Apendisitis Akut

October 13, 2022 | Author: Anonymous | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download Apendisitis Akut...

Description

 

  APENDISITIS AKUT

DEFINISI  Apendisitis  Apendisiti s akut adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran bawah kanan rongga abdomen, penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat (Smeltzer, 2001).  Apendisitis  Apendisiti s adalah kondisi di mana infeksi terjadi di umbai cacing. Dalam kasus ringan dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan laparotomi dengan penyingkiran umbai cacing yang terinfeksi. Bila tidak terawat, angka kematian cukup tinggi, dikarenakan dikarenakan oleh peritonitis dan shock ketika umbai cacing yang terinfeksi hancur. (Pierce dan Neil, 2007, 2007)

ANATOMI DAN FISIOLOGI APPENDIX  APPENDIX   Pada neonatus, apendix vermiformis (umbai cacing) adalah sebuah tonjolan dari apex caecum, tetapi seiring pertumbuhan dan distensi caecum, appendix berkembang di sebelah kiri dan belakang kira-kira 2,5 cm di bawah valva ileocaecal (Lawrence, 2006). Istilah usus buntu yang sering dipakai di masyarakat awan adalah kurang tepat karena usus buntu sebenarnya adalah caecum. Appendix merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya sekitar 10 cm (3-15 cm). Lumennya sempit di bagian proximal dan melebar di bagian distal. Namun, pada bayi, appendix berbentuk kerucut, lebar di pangkal, dan sempit di ujung (Syamsuhidajat, 1997). Ontogenitas berasal dari mesogastrium dorsale. Kebanyakan terletak intraperitoneal dan dapat digerakkan. Macam-macam letak appendix : retrocaecalis, retroilealis, pelvicum, postcaecalis, dan descendentis (Budiyanto, 2005).  Appendix  Appendi x menghasilkan lendir 1-2 ml perhari. Lendir tersebut secara normal dicurahkan dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke caecum. Imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GULT yang terdapat disepanjang saluran cerna termasuk appendix adalah IgA. Imunoglobulin ini sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi (Syamsuhidajat, 1997). Letak apendiks.  apendiks.   Appendiks  Appendi ks terletak di ujung sakrum kira-kira 2 cm di bawah anterior ileo saekum, bermuara di bagian posterior dan medial dari saekum. Pada pertemuan ketiga taenia yaitu: taenia anterior, medial dan posterior. Secara klinik appendiks terletak pada daerah Mc. Burney yaitu daerah 1/3 tengah garis yang menghubungkan sias kanan dengan pusat. Ukuran dan isi apendiks.  apendiks.  Panjang apendiks rata-rata 6  –  –   9 cm. Lebar 0,3  –  –   0,7 cm. Isi 0,1 cc, cairan bersifat basa mengandung amilase dan musin.

 

Posisi apendiks.  apendiks.  Laterosekal: di lateral kolon asendens. Di daerah inguinal: membelok ke arah di dinding abdomen. Pelvis minor.

ETIOLOGI   ETIOLOGI Terjadinya apendisitis akut umumnya disebabkan oleh infeksi bakteri. Namun terdapat banyak sekali faktor pencetus terjadinya penyakit ini. Diantaranya obstruksi yang terjadi pada lumen apendiks. Obstruksi pada lumen apendiks ini biasanya disebabkan karena adanya timbunan tinja yang keras ( fekalit), hipeplasia jaringan limfoid, penyakit cacing, parasit, benda asing dalam tubuh, cancer primer dan striktur. Namun yang paling sering menyebabkan obstruksi lumen apendiks adalah fekalit dan hiperplasia jaringan limfoid. (Irga, 2007)

PATOFISIOLOGI Penyebab utama appendisitis appendisitis adalah obstruksi penyumbatan yang dapat disebabkan oleh hiperplasia dari folikel limfoid merupakan penyebab terbanyak,adanya fekalit dalam lumen appendiks. Adanya benda asing seperti cacing, stiktura karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya, sebab lain misalnya keganasan (karsinoma karsinoid). Obsrtuksi apendiks itu menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa terbendung, makin lama mukus yang terbendung makin banyak dan menekan dinding appendiks oedem serta merangsang tunika serosa dan peritonium viseral. Oleh karena itu persarafan appendiks sama dengan usus yaitu torakal X maka rangsangan itu dirasakan sebagai rasa sakit disekitar umblikus. Mukus yang terkumpul itu lalu terinfeksi oleh bakteri menjadi nanah, kemudian timbul gangguan aliran vena, sedangkan arteri belum terganggu, peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritomium parietal setempat, sehingga menimbulkan rasa sakit dikanan bawah, keadaan ini disebut dengan appendisitis supuratif akut. Bila kemudian aliran arteri terganggu maka timbul alergen dan ini disebut dengan appendisitis gangrenosa.

Bila dinding apendiks yang yang telah akut itu pecah, dinamakan

appendisitis perforasi. Bila omentum usus yang berdekatan dapat mengelilingi apendiks yang meradang atau perforasi akan timbul suatu masa lokal, keadaan ini disebut sebagai appendisitis abses. Pada anak – anak – anak  anak karena omentum masih pendek dan tipis, apendiks yang relatif lebih panjang , dinding apendiks yang lebih tipis dan daya tahan tubuh yang masih kurang, demikian juga pada orang tua karena telah ada gangguan pembuluh darah, maka

 

perforasi terjadi lebih cepat. Bila appendisitis infiltrat ini menyembuh dan kemudian gejalanya hilang timbul dikemudian hari maka terjadi appendisitis kronis (Junaidi ; 1982).

TANDA DAN GEJALA   Nyeri kuadran kanan bawah dan biasanya demam ringan



  Mual, muntah



  Anoreksia, malaisse



  Nyeri tekan lokal pada titik Mc. Burney



  Spasme otot



  Konstipasi, diare



(Brunner & Suddart, 1997)

PEMERIKSAAN FISIK Secara klinis, dikenal beberapa manuver diagnostik: 1    Rovsing’s sign Jika LLQ ditekan, maka terasa nyeri di RLQ. Hal ini menggambarkan iritasi peritoneum.



Sering positif pada Appendicitis namun tidak spesifik.   Psoas sign



Pasien berbaring pada sisi kiri, tangan kanan pemeriksa memegang lutut pasien dan tangan kiri menstabilkan panggulnya. Kemudian tungkai kanan pasien digerakkan dalam arah anteroposterior. Nyeri pada manuver ini menggambarkan kekakuan musculus psoas kanan akibat refleks atau iritasi langsung yang berasal dari peradangan Appendix. Manuver ini tidak bermanfaat bila telah terjadi rigiditas abdomen.

  Obturator sign



Pasien terlentang, tangan kanan pemeriksa berpegangan pada telapak kaki kanan pasien sedangkan tangan kiri di sendi lututnya. Kemudian pemeriksa memposisikan sendi lutut pasien dalam posisi fleksi dan articulatio coxae dalam posisi endorotasi kemudian eksorotasi. Tes ini positif jika pasien merasa nyeri di hipogastrium saat eksorotasi. Nyeri

 

pada manuver ini menunjukkan adanya perforasi Appendix, abscess lokal, iritasi M. Obturatorius oleh Appendicitis letak retrocaecal, atau adanya hernia obturatoria.

Cara melakukan Obturator sign1)    Blumberg’s sign (nyeri lepas kontralateral)  kontralateral) 



Pemeriksa menekan di LLQ kemudian melepaskannya. Manuver ini dikatakan positif bila pada saat dilepaskan, pasien merasakan nyeri di RLQ.   Baldwin’s test  test 



Manuver ini dikatakan positif bila pasien merasakan nyeri di flank saat tungkai kanannya ditekuk.   Defence musculare



Defence musculare bersifat lokal sesuai letak Appendix.   Nyeri pada daerah cavum Douglasi



Nyeri pada daerah cavum Douglasi terjadi bila sudah ada abscess di cavum Douglasi atau  Appendicitis  Appendi citis letak pelvis. pelvis.   Nyeri pada pemeriksaan rectal toucher pada saat penekanan di sisi lateral



  Dunphy’s sign (nyeri ketika batuk)  batuk)  



Skor Alvarado Semua penderita dengan suspek Appendicitis acuta dibuat skor Alvarado dan diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu; skor 6. Selanjutnya ditentukan apakah akan dilakukan Appendectomy. Setelah Appendectomy, dilakukan pemeriksaan PA terhadap jaringan Appendix dan hasil PA diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu radang akut dan bukan radang akut. 11) Tabel 2. Alvarado scale untuk membantu menegakkan diagnosis. 2 

Gejala

Gejala Klinik

Value

Adanya migrasi nyeri

1

 Anoreksia

1

 

 

Mual/muntah

1

Tanda

Nyeri RLQ

2

Nyeri lepas

1

Febris

1

Leukositosis

2

Shift to the left

1

Lab

Total

10

poin

Bila skor 5-6 dianjurkan untuk diobservasi di rumah sakit, bila skor >6 maka tindakan bedah sebaiknya dilakukan.2

PEMERIKSAAN PENUNJANG  PENUNJANG  Laboratorium2,3,6,7)  Leukositosis ringan berkisar antara 10.000-18.000/ mm3, biasanya didapatkan pada keadaan akut. Jika hitung jenis sel darah putih normal tidak ditemukan shift to the left   pergeseran ke kiri, diagnosis Appendicitis acuta harus dipertimbangkan. Pemeriksaan urine bermanfaat untuk menyingkirkan diagnosis infeksi dari saluran kemih. Ultrasonografi1,2,6,7)  Ultrasonografi cukup bermanfaat dalam menegakkan diagnosis Appendicitis. pada kasus appendicitis akut akan nampak adanya : adanya struktur yang aperistaltik, blind-ended, keluar dari dasar caecum. Dinding apendiks nampak jelas, dapat dibedakan, diameter luar lebih dari 6mm,

adanya

gambaran

“target”,

adanya

appendicolith,

adanya

bunan timbunan tim

cairan

periappendicular, nampak lemak pericecal echogenic prominent. 1,2,6,7)

Pemeriksaan radiologi   Foto polos abdomen jarang membantu diagnosis Appendicitis acuta, tetapi dapat sangat bermanfaat untuk menyingkirkan diagnosis banding. Teknik radiografi tambahan meliputi CT Scan, barium enema, dan radioisotop leukosit. Meskipun CT Scan telah dilaporkan sama atau lebih akurat daripada USG, tapi jauh lebih mahal. Karena alasan biaya dan efek radiasinya, CT Scan diperiksa terutama saat dicurigai adanya Abscess appendix untuk melakukan  melakukan    percutaneous  percutaneo us  drainage secara tepat. Tabel 3. Perbandingan USG dan CT Scan Appendix pada Appendicitis10)  Sensitivitas Spesifitas Penggunaan

USG 85% 92% Evaluasi pasien pada

CT Scan Appendix 90-100% 95-97% Evaluasi pasien pada

 

  Keuntungan

Kerugian

pasien Appendicitis Aman Relatif murah Dapat menyingkirkan penyakit pelvis pada wanita Lebih baik pada anak-

pasien Appendicitis Lebih akurat Lebih baik dalam mengidentifikasi Appendix normal, phlegmon dan abscess

anak Tergantung operator Secara teknik tidak adekuat dalam menilai gas Nyeri

Mahal Radiasi ionisasi Kontras

PENATALAKSANAAN 1. Sebelum operasi a. Observasi Dalam 8-12 jam setelah timbulnya keluhan, tanda dan gejala apendisitis seringkali masih belum jelas. Dalam keadaan ini observasi ketat perlu dilakukan. Pasien diminta melakukan tirah baring dan dipuasakan. Laktasif tidak boleh diberikan bila dicurigai adanya apendisitis ataupun bentuk peritonitis lainnya. Pemeriksaan abdomen dan rectal serta pemeriksaan darah (lekosit dan hitung jenis) diulang secara periodic. Foto abdomen dan toraks tegak dilakukan untuk mencari kemungkinan adanya penyulit lain. Pada kebanyakan kasus, diagnosis ditegakkan dengan lokalisasi nyeri di daerah kanan bawah dalam 12 jam setelah timbulnya keluhan. b. Antibiotik. Pada apendisitis tanpa komplikasi biasanya tidak perlu diberikan antibiotic, kecuali pada apendisitis gangrenosa atau apendisitis perforate. Penundaan tindak bedah sambil memberikan antibiotic dapat mengakibatkan abses atau perforasi. 2. Operasi a. Appendiktomi cito (appendicitis akut, abses, dan perforasi) b. Appendiktomi elektif (appendisitis kronis) c. Konservatif kemudian operasi elektif (appendisitis infiltrat) Operasi Appendisitis akut disebut : A. Chaud Operasi Appendisitis kronis disebut : A. Froid 3. Pascaoperasi Perlu dilakukan observasi tanda-tanda vital untuk mengetahui terjadinya pendarahan di dalam, syok, hipertermia, atau gangguan pernafasan. Angkat sonde lambung bila pasien telah sadar, sehingga aspirasi cairan lambung dapat dicegah. Baringkan pasien dalam posii

 

Fowler. Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjai gangguan. Selama itu pasien dipuasakan. Bila tindakan operasi lebih besar, misalnya pada perforasi atau peritonitis umum,

puasa

diteruskan

sampai

fungsi

usus

kembali

normal.

Satu hari pascaoperasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak di tempat tidur selama 2x 30 menit. Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk di luar kamar. Hari ke tujuh jahitan dapat diangkat dan pasien diperbolehkan pulang. KOMPLIKASI Komplikasi yang mungkin timbul adalah peritonitis, abses subfrenikus, infiltrat dan fokal sepsis intraabdominal lain.

ASUHAN KEPERAWATAN

PENGKAJIAN 1. Aktivitas/ istirahat: Malaise 2. Sirkulasi : Tachikardi Tachikardi 3. Eliminasi   Konstipasi pada awitan awal



  Diare (kadang-kadang)



  Distensi abdomen



  Nyeri tekan/lepas abdomen



  Penurunan bising usus



4. Cairan/makanan : anoreksia, mual, muntah 5. Kenyamanan Nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilikus yang meningkat berat dan terlokalisasi pada titik Mc. Burney meningkat karena berjalan, bersin, batuk, atau nafas dalam 6. Keamanan : demam 7. Pernapasan   Tachipnea



  Pernapasan dangkal



 

II. DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN INTERVENSI 1. Resiko tinggi terjadi infeksi b.d tidak adekuatnya pertahanan utama, perforasi,peritonitis sekunder terhadap proses inflamasi Tujuan : tidak terjadi infeksi Kriteria:   Penyembuhan luka berjalan baik



  Tidak ada tanda infeksi infeksi seperti eritema, demam, drainase purulen



  Tekanan darah >90/60 mmHg



  Nadi < 100x/menit dengan pola dan kedalaman normal



  Abdomen lunak, tidak ada distensi



  Bising usus 5-34 x/menit



Intervensi: a. Kaji dan catat kualitas, lokasi dan durasi nyeri. Waspadai nyeri yang menjadi hebat b. Awasi dan catat tanda vital terhadap peningkatan suhu, nadi, adanya pernapasan cepat dan dangkal c. Kaji abdomen terhadap kekakuan dan distensi, penurunan bising usus d. Lakukan perawatan luka dengan tehnik aseptik e. Lihat insisi dan balutan. Catat karakteristik karakteri stik drainase luka/drain, eriitema f.

Kolaborasi: antibiotik

2. Nyeri b.d distensi jaringan usus oleh onflamasi, adanya insisi bedah Kriteria hasil: 

  Persepsi subyektif tentang nyeri menurun   Tampak rileks



  Pasien dapat istirahat dengan cukup



Intervensi: a. Kaji nyeri. Catat lokasi, karakteristik karakteris tik nyeri b. Pertahankan istirahat dengan dengan posisi semi fowler c. Dorong untuk ambulasi dini d.

Ajarkan

tehnik

untuk

pernafasan

diafragmatik

melepaskan otot yang tegang e. Hindari tekanan area popliteal f.

Berikan antiemetik, analgetik sesuai program

lambat

untuk

membantu

 

3. Resiko tinggi kekurangan cairan tubuhb.d inflamasi peritoneum dengan cairan asing, muntah praoperasi, pembatasan pasca operasi Kriteria hasil;   Membran mukosa lembab



  Turgor kulit baik



  Haluaran urin adekuat: 1 cc/kg BB/jam



  Tanda vital stabil



Intervensi: a. Awasi tekanan darah dan tanda vial b. Kaji turgor kulit, membran mukosa, capilary refill c. Monitor masukan dan haluaran . Catat warna urin/konsentrasi urin/konsentra si d. Auskultasi bising usus. Catat kelancara flatus e. Berikan perawatan mulut sering f.

Berikan sejumlah kecil minuman jernih bila pemasukan peroral dimulai dan

lanjutkan dengan diet sesuai toleransi g. Berikan cairan IV dan Elektrolit

4. Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan b.d kurang informasi Kriteria:: Kriteria  Menyatakan pemahamannya tentang proese penyakit, pengobatan



 Berpartisipasidalam program pengobatan



Intervensi a. Kaji ulang embatasan aktivitas paska oerasi b. Dorong aktivitas sesuai toleransi dengan dengan periode istirahatperiodik istirahatp eriodik c. Diskusikan perawatan insisi, termasuk mengganti balutan, pembatasan mandi d. Identifikasi Identifikas i gejala yang memerlukan evaluasi medik, contoh peningkatan nyeri, edema/eritema luka, adanya drainase (Doenges, 1993)

 

DAFTAR PUSTAKA  PUSTAKA 

1. Lally KP, Cox CS, Andrassy RJ, Appendix. In: Sabiston Texbook of Surgery . 17th edition. Ed:Townsend CM, Beauchamp RD, Evers BM, Mattox KL. Philadelphia: Elsevier Saunders. 2004: 1381-93 2. Jaffe BM, Berger DH. The Appendix. In: Schwartz’s Principles of Surgery Volume 2 . 8th edition. Ed: Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar TR, Dunn DL, Hunter JG, Pollock RE. New York: McGraw Hill Companies Inc. 2005:1119-34 3. Way LW. Appendix. In: Current Surgical Diagnosis & Treatment . 11 edition. Ed:Way LW. Doherty GM. Boston: McGraw Hill. 2003:668-72 4. Human

Anatomy

205.

Retrieved

at

October

20th 

2011

From:

http://www

.talkorigins.org/faqs/vestiges/vermiform_Appendix.jpg 5. http://www.med.unifi.it/didonline/annoV/clinchirI/Casiclinici/Caso10/Appendicitis1x.jpg 6. Ellis H, Nathanson LK. Appendix and Appendectomy. In : Maingot’s Abdominal Operations Vol II. 10th edition. Ed: Zinner Mj, Schwartz SI, Ellis H, Ashley SW, McFadden DW. Singapore: McGraw Hill Co. 2001: 1191-222 7

Soybel DI. Appedix In: Surgery Basic Science and Clinical Evidence Vol 1. Ed: Norton JA, Bollinger RR, Chang AE, Lowry SF, Mulvihill SJ, Pass HI, Thompson RW. New York: Springer Verlag Inc. 2000: 647-62

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF