Anatomi dan Fisiologi Rambut dan Kulit Kepala

December 15, 2017 | Author: firaback | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Anatomi dan Fisiologi Rambut dan Kulit Kepala...

Description

PENDAHULUAN

Rambut memiliki peranan yang sangat penting bagi manusia dan hewan (mamalia). Salah satu fungsi utama rambut adalah mempertahankan panas tubuh dan juga memberikan pertahanan terhadap masuknya zat – zat asing ke dalam tubuh. Pada manusia rambut tidak hanya bersifat sebagai pelindung tetapi lebih kepada keserasian yang mengarah pada estetika. Jenis rambut, warna, ataupun ketebalan rambut pada manusia berbeda – beda. Hal ini dipengaruhi oleh suhu lingkungan, hormon dan faktor usia. Dewasa ini, berbagai jenis penyakit yang menyebabkan kelainan pada rambut banyak terjadi. Salah satu kelainan yang banyak dialami manusia adalah kebotakan atau pertumbuhan rambut yang tidak normal. Kebotakan ini biasanya disebabkan oleh gangguan hormonal, efek samping obat, makanan yang dikonsumsi, dan stres. Sejak dahulu sampai sekarang, manusia selalu berusaha untuk mencari cara agar rambutnya terlihat sehat dan indah. Penggunaan produk – produk perawatan rambut modern banyak menimbulkan efek yang merugikan bagi rambut itu sendiri, sehingga penggunaan bahan tradisional untuk merawat rambut sudah mulai diminati lagi. Indonesia merupakan negara yang kaya akan keanekaragaman hayati, sejak dulu nenek moyang kita sudah mengenal cara perawatan rambut dengan menggunakan tumbuhan. Menurut informasi, secara tradisional kucai (Allium shoenoprasum L.) digunakan sebagai penyubur rambut dan menurut penelitian sebelumnya daun kucai berkhasiat sebagai penyubur rambut (Rini Marliani, 2001). Tujuan penelitian ini adalah membuat sediaan larutan yang mengandung ekstrak air daun kucai (Allium shoenoprasum L.) dan menguji efeknya terhadap pertumbuhan dan kelebatan rambut serta melakukan uji iritasi kulit dan mata sediaan tersebut. Pengujian dilakukan pada kelinci albino galur New Zealand dengan cara mengukur panjang rambut dan jumlah rambut. Panjang rambut dapat digunakan sebagai parameter kecepatan pertumbuhan rambut sedangkan jumlah rambut dapat digunakan sebagai parameter kelebatan rambut.

1

BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Tinjauan tentang Rambut Ilmu tentang rambut (trikogi) membagi rambut manusia menjadi dua jenis, yaitu rambut terminal yang umumnya kasar, bermedula dan terpigmentasi, seperti pada rambut kepala, alis, ketiak, dan kelamin, serta rambut vellus yang berupa rambut halus, tidak bermedula, biasanya tidak mengandung pigmen, seperti pada pipi, kulit lengan, dan punggung. Adakalanya rambut vellus bisa menjadi rambut terminal, misalnya pada pria dewasa rambut vellus diatas bibir dan dagu menjadi kumis dan jenggot yang kasar. Sebaliknya, rambut terminal bisa menjadi rambut vellus, misalnya pada orang yang kepalanya botak yang semula rambut kepalanya panjang dan kasar lalu berganti dengan rambut – rambut halus yang pendek (Ditjen POM, 1985). 1.1.1 Anatomi Rambut Rambut tumbuh pada bagian epidermis kulit, terdistribusi merata pada tubuh. Komponen rambut terdiri dari keratin, asam nukleat, karbohidrat, sistin dan sistein, lemak, arginin dan sistrulin, dan enzim (Rook and Dawber, 1991). Rambut terdiri dari dua bagian yaitu akar rambut dan batang rambut (Gambar 1.1). Batang rambut terdiri dari 3 bagian utama. Bagian yang terdalam disebut medula, bagian tengah disebut korteks, dan bagian luar disebut kutikula. Pada bagian medula tersusun dari sel polihedral berjajar yang berisi keratotialin, butiran lemak dan udara. Bagian korteks membentuk bagian utama pada batang rambut, terdiri dari sel yang terelongasi yang berisi granul pigmen khususnya pada rambut warna gelap, tetapi pada rambut warna terang sebagian besar berisi udara. Bagian kutikula berisi lapisan tunggal sel tipis datar yang sebagian besar terkeratinisasi. Kutikula berfungsi sebagai pelindung terhadap kekeringan dan penetrasi benda asing (Tortora and Anagnostakos, 1990). Akar rambut merupakan bagian yang berada di bawah permukaan kulit hingga ke lapisan subkutan. Akar rambut tersusun dari 3 lapisan yaitu medula, korteks dan kutikula. Akar rambut dibungkus oleh kantung yang disebut folikel rambut. Dasar folikel

2

rambut

3 berbentuk seperti bawang dan disebut bulb. Bagian dasar bulb yang berupa lekukan ke dalam bulb disebut papila dermal yang kaya akan pembuluh darah yang membawa makanan untuk pertumbuhan rambut dan serabut syaraf. Bagian atas papila dermal dikelilingi oleh sel matriks yang pembelahannya sangat cepat. Selain itu rambut berasosiasi dengan otot polos yang disebut arektor pili dan kelenjar sebaseus yang mensekresikan sebum. Arektor pili dipersyarafi oleh saraf simpatikus dan akan berkontraksi bila ada rangsang berupa emosi atau dingin menyebabkan rambut menjadi tegak. Kontraksi arektor pili dapat menekan kelenjar sebasea dan mendorong sekresi sebum ke folikel rambut dan ke permukaan kulit (Martini, 2001).

Gambar 1.1 Anatomi rambut (Martini, 2001) 1.1.2 Kulit Kepala Seperti halnya kulit pada umumnya, kulit kepala memiliki berbagai fungsi antara lain, mengatur kelembaban kulit, mengatur suhu tubuh, membentuk mantel asam

dan

pernapasan kulit. Pada kulit kepala terdapat sangat banyak kelenjar minyak yang tersebar di seluruh permukaan kulit kepala. Jika rambut disisir, minyak akan terekskresikan dan menyebar ke seluruh tangkai rambut, menyebabkan rambut tampak kemilau. Keratin kulit dapat memiliki daya tahan terhadap benturan mekanik dan zat kimia. Permukaan kulit diselubungi oleh mantel asam yang berupa cairan pH 4 – 6. Fungsi mantel asam ini terutama untuk menghambat pertumbuhan bakteri atau jamur (Ditjen POM, 1985).

Kulit memiliki permeabilitas air yang sangat terbatas. Kandungan air dari dan yang masuk ke tubuh menyebabkan perubahan kelembapan yang tidak segera nampak pada permukaan kulit, tetapi terjadi dibawah lapisan korneum yang disebut barier rein. Jaringan dibawah selaput ini dihubungkan dengan kapiler darah kulit, dengan aliran darah normal dan kelembapan antara 70–80% (Ditjen POM, 1985). Kesehatan kulit kepala erat kaitannya dengan kesehatan rambut. Penyebab gangguan pada kulit kepala antara lain, infeksi pada daerah kepala, infeksi sistemik yang parah seperti hepatitis, benturan mekanik, iritasi zat kimia, iritasi fisika dan keabnormalan sistem imun. Kerusakan karena benturan mekanik meliputi luka gores atau terparut oleh partikulat tajam, luka potong karena benda tajam, tertusuk, atau tergencet benda keras. Kerusakan karena iritasi zat kimia terutama disebabkan oleh keaktifan sifat fisikokimia zat kimia tertentu, seperti sifat kaustik, oksidasi, dan sitolitik. Faktor iritasi fisika dapat meliputi kondisi iklim ekstrim, terbakar, emisi sinar X, sinar UV, sinar inframerah, atau radioaktif termasuk juga sengatan listrik. Keabnormalan sistem imun dapat menyebabkan kulit individu menjadi peka terhadap sentuhan zat kimia tertentu yang biasa disebut alergi (Ditjen POM, 1985). 1.1.3 Siklus Pertumbuhan Rambut Pada folikel yang tidak mengalami kerusakan, rambut baru membutuhkan waktu 3 minggu untuk mencapai permukaan kulit kepala. Kecepatan pertumbuhan rambut yang bergenerasi mencapai 2,8 mm perminggu pada masa aktif pertumbuhan. Pertumbuhan dan pergantian rambut mengikuti suatu siklus. Setiap folikel rambut mengalami siklus pertumbuhan yang berulang – ulang. Faktor yang mempengaruhi siklus pertumbuhan rambut tidak diketahui dengan jelas (Sagarin, 1957). Siklus pertumbuhan rambut seseorang terjadi pada 3 tahap, yaitu : a. Fase Anagen Fase anagen merupakan awal pertumbuhan aktif, rambut yang terdapat pada fase ini pada kulit kepala normal dengan rambut sehat mencapai usia antara 2 – 6 tahun. Lebih kurang 85% keseluruhan rambut pada kulit kepala pada suatu saat akan terdapat pada fase ini (Ditjen POM, 1985). Pada fase ini terjadi beberapa tahap proses perkembangan. Tahap I-V disebut tahap pronagen dan tahap VI disebut tahap metanagen. Pada tahap I, sel – sel dermal papila bertambah besar dan menunjukkan peningkatan sintesis RNA; secara stimulan sel – sel

germinal pada dasar kantung menunjukkan aktivitas mitosis yang tinggi. Pada tahap II, bagian folikel berkembang ke bawah menutupi dermal papila. Pada tahap III, ketika folikel mencapai panjang maksimum, perkembangan sel – sel matriks berakibat pada naiknya contong selubung akar internal. Pada tahap IV, melanosit yang melewati papila meningkatkan jumlah dendrit dan mulai membentuk melanin; pada fase ini rambut sudah terbentuk tetapi belum disertai contong selubung akar internal. Pada tahap V, ujung rambut telah muncul dari selubung akar internal. Tahap VI dimulai segera setelah rambut muncul pada permukaan kulit dan berlangsung hingga mencapai fase katagen. Kecepatan tumbuh dan lamanya fase ini menentukan panjang maksimum rambut. Berdasarkan variasi kedua ciri ini rambut seseorang dapat tumbuh lebih lebat atau lebih panjang dibandingkan dengan yang lain. Di samping itu fase ini tidak dipengaruhi oleh pemotongan rambut (Rook and Dawber, 1991).

Gambar 1.2 Pertumbuhan Rambut pada Fase Anagen (Rook and Dawber, 1991) b. Fase Katagen Fase katagen merupakan fase perkembangan rambut yang kedua. Lebih kurang 1% keseluruhan rambut pada kulit kepala pada suatu saat akan terdapat dalam fase ini, yang merupakan fase transisi (Ditjen POM, 1985). Fase katagen diawali dengan berkurangnya mitosis pada matriks hingga berhenti yang terjadi dalam beberapa hari. Sejak proses mitosis berhenti, bagian yang terletak lebih rendah dari folikel memendek dan selubung jaringan penghubung terutama membran vitreous menjadi menebal dan mengerut. Selubung akar yang lebih dalam akan hancur dan menghilang. Sel – sel pada selubung akar eksternal membentuk kantung pada dasar akar rambut yang berfungsi sebagai tempat sel – sel benih folikel. Folikel sekarang memasuki fase telogen. Masih tidak diketahui dengan

jelas faktor – faktor yang menginisiasi terjadinya fase katagen secara spontan (Rook and Dawber, 1991).

Gambar 1.3 Pertumbuhan Rambut pada Fase Katagen (Rook and Dawber, 1991) c. Fase Telogen Fase telogen merupakan fase istirahat pada siklus rambut. Folikel rambut akan mengkerut dan rambut yang terbentuk akan tertahan di tempat oleh massa seperti tongkat hingga fase metanagen dibangun dengan baik pada siklus selanjutnya. Fase telogen berlangsung singkat atau lama tergantung pada kesehatan seseorang. Fase telogen dapat diinduksi untuk bekerja secara prematur sekali jika rambut bentuk batang yang beristirahat dicabut. Setelah periode istirahat pada fase ini, folikel rambut akan kembali tumbuh lagi ke bawah yang akhirnya mencapai panjang sebelumnya dan mendorong melintas melalui rambut yang tua (Rook and Dawber, 1991).

Gambar 1.4 Pertumbuhan Rambut pada Fase Telogen (Rook and Dawber, 1991)

1.1.4 Faktor – faktor yang Berperan pada Pertumbuhan Rambut Faktor yang sangat berperan pada pertumbuhan rambut antara lain: a. Faktor intrinsik Faktor-faktor intrinsik meliputi sirkulasi darah ke folikel dan hormon. Rambut tidak akan tumbuh tanpa adanya suplai darah yang cukup untuk mengisi folikel rambut dengan metabolit yang diperlukan. Folikel rambut yang berukuran besar akan lebih tervaskularisasi daripada folikel yang berukuran kecil, dan rambut yang terletak pada folikel yang lebih tervaskularisasi umumnya lebih tebal dan panjang. Banyak percobaan yang telah dilakukan untuk menstimulasi pertumbuhan rambut pada kulit kepala yang mengalami alopesia dengan cara meningkatkan aliran darah pada folikel dengan metode pemijatan. Metode ini biasanya disertai dengan penggunaan vasodilator topikal (Rook and Dawber, 1991). Hormon seksual mempunyai peran penting pada pertumbuhan, distribusi dan pigmentasi rambut manusia terutama masa pubertas hormon seksual memicu pertumbuhan rambut sekunder. Androgen dapat meningkatkan kecepatan pertumbuhan rambut dan juga ukuran diameter rambut. Akan tetapi pada kulit kepala yang mengalami alopesia androgenetik, androgen justru menurunkan diameter batang rambut, kecepatan pertumbuhan rambut, dan durasi fase anagen. Perubahan testosteron menjadi bentuk yang lebih aktif yaitu dihidrotestosteron (DHT), bergantung pada keberadaan enzim 5-α-reduktase tipe II. DHT bergabung dengan reseptor sitosol untuk membentuk kompleks yang masuk pada inti, dan bergabung dengan kromatin untuk menginisiasi sintesis protein. Metabolisme androgen pada sel dapat dirusak oleh penurunan perubahan testosteron menjadi DHT atau ketidakmampuan sel untuk mengakumulasi DHT karena hilangnya protein sitosol-reseptor. Walaupun DHT diperlukan untuk pertumbuhan rambut pada bagian tumbuh tertentu, kelebihan DHT menyebabkan kerontokan pada rambut kepala. DHT yang disekresi oleh kelenjar minyak akan masuk ke folikel rambut saat rambut gugur, kemudian terjadi reaksi kimia di dalam folikel tersebut, akibatnya akar rambut dan folikel mengecil. Rambut yang gugur mengalami pertumbuhan lagi, dan pada saat gugur DHT akan mengisi folikel kembali. Peritiwa ini berlangsung terus menerus sehingga ukuran akar rambut dan folikel menjadi tidak normal dan pertumbuhan rambut terganggu hingga terjadi kebotakan. Estrogen memperlambat pertumbuhan rambut selama fase anagen, tetapi memperpanjang durasi fase anagen. Sedangkan tirosin mempercepat aktivitas anagen, dan kortison justru memperlambat aktifitas anagen (Rook and Dawber, 1991).

b. Faktor ekstrinsik Faktor ekstrinsik meliputi kondisi lingkungan yang dapat mempengaruhi kulit kepala. Faktor lingkungan tersebut meliputi perubahan cuaca yang ekstrim, paparan ultraviolet, sinar-X, radioaktif, iritasi zat kimia atau penutupan dan penekanan rambut serta kulit kepala. Apabila faktor lingkungan ini terjadi terus menerus, maka kulit kepala dapat mengalami degenerasi kronik pada sel-sel epidermis yang menyebabkan kulit kepala menjadi kasar, terjadi depigmentasi, gangguan keratinisasi dan kerontokan rambut (Ditjen POM, 1985). 1.1.5 Abnormalitas pada Pertumbuhan Rambut Abnormalitas yang terjadi pada rambut disebabkan antara lain oleh genetik, gangguan hormon, perubahan pola makan, penggunaan obat tertentu dan lain sebagainya. Kerontokan rambut yang terjadi sekitar 50 - 100 helai perhari dapat dikatakan normal. Kelainan yang terjadi pada rambut antara lain: a. Alopesia Alopesia areata (AA) merupakan gangguan pertumbuhan rambut atau hilangnya rambut pada daerah tertentu yang mengakibatkan kebotakan dengan pola tertentu, biasanya berbentuk sirkular. Kadang – kadang disertai dengan pemerahan pada kulit kepala yang mengalami kebotakan. Beberapa faktor yang dapat memicu terjadinya alopesia areata adalah faktor genetik, penyakit atropik, Down’s syndrome, autoimunitas, hormon dan stres emosional. Alopesia areata yang diturunkan secara genetik antara lain disebabkan oleh abnormalitas folikel rambut sehingga pertumbuhan rambut terhambat. Pada penderita Down’s syndrome yang disertai dengan AA, antibodi anti-tiroid muncul lebih banyak dibandingkan penderita Down’s syndrome tanpa AA. Namun pengaruh Down’s syndrome terhadap AA belum diteliti lebih lanjut. AA juga merupakan penyakit autoimunitas organ khusus. Berdasarkan studi antibodi monoklonal, pada penderita AA terakumulasi sel T disekitar folikel rambut. Sel T tersebut mengakibatkan penutupan dan kadang – kadang terjadi juga penghancuran folikel rambut (Burton, 1979). Alopesia totalis adalah gangguan pada pertumbuhan rambut yang menyebabkan kebotakan pada seluruh bagian kulit kepala. Gangguan ini juga disebabkan oleh adanya gangguan pada folikel rambut seperti pada AA (Burton, 1979).

Alopesia universal adalah gangguan pada pertumbuhan rambut yang menyebabkan kehilangan rambut pada keseluruhan bagian tubuh yang dapat terjadi secara tiba – tiba atau setelah mengalami kebotakan yang berkepanjangan (Burton, 1979). Alopesia androgenetik adalah alopesia pola laki – laki (“male-pattern baldness”) yang bisa mengenai laki – laki ataupun wanita, tetapi pada wanita jarang terjadi. Gejala ini terlihat pada umur akhir dua puluhan atau awal tiga puluhan dengan kehilangan rambut secara bertahap, terutama pada verteks dan frontal. Folikel rambut membentuk rambut yang semakin halus dan semakin pucat. Faktor – faktor yang dapat memicu penyakit ini antara lain, peningkatan usia (terjadi pada wanita setelah masa monopose), sejarah kebotakan keluarga, stress emosional dan faktor endokrin (Burton, 1979). Puerperal alopecia adalah kebotakan yang terjadi akibat demam yang diderita setelah melahirkan. Gangguan ini terjadi setelah 3 bulan melahirkan. Pada gangguan ini tidak diperlukan pengobatan karena rambut akan tumbuh normal kembali (Burton, 1979). Scarred Alopecia merupakan kerusakan pada folikel rambut dapat disebabkan oleh luka pada kulit kepala. Kerusakan tersebut megakibatkan terjadinya kebotakan. Luka yang dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan rambut, antara lain luka bakar, luka akibat benturan, luka akibat infeksi pirogenik, dan radiasi (Burton, 1979). b. Perubahan morfologi rambut Pada kelainan ini, pertumbuhan rambut tetap berlangsung namun secara morfologi berbeda. Kelainan ini dapat menyebabkan kebotakan karena rambut yang tumbuh sangat pendek dan tipis. Hal ini dapat terjadi karena gangguan produksi hormon dan efek penggunaan kosmetik rambut yang kurang tepat. c. Gangguan kreatinisasi Gangguan kreatinisasi ditandai dengan pertumbuhan rambut yang kasar, mudah patah, dan pertumbuhan yang jarang. Gangguan kreatinisasi terjadi akibat kekurangan beberapa protein pembentuk rambut sehingga komposisi kimia pada rambut berubah. Biasanya disebabkan perubahan pola makan sehingga nutrisi yang dibutuhkan oleh rambut berkurang.

d. Atropi folikel Atropi folikel disebabkan oleh sel papila dermal pada dasar folikel rambut yang secara normal menginisiasi pertumbuhan rambut hilang. Atropi folikel dapat menyebabkan kebotakan yang irreversibel. Atropi folikel dapat terjadi akibat penggunaan sinar X dalam dosis besar atau radiasi atom. e. Hirsutisme Hirsutisme atau hipertrikosis menunjukkan pertumbuhan berlebihan rambut yang abnormal. Hirsutisme biasanya terdapat pada bibir atas, daerah janggut, dan sisi rahang. Umumnya hirsutisme terjadi pada wanita yang merupakan salah satu tanda virilisme yang meliputi pembesaran klitoris, pola rambut laki – laki pada kulit kepala dan pubes, akne, suara menjadi kasar, dan atropi payudara. 1.1.6 Pengobatan Alopesia Berbagai macam obat untuk pengobatan alopesia telah diteliti. Obat modern terbagi atas beberapa kelompok berdasarkan perbedaan mekanisme kerja, walupun pada umumnya mekanisme karja obat untuk alopesia belum diketahui secara pasti. Beberapa obat untuk alopesia tersedia dalam bentuk topikal dan sebagian dapat dikonsumsi secara oral. a. Minoxidil Minoxidil adalah derivat piperidinopirimidin yang merupakan vasodilator untuk pengobatan hipertensi. Minoxidil digunakan secara topikal untuk mengembalikan pertumbuhan rambut pada alopesia areata, alopesia totalis, alopesia universal, dan alopesia androgenetik. Terapi topikal minoxidil efektif untuk menstimulasi pertumbuhan kembali rambut pada bagian verteks kepala. Mekanisme kerjanya belum diketahui, namun diduga dapat memperbaiki ukuran diameter dan proliferasi folikel rambut, memperpanjang durasi fase anagen, vasodilator untuk meningkatkan aliran darah ke folikel rambut, dan juga menurunkan produksi sel T, sehingga pertumbuhan rambut dapat kembali normal. Minoxidil dapat digunakan baik oleh pria maupun wanita. Dosis topikal yang digunakan adalah larutan 5% atau 2% setiap hari selama dua sampai empat bulan. Bila penggunaan dihentikan, maka rambut yang baru tumbuh akan gugur kembali. Efek samping yang ditimbulkan akibat penggunaan minoxidil secara topikal adalah alergi pada kulit, sakit kepala, vertigo, lemas, dan edema (McEvoy, 1999).

b. Finasterid Finasterid digunakan secara oral untuk menstimulasi pertumbuhan rambut pada pria yang mengalami alopecia androgenetik. Mekanisme kerjanya menekan kerja enzim 5α-reduktase tipe II yang mengubah testosteron menjadi bentuk aktifnya dihidrotestosteron (DHT). Produksi DHT yang berlebih dapat menyebabkan kebotakan. Dosis oral yang digunakan adalah 1 mg/hari selama 3 bulan atau lebih tergantung kebutuhan pemakaian. Finasterid hanya efektif digunakan oleh penderita alopesia androgenetik yang disebabkan oleh gangguan sistem hormonal. Finasterid tidak boleh digunakan pada wanita dan anak – anak, karena dapat menyebabkan keracunan pada wanita selain itu juga pada wanita hamil dapat menyebabkan abnormalitas pada organ genital eksternal janin laki – laki yang dikandung (McEvoy, 1999). c. Iritan non spesifik Senyawa iritan yang telah diuji secara klinis untuk pengobatan AA adalah ditranol. Ditranol merupakan senyawa antron yang mempunyai efek terhadap psoriasis. Mekanisme kerja ditranol terhadap pengobatan AA belum diketahui, namun berdasarkan penelitian ditranol memberikan respon positif pada 25% penderita AA. d. Inhibitor sistem imunitas Salah satu penyebab timbulnya AA adalah diproduksinya sistem imun yang berlebihan, sehingga menyebabkan terjadinya autoimunitas yang memicu terjadinya kerontokan rambut. Kortikosteroid merupakan obat imunosupresor dengan mekanisme kerja menghambat produksi interleukin 1, interleukin 2, dan interferon tipe gamma. Terdapat tiga jenis kortikosteroid untuk pengobatan AA yaitu kortikosteroid sistemik, topikal dan intra-lesional. Kortikosteroid sistemik akan mengembalikan pertumbuhan rambut secara normal pada berbagai kasus AA. Kortikosteroid sistemik yang biasa digunakan adalah kortison. Rambut akan mengalami repigmentasi dan penebalan batang rambut. Untuk mengurangi efek yang berbahaya dari penggunaan kortikosteroid sistemik, maka digunakan kombinasi dengan kortikosteroid topikal dan intra-lesional. Kortikosteroid topikal yang digunakan adalah fluosinolon dan halsinonid. Kortikosteroid intra-lesional telah terbukti lebih efektif dalam meningkatkan pertumbuhan rambut pada penderita AA dan juga dapat meningkatkan pertumbuhan rambut alis bagi penderita alopecia totalis. Atropi merupakan komplikasi yang dapat terjadi pada penggunaan kortikosteroid intralesional dan biasanya terjadi pada daerah injeksi (Rook and Dawber, 1991).

1.2 Uji Iritasi Iritasi kulit adalah inflamasi lokal yang tidak dimediasi oleh limfosit dan antibodi atau proses yang tidak melibatkan sistem imun. Penggunaan sediaan pada kulit dapat merusak jaringan secara langsung dan menghasilkan kerusakan kulit termasuk nekrosis pada tempat dimana sediaan digunakan. Oleh karena itu, sediaan sebelum digunakan pada kulit harus ditentukan terlebih dahulu keamanannya pada kulit dengan melakukan uji iritasi. Uji iritasi merupakan salah satu bagian dari uji toksisitas zat. Faktor – faktor yang mempengaruhi toksisitas zat meliputi sifat fisikokimia zat, jumlah zat yang diberikan atau jumlah zat yang diserap, rute pemberian zat, frekuensi pemberian zat yaitu dosis tunggal atau dosis berulang, dan waktu yang dibutuhkan untuk menimbulkan kerusakan. Uji iritasi meliputi 3 aspek, antara lain penetapan indeks iritasi primer, penetapan iritasi okular, dan uji agresi pada permukaan kulit dengan pemberian berulang (Ditjen POM, 1986). Penetapan indeks iritasi primer dilakukan untuk menentukan kemampuan iritasi dari suatu bahan setelah pemberian hanya satu kali. Penetapan iritasi okular digunakan untuk menentukan secara objektif derajat iritasi okular yang disebabkan oleh zat, bahan atau sediaan bila zat, bahan, atau sediaan tersebut ditempatkan di mata. Uji agregasi pada permukaan kulit dengan pemberian berulang digunakan untuk menentukan efek terhadap kulit setelah pemberian zat, bahan, atau sediaan setiap hari selama 90 hari (Ditjen POM, 1986). Iritan adalah bahan yang menyebabkan radang atau iritasi. Iritan diklasifikasikan menjadi iritan primer dan iritan sekunder. Iritan primer adalah zat atau bahan yang dapat menimbulkan reaksi kulit segera setelah bahan kontak dengan kulit sedangkan iritan sekunder adalah zat atau bahan yang baru dapat menimbulkan reaksi kulit beberapa jam setelah bahan kontak dengan kulit. Iritasi kulit merupakan gejala awal dari triple respone yaitu dilatasi pembuluh vena yang menyebabkan pemerahan kulit

(eritema),

pembengkakan (edema) dan dilatasi pembuluh arteri yang menyebabkan inflamasi (Harry, 1957).

1.3 Tinjauan Botani Allium Schoenoprasum L. Allium schoenoprasum L. mempunyai sinonim Allium tenuifolium Salibs. Di Indonesia dikenal dengan nama kucai sedangkan nama daerahnya di Palembang dikenal dengan nama

ganda isi, di Jawa Tengah dikenal dengan nama langkio atau lokio, di Sunda dikenal dengan nama longkio. Tumbuhan ini secara tradisional daunnya digunakan sebagai 1

penyubur rambut. Daun kucai juga memiliki aktivitas sebagai antioksidan . Cara penggunaan sebagai penyubur rambut yaitu dengan menumbuknya dengan air sampai lembut, kemudian dioleskan pada kepala. Daun kucai mengandung vitamin C, karoten, klorofil A dan B, sulfur, nitrat, dan nitrit (Kasahara, 1995). Ada 2 konstituen sulfur yang terkandung dalam daun kucai yaitu metil pentil disulfida dan pentil hidrodisulfida (Hiromu Kameoka et al.,1983). Allium Schoenoprasum L. merupakan herba dengan tinggi 15–50 cm. Umbinya kecil, bulat telur hingga lonjong, berwarna putih diselimuti oleh kulit membran, umbi berimpit dalam jumlah banyak, panjang 1-3 cm, diameter 0,5-1,5 cm. Daunnya seperti rumput berwarna hijau, berlubang (berongga) dengan bentuk silindris atau semisilindris, mengkilap, panjang 10-40 cm, tebal 0,1-0,15 cm. Di daerah Jawa tanaman ini tidak pernah berbunga. Kucai termasuk

ke

dalam

divisi

Spermatophyta,

anak

divisi

Angiospermae,

kelas

Monocotyledonae, anak kelas Liliidae, bangsa Liliales, suku Liliaceae, marga Allium, dan jenis Allium Schoenoprasum L.

1.4 Tonik Rambut (Hair Tonic) Sediaan perangsang pertumbuhan rambut (hair tonic) adalah sediaan kosmetik yang digunakan untuk melebatkan pertumbuhan rambut atau merangsang pertumbuhan rambut pada kebotakan dan rambut rontok (Ditjen POM, 1985). Efek terapeutik dari tonik rambut meliputi pengobatan terhadap alopesia areata, alopesia androgenetik, menghilangkan ketombe, jamur dan bakteri yang tumbuh. Tonik ideal harus mempunyai komponen iritan untuk meningkatkan suplai darah ke papila dermal dan menstimulasi mekanisme suplai ke kulit kepala, vitamin atau asam amino yang dibutuhkan untuk biosintesis keratin, antiseptikum untuk mengontrol mikroorganisme dan kondisi lainnya yang dapat mengganggu pertumbuhan rambut (Harry, 1957). Bahan utama yang terdapat dalam sediaan tonik rambut ada dua, yaitu zat pelarut dan zat khasiat. Zat pelarut yang umum digunakan untuk sediaan bentuk larutan adalah air, alkohol dan gliserin. Kadar alkohol yang digunakan hendaknya serendah mungkin karena kadar 1

http://direct.bl.uk/ (9 Agustus 2007)

alkohol yang tinggi dapat melarutkan kompleks protein-asam lemak rambut, sehingga dapat menyebabkan terputusnya struktur protein (Ditjen POM, 1985). Zat khasiat yang digunakan untuk sediaan tonik rambut mempunyai efek antara lain, membersihkan, menghilangkan atau mencegah ketombe, memperbaiki sirkulasi darah kulit kepala, memperbaiki dan memulihkan sekresi kelenjar sebum, dan merangsang pertumbuhan

rambut

(Ditjen

POM,

1985).

Berdasarkan

efeknya,

zat

khasiat

diklasifikasikan menjadi : a. Kounteriritan Penggunaan kounteriritan dalam sediaan perangsang pertumbuhan rambut didasarkan atas azas bahwa, tubuh akan selalu berupaya dalam perlindungan dirinya untuk menghilangkan iritasi yang ditimbulkan oleh keaktifan kounteriritan dengan meningkatkan aktivitas faalnya pada jaringan yang teriritasi. Akibatnya sirkulasi darah pada daerah tersebut lancar, metabolisme menjadi lebih aktif, dan pembelahan sel dipercepat. Keaktifan kounteriritan yang diharapkan pada sediaan perangsang pertumbuhan rambut adalah keaktifan ringan, terutama dibatasi hingga efek hipertermia dan hiperplasia, hanya melecetkan sel epidermis. Kounteriritan yang lazim digunakan meliputi asam format, asam salisilat, histamin, kapsikum (tingtur cabe), kinina HCl, pirogalol dan resorsin. b. Vasodilator Vasodilator dapat melebarkan pembuluh darah, sehingga aliran darah meningkat dan faal tubuh menjadi lebih aktif, metabolisme meningkat dan pembelahan sel dapat dipercepat. Azas ini diharapkan akan terjadi jika vasodilator digunakan topikal pada kulit kepala, sehingga merangsang pertumbuhan rambut. Sediaan yang mengandung vasodilator tidak termasuk sediaan kosmetika. Vasodilator yang umum digunakan adalah pilokarpina. c. Stimulan kelenjar sebum Zat alam maupun zat sintetik, dengan aneka jenis dan efek farmakologi dalam kosmetika dinyatakan sebagai zat yang dapat mempengaruhi sekresi kelenjar sebum, dapat digunakan untuk merangsang pertumbuhan rambut. Kelompok zat ini meliputi asam salisilat, belerang, etanol, garam kinina, garam pilokarpina, kolesterol, lesitin, metil linoleat, resorsin, resorsin asetat, tingtur jaborandus, dan tingtur kina.

d. Zat kondisioner rambut Manfaat zat ini untuk memperbaiki kondisi rambut, merangsang pertumbuhan rambut, dan mencegah kerontokan rambut. Kelompok zat ini meliputi alantoin, asam

pantotenat,

azulen, biotin, kamomil, konfrei, minyak cambah, pantotenol, polipeptida, vitamin E, dan vitamin F. Vitamin F adalah campuran berbagai jenis asam poli tak jenuh, terutama asam linoleat, asam linolenat, dan asam arakidonat. e. Hormon Hormon kelamin dapat mempengaruhi aktivitas kelenjar sebum dan keratinisasi. Hormon pria akan merangsang kreatinisasi dan aktivitas kelenjar sebum, sedangkan hormon wanita (estrogen) menunjukkan efek menghambat. Hormon yang digunakan dalam sediaan perangsang pertumbuhan rambut, antara lain estradiol, stilbestrol, dan heksestrol. Namun di Indonesia penggunaan hormon dalam sediaan kosmetik dilarang. f. Antiseptik Antiseptik yang lazim digunakan dalam sediaan perangsang rambut adalah derivat fenol dan senyawa amonium kuarterner. Fenol sendiri tidak pernah digunakan karena terlalu toksik dan iritasi. Derivat fenol yang lazim digunakan meliputi p-amil fenol, asam salisilat, o-fenil fenol, o-kloro-o-fenil fenol, p-kloro-m-kresol, p-kloro-m-ksilenol, dan klorotimol. Senyawa amonium kuartener umumnya lebih baik dibandingkan derivat fenol, karena spektrum aktivitasnya lebih luas meliputi bakteri dan jamur. Senyawa amonium kuartener yang lazim digunakan meliputi alkildimetilbenzilamonium klorida, laurilisokuinolinium bromida, setilpiridinium klorida, setiltrimetilamonium bromida. Umumnya, antiseptik digunakan dengan batas kadar maksimum kurang dari 1%. 1.3.1 Preformulasi Bahan Pembantu Bahan pembantu pembuatan tonik rambut antara lain etanol, gliserin, propilenglikol, dan klorokresol. a. Etanol (C2H5OH) Etanol memiliki nama lain etil alkohol atau etil hidroksida. Merupakan cairan bening yang mudah menguap pada suhu rendah, jernih, memiliki bau yang khas, menyebabkan rasa terbakar pada lidah, dan mudah terbakar. Etanol dapat bercampur dengan gliserin dan air. Etanol dapat digunakan sebagai pelarut, antimikroba pada konsentrasi ≥ 10%, desinfektan pada konsentrasi 60-90% dan peningkat penetrasi. Larutan etanol inkompatibel dengan

wadah aluminium dan dapat berinteraksi dengan beberapa obat. Pada suasana asam, larutan etanol dapat bereaksi dengan zat pengoksidasi. Sediaan topikal yang menggunakan etanol lebih dari 50% dapat menimbulkan iritasi pada kulit. Penyimpanan sebaiknya pada wadah kedap udara, di tempat yang sejuk, dan jauh dari nyala api (Wade, 2003). b. Gliserin Gliserin memiliki nama lain gliserol atau gliserolum, merupakan cairan jernih kental, tak berbau dengan rasa manis 0,6 kali sukrosa dan dapat menyerap air. Gliserin dapat bercampur dengan etanol dan air, dan tidak larut dalam minyak. Gliserin biasa digunakan sebagai pengawet antimikroba pada konsentrasi ≤ 20%, pelembut ( konsentrasi 2–5%), humektan, pemanis, dan pelarut. Gliserin bersifat higroskopis, dapat mengalami dekomposisi dengan pemanasan. Campuran gliserin dengan air, etanol dan propilenglikol stabil secara kimiawi. Dapat terjadi diskolorisasi hitam dengan adanya cahaya dan kontak dengan seng oksida serta bismut nitrat. Sebaiknya disimpan di wadah kedap udara dan pada tempat sejuk (Wade, 2003). c. Propilenglikol Propilen glikol memiliki nama lain propilenglikolum, merupakan cairan jernih kental, tidak berwarna dan memiliki rasa manis. Propilenglikol dapat bercampur dengan aseton, etanol, gliserin dan air. Propilenglikol biasa digunakan sebagai pelarut (pada konsentrasi 5-80 % untuk sediaan topikal), humektan dan pengawet pada konsentrasi 15-30 %. Propilenglikol bersifat higroskopis, dan sebaiknya disimpan pada tempat tertutup, sejuk, dan terlindung dari cahaya. Pada temperatur yang tinggi dan dalam keadaan terbuka, propilenglikol dapat teroksidasi. d. Klorokresol Klorokresol merupakan kristal tidak berwarna. Klorokresol biasa digunakan sebagai antimikroba dalam sediaan kosmetik dan sediaan farmasi. Konsentrasi klorokresol yang dianjurkan digunakan dalam sediaan kosmetik adalah 0,1–0,2%. Klorokresol efektif melawan bakteri gram positif, bakteri gram negatif, spora, jamur dan ragi. Aktivitas klorokresol lebih aktif pada pH asam dan tidak aktif pada pH diatas 9. Klorokresol akan terdekomposisi jika terjadi kontak dengan basa kuat. Pada konsentrasi yang tinggi klorokresol dapat berfungsi sebagai desinfektan.

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF