Analisis Faktor Risiko Penyakit Hipertensi Pada Masyarakat Di Kecamatan Kemuning Kota Palembang Tahun 2012

March 9, 2017 | Author: Novita Ningtyas | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Faktor risiko hipertensi...

Description

ANALISIS FAKTOR RISIKO PENYAKIT HIPERTENSI PADA MASYARAKAT DI KECAMATAN KEMUNING KOTA PALEMBANG TAHUN 2012

RISET PEMBINAAN TENAGA KESEHATAN

OLEH : PENELITI UTAMA PENELITI I PENELITI II

: ZURAIDAH, SKM, MKM : MAKSUK, SKM, M.Kes : NADI APRILIADI, S.Sos, M.Kes

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN PALEMBANG PRODI KEPERAWATAN LUBUKLINGGAU PALEMBANG 2012

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Keberhasilan upaya pembangunan kesehatan dapat diukur dengan menurunnya angka kesakitan, angka kematian ibu dan bayi, serta meningkatnya Umur Harapan Hidup (UHH). Pada tahun 1983 UHH penduduk Indonesia sebesar 58 tahun dan tahun 1988 meningkat menjadi 63 tahun. Proporsi penduduk Indonesia umur 55 tahun ke atas pada tahun 1980 sebesar 7,7% dari seluruh populasi, pada tahun 2000 meningkat menjadi 9,37% dan diperkirakan tahun 2010 proporsi tersebut akan meningkat menjadi 12%, serta UHH meningkat menjadi 65-70 tahun. Peningkatan UHH akan menambah jumlah lanjut usia (lansia) yang akan berdampak pada pergeseran pola penyakit di masyarakat dari penyakit infeksi ke penyakit degenerasi. Prevalensi penyakit menular mengalami penurunan, sedangkan Penyakit Tidak Menular (PTM) seperti hipertensi cenderung mengalami peningkatan. Penyakit hipertensi merupakan penyakit yang mendapat perhatian dari semua kalangan masyarakat, mengingat dampak yang ditimbulkannya baik jangka

pendek

maupun

jangka

panjang

sehingga

membutuhkan

penanggulangan jangka panjang yang menyeluruh dan terpadu. Penyakit Hipertensi menimbulkan angka morbiditas (kesakitan) dan mortalitasnya (kematian) yang tinggi. Dari berbagai penelitian epidemiologis yang 2

dilakukan di Indonesia menunjukkan 1,8 – 28,6% penduduk yang berusia di atas 20 tahun adalah penderita hipertensi. Di seluruh dunia, hipertensi merupakan masalah yang besar dan serius. Di samping karena prevalensinya yang tinggi dan cenderung meningkat di masa yang akan datang, juga karena tingkat keganasan penyakit yang diakibatkan sangat tinggi seperti penyakit jantung, stroke, gagal ginjal dan lain-lain, juga menimbulkan kecacatan dan kematian mendadak. Kehadiran hipertensi pada kelompok dewasa muda, sangat membebani perekonomian keluarga, karena biaya pengobatan yang mahal dan membutuhkan waktu yang panjang, bahkan seumur hidup. Hipertensi diperkirakan menjadi penyebab kematian sekitar 7,1 juta orang di seluruh dunia atau sekitar 13 % dari total kematian. Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan penyebab meningkatnya resiko penyakit stroke, jantung, dan ginjal. Pada abad 20, penyakit jantung dan pembuluh darah menjadi penyebab utama kematian di negara maju dan negara berkembang. Menurut data Lancet (2008), jumlah penderita hipertensi diseluruh dunia terus meningkat. Di India misalnya jumlah penderita hipertensi mencapai 60,4 juta orang pada tahun 2002 dan diperkirakan 107,3 juta orang pada tahun 2025. Di Cina sebanyak 98,5 juta orang mengalami hipertensi dan menjadi 151,7 juta orang pada tahun 2025. Di bagian Asia tercatat 38,4 juta penderita hipertensi pada tahun 2000 dan diprediksi akan menjadi 67,4 juta orang pada tahun 2025.

3

Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga tahun 2007 menunjukkan Prevalensi penyakit hipertensi di Indonesia cukup tinggi, yaitu 8,3% per 1.000 anggota rumah tangga. Pada umumnya lebih banyak pria menderita hipertensi dibandingkan dengan perempuan. Menurut Muhammadun AS 2010 wanita pada usia 50 tahun mempunyai resiko hipertensi lebih besar dibandingkan laki-laki pada usia yang sama, dan wanita pada usia dibawah 50 tahun memiliki resiko lebih kecil dibandingkan dengan` laki-laki pada usia yang sama. Riset Kesehatan Dasar ( Riskesdas ) tahun 2007 sebagaimana dipublikasikan oleh Kementerian Kesehatan menunjukkan bahwa prevalensi hipertensi di Indonesia berdasarkan pengukuran tekanan darah sangat tinggi, yaitu 31,7 persen dari total penduduk dewasa atau satu di antara 3 penduduk memiliki hipertensi. Berdasarkan data Riskesdas maka hipertensi (12,3 %) adalah penyebab kematian penyakit tidak menular kedua terbanyak setelah stroke ( 26,9% ). Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi dibagi dalam dua kelompok besar yaitu faktor yang melekat atau tidak dapat diubah seperti jenis kelamin, umur, genetik dan faktor yang dapat diubah seperti pola makan, kebiasaan olah raga dan lain-lain. Untuk terjadinya hipertensi perlu peran faktor risiko tersebut secara bersama-sama (common underlying risk factor), dengan kata lain satu faktor risiko saja belum cukup menyebabkan timbulnya hipertensi. Saat ini terdapat kecenderungan pada masyarakat perkotaan lebih banyak menderita hipertensi dibandingkan masyarakat pedesaan. Hal ini 4

antara lain dihubungkan dengan adanya gaya hidup masyarakat kota yang berhubungan dengan risiko hipertensi seperti stress, obesitas (kegemukan), kurangnya olah raga, merokok, alkohol, dan makan makanan yang tinggi kadar lemaknya. Perubahan gaya hidup seperti perubahan pola makan menjurus kesajian siap santap yang mengandung banyak lemak, protein, dan garam tinggi tetapi rendah serat pangan, membawa konsekuensi sebagai salah satu faktor berkembangnya penyakit degeneratif seperti hipertensi. Penyakit Hipertensi merupakan penyakit tidak menular (PTM) yang menduduki peringkat pertama terbanyak di propinsi Sumatera Selatan. Prevalensi penderita Hipertensi pada tahun 2007 adalah 0.49% kasus, ditahun 2008 tercatat sebanyak 0.55% kasus, dan ditahun 2009 tercatat sebanyak 0.53% kasus hipertensi. Diiringi Penyakit Jantung 0,30% kasus, Diabetes Melitus 0,28% kasus. (Dinkes Sum-Sel, 2010 ). Menurut data Dinas Kesehatan Kota Palembang penderita hipertensi dengan proporsi penderita hipertensi pada tahun 2008 berjumlah 17.278, tahun 2009 penderita hipertensi berjumlah 20.994, tahun 2010 penderita hipertensi berjumlah 21.616 dan tahun 2011 sebanyak 352 kasus baru. (Dinkes Kota Palembang, 2012). Berdasarkan data dari Puskesmas Sekip sampai dengan bulan Juli tahun 2012 terdapat 100 kasus baru yang datang berobat ke puskesmas, sedangkan data mengenai penyakti Hipertensi di Kecamatan Kemuning Kota Palembang belum diketahui secara pasti.

5

Dari data diatas diketahui bahwa penyakit Hipertensi di Kota Palembang adalah masih merupakan penyakit yang menjadi masalah kesehatan masyarakat, oleh kerena itu sangatlah penting untuk mendeteksi faktor resiko yang berhungan dengan kejadian hipertensi.

1.2 Rumusan Masalah Bertitik tolak dari data pada latar belakang masalah dan belum diketahuinya faktor risiko penyakit Hipertensi di Kecamatan Kemuning Palembang, maka peneliti tertarik untuk mengetahui apakah ada hubungan antara faktor risiko hipertensi dengan kejadian hipertensi di wilayah Kecamatan Kemuning Kota Palembang.

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan faktor resiko penyakit hipertensi

dengan kejadian hipertensi di

Kecamatan

Kemuning Kota Palembang.

1.3.2 Tujuan Khusus a. Diketahuinya

distribusi

frekuensi

penyakit

hipertensi

di

Kecamatan Kemuning Kota Palembang. b. Diketahuinya distribusi frekuensi karakteristik responden

yang

tidak dapat dimodifikasi (umur, jenis kelamin, pekerjaan, riwayat

6

keluarga yang hipertensi) di

Kecamatan Kemuning

Kota

Palembang. c. Diketahuinya distribusi frekuensi

faktor risiko hipertensi yang

dapat dimodifikasi (kebiasaan merokok, kebiasaan makanmakanan asin, kebiasaan makan/minum manis, aktivitas fisik, Indeks Masa Tubuh, kebiasaan mengkonsumsi lemak, kebiasaan mengkonsumsi minuman beralkohol, stres di

Kecamatan

Kemuning Kota Palembang. d. Diketahuinya hubungan karakteristik responden yang tidak dapat dimodifikasi (umur, jenis kelamin, pekerjaan, riwayat keluarga yang hipertensi) dengan kejadian hipertensi di

Kecamatan

Kemuning Kota Palembang. e. Diketahuinya hubungan faktor risiko hipertensi yang dapat dimodifikasi makan/minum

(kebiasaan manis,

makanaktivitas

kebiasaan mengkonsumsi

makanan fisik,

asin,

Indeks

kebiasaan

Masa

Tubuh,

lemak, kebiasaan mengkonsumsi

minuman beralkohol, stres, di

Kecamatan Kemuning

Kota

Palembang. f.

Diketahuinya faktor yang paling dominan mempengaruhi risiko Hipertensi di Kecamatan Kemuning Kota Palembang.

7

1.4 Manfaat Penelitian 1. Bagi Pemerintah Daerah atau instansi terkait dapat dipergunakan sebagai informasi untuk menentukan kebijakan – kebijakan di masa yang akan datang. 2. Bagi

peneliti

merupakan

pengalaman

berharga

untuk

mengembangkan riset tenaga kesehatan mengenai faktor risiko Penyakit Tidak Menular khususnya penyakit Hipertensi. 3. Dapat dijadikan informasi dan acuan tambahan bagi peneliti selanjutnya yang berhubungan dengan masalah faktor resiko penyakit Hipertensi.

8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kerangka Teori Bagab 2.1 Kerangka Faktor Risiko Penyebab Hipertensi dari beberapa teori 1. Faktor Ketiurunan 2. Ciri Perseorangan : Jenis kelamin, umur, ras 3. Kebiasaan hidup : konsumsi garam tinggi, kegemukan atau makan berlebihan, stres atau ketegangan jiwa. 4. Pengaruh lain : merokok, minum alkohol, minum obat – obatan. (Lanny, G , 2001)

1. Stres 2. Konsumsi garam berlebihan dalam makanan 3. Menjadi kaku dan menebalnya dinding arteri dan arreriola 4. Obesitas (Savitri, R , 2007)

1. Stres 2. Penyakit akut (pada ginjal, komplikasi kehamilan dan gangguan metabolisme serta saraf) 3. Obat – obatan (kontrasepsi oral) 4. Usia (Hans, PW , 2008)

1. 2. 3. 4. 5.

Kejadian Hipertensi

Usia semakin tua Stres dan tekanan mental Makanan yang berlebihan Merokok Konsumsi garam (Muhammadun, 2010)

9

2.2 Definisi Hipertensi Hipertensi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami peningkatan tekanan darah diatas normal yang mengakibatkan peningkatan angka kesakitan (morbiditas) dan angka kematian (mortalitas). Penulisan tekanan darah (contoh : 130/85 mmHg) didasarkan pada dua fase dalam setiap denyut jantung. 1. Sistolik (nilai yang lebih tinggi: 130) menunjukkan fase darah yang sedang dipompa oleh jantung. 2. Diastolik (nilai yang lebih rendah: 85) menunjukkan fase darah yang kembali ke jantung. Kriteria hipertensi yang lazim dipakai adalah kriteria JNC7 (the Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure). Komite ini merupakan bagian dari National Heart, Lung, and Blood Institute, Departemen Kesehatan Amerika Serikat. JNC 7 ini merupakan kriteria JNC terbaru yang diterbitkan

tahun

2003

yang

bertujuan

untuk

memberikan

sebuah

pendekatan berbasis bukti (evidence-based Approach) pada pencegahan dan manajemen hipertensi .

10

Kriteria JNC7 (usia 18 tahun ke atas)

SBP = systolic blood pressure DBP = diastolic blood pressure. Menurut WHO batas tekanan darah yang masih dianggap normal adalah kurang dari 130/85 mmHg. Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibedakan menjadi dua bagian : 1. Hipertensi essensial/primer. Jenis hipertensi yang penyebabnya masih belum dapat diketahui. Sekitar 90% penderita hipertensi menderita jenis hipertensi ini.Oleh karena itu, penelitian dan pengobatan lebih banyak ditujukan bagi penderita hipertens hipertensi essensial ini. 2. Hipertensi sekunder. Jenis hipertensi yang penyebabnya dapat diketahui, antara lain kelainan pada pembuluh darah ginjal, gangguan kelenjar tiroid, atau penyakit kelenjar adrenal.

2.3 Faktor Risiko dan Gejala Klinis Hipertensi Faktor risiko terjadinya hipertensi, adalah antara lain: 1. Obesitas (kegemukan). (kegemukan). Merupakan ciri khas penderita hipertensi. Walaupun belum diketahui secara pasti hubungan antara hipertensi dan obesitas, namun terbukti bahwa daya pompa jantung dan sirkulasi

11

volume darah penderita obesitas dengan hipertensi lebih tinggi daripada penderita hipertensi dengan berat badan normal. Obesitas atau kegemukan di mana berat badan mencapai indeks massa tubuh > 27 (berat badan (kg) dibagi kuadrat tinggi badan (m)) juga merupakan salah satu faktor risiko terhadap timbulnya hipertensi. Obesitas merupakan ciri dari populasi penderita hipertensi. Curah jantung dan sirkulasi volume darah penderita hipertensi yang obesitas lebih tinggi dari penderita hipertensi yang tidak obesitas. Pada obesitas tahanan perifer berkurang atau normal, sedangkan aktivitas saraf simpatis meninggi dengan aktivitas renin plasma yang rendah. Obesitas diartikan sebagai suatu keadaan dimana terjadi penimbunan lemak yang berlebihan di jaringan lemak tubuh, dan dapat mengakibatkan terjadinya beberapa penyakit. Parameter yang umum digunakan untuk menentukan keadaan tersebut adalah indeks massa tubuh seseorang 25-29,9 kg/m2. Obesitas terutama tipe sentral/ abdominal sering dihubungkan dengan beberapa keadaan seperti diabetes melitus, hiperlipidemia, penyakit jantung, hipertensi, penyakit hepatobiliar dan peningkatan resiko mortalitas dan morbiditas. Swedish Obese Study (1999) mendapatkan kejadian hipertensi pada 13,6% populasi obesitas sedangkan Tromo study membuktikan adanya hubungan antara peningkatan indeks massa dengan peningkatan tekanan darah baik pada laki-laki dan wanita. Peningkatan risiko ini juga seiring dengan peningkatan waist -

hip- ratio (WHR) dan waist circumference dimana dikatakan risiko 12

tinggi bila memiliki WHR > 0,95 untuk laki-laki dan > 0,85 untuk wanita, serta waist circumference > 102 cm untuk laki-laki dan > 88 cm untuk wanita. Laki-laki memiliki resiko angka kejadian penyakit kardiovaskular yang lebih tinggi dibanding wanita, karena obesitas tipe sentral ini lebih banyak terjadi pada laki-laki dibanding wanita. Hal ini disebabkan adanya perbedaan distribusi lemak tubuh antara laki-laki dan wanita. Pada laki-laki distribusi lemak tubuh terutama pada daerah abdomen sedangkan wanita lebih banyak pada daerah gluteal dan femoral. Meskipun telah banyak penelitian yang dilakukan, akan tetapi patogenesis hipertensi pada obesitas masih belum jelas benar. Beberapa

ahli

berpendapat

peranan

faktor

genetik

sangat

menentukan kejadian hipertensi pada obesitas, tetapi yang lainnya berpendapat bahwa faktor lingkungan mempunyai peranan yang lebih utama. Hal ini dapat dilihat dari terjadinya peningkatan prevalensi obesitas dari tahun ke tahun tanpa adanya perubahan genetik, selain itu pada beberapa populasi/ ras dengan genetik yang sama mempunyai

angka

prevalensi

yang

sangat

berbeda.

Mereka

berkesimpulan walaupun faktor genetik berperan tetapi faktor lingkungan mempunyai andil yang besar. Saat ini dugaan yang mendasari timbulnya hipertensi pada obesitas adalah peningkatan volume plasma dan peningkatan curah jantung yang terjadi pada obesitas berhubungan dengan hiperinsulinemia, resistensi insulin dan

sleep apnea syndrome, akan tetapi pada tahun-tahun terakhir ini 13

terjadi pergeseran konsep, dimana diduga terjadi perubahan neurohormonal yang mendasari kelainan ini. Hal ini mungkin disebabkan karena kemajuan pengertian tentang obesitas yang berkembang pada tahun-tahun terakhir ini dengan ditemukannya leptin. Perubahan berat badan juga merupakan salah satu faktor penting pada survival rate penderita hipertensi. Perubahan berat badan merupakan sebanyak 5 kg (meningkat ataupun menurun) pada kurun waktu 10-15 tahun akan meningkatkan angka mortalitas sebesar 1,5 2 kali lebih tinggi. Pada satu studi prospektif- epidemiologi didapatkan angka mortalitas penyakit kardiovaskular lebih rendah pada populasi dengan berat badan yang stabil selama kurun waktu tertentu. Pada obesitas biasanya sering didapatkan adanya fluktuasi peningkatan dan penurunan berat badan secara periodik ini akan meningkatkan resiko mortalitas pada obesitas. 2. Stres. Diduga melalui aktivasi saraf simpatis (saraf yang bekerja pada saat

kita

beraktifitas).

Peningkatan

aktivitas

saraf

simpatis

mengakibatkan meningkatnya tekanan darah secara intermitten (tidak menentu). Hubungan antara stress dengan hipertensi diduga melalui aktivitas saraf simpatis, yang dapat meningkatkan tekanan darah secara bertahap. Apabila stress menjadi berkepanjangan dapat berakibat tekanan darah menjadi tetap tinggi. Arieska Ann Soenarta, 2008 menyatakan bahwa stres akan meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer dan curah jantung. Sehingga akan menstimulasi aktifitas 14

saraf simpatetik. Adapun stress ini dapat berhubungan dengan pekerjaan, kelas sosial, ekonomi, dan karakteristik personal. 3. Faktor keturunan (genetik). Apabila riwayat hipertensi didapati pada kedua orang tua, maka dugaan hipertensi essensial akan sangat besar. Demikian pula dengan kembar monozigot (satu sel telur) apabila salah satunya adalah penderita hipertensi. Peran faktor genetik terhadap timbulnya hipertensi terbukti dengan ditemukannya kejadian bahwa hipertensi lebih banyak pada pada kembar monozigot (satu sel telur) daripada heterozigot (berbeda sel telur). Seorang penderita yang mempunyai sifat genetik hipertensi primer (esensial) apabila dibiarkan secara alamiah tanpa intervensi terapi, bersama lingkungannya akan menyebabkan hipertensinya berkembang dan dalam waktu sekitar 30-50 tahun akan timbul tanda dan gejala hipertensi dengan kemungkinan komplikasinya. Orang-orang dengan riwayat keluarga yang mempunyai penyakit tidak menular lebih sering menderita penyakit yang sama. Jika ada riwayat keluarga dekat yang mempunyai faktor keturunan hipertensi, akan mempertinggi risiko terkena hipertensi pada keturunannya. Keluarga yang memiliki riwayat hipertensi akan meningkatkan risiko hipertensi sebesar 4 kali lipat. Dari data statistik terbukti bahwa seseorang memiliki kemungkinan lebih besar mendapatkan penyakit tidak menular jika orang tuanya penderita PTM. Jika seorang dari orang tua menderita PTM, maka dimungkinkan sepanjang hidup keturunannya mempunyai peluang 25% terserang penyakit tersebut. Jika kedua orang tua mempunyai 15

penyakit tidak menular maka kemungkunan mendapatkan penyakit tersebut sebesar 60%. 4. Jenis Kelamin (gender). Pria lebih banyak mengalami kemungkinan menderita hipertensi daripada wanita. Hipertensi berdasarkan gender ini dapat pula dipengaruhi oleh faktor psikologis. Pada wanita seringkali dipicu oleh perilaku tidak sehat (merokok, kelebihan berat badan), depresi, dan rendahnya status pekerjaan. Sedangkan pada pria lebih berhubungan dengan pekerjaan, seperti perasaan kurang nyaman terhadap pekerjaan dan pengangguran. Secara

teoritis penyakit hipertensi cenderung lebih tinggi pada

perempuan dibandingkan laki – laki. Hal ini disebabkan karena penyakit

hipertensi

pada

wanita

meningkat

seiring

dengan

bertambahnya usia, beban tugas sebagai ibu rumah tangga apalagi ibu rumah tangga yang bekerja dengan tingkat stres yang tinggi. Hipertensi esensial mulai terjadi seiring bertambahnya umur. Pada populasi umum, pria lebih banyak yang menderita penyakit ini dari pada wanita (39% pria dan 31% wanita). Prevalensi hipertensi primer pada wanita sebesar 22%-39% yang dimulai dari umur 50 sampai lebih dari 80 tahun, sedangkan pada wanita berumur kurang dari 85 tahun prevalensinya sebesar 22% dan meningkat sampai 52% pada wanita berumur lebih dari 85 tahun. (Trenkwalder P et al, 2004). Bila ditinjau perbandingan antara perempuan dan pria, ternyata perempuan lebih banyak menderita hipertensi. Dari laporan Sugiri di Jawa Tengah didapatkan angka prevalensi 6,0% untuk pria dan 16

11,6% untuk perempuan. Prevalensi di Sumatera Barat 18,6% pria dan 17,4% perempuan, sedangkan daerah perkotaan di Jakarta (Petukangan) didapatkan 14,6% pria dan 13,7% perempuan. Faktor jenis kelamin berpengaruh pada terjadinya penyakit tidak menular tertentu, yang banyak dicetuskan oleh hipertensi dimana pria lebih banyak menderita hipertensi dibandingkan wanita dengan rasio sekitar 2,29 mmHg untuk peningkatan darah sistolik. Wanita yang sedang memasuki menopause berpengaruh terhadap terjadinya hipertensi. Di Indonesia terdapat beban ganda dari prevalensi penyakit hipertensi dan penyakit kardiovaskuler lainnya dengan penyakit infeksi dan malnutrisi. Prevalensi hipertensi yang tertinggi adalah pada wanita (25%) dan pria (24%). Rata-rata tekanan darah sistole 127,33 mmHg pada pria Indonesia dan 124,13 mmHg pada wanita Indonesia. Tekanan diastole 78,10 mmHg pada pria dan 78,56 mmHg pada wanita. Arieska Ann Soenarta, 2008 menyatakan bahwa lelaki mempunyai resiko lebih tinggi untuk menderita hipertensi lebih awal. Lelaki juga mempunyai resiko lebih besar terhadap morbiditas dan mortalitas cardiovaskuler. Sedangkan diatas umur 50 tahun, hipertensi lebih banyak terjadi pada perempuan. 5. Usia. Dengan semakin bertambahnya usia, kemungkinan seseorang menderita hipertensi juga semakin besar. Penyakit tidak menular tertentu seperti penyakit kardiovaskular, diabetes mellitus, dan lain17

lain erat kaitannya dengan umur. Semakin tua seseorang maka semakin besar risiko terserang penyakit tersebut. Umur lebih dari 40 tahun mempunyai risiko terkena hipertensi dan penyakit DM. Dengan bertambahnya umur, risiko terkena hipertensi lebih besar sehingga prevalensi dikalangan usia lanjut cukup tinggi yaitu sekitar 40 % dengan kematian sekitar 50 % diatas umur 60 tahun. Arteri kehilangan elastisitas atau kelenturan serta tekanan darah meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Peningkatan kasus hipertensi akan berkembang pada umur lima puluhan dan enampuluhan. Dengan bertambahnya umur, dapat meningkatkan risiko hipertensi. Hipertensi bisa terjadi pada segala usia, namun paling sering dijumpai pada usia 35 tahun atau lebih. Sebenarnya biasa saja bila tekanan darah kita sedikit meningkat dengan bertambahnya umur. Ini sering disebabkan oleh perubahan alami pada jantung, pembuluh darah dan hormon. Hanya saja bila perubahan ini disertai faktor-faktor lain maka bisa memicu terjadinya hipertensi. Muhammadun AS, 2010 menyatakan bahwa wanita pada usia 50 tahun mempunyai resiko hipertensi lebih besar dibandingkan laki-laki pada usia yang sama, dan wanita pada usia dibawah 50 tahun memiliki resiko lebih kecil dibandingkan dengan` laki-laki pada usia yang sama. Arieska Ann Soenarta, 2008 menyatakan bahwa Insidensi hipertensi meningkat seiring dengan pertambahan usia. Seseorang yang berumur diatas 60 tahun, 50 - 60 % diantaranya mempunyai tekanan 18

darah lebih besar atau sama dengan 140/90 mmHg. Hal itu merupakan pengaruh degenerasi yang terjadi sejalan dengan pertambahan usia. 6. Asupan garam. Melalui peningkatan volume plasma (cairan tubuh) dan tekanan darah yang akan diikuti oleh peningkatan ekskresi kelebihan garam sehingga kembali pada keadaan hemodinamik (sistem

perdarahan)

yang

normal.

Pada

hipertensi

essensial

mekanisme inilah yang terganggu. Arieska Ann Soenarta, 2008 menyatakan bahwa Sodium adalah penyebab dari hipertensi esensial, asupan garam yang tinggi akan menyebabkan pengeluaran berlebihan dari hormon natriouretik yang secara tidak langsung akan meningkatkan tekanan darah. Sodium secara eksperimental menunjukkan kemampuan untuk menstimulasi mekanisme vasopressor pada susunan syaraf pusat. Defisiensi potasium akan berimplikasi terhadap terjadinya hipertensi. 7. Gaya hidup yang kurang sehat. Walaupun tidak terlalu jelas hubungannya dengan hipertensi namun kebiasaan merokok, minum minuman beralkohol dan kurang olah raga dapat pula mempengaruhi peningkatan tekanan darah. Marice, S (2010) dalam penelitiannya mengenai hubungan perilaku merokok, konsumsi makanan/minuman dan aktifitas fisik dengan penyakit hipertensi pada responden obes usia dewasa di Indonesia yang menyatakan bahwa responden yang mengkonsumsi makanan asin tidak terbukti ada hubungan mengalami penyakit hipertensi. 19

Mubarok, Khamim (2011), dalam penelitiannya mengenai Studi Prevalensi dan Faktor Risiko Hipertensi Primer pada Nelayan di Pelabuhan Jepara dengan hasil penelitian menunjukka bahwa prevalensi hipertensi primer di Pelabuhan Jepara sebesar 24,5 %. Berdasarkan analisis diketahui ada hubungan antara Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan kejadian hipertensi primer (p = 0,0001), ada hubungan antara kebiasaan merokok dengan kejadian hipertensi primer (p = 0,02). ada hubungan antara tingkat penghasilan dengan kejadian hipertensi primer (p = 0,0001), ada hubungan antara kebiasaan minum-minum berkafein dengan kejadian hipertensi primer (p = 0,0001), ada hubungan konsumsi alkohol dengan kejadian hipertensi primer(p = 0,0001). Secara umum masyarakat sering menghubungkan antara konsumsi garam dengan hipertensi. Garam merupakan hal yang sangat penting pada mekanisme timbulnya hipertensi. Pengaruh asupan garam terhadap hipertensi melalui peningkatan volume plasma (cairan tubuh) dan tekanan darah. Keadaan ini akan diikuti oleh peningkatan ekskresi (pengeluaran) kelebihan garam sehingga kembali pada keadaan hemodinamik (sistem pendarahan) yang normal. Pada hipertensi esensial mekanisme ini terganggu, di samping ada faktor lain yang berpengaruh. Olah raga ternyata juga dihubungkan dengan pengobatan terhadap hipertensi. Melalui olah raga yang isotonik dan teratur (aktivitas fisik aerobik selama 30-45 menit/hari) dapat menurunkan tahanan perifer yang akan menurunkan tekanan darah. 20

Beberapa data – data penelitian telah menemukan beberapa faktor yang sering menyebabkan terjadinya hipertensi (Lany Gunawan, 2001; 1719),antara lain : 1) Faktor keturunan Dari

data statistik

terbukti bahwa seseorang akan memiliki

kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang tuanya adalah penderita hipertensi. 2) Ciri perseorangan Ciri perseorangan yang mempengaruhi hipertensi adalah : a) Umur Umur yang bertambah akan menyebabkan terjadinya tekanan darah/ hipertensi. b) Jenis kelamin Pada

umumnya

lebih

banyak

pria

menderita

hipertensi

dibandingkan dengan perempuan. Pria lebih banyak dari pada wanita usia 50 tahun. Tekanan darah pria umumnya lebih tinggi pada wanita. 3) Kebiasaan hidup a) Konsumsi garam yang tinggi Garam

dapat

meningkatkan

tekanan

darah

karena

mengandung natrium dalam jumlah berlebih.

21

b) Kegemukkan (obesitas) Makanan

yang

mengandung

banyak

lemak

dapat

menyebabkan penimbunan lemak disepanjang pembuluh darah sehingga terjadi penyempitan pada pembuluh darah dan memacu jantung untuk memompa darah lebih kuat, akibat tekanan darah menjadi meningkat dan terjadilah hipertensi. c) Stress Stress yang terlalu besar dapat memicu terjadinya hipertensi karena dapat merangsang kelenjar anak ginjal melepaskan hormon adrenalin dan memacu jantung berdenyut lebih cepat serta lebih kuat, sehingga tekanan darah akan meningkat. d) Pengaruh lain (1) Merokok, karena dapat merangsang sistem adrenergic dan meningkatnya tekanan darah. Selain itu rokok juga bisa mempengaruhi pembuluh darah . racun pada rokok yang berjumlah ribuan oksidan. (radikal bebas) yang merusak dinding pembuluh darah dan menyebabkan keleastian

pembuluh

darah

berkurang

akibatnya

pembuluh darah meningkat. (2) Minum alkohol, karena alkohol dapat merusak fungsi saraf pusat dan dan saraf tepi.apabila saraf simpatis terganggu ,maka pengaturan tekanan darah menjadi terganggu pula. (3) Minum obat-obatan, misal epedhrin, prednisone, epinefrin.

22

Menurut Muhammadun (2010:56-70), untuk beberapa penyebab terjadinya hipertensi primer antara lain : 1) Usia yang semakin tua Semakin tua seseorang metabolisme zat kapur terganggu sehingga banyak zat kapur yang berdar bersama darah. 2) Stres dan tekanan mental Salah satu tugas saraf simpatis adalah pengeluaran adrenalin yang

dapat

menyebabkan

jantung

berdenyut

lebih

cepat

menyebabkan penyempitan kapiler darah tepi dan terjadinya peningkatan tekanan darah 3) Makanan yang berlebihan Makanan yang berlebih dapat menyebabkan obesitas yang nantikan dapat menyebabkan penyempitan pembuluh darah. 4) Merokok Merokok membuat darah menjadi mudah membeku, dan lengket, selain itu nikoti bisa memacu penguluaran adrenalin yang bisa meningkatan kerja jantung. 5) Konsumsi garam Garam menyebabkan penumpukan cairan dalam tubuh karena cairan diluar sel agar tidak keluar sehingga dapat menyebabkan volume dan tekanan darah.

23

Menurut Savitri (2007:23-24), beberapa faktor yang bisa menyebabkan hipertensi antara lain : 1) Stres Stres merangsang otak untuk melepaskan sejumlah besar hormon katekolamine. Hormon-hormon ini menyebabkan : meningkatnya output kardiak, meningkatnya resistensi ferifer, menurunnya cairan dan garam melalui ginjal, dan menebalnya dinding pembuluh darah. 2) Garam (sodium klorida) yang berlebihan dalam makanan Garam yang berlebihan meningkatkan volume darah dan output kardiak karnanya. Sebagai tambahan, asupan garam berlebihan secara tidak langsung menaikkan pelepasan katekolamin. 3) Menjadi kaku dan menebalnya dinding arteri dan arteriola Berbagai beberapa hal ini diawali faktor-faktor keterunan . penuaan, diabetes kolesterol tinggi, merokok memperburuk perubahan dalam arteri . dinding arteri yang kakku mengurangi elastisitas dan menyebabkan tekanan yang tinggi. 4) Meningkatnya penambanan air dan garam ginjal Ini mungkin disebakan oleh faktor keturunan. Peningkatan air dan garam diselurh tubuh meningkatkan volume darah yang sebagai akibatny meingkatkan output kardiak. 5) Obesitas Obesitas meningkatkan pengeluaran insulin suatu hormon yang mengatur gula darah . insulin yang menyebabkan penebalaan pembuluh darah dan meningkatan resistensi pembuluh darah . 24

Menurut Hanns (2008:9-15), faktor-faktor yang dapat menyebabkan hipertensi pada individu yaitu: 1) Berat badan berlebihan Hal ini meningkatkan berkembangnya berbagai faktor resiko oleh karena itu, berat badan itu suatu bahaya terhadap kesehatan. Penyebab utama dari kelebihan berat badan adalah terlalu banyak makan dan kurang bolahraga. 2) Metabolisme lemak yang abnormal Lemak serum, yang dikenal sebagi lipid, memasok tubuh dengan energi dan bahan pembangun. Sebagi lemak diperoleh dari makan yang kita konsumsi dan diciptakan sendiri oleh tubuh. 3) Merokok Merokok adalah suatu faktor resiko yang penting dalam penyakit kardiovskuler. 4) Stres Stres

telah

menjadi

suatu

istilah

yang

digunakan

untuk

menjelaskan segala sesuatu, mulai dari sakit kepala ringan sampai gangguan serius. 5) Usia Kondisi yang berkaitan dengan usia ini bukanlah hipertensi sejati tetapi produk kausan arterioskleorisis dari arteri-arteri utama terutama utama, dan akbatnya dari kelenturan. Dengan kerasnya arteri-arteri ini dan menjadi semakin kaku arteri dan aorta itu kehilangan penyesuaian diri. Dinding yang kini tidak elastis, tidak 25

dapat lagi mengubah darah yang keluar dari jantung menjadi aliran darah yang lancar. Adapun gejala klinis yang dialami oleh para penderita hipertensi biasanya berupa: •

Pusing



Mudah marah



Telinga berdengung



Sukar tidur



Sesak nafas



Rasa berat di tengkuk



Mudah lelah



Mata berkunang-kunang



Mimisan (jarang dilaporkan)

2. 4 Komplikasi Hipertensi a. Stroke Stroke dapat terjadi akibat hemoragic tekanan darah tinggi di otak, atau akibat embolus yang terlepas dari pembuluh selain otak yang terpajan tekanan tinggi. Stroke dapat terjadi pada hipertensi kronis apabila arteri yang memperdarahi otak mengalami hipertripi dan penebalan, sehingga aliran darah kearea otak yang diperdarahi berkurang. Arteri otak menglami arterioskleorosis dapat melemah sehingga meningkatkan kemungkinan terbentuknya aneurisma. b. Infark miokard Infark miokard dapat menjadi apabila arteri koroner yang arterosklerotik tidak dapat menyuplai cukup oksigen ke mio

26

kardium atau apabila terbentuk tronbus yang menghambat aliran darah melewati pembuluh darah. c. Gagal ginjal Gagal ginjal dapat terjadi karena kegagalan progresif akibat tekannan tinggi pada kapiler glemorulus ginjal. Dengan rusaknya glemorulus, aliran darah keunit fungsional ginjal, yaitu nefron yang akan terganggu yang dapat terganggu dan berlajut menjadi hipoksik atau kematian.

d. Ensepalopati Enselopati dapat terjadi, terutama pada hipertensi maligna. Tekanan yang sangat tinggi pad kelainan ini menyebabkan kelainan kapiler dan mendorong cairan ke ruang intertistial diseluruh susunan saraf pusat. e. Kejang Kejang dapat terjadi pada wanita preeklamsi. Bayi yang baru lahir mungkin memiliki berat lahir kecil akibat fungsi plasenta tidak adekuat, kemudian dapat dialami hipoksi dan kejang selama atau sebelum

asidosis jika ibu

proses persalinan (Elisabeth J.

Corwin, 2009:487-488)

27

2.5

Pencegahan dan Penatalaksanaan Peyakit Hipertensi Penanganan/Pengobatan Hipertensi •

Pengobatan Non-farmakologis. Terkadang dapat mengontrol tekanan darah sehingga pengobatan farmakologis tidak diperlukan, atau minimal ditunda.



Pengobatan Farmakologis. Pengobatan dengan menggunakan obatobatan kimiawi.

Penatalaksanaan faktor risiko dilakukan dengan cara pengobatan secara non-farmakologis, antara lain: 1. Mengatasi Obesitas. Dengan melakukan diet rendah kolesterol, namun kaya dengan serat dan protein. Dianjurkan pula minum suplemen potassium dan kalsium. Minyak ikan yang kaya dengan asam lemak omega-3 juga dianjurkan. Diskusikan dengan dokter ahli/ahli gizi sebelum melakukan diet. 2. Mengurangi Asupan garam ke dalam tubuh. Harus memperhatikan kebiasaan makan penderita hipertensi. Pengurangan asupan garam secara drastis akan sulit dilaksanakan, jadi sebaiknya dilakukan secara bertahap dan tidak dipakai sebagai pengobatan tunggal. 3. Menghindari stres. Ciptakan suasana yang menenangkan bagi pasien penderita hipertensi. Perkenalkan berbagai metode relaksasi seperti yoga atau meditasi, yang dapat mengontrol sistem saraf yang akhirnya dapat menurunkan tekanan darah. 4. Memperbaiki gaya hidup yang kurang sehat. Anjurkan kepada pasien penderita Hipertensi untuk melakukan olah raga seperti senam 28

aerobik atau jalan cepat selama 30-45 menit sebanyak 3-4 kali seminggu.

Selain

itu

menghentikan

kebiasaan

merokok

dan

mengurangi minum minuman beralkohol sebaiknya juga dilakukan. Dengan bertambahnya umur, dapat meningkatkan risiko hipertensi. Hipertensi bisa terjadi pada segala usia, namun paling sering dijumpai pada usia 35 tahun atau lebih. Sebenarnya biasa saja bila tekanan darah kita sedikit meningkat dengan bertambahnya umur. Ini sering disebabkan oleh perubahan alami pada jantung, pembuluh darah dan hormon. Hanya saja bila perubahan ini disertai faktor-faktor lain maka bisa memicu terjadinya hipertensi.

Penanganan hipertensi dimulai dengan penentuan klasifikasi pasien berdasarkan nilai tekanan darah yang didapatkan pada waktu pemeriksaan berlangsung. Pemeriksaan dilakukan dalam kondisi duduk dengan lengan sejajar jantung serta diverifikasi kembali dengan lengan yang sebelahnya. Seperti yang telah ditentukan pada tabel 1 sebelumnya, jika pasien termasuk dalam kategori pre-hipertensi, penanganan yang harus diberikan adalah modifikasi gaya hidup yang meliputi penurunkan berat badan, diet berdasarkan aturan DASH, diet rendah garam, olahraga yang teratur, serta pembatasan konsumsi alkohol (tabel 2.1). Kategori pre-hipertensi tidak memerlukan penatalaksanaan farmakologi. Namun, oleh karena resiko perkembangan pre-hipertensi menjadi hipertensi cukup tinggi, maka dianjurkan untuk selalu melaksanakan pemeriksaan tekanan darah secara

29

berkala. Paling tidak dapat melakukan pemeriksaan setiap dua minggu sekali. Strategi penanganan hipertensi dengan modifikasi gaya hidup tidak hanya dilakukan untuk kategori pre-hipertensi. Hal ini juga dilakukan untuk kategori tingkat lanjut yakni hipertensi stage 1 dan hipertensi stage 2, oleh karena hipertensi merupakan penyakit degeneratif yang muncul akibat perilaku gaya hidup yang salah. Saat seseorang yang telah melakukan modifikasi gaya hidup namun tekanan darahnya tidak sesuai dengan tekanan darah target (160

>100

Ya

Obat Awal Tanpa Indikasi Tidak Perlu menggunakan obat antihipertensi Untuk semua kasus gunakan diuretik jenis thiazide, pertimbangkan ACEi, ARB, BB, CCB, atau kombinasikan Gunakan kombinasi 2 obat (biasanya diuretik jenis thiazide dan ACEi/ARB/BB/CCB

Dengan Indikasi Gunakan obat yang spesifik dengan indikasi (resiko). ‡ Gunakan obat yang spesifik dengan indikasi (resiko).‡Kemudian tambahkan obat antihipertensi (diretik, ACEi, ARB, BB, CCB) seperti yang dibutuhkan

Keterangan: TDS, Tekanan Darah Sistolik; TDD, Tekanan Darah Diastolik Kepanjangan Obat: ACEi, Angiotensin Converting Enzim Inhibitor; ARB, Angiotensin Reseptor Bloker; BB, Beta Bloker; CCB, Calcium Chanel Bloker * Pengobatan berdasarkan pada kategori hipertensi † Penggunaan obat kombinasi sebagai terapi awal harus digunakan secara hati-hati oleh karena hipotensi ortostatik. ‡ Penanganan pasien hipertensi dengan gagal ginjal atau diabetes harus mencapai nilai target tekanan darah sebesar 25 kg/m2 sebanyak

41,2%. 8. Distribusi Responden Menurut Stres (panik) Pada tabel 4.3 didapatkan

bahwa responden mengalami stres atau

panik adalah sebanyaknya 59,4% dan yang tidak sebanyak 40,6%.

50

4.2 Hasil Analisis Bivariat Tabel 4.4 Hubungan antara Faktor Risiko Umur, Jenis Kelamin, Pekerjaan dan Riwayat Keluarga dengan Kejadian Hipertensi di Kecamatan Kemuning Tahun 2012 Kejadian Hipertensi Variabel

Total Ya

1. Umur - ≥ 35 Tahun - < 35 Tahun Total 2. Jenis Kelamin - Pria - Wanita Total 3. Pekerjaan - Bekerja - Tidak Bekerja Total 4. Riwayat Keluarga dengan Hipertensi - Ya - Tidak Total

Tidak n %

n

%

75 7 82

66,4 14,9 51,2

30 52 82

44,8 55,9 51,2

37 41 78

27 55

39,1 60,4

42 36

82

51,2

38 44 82

51,4 51,2 51,2

OR

95%CI

p

n

%

113 47 160

100 100 100

11,28

4,6227,54

0,0001

67 93 160

100 100 100

0,639

0,3401,203

0,164

60,9 39,6

69 91

100 100

0,421

0,220,798

0,008

78

48,8

160

100

36 42 78

48,6 48,8 48,8

74 86 160

100 100 100

1,008

0,541,88

0,981

78 40 78

33,6 85,1 48,8 55,2 44,1 48,8

1. Hubungan antara Umur dengan Kejadian Hipertensi di Kecamatan Kemuning Tahun 2012 Pada tabel 4.4 didapatkan bahwa hasil analisis hubungan antara umur dengan kejadian Hipertensi dari

113 responden yang kelompok umur ≥

35 tahun mengalami hipertensi sebanyak 75 responden (66,4%) selebihnya tidak hipertensi. Sedangkan responden yang berumur < 35 tahun mengalami hipertensi sebanyak 7

responden (14,9%) dari 47 51

responden selebihnya tidak hipertensi. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa

ada hubungan

antara umur dengan kejadian hipertensi

(p=0,0001). 2. Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Kejadian Hipertensi di Kecamatan Kemuning Tahun 2012 Pada tabel 4.4 didapatkan bahwa hasil analisis hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian Hipertensi dari

67 responden dengan jenis

kelamin pria yang mengalami hipertensi sebanyak 30 responden (44,8%) selebihnya tidak hipertensi. Sedangkan responden wanita mengalami hipertensi sebanyak 52 responden (55,9%) dari 93 responden selebihnya tidak hipertensi. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa

tidak ada

hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian hipertensi (p=0,164). 3. Hubungan antara Pekerjaan dengan Kejadian Hipertensi di Kecamatan Kemuning Tahun 2012 Pada

tabel 4.4 didapatkan bahwa hasil analisis hubungan antara

pekerjaan dengan kejadian Hipertensi dari

69 responden yang bekerja

mengalami hipertensi sebanyak 27 responden (39,1%) selebihnya tidak hipertensi.

Sedangkan

responden

yang

tidak

bekerja

mengalami

hipertensi sebanyak 55 responden (60,4%) dari 91 responden selebihnya tidak hipertensi. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa

ada hubungan

antara pekerjaan dengan kejadian hipertensi (p=0,008).

52

4. Hubungan antara Riwayat Hipertensi dalam Keluarga dengan Kejadian Hipertensi di Kecamatan Kemuning Tahun 2012 Pada tabel 4.4 didapatkan bahwa hasil analisis hubungan antara riwayat keluarga yang hipertensi dengan kejadian Hipertensi dari

74 responden

yang bekerja mengalami hipertensi sebanyak 38 responden (51,4%) selebihnya tidak hipertensi. Sedangkan responden

tidak ada riwayat

hipertensi dalam keluarga mengalami hipertensi sebanyak 44 responden (51,2%) dari 86 responden selebihnya tidak hipertensi. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa

tidak ada hubungan antara riwayat keluarga yang

hipertensi dengan kejadian hipertensi (p=0,981).

53

Tabel 4.5 Hubungan antara Kebiasaan merokok, Kebiasaan makan makanan asin, Kebiasaan makan makanan yang mengandung lemak jenuh, Kebiasaan makan/minum yang manis, Kebiasaan minum yang mengandung alkohol, Kebiasaan Melakukan Aktivitas Fisik, Indeks Masa Tubuh, stres dengan Kejadian Hipertensi di Kecamatan Kemuning Tahun 2012 Kejadian Hipertensi Variabel

Total Ya

1. Kebiasaan Merokok - Ya - Tidak Total 2. Kebiasaan makan makanan asin - Ya - Tidak Total 3. Kebiasaan makan makanan yang mengandung lemak jenuh - Ya - Tidak Total 4. Kebiasaan makan/minum yang manis - Ya - Tidak Total 5. Kebiasaan minum yang mengandung alkohol - Ya - Tidak Total

OR

95%CI

p

Tidak

n

%

n

%

n

%

11 71 82

37,9 54,2 51,2

18 60 78

62,1 45,8 48,8

29 131 160

100 100 100

0,52

0,231,18

0,113

45 37 82

60 43,5 1,2

30 48 78

40 56,5 48,8

75 85 60

100 100 100

1,95

1,043,66

0,038

51 31 82

56,7 44,3 51,2

39 39 78

90 70 160

100 100 100

1,65

0,883,09

0,120

100 100 100

0,943,89

0,072

55,6 39,5 51,2

117 43 160

1,91

65 17 82

4 78 82

30,8 63 51,2

13 147 160

100 100 100

0,39

0,111,33

0,123

43,3 55,7 48,8

52 26 78

44,4 60,5 48,8

9 69 78

69,2 37 48,8

54

6. Kebiasaan Melakukan Aktivitas Fisik (± 30 menit/hari) - Ya - Tidak Total 7. Indeks Masa Tubuh - >25 kg/m2 - ≤ 25 kg/m2 Total 8. Stres - Ya - Tidak Total

48 34 82

45,3 53,1 51,2

58 20 78

54,7 46,9 48,8

106 54 160

100 0,49 100 100

0,250,95

0,034

39 43 82

59,1 5,7 51,2

27 51 78

40,9 54,3 48,8

66 94 160

100 1,713 100 100

0,9063,24

0,096

49 33 82

51,6 0,8 51,2

46 32 78

48,4 49,2 48,8

95 94 160

100 100 100

1,03

0,551,94

0,92

1. Hubungan antara Kebiasaan Merokok dengan Kejadian Hipertensi di Kecamatan Kemuning Tahun 2012 Berdasarkan tabel 4.5 didapatkan bahwa hasil analisis hubungan antara kebiasaan merokok dengan kejadian Hipertensi dari 29 responden yang merokok yang mengalami hipertensi sebanyak 11 responden (37,9%), selebihnya tidak hipertensi. Sedangkan responden yang tidak merokok yang mengalami hipertensi sebanyak 71 responden (54,2%) dari 131 responden selebihnya tidak hipertensi. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa tidak ada hubungan

antara umur dengan kejadian hipertensi

(p=0,113). 2. Hubungan antara Kebiasaan Makan – Makanan Asin dengan Kejadian Hipertensi di Kecamatan Kemuning Tahun 2012 Pada

tabel 4.5 didapatkan bahwa hasil analisis hubungan antara

kebiasaan makan makanan asin dengan kejadian Hipertensi dari

75

responden yang suka makanan asin yang mengalami hipertensi sebanyak 55

45 responden (60%) selebihnya tidak hipertensi. Sedangkan responden yang tidak suka makanan asin yang mengalami hipertensi sebanyak 37 responden (43,5%) dari 85 responden, selebihnya tidak hipertensi. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa ada hubungan antara kebiasaan makan makanan asin dengan kejadian hipertensi (p=0,038). 3. Hubungan antara Kebiasaan makan makanan yang mengandung lemak jenuh dengan Kejadian Hipertensi di Kecamatan Kemuning Tahun 2012 Pada

tabel 4.5 didapatkan bahwa hasil analisis hubungan antara

kebiasaan makan makanan yang mengandung lemak jenuh dengan kejadian Hipertensi dari 90 responden yang

makan makanan yang

mengandung lemak jenuh mengalami hipertensi sebanyak 51 responden (56,7%) selebihnya tidak hipertensi. Sedangkan responden yang tidak suka makanan yang mengandung lemak jenuh sebanyak 31

mengalami hipertensi

responden (43,5%) dari 70 responden selebihnya tidak

hipertensi. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara kebiasaan makan makanan yang mengandung lemak jenuh dengan kejadian hipertensi (p=0,120). 4. Hubungan antara Kebiasaan makan/minum yang manis dengan Kejadian Hipertensi di Kecamatan Kemuning Tahun 2012 Pada

tabel 4.5 didapatkan bahwa hasil analisis hubungan antara

kebiasaan makan/minum yang manis dengan kejadian Hipertensi dari 117 responden yang

makan/minum yang manis mengalami hipertensi

sebanyak 65 responden (55,6%) selebihnya tidak hipertensi. Sedangkan responden yang tidak suka makan/minum yang manis mengalami 56

hipertensi sebanyak 17 responden (39,5%) dari 43 responden selebihnya tidak hipertensi. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara kebiasaan makan/minum yang manis dengan kejadian hipertensi (p=0,072). 5. Hubungan antara kebiasaan minum minuman mengandung alkohol dengan Kejadian Hipertensi di Kecamatan Kemuning Tahun 2012 Pada

tabel 4.5 didapatkan bahwa hasil analisis hubungan antara

kebiasaan minum minuman mengandung alkohol dengan kejadian Hipertensi dari

13 responden yang

minum minuman mengandung

alkohol mengalami hipertensi sebanyak 4 responden (30,8%) selebihnya tidak hipertensi. Sedangkan responden yang tidak minum minuman mengandung alkohol mengalami hipertensi sebanyak 78

responden

(63%) dari 147 responden selebihnya tidak hipertensi. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa tidak ada hubungan

antara kebiasaan minum

minuman mengandung alkohol dengan kejadian hipertensi (p=0,123). 6. Hubungan antara Kebiasaan melakukan aktivitas fisik dengan Kejadian Hipertensi di Kecamatan Kemuning Tahun 2012 Pada

tabel 4.5 didapatkan bahwa hasil analisis hubungan antara

kebiasaan melakukan aktivitas fisik dengan kejadian Hipertensi dari

106

responden yang melakukan aktivitas fisik mengalami hipertensi sebanyak 48 responden (45,3%) selebihnya tidak hipertensi. Sedangkan responden yang tidak melakukan aktivitas fisik mengalami hipertensi sebanyak 34 responden (53,1%) dari 54 responden selebihnya tidak hipertensi. Hasil uji

57

statistik menunjukkan bahwa

ada hubungan

antara kebiasaan

melakukan aktivitas fisik dengan kejadian hipertensi (p=0,034). 7. Hubungan antara Indeks Masa Tubuh dengan Kejadian Hipertensi di Kecamatan Kemuning Tahun 2012 Pada tabel 4.5 didapatkan bahwa hasil analisis hubungan antara Indeks Masa Tubuh dengan kejadian Hipertensi dari 66 responden yang Indeks Masa Tubuh > 25 kg/m2 mengalami hipertensi sebanyak 39 responden (59,1%) selebihnya tidak hipertensi. Sedangkan responden yang Indeks Masa Tubuh ≤ 25 kg/m2 mengalami hipertensi sebanyak 43 responden (45,7%) dari 94 responden selebihnya tidak hipertensi. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara Indeks Masa Tubuh dengan kejadian hipertensi (p=0,096). 8. Hubungan antara Stres (Panik) dengan Kejadian Hipertensi di Kecamatan Kemuning Tahun 2012 Pada tabel 4.5 didapatkan bahwa hasil analisis hubungan antara stres (panik) dengan kejadian Hipertensi dari

95 responden yang

stres

mengalami hipertensi sebanyak 39 responden (51,6%) selebihnya tidak hipertensi. Sedangkan responden yang tidak stres mengalami hipertensi sebanyak 33

responden (50,8%) dari 94 responden selebihnya tidak

hipertensi. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa

tidak ada hubungan

antara stres (panik) dengan kejadian hipertensi (p=0,92).

58

4.3 Hasil Analisis Multivariat 1. Pemilihan Variabel Potensial Berdasarkan hasil analisis bivariat didapatkan variabel – variabel potensial atau kandidat yang dapat diikutsertakan dalam model persamaan logistik dengan batas kemaknaan p < 0,25. Seleksi bivariat masing – masing variabel independen dengan variabel dependen. Variabel yang masuk dalam model multivariat adalah variabel yang pada analisis bivariat mempunyai nilai p (p value) < 0,25. Namun ketentuan p value < 0,25 ini tidaklah harus terpenuhi manakala dijumpai ada suatu variabel yang walaupun p value > 0,25 karena secara substansi sangat penting berhubungan dengan variabel dependen, maka variabel tersebut dapat diikutkan dalam model multivariat. (Hastono,S 2006;Dahlan,S, 2006) Adapun variabel yang dikategorikan potensial mempengaruhi kejadian hipertensi dapat dilihat pada tabel 4.6 berikut ini : Tabel 4.6 Variabel – Variabel Potensial yang didapat dari hasil Analisis Bivariat Variabel Umur Jenis Kelamin Pekerjaan Riwayat Hipertensi Kebiasaan Merokok Kebiasaan makan makanan asin Kebiasaan makan makanan yang mengandung lemak jenuh Kebiasaan makan/minum yang manis Kebiasaan minum yang mengandung alkohol Kebiasaan Melakukan Aktivitas Fisik (± 30 menit/hari) Indeks Masa Tubuh Stres

OR 11,28 0,639 0,421 1,008 0,52 1,95 1,65 1,91 0,39 0,49 1,713 1,03

p 0,0001 0,164 0,008 0,981 0,113 0,038 0,120 0,072 0,123 0,034 0,096 0,92

59

2. Identifikasi Variabel yang masuk dalam Model Pada langkah ini, untuk mengidentifikasi variabel – variabel yang akan masuk dalam model persamaan regresi yang “fit” keseluruhan variabel tersebut akan dianalisis dengan uji regresi logistik dengan batas kemaknaan p < 0,05. Hasil analisis data dengan Logistic Regression metode backward

selection dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Tabel 4.7 Model Logistic Regression untuk Melihat Hubungan Faktor Risiko Hipertensi di Kecamatan Kemuning Tahun 2012 Variabel Independen Umur Jenis Kelamin Pekerjaan Riwayat hipertensi Kebiasaan Merokok Kebiasaan makan makanan asin Kebiasaan makan makanan yang mengandung lemak jenuh Kebiasaan makan/minum yang manis Kebiasaan minum yang mengandung alkohol Kebiasaan Melakukan Aktivitas Fisik (± 30 menit/hari) Indeks Masa Tubuh Stres Konstan

β

OR

1,811

6,115

2,627

95%CI 14,234

0,0001

p

** **

** **

** **

** **

** **

0,811

2,251

1,001

5,060

0,05

**

**

**

**

**

0,739

2,093

0,999

4,385

0,05

**

**

**

**

**

**

**

**

**

**

**

**

**

**

**

**

**

**

**

**

**

**

**

**

**

**

**

**

**

**

-4,733

Ket : tanda ** menunjukan bahwa variabel turut dalam analisis logistic regression tetapi p < 0,05, dengan metode backward selection.

Berdasarkan hasil analisis tersebut dengan kemaknaan p < 0,05 ditemukan bahwa terdapat tiga variabel yang signifikan mempengaruhi

60

kejadian hipertensi

yaitu umur, jenis kelamin dan kebiasaan makan

makanan asin. Hasil analisis didapatkan Odds Ratio (OR) dari variabel umur adalah 6,115 artinya responden yang berumur ≥ 35 tahun 6 kali lebih lebih berisiko terkena hipertensi dibandingkan dengan responden yang berumur < 35 tahun. Apabila dibuat persamaan, maka model persamaan regresi logistik faktor risiko kejadian hipertensi di Kecamatan Kemuning Kota Palembang, yaitu : Logit P (y) = a + b1 (umur) + b2 (kebiasaan makan makanan asin) + b3 (Riwayat Hipertensi) Jika kofisien beta masing – masing variabel dimasukkan ke dalam mode diatas maka persamaannya adalah : Logit P (Kejadian Hipertensi) = - 4,733 + 1,811 (umur) + 0,739(kebiasaan makan makanan asin) + 0,811 (Riwayat Hipertensi) Dari persamaan ini artinya bahwa kejadian hipertensi dipengaruhi secara bersama – sama oleh variabel umur, kebiasaan makan makanan asin dan riwayat hipertensi dalam keluarga, dengan risiko (OR) masing – masing adalah sebesar

6,115, 2,251

,

2,093. Ini berarti bahwa responden dengan

kelompok umur ≥ 35 tahun 6 kali lebih berisiko untuk terkena penyakit hipertensi dibandingkan dengan responden dengan kelompok umur < 35 tahun. Sedangkan responden yang mempunyai kebiasaan mengkonsumsi makan makanan asin 2,2 kali lebih berisiko dibandingkan dengan yang tidak mengkonsumsi makanan yang tidak asin dan responden yang mempunyai

61

riwayat keturunan hipertensi dalam keluarga mempunyai resiko 2 kali lebih risiko dibandingkan dengan yang tidak mempunyai riwayat hipertensi dalam keluarga.

4.4 Pembahasan 1.

Hubungan antara Umur dengan Kejadian Hipertensi Pada penelitian ini sebagian besar responden berumur ≥ 55 tahun

dan yang hipertensi sebesar 66,4% dan selebihnya tidak hipertensi. Hubungan antara umur dengan kejadian hipertensi dapat dilihat dari nilai p = 0,0001 (p < 0,05). Ini berarti ada hubungan antara kejadian hipertensi, dan umur merupakan faktor risiko yang paling dominan dalam menentukan penyakit hipertensi. Insidensi hipertensi meningkat seiring dengan pertambahan usia. Seseorang yang berumur diatas 60 tahun, 50 - 60 % diantaranya mempunyai tekanan darah lebih besar atau sama dengan 140/90 mmHg. Hal itu merupakan pengaruh degenerasi yang terjadi sejalan dengan pertambahan usia. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Marice,S (2010) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara umur pada responden obesitas dengan hipertensi. Muhammadun AS (2010) juga menyatakan bahwa wanita pada usia 50 tahun mempunyai resiko hipertensi lebih besar dibandingkan laki-laki pada usia yang sama, dan wanita pada usia dibawah 50 tahun memiliki resiko lebih kecil dibandingkan dengan` laki-laki pada usia yang sama. 62

Dengan semakin bertambahnya usia, kemungkinan seseorang menderita hipertensi juga semakin besar. Penyakit tidak menular tertentu seperti penyakit kardiovaskular, diabetes mellitus, dan lain-lain erat kaitannya dengan umur. Semakin tua seseorang maka semakin besar risiko terserang penyakit tersebut.

2.

Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Kejadian Berdasarkan hasil analisis bivariat dari 67 responden dengan jenis

kelamin pria yang mengalami hipertensi sebanyak 44,8% selebihnya tidak hipertensi. Sedangkan responden wanita mengalami hipertensi sebanyak 55,9% dari 93 responden selebihnya tidak hipertensi. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian hipertensi (p=0,164). Penelitian ini sejalan dengan data WHO (2000) diperkirakan 972 juta orang (26,4%0 di dunia mengidap hipertensi dan tidak ada perbedaan risiko menderita hipertensi antara laki – laki (26,6%) dan perempuan (26,1%). Penelitian ini juga sejalan dengan hasil survei Monica III (2000) diketahui bahwa prevalensi hipertensi pada janda/duda

dibandingkan

dengan

yang

memiliki

pasangan,

ini

memperlihatkan bahwa risiko menderita hipertensi relatif sama antara laki – laki dan perempuan. Dari beberapa hasil penelitian diketahui bahwa perempuan lebih rentan menderita hipertensi dibandingkan laki – laki. Lelaki mempunyai resiko lebih tinggi untuk menderita hipertensi lebih awal. Lelaki juga mempunyai resiko lebih besar terhadap 63

morbiditas dan mortalitas cardiovaskuler. Sedangkan diatas umur 50 tahun, hipertensi lebih banyak terjadi pada perempuan. Hal ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Marice, S (2010) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan responden obes berumur 18 tahun keatas. Hasil penelitian ini juga tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sarastini, Ni Made (2008) tentang faktor – faktor yang berhubungan dengan kejadian hipertensi pada masyarakat kelompok usia 30 tahun keatas di Kelurahan Grogol Kecamatan Limo Kota Depok, dimana terdapat hubungan bermakna antara jenis kelamin dengan kejadian hipertensi. Dari hasil penelitian didapatkan penyakit hipertensi cenderung lebih tinggi pada perempuan dibandingkan laki – laki. Hal ini disebabkan karena penyakit hipertensi pada wanita meningkat seiring dengan bertambahnya usia, beban tugas sebagai ibu rumah tangga apalagi ibu rumah tangga yang bekerja dengan tingkat stres yang tinggi.

3.

Hubungan antara Pekerjaan dengan Kejadian Hipertensi Berdasarkan data hasil penelitian pada

tabel 4.4 didapatkan

bahwa hasil analisis hubungan antara pekerjaan dengan kejadian Hipertensi dari

69 responden yang bekerja mengalami hipertensi

sebanyak 39,1% selebihnya tidak hipertensi. Sedangkan responden 64

yang tidak bekerja mengalami hipertensi sebanyak 60,4% dari 91 responden selebihnya tidak hipertensi. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa

ada hubungan antara pekerjaan dengan kejadian hipertensi

(p=0,008). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Marice, S (2010) menyatakan bahwa status ekonomi tinggi pada responden obes berumur 18 tahun keatas mempunyai risiko 1,1 kali lebih berisiko dibandingkan dengan status ekonomi rendah dan secara statistik bermakna. Begitu pula Mubarok, Khamim (2011) dalam penelitinnya mengenai Studi Prevalensi dan Faktor Risiko Hipertensi Primer pada Nelayan di Pelabuhan Jepara yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat penghasilan dengan kejadian hipertensi primer. Penelitian ini

juga tidak sejalan dengan

Hasurungan S, Jefri

(2002) tentang faktor – faktor yang berhubungan dengan hipertensi di Kota Depok dimana terdapat hubungan yang bermakna antara pekerjaan dengan kejadian hipertensi, dimana responden yang memiliki derajat stres yang tinggi berpeluang mendapat hipertensi 3,02 kali lebih berisiko dibanding dengan derajat stres rendah. Dari hasil penelitian secara statistik menunjukkan ada hubungan antara pekerjaan dengan kejadian hipertensi, namun risiko responden yang tidak bekerja lebih banyak yang mengalami penyak i thipertensi dibandingkan dengan yang bekerja. Hal ini disebabkan oleh karena

65

responden yang tidak bekerja lebih memikirkan kondisi ekonomi dalam keluarga.

4.

Hubungan antara Riwayat Hipertensi dalam Keluarga dengan Kejadian Hipertensi Berdasarkan tabel 4.4 didapatkan bahwa hasil analisis hubungan

antara riwayat keluarga yang hipertensi dengan kejadian Hipertensi dari 74 responden yang bekerja mengalami hipertensi sebanyak 51,4% selebihnya tidak hipertensi. Sedangkan responden tidak ada riwayat hipertensi dalam keluarga mengalami hipertensi sebanyak 51,2% dari 86

responden

selebihnya

menunjukkan bahwa

tidak

hipertensi.

Hasil

uji

statistik

tidak ada hubungan antara riwayat keluarga

yang hipertensi dengan kejadian hipertensi (p=0,0,981). Secara teoritis apabila riwayat hipertensi didapati pada kedua orang tua, maka dugaan hipertensi essensial akan sangat besar. Demikian pula dengan kembar monozigot (satu sel telur) apabila salah satunya adalah penderita hipertensi. Peran faktor genetik terhadap timbulnya hipertensi terbukti dengan ditemukannya kejadian bahwa hipertensi lebih banyak pada pada kembar monozigot (satu sel telur) daripada heterozigot (berbeda sel telur). Seorang penderita yang mempunyai sifat genetik hipertensi primer (esensial) apabila dibiarkan secara alamiah tanpa intervensi terapi, bersama lingkungannya akan menyebabkan hipertensinya berkembang dan dalam waktu sekitar 3050 tahun akan timbul tanda dan gejala hipertensi dengan kemungkinan 66

komplikasinya. Orang-orang dengan riwayat keluarga yang mempunyai penyakit tidak menular lebih sering menderita penyakit yang sama. Jika ada riwayat keluarga dekat yang mempunyai faktor keturunan hipertensi,

akan

mempertinggi

risiko

terkena

hipertensi

pada

keturunannya. Walaupun sepertinya hipertensi merupakan penyakit keturunan namun hubungannya tidak sederhana sehingga tidak ada tes genetik yang dapat membuktikan orang yang berisiko hipertensi secara konsisten. Meskipun belum ada tes genetik secara konsisten mengenai penyakit hipertensi tetaplah harus hati – hati karena dalam garis keturunan keluarga mempunyai genetik yang sama.

5.

Hubungan antara Kebiasaan Merokok dengan Kejadian Hipertensi Berdasarkan tabel 4.5 didapatkan bahwa hasil analisis hubungan

antara kebiasaan merokok dengan kejadian Hipertensi dari

29

responden yang merokok yang mengalami hipertensi sebanyak 37,9%, selebihnya tidak hipertensi. Sedangkan responden yang tidak merokok yang mengalami hipertensi sebanyak 54,2% dari 131 responden. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa tidak ada hubungan

antara umur

dengan kejadian hipertensi (p=0,113). Hubungan antara rokok dengan peningkatan risiko terjadinya penyakit kardiovaskuler telah banyak dibuktikan. Selain dari lamanya merokok, risiko akibat merokok terbesar tergantung pada jumlah rokok 67

yang dihisap per hari. Seseorang lebih dari satu pak rokok sehari menjadi 2 kali lebih rentan dari pada mereka yang tidak merokok. Zat-zat kimia beracun, seperti nikotin dan karbon monoksida yang dihisap melalui rokok, masuk kedalam aliran darah dan merusak lapisan

endotel

pembuluh

darah

arteri,

mengakibatkan

proses

aterosklerosis dan hipertensi. Nikotin dalam tembakaulah penyebab meningkatnya tekanan darah segera setelah isapan pertama. Seperti zat-zat kimia lain dalam asap rokok, nikotin diserap oleh pembuluh-pembuluh darah amat kecil di dalam paru-paru dan diedarkan ke aliran darah. Hanya dalam beberapa detik nikotin sudah mencapai otak. Otak bereaksi terhadap nikotin dengan memberi sinyal pada kelenjar adrenal untuk melepas epinefrin (adrenalin). Hormon yang kuat ini akan menyempitkan pembuluh darah dan memaksa jantung untuk bekerja lebih berat karena tekanan yang lebih tinggi. Setelah merokok dua batang saja maka baik tekanan sistolik maupun diastolik akan meningkat 10 mmHg. Tekanan darah akan tetap pada ketinggian ini sampai 30 menit setelah berhenti mengisap rokok. Sementara efek nikotin perlahan-lahan menghilang, tekanan darah juga akan menurun dengan perlahan. Nikotin mendesak pengeluaran insulin dari pankreas, berarti perokok sering mengalami hiperglikemi (kelebihan gula dalam darah). Nikotin secara tidak langsung menyebabkan pelepasan dopamin dalam otak yang mengontrol kesenangan dan motivasi. Selain kerusakan organ di atas juga kerusakan kronis syaraf dan perubahan perilaku. 68

Hal ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Marice, S (2010) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara merokok dengan penyakit hipertensi pada kelompok usia 18 tahun keatas dan responden obes yang mantan perokok mempunyai risiko 1,22 kali lebih berisiko dibandingkan dengan tidak pernah merokok. Begitu pula Mubarok, Khamim (2011) dalam penelitinnya mengenai Studi Prevalensi dan Faktor Risiko Hipertensi Primer pada Nelayan di Pelabuhan Jepara yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara kebiasan merokok dengan kejadian hipertensi primer. Namun pada perokok berat tekanan darah akan berada pada level tinggi sepanjang hari. Secara langsung setelah kontak dengan nikotin akan timbul stimulan terhadap kelenjar adrenal yang menyebabkan lepasnya epineprin (adrenalin). Lepasnya adrenalin merangsang tubuh melepaskan glukosa mendadak sehingga kadar gula darah meningkat dan tekanan darah juga meningkat, selain itu pernafasan dan detak jantung akan meningkat.

6.

Hubungan antara Kebiasaan Makan – Makanan Asin dengan Kejadian Hipertensi Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4.5 didapatkan bahwa

hasil analisis hubungan antara kebiasaan makan makanan asin dengan kejadian Hipertensi dari 75 responden yang suka makanan asin yang mengalami hipertensi sebanyak 60% . Sedangkan responden yang 69

tidak suka makanan asin yang mengalami hipertensi sebanyak 43,5% dari 85 responden. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa ada hubungan antara kebiasaan makan makanan asin dengan kejadian hipertensi (p=0,038). Garam merupakan faktor penting dalam patogenesis hipertensi. Hipertensi hampir tidak pernah ditemukan pada suku bangsa dengan asupan garam yang minimal. Asupan garam kurang dari 3 gram/hari prevalensi hipertensinya rendah, sedangkan asupan garam antara 5-15 gram/hari prevalensi hipertensi meningkat menjadi 15-20%. Pengaruh asupan terhadap hipertensi terjadi melalui peningkatan volume plasma, curah jantung dan tekanan darah. Garam meyebabkan penumpukan cairan dalam tubuh, karena menarik cairan di luar sel agar tidak keluar, sehingga akan meningkatkan volume dan tekanan darah. Pada manusia yang mengkonsumsi garam 3 gram atau kurang ditemukan tekanan darah rata-rata rendah, sedangkan asupan garam sekitar 7-8 gram tekanan darahnya rata-rata lebih tinggi. Konsumsi garam yang dianjurkan tidak lebih dari 6 gram/hari yang setara dengan 110 mmol natrium

atau

2400

mg/hari.

Asupan

natrium

akan

meningkat

menyebabkan tubuh meretensi cairan yang meningkatkan volume darah. asupan garam yang tinggi akan menyebabkan pengeluaran berlebihan dari hormon natriouretik yang secara tidak langsung akan meningkatkan

tekanan

darah.

Sodium

secara

eksperimental

menunjukkan kemampuan untuk menstimulasi mekanisme vasopressor

70

pada

susunan

syaraf

pusat.

Defisiensi

potasium

akan

berimplikasiterhadap terjadinya hipertensi. Namun demikian reaksi orang terhadap asupan garam yang di dalamnya mengandung natrium, berbeda-beda. Pada beberapa orang, baik yang sehat maupun yang mempunyai hipertensi, walaupun mereka mengkonsumsi natrium tanpa batas, pengaruhnya terhadap tekanan darah sedikit sekali atau bahkan tidak ada. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Marice, S (2010) dalam penelitiannya mengenai hubungan perilaku merokok, konsumsi makanan/minuman dan aktifitas fisik dengan penyakit hipertensi pada responden obes usia dewasa di Indonesia yang menyatakan bahwa responden yang mengkonsumsi makanan asin tidak terbukti ada hubungan mengalami penyakit hipertensi. 7.

Hubungan

antara

Kebiasaan

makan

makanan

yang

mengandung lemak jenuh dengan Kejadian Hipertensi Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4.5 didapatkan bahwa hasil analisis hubungan antara kebiasaan makan makanan yang mengandung lemak jenuh dengan kejadian Hipertensi dari 90 responden yang

makan makanan yang mengandung lemak jenuh

mengalami hipertensi sebanyak 56,7%. Sedangkan responden yang tidak suka makanan yang mengandung lemak jenuh

mengalami

hipertensi sebanyak 43,5% dari 70 responden. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa tidak ada hubungan

antara kebiasaan makan

71

makanan yang mengandung lemak jenuh dengan kejadian hipertensi (p=0,120). Kebiasaan

konsumsi

lemak

jenuh

erat

kaitannya

dengan

peningkatan berat badan yang berisiko terjadinya hipertensi. Konsumsi lemak jenuh juga meningkatkan risiko aterosklerosis yang berkaitan dengan kenaikan tekanan darah. Penurunan konsumsi lemak jenuh, terutama lemak dalam makanan yang bersumber dari hewan dan peningkatan konsumsi lemak tidak jenuh secukupnya yang berasal dari minyak sayuran, biji-bijian dan makanan lain yang bersumber dari tanaman dapat menurunkan tekanan darah. 8.

Hubungan antara Kebiasaan makan/minum yang manis dengan Kejadian Hipertensi Dari hasil penelitian pada

tabel 4.5 didapatkan bahwa hasil

analisis hubungan antara kebiasaan makan/minum yang manis dengan kejadian Hipertensi dari

117 responden yang makan/minum yang

manis mengalami hipertensi sebanyak 55,6%. Sedangkan responden yang tidak suka makan/minum yang manis mengalami hipertensi sebanyak 39,5% dari 43 responden. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa tidak ada hubungan

antara kebiasaan makan/minum yang

manis dengan kejadian hipertensi (p=0,072). Minuman yang manis dalam penelitian ini adalah komsumsi minuman seperti teh manis, kopi dan makanan yang mengandung karbohidrat akan tetapi dalam kuesioner penelitian yang ditanyakan adalah konsumsi minum / makan yang manis setiap hari. 72

Hal ini sejalan penelitian Marice, S (2010) yang menyatakan bahwa tidak

terdapat hubungan yang bermakna antara responden

yang minum – minuman berkafein dengan penyakit hipertensi pada responden obes berumur 18 tahun keatas. Namun

penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang

dilakukan oleh Lely Indrawati, Asri Werdhasari, Yudhi K (2009) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan

yang bermakna antara

responden yang minum minuman berkafein pada masyarakat miskin dengan kejadian hipertensi di Indonesia. Meningkatnya kecenderungan masyarakat dalam mengkonsumsi makanan tinggi karbohidrat atau yang mengandung kadar glukose akan mempengaruhi

seseorang

mempunyai

berat

badan

lebih

dan

meningkatkan kadar glukose dalam darah sehingga akan berdampak pada risiko seseorang untuk mengalami hipertensi. 9.

Hubungan antara kebiasaan minum minuman mengandung alkohol dengan Kejadian Hipertensi Dari dari penelitian pada

tabel 4.5 didapatkan bahwa hasil

analisis hubungan antara kebiasaan minum minuman mengandung alkohol dengan kejadian Hipertensi dari

13 responden yang minum

minuman mengandung alkohol mengalami hipertensi sebanyak 30,8%. Sedangkan responden yang tidak minum minuman mengandung alkohol mengalami hipertensi sebanyak 63% dari 147 responden. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara kebiasaan

73

minum minuman mengandung alkohol dengan kejadian hipertensi (p=0,123). Hal ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan Mubarok, Khamim (2011) dalam penelitinnya mengenai Studi Prevalensi dan Faktor Risiko Hipertensi Primer pada Nelayan di Pelabuhan Jepara yang menyatakan bahwa ada hubungan konsumsi alkohol dengan kejadian hipertensi primer. Walaupun tidak terlalu jelas hubungannya dengan hipertensi namun

kebiasaan

minum

minuman

beralkohol

dapat

pula

mempengaruhi peningkatan tekanan darah. Namun demikian Sampai saat ini penyebab hipertensi belum jelas. Fakta yang ada sampai saat ini hipertensi disebabkan oleh banyak faktor seperti faktor genetika dan faktor lingkungan.

10. Hubungan antara Kebiasaan melakukan aktivitas fisik dengan Kejadian Hipertensi Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4.5 didapatkan bahwa hasil analisis hubungan antara kebiasaan melakukan aktivitas fisik dengan kejadian Hipertensi dari

106 responden yang

melakukan

aktivitas fisik mengalami hipertensi sebanyak45,3%. Sedangkan responden yang tidak melakukan aktivitas fisik mengalami hipertensi sebanyak 53,1% dari 54 responden. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa

ada hubungan

antara kebiasaan melakukan aktivitas fisik

dengan kejadian hipertensi (p=0,034). 74

Olahraga atau aktivitas fisik banyak dihubungkan dengan pengelolaan penyakit tidak menular, karena olahraga isotonik dan teratur dapat menurunkan tahanan perifer yang akan menurunkan tekanan darah (untuk hipertensi) dan melatih otot jantung sehingga menjadi terbiasa apabila jantung harus melakukan pekerjaan yang lebih berat karena adanya kondisi tertentu. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Marice, S (2010) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara aktivitas responden dengan penyakit hipertensi. Kurangnya aktifitas fisik meningkatkan risiko menderita DM dan hipertensi karena meningkatkan risiko kelebihan berat badan. Orang yang tidak aktif juga cenderung mempunyai frekuensi denyut jantung yang lebih tinggi sehingga otot jantungnya harus bekerja lebih keras pada setiap kontraksi. Makin keras dan sering otot jantung harus memompa, makin besar tekanan yang dibebankan pada arteri. Olah raga atau aktifitas fisik ternyata juga dihubungkan dengan pengobatan terhadap hipertensi. Melalui olah raga yang isotonik dan teratur (aktivitas fisik aerobik selama 30-45 menit/hari) dapat menurunkan tahanan perifer yang akan menurunkan tekanan darah.

75

11. Hubungan antara Indeks Masa Tubuh dengan Kejadian Hipertensi Berdasarkan data pada tabel 4.5 didapatkan bahwa hasil analisis hubungan antara Indeks Masa Tubuh dengan kejadian Hipertensi dari 66 responden yang

Indeks Masa Tubuh

> 25 kg/m2 mengalami

hipertensi sebanyak 59,1%. Sedangkan responden yang Indeks Masa Tubuh

≤ 25 kg/m2 mengalami hipertensi sebanyak 45,7% dari 94

responden. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara Indeks Masa Tubuh dengan kejadian hipertensi (p=0,096). Secara teori obesitas atau kegemukan di mana berat badan mencapai indeks massa tubuh > 27 (berat badan (kg) dibagi kuadrat tinggi badan (m) juga merupakan salah satu faktor risiko terhadap timbulnya hipertensi. Obesitas merupakan ciri dari populasi penderita hipertensi. Curah jantung dan sirkulasi volume darah penderita hipertensi yang obesitas lebih tinggi dari penderita hipertensi yang tidak obesitas. Pada obesitas tahanan perifer berkurang atau normal, sedangkan aktivitas saraf simpatis meninggi dengan aktivitas renin plasma yang rendah. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan Mubarok, Khamim (2011) dalam penelitinnya mengenai Studi Prevalensi dan Faktor Risiko Hipertensi Primer pada Nelayan di Pelabuhan Jepara yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara Indeks Masa Tubuh dengan kejadian hipertensi primer.

76

Hasil survei Monica III (2000) yang menyatakan bahwa prevalensi hipertensi meningkat pada orang yang memiliki berat badan lebih atau obes dan kolesterol total dibandingkan dengan yang mempunyai berat badan normal. Obesitas merupakan faktor risiko utama dari beberapa penyakit degeneratif

dan

metabolik,

salah

satunya

penyakit

hipertensi.

Peningkatan Indeks Masa Tubuh (IMT) erat kaitannya dengan penyakit hipertensi baik laki – laki maupun perempuan. Kenaikan berat badan sangat berpengaruh pada mekanisme timbulnya kejadian hipertensi orang yang obes akan tetapi pada mekanisme terjadinya hal tersebut belum dipahami secara jelas namun diduga pada orang yang obes terjadi peningkatan volume plasma dan curah jantung yang akan meningkatkan tekanan darah. Menurut data dari Swedish Obese Study diketahui bahwa angka kejadian hipertensi pada penderita obes sebesar 13,6%.

12. Hubungan antara Stres (Panik) dengan Kejadian Hipertensi Dari tabel hasil penelitian pada tabel 4.5 didapatkan bahwa hasil analisis hubungan antara stres (panik) dengan kejadian Hipertensi dari 95 responden yang

stres mengalami hipertensi sebanyak 51,6%.

Sedangkan responden yang tidak stres mengalami hipertensi sebanyak 50,8% dari 94 responden. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa tidak ada hubungan

antara stres (panik) dengan kejadian hipertensi

(p=0,92). 77

Stres adalah suatu kondisi disebabkan oleh transaksi antara individu dengan lingkungan yang menimbulkan persepsi jarak antara tuntutan yang berasal dari situasi dengan sumber-sumber daya sistem biologis, psikologis dan sosial dari seseorang. Stres adalah yang kita rasakan saat tuntutan emosi, fisik atau lingkungan tak mudah diatasi atau melebihi daya dan kemampuan kita untuk mengatasinya dengan efektif. Namun harus dipahami bahwa stres bukanlah pengaruhpengaruh yang datang dari luar itu. Stres adalah respon kita terhadap pengaruh-pengaruh dari luar itu. Sudah lama diketahui bahwa stres atau ketegangan jiwa (rasa tertekan, murung, rasa marah, dendam, rasa takut, rasa bersalah) dapat merangsang kelenjar anak ginjal melepaskan hormon adrenalin dan memacu jantung berdenyut lebih cepat serta lebih kuat, sehingga tekanan darah akan meningkat. Jika stres berlangsung cukup lama, tubuh akan berusaha mengadakan penyesuaian sehingga timbul kelainan organis atau perubahan patologis. Gejala yang muncul berupa hipertensi atau penyakit maag. Stres atau ketegangan jiwa (rasa tertekan, murung, rasa marah, dendam, rasa takut, rasa bersalah) dapat merangsang kelenjar anak ginjal melepaskan hormon adrenalin dan memacu jantung berdenyut lebih cepat serta lebih kuat, sehingga tekanan darah akan meningkat. Jika stres berlangsung cukup lama, tubuh akan berusaha mengadakan penyesuaian sehingga timbul kelainan organis atau perubahan patologis. Gejala yang muncul berupa hipertensi atau penyakit maag. Stres juga diyakini memiliki hubungan dengan hipertensi. Hal ini diduga 78

melalui saraf simpatis yang dapat meningkatkan tekanan darah secara intermiten. Apabila stres berlangsung lama dapat mengakibatkan peninggian tekanan darah yang menetap. Stres dapat meningkatkan tekanan darah untuk sementara waktu dan bila stres sudah hilang tekanan darah bisa normal kembali. Peristiwa yang mendadak yang menyebabkan stres dapat meningkatkan tekanan darah, namun akibat stres berkelanjutan yang dapat menimbulkan hipertensi belum dapat dipastikan.

79

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan Dari hasil analis data peneliian maka dapat disimpulkan bahwa : 1. Dari hasil analisis bivariat didapatkan bahwa ada hubungan antara umur dengan kejadian Hipertensi dari

113 responden yang

kelompok umur ≥ 35 tahun mengalami hipertensi sebanyak 66,4%. Sedangkan responden yang berumur < 35 tahun mengalami hipertensi sebanyak 14,9%

dari 47 responden selebihnya tidak

hipertensi. Dimana terdapat hubungan yang bermakna antara umur dengan kejadian hipertensi nilai p = 0,0001. 2. Hasil analisis didapatkan bahwa bahawa dari

69 responden yang

bekerja mengalami hipertensi sebanyak 39,1%.

Sedangkan

responden yang tidak bekerja mengalami hipertensi sebanyak 60,4% dari 91 responden selebihnya tidak hipertensi. Secara statistik menunjukkan terdapat hubungan antara pekerjaan dengan kejadian hipertensi nilai p = 0,008. 3. Hasil analisis hubungan antara kebiasaan makan makanan asin dengan kejadian Hipertensi dari 75 responden yang suka makanan asin yang mengalami hipertensi sebanyak 60% . Sedangkan responden yang tidak suka makanan asin yang mengalami hipertensi sebanyak 43,5% dari 85 responden. Secara statistik menunjukkan

80

ada hubungan

antara kebiasaan makan makanan asin dengan

kejadian hipertensi. 4. Dari hasil analisis hubungan antara kebiasaan melakukan aktivitas fisik dengan kejadian hipertensi dari

106 responden yang

melakukan aktivitas fisik mengalami hipertensi sebanyak 45,3%. Sedangkan

responden

yang

tidak

melakukan

aktivitas

fisik

mengalami hipertensi sebanyak 53,1% dari 54 responden selebihnya tidak hipertensi. Secara statistik menunjukkan ada hubungan antara kebiasaan melakukan aktivitas fisik dengan kejadian. 5. Berdasarkan hasil analisi multivariat variabel yang paling dominan dalam mempengaruhi kejadian hipertensi adalah umur (OR = 14,35), kebiasaan makan makanan asin (OR = 2,093)

dan riwayat

hipertensi (OR = 2,251) 5.2. Saran Adapun saran yang dapat direkomendasikan dalam penelitian adalah sebagai berikut : 1. Perlu dilakukan informasi dan pendidikan kesehatan secara berkala kepada masyarakat agar masyarakat mendapatkan informasi yang seluas – luasnya mengenai pencegahan penyakit hipertensi sehingga masyarakat mampu menolong dirinya sendiri dalam mencegah penyakit hipertensi. 2. Kepada masyarakat yang berada di Kecamatan Kemuning Kota Palembang

khususnya

dan

semua

lapisan

masyarakat

pada 81

umumnya agar dapat memodifikasi gaya hidup yang lebih sehat seperti melakukan aktivitas fisik paling kurang 30 menit dalam sehari, menjaga pola makan yang sehat tidak mengkonsumsi makanan yang mengandung garam dan mencegah faktor risiko lainnya seperti kebiasaan merokok, konsumsi alkohol, konsumsi makanan yang mengandung lemak jenuh dan hal – hal lain yang dapat meningkatkan risiko hipertensi. 3. Kepada peneliti selanjutnya agar dapat melakukan penelitian lanjutan dengan menambahkan variabel yang belum masuk dalam peneltian ini dan melanjutkan penelitian di lokasi yang berbeda dengan jumlah sampel yang lebih besar.

82

Daftar Pustaka Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2003 Kebijakan dan Strategi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Tidak Menular.Jakarta. Dahlan Sopiyudin, 2009 Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan, Jakarta : Salemba Medika Faktor Risiko Hipertensi yang dapat dikontrol. (diunduh tanggal : 14 Oktober 2012). Tersedia dari : http://www.smallcrab.com/kesehatan. Gunawan-Lany, 2005 Hipertensi. Yogyakarta: Penerbit Kanisius; 9-19. Gunawan, 2001 Hipertensi, Jakarta: PT Gramedia,; 10. Hipertensi dan Obesitas. (diunduh tanggal 5 Oktober 2012). Tersedia dari http://www.jantunghipertensi.com/hipertensi/65.html Hastono, Priyo, Sutanto, 2001 Analisis Data. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia, Jakarta. Kusmana Dede, 2002 Olahraga bagi Kesehatan Jantung. Jakarta: Balai Penerbit FKUI,112-115. Lemeshow S., Hosmers, Klar J., Lwanga S.K., 1997 Besar Sampel Dalam Penelitian Kesehatan (Terjemahan). Jogyakarta UGM Press.

Laporan Riset Kesehatan Dasar ( Riskesdas), 2007 Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. 2008h.110-13 Mubarok, Khamim , 2011. Studi Prevalensi dan Faktor Risiko Hipertensi Primer pada Nelayan di Pelabuhan Jepara, UNDIP Margaret M. Harris, June Stevens, Neal Thomas, et. al., 2002. Association of Fat Distribution and Obesity with Hypertension in a Biethnic Population Notoatmodjo, Soekidjo, 2005 Metodologi Penelitian Kesehatan. PT. Rineka Cipta, Jakarta 83

Monica III (survey III), 2000 Profil Hipertensi pada Populasi (diunduh tanggal 10 Oktober 2010). Tersedia dari : http://www.pjnk.go.id Suharyo HS., 2005. Materi Epidemiologi Kesehatan. Semarang: Magister Epidemiologi Undip . Smoking and Hypertention. (diunduh tanggal 14 Oktober 2012). Tersedia dari : http://www.uptodate.com/patients/contents/topic.do . WHO dalam Soenarta Ann Arieska, 2005 Konsensus Pengobatan Hipertensi. Jakarta: Perhimpunan Hipertensi Indonesia (Perhi),;5. Widyastuti-Nurmasari, Hertanto W Subagio, 2006 Hubungan Beberapa Indikator Obesitas dengan Hipertensi pada Perempuan. Semarang: Media Medika Indonesiana, Fakultas Kedokteran Undip,; 10-15. Yundini, 2006 Faktor Risiko Hipertensi. Jakarta: Warta Pengendalian Penyakit Tidak Menular,Tue, 29 Aug 2006 10:27:42-0700

84

Lampiran 1 Jadwal Kegiatan No

Uraian Kegiatan

Waktu Pelaksanaan Oktober

September MgII 1 2 3

4 5 6 7

8 9 10

MIII

MIV

Mg I

MgII

MIII

MIV

November Mg I

MgII

MIII

Seminar Proposal Perbaikan Proposal Penyerahan Protokol Penelitian Pengurusan izin penelitian Pengumpulan Data Pengolahan Data Penyusunan Laporan Hasil Penelitian Seminar Hasil Perbaikan Hasil Penelitian Finalisasi dan penyerahan Laporan akhir penelitian

85

MIV

Lampiran 2 KUESIONER FAKTOR RESIKO HIPERTENSI No........ IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama 2. Tempat/Tanggal lahir 3. Pekerjaan 4. Suku 5. Alamat RT/RW Kelurahan 6. No. Telp

:.................................................L/P :.......................................Umur :............. :................................................. :................................................. :................................................. :................................................ :............................................... :.................................................

FAKTOR RISIKO HIPERTENSI 1. Riwayat Keluarga dengan Hipertensi : ya 2.

Jika ya, hubugan dengan keluarga tersebut a. Ibu Kandung b. Saudara Perempuan

tidak

c. Ayah Kandung d. Saudara laki –laki

3.

Kebiasaan Merokok

: ya

4.

Dalam 12 bulan/1 bulan terakhir minum minuman beralkohol

5.

Makan makanan asin 1. < 1x/hari 2. 1x/hari 3. 2x/hari 4. ≥3x/hari

6.

Makan makanan tinggi lemak 1. < 1x/hari 2. 1x/hari 3. 2x/hari 4. ≥3x/hari

7.

Makan/minum yang manis – manis 1.< 1x/hari 2. 1x/hari 3. 2x/hari 4. ≥3x/hari

8.

Melakukan aktifitas fiisik 1. Ya,.........menit/hari 2. Jarang/tidak pernah

9.

Merasa tegang, cemas atau panik (stres) 1.< 1x/hari 2. 1x/hari 3. 2x/hari 4. ≥3x/hari

: ya

tidak

tidak

PENGUKURAN FAKTOR RISIKO HIPERTENSI 1. Berat Badan :................................kg 2. Tinggi Badan :...............................cm 3. Indeks Massa Tubuh : ..........................kg/m2 4. Lingkar Perut :................................cm 5. Tekanan Darah :................../............mmHg 6. Kadar Gula Darah : ...............................mgdL

Palembang,...............................2012 Enumerator

.......................................

86

Lampiran 3 SURAT PERNYATAAN Yang bertanda tangan dibawah ini : Nama

:..............................................................

Umur

:..............................................................

Alamat

:............................................................

Dengan ini menyatakan bahwa saya bersedia dan tidak keberatan untuk menjadi responden dalam penelitian ini. Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sepenuhnya tanpa ada paksaan dari pihak manapun. Palembang,...............................2012 Yang membuat pernyataan

.......................................

87

Lampiran 4 Rincian Anggaran A. Belanja Barang Operasional Penelitian 1. ATK

1 Paket

1.000.000

1.000.000

2. Pengukur tinggi badan

4 buah

95.000

380.000

3. Timbangan Portable

4 buah

150.000

600.000

4. Biaya Operasional Risbinakes

1 Paket

250.000

250.000

25.000

450.000

25.000

4.000.000

B. Biaya Pelaksanaan Penelitian 1. Transport Pengambilan Data Awal 2 OR x 9 TR 2. Kontak Responden

18 OT 160 Kuesioner

3. Snack + makan siang 4 OR x 4 HR

16 OH

25.000

400.000

4. Transport ke Lokasi Penelitian 4 OR x 4 TR

16 OT

25.000

400.000

250.000

250.000

5. Biaya Publikasi C. Honor terkait ouput kegiatan

1 Kali

1. Honor Peneliti

3 OR

2.000.000

6.000.000

2. Honor Pengolah Data

1 PT

1.270.000

1.270.000

TOTAL

15.000.000

88

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF