketiga pintu tersebut adalah pintu tegak, pintu masinding, dan pintu balik melintang. Pintu tegak berada di ujung sebelah kiri bangunan, berfungsi sebagai pintu masuk. Pintu tegak dibuat rendah sehingga setiap orang yang masuk ke rumah harus menundukkan kepala sebagai tanda hormat kepada si empunya rumah. Pintu masinding berfungsi sebagai jendela, terletak di ruang tamu. Pintu ini dapat digunakan untuk melihat ke bawah, sebagai ventilasi terutama pada waktu berlangsung upacara adat, dan untuk mempermudah orang yang ada di bawah untuk mengetahui apakah upacara adat sudah dimulai atau belum. Pintu balik melintang adalah jendela terdapat pada tiang balik melintang. Pintu itu digunakan oleh pemuka-pemuka adat, alim ulama, ninik

mamak,

dan

cerdik

pandai.

Adapun jumlah tiang rumah lamo adalah 30 terdiri dari 24 tiang utama dan 6 tiang palamban. Tiang utama dipasang dalam bentuk enam, dengan panjang masing-masing 4,25 m. Tiang utama berfungsi sebagai tiang bawah (tongkat) dan sebagai tiang kerangka

bangunan.

Lantai rumah adat dusun Lamo di Rantau Panjang, Jambi, dibuat bertingkat. Tingkatan

pertama disebut lantai utama, yaitu lantai yang terdapat di ruang balik melintang. Dalam upacara adat, ruangan tersebut tidak bisa ditempati oleh sembarang orang karena dikhususkan untuk pemuka adat. Lantai utama dibuat dari belahan bambu yang dianyam dengan rotan. Tingkatan selanjutnya disebut lantai biasa. Lantai biasa di ruang balik

menalam,

ruang

tamu

biasa,

ruang

gaho,

dan

pelamban.

Tebar layar, berfungsi sebagai dinding dan penutup ruang atas. Untuk menahan tempias air hujan, terdapat di ujung sebelah kiri dan kanan bagian atas bangunan. Bahan yang digunakan adalah papan. Penteh, adalah tempat untuk menyimpan terletak di

bagian

atas

bangunan.

Bagian rumah selanjutnya adalah pelamban, yaitu bagian rumah terdepan yang berada di ujung sebelah kiri. Pelamban merupakan bangunan tambahan/seperti teras. Menurut adat setempat, pelamban digunakan sebagai ruang tunggu bagi tamu yang belum dipersilahkan

masuk.

Sebagai ruang panggung, rumah tinggal orang Batin mempunyai 2 macam tangga. Yang pertama adalah tangga utama, yaitu tangga yang terdapat di sebelah kanan pelamban. Yang kedua adalah tangga penteh, digunakan untuk naik ke penteh. B.

Rumah

Identitas

Tuo

Rumah

Tuo

Jambi pernah berada pada masa-masa gundah pencarian identitas diri. Bahkan, gubernurnya sampai harus menyelenggarakan sayembara untuk memastikan rumah adat macam apa yang sesuai untuk dijadikan identitas negeri “Sepucuk Jambi Sembilan Lurah” ini. Jambi agak unik dibandingkan dengan daerah-daerah lain di Nusantara. Jika banyak rumah adat daerah lain mulai menghilang seiring dengan kemajuan zaman, masyarakat berarsitektur

Jambi

justru

tengah

menikmati

eforia

membangun

rumah-rumah adat.

Sebenarnya, kegairahan ini sudah dimulai sejak tahun 1970-an, tatkala Pemerintah Provinsi Jambi menetapkan konsep arsitektur rumah yang menjadi ciri khas Jambi. Gambaran jelas tentang wujud rumah adat tersebut dapat kita temukan saat bertandang ke kompleks Kantor Gubernur Jambi di Telanaipura, Kota Jambi. Tepat pada sisi kanan bangunan kantor kita akan temukan rumah adat bertiang,

berwarna hitam, lengkap dengan tanduk kambing bersilang ke dalam pada ujung atapnya. Bangunan dengan arsitektur ini merupakan hasil sayembara yang dimenangi salah

seorang

arsitek,

yang

juga

pejabat

daerah

setempat.

Di sebuah pemukiman tertua di Jambi, diperoleh data bahwa dari sinilah sesungguhnya identitas Jambi melalui rumah adatnya terkuak. Permukiman ini berlokasi di Dusun Kampung Baru, Kelurahan Rantau Panjang, Kecamatan Tabir, Kabupaten Merangin, Jambi. Masih terdapat 60-an rumah adat berusia sekitar 600 tahun di sana. Pemukiman tertua itu dikelilingi ratusan rumah adat sejenis, tetapi usia rumah-rumah tersebut sudah jauh lebih muda. Sangat mengagumkan, betapa masyarakat setempat masih sangat menghargai

warisan

adat

leluhurnya.

Rumah Jambi identik dengan adat Melayu Kuno. Di dalam rumah tergambar tentang hubungan manusia dalam sebuah keluarga inti, keluarga besar, dan masyarakat. Ada penghormatan terhadap nini mamak, jaminan perlindungan bagi anak-anak, hidup berkecukupan dalam keluarga, dan keharmonisan sosial dalam masyarakat. Di sini, etika

hidup

pun

sangat

dijunjung.

Rumah tertua di sana disebut Rumah Tuo milik Umar Amra (67 thn), keturunan ke-13 dari Undup Pinang Masak. Ia adalah salah seorang bangsawan Melayu Kuno yang eksodus dari Desa Kuto Rayo, Tabir. Rumah bertiang ini masih kokoh meski tiang-tiang dan kerangkanya dari kayu kulim, yang sangat keras dagingnya itu, sudah berusia 600 tahun. Menurut pemiliknya, rumah ini dulunya dibangun atas hasil kesepakatan dan gotong royong dari semua anggota keluarga besar. Ada 19 keluarga pelarian dari Kuto Rayo yang bersama-sama membangun rumah ini. Setelah jadi satu rumah, mereka bersama-sama membangun rumah keluarga yang lain. Begitu seterusnya sampai tuntas

dibangun

19

rumah.

Kesepakatan para leluhur menetapkan 20 tiang dipancang untuk menegakkan sebuah rumah. Atapnya semula dari daun rumbia, namun kini telah berganti seng. Kolong rumah jadi gudang penyimpanan kayu bakar untuk memasak dan tempat ternak. Rumah tuo melebar tampak dari muka, dengan tiga jendela besar yang selalu dibuka pemiliknya hingga sore. Begitu cermatnya nenek moyang mereka, sampai-sampai etika diatur

melalui

penataan

jendela.

Etika bertamu diatur oleh hukum adat. Tamu yang bertandang akan masuk ke rumah lewat tangga di sebelah kanan. Untuk tamu yang masih bujang, panggilan anak laki-laki belum menikah yang hendak bertamu, hanya boleh duduk sampai batas jendela paling kanan. Artinya, ia hanya boleh duduk paling dekat pintu masuk dan tidak boleh lebih ke dalam

lagi.

Sedangkan yang dapat duduk sedikit lebih dalam, setidaknya sampai ke batas jendela kedua, adalah bujang dari keluarga besar alias punya ikatan keluarga dengan pemilik rumah. Yang dapat masuk ke rumah hingga ke bagian dalamnya adalah kaum pria yang telah

menikah

dan

kaum

perempuan.

Bilik melintang pada sisi dalam yang paling kiri adalah wilayah khusus bagi tetua kampung atau tamu kehormatan. Panjang bilik sekitar empat meter. Pada acara-acara rembuk warga, mereka yang duduk dalam bilik melintang akan dapat melihat seluruh tamu, atau tamu-tamu yang baru akan masuk rumah melalui tangga.

2. Uniknya Rumah Adat Jambi: Rumah Kajang Lako Siapa tak kenal Jambi? Provinsi yang terletak diPulau Sumatera ini menyimpan banyak keunikan untuk Anda kunjungi. Selain kekayaan alam, Jambi juga dikenal karena kebudayaannya yang menarik. Tahukah Anda bahwa Bangsa Melayu sesungguhnya berasal dari kerajaan bernama Malayu yang terletak di Batang Hari Jambi? Dengan demikian kita asumsikan bahwa Jambi memiliki peradaban yang cukup tua. Salah satu

ciri peradaban itu bisa kita lihat jelas dari rumah adat Jambi itu sendiri: Rumah Kajang Lako. Mengenal Si Kajang Lako

Dahulu, Pemerintah Kota Jambi kebingungan menentukan rumah adat yang mana yang diusung secara resmi sebagai rumah adat Jambi. Bukan karena rumah di provinsi ini telah punah, melainkan karena terlalu banyak pilihan. Memang ada beragama jenis rumah adat di Jambi. Karena kebingungan ini, kemudian diadakanlah sayembara di tahun 70-an hanya untuk memilih rumah adat Jambi yang bisa mewakili seluruh masyarakat negeri berjuluk Sepucuk Jambi Sembilan Lurah tersebut. Pada akhirnya hasil sayembara pun mengerucut pada rumah tradisional bernama Kajang Leko. Rumah ini berbentuk panggung dan mudah sekali kita jumpai di wilayah Jambi. Hal ini dikarenakan kecenderungan masyarakat Jambi yang lebih gemar membangun rumah adat sebagai hunian ketimbang rumah modern. Jadi, jika Anda berkunjung ke Jambi, sempatkanlah sedikit waktu untuk menengok rumah cantik nan apik ini. Seperti apa arsitektur si Kajang Lako? Secara umum, rumah ini mengadopsi arsitektur dari Marga Bathin. Mereka merupakan nenek moyang salah satu kelompok di Jambi. Hingga saat ini, masih terdapat perkampungan suku Bathin lengkap dengan rumah adat Kajang Lakonya. Di dalam lingkup kelompok ini, rumah adat Jambi si Kajang Lako juga lazim dikenal dengan nama Rumah Lamo. Adapun perkampungan Bathin ini juga dikenal dengan nama Kampung Lamo yang terletak di Rantau Panjang. Membedah

Bagian

Kajang

Lako

Secara umum, bubungan rumah Kajang Lako ini mirip dengan perahu. Jika kita cermati, bagian ujung bubungannya memiliki bentuk yang melengkung. Tipologi rumah ini serupa dengan bangsal. Bentuknya empat persegi panjang dengan lebar 9 metr dan panjang 12 meter. Bentuk ini dipilih bukan tanpa arti. Empat persegi panjang mewakili fungsi rumah yang sejalan dengan ajaran agam islam, agama yang dianut oleh suku Bathin di Jambi.

Adapun bagian-bagian utama dari rumah adat Jambi Kajang Lako ini sebagai berikut: 1. Pertama adalah bubungan atau atap. Bagian ini lazim juga dikenal dengan nama Gajah Mabuk. Nama ini diambil dari pembuat rumah ini yang konon katanya sedang

dimabuk asmara namun tidak mendapat restu. Bubungan atau atap ini kadang juga dikenal dengan nama Lipat Kajang atau Potong Jerambah. Atap rumah ini biasanya dibuat dari ijuk atau mengkuang. Ijuk ini dianyam dan selanjutnya dilipat menjadi dua bagian. 2. Kasau Bentuk. Bagian ini merupakan atap rumah yang ada di ujung paling atas. Kasau Bentuk ini ada di depan dan belakang rumah. Jika diperhatikan, bentuknya miring. Adapun fungsinya unutk mencegah air memasuki rumah di musim penghujan. Kasau Bentuk ini dibikin dengan panjang 60 cm dan lebar yang mengikuti bubungan rumah. 3. Masinding. Bagian rumah yang satu ini berupa dinding. Umumnya terbuat dari papan. Dinding ini dilengkapi dengan pintu. Uniknya, rumah Kajang Lako ini mengenal 3 macam pintu antara lain pintu masinding, pintu balik melintang serta pintu tegak. Masing-masing pintu ini memiliki karakter masing-masing. Misalnya pintu tegak yang terletak di sebelah kiri rumah. Ia memiliki fungsi sebagai pintu masuk. Meski bernama pintu tegak, namun setiap orang yang melewati bagian ini pasti akan menundukkan badan sebab memang pintu ini dibuat sangat rendah. Alasannya, menundukkan kepala merupakan penghormatan terhadap pemilik rumah. Dengan adanya pintu tegak ini maka setiap yang memasuki rumah “dipaksa” untuk melakukan penghormatan. 4. Tiang rumah Kajang Lamo. Umumnya jumlah tiang Kajang Lamo ini berjumlah 30. Ia terdiri atas 6 riang palamban dan 24 tiang utama. Tiang utama ini disusun dalam formasi enam, masing-masing panjangnya sekitar 4,25 meter. 5. Lantai rumah Kajang Lako. Bagian ini dibuat bertingkat. Pada tingkatan pertama dikenal dengan nama lantai utama. Ia merupakan lantai yang ada pada ruang balik melintang. Ruangan ini tidak ditempati orang sembarang utamanya pada upacara adat. Sementara itu, lantai tingkat selanjutnya dikenal dengan nama lantai biasa. Ia terletak di ruang balik manalam, ruang gaho, palamban dan ruang tamu biasa. 6. Tabar Layar. Bagian rumah yang satu ini berfungsi sebagai dinding sekaligus penutup rumah bagian atas agar terhindar dari tempias hujan. Tebar Layar ini bisa dijumpai di sebelah kiri dan kanan bangunan rumah. Bahan pembuatan Tabar Layar ini dari papan. 7. Panteh. Bagian rumah Kajang Lako ini merupakan tempat untuk menyimpan benda-benda. Ia terletak di bagian atas bangunan rumah. 8. Pelamban. Merupakan bagian dair rumah adat Jambi yang letaknya ada pada bagian paling depan rumah. Ia berada pada ujung sebelah kiri. Palamban adalah bangunan tambahan. Sekilas ia mirip seperti teras. Berdasarkan kepercayaan adat masyarakat Jambi, Palamban ini seyogyanya difungsikan sebagai ruang tunggu untuk tamu yang belum dipersilahkan unutk memasuki rumah.

3. Rumah Adat Jambi - Jambi merupakan salah satu provinsi di Pulau Sumatera. Kota Jambi terbentuk ketika Kerajaan Melayu Jambi berdiri sekitar abad XVII. Terletak di sekitar tepian Sungai Batanghari, Jambi dibentuk dari berbagai kebudayaan yang berasal dari berbagai etnik, strata sosial, ekonomi, dll yang dapat dilihat dari bangunan dan suasana tepi sungai.

Pada tahun 70an, Gubernur Jambi pernah mengadakan sayembara "Sepucuk Jambi Sembilan Rumah" untuk mencari rumah adat yang menjadi jati diri daerah Jambi. Dari hasil Sayembara tersebut, yang dipilih dan dijadikan sebagai rumah adat jambi adalah Rumah Panggung Kajang Leko. Rumah Panggung Kajang Leko merupakan konsep arsitektur dari Marga Bathin. Hingga sekarang orang Bathin tetap mempertahankan adat istiadat yang ditinggalkan oleh pendahulu mereka, bahkan peninggalan Kajang Leko pun masih dapat dinikmati keindahannya dan masih dipergunakan hingga kini. Salah satu perkampungan Bathin yang masih utuh hingga sekarang adalah Kampung Lamo di Rantau Panjang. Rumah Panggung Kajang Leko memiliki bentuk persegi panjang dengan ukuran kurang lebih 12 meter x 9 meter. Keunikannya terletak pada struktur konstruksi & seni ukiran yang

menghiasi

bangunan.

Konstruksi bubungan atap rumah dinamakan "gajah mabuk" diambil dari cerita nama si pembuat rumah yang mebuk cinta namun tidak disetujui. Bubungan tersebut dibuat

melengkung ke atas menyerupai perahu dinamakan "jerambah" atau "lipat kajang" dengan atap bagian atas dinamakan kasau, terbuat dari anyaman ijuk yang dilipat dua untuk

mencegah

air

masuk

ke

dalam

rumah.

Pada langit-langit rumah terdapat pemisah/pembatas yang dinamai "tebar layar" yang berfungsi untuk menahan rembesan tepias air hujan. Ruang diantara layar tebar dan atap biasanya difungsikan untuk menyimpan peralatan. sedangkan di bagian tepi, dinding

rumah

terbuat

dari

kayu

yang

dihiasi

dengan

ukiran.

Pintu rumah kajang leko ada tiga macam yaitu: pintu tegak, pintu masidinding, dan pintu balik

melintang.

Rumah Panggung Kajang Lako memiliki 30 tiang yang terdiri dari 24 tiang utama dan 6 tiang

palamban.

Rumah Panggung Kajang Leko adalah salah satu bentuk pengejawantahan cita rasa seni, budaya, dan keyakinan masyarakat Jambi yang tersirat mulai dari bentuk bangunan, fungsi ruangan, seni ukiran, dll

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF