Anestesi Parenteral Dan Inhalasi
November 16, 2021 | Author: Anonymous | Category: N/A
Short Description
Download Anestesi Parenteral Dan Inhalasi...
Description
MAKALAH BAGIAN BEDAH DAN RADIOLOGI
ANESTERSI PARENTERAL DAN INHALASI PADA HEWAN BESAR
Disusun oleh : Herry Frans Sinuraya, SKH Hidayati Mukarromah, SKH Kanti Rahmi Fauziyah, SKH Saadillah Mursid, SKH
B94164222 B94124223 B94124227 B94164242
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2017
PENDAHULUAN Latar Belakang Sebagaimana makhluk hidup lainnya, hewan seringkali terjangkit suatu penyakit. Salah satu cara pengobatan penyakit adalah tindakan operasi. Operasi merupakan tindakan pembedahan dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani. Adapun tujuannya untuk memperbaiki, membuang atau menanamkan sesuatu pada tubuh pasien. Terdapat beberapa tahapan dalam operasi diantaranya preoperasi, operasi dan postoperasi. Salah satu tahapan didalam preoperasi adalah anastesi (Sjamsuhidajat dan Wong 2005). Anastesi diartikan sebagai hilangnya seluruh rasa dari bagian tubuh (anastesi lokal) atau seluruh tubuh (anastesi umum) sebagai akibat dari kerja obat yang mendepres aktivitas sebagian atau seluruh sistem saraf. Anastesi umum merupakan suatu keadaan tidak sadar (amnesia), terjadinya relaksasi otot dan berkurangnya reflek somatis (arefleksia). Anastesi sangat penting dilakukan untuk menghilangkan rasa sakit ketika operasi berlangsung. Selain itu anastesi juga bertujuan untuk merestraint hewan, sehingga hewan diam dan operasi berjalan lancar. Selain untuk melakukan tindakan operasi ada beberapa indikasi melakukan anastesi, diantaranya pengambilan radiogram cervical, pelvic dan spinal, prosedur obstertrics, dan prosedur diagnosis khusus (Adam 2001). Anastesi pada hewan besar bukanlah suatu hal yang mudah, terutama pada ruminansia. Ruminansia bukanlah objek anastesi umum yang baik karena bahaya akan proses inhalasi dan regurgitasi. Posisi operasi dorsal recumbency yang berlangsung lama pada hewan besar dapat mengakibatkan myopathy dan neuropathy. Posisi ini juga dapat menyebabkan proses eruktasi yang tidak berjalan normal sehingga terjadi penumpukan gas dan distensi rumen. Ukuran organ viscera yang besar dan berat dapat menekan diafragma sehingga proses respirasi terganggu. Ada beberapa hal yang perlu dilakukan untuk meminimalisisir bahaya regurgitasi, yaitu hewan dipuasakan sebelum dianastesi, hewan tidak diberi minum sebelum anastesi, pada posisi lateral recumbency, elevasi bagian leher sehingga memudahkan regurgitasi dan posisi kepala lebih rendah untuk memfasilitasi drainase dari saliva dan material intraoral lainnya (Lee 2006). Anastesi pada hewan baik hewan kecil maupun hewan besar umumnya dilakukan melalui rute parenteral dan inhalasi. Rute parenteral dapat melalui intradermal, intramuscular, intravena, intraperitoneal, intrathoraic, intraosseus, subcutaneus, epidural. Rute administrasi lain seperti peroral dan topical juga dapat dilakukan. Anastesi pada hewan besar terutama ruminant kadangkala lebih baik dilakukan secara lokal anastesi, selain mecegah bahaya regurgitasi yang telah dijelaskan sebelumnya, faktor ekonomi juga menjadi pertimbangan (Lee 2006). Tujuan Adapun tujuan dari makalah ini adalah memberikan informasi mengenai anastesi parenteral dan anastesi inhalasi pada hewan besar.
PEMBAHASAN Definisi Anestesi berarti suatu keadaan dengan tidak ada rasa nyeri. Anestesi umum ialah suatu keadaan yang ditandai dengan hilangnya persepsi terhadap semua sensasi akibat induksi obat. Dalam hal ini, selain hilangnya rasa nyeri, kesadaran juga hilang. Obat anestesi umum terdiri atas golongan senyawa kimia yang heterogen, yang mendepresi SSP secara reversibel dengan spektrum yang hampir sama dan dapat dikontrol (IACUC 2014). ASA Pemilihan obat untuk anastesi harus didasarkan pada status klinis pasien. American Society of Anesthesiologists (ASA) membuat klasifikasi berdasarkan status fisik pasien preanestesi yang membagi pasien kedalam 5 kelompok atau kategori sebagai berikut: ASA 1, yaitu pasien dalam keadaan sehat yang memerlukan operasi. ASA 2, yaitu pasien dengan kelainan sistemik ringan sampai sedang baik karena penyakit bedah maupun penyakit lainnya. Contohnya pasien urolithiasis dengan hipertensi sedang terkontrol, ASA 3, yaitu pasien dengan gangguan atau penyakit sistemik berat yang diakibatkan karena berbagai penyebab. Contohnya pasien apendisitis perforasi dengan septisemia. ASA 4, yaitu pasien dengan kelainan sistemik berat yang secara langsung mengancam kehiduannya. ASA 5, yaitu pasien tidak diharapkan hidup setelah 24 jam walaupun dioperasi atau tidak. Contohnya pasien tua dengan perdarahan basis krani dan syok hemoragik karena ruptura hepatik (ASA 2014). Tahap-Tahap Anastesi Stadium anestesi dibagi dalam 4 yaitu; Stadium I (stadium induksi atau eksitasi volunter), dimulai dari pemberian agen anestesi sampai menimbulkan hilangnya kesadaran. Rasa takut dapat meningkatkan frekuensi nafas dan pulsus, dilatasi pupil, dapat terjadi urinasi dan defekasi. Stadium II (stadium eksitasi involunter), dimulai dari hilangnya kesadaran sampai permulaan stadium pembedahan. Pada stadium II terjadi eksitasi dan gerakan yang tidak menurut kehendak, pernafasan tidak teratur, inkontinensia urin, muntah, midriasis, hipertensi, dan takikardia. Stadium III (pembedahan/operasi), terbagi dalam 3 bagian yaitu; Plane I yang ditandai dengan pernafasan yang teratur dan terhentinya anggota gerak. Tipe pernafasan thoraco-abdominal, refleks pedal masih ada, bola mata bergerak-gerak, palpebra, konjuctiva dan kornea terdepresi. Plane II, ditandai dengan respirasi thoraco-abdominal dan bola mata ventro medial semua otot mengalami relaksasi kecuali otot perut. Plane III, ditandai dengan respirasi regular, abdominal, bola mata kembali ke tengah dan otot perut relaksasi. Stadium IV (paralisis medulla oblongata atau overdosis), ditandai dengan paralisis otot dada, pulsus cepat dan pupil dilatasi. Bola mata menunjukkan gambaran seperti mata ikan karena terhentinya sekresi lakrimal (Hal et al. 2001). Faktor yang mempengaruhi anastesi Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi anastesi dan pemilihan teknik anastesi diantaranya umur hewan, ukuran hewan, kondisi fisik hewan,
tempramen hewan, preanastetik, jenis operasi dan prosedur diagnosis, penyakit yang diserita hewan, obat lain yang diberikan kepada hewan sebelum operasi (Hal et al. 2001). Premedikasi Premedikasi adalah pemberian obat-obatan sebelum tindakan anestesi umum dengan tujuan utama menenangkan pasien, menghasilkan induksi anestesi yang halus, mengurangi dosis anestetikum, mengurangi atau menghilangkan efek samping anestetikum, dan mengurangi nyeri selama operasi maupun pasca operasi. Obat-obatan premedikasi digunakan untuk mempersiapkan pasien sebelum pemberian agen anestesi baik itu anastesi lokal, regional ataupun umum. Tujuan pemberian agen premedikasi tersebut adalah untuk mengurangi sekresi kelenjar ludah, meningkatkan keamanan pada saat pemberian agen anestesi, memperlancar induksi anestesi, mencegah efek bradikardi dan muntah setelah ataupun selama anestesi, mendepres reflek vagovagal, mengurangi rasa sakit dan gerakan yang tidak terkendali selama recovery (McKelvey dan Hollingshead 2003). Preanestetikum yang paling umum digunakan pada hewan besar adalah atropine, acepromazin, xylazine, diazepam, midazolam, dan opioid atau narkotik. Obat sedative merupakan obat penenang dengan efek sedasi yang tinggi dan dapat mengurangi aktivitas serta membuat hewan mengantuk. Contoh dari obat ini yaitu xylazine, midazolam, dan lain-lain. Obat sedasi memiliki durasi sedasi yang pendek dan berfungsi sebagai obat analgesia atau penghilang rasa sakit. Pada beberapa spesies hewan seperti kuda, obat ini tidak bisa mencegah semua reaksi seperti reaksi menendang dan menggigit (Seddighi dan Doherty 2016). Obat transquailizer merupakan obat penenang untuk menurunkan kecemasan tanpa efek sedasi yang tinggi dan dapat mengendalikan agresivitas hewan. Obat ini berfungsi untuk menghilangkan rasa sakit dan tidak akan memberikan efek yang dapat mengganggu fungsi hati. Contoh dari obat ini yaitu acepromazine, diazepam dan lain-lain. Xylazine Xylazine adalah sediaan obat dalam bentuk cairan bening tidak berwarna dan biasanya tersedia dalam sediaan 2 % dan 10 %. Selain sediaan dalam bentuk cairan, xylazine juga tersedia dalam bentuk bubuk kering dan dicampur dengan cairan sehingga bisa diencerkan (Hall 1978). Xylazine merupakan golongan turunan α2-adrenoreseptor agonis yang dapat menimbulkan efek sedasi, analgesi, dan muscle relaxan (Luna et al. 2000). Xylazine digunakan sebagai obat sedatif dan analgesik pada berbagai jenis hewan atau sebagai obat emetikum pada kucing. Apabila obat ini diberikan pada kuda dan ruminansia akan menyebabkan muntah (Plumb 2005). Hewan ruminansia (domba) sangat sensitif terhadap xylazine bila dibandingkan dengan kuda, anjing, atau kucing. Gejala yang terlihat setelah pemberian xylazine pada hewan ruminansia yaitu polyuria. Hal ini disebabkan karena menurunnya produksi vasopressin (hormon ADH). Selain polyuria, gejala lainnya yang tampak yaitu bradikardia dan hipersalivasi. Daya kerja xylazine dengan dosis maksimal yaitu 0.1 mg/kg IV atau 0.2-0.3 mg/kg IM) akan menimbulkan efek anestesi umum selama satu jam (Taylor 1991).
Midazolam Midazolam merupakan obat golongan short-acting benzodiazepin yang dapat digunakan pada anjing, kucing, babi, burung, dan kuda. Midazolam stabil dalam larutan sehingga dapat dikombinasikan dengan ketamin serta dapat diberikan melalui infus. Midazolam diabsorbsi dengan baik dan tidak menimbulkan iritasi pada jaringan apabila diaplikasikan secara intramuskular (Grimm et al. 2015). Golongan obat ini dapat memperkuat kerja GABA yang merupakan neurotransmiter inhibitori utama pada otak dan mampu menekan refleks polisinaps serta berpengaruh terhadap medula spinalis (Brander et al.1991). Midazolam dapat digunakan tunggal sebagai transquilizer atau dikombinasikan dengan anastetikum umum untuk mencegah hipertonus otot dan meningkatkan sedasi. Midazolam diinjeksikan secara intramuskular atau intravena dan digunakan sebagai preanestesi untuk mengurangi kegelisahan sebelum prosedur pembedahan dengan dosis 0.066-0.22 mg/kg BB, kemudian sebagai sedatif dan hipnotik sehingga menimbulkan penghambatan pada sistem saraf pusat. Efek samping pemakaian midazolam yaitu hipotensi, bradikardia, depresi respirasi, kerusakan fungsi motorik, dan koma (Stawicki 2007). Acepromazine Acepromazine merupakan obat turunan dari fenotiazine yang merupakan agen neuroleptik kuat dengan toksisitas rendah. Acepromazine juga merupakan obat transquilizer yang mempunyai daya kerja induksi yang ringan, relaksasi otot dan penurunan aktivitas yang spontan. Acepromazine dapat berfungsi sebagai obat antiemetik, antikonvulsan, dan antispasmodik. Obat ini sering digunakan sebagai obat penenang pada berbagai jenis spesies hewan. Hipotensi akan terjadi apabila acepromazine diberikan dengan dosis yang besar. Pemberian acepromazine memerlukan durasi yang lama dengan dosis 0.025 – 0.05 mg/kg BB. Dosis premedikasi yang diberikan pada sapi yaitu 0.4 mg/kg BB akan menimbulkan efek kardiovaskular. Efek yang baik akan timbul pada saat 20 menit setelah diberikan secara intravena sedangkan melalui intramuskular selama 30 sampai 45 menit (Lemke 2007). Diazepam Diazepam adalah golongan obat benzodiazepin yang sering digunakan dan merupakan obat transquilizer minor. Diazepam berfungsi sebagai muscle relaction yang baik dan memiliki efek depresi cardiopulmonary yang minimal. Obat ini mengandung propilen glikol, etanol dan natrium benzoat dalam asam benzoat yang berfungsi sebagai pelarut. Pemberian melalui intravena tidak disarankan karena dapat menimbulkan efek sakit. Diazepam diberikan pada hewan ruminansia dengan dosis 0.02-0.1 mg/kg BB (Plumb 2005). Pada ruminansi kecil, obat ini dapat digunakan sebagai premedikasi sedangkan pada ruminansia besar seperti sapi, obat ini digunakan sebagai agen induksi.
Jenis Anestesi Anestesi Parenteral Anestesi digunakan secara luas, dalam bidang kedokteran hewan untuk menghilangkan nyeri dan kesadaran, melakukan pengendalian hewan (restraint), keperluan penelitian biomedis, pengamanan pemindahan (transportasi) hewan liar, pemotongan hewan yang humanis, dan euthanasia. Tujuan anestesi dapat dicapai dengan pemberian obat anestesi secara tunggal maupun dengan balanced anesthesia yaitu mengkombinasikan beberapa agen anestesi maupun dengan agen preanestesi (McKelvey dan Hollingshead 2003; Grimm et al. 2015). Menurut Alex (2010) balanced anesthesia dalam konteks ini meliputi yaitu obat diberikan sebelum induksi anestesi (premedikasi), obat diberikan selama induksi anestesi, dan obat diberikan selama maintenance anestesi. Pemilihan anestesi yang ideal dibutuhkan dalam menghasilkan sifat analgesi, sedasi, relaksasi, hilang kesadaran, keamanan dan kenyamanan untuk sistem vital, ekonomis, dan mudah dalam aplikasi baik di lapangan ataupun di ruang operasi (Pretto 2002). Anestesi injeksi yang baik memiliki sifat-sifat tidak mengiritasi jaringan, tidak menimbulkan rasa nyeri pada saat diinjeksi, asorbsinya cepat, waktu induksi, durasi dan masa pulih dari anestesia berjalan mulus, tidak ada tremor otot, memiliki indeks terapuetik yang tinggi, tidak bersifat toksik, minimalisasi efek samping pada organ tubuh seperti saluran pernafasan dan kardiovaskuler, cepat dimetabolisme, tidak bersifat akumulatif, dapat dikombinasikan dengan obat lain seperti relaksan otot, analgesik, dan sudah diketahui antidotnya (Mc Kelvey dan Hollingshead 2003). a. Propofol Propofol dapat digunakan untuk ruminansia kecil atau anak sapi sebagai induksi anastesi dan maintenance pada anestesi umum. Propofol dapat memberikan induksi yang cepat dan sangat cepat pula dihilangkan dari plasma. Dosis 5-6 mg/kg propofol melalui intravena (IV) dapat menghasilkan durasi anestesi selama 4-9 menit. Maintenance anestesi dapat dilakukan dengan menggunakan infus. Biaya adalah faktor pembatas utama dengan volume obat yang disuntikan sangat banyak dan tidak praktis digunakan untuk penggunaan propofol ini di ruminansia besar (Lin dan Walz 2014). b. Thiopental Thiopental memiliki durasi anestesi sekitar 10-15 menit ketika digunakan sendiri (tunggal). Pemulihan thiopental terjadi melalui pengurangan distribusi obat dari otak ke jaringan lain. Maintenance anestesi dengan cara penggunaan thiopental secara terus menerus tidak dianjurkan karena efek akumulatif yang dihasilkan dapat menyebabkan perpanjangan waktu pemulihan. Pemeliharaan anestesi untuk waktu yang cukup lama dapat dilakukan penggunaan anestesi secara inhalasi.. Dosisi 6-10 mg/kg thiopental pada hewan memberikan durasi anestesi selama 10-15 menit. Thiopental 2 gram dapat dikombinasikan dengan Guaifenesin 50 gram, dan dapat diberikan pada 100 mg/kg guaifenesin dicampur dengan 4 mg/kg thiopental (Taylor 1991).
c. Guaifenesin Guaifenesin adalah perelaksasi otot (muscle relaxan) yang bekerja secara sentral dan menyebabkan depresi cardiopulmonari yang minimal. Sehingga guaifenesin tidak direkomendasikan sebagai agen anestesi tunggal karena menghasilkan sedikit efek anestesi. Dosis kombinasi Guaifenesin, ketamine, xylazine (GKX) (Lin dan Walz 2014).: - Untuk mencampur larutan triple GKX dicampurkan 1 liter 5% guaifenesin (50 mg/ml) dengan 100 mg xylazine (0.1 mg/ml) dan 1 gram ketamin (1 mg/ml). - Dosis 0.5-2 ml/kg dapat diberikan sebagai infus untuk efek intubasi dan kemudian dilanjutkan dengan infus lambat sampai anestesi isoflurane telah sepenuhnya mengambil efek anestesi (biasanya 5-10 menit). d. Etomidate Etomidate merupakan turunan asam imidazol-5-karboksilat. Pada penyuntuikan intravena yang cepat, senyawa etomidate 15 kali lebih berkhasiat dari pada thiopental. Etomidate lebih luas dan lebih besar teurapeutiknya. Induksi dari etomidate sangat cepat dengan durasi lama. Etomidate tidak memiliki khasiat analgetik, sehingga tidak cocok untuk digunakan sebagai mononarkotik (tunggal), jadi harus dikombinasikan dengan anestesi lain. Etomidate biasanya digunakan untuk memulai pembiusan. Etomidate hampir tidak mempengaruhi kontraksi jantung dan tekanan darah. Metabolit utama anestesi etomidate ini adalah asam karboksilat yang bebas dan tidak lagi bekerja membius (Lee 2006). e. Tiletamine dan Zolazepam (Telazol) Kombinasi Telazol 4mg/kg dan xylazine 0,1 mg/kg menghasilkan anestesi yang berlangsung selama 70 menit pada anak sapi. Pemberian secara intravena (IV) dari Telazol untuk domba dengan dosis 12-24 mg/kg dapat memberikan efek anestesi yang lama untuk operasi yaitu selama 40 menit, akan tetapi kaitannya dengan sistem cardiopulmonary dapat menyebabkan depresi dan pemulihan (recovery) dari anestesi ini yang berkepanjangan. Hal ini dapat diatasi dengan mengatur dosis yang lebih kecil pada awal operasi yaitu sebanyak (2-4 mg/kg) secara IV serta mengatur tambahan Telazol yang diperlukan untuk memperpanjang durasi anestesi (Lin dan Walz 2014). f. Ketamin Pemberian Ketamine secara tunggal tidak akan menyebabkan kejang pada sapi tetapi menghasilakan kualitas induksi yang rendah sebagai anestesi. Ketamine lebih baik digunakan dalam kombinasi dengan obat penenang lain (paling sering dengan benzodiazepin atau alpha-2-agonis). Pemberian ketamine dapat menyebabkan peningkatan kekakuan otot dan pengeluaran air liur secara berlebihan (hipersalivasi). Ketamine juga dapat menyebabkan peningkatan frekuensi jantung, curah jantung/cardiac output, dan tekanan darah (Hall et al. 2001). g. Kombinasi Ketamin-Xylazin Xylazine diberikan kepada sapi dewasa untuk menghasilkan efek sedasi baik secara intramuskular dengan dosis 0.1-0.2 mg/kg atau secara intravena
dengan dosis 0.05-0.1 mg/kg. Penambahan Butorfanol dengan dosis 0.1-0.2 mg/kg secara intravena dapat dimasukkan dalam kombinasi ini untuk mengahasilkan efek analgesia yang lebih baik dan relaksasi otot yang lebih baik. Selanjutnya, ketamine diberikan secara intravena dengan dosis 2 mg/kg untuk anestesi induksi (Lee 2006). Seringkali, intubasi Endotracheal (ETT) dapat dilakukan sesegera setelah injeksi xylazine dan sebelum ketamin diberikan, hal ini harus dilakukan karena efek dari Ketamine akan menyebabkan pengeluaran air liur yang berlebihan (hipersalivasi) atau ketidakmampuan untuk menelan air liur yang normal. Efek samping lain kombinasi Ketamin-Xilazyn yaitu hipoksia karena hipoventilasi, oleh karena itu penggunaan oksigen tambahan dianjurkan untuk dilakukan. h. Kombinasi Ketamin-Diazepam Kombinasi Ketamin-Diazepam ini akan menghasilkan efek depresi kardiovaskular yang lebih sedikit dibandingkan dengan kombinasi XylazineKetamine. Kombinasi Ketamin-Diazepam ini digunakan untuk induksi anestesi, dimana Diazepam berfungsi sebagai pramedikasi dengan dosis 0,1 mg/kg dan pemberian ketamine dengan dosis 2 mg/kg melalui intravena digunakan untuk anestesi induksi dalam waktu 60 detik Pada pedet dan ruminansia kecil, diazepam sebanyak 0,25 mg/kg dan 5 mg/ kg ketamin dapat dikombinasikan dan disuntikkan melalui intravena dengan Butorfanol dengan dosis 0,1-0,2 mg/kg. Dengan tujuan untuk menghasilkan efek analgesia yang lebih baik dan relaksasi otot yang baik pula. Kombinasi ini menyediakan sekitar 15 menit dari waktu anestesi (Lin dan Walz 2014). i. Kloral Hidrat Nama lain dari senyawa ini adalah Trichloroacetaldehyde monohydrate, dengan rumus molekul C2H3Cl3O2, mempunyai berat molekul 165,40. Kloral hidratberbentuk kristal padat, tidak berwarna atau putih,idengan bau mengiritasi. Kloral hidrat larut dalam alkohol, eter, aseton, benzen, piridin, kloroform, minyak zaitun, gliserol, karbonidisulfida, metil etil keton, terpentin, petroleum eter, karbon tetraklorida, toluen. Senyawa ini berkhasiat sebagai hipnotik-sedativum. Merupakan obat kelas sedatif/hipnotik yang dapat mempengaruhi bagian tertentu pada otak untuk menimbulkan efek tenang dan mengantuk. Dosis di hewan besar 20-50 mg/100 kg BB (Plumb 2005). Anestesi Inhalasi Agen anestesi umum dapat digunakan melalui injeksi, inhalasi, atau melalui gabungan injeksi dan inhalasi. Anestesi inhalasi merupakan metode maintenance untuk prosedur operasi yang membutuhkan waktu lebih lama. Faktor-faktor ini serta karakteristik pasien, durasi, dan jenis prosedur harus dipertimbangkan dalam memilih anestesi inhalasi (Stachnik 2006). Anestesi umum inhalasi yang sering digunakan pada hewan adalah halothane, isoflurane, sevoflurane, desflurane, diethyl eter, dan nitrous oksida (Sudisna et al. 2006). Anestesi umum yang digunakan pada ruminansia kecil (domba, kambing) dan anak sapi dapat terinduksi dengan isoflurane, halothane, sevoflurane, atau desflurane menggunakan masker. Waktu induksi yang cepat dan paparan gas anestesi yang sedikit dapat menggunakan intubasi nasotracheal (Hall et al. 2001).
a. Nitrous oxide Jenis obat yang digunakan sebagai anestesikum secara inhalasi adalah nitrous oxide. Efek analgesia N2O mengurangi kebutuhan anesteti inhalasi yang mengurangi penurunan kardiovaskular. b. Halothane Halothane terhalogenasi dengan fluorine, chlorine, dan bromine serta merupakan contoh obat anestesi pertama yang sukses. Minimum alveolar concentration (MAC) halothane pada sapi adalah 0.8%. Pengaturan vapor halotan adalah 5% (2.5-4% pada ruminansia kecil) yang diinduksi dengan aliran oksigen sebesar 20 mL/kg/menit dan berukuran 1-3% selama maintenance dengan aliran oksigen 10 mL/kg/menit. Setelah induksi anestesi, halotan harus diberikan melalui endotracheal tube. Peningkatan konsentrasi halotan akan menurunkan CO dan tekanan darah arterial, sedangkan tekanan darah biasanya konstan (McMurphy and Hudgson 1996). c. Isoflurane Isoflurane merupakan obat anestesi yang terhalogenasi dengan fluorine dan chlorine. Isoflurane (Isoflo®, Forane®) merupakan pilihan pertama dalam melakukan restraint dan prosedur operasi. Minimum alveolar concentration (MAC) pada sapi adalah 1.3%. Pengaturan vapor isoflurane adalah 5% (3-4% pada ruminansia kecil) yang diinduksi dengan aliran oksigen sebesar 20 mL/kg/menit dan berukuran 1.5-3% selama maintenance dengan aliran oksigen 10 mL/kg/menit. Keuntungan penggunaan isoflurane jika dibandingkan dengan anestesi parenteral adalah kecepatan dalam menginduksi dan recovery serta jaminan ketepatan dosis. Kerugian yang perlu dipertimbangkan adalah mahalnya peralatan dan obat yang diperlukan, terbuangnya gas anestesi selama prosedur dilaksanakan, tidak ada efek analgesic pasca operasi, menurunkan frekuensi napas dan tekanan darah, serta terpaparnya tenaga medis dengan gas anestesi (UCD 2012). d. Sevoflurane Obat terbaru seperti sevoflurane dan desflurane memiliki karakter fisika dan kimia yang lebih menguntungkan. Sevoflurane merupakan contoh obat anestesi yang terhalogenasi hanya dengan fluorine. Induksi anestetik dan recovery pasca anestesi sevoflurane lebih cepat dibandingkan halotan dan isoflurane (Eger 2004). Kerja sevofluran (1 MAC = 2.3%) tidak lebih kuat dibandingkan halotan dan isoflurane namun lebih kuat dibandingkan desflurane. Sevoflurane menginduksi depresi kardiovaskular dengan derajat kemiripan yang sama dengan isoflurane. e. Desflurane Desflurane memiliki koefisien darah/partisi gas yang lebih rendah dibandingkan anastetik inhalasi yang lain. Efek kardiovaskular dari desflurane mirip dengan isoflurane. Proses recovery pasca anestesi dengan menggunakan desflurane jauh lebih cepat dari sevoflurane (Eger 2004).
Keuntungan dan Kerugian Anestesi Inhalasi Anestesi dapat dilakukan dengan dua rute yaitu anestesi parenteral dan inhalasi. Kedua rute tersebut memiliki kelebihan dan kelemahan masing-masing. Anestesi inhalasi lebih banyak diminati oleh pemilik hewan karena tingkat stress yang lebih rendah dan dosis obat anestesi yang lebih tepat, serta proses recovery yang lebih cepat. Kekurangan dari anestesi inhalasi antara lain memerlukan biaya yang lebih mahal karena penyediaan obat, peralatan penunjang dan membutuhkan tenaga medis yang dapat mengoperasikan alat anestesi inhalasi. Namun anestesi inhalasi telah terbukti aman dan efektif dalam menginduksi serta memelihara status anestesi (Stachnik 2006). Peralatan Penunjang Peralatan penunjang untuk prosedur anestesi inhalasi antara lain endotracheal tube (ETT), laryngoscope, cauze (kasa), dan breathing bag (Resucitator). Perlengkapan lain seperti syringe, needle, infusion set, IV catheter, sterile eye lubricant, bandage tape, dan lain sebagainya. Endotracheal tube (ETT) merupakan salah satu alat yang dibutuhkan dalam melakukan anestesi inhalasi. Sebaiknya, disiapkan 3 ETT dengan ukuran yang berbeda. Satu ETT dipilih berdasarkan bobot badan hewan, 1 ETT dengan ukuran yang lebih besar, dan 1 ETT dengan ukuran yang lebih kecil (Hunyady 2013). Tabel 1 Ukuran endotracheal berdasarkan bobot badan
Gambar 1 Endotracheal tube dengan berbagai ukuran. (Sumber: http://vetgirlontherun.com) Laryngoscope digunakan untuk memeriksa daerah oropharyng dan membantu memasukkan ETT untuk melindungi saluran napas selama operasi. Sementara kasa digunakan untuk mengikat ETT pada rahang sehingga dapat terfiksir dengan baik.
Gambar 2 Laryngoscope dengan berbagai tipe. (Sumber: http://www.concord-surgical.com) Breathing bag atau resuscitator yang dibutuhkan dalam prosedur anestesi besarnya bergantung pada volume tidal. Adapun yang dimaksud dengan volume tidal adalah volume gas atau udara yang dihirup dan dihembuskan pada setiap napas yaitu 10-20ml/kg. Ukuran breathing bag yang dibutuhkan adalah hasil perkalian volume tidal dengan 6 (VTx6) dan mengkonversinya dalam bentuk liter (Hunyady 2013). Berikut merupakan tabel untuk mempermudah penentuan besar breathing bag berdasarkan bobot badan pasien. Tabel 2 Ukuran breathing bag berdasarkan bobot badan hewan Bobot badan (kg) Ukuran breathing bag (L) 1-5 0.5 5-10 1.0 10-20 2.0 20-30 3.0 30-50+ 5.0 500 15 >500 30 Sumber : Hunyady (2013)
Gambar 3 Resuscitator atau breathing bag (Sumber: http://www.surgivet.com)
Gambar 4 Mesin anestesi untuk hewan besar (A) dan hewan kecil (B) (Sumber: www.studyblue.com) Intubasi endotracheal Endotracheal tube merupakan alat bantu pernapasan yang dipasang pada hewan operasi untuk membantu memperlancar pernapasan. Pemasangan endotracheal tube memerlukan laryngoscope, xylocain jelly, orofaryngeal tube, action cateter, dan lain sebagainya. Posisi hewan pada saat intubasi adalah sternal recumbency, kemudian menggunakan mouth gag untuk membuka mulut hewan secara lebar. Setelah celah saluran napas terbuka lebar selang/pipa endotracheal tube bisa dimasukkan dari arah sebaliknya dari penggeseran lidah, dorong terus pipa endotracheal tube ke arah paru-paru sampai muncul refleks batuk dari hewan yang berarti pipa sudah masuk ke dalam bronkus, setelah itu pipa dapat didorong sampai pangkal bronkus. Intubasi tracheal dilakukan dengan cuff endotracheal tube agar memberikan saluran nafas yang aman, mencegah aspirasi oleh saliva dan isi rumen bila terjadi regurgitasi. Visualisai saluran nafas yang sedikit pada kambing, domba, anak sapi dan ilama saat mulut dibuka. Oleh sebab itu, laryngeal blade yang panjang dan stylet dapat digunakan untuk mempermudah intubasi. Laryngospasm tidak umum ditemukan pada ruminansia kecil dan ilama memiliki stimulasi tactile, untuk mengurangi rangsangan tersebut hewan dapat diberikan anestesi lokal seperti lidocaine. Intubasi nasotracheal menjadi alat alternatif bila intubasi orotracheal susah diaplikasikan. Penempatan endotracheal yang tepat pada saat intubasi dapat dilihat dari adanya udara yang keluar masuk dan sinkronisasi dari pergerakan otot dada, untuk mengetahui apakah posisi sudah benar dapat dikonfirmasi melalui capnography dengan membaca CO2. Cara Kerja Anestesi Inhalasi Obat anestesi inhalasi dapat meningkatkan penghambatan aktivitas postsynaps channel dan menghambat aktivitas excitatory synaps. Anestesi dapat mempengaruhi banyak reseptor (seperti GABA, acetylcholine, glycine, serotonine, NMDA) meskipun mekanisme reseptor dalam menanggapi anestesi masih belum bisa dijelaskan.
Karakter Agen Anestesi Inhalasi yang Ideal Terdapat beberapa karakteristik agen anestesi inhalasi yang ideal, diantaranya adalah memiliki potensi yang cukup untuk membuat pasien berada dalam status anesthesia, memiliki kelarutan yang rendah di dalam darah dan jaringan, tahan terhadap degradasi fisik dan metabolik, memiliki efek melindungi atau tidak merusak jaringan yang vital. Hasil degradasi fisik dan metabolik dapat mengiritasi jaringan. Karakteristik lain yang harus dimiliki agen anestesi inhalasi adalah rendah/kurangnya potensi untuk mengakibatkan seizure, mengiritasi saluran napas, dan menstimulasi peredaran darah. Di samping itu, perlu diperhatikan juga pengolahan limbah gas anestesi. Agen anestesi sebaiknya tidak atau sedikit mempengaruhi lapisan ozon dan tidak memerlukan biaya akuisisi yang besar (Eger 2004). Efek Samping Anestesi Inhalasi Salah satu hal penting yang perlu menjadi perhatian pada penggunaan anestesi inhalasi adalah efek samping. Meskipun terdapat banyak kelebihan, namun desflurane, halotene, dan isoflurane dimetabolisme menjadi trifluoroacetate yang bersifat hepatotoksik. Hal ini terjadi mekanisme imun dimana terbentuk trifluoroacetyl hapten dan respon autoimun. Sevoflurane, jika dibandingkan dengan tiga anestetik sebelumnya, jauh lebih aman karena dimetabolisme menjadi inorganic fluoride dan hexafluor-oisopropanol. Sementara nitrous oxide dapat menyebabkan terhambatnya sintesa methionine terutama pada pasien yang mengalami defisiensi vitamin B atau terpapar nitrous oxide dalam waktu yang lama (Eger 2004). DAFTAR PUSTAKA Adam HR. Veterinary Pharmacology and Therapeutics. 8th Ed. 2001. United State of America (US): Iowa State Pr. [ASA] American Society of Anesthesiologists. 2014. Asa Physical Status Classification System. [Internet]. [Diunduh pada 9 Maret 2017]. Tersedia pada: https://www.asahq.org/resources/clinical-information/asa-physicalstatus-classification-system. Eger EI. 2004. Induction and Maintenance of General Anesthesia. Am J Health Syst Pharm. 61(20). Hall, Clarke, Trim. 2001. Veterinary Anesthesia. London (GB): WB Saunders. Hall LW. 1978. Veterinary Anesthesia. Revised 7th edition. Bailiere Tindall. London (GB). Hunyady K. 2013. Anesthesia Cheat Sheet. [Internet]. [Diunduh pada 9 Maret 2017]. Tersedia pada: http://www.vetmed.wisc.edu/wpcontent/uploads/2013/01/Anesthesia_Cheat _Sheet .pdf? y=15.
[IACUC] Institutional Animal Care and Use Committee. 2014. Large animal formulary. Penn Animal Welfare. [Internet]. [Diunduh pada 9 Maret 2107]. Tersedia pada: http://www.upenn.edu/regulatoryaffairs/Documents/iacuc/guidelines/iacucg uideline-largeanimalformulary.pdf. Lee L. 2006. Ruminant and swine anasthesia. Center for Veterinary Health Sciences. 7412:1-15. Lemke, KA. 2007. Anticholinergics and Sedatives. 4th ed. Iowa (US): Wiley Blackwell. Lin dan Walz. 2014. Farm Animal Anesthesia: Cattle, Small Ruminants, Camelids, and Pigs. Iowa (US): Wiley Blackwell. Luna SPL, CS Noguiera, ML Cruz, F Massone, GB Castro. 2000. Romifidine or xylazine. Brazillian Journal of Veterinary Research and Animal Science. [Internet]. [Diunduh pada 8 Mar 2017]. Tersedia pada: http://www.scielo.br/scielo.php?pid. Grimm KA, Lamont, Tranquilli W, Greene SA, Robertson SA. 2015. Veterinary Anesthesia and Analgesia. 5th edition. Iowa (USA): Willey Blackwell Pr. McGreevy P. 2004. Equine Behavior. A guide for veterinarians and equine scientist. McKelvey D, Hollingshead KW. 2003. Veterinary Anesthesia and Analgesia. 3rd Ed. London: Mosby Incorporated. McMurphy RM, Hodgson DS. 1995: The minimum alveolar concentration of desflurane in cats. Veterinary Surgery. 24:453-455. Plumb DC. 2005. Plumb’s Veterinary Drug Handbook. 5th Ed. Lowa Blackwell Publishing. Pretto EA. 2002. Pursuing the holy grail of anesthesia. Anesthesiology News. 1:19. Seddighi R dan Doherty TJ. 2016. Field sedation and anesthesia of ruminants. Vet Clin Food Anim. 32:553-570. Sjamsuhidajat R, Wong JD. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta (ID): EGC. Stachnik J. 2006. Inhaled anesthetic agents. AJHP. 63(7) : 623634. Stawicki SP. 2007. Common sedative agents.OPUS 12 Scientist. 1:8-9. Sudisma IGN, Wardhita AAGJ, Pemayun IGAGP, Gorda IW, Dada, IKA. 2002. Uji Klinik Premedikasi Xilazin dan Diazepam Terhadap Anestetikum Ketamin pada Anjing Lokal. Jurnal Veteriner 3(3): 104-107. Sudisma IGN, Widodo S, Sajuthi D, Soehartono H. 2012. Anestesi Infus Gravimetrik Ketamin dan Propofol pada Anjing. Jurnal Veteriner. 13(2): 189-198. Taylor PM. 1991. Anaesthesia in sheep and goat. Practice. 13:31-36. [UCD] University of Colorado Denver. 2009. Veterinary Anesthetic and Analgesic Formulary. [Internet]. [Diunduh pada 8 Mar
2017]. Tersedia pada: http://www.colorado.edu/vcr/sites/default /files/attachedfiles/CU%20Denver%20Analgesic%20%26%20Anesthetic %20Drug%20Formulary.pdf.
View more...
Comments