apotek
May 21, 2018 | Author: Nuruma Nurul Malik | Category: N/A
Short Description
Download apotek...
Description
BAB 2 TINJAUAN UMUM APOTEK 2.1
Pengertian Apotek
Apotek adalah tempa tempat dilakuk dilakuk an an pekerjaan pekerjaan kef armasian rmasian dan penyal penyalur ur an an sediaan
f armasi rmasi
sert s ertaa perbek alan alan
(Dep (Depaartemen rtemen K es ehat hatan RI, 2002).
kes kes ehat hatan lainnya
kepada kepada
masyar asyar ak at
M enurut PP No. 51 Tahu Tahun 2009, a potek a potek
adalah sar sar ana ana pelayanan pelayanan kef armasian rmasian tempa tempat dilakuk dila kuk an an pr aktek kef armasian rmasian oleh a poteker .
Pelayanan kef armasian rmasian
adalah
su s uatu pelayanan pelayanan
langsu langs ung
dan
bertangg bertanggu ung jawa jawa b b kepada kepada pasi pasieen yang berk ait aitan dengan se sediaan f armasi rmasi de dengan ma k sud menca menca p pai ai hasil yang pas pastti untuk mening meningk k atk an an mutu kehid kehidup upan an pasi pasieen. Pekerjaan ekerjaan
kef armasian rmasian
yang
dilakuk dila kuk an an
meli meli puti put i
pembua pembuatan
termas termasuk uk
peng pengeendalian mutu sediaan f armasi, rmasi, penga pengam manan, pengadaan, pengadaan, penyi penyimp mpanan, anan, dan pendis pendistr tr i busian busian at atau penyal penyalur ur an an oba obat, peng pengeelolaan oba obat, pelayanan pelayanan oba obat atas res res ep dokter , pelayanan pelayanan inform informasi asi oba obat, serta erta peng pengemb embangan angan oba obat, bahan bahan dan oba obat tr adisio adisional. Se Sediaan f armasi rmasi yang dim di ma k sud adalah oba obat, bahan bahan oba obat, oba obat tr adisio adisional dan kos kos meti metik a. a. Sebagai ebagai salah satu sa tu sar sar ana ana pelayanan pelayanan kes kes ehat hatan, mak a dalam dala m pelayanannya pelayanannya a potek haru haruss meng mengut utaa mak an an kepen kepentingan masyar asyar ak at yaitu yaitu meny menyeediak diak an, an, menyi menyimp mpan an dan meny menyer er ahk ahk an an perbek alan alan f armasi rmasi yang bermutu bai baik k . Dalam Dala m peng pengeelolaannya, a potek a potek haru haruss dike dikellola oleh a poteker yang telah telah meng mengu uca pk ca pk an an sumpah umpah ja ja ba batan a poteker a poteker .
2.2
Landasan Hukum Apotek
Apotek merupa merupak an pelayanan kes kesehat an salah satu satu sar sar ana ana pelayanan hatan masyar asyar ak at yang diatur diatur dalam: dala m: a. Per atur an an Pemer Pemer int intah No No. 51 Tahu Tahun 2009 ten tentang pekerj ang pekerjaan aan kef armasian. rmasian. b. b. K eputusan eputusan Me tentang Menter i K esehat hatan RI No No. 1027/Me 1027/MenK es/SK/X/2004 ten standar andar pelayanan pelayanan kef armasian rmasian di a potek a potek . c. K eputusan eputusan Me Menter i K es ehat hatan RI No No.1332/Me .1332/MenK es/SK/X/2002 ten te ntang perubahan perubahan at atas Per atur an an Menter i K esehat hatan RI No No.922/Me .922/MenK es/Per s/Per /X/1993 /X/1993 ten tentang keten ketentuan tuan dan tata car car a pember ian ian izin a potek a potek . 3
Universitas I ndonesia ndonesia
d. Undang ± Undang No N o. 5 tahu ahun 1997 ten tentang p ang psi sikotrop kotropiik a e. Undang - Undang No N o. 22 tahu ahun 1997 ten tentang narkot narkotiik a f .
Per atur an an Menter i K es ehat hatan No. 922/Me 922/MenK es/Per s/P er /X/1993 /X/1993 ten tentang keten ketentuan tuan dan tata car car a pember ian ian izin a potek a potek
g. Undang ± Undang K es ehat hatan RI No No.23 tahu ahun 1992 ten tentang kes kes ehat hatan h. Per atur an an Pemer int intah No. 21 tahu ahun 1990 ten tentang masa ba bakti kti a poteker a poteker , yang disempur disempur nak nak an an
dengan
Per P er atur an an
Menter i
K es ehat hatan
No.
184/Me 184/M enK es/Per s/Per /II/1995. /II/1995. i.
Per atur an an Pemer int intah No.25 tahu ahun 1980 ten tentang Perub P erubahan ahan at atas PP NO.26 tahu ahun 1965 ten tentang a potek a potek .
2.3
Tugas dan Fungsi Apotek
Menurut Per atur an an Pemer P emer int intah No N o. 25 tahu ahun 1980 tugas tugas dan fungsi fungsi a potek a potek adalah seb s ebagai agai ber ber ikut : a. Tempa empat penga penga b bdian dian profe profesi si seor seor ang ang a poteker a poteker yang yang telah telah meng mengu uca pk ca pk an an sump s umpah ah ja ja ba batan. b. b. Sar Sar ana ana f armasi rmasi yang mela melakuk kuk an an peng pengub ubahan ahan be bentuk dan peny penyer er ahan ahan oba obat atau bahan bahan oba obat. penyalur ur perbek alan rmasi yang haru menyeb ebaark an obat yang c. Sar Sar ana ana penyal alan f armasi ha russ meny an oba di per per luk an an masyar asyar ak at secar car a mel meluas dan mer ata.
2.4
Tata Cara Pemberian Pemberi an Izin Apotek (Dep (Depaartemen rtemen K es ehat hatan, 2002)
K eten etentuan tuan dan tata car car a pember ian ian izin a potek a potek diatur diatur dalam dalam K eputusan eputusan Menter i K esehat hatan RI No No.1332/Me .1332/MenK es/SK/X/2002 ten tentang perubahan perubahan at atas Per atur an an Menter i K esehat hatan RI No No.922/Me .922/MenK es/Per s/Per /X/1993. /X/1993. Izin a potek a potek di ber ber ik an an oleh Menter i yang kemudian kemudian we wewenang pember ian ian izin dilimp dilimpah ahk k an an kepada kepada K epala epala Dinas K es ehat hatan Ka bup Ka bupaaten/K ten/K ota. ota. Ada pu da pun n keten ketentuannya tuannya adalah sebagai ebagai ber ber ikut: a. Permoh ermohonan
izin
a potek a potek dia juk dia juk an an
kepada kepada
K epala epala
Dinas
K esehat hatan
Ka bup Ka bupaaten/K te n/K ota ota de dengan mengg menggu unak nak an an co c ontoh toh formuli formulir r APT-1. b. b. Dengan
mengg menggu unak nak an an
formuli formulir r
APT-2
K epala epala
Dinas
K esehat hatan
Ka bup Ka bupaaten/K te n/K ota ota selamb la mbaat-lamb -la mbaatnya 6 (e ( enam na m) har har i kerja kerja setelah etelah men mener ima
permohonan da pat meminta bantuan tek nis kepada K epala Balai POM untuk melakuk an pemer ik saan ter hada p kesia pan a potek melakuk ankegiatan. c. Tim Dinas K esehatan Ka bupaten/K ota atau K epala Balai POM selambatlambatnya 6 (enam) har i kerja setelah permintaan bantuan tek nis dar i K epala Dinas K esehatan Ka bupaten/K ota mela pork an hasil pemer ik saan setempat dengan menggunak an formulir APT-3. d. Dalam hal pemer ik saan sebagaimana dimak sud di dalam
(nomor 2) dan
(nomor 3) tidak dilak sanak an, a poteker pemohon da pat membuat sur at per nyataan sia p melakuk an kegiatan kepada K epala Dinas K esehatan Ka bupaten/K ota setempat dengan tembusan kepada K epala Dinas Propinsi dengan menggunak an formulir APT-4. e. Dalam jangk a waktu 12 (dua belas) har i kerja setelah diter ima la por an hasil pemer ik saan sebagimana di mak sud ayat (3), atau per nyataan ayat (4) K epala Dinas K esehatan Ka bupaten/K ota setempat mengeluark an Sur at Izin Apotek (SIA) dengan menggunak an formulir APT-5. f .
Dalam hal hasil pemer ik saan, Tim Dinas K esehatan Ka bupaten/K ota atau K epala Balai POM dimak sud (nomor 3) masih belum memenuhi syar at, K epala Dinas K esehatan Ka bupaten/K ota ter da pat dalam waktu 12 (dua belas) har i kerja mengeluark an Sur at Penundaan dengan menggunak an formulir APT-6.
g. Ter hada p Sur at Penundaan sebagaimana dimak sud dalam (nomor 6), a poteker di ber i kesempatan untuk melengk a pi per syar atan yang belum di penuhi selambat-lambatnya dalam jangk a waktu satu bulan sejak tanggal Sur at Penundaan. h. Apa bila a poteker menggunak an sar ana pihak lain, mak a penggunaan sar ana dimak sud wa ji b didasark an atas perjan jian kerjasama antar a a poteker dan pemilik sar ana. i.
Pemilik sar ana yang dimak sud (nomor 8) harus memenuhi per syar atan tidak per nah ter li bat dalam pelanggar an per atur an perundang-undangan di bidang obat sebagaimana dinyatak an dalam sur at penyataan yang ber sangkutan.
j.
Ter hada p permohonan izin a potek dan Apoteker Pengelola Apotek (APA) atau lok asi tidak sesuai dengan pemohon, mak a K epala Dinas K esehatan
Ka bupaten/K ota dalam jangk a waktu selambat-lambatnya 12 har i kerja wa ji b mengeluark an
sur at
penolak an
disertai
dengan
alasannya
dengan
menggunak an formulir APT-7.
Pengelolaan Apotek (Departemen K esehatan RI, 1993)
2.5
Pengelolaan Apotek adalah seluruh upaya dan kegiatan Apoteker untuk melak sanak an tugas dan fungsi pelayanan a potek . Ada pun pengelolaan a potek di bagi men jadi dua, yaitu pengelolaan tek nis f armasi dan pengelolaan non tek nis f armasi.
Pengelolaan
non-tek nis
kef armasian
ter sebut
meli puti
kegiatan
administr asi, keuangan, pa jak , per sonalia, kegiatan bidang mater ial dan bidang lain yang ber hubungan dengan a potek . Menurut Per atur an Menter i K esehatan R epublik Indonesia
Nomor 922/MenK es/Per /X/1993, pengel olaan
a potek
meli puti: 1. Per acik an, pengolahan, pengubahan bentuk , penyimpanan, dan penyer ahan obat atau bahan obat. 2. Pengadaan, penyimpanan, penyalur an, dan penyer ahan perbek alan f armasi lainnya. 3. Pelayanan informasi mengenai perbek alan f armasi, meli puti: a. Pelayanan informasi tentang obat dan perbek alan f armasi lainnya yang di ber ik an baik kepada dokter dan tenaga kesehatan lainnya maupun kepada masyar ak at. b. Pengamatan dan pela por an informasi mengenai k hasiat, keamanan, bahaya atau mutu suatu obat dan perbek alan f armasi lainnya. c. Pelayanan informasi ter sebut di atas wa ji b didasark an pada kepentingan masyar ak at. 2.6
Pelayanan Apotek (Departemen K esehatan RI, 1993)
Per atur an yang mengatur tentang Pelayanan Apotek adalah Per atur an Menter i K esehatan No. 922/MENKES/PER/X/1993 yaitu: 1. Apoteker berkewa ji ban
menyediak an,
menyimpan
dan
menyer ahk an
perbek alan f armasi yang bermutu baik dan yang kea bsahannya terjamin; 2. Apoteker wa ji b melayani resep dokter , dokter gigi dan dokter hewan. Pelayanan resep ini sepenuhnya atas dasar tanggung jawa b Apoteker
Pengelola Apotek , sesuai dengan tanggung jawa b dan keahlian profesinya yang dilandasi pada kepentingan masyar ak at; 3. Apoteker tidak diizink an mengganti obat gener ik yang ditulis dalam resep dengan obat paten. Namun resep dengan obat bermerek dagang atau obat paten boleh diganti dengan obat gener ik ; 4. Dalam hal pasien tidak mampu menebus obat yang tertulis dalam resep, a poteker wa ji b berkonsultasi dengan dokter untuk pemilihan obat yang lebih tepat; 5. Apoteker wa ji b member ik an informasi yang berk aitan dengan penggunaan obat yang diser ahk an kepada pasien secar a tepat, aman, dan r asional atas permintaan masyar ak at; 6. Apa bila a poteker mengangga p bahwa dalam resep ter da pat kekeliruan atau penulisan resep yang tidak tepat, a poteker harus member itahuk an kepada dokter penulis resep. Apa bila atas pertimbangan tertentu dokter penulis resep teta p pada pendir iannya, dokter wa ji b menyatak an secar a tertulis atau membubuhk an tanda tangan yang lazim di atas resep; 7. Salinan resep harus ditandatangani oleh a poteker ; 8. R esep harus dir ahasiak an dan disimpan di a potek dengan baik dalam jangk a waktu tiga tahun; 9. R esep dan salinan resep hanya boleh di per lihatk an kepada dokter penulis resep atau yang mer awat pender ita, pender ita yang ber sangkutan, petugas kesehatan, atau petugas lain yang ber wenang menurut perundang-undangan yang ber laku; 10. APA, a poteker pendamping atau a poteker pengganti diizink an men jual obat ker as tan pa resep yang dinyatak an sebagai Daftar O bat Wa ji b Apotek , yang diteta pk an oleh Menter i K esehatan R epublik Indonesia; 11. Apa bila Apoteker Pengelola Apotek ber halangan melakuk an tugasnya pada jam buk a Apotek , Apoteker pengelola Apotek da pat menun juk Apoteker Pendamping. Apa bila Apoteker Pengelola Apotek dan Apoteker Pendamping k arena hal-hal tertentu ber halangan melakuk an tugasnya, Apoteker Pengelola Apotek da pat menun juk Apoteker Pengganti;
12. Apoteker Pengelola Apotek turut bertanggung jawa b atas pelak sanaan kegiatan yang dilakuk an oleh Apoteker Pendamping, Apoteker Pengganti di dalam pengelolaan Apotek . Apoteker Pendamping bertanggung jawa b atas pelak sanaan tugas pelayanan kef armasian selama yang ber sangkutan bertugas menggantik an Apoteker Pengelola Apotek ; 13. Dalam pelak sanak an pengelolaan a potek , APA da pat di bantu oleh Asisten Apoteker (AA). AA melakuk an pekerjaan kef armasian di Apotek di bawah pengawasan Apoteker ;
2.6.1
Pelayanan O bat Wa ji b Apotek (OWA) O bat Wa ji b Apotek (OWA) adalah obat ker as yang da pat diser ahk an
tan pa resep dokter oleh a poteker di a potek . Ber dasark an Per atur an Menter i K esehatan 919/MENKES/PER/X/1993, obat yang da pat diser ahk an tan pa resep dokter harus memenuhi kr iter ia ber ikut (Departemen K esehatan RI, 1993) : a. Tidak dikontr aindik asik an untuk penggunaan pada wanita hamil, anak di bawah usia 2 tahun dan or ang tua diatas 65 tahun. b. Pengobatan sendir i dengan obat dimak sud tidak member ik an r isiko pada kelan jutan penyak it. c. Penggunaan tidak memer luk an car a dan atau alat k husus yang harus dilakuk an oleh tenaga kesehatan. d. Penggunaan di per luk an
untuk penyak it
yang prevalensinya tinggi di
Indonesia. e. O bat
dimak sud
memilik i
r asio
k hasiat
keamanan
yang
da pat
di pertanggung jawa bk an untuk pengobatan sendir i. Menurut K eputusan Menter i K esehatan Nomor 347/MenK es/SK/VII/1990, dalam
melayani pasien
yang
memer luk an
OWA a poteker
di
a potek
diwa ji bk an untuk (Departemen K esehatan RI, 1990) : a. Memenuhi ketentuan
dan batasan tia p jenis obat per pasien yang
disebutk an dalam OWA yang ber sangkutan b. Membuat catatan pasien serta obat yang telah diser ahk an c. Member ik an informasi, meli puti dosis dan atur an pak ainya, kontr aindik asi, efek samping dan lain-lain yang per lu di per hatik an oleh pasien.
O bat-obat yang termasuk ke dalam daftar OWA antar a lain: a.
Or al kontr asepsi baik tunggal maupun kombinasi untuk satu sik lus.
b.
O bat salur an cer na yang ter dir i dar i: 1) Antasid + Antis pasmodik + Sedatif . 2) Antis pasmodik ( pa paver in, hioscin, atropin). 3) Analgetik + Antis pasmodik . Pember ian mak simal 20 ta blet.
c.
O bat mulut dan tenggorok an, pember ian mak simal 1 botol.
d.
O bat salur an naf as yang ter dir i dar i obat asma ta blet atau mukolitik , pember ian mak simal 20 ta blet.
e.
O bat yang mempengaruhi sistem neuromuskular yang ter dir i dar i: 1)
Analgetik (Antalgin,
Asam
Mefenamat,
Glavenin,
Antalgin
+
Diazepam/der ivatnya). 2) Antihistamin. Pember ian mak simal 20 ta blet. f .
Anti par asit yang ter dir i dar i obat cacing, pember ian mak simal 6 ta blet.
g.
O bat kulit topik al yang ter dir i dar i: 1) Semua salep/kr im anti biotik . 2) Semua salep/kr im kortikosteroid. 3) Semua salep/kr im antifungi. 4) Antiseptik lok al. 5) Enzim antir adang topik al. 6) Pemutih kulit. Pember ian mak simal 1 tube.
2.6.2
Pelayanan Informasi O bat (PIO) dan Swamedik asi Sesuai
dengan Per atur an
No.922/Menkes/Per /X/1993,
Menter i
Apoteker wa ji b
K esehatan
R epublik Indonesia
member ik an
informasi
yang
berk aitan dengan pengunaan obat yang diser ahk an kepada pasien, pengunaan obat yang tepat, aman dan r asional atas permintaan pasien. Dalam member ik an informasi kepada pasien minimal mencakup informasi mengenai obat yang di ber ik an kepada pasien (Departemen K esehatan RI, 1993).
Per ilaku pengunaan obat oleh pasien da pat di pengaruhi antar a lain oleh tingk at pengetahuan pasien dan efektif itas informasi yang diter ima pasien mengenai obat yang digunak annya. Pember ian informasi obat kepada pasien bertujuan antar a lain agar pasien mengerti tentang penggunaan obat yang diter imanya, misalk an car a minum obat yang benar . Mater i informasi yang di ber ik n antar a lain mengenai nama obat,indik asi, dosis, car a penggunaan, kemungk inan inter ak si dengan obat lain atau mak anan, an jur an-an jur an k husus pada pemak aian obat, efek samping dan penanggulangannya, kontr a indik asi dar i obat yang di ber ik an, tindak an yang dilakuk an jik a lupa minum obat, car a penyimpanan dan car a mengulangi atau memperoleh kembali. Untuk member ik an informasi ter s ebut per lu penguasaan tek nik komunik asi yang berk aitan dengan pemahaman mengenai latar belak ang sosial, ekonomi dan budaya pener ima informasi disamping mengetahui dan memahami tentang obat dan pengobatan. Informasi yang di ber ik an tidak harus ilmiah yang terpenting yaitu pener ima mudah mengerti, memahami dan mencer na informasi yang di butuhk an. Informasi disampaik an secar a singk at, jelas, terbuk a dan menghindar i sik a p menggurui, memak sa dan menyalahk an. K omunik asi harus dilakuk an sedemik ian rupa agar terjadi komunik asi yang inter aktif . Ada pun swamedik asi merupak an suatu kegiatan pengobatan sendir i yang dilakuk an oleh seor ang individu untuk mengatasi sak it atau keluhan yang dir asak an tan pa bantuan ahli medis (Tan dan Raharja, 1993). Swamedik asi dalam terminologi lain merupak an kegiatan mengobati segala keluhan pada dir i sendir i dengan obat-obat yang di beli bebas di a potek atau toko obat atas inisiatif sendir i tan pa nasihat dokter . Swamedik asi ser ingk ali dilakuk an oleh masyar ak atterutama masyar ak at dengan k lasif ik asi kelas menengah ke bawah, masyar ak at dengan kesi buk an yang padat dan masyar ak at dengan gejala kesak itan yang r ingan dan biasa ditemui yang biasanya da pat sembuh sendir i atau seger a sembuh dengan obat-obat bebas. Swamedik asi sebenar nya buk an hal yang sulit, namun juga buk an hal yang da pat disepelek an k arena kegiatan swamedik asi ber hubungan dengan obat yang sejatinya adalah r acun. Informasi yang di peroleh dalam swamedik asi harus di peroleh dar i sumber yang terper caya. Sumber informasi yang da pat di jadik an
referensi misalnya dar i tenaga kesehatan (dokter dan a poteker ), dan kemasan obat (k arena diawasi oleh BPOM). Sedangk an infomasi dar i ik lan masih banyak kekur angan, terutama terk ait kelengk a pan informasi, misalnya tidak menyebutk an nama bahan k imia, atur an dan car a pak ai yang jelas, serta dampak k linik yang mungk in terjadi selama mengkonsumsi obat. Dalam melakuk an tindak an swamedik asi sangat penting untuk mengetahui keluhan-keluhan mana yang da pat diobati sendir i dan mana yang tidak . Dalam pr aktek , batasannya ditentuk an oleh obat-obat yang da pat di beli di a potek secar a bebas. Pada umumnya keluhan-keluhan agak r ingan yang biasanya sembuh dengan sendir inya da pat diswamedik asi (Tan dan Raharja, 1993). Penyak it r ingan yang da pat di ber ik an pelayanan swamedik asi meli puti demam, nyer i, pusing, batuk , inf luenza, sak it maag, kecacingan, diare, penyak it kulit (Depkes RI, 2006). Ada pun gejala berbahaya yang tidak boleh diobati sendir i diantar anya adalah batuk dan ser ak yang bertahan lebih lama dar i 1-2 minggu, batuk dar ah, r asa nyer i atau sulit menelan yang tidak seger a sembuh, borok yang tidak seger a sembuh, buang air besar /kecil dengan dar ah, keluar nya lendir /dar ah yang luar o
biasa dar i vagina, demam di atas 40 C yang bertahan lama lebih dar i 2-3 har i yang disertai gejala-gejala lain, seperti nyer i tenggorok an dan diare atau muntah yang hebat (Tan dan Raharja, 1993). Hal-hal
yang
menguntungk an
yang
di jadik an
dasar
seseor ang
merugik an
seseor ang
ber swamedik asi adalah : a. Menghemat biaya. b. Seger a da pat melakuk an aktivitas kembali. Selain
keuntungan,
ada
sisi
buruk yang
ber swamedik asi, yaitu : a. Terjadi salah pengobatan (medication error ). b. Timbulnya efek samping yang merugik an. c. Terjadi penutupan (masking ) gejala-gejala yang per lu diketahui dokter untuk menentuk an diagnosa. d. Penyak it bertambah par ah. Taha pan swamedik asi yang baik meli puti proses sebagai ber ikut : a. Memperoleh informasi dan menaf sirk an gejala
b. Menentuk an tindak an c. Memilih obat d. Member ik an obat beserta informasi obat
Pengalihan Tanggung Jawab Apoteker (Departemen K esehatan RI,
2.7
2002) Pengalihan tanggung jawa b a poteker diatur dalam K eputusan Menter i K esehatan RI No.1332/MenK es/SK/X/2002, yaitu : a. Apa bila Apoteker Pengelola Apotek (APA) ber halangan melakuk an tugasnya pada jam buk a a potek , APA harus menun juk a poteker pendamping. b. Apa bila APA dan Apoteker pendamping k arena hal-hal tertentu ber halangan melakuk an tugasnya, APA menun juk a poteker pengganti. c. Apa bila APA meninggal dunia, dalam jangk a waktu dua k ali dua puluh empat jam, ahli war is APA wa ji b mela pork an kejadian ter sebut secar a tertulis kepada K epala Dinas K esehatan Ka bupaten/K ota. d. Apa bila pada a potek ter sebut tidak ter da pat Apoteker pendamping, pela por an oleh ahli war is wa ji b disertai penyer ahan resep, narkotik a, psikotropik a, obat ker as, dan kunci tempat penyimpanan narkotik a dan psikotropik a. e. Pada penyer ahan resep, narkotik a, psikotropik a dan obat ker as serta kunci ter s ebut, di buat ber ita acar a ser ah ter ima dengan K epala Dinas K esehatan Ka bupaten/K ota setempat
Pencabutan Surat Izin Apotek (Departemen K esehatan RI, 2002)
2.8
Menurut K eputusan Menter i K esehatan RI No.1332/MenK es/SK/X/2002, K epala Dinas K esehatan Ka bupaten/K ota da pat menca but sur at izin a potek a pa bila : a. Apoteker sudah tidak lagi memenuhi ketentuan sebagai ber ikut: y
I jazahnya telah ter daftar pada Departemen K esehatan.
y
Telah menguca pk an Sumpah/Jan ji sebagai Apoteker .
y
Memilik i Sur at izin K erja dar i Menter i.
y
Memenuhi syar at-syar at kesehatan f isik dan mental untuk melak sanak an tugasnya, sebagai Apoteker .
y
Tidak bekerja di suatu Perusahaan f armasi dan tidak men jadi Apoteker Pengelola Apotik di Apotik lain
b.
Apoteker tidak lagi
memenuhi
kewa ji bannya
untuk
menyediak an,
menyimpan dan menyer ahk an sediaan f armasi yang bermutu baik dan kea bsahannya terjamin. Sediaan f armasi yang k arena sesuatu hal tidak da pat digunak an lagi atau dilar ang digunak an, harus dimusnahk an dengan car a di bak ar atau ditanam atau dengan car a lain yang diteta pk an oleh Menter i. Apoteker mengganti obat gener ik yang ditulis dalam resep dengan obat paten. c.
APA ber halangan melakuk an tugasnya lebih dar i 2 tahun secar a terus menerus.
d.
Terjadi pelanggar an ter hada p Undang-Undang obat ker as No. St 1973 N0. 541, UU No. 23 tahun 1992 tentang K esehatan, UU No.5 tahun 1997 tentang psikotropik a, UU No. 22 tahun 1997 tentang narkotik a, serta ketentuan per atur an perundang-undangan lain yang ber laku.
e.
Sur at Izin K erja Apoteker Pengelola Apotek dica but.
f .
Pemilik Sar ana a potek terbukti ter li bat dalam pelanggar an perundangundangan di bidang obat.
g. Apotek tidak da pat lagi memenuhi per syar atan mengenai kesia pan tempat pendir ian a potek serta kelengk a pan sediaan f armasi dan perbek alan lainnya baik merupak an milik sendir i atau pihak lain. K epala Dinas K esehatan Ka bupaten/K ota sebelum melakuk an penca butan sur at izin a potek berkoor dinasi dengan K epala Balai POM setempat. Pelak sanaan penca butan sur at izin a potek dilak sanak an setelah dikeluark an: a. Per ingatan secar a tertulis kepada Apoteker Pengelola Apotek sebanyak 3 (tiga) k ali berturut-turut dengan tenggang waktu masing ± masing 2 (dua) bulan dengan menggunak an contoh Formulir Model APT-12. b. Pembekuan izin a potek untuk jangk a waktu selama-lamanya 6 (enam) bulan sejak dikeluark annya peneta pan pembekuan
kegiatan
Apotek dengan
menggunak an Formulir Model APT-13. Pembekuan Izin Apotek sebagaimana dimak sud dalam huruf ( b) di atas, da pat dicairk an kembali a pa bila a potek telah membuktik an memenuhi seluruh per syar atan sesuai dengan ketentuan dalam per atur an ini dengan menggunak an
contoh formulir Model APT-14. Pencair an Izin Apotek dilakuk an setelah mener ima la por an pemer ik saan dar i Tim Pemer ik saan Dinas K esehatan Ka bupaten/K ota setempat. Apa bila Sur at Izin Apotek dica but, Apoteker Pengelola Apotek atau Apoteker Pengganti wa ji b mengamank an perbek alan f armasi sesuai per atur an perundang-undangan yang ber laku. Pengamanan yang dimak sud wa ji b mengikuti tata car a sa bagai ber ikut : a. Dilakuk an inventar isasi ter hada p seluruh per sediaan narkotik a, psikotropik a, obat ker as tertentu dan obat lainnya serta seluruh resep yang ter s edia di a potek . b. Narkotik a, psikotropik a, dan resep harus dimasukk an dalam tempat yang tertutup dan terkunci. c. Apoteker Pengelola Apotek wa ji b mela pork an secar a tertulis kepada K epala Dinas K esehatan Ka bupaten/K ota, tentang penghentian kegiatan disertai la por an inventar isasi yang dimak sud dalam huruf (a).
2.9
Sediaan Farmasi (Departemen K esehatan RI, 1993)
Sediaan f armasi adalah obat, bahan obat, obat tr adisional dan kosmetik . Untuk men jaga keamanan penggunaan obat oleh masyar ak at, mak a pemer intah menggolongk an obat men jadi:
2.9.1
O bat Bebas O bat golongan ini adalah obat yang da pat di beli tan pa resep dokter . Pada
kemasan ditandai dengan lingk ar an hitam, mengelilingi bulatan war na hi jau disertai brosur yang ber isi nama obat, nama dan isi zat berk hasiat, indik asi, dosis, atau atur an pemak aiannya, nomor bets, nomor registr asi, nama pa br ik , dan alamat serta car a penyimpanannya.
Gambar
2.1. Penandaan obat bebas
2.9.2
O bat Bebas Terbatas O bat golongan ini adalah obat ker as yang di ber i batas pada setia p
tak ar an dan kemasan yang digunak an untuk mengobati penyak it r ingan yang da pat dikenali oleh pender ita sendir i. O bat ini da pat di beli tan pa resep dokter . O bat bebas terbatas ditandai dengan lingk ar an hitam, mengelilingi bulatan war na biru yang ditulis pada etiket dan bungkus luar .
Gambar
2.2. Penandaan obat bebas terbatas
Di samping itu ada tanda per ingatan P.No.1 sampai dengan P.No.6, dan penandaan pada etiket atau brosur ter da pat nama obat yang ber sangkutan, daftar bahan k hasiat serta jumlah yang digunak an, nomor batch, dan tanggal k adaluar sa, nomor registr asi, nama dan alamat produsen, petun juk penggunaan (indik asi), dan
car a
pemak aian,
per ingatan, serta kontr aindik asi.
Tanda
per ingatan pada kemasan di buat dengan dasar hitam, tulisan putih.
Gambar
2.9.3
2.3. Tanda peringatan pada obat bebas terbatas (P1-P6)
O bat K er as O bat
golongan
ini
adalah obat-obatan
yang
mempunyai
k hasiat
mengobati, menguatk an, mendesinfek si dan lain-lain pada tubuh manusia, baik dalam bungkusan atau tidak yang diteta pk an oleh Menter i K esehatan. Tanda
k husus lingk ar an mer ah dengan gar is tepi hitam dan huruf K didalamnya Psikotropik a termasuk dalam golongan obat ker as.
Gambar
2.4. Penandaan obat keras
2.9.4 Narkotik a Narkotik a adalah zat atau obat yang ber asal dar i tanaman atau buk an tanaman baik sintetis maupun semisintetis yang da pat menyeba bk an penurunan atau perubahan kesadar an, hilangnya r asa, mengur angi sampai menghilangk an r asa nyer i, dan da pat menimbulk an keter gantungan.
Gambar
2.5. Penandaan obat narkotika
Ber dasark an Undang-undang No 22 Tahun 1997 tentang narkotik a, narkotik a di bedak an dalam tiga golongan yaitu: a. Narkotik a golongan pengembangan
I,
ilmu
yang
da pat
pengetahuan
digunak an dan
untuk kepentingan
dilar ang
digunak an
dan
untuk
kepentingan lainnya, serta mempunyai potensi yang sangat tinggi untuk menimbulk an keter gantungan. Contoh tanaman Pa paver somniferum (kecuali bi ji), Er ythroxylon coca, Canna bis sativa. b. Narkotik a golongan II, yang berk hasiat pengobatan dan banyak digunak an sebagai pilihan ter ak hir dalam ter a pi dan atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi untuk menimbulk an keter gantungan. Contohnya adalah morf in dan petidin. c. Narkotik a
golongan
III,
yang
berk hasiat pengobatan
dan banyak
digunak an dalam ter a pi dan atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan
serta
mempunyai
potensi
keter gantungan, contohnya yaitu Codein.
2.10
Pengelolaan Narkotika
r ingan
untuk
menimbulk an
Menurut
Undang-undang
No.22
tahun 1997 pengatur an
narkotik a
bertujuan untuk: a. Men jamin keter sediaan narkotik a untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan; b. Mencegah terjadinya penyalahgunaan narkotik a; dan c. Member antas peredar an gela p narkotik a. Secar a
gar is
besar pengelolaan
narkotik a
meli puti
pemesanan,
penyimpanan, pelayanan dan pemusnahan.
2.10.1 Pemesanan Narkotik a Apoteker hanya da pat memesan narkotik a melalui Pedagang Besar Farmasi (PBF) tertentu yang telah diteta pk an oleh Menter i K esehatan, yaitu PT. Kimia Farma, narkotik a. pesanan
dengan
Pemesanan (SP)
ditandatangani
tujuan
untuk memudahk an pengawasan peredar an
narkotik a
dilakuk an
k husus narkotik a yang
dengan
ter dir i
dar i
oleh APA serta dilengk a pi dengan
menggunak an 4
r angk a p
sur at yang
nama jelas, stempel
a potek , nomor SIK, dan SIA. Satu Sur at Pesanan (SP) hanya
untuk
memesan satu jenis narkotik a.
2.10.2 Penyimpanan Narkotik a (Departemen K esehatan RI, 1978) Apotek harus mempunyai tempat k husus yang dikunci dengan baik untuk menyimpan narkotik a. Tempat penyimpanan narkotik a di a potek harus memenuhi syar at-syar at sebagai ber ikut : a. Harus di buat seluruhnya dar i k ayu atau bahan lain yang kuat. b. Harus mempunyai kunci yang kuat. c. Di bagi dua, masing-masing dengan kunci yang ber lainan; bagian pertama di per gunak an untuk menyimpan morf in, petidin, dan gar a m-gar amnya serta per sediaan
narkotik a;
bagian
kedua
di per gunak an untuk menyimpan
narkotik a lainnya yang di pak ai sehar i-har i. d. Apa bila
tempat
k husus
ter sebut berupa
lemar i berukur an kur ang dar i
40x80x100 cm, mak a lemar i ter sebut harus di baut pada tembok atau lantai.
e. Lemar i k husus tidak boleh digunak an untuk menyimpan bar ang lain selain narkotik a, kecuali ditentuk an oleh Menter i K esehatan. f .
Anak kunci lemar i k husus harus di pegang oleh penanggung jawa b atau pegawai lain yang dikuasak an.
g. Lemar i k husus harus ditempatk an di tempat yang aman dan tidak ter lihat oleh umum.
2.10.3 Pelayanan R esep yang Mengandung Narkotik a Menurut UU No. 9 tahun 1976 tentang narkotik a disebutk an bahwa: a. Narkotik a hanya digunak an untuk kepentingan pengobatan dan/atau ilmu pengetahuan. b. Narkotik a
hanya da pat
di per gunak an untuk
pengobatan penyak it
ber dasark an resep dokter . c.
Apotek dilar ang melayani salinan resep yang mengandung narkotik a. Untuk resep narkotik a yang baru dilayani sebagian atau belum dilayani sama sek ali, a potek boleh membuat salinan resep teta pi salinan resep ter sebut hanya boleh dilayani di a potek yang menyimpan resep asli. Salinan resep dar i resep narkotik a dengan tulisan iter tidak boleh dilayani sama sek ali. Oleh k arena itu dokter tidak boleh menambah tulisan iter pada resep yang mengandung narkotik a.
2.10.4 Pela por an Narkotik a Undang-undang No. 22 tahun 1997 pasal 11 ayat (2) menyatak an bahwa importer , ek s portir , pa br ik obat, pedagang besar f armasi, sar ana penyimpanan sediaan f armasi pemer intah, a potek , rumah sak it, puskesmas, balai pengobatan, dokter , dan lembaga ilmu pengetahuan wa ji b membuat, menyampaik an dan menyimpan
la por an berk ala
mengenai pemasuk an
dan/atau pengeluar an
narkotik a yang ada dalam penguasaannya. Apotek berkewa ji ban
menyusun dan
mengir imk an
la por an yang
ditandatangani oleh APA. La por an ter sebut ter dir i dar i la por an penggunaan bahan baku la por an
narkotik a,
k husus
la por an penggunaan
menggunak an
sediaan jadi narkotik a
morf in, petidin
dan der ivatnya.
dan
La por an
dik ir im
ke
kepala Dinas K esehatan
Ka bupaten/K ota setempat
selambat-
lambatnya tanggal 10 bulan ber ikutnya, dengan tembusan kepada K epala Dinkes Propinsi, Balai/Balai Besar POM, dan sebagai ar si p.
2.10.5 Pemusnahan Narkotik a (Departemen K esehatan RI, 1978) APA da pat melakuk an pemusnahan narkotik a yang rusak , k adaluar sa, atau
tidak memenuhi
syar at
lagi
untuk digunak an
dalam pelayanan
kesehatan. APA yang memusnahk an narkotik a harus membuat ber ita acar a pemusnahan narkotik a yang memuat: a.
Har i, tanggal, bulan,dan tahun pemusnahan
b. Nama APA c. Nama seor ang sak si dar i pemer intah dan seor ang sak si lain dar i perusahaan atau badan ter sebut d. Nama dan jumlah Narkotik a yang dimusnahk an e.
Car a pemusnahan
f .
Tandatangan penanggung jawa b a potek Pemusnahan narkotik harus disak sik an oleh:
a.
Petugas Direktor at Pengawasan O bat dan Mak anan untuk Importir , pa br ik f armasi dan unit per gudangan pusat
b.
Petugas Kantor Wilayah Departemen K esehatan untuk pedagang besar f armasi penyalur narkotik a, lembaga dan unit per gudangan propinsi
c.
Petugas Dinas K esehatan Daer ah Tingk at II untuk a potek , rumah sak it, puskesmas dan dokter Ber ita acar a pemusnahan narkotik a ter sebut dik ir imk an kepada kepala
k antor Departemen K esehatan R epublik Indonesia dengan tembusan kepada K epala Dinkes Propinsi, Balai/Balai Besar POM, dan sebagai ar si p. Menurut Petun juk Tek nis Per atur an Apotek Tahun 2004 mengenai Prosedur Teta p Pelayanan R esep Narkotik a, yaitu: a. Melakuk an pemer ik saan ter hada p kelengk a pan administr asi. b. Melakuk an pemer ik saan kesesuaian f armasetik , yaitu bentuk sediaan, dosis, potensi, sta bilitas, inkompati bilitas, car a dan lama pember ian.
c. Mengk a ji pertimbangan k linis, yaitu adanya aler gi, efek samping, inter ak si, keseuaian (dosis, dur asi, jumlah obat dan lain-lain). d. Narkotik a hanya da pat diser ahk an atas dasar resep asli rumah sak it, puskesmas,
a potek lainnya, balai pengobatan,
dokter .
Salinan
resep
narkotik a dalam tulisan ³iter´ tidak bolah dilayani sama sek ali. e. Salinan resep narkotik a yang baru dilayani sebagian atau yang belum dilayani sama sek ali hanya boleh dilayani oleh a potek yang menyimpan resep asli. f .
Mengkonsultasik an ke dokter tentang masalah resep a pa bila di per luk an.
2.11
Pengelolaan Psikotropika
Menurut Undang Undang 5 Tahun 1997, psikotropik a adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis buk an Narkotik a yang berk hasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada sasar an
sar af pusat
yang
menyeba bk an
perubahan k has pada aktif itas mental dan per ilaku. Psikotropik a da pat di bagi men jadi beber a pa golongan, yaitu: a. Psikotropik a golongan I, yaitu psikotropik a yang hanya da pat digunak an untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunak an dalam ter a pi, serta mempunyai potensi sangat kuat mengak i batk an sindroma keter gantungan. Contoh: liser gida dan mesk alina. b. Psikotropik a golongan II, yaitu psikotropik a yang berk hasiat pengobatan, digunak an dalam ter a pi, dan / atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat mengak i batk an sindroma keter gantungan. Contoh: amfetamin dan metamfetamin. c. Psikotropik a golongan III, yaitu psikotropik a yang berk hasiat pengobatan, digunak an dalam ter a pi, dan / atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi
sedang
mengak i batk an
sindroma
keter gantungan.
Contoh: amobarbital, pentobarbital dan pentazosina. d. Psikotropik a golongan IV, yaitu psikotropik a yang berk hasiat pengobatan dan sangat luas digunak an dalam ter a pi, dan / atau untuk tujuan ilmu
pengetahuan serta mempunyai potensi r ingan mengak i batk an sindroma keter gantungan. Contoh: barbital, al pr azolam dan diazepam.
2.11.1 Pemesanan Psikotropik a Sur at Pesanan (SP) psikotropik a harus ditandatangani oleh APA serta dilengk a pi dengan nama jelas, stempel a potek , nomor SIK dan SIA. Satu sur at pesanan ini da pat ter dir i dar i berbagai macam nama obat psikotropik a dan di buat tiga r angk a p.
2.11.2 Penyimpanan Psikotropik a O bat
golongan psikotropik a
perundang-undangan,
namun
penyimpanannya
k arena
belum
kecenderungan
diatur
oleh
penyalahgunaan
psikotropik a, mak a disar ank an agar obat golongan psikotropik a diletakk an ter sendir i dalam suatu r ak atau lemar i k husus.
2.11.3 Pela por an Psikotropik a Menurut UU No.5 tahun 1997, a potek wa ji b membuat dan menyimpan catatan mengenai kegiatan yang ber hubungan dengan psikotropik a dan
wa ji b
mela pork an kepada Menter i secar a berk ala. Pela por an psikotropik a ditandatangani oleh APA ditujuk an kepada K epala Dinas K esehatan Ka bupaten/K ota setempat dengan tembusan kepada K epala Dinkes Propinsi setempat, Balai/Balai Besar POM serta sebagai ar si p a potek .
2.11.4 Pemusnahan Psikotropik a Ber dasark an UU No. 5 tahun 1997, setia p pemusnahan psikotropik a, wa ji b di buatk an ber ita acar a. Pemusnahan psikotropik a dilak sanak an dalam hal : i). ber hubungan dengan tindak pidana ii). k adaluwar sa; iii). tidak memenuhi syar at untuk digunak an pada pelayanan kesehatan dan/atau untuk kepentingan ilmu pengetahuan.
Pemusnahan psikotropik a sebagaimana dimak sud : pada butir i) dilakuk an oleh suatu tim yang ter dir i dar i peja bat yang
y
mewak ili departemen yang bertanggung jawa b di bidang kesehatan, K epolisian Negar a R epublik Indonesia, dan K ejak saan sesuai dengan Hukum Acar a Pidana yang ber laku, dan ditambah peja bat dar i instansi terk ait dengan tempat terungk a pnya tindak pidana ter sebut, dalam waktu tujuh har i setelah menda pat kekuatan hukum teta p. Untuk psikotopik a k husus golongan I, wa ji b dilak sanak an paling lambat 7 (tujuh) har i setelah dilakuk an penyitaan; dan pada butir ii) dan iii) dilakuk an oleh a poteker yang bertanggung jawa b atas
y
peredar an psikotropik a dengan disak sik an oleh peja bat departemen yang bertanggung jawa b di bidang kesehatan, dalam waktu 7 (tujuh) har i.
2.11.5 Penyer ahan Psikotropik a Penyer ahan psikotropik a oleh a potek hanya da pat dilakuk an kepada a potek lainnya, rumah sak it, puskesmas, balai pengobatan, dokter , dan pasien dengan resep dokter .
2.12
Pengadaan Persediaan Apotek (Quick , 1997; Seto, Yunita&Lily, 2004)
Pengadaan merupak an kegiatan untuk memenuhi kebutuhan perbek alan f armasi ber dasark an fungsi perencanaan dan penganggar an. Tujuan pengadaan, yaitu untuk memperoleh bar ang atau jasa yang di butuhk an dalam jumlah yang cukup dengan kualitas har ga yang da pat di pertanggung jawa bk an dalam waktu dan tempat tertentu secar a efektif dan ef isien menurut tata car a dan ketentuan yang ber laku. Hal-hal yang per lu di per hatik an dalam fungsi pengadaan ter sebut harus memenuhi syar at, yak ni: a. Doematig , artinya sesuai tujuan/sesuai rencana. Pengadaan haruslah sesuai kebutuhan yang sudah direncanak a m sebelumnya. b. Rechtmatig , artinya sesuai hak /sesuai kemampuan. c. W etmatig,
artinya
sistem/car a pengadaannya
ketentuan-ketentuan yang ber laku
haruslah
sesuai
dengan
Model pengadaan secar a umum ber dasark an waktu adalah: a. Annual purchasing , yaitu pemesanan satu k ali dalam satu tahun b. S cheduled purchasing , yaitu pemesanan secar a per iodik dalam waktu tertentu misalnya mingguan, bulanan, dan sebagainya. c. P erpetual purchasing , yaitu pemesanan dilakuk an setia p k ali tingk at per sediaan rendah d. K ombinasi antar a annual purchasing , scheduled purchasing , dan perpetual purchasing . Pengadaan dengan pemesanan yang bervar iasi waktunya, seperti car a ini da pat diter a pk an ter gantung dar i jenis obat yang di pesan. Misalnya obat impor dar i suatu negar a dimana devaluasi mata uang men jadi masalah utama, atau obat ber har ga mur ah yang jar ang digunak an cukup di pesan sek ali dalam setahun sa ja. O bat-obatan yang relatif slow moving teta pi digunak an secar a reguler da pat di pesan secar a per iodik setia p tahun ( scheduled purchasing ), dan obat-obatan yang banyak diminati dan obat-obatan yang har ganya sangat mahal mak a pemesanan dilakuk an secar a perpetual purchasing . Setelah menentuk an jenis pengadaan yang ak an diter a pk an ber dasark an frekuensi dan waktu pemesanan mak a pengadaan atau pembelian bar ang di a potek da pat dilakuk an dengan car a: a. Pembelian kontan Dalam pembelian kontan, pihak a potek langsung membayar har ga obat yang di beli dar i distr i butor . Biasanya dilakuk an oleh a potek yang baru di buk a k arena untuk melakuk an pembayar an
kredit a potek harus menun jukk an
kemampuannya dalam men jual. b. Pembelian kredit Pembelian kredit adalah pembelian yang pembayar annya dilakuk an pada waktu jatuh tempo yang telah diteta pk an, misalnya 30 har i setelah obat diter ima a potek . c.
Pembelian konsinyasi (titi pan obat) Pembelian konsinyasi adalah titi pan bar ang dar i pemilik kepada a potek ,
dimana a potek bertindak sebagai agen komisioner yang mener ima komisi bila bar ang ter sebut terjual. Bila bar ang ter sebut tidak terjual sampai batas waktu
k adaluar sa atau waktu yang telah disepak ati mak a bar ang ter sebut da pat dikembalik an pada pemilik nya.
2.13
Pengendalian Persediaan Apotek
Pengendalian per s ediaan dalam hal ini ber hubungan dengan aktivitas dalam pengatur an per sediaan obat di a potek untuk men jamin kelancar an pelayanan pasien di a potek secar a efektif dan ef isien. Unsur dar i pengendalian per sediaan ini mencakup penentuan car a pemesanan atau pengadaannya, menentuk an jenis per sediaan yang men jadi pr ior itas pengadaan, hingga jumlah per sediaan yang optimum dan yang harus ada di a potek untuk menghindar i kekosongan per sediaan. Oleh k arena itu, pengelolaan
dan
pengendalian
per sediaan obat di a potek berfungsi untuk memastik an pasien memperoleh obat yang di butuhk an, mencegah r isiko kualitas bar ang yang di pesan tidak baik sehingga harus dikembalik an, dan menda patk an keuntungan dar i pembelian dengan memilih distr i butor obat yang tepat, pengir iman cepat dan kualitas obat yang baik . Salah satu car a untuk menentuk an dan mengendalik an jenis per sediaan yang seharusnya di pesan adalah dengan melihat per ger ak an keluar masuk nya obat dan mengidentif ik asi jenis per sediaan yang men jadi pr ior itas pemesanan. Metode pengendalian per sediaan dengan menyusun pr ior itas ter sebut da pat di buat dilakuk an dengan menggunak an metode sebagai ber ikut (Quick , 1997):
2.13.1 Analisa VEN (Vital, Esensial, Non esensial) Pengendalian obat dengan memper hatik an kepentingan dan vitalitas obat yang harus selalu ter sedia untuk melayani permintaan untuk pengobatan. a. V (Vital) O bat untuk penyelamatan hidup manusia atau untuk pengobatan k arena penyak it
yang
di pr ior itask an. b. E (Esensial)
mengak i batk an
kematian.
Pengadaan
obat golongan ini
O bat yang banyak diminta untuk digunak an dalam tindak an atau pengobatan penyak it terbanyak ,
yang resepnya
ser ing
datang
ke a potek .
Dengan k ata lain, obat-obat golongan ini adalah obat yang f ast-moving . c. N (Non esensial) O bat pelengk a p yang sif atnya tidak esensial, tidak digunak an untuk penyelamatan hidup maupun pengobatan penyak it terbanyak .
2.13.2 Analisa Pareto (ABC) Analisa Pareto disusun ber dasark an penggolongan per sediaan yang mempunyai nilai
har ga
yang paling tinggi.
Pareto
membagi per sediaan
ber dasark an atas nilai rupiah (volume per sediaan yang di butuhk an dalam satu per iode dik alik an har ga per unit) sehingga untuk mengendalik an per s ediaan bar ang difokusk an pada item per sediaan yang ber nilai tinggi dar i pada yang ber nilai rendah. K r iter ia kelas dalam k lasif ik asi ABC: a. K elas A Per sediaan
yang memilik i
volume
rupiah
yang
tinggi. K elas
ini
mewak ili sek itar 70 % dar i total nilai per sediaan, mesk i pun jumlahnya hanya sek itar 20%
dar i
seluruh
item.
Memilik i
dampak biaya
yang
tinggi.
Pengendalian k husus dilakuk an secar a intensif . b. K elas B Per sediaan yang memilik i volume rupiah yang menengah. K elas ini mewak ili sek itar 20 % dar i total nilai per s ediaan, mesk i pun jumlahnya hanya sek itar 30 %
dar i
seluruh
item.
Pengendalian
k husus
dilakuk an secar a
moder at. c. K elas C Per sediaan yang memilik i volume rupiah yang rendah. K elas ini mewak ili sek itar 10% dar i total nilai per sediaan, ta pi ter dir i sek itar 50% dar i seluruh item. Pengendalian k husus dilakuk an secar a seder hana. Analisis pareto dilakuk an dengan menghitung nilai investasi dar i tia p sediaan obat dengan car a : a. Menghitung total investasi tia p jenis obat.
b. K elompok an ber dasark an nilai investasi dan diurutk an mulai dar i nilai investasi terbesar hingga terkecil. c. Syar at pengelompok an adalah sebagai ber ikut: K elompok A
dengan nilai investasi 70% dar i total investasi
obat
dengan nilai investasi
20%
dar i total
investasi
obat
dengan nilai investasi
10%
dar i total
investasi
obat
keseluruhan. K elompok B keseluruhan. K elompok C keseluruhan.
2.13.3 Analisa VEN-ABC Mengk ategor ik an item ber dasark an volume dan nilai penggunaannya selama per iode waktu tertentu. Analisis VEN-ABC mengga bungk an analisis Pareto dan VEN dalam suatu matr ik s sehingga analisa men jadi lebih ta jam. Matr ik da pat di buat sebagai ber ikut: V
Matr ik s
diatas
da pat
E
N
A
VA EA NA
B
VB
EB
NB
C
VC
EC
NC
di jadik an
dasar dalam meneta pk an pr ior itas
untuk menyesuaik an anggar an atau per hatian dalam pengelolaan per sediaan. Semua obat vital dan esensial dalam kelompok A, B, dan C. Teta pi kuantitasnya disesuaik an dengan kebutuhan konsumen a potek .
Untuk obat non
esensial dalam kelompok A tidak di pr ior itask an, sedangk an kelompok B dan C pengadaannya disesuaik an dengan kebutuhan.
2.14
Strategi Pemasaran Apotek
Str ategi pemasar an yang umumnya dilakuk an oleh a potek adalah analisis AIDA ( Attention, Interest, Desire, Action).
2.14.1 Attention
Str ategi ini merupak an upaya a potek untuk da pat menar ik per hatian pengun jung/konsumen, yang da pat dilakuk an dengan: a. Membuat desain ek ster ior a potek semenar ik mungk in, seperti membuat pa pan nama yang besar dan memasang neon box agar mudah ter lihat oleh or ang yang lewat. b. Mendesain bangunan agar ter lihat menar ik dan juga memper hatik an kondisi ekonomi di lingkungan tempat pendir ian a potek . Misalnya, jik a a potek ber ada di lingkungan daer ah menengah ke atas, mak a desainnya da pat di buat lebih mewah agar tampak meyak ink an pengun jung di lingkungan ter sebut bahwa obat yang di jual lengk a p dan berkualiatas. Namun sebalik nya, a pa bila a potek didir ik an di lingkungan menengah ke bawah,
mak a desain yang di pilih
tidak per lu mewah agar tidak membuat pengun jung mer asa enggan atau r agu untuk datang k arena memilik i sugesti obat yang di jual di a potek ter s ebut mahal. c. Menggunak an k aca tr ans par an pada sisi depan a potek agar desain inter ior a potek da pat ter lihat dar i luar .
2.14.2 Interest Str ategi ini bertujuan untuk
menimbulk an keingintahuan pengun jung
untuk masuk ke dalam a potek , yang da pat dilakuk an dengan car a menyusun obat f ast moving yang di pa jang di ruang tunggu agar eye catching sehingga da pat langsung ter lihat oleh pengun jung saat memasuk i a potek serta obat disusun yang menar ik dengan memper hatik an war na kemasan dan disusun ber dasark an efek f armakologis.
2.14.3 Desire Langk ah
selan jutnya setelah pengun jung
masuk ke
dalam a potek
adalah menimbulk an keinginan merek a untuk membeli obat. U paya yang da pat dilakuk an agar timbul keinginan ter sebut adalah melayani pengun jung dengan r amah, cepat tangga p dengan keinginan pelanggan, meningk atk an kelengk a pan obat, dan member ik an har ga yang ber saing.
2.14.4 Action Setelah melalui beber a pa taha p diatas ak hir nya pengun jung a potek ter sebut memutusk an mengambil sik a p untuk men jadi pembeli obat di a potek . Pada taha p ini pembeli ak an mer asak an sendir i pelayanan yang di ber ik an a potek .
Pelayanan
yang
da pat
di ber ik an antar a
lain dengan menun jukk an
kecepatan pelayanan dan pember ian informasi yang di per luk an.
View more...
Comments