Apnea pada neonatus
July 16, 2019 | Author: SintiaBalqisT.Ichsan | Category: N/A
Short Description
Download Apnea pada neonatus...
Description
BAB I PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG Jika membayangkan rumitnya perubahan pulmonal dan hemodinamik yang terjadi setelah persalinan, sungguh mengherankan bahwa mayoritas bayi mampu melakukan melakukan transisi transisi dari kehidupan intrauteri intrauteri ke ekstrauteri ekstrauteri dengan lanc lancar ar dan dan tanp tanpaa halan halanga gan. n. Wa Walau laupu pun n demi demiki kian an staf staf unit unit rawa rawatt inten intensi sif f menghabiskan sebagian besar waktu mereka untuk merawat neonatus yang mender menderita ita ganggu gangguan an respir respirasi asi,, penyak penyakit it yang yang masih masih merupa merupakan kan penyeb penyebab ab sebagian besar morbiditas dan mortalitas pada periode ini
(1)
Apnea Apnea pada pada neonat neonatus us adalah adalah suatu suatu keadaa keadaan n dimana dimana bayi bayi berhen berhenti ti bernafas selama 20 detik atau lebih. Henti nafas dapat pula kurang dari 20 detik akan tetapi disertai sianosis dan bradikardia (2) Pernaf Pernafasa asan n period periodic ic harus harus dibeda dibedakan kan dari dari jedah jedah apnea apnea yang yang lama, lama, kare karena na yang yang kedu keduaa dapa dapatt dise disert rtai ai deng dengan an peny penyak akit it yang yang seriu serius. s. Apne Apneaa dise diseba babk bkan an oleh oleh bebe beberap rapaa peny penyak akit it prim primer er yang yang meng mengen enai ai neon neonat atus us.. Gangg Gangguan uan demiki demikian an menimb menimbulk ulkan an depres depresii langsu langsung ng pada pada pengen pengendal dalian ian pernafasan di system saraf pusat (misalnya hipoglikemia, meningitis, obatobatan, perdarahan), gangguan penghantaran oksigen perfusi (syok, sepsis, anemia) atau defek ventilasi (pneumonia, penyakit membrane hialin, sirkulasi janin persisten, kelemahan otot). (3)
B.
Tujuan penulisan Tujuan Tujuan penulisan penulisan referat ini adalah untuk menambah menambah pengetahua pengetahuan n kita
mengen mengenai ai defini definisi, si, etiolo etiologi, gi, klasif klasifika ikasi, si, patoge patogenes nesis, is, manifes manifestas tasii klinis klinis,, pemeriksaan penunjang, tatalaksana dan prognosis dari Apnea pada neonatus
1
BAB II PEMBAHASAN
A.
definisi
Apnea pada neonatus adalah suatu keadaan dimana bayi berhenti bernafas selama 20 detik atau lebih. Henti nafas dapat pula kurang dari 20 detik akan tetapi disertai sianosis dan bradikardia (2) Serangan apnea dapat dibagi dalam 2 kelompok: 1.
Idiopatik atau apnea primer yang sebabnya tidak diketahui dan sering terjadi pada bayi prematur.
2.
Simtomatik atau apnea sekunder, yang timbulnya sebagai akibat dari suatu penyakit seperti sindrom gawat nafas, penyakit jantung bawaan dengan
hipoksia,
perdarahan
intracranial,
gangguan
metabolic
(hipoglikemia, hipokalsemia), sepsis, meningitis, dll Menurut parmalee dkk (4), pengaturan dari pernafasan bayi prematur tidak stabil dan memperlihatkan berbagai corak pernafasan:
•
•
Teratur. Jarak antara nafas dan henti nafas hampir sama
•
Tidak teratur. Jarak antara nafas dan henti nafas tidak sama
Pernafasan periodic. Siklus hiperventilasi → hipoventilasi → apnea berlangsung selama 3 detik •
Apnea. Serangan henti nafas selama 6 detik atau lebih. Dengan bertambahnya masa gestasi, pernafasan makin teratur dan
pernafasan yang tidak teratur serta periodic apnea makin berkurang. Maturasi lengkap baru terjadi beberapa bulan kemudian.
2
B.
INSIDEN
Insiden apnea dan pernafasan periodik pada bayi cukup bulan belum diketahui dengan pasti. Pada bayi prematur yang diteliti terdapat 50%-60% menderita apnea; 35 % apnea sentral, 5%-10% apnea obstrukstif dan 15%20% apnea campuran dan 30% lainnya menderita pernafasan periodik. Sebagian besar bayi prematur akan memperlihatkan gejala apnea selama perawatan (5). Kattwinkel
(6)
mengemukakan 4 kategori mengenai pathogenesis atau
faktor predisposisi terjadinya apnea pada neonatus: 1.
Depresi primer pusat pernafasan
2.
Berkurangnya atau terhalangnya masukan aferen
3.
Reaksi pernafasan terhadap hipoksemia
4.
Refleks yang abnormal atau hiperaktif Gangguan di pusat pernafasan adalah akibat dari berkurangnya sinapsis
sejumlah neuron antara sel-sel di dalam pusat pernafasan bayi prematur dibandingkan dengan orang dewasa
(7,4).
Lagipula sensitivitas regulator
neuronnya terhadap CO2 berkurang pada bayi prematur (8). Banyak peneliti mengemukakan bahwa aktivitas pusat pernafasan di medulla tergantung dari masukan eferen, termasuk rangsangan panas atau dingin. Pernstein dkk
(9)
melaporkan bahwa apnea lebih sering terjadi di lingkungan yang hangat. Bayi immatur bereaksi terhadap hipoksia dengan ventilasi yang sedikit meninggi dan diikuti oleh pernafasan periodik dan apnea. Pada waktu tidur aktif, pernafasan tidak teratur, rongga dada mengecil karena kolaps, volume paru menurun 30% dan PaO 2 merendah, sehingga apnea sering terjadi dalam keadaan tidur aktif dengan “rapid eye movement” (10).
C.
ETIOLOGI APNEA DAN BRADIKARDI
Dikatakan bradikardia apabila denyut jantung kurang dari 100 kali per menit. Semua bayi dengan apnea harus diusahakan dicari penyebabnya. Pada bayi prematur tidak mudah mencari etiologinya karena faktor-faktor yang 3
sangat kompleks, sedangkan pada bayi cukup bulan umumnya mudah diketahui. Apnea berulang pada prematur diduga karena imaturitas pusat pernafasan dibatang otak dan imaturitas dari reaksi kemoreseptor terhadap hipoksia dan asidosis
(2).
Bradikardia dapat terjadi karena efek langsung hipoksia pada jantung dan rangsangan hipoksia pada kemoreseptor di bagian carotid
(11)
Levene dkk membagi apnea dalam 3 golongan: 1.
Apnea pusat (apnea sentral) Apnea pusat disebabkan oleh faktor-faktor yang mempengaruhi pusat pernafasan dibatang otak atau pusat yang lebih tinggi yaitu di korteks serebri. Penyebabnya antara lain: •
Prematuritas Pernafasan periodik (pendek, dengan henti nafas berulang-ulang) dengan durasi 5-10 detik biasa terjadi pada bayi premature dan dianggap sebagai pola pernafasan normal pada usia tersebut. Wala upun penggunaan
periode
waktu
standar
mampu
menyederhanakan
penanganan perawatan ruti, beberapa bayi kecil (biasanya < 1000 g) tampaknya cukup menderita jika periode apnea berlangsung lebih dari 5-10 detik. Makin muda umur kehamilan, makin tinggi insiden dan makin parah. Meningkat sejalan dengan penurunan umur kehamilan
Faktor-faktor yang berhubungan dengan apnea pada bayi premature pengamatan Hipoksemia menyebabkan depresi
penjelasan Depresi
pernafasan
hipoksemia
dan
hipoventilasi sedangkan
menimbulkan
pada
pada orang
neonatus, dewasa
(12)
pernafasan pada
(12)
akibat
bayi
muda
diperantai dari pusat dan tidak dapat ditolak oleh stimulasi dari
terjadi hiperventilasi menetap Hiperkapnia menyebabkan
kemoreseptor perifer. Pengurangan reaksi
hiperventilasi seperti pada orang
hiperkapnea
dewasa dengan penurunan reaksi
mungkin disebabkan mekanisme
pada bayi-bayi penderita apnea
pada saraf pusat atau kegagalan
dibandingkan
otot pernafasan.
yang
tidak
pada
ventilasi
bayi
apnea
4
menerima apnea Usaha-usaha inspirasi
yang
Hipotonia faring dan kegagalan
terhambat mungkin terjadi selama
otot saluran nafas bagian atas
apnea dan dapat salah didiagnosis
(genioglosus, alae
sebagai bradikardia primer jika
berkontraksi
gerakan penafasan menetap.
dapat membahayakan jalan napas
Apnea paling sering terjadi selama
bagian atas. Selama tidur aktif, pernafasan
terjadi selama tidur aktif
tidak
teratur,
nasi)
selama
sangkar
untuk inspirasi
rusuk
kolaps, volume paru-paru turun Bayi-bayi
penderita
menunjukan
apnea
reaksi-reaksi
pendengaran yang lambat.
30% dan PaO 2 turun. Mungkin terdapat
sambungan
sinaps dendrite yang lebih sedikit dibatang otak, berkaitan dengan ketidakstabilan control respirasi.
•
Hipoksia/asidosis (sindrom gawat nafas, pneumonia, pneumotoraks dll)
•
Obat-obatan (ibu mendapat obat-obat narkotik, tri-hydroxy-methylaminomethane)
•
Gangguan
metabolic
(hipoglikemia,
hipokalsemia,
hipomagnesemia,
hipermagnesemia).
•
•
Infeksi (sepsis, meningitis, ensefalitis)
•
Perdarahan intracranial
•
Polisitemia dengan hiperviskositas
•
Enterokolitis nekrotikans
•
Ductus arteriosus paten
•
Kejang
•
Gangguan perkembangan otak
Suhu yang tidak stabil. Apnea sering terjadi dilingkungan yang suhunya tinggi atau rendah. Misalnya terlalu cepat memasukkan bayi ke ruang yang terlalu panas atau dingin.
2.
Apnea obstruktif
5
Apnea mudah terjadi bila jalan nafas tersumbat. Sumbatan dapat terjadi karena: 1.
Jalan nafas berisi susu, mucus atau mekonium, biasa terjadi pada bayi premature yang tidur terlentang karena jalan nafasnya sempit. Hal ini dapat dihindari dengan menengkurapkan bayi
2.
Cacat bawaan seperti atresia koana, sindrom pierre robin Atresia koana adalah suatu cacat bawaan dirongga hidung, yang disebabkan oleh kegagalan membrane bukonasal membuat lobang pada masa embrio. Akibatnya terjadi obtruksi karena adanya selaput atau tulang. Biasanya unilateral dan jarang bilateral. Kelainan yang bilateral sering menyebabkan bayi menderita sianosis dan “apnoeic spell” berulang dan merupakan masalah yang serius sejak lahir. Diagnosis ditegakkan dengan melihat gerakan seutas benang didepan lobang hidung yang satu sementara lubang hidung yang lain dan mulut ditutup. Demikian pula cara menguji lubang hidung yang lainnya. Bila dengan cara tersebut timbul keragu-raguan maka dapat dimasukan kateter ke lubang hidung secara bergantian. Bayi dengan atresia koana bilateral akan menderita obstruksi saluran nafas atas pada waktu tidur dan minum sehingga terjadi apnea berat. Terapinya adallah dengan operasi Sindrom Pierre Robin adalah suatu anomaly yang terdiri dari hipoplasia mandibula, dan celah langit-langit. Jalan nafas tersumbat karena lidah terdorong ke posterior sebagai akibat dari mandibula yang kecil. Bayi dengan kelainan yang ringan dapat dirawat dengan posisi tengkurap, sedangkan yang berat harus dilakukan operasi untuk menarik lidah ke posisi anterior.
3.
Apnea refleks Bayi mungkin menderita apnea reflex atau apnea karena reflex vagal
pada waktu mengisap cairan di faring atau lambung, memasang pipa nasogastrik, fisioterapi atau kadang-kadang karena reaksi pada waktu minum atau defekasi. Apnea yang berhubungan dengan refluks gastroesofagus mungkin suatu refleks atau penyumbatan 6
Apnea dapat pula terjadi akibat kombinasi satu atau lebih penyebab apnea tersebut diatas atau yang biasa di sebut dengan apnea campuran
D.
PENGENALAN KLINIS
A.
Apnea yang terjadi dalam 24 jam sesudah lahir biasanya bukan karena prematuritas akan tetapi berhubungan dengan keadaan patologis lain seperti perdarahan intracranial, sepsis dsb.
B.
Apnea yang terjadi hari ke-2 dan tidak berhubungan dengan keadaan patologis lainnya, dimasukkan dalam klasifikasi apnea bayi prematur. Apnea dapat pula terjadi sesudah bayi dilepas dari bantuan ventilator yang mungkin berhubungan dengan hipoksia intermitten.
E. DIAGNOSIS
Diagnosis penyebab apnea ditegakkan dengan pemeriksaan yang seksama. Setelah diagnosis ditegakkan, pengobatan yang sesuai harus dilaksanakan secepatnya agar kematian atau gejala sisa dikemudian hari dapat dicegah atau dikurangi. Pemeriksaan yang perlu dilakukan: 1.
Riwayat kehamilan (komplikasi kehamilan, gawat janin)
2.
Riwayat persalinan (infeksi intrapartum, cara persalinan)
3.
Pemeriksaan fisis sesudah lahir: asfiksia, trauma lahir, besarnya bayi, letargi, suhu, sianosis, anemia, usaha nafas, denyut jantung, tekanan darah dan pemeriksaan neurologic
4.
Laboratoris •
Pemeriksaan
darah
tepi
lengkap,
dan
trombosit
untuk
mengenyampingkan sepsis. •
Pemeriksaan asam basa untuk menilai asfiksia.
•
emeriksaan gula darah, kalsium serum, dan elektrolit serum untuk melihat gangguan metabolik.
5.
Radiologis •
Foto toraks untuk melihat kelainan patologik paru seperti pneumotoraks, pneumonia, dysplasia bronkopulmonar
7
•
Ultrasonografi
kepala
untuk
melihat
perdarahan
intraventrikukar atau kelainan lain di otak 6.
Pemeriksaan tambahan apabila ada indikasi : biakan darah, pungsi lumbal, foto abdomen, elektrokardiografi, ekhokardiografi, elektroensefalografi, CT-scan, pneumogram (suatu alat yang dipasang di dada dan dapat memantau denyut jantung, gerakan dinding dada secara ter us menerus, serta dapat mendeteksi apnea periodic).
F. PENCEGAHAN
Bila mungkin serangan apnea harus dicegah, dengan cara memegang atau melakukan pemeriksaan sesedikit mungkin dan dengan memperlakukan bayi secara hati-hati, khususnya bayi prematur. Pemberian minum tidak boleh terlalu cepat dan perut tidak sampai membuncit. Suhu tubuh dalam batas normal (“thermoneutral range”). Hati-hati mengisap cairan dijalan nafas. Penyumbatan dijalan nafas (karena saluran nafasnya kecil/sempit) dapat dikurangi dengan merawat bayi dalam posisi tengkurap.
G. TERAPI
Khusus Diobati sesuai dengan penyebabnya (sepsis diobati dengan antibiotika, hipoglikemia dengan larutan glukosa, gangguan asam basa harus dikoreksi dll).
Umum •
Pemberian oksigen intranasal •
Dimasukkan ke tempat bayi berbaring. Dengan cara ini tekanan oksigen
transkutan
harus
selalu
dipantau
untuk
menghindari
heperoksia •
Ventilasi manual dengan “face mask and bag” •
Bila ketiga cara tersebut gagal mengatasi apnea maka bayi diintubasi dengan memasang “continuous positive airway pressure” (CPAP)
8
10 8 6
HI M
4
HI
2 0 PUSAT
OBSTRUKTIF
CAMPURAN
CPAP (4 cm H2O) Gambar (1). Apnea dapat digolongkan ke dalam apnea pusat (aliran udara dan pergerakan berhenti secara simultan), obstruktif (aliran udara berhenti, walaupun pergerakan dinding dada terus berlanjut selama apnea berlangsung) atau campuran (gerakan dinding dada terjadi secara intermitten selama apnea). CPAP menurunkan frekuensi apnea obstruktif dan campuran tapi tidak berefek terhadap apnea pusat. Perangsangan: merangsang kulit telapak kaki pada waktu-waktu tertentu atau menidurkan bayi di tempat yang mudah bergerak (“oscilating water bed”). Cara ini akan meningkatkan ambang rangsang kulit bayi, dengan demikian dapat merengsang pusat pernafasan. Membersihkan jalan nafas bila diduga ada penyumbatan. Bayi prematur yang mendapat makanan melalui pompa infus yang terus menerus akan lebih baik toleransinya dari pada pemberian intermitten. Hemoglobin bayi yang peka terhadap apnea harus dipertahankan lebih dari 12 g%, kalau perlu diberikan transfuse “packed red blood cells” sebanyak 10 ml/kg BB
(2)
Obat-obatan: obat yang sering dipakai untuk mengatasi apnea adalah dari golongan methylxanthine (aminofilin, teofilin, caffein) dan doxapram. Doxapram diberikan kalau obat-obat golongan methylxanthine tidak dapat mengatasi apnea. Pemberian obat-obat ini harus diawasi baik secara klinis maupun laboratories, agar komplikasinya dapat diketahui dengan segera dan tidak memperburuk keadaan bayi. Insiden apnea turun secara nyata dengan berbagai penanganan, seperti kasur air, CPAP rendah, dan perangsangan respirasi seperti teofilin atau
9
kafein.
menunjukan prinsip-prinsip penanganan apnea idiopatik. Urutan
pelaksanaan langkah-langkah ini didasarkan pada penilaian individu pasien. Prinsip yang masuk akal adalah mengawali dengan terapi yang berpotensi rendah menimbulkan efek-efek samping jangka panjang maupun jangka panjang. CPAP nasal dengan air setinggi 3-5 cm umumnya efektif untuk penanganan episode apnea tipe obstruktif. Mekanisme efek CPAP yang menguntungkan meliputi pemeliharaan kemampuan saluran nafas bagian atas. Xantin (teofilin, kafein) digunakan secara luas dalam penanganan apnea neonatus. (12) Teofilin dimetabolisme menjadi kafein dalam jumlah yang banyak sekali pada neonatus, walaupun mekanisme yang memungkinkan xantin meningkatkan rangsangan pernafasan masih belum jelas. Mekanisme yang diajukan meliputi generalisasi peningkatan rangsangan respirasi pusat, kontraksi diafragma yang lebih efisien, perubahan status tidur, dan pembalikan depresi respirasi hipoksik. Walaupun akibat jangka panjang penggunaan xantin belum tampak, harus dilakukan perawatan untuk menghindari efek-efek jangka pendek seperti takikardi dan dieresis. manajemem apnea idiopatik •
Diagnosis dan penanganan penyebab-penyebab spesifik
•
Peningkatan stimulasi (kutaneus, vestibuler, atau propioseptif: oleh perawat, orang
tua, kasur air atau yang sebanding dengannya. •
CPAP nasal (4 cm H2O)
•
Teofilin (oral atau IV)
•
Peningkatan kadar oksigen lingkungan hanya jika diperlukan untuk memelihara
batas PaO2 antara 50-60 mmHg. •
Ventilasi buatan dalam jangka waktu pendek pada tekanan ventilasi rendah (1)
Dosis obat yang dianjurkan: Tabel 1. Obat dan dosis yang dianjurkan serta data farmakokinetiknya Obat
Dosis
Dosis
Konsentrasi
Distribusi
(13)
Half life
Cara 10
Aminofilin
pertama (mg/kg) 5.0-6.0
Teofilin
4.0-5.0
Caffeine citrate doxapram
20 5.5
rumatan (mg/kg) 1.1-3.0/8 jam 2.0/12jam 1.0/8 jam 2.5-5.0/24 jam 1-2.5/jam
dalam serum (mg/L) 5-15
volume (L/kg) 0.6-0.7
(hr)
pemberian
30-33
IV
5-15
0.6-1.0
19-30
PO
8-20
0.9
102.9
PO atau IV
1.5-5.0
7.3
8-10
IV
Doxapram merangsang kemoreseptor perifer (badan carotid) pada dosis rendah, sedangkan pada dosis tinggi langsung merangsang pusat pernafasan. Efek samping dari doxapram adalah distensi abdomen, mudah terangsang, gemetaran, dan muntah. Table 2. efek farmakologik methylxanthine (13) System Saluran nafas
Efek Meningkatkan surfaktan,
produksi
usaha
frekuensi Kardoivaskular
nafas,
pernafasan,
sensitivitas PCO2 Meningkatkan
frekuensi
denyut jantung dan kontraksi jantung, darah
dilatasi
paru,
pembuluh
jantung
dan
ginjal, mengurangi resistensi Alat cerna
Susunan saraf pusat
vascular perifer Mengurangi
motilitas
gastrointestinal,
menambah
sekresi asam lambung Meningkatkan perangsangan susunan
saraf
pusat
dan
konsumsi oksigen serebral, mengurangi aliran darah ke Endikrine
otak Meninggikan
kadar
katekolamin dan insulin 11
Metabolic
Meningkatkan kadar glukosa,
Hematopoetik Ginjal
ketouria, glikosuria Meningkatkan koagulasi Menambah aliran daral ginjal
Musculoskeletal
dan dieresis Meningkatkan kontraksi otot, mengurangi kelelehan.
Walaupun efek farmakologik methylxanthine demikian banyak, akan tetapi yang paling penting dipantau secara klinik adalah frekuensi denyut jantung. Frekuensi denyut jantung cepat meninggi apabila dosis obat yang diberikan terlalu tinggi.
12
H. PROGNOSIS
Prognosis tergantung dari penyebab apnea. Umumnya apnea pada bayi prematur akan menghilang sendiri apabila umur bayi menurut masa gestasi lebih dari 37 minggu. Kadang-kadang apneanya menetap dan kausanya sukar sekali diketahui. Dalam hal ini mungkin bayi dapat dipulangkan dengan pemberian oksigen dan obat serta pemantauan ketat.
13
BAB III KESIMPULAN Apnea pada neonatus adalah suatu keadaan dimana bayi berhenti bernafas selama 20 detik atau lebih. Henti nafas dapat pula kurang dari 20 detik akan tetapi disertai sianosis dan bradikardia (2) Serangan apnea dapat dibagi dalam 2 kelompok: 1
Idiopatik atau apnea primer yang sebabnya tidak diketahui dan sering terjadi pada bayi prematur.
2
Simtomatik atau apnea sekunder, yang timbulnya sebagai akibat dari suatu penyakit seperti sindrom gawat nafas, penyakit jantung bawaan dengan
hipoksia,
perdarahan
intracranial,
gangguan
metabolic
(hipoglikemia, hipokalsemia), sepsis, meningitis, dll
Levene dkk membagi apnea dalam 3 golongan: 1
Apnea pusat (apnea sentral) Apnea pusat disebabkan oleh faktor-faktor yang mempengaruhi pusat pernafasan dibatang otak atau pusat yang lebih tinggi yaitu di korteks serebri.
2
Apnea obstruktif Apnea mudah terjadi bila jalan nafas tersumbat 3. Apnea refleks Bayi mungkin menderita apnea reflex atau apnea karena reflex vagal pada waktu mengisap cairan di faring atau lambung, memasang pipa nasogastrik, fisioterapi atau kadang-kadang karena reaksi pada waktu minum atau defekasi.
14
DAFTAR PUSTAKA
1.
Richard J martin. Gangguan pernafasan dalam penatalaksanaan
neonatus resiko tinggi ed. IV. Jakarta. 1998. Hal 274-308 2.
Levene MI, tudehope D, and thearle J : Essential of neonatal medicine. Brooks waterloo, 1990; pp. 150-158
3.
Robert M kliegman. janin dan bayi neonatus dalam Ilmu Kesehatan
Anak Nelson ed. 15 vol I. Jakarta 2000. Hal 590-599 4.
Parmalle AH, stern E, and Harris MA: Maturation of respiration in premature and young infants. Neuropaediatric, 1972; 3: 294-304
5.
Gornella TL, and Cunningham MD : Neonatology. Norwolk, Connecticut/San Mateo, California, Appleton & lange, 1988/1989; p. 313
6.
Kattwinkel J: Neonatal apnea : pathogenesis and therapy. J pediat 1997; 90: 342-347
7.
Volpe JJ : Apneic spells and periodic brething . in Avery GB (ed) : neonatology. Philadelphia, lippincot, 1975 ; pp . 740-744
8.
Rigatto H, brady JP, Verduzco RT : Chemoreceptor refleks in paterm infants: II. The effect of gestational and postnatal age on ventilator response to inhaled carbon dioxide. Pediatrics 1975; 55: 614-620
9.
Perstein H, Edwards N, and shuterland J. Apnea in premature infants and incubator air changes. New Engl J med 1970; 282: 461-466
10.
Gabriel M, Albidin M, and Schulte FJ: apneic apells and sleep states in preterm infants. Pediatrics 1976; 57: 142
11. Girling DJ:Changes in heart rate, blood pressure, and pulse pressure during apneic attacks in newborn babies. Arch dis Child 1972; 47: 405-410 12.
Raval DS, Reitz S, aand Yeh TF: Apnea, in yeh TF: neonatal therapeutics, 2nd ed. St Louis, Baltimore, Boston, Chicago, London, philadelpia, Sydney, Toronto, Mosby yearbook 1991. Pp. 40-51
15
View more...
Comments