Argumentasi Living Qur'an

July 22, 2022 | Author: Anonymous | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download Argumentasi Living Qur'an...

Description

 

Argumentasi Argument asi Living Qur’an  Oleh: M. Sakti Garwan

Menjadikan al-Qur’an al-Qur’an sebagai objek peneltian dalam studi alal -Qur’an merupakan hal yang lumrah terjadi, bahkan sampai pada tahap meneliti karya-karya mufassir yang terangkum dalam kitab-kitab tafsir yang dilahirkan atas pemaknaan mereka terhadap pesan-pesan ayat al-Qur’an al-Qur’an sebagai hasil kontekstualisasi dengan basic basic   keilmuan mereka masing-masing dan  juga kondisi dilingkungan mereka. Hal inilah yang menjadi keragaman tersendiri dalam hal mengkaji makna atas pesan Allah SWT yang dibawa oleh al-Qur’an al- Qur’an tersebut. Perlu dipertegas bahwa, dalam mengkaji makna dari ayat-ayat al-Qur’an, al- Qur’an, tentu diperlukan  beberapa metode dan pendekatan agar, pesan yang terkandung dalam al-Qur’an al- Qur’an itu dapat tersampaikan dengan baik, dikarenakan isi kandungan al-Quran merupakan petunjuk bagi umat Muslin atau agama Islam, dan mempunyai daya tarik tersendiri untuk dibahas dan dikaji. Banyak ruang yang menjadi lahan kajian dalam al-Qur’an, al-Qur’an, bahkan kajian tersebut tiap masanya akan terus menerus berkembang. Hal ini dapat dilihat pada model pembacaan alQur’an yang berorientasi pada pemahaman dan pendalaman maknanya seperti yang banyak dilakukan oleh para ahli tafsir, sampai yang sekedar membaca al-Qur’an al- Qur’an sebagai ibadah ritual atau untuk memperoleh ketenangan jiwa. Bahkan ada model pembacaan al-Qur ’an ’an yang  bertujuan untuk mendatangkan kekuatan magis (supranatural) (supranatural)   atau terapi pengobatan dan sebagainya.1  Interaksi muslim dengan al-Qur’an al-Qur’an biasanya dimulai dengan membaca alal -Qur’an, dalam membaca al-Qur’an al-Qur’an juga terdapat metode-metode metode-metode pembacaan al-Qur’a al-Qur’an, n, misalnya, metode Qira’at, Iqra, Yanbu, alal-Qur’an, al-Barqi, al-Barqi, dan 10 jam belajar membaca al-Qur’an, al- Qur’an, sehingga dengan metode-metode itu diharapkan masyarakat muslim mampu untuk membaca al-Qur’an al- Qur’an dengan mudah dan cepat, tentu dengan keinginan yang besar atau niat dari masyarakat muslim itu sendiri. Membaca al-Qur’an al-Qur’an juga dapat dilakukan secara sendiri maupun dibimbing dengan para guru-guru atau ustad-ustad yang ada di lingkungan sekitar. Hal ini menjadi sebuah langkah awal dalam rangka untuk

memahami makna dari ayat-ayat al-

Qur’an itu sendiri.2  Setelah melakukan pembacaan terhadap al-Qur’an al- Qur’an masyarakat muslim pun di tuntut untuk mengetahui maksud serta makna yang ada dari al-Qur’an al- Qur’an tersebut, sehingga dapat memperoleh manfaat bagi kehidupannya, baik secara pribadi, lingkungan serta bagi orang 1

 M. Masyrur, dkk., Metodologi dkk.,  Metodologi Penelitian Living Qur’an dan Hadtis.,Op.cit, Hadtis.,Op.cit, hlm. 65. 2  Ibid., hlm. 13.

 

 banyak. Perilaku untuk membaca serta mempelajari makna dari al-Qur’an al-Qur’an ini, kemudian ada masyarakat muslim tertentu mengkhususkan waktu dan tempat tertentu sehingga pada waktu dan tempat yang sudah di khususkan itu, mungkin saja, terdapat maksud atau nilai-nilai  positif tersendiri bagi mereka. Selain beberapa hal di atas mengenai pengkhususan tempat dan waktu untuk mempelajari al-Qur’an, al-Qur’an, interaksi dengan pesan-pesan pesan-pesan yang disampaikan al-Qur’an, al-Qur’an, merupakan sebuah pengalaman yang sangat baik dan berharga, dimana pengalaman tersebut dapat diimplementasikan dalam bentuk sebuah ungkapan makna lewat lisan, tulisan bahkan dalam bentuk perbuatan baik berupa pemikiran dan pengalaman secara emosional maupun spiritual bagi orang yang berinteraksi dengan al-Qur’an al-Qur’an tersebut. Sehingga Sehingga hasil dari implentasi tersebut dapat menjadi sebuah kebiasaan bahkan tradisi yang sangat melekat bagi masyarakat muslim tersebut. Langkah yang dilakukan dalam belajar dan mempelajari makna al-Qur’an al- Qur’an tersebut, kemudian dapat menjadi hal menarik untuk dijadikan bahan kajian, dalam hal studi alQur’an. Kajian ini juga dapat menjadi suatu respon pihak akademik dalam merespond fenomena yang terjadi di masyarakat, terkhusus pada masyarakat muslim. Secara garis besar  juga, dalam studi al-Qur’an al-Qur’an paling tidak , terdapat tiga kelompok besar penelitian, yakni;  Pertama,, penelitian yang menempatkan al-Qur’an  Pertama al-Qur’an sebagai objek penelitian. Ini yang disebut oleh Amin al-Khuli (kemudian diikuti oleh Bint al-Syathi’) al-Syathi’) dengan istilah dirasat alnash yang mencakup dua kajian, fahm kajian,  fahm al-nash/ the understanding of text dan dirasat ma hawl al-nash/study of surroundings of text. Kedua adalah penelitian tentang hasil pembacaan terhadap teks al-Qur’an, al-Qur’an, baik berwujud teori-teori teori -teori penafsiran maupun yang berbentuk  pemikiran eksegetik .  Ketiga ialah penelitian yang mengkaji “respond” “respond”   atau sikap sosial 3

terhadap al-Qur’an al-Qur’an atau hasil pembacaan alal-Qur’an.   Model penelitian yang ketiga ini kemudian di era kontemporer lebih terkenal dengan istilah studi living Qur’an. Qur’an. Studi Living Studi  Living Qur’an adalah kajian atau penelitian ilmiah tentang berbagai peristiwa sosial terkait dengan kehadiran al-Qur’an al-Qur’an atau keberadaan al-Quran al-Quran di sebuah komunitas muslim tertentu.4  Dari sana pula akan terlihat respons sosial (realitas) komunitas muslim untuk membuat hidup dan menghidup-hidupkan al-Qur’an al- Qur’an melalui sebuah interaksi yang  berkesinambungan.

3

  Sahiron Syamsuddin,  Penelitian Literatur Tafsir atau Ilmu Tafsir: Sejarah, Metode dan Analisis  Penelitian,, dalam Makalah Seminar, Yogyakarta, 1999. hlm. 2-15  Penelitian 4  M. Masyrur, dkk., Metodologi dkk.,  Metodologi Penelitian Living Qur’an dan Hadtis.,Op.cit, Hadtis.,Op.cit, hlm. 8.

 

 Living Qur’an sebenarnya bermula dari fenomena Qur’an in everyday life, yakni makna dan fungsi al-Qur’an al-Qur’an yang riil dipahami dan dialami masyarakat muslim. Berbeda dengan studi al-Quran yang objek kajiannya berupa tekstualitas al-Qur’an al- Qur’an maka studi living Qur’an memfokuskan objek kajiannya berupa fenomena lapangan yang dijumpai pada komunitas muslim tertentu. Sebagian besar karya dari Living dari  Living Qur’an ini Qur’an ini tentunya memakai pendekatan sosial-budaya, yang mana menjelaskan bahwa fenomena yang muncul dari berbagai  pemaknaan orang terhadap al-Qur’an al-Qur’an sebagai sebuah kitab yang berisi firman-firman firman -firman Allah SWT. dan bagaimana pemaknaan ini kemudian mewujud dalam kehidupan sehari-hari, yang  bahkan kemudian kadang-kadang terlihat seperti berlawanan dengan prinsip-prinsip dasar dari ajaran yang terdapat dalam al-Qur’an al- Qur’an  adalah sebuah upaya komunitas muslim untuk menghadirkan al-Qur’an al-Qur’an dalam kehidupan ( Living  Living Qur’an). Qur’an).5  Istilah “The dead Qur’an” ,   ,  merupakan sebuah istilah yang sangat lekat dengan studi living Qur’an sendiri, hal ini dikarenakan pada saat penelitian living Qur’an dilakukan, terdapat beberapa praktek yang menggambarkan bahwa, isi atau makna yang terdapat pada tekstualitas al-Qur’an, al-Qur’an, akan bertolak belakang dengan praktek atau aplikasi yang dilakukan oleh masyarakat muslim sehari-hari, yang seudah menjadi kebiasaan tersebut. Misalnya, dapat dilihat pada contoh, bagaimana al-Qur’an al-Qur’an itu dimaknai sebagai  syifa  syifa,, yang dalam  bahasa Indonesia diterjemahkan sebagai “obat”, namun ketika unit-unit unit-unit dari al-Qur’an al-Qur’an dibacakan untuk mengusir syetan yang merasuk ke dalam tubuh manusia, maka sudah tentu makna dari al-Qur’an al-Qur’an sebagai obat tersebut, akan bertolak belakang, atau praktek praktek ini tidak  berdasarkan pada kandungan al-Qur’an al-Qur’an tersebut. Hal ini juga berarti menunjuka the dead Qur’an, tetapi sebagai fakta sosial, praktek semacam ini, tetap berkaitan dengan al -Qur’an dan betul-betul terjadi di tengah komunitas masyarakat muslim tersebut dan menjadi hal 6

menarik untuk dijadikan sebagai bahan kajian.   Dari argumentasi di atas, maka dapat diperjelas juga bahwa, studi Living Qur’an adalah studi tentang al-Qur’an, al-Qur’an, namun tidak bertumpu pada eksistensi tekstual alal -Qur’an, melainkan  pada fenomena sosial yang lahir terkait dengan kehadiran al-Qur’an al-Qur’an dalam suatu komunitas yang mendiami wilayah tertentu bahkan masa tertentu. Penjelasan yang menjadi teori ini, tidak untuk melihat konteks semata, tetapi melakukan melakukan pembacaan yang obyektif obyektif terhadap

5

  Heddy Shri Ahimsa-Putra,  Menafsir Al-Qur’an Al-Qur’an yang Hidup, Memaknai Al -Qur’anisasi Kehidupan, Kehidupan, Makalah Seminar, Yogyakarta, 2005, hlm. 1 6  M. Masyrur, dkk., Metodologi dkk.,  Metodologi Penelitian Living Qur’an dan Hadtis.,Op.cit, Hadtis.,Op.cit, hlm. 8-9.

 

fenomena keagaam yang dilakukan oleh komunitas muslim tersebut yang menyangkut dengan al-Qur’an. al-Qur’an.7  Dalam konteks Indonesia sendiri, komunitas muslim di Indonesia merupakan komunitas yang sangat merespon kehadiran al-Qur’an al-Qur’an dalam berbagai cara dan sangat intesif i ntesif melakukan hal tersebut dengan berbagai macam cara, pada beragam kelompok keagamaan, strata sosial, elemen-elemen dan etnis masyarakat di seluruh wilayah Indonesia, sebagai gambaran bahwa “everyday life of the  the  Qur’an” (motto dari Living Qur’an), dapat dapat dilihat dari beberapa point, yaitu; 1. 

Al-Qur’an AlQur’an dibaca secara rutin dan diajarkan di tempat-tempat tempat -tempat ibadah (Masjid dan Suaru/Langgar/Musholla), bahkan di rumah-rumah, sehingga menjadi acara rutin everyday, apalagi di pesantren-pesantren menjadi bacaan wajib, terutama selepas sholat Maghrib. Khusus Khusus malam Jum’at yang di baca adalah surat Yasin dan kadang di tambah al-Waqi’ah. al-Waqi’ah.  

2.  AlAl-Qur’an Qur’an senantiasa dihafalkan, baik secara utuh amupun sebagiannya (1 juz hingga 30 juz), meski ada juga yang hanya menghafa ayat-ayat dan surah-surah tertentu dalam hanya menghafal juz menghafal  juz ‘Amma untuk ‘Amma untuk kepentingan bacaan dalam shalat dan acaraacar tertentu. 3.  Menjadikan potongan-potongan ayat, satu ayat ataupun beberapa ayat tertentu dikutip dan dijadikan hiasan dinding rumah, masjid, makan, bahkan kain kiswah ka’bah (biasanya ayat Kursi ayat Kursi,, al-Ikhlas, al-Fatihah dsb.) dalam bentuk kaligrafi dan sekarang tertulis dalam ukiran-ukiran kayu, kulit binatang, logam (kuningan, perak, dan tembaga) sampai pada mozaik keramik, masing-masing memiliki karakteristik estetika masing-masing. 4.  Ayat-ayat al-Qur’an al-Qur’an dibaca para qari-qari qari -qari (pembaca al-Qur’an al-Qur’an profesional) dalam acara-acara khusus yang berkaitan dengan peristiwa-peristiwa tertentu, khususnya dalam acara hajatan (pesta perkawianan, khitan, aqiqah) aqiqah) atau peringatan hari-hari  besar Islam (Tahun (Tahun baru 1 Muharram, Maulud Nai, Isra Mi’raj dsb).  dsb).   5.  Potongan ayat al-Qur’an al-Qur’an dikutip dan dicetak sebagai assesoris dalam bentuk stiker, kartu ucapan, gantungan kunci, undanagan resepsi pernikahan sesuai tema konteks masing-masing.

7

 Ibid., hlm. 39

 

6.  AlAl-Qur’an Qur’an senantiasa juga dibaca dibaca dalam acara — acara acara kematian seseorang, bahkan  pasca kematian dalam tradisi “Yasinan” “Yasinan” dan  dan “Tahlilan” “Tahlilan” selama  selama 7 hari dan peringatan 40 hari, 100 hari, 1000 hari dst. 7.  AlAl-Qur’an Qur’an dilombakan dalam bentuk tilawah, dan tahfidz alal-Qur’an dalam ivent-ivent ivent-ivent insedental maupun rutin berskala lokal, nasional, bahkan internasional. 8.  Menjadikan ayat-ayat al-Qur’an al-Qur’an sebagai “jampi “jampi-- jampi”,  jampi”, terapi jiwa sebagai pelipur lara, untuk mendoakan pasien yang sakit, bahkan untuk mengobati penyakit-penyakit tertentu dengan membakar dan abunya di minum. 9.  Ayat-ayat al-Qur’an al-Qur’an dijadikan sebagai “jimat” “jimat”   yang dibawa kemana saja pergi oleh  pemiliknya sebagai perisai atau tameng “tolak balak”  balak”  atau menangkis serangan musuh dan unsru jahat lainnya. 10.  Bagi para muballiq atau da’i da’i,, ayat-ayat al-Qur’an al-Qur’an dijadikan dalil dan hujjah (argumentasi) dalam rangka memantapkan isi kuliah tujuh menit (kultum) atau dalam khutbah jum’at dan pengajian di tengah t engah-tengah -tengah masyarakat. 11.  Menjadikan ayat-ayat al-Qur’an al-Qur’an untuk menjadi bahasa agama dalam dunia poltitk sebagai media justifikasi, slogan untuk menarik perhatian atau daya tarik politis, terutama bagi parpol-parpol yang berbau dan berasaskan ke-Islaman. 12.  Ayat-ayat al-Qur’an al-Qur’an dijadikan dalam model puisi bagi para ahli sastra dan diterjemahkan sesuai dengan karakter pembacanya. 13.  Sementara bagi seniman dan artis, al-Qur’an al-Qur’an dijadikan bagian dari sinetron dan film disamping sebagai bait lagu, agar beraroma religius dan berdaya estetis, memiliki muatan spiritualitas yang bersifat dakwah atau tabligh (seruan, ajakan, himbauan)  bagi para pendengar. 14.  Munculnya tokoh-tokoh agamawan (ruhaniawan) dalam cerita-cerita fiksi dan nonfiksi dalam tayangan televisi, yang menjadikan ayat-ayat al-Qur’an al-Qur’an sebagai wirid   dan dan dzikir “pengusir syetan”, “makhluk jahat”, “ruh gentayangan” atau ata u fenomena kegaiban lainnya (uji nyali, pemburu hantu, penyembuhan “ruqyah” dsb). 15.  Ayat-ayat al-Qur’an al-Qur’an dijadikan “wirid” “wirid”   dalam bidang tertentu untuk memperoleh “kemuliaan” atau “keberuntungan” dengan jalan “ngalkoni” “ngalkoni”   (riyadhah riyadhah)) meskipin masih adanya unsur-unsur kegaiban. 16.  Ayat-ayat al-Qur’an al-Qur’an yang dijadikan sebagai bacaan dalam menempuh latihan beladiri yang berbasis perguruan beladiri Islam “Tauhidik” “Tauhidik”   (misalnya, Tapak Suci, Sinar Putih dsb), agar memperoleh kekuatan tertentu setelah mendapat ma’unah (pertolongan) dari Allah SWT.

 

17.  AlAl-Qur’an Qur’an didokumentasikan dalam bentuk kaset, CD, LCD, DVF, Hard Disk sampai HP, baik itu secara visual maupun audio visual yang sarat dengan muatan hiburan dan seni. 18.  Menjadikan ayat-ayat al-Qur’an al-Qur’an sebagai bahan terapis psikologis dan da n pengaruh halhal buruk (syetan dan jin) dalam praktik ruqyah dan penyembuhan alternatif lainnya. 19.  Potongan ayat-ayat al-Qur’an al-Qur’an dijadikan media pembelajaran alal-Qur’an (TPA, TPQ dsb), sekaligus belajar bahasa Arab. Bahkan madrasah al-Qur’an al-Qur’an yang concern concern dalam  dalam  bidang tahfidz pun banyak banyak berdiri secara formal. 8  Dari beberapa point di atas kemudian dapat kita lihat betapa respond atau kepedulian komunitas muslim dalam konteks Indonesia dalam menghidupi al-Qur’an al-Qur’an pada kehidupan mereka. Hal ini juga menjadi sebuah inventaris fenomenologis juga gambaran fakta sosial keagamaan yang keberadaanya tidak bisa dipungkiri, sehingga al-Qur’an al-Qur’an telah direspond oleh komunitas muslim, dalam konteks Indonesia dengan berbagai macam cara sehingga melahirkan banyak sekali ragam praktik dan memiliki daya taris tersendiri bagi para pengkaji al-Qur’an al-Qur’an untuk menjadi objek atau bahan penelitian.  penelitian.  Menariknya kajian ini, kemudian melatarbelakangi para peneliti untuk mengungkap halhal unik, aneh, khas dan karakteristik dari fenomena, praktek dan aplikasi dari komunitas masyarakt muslim, yang muncul dari pengkajian atau pembacaan terhadap al-Qur’an al-Qur’an pada tradisi dan budaya, serta bagaimana melihat secara jelas, maksud dan tujuan komunitas muslim yang bergumul di dalamnya memberikan pemaknaan yang mendalam terhadap aktifitas tersebut, terlepas dari adanya justifikasi benar atau salah, salah , bid’ah atau tidaknya  tidaknya   seputar rutinitas mereka, dalam rangka menghidupkan atau menghadirkan al-Quran dalam kehidupan sehari-hari.

8

 Ibid., hlm. 43-46

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF