March 21, 2017 | Author: Nendi_Subakti | Category: N/A
EVALUASI KINERJA JARINGAN IRIGASI UJUNG GURAP UNTUK MENINGKATKAN EFEKTIFITAS DAN EFISIENSI PENGOLAHAN AIR IRIGASI Mustapa Alihasmi Siregar1, Ivan Indrawan2 Departemen Teknik Sipil, Universitas Sumatera Utara, Jl. Perpustakaan No.1Kampus USU Medan Email:
[email protected] 2 Staf Pengajar Departemen Teknik Sipil, Universitas Sumatera Utara, Jl. Perpustakaan No.1Kampus USU Medan
1
ABSTRAK Irigasi mempunyai peranan untuk meningkatkan produksi tanaman, dengan cara mengatur dan menyediakan kebutuhan air bagi tanaman. Kebutuhan air bagi tanaman dipengaruhi oleh kehilangan air yang diakibatkan penurunan kinerja jaringan irigasi. Untuk itu diperlukan sistem irigasi yang baik agar kebutuhan air bagi tanaman dapat terpenuhi. Kebutuhan air irigasi pada penilitian ini dilakukan pengukuran dengan menggunakan metode F.J.Mock, dari analisis kebutuhan air irigasi didapat besarnya debit andalan DAS Batang Angkola sehingga diperoleh pola dan masa tanam yang baik. Berdasarkan penelitian tersebut diperoleh debit andalan sebesar 19,39 m3/det dan kebutuhan air adalah sebesar 0,93 lt/dt/ha. Pola tanam yang harus digunakan adalah padipadi-palawija dengan masa tanam awal November. Efisiensi pada jaringan sekunder sebesar 89,86 %, efisiensi ini perlu ditingkatkan agar mencapai efisiensi yang ditetapkan dalam Kriteria perencanaan efisiensi Irigasi yaitu 90 %. Dari hasil penelitian di dapat bahwa Irigasi Ujung Gurap saat ini kurang efektif. Ini terlihat dari awal rencana luas irigasi yang sebesar 1.396 ha dan yang dapat terairi hanya 890 ha, sehingga efektifitas pada irigasi Ujung Gurap hanya sebesar 63,75 %. ABSTRACT Irrigation has a role to increase crop production , by regulating and providing for the water needs of plants . Water requirements for crops affected by the loss of water due to irrigation network performance degradation . It required a good irrigation systems so that the water needs of plants can be met . Irrigation water demand in this research was measured by using the method F. J. Mock , from analysis of the irrigation water requirement obtained discharge magnitude mainstay Batang Angkola order to obtain a pattern and a good growing season . Based on the research there were a mainstay of 19.39 m3/sec discharge and water demand is at 0.93 l / dt / ha . Cropping patterns that should be used is rice - rice - crops by planting early November . Efficiency of the secondary network was 89.86 % , the efficiency needs to be improved in order to achieve efficiency criteria set out in the planning of irrigation efficiency is 90 % . From the results of that research can Ujung Gurap Irrigation is currently less effective . This is evident from the initial plan for extensive irrigation to 1,396 ha and 890 ha irrigated only , so the effectiveness of the irrigation tip Gurap of only 63.75 % Key Word : Efficiency, effectiveness, cropping patterns.
1.
Pendahuluan
Daerah Irigasi Ujung Gurap terletak di Kecamatan Batu Nadua dilihat dari letak geografis, maka D.I ujung Gurap terletak pada posisi 1º21’– 1º27’ LU dan 99º15’–99º19’ BT, dengan letak diatas permukaan laut 260-1100 meter. Kebutuhan air irigasi pada D.I. Ujung Gurap dipenuhi oleh adanya bangunan Bendung Sungai Batang Ayumi. Daerah irigasi ujung gurap ini termasuk daerah yang mayoritas penduduk sebagai petani. Kendala utama yang dihadapi untuk memacu pertumbuhan produksi pangan khususnya padi adalah turunnya produktivitas lahan. Hal ini diakibatkan oleh over intensifikasi pada lahan sawah terkait dengan intensitas tanam yang tinggi dengan dosis pemupukan yang cenderung melebihi kebutuhan optimal. Selain itu, banyak lahan yang mengalami kekurangan air akibat penurunan kualitas irigasi. Turunnya kualitas irigasi merupakan akibat dari menurunnya kinerja dari suatu irigasi. Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya penurunan kinerja irigasi diantaranya terjadi karena alih fungsi lahan dari lahan sawah kebentuk penggunaan lain (pemukiman). Dengan demikian, kondisi jaringan irigasi banyak yang tidak dimanfaatkan atau dibiarkan rusak. Penurunan kinerja jaringan irigasi merupakan ancaman nyata terhadap kurangnya kebutuhan air untuk sawah. Dampak penurunan kinerja irigasi akan mempengaruhi komitmen petani untuk tetap mempertahankan ekosistem sawah. Hal ini disebabkan oleh buruknya kinerja irigasi yang mengakibatkan lahan tersebut kurang kondusif untuk usaha tani khususnya padi. Siklus Hidrologi Siklus hidrologi merupakan rangkaian proses berpindahnya air permukaan bumi dari suatu tempat ke tempat lainnya hingga kembali ke tempat asalnya. Air naik ke udara dari permukaan laut atau dari daratan melalui evaporasi. Air di atmosfer dalam bentuk uap air atau awan bergerak dalam massa yang besar di atas benua dan dipanaskan oleh radiasi tanah. Panas membuat uap air lebih naik lagi sehingga cukup tinggi dan dingin untuk terjadi kondensasi. Uap air berubah jadi embun dan seterusnya jadi hujan atau salju. Curahan (precipitation) turun ke bawah, ke daratan atau langsung ke laut. Air yang tiba di daratan kemudian mengalir di atas permukaan sebagai sungai, terus kembali ke laut. Siklus hidrologi dibedakan ke dalam tiga jenis yaitu: Siklus Pendek, Siklus Sedang, Siklus Panjang.
Daerah Aliran Sungai Daerah aliran sungai adalah suatu wilayah daratan yang merupakan suatu kesatuan dengan sungai dan anak – anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas didarat merupakan pemisah topografi dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktifitas daratan. Curah Hujan Regional Curah hujan wilayah yang terdapat pada suatu daerah aliran sungai (DAS) sangat diperlukan untuk mengetahui mengenai informasi tentang pengaturan air irigasi, mengetahui neraca air dalam suatu lahan dan untuk mengetahui besarnya aliran permukaan (run off). Ada tiga cara untuk menghitung hujan rata-rata daerah aliran yang bisa dilakukan, yaitu :
1.
Metode Arithmetic Mean Metode ini adalah metode yang paling sederhana untuk menghitung hujan rerata pada suatu daerah. Pengukuran yang dilakukan di beberapa stasiun dalam waktu yang bersamaan dijumlahkan dan kemudian dibagi dengan jumlah stasiun.
R = 1n (R1 + R2 + ... + Rn )
(1)
di mana:
R
= area rainfall (mm) = jumlah stasiun pengamat = point rainfall stasiun ke-i (mm).
n R1 ,R2 , ..., Rn
2.
Metode Thiessen Metode ini memperhitungkan bobot dari masing-masing stasiun yang mewakili luasan disekitarnya. Pada suatu luasan di dalam DAS dianggap bahwa hujan adalah sama dengan yang terjadi pada stasiun yang terdekat, sehingga hujan yang tercatat pada suatu stasiun mewakili luasan tersebut. Metode ini digunakan apabila penyebaran stasiun hujan di daerah yang ditinjau tidak merata.
P=
𝑝1 𝐴1+ 𝑝2 𝐴2 + 𝑝3 𝐴3+⋯+𝑝𝑛 𝐴𝑛 𝐴1+𝐴2+𝐴3+⋯+𝐴𝑛
(2)
di mana: P P1,P2,...Pn A1,A2,...An
= curah hujan wilayah = hujan di stasiun 1,2,3...n = luas daerah yang mewakili stasiun 1,2,3....n
3.
Metode Isohyet Isohyet adalah garis yang menghubungkan titik-titik dengan kedalaman hujan yang sama. Pada metode isohyet, dianggap bahwa hujan pada suatu daerah di antara dua garis isohyet adalah merata dan sama dengan nilai rerata dari kedua garis isohyet tersebut. 𝐼1+𝐼2 𝐼2+𝐼3 𝐼𝑛+𝐼𝑛+1 +𝐴2 +⋯+𝐴𝑛 2 2 2
𝐴1
P =
𝐴1+𝐴2+⋯+𝐴𝑛
(3)
di mana : P I1,I2,...In A1,A2,...An
= curah hujan wilayah = garis isohyet ke 1,2, dan 3 = luas daerah yang dibatasi oleh garis isohyet ke 1,2 dan 3.
Kesetimbangan Air Metode ini ditemukan oleh Dr. F.J. Mock. Metode ini dikembangkan untuk menghitung debit bulanan rata-rata. Dengan metode ini, besarnya aliran dari data curah hujan, karakteristik hidrologi daerah pengaliran dan evapotranspirasi dapat dihitung. Pada dasarnya metode ini adalah hujan yang jatuh pada catchment area sebagian akan hilang sebagai evapotranspirasi, sebagian akan langsung menjadi aliran permukaan (direct run off) dan sebagian lagi akan masuk kedalam tanah (infiltrasi), di mana infiltrasi pertamatama akan menjenuhkan top soil, kemudian menjadi perkolasi membentuk air bawah tanah (ground water) yang nantinya akan keluar ke sungai sebagai aliran dasar (base flow).
Curah Hujan Efektif Tidak semua curah hujan yang jatuh diatas tanah dapat dimanfaatkan oleh tanaman untuk pertumbuhannya, ada sebagian yang menguap dan mengalir sebagai limpasan permukaan. Air hujan yang jatuh diatas permukaan dapat dibagi menjadi dua, yaitu: a. Curah hujan nyata, yaitu sejumlah air yang jatuh pada periode tertentu b. Curah hujan efektif, yaitu jumlah air hujan yang jatuh pada suatu daerah atau petak sawah semasa pertumbuhan tanaman dan dapat dipakai untuk memenuhi kebutuhannya. Adapun curah hujan efektif untuk tanaman palawija menurut KP-01 dipengaruhi oleh besarnya tingkat evapotranspirasi dan curah hujan daerah. Besaran curah hujan efektif harian dihitung dengan analisis pendekatan rumus (KP-01, 1986) sebagai berikut: a. Untuk padi, Re = 70% x R80 b. Untuk palawija, Re = 70% x R50 Efisiensi Irigasi Efisiensi irigasi adalah angka perbandingan dari jumlah air irigasi nyata yang terpakai untuk kebutuhan pertumbuhan tanaman dengan jumlah air yang keluar dari pintu pengambilan (intake). Efisiensi irigasi terdiri atas efisiensi pengaliran yang pada umumnya terjadi di jaringan utama dan efisiensi di jaringan sekunder yaitu dari bangunan pembagi sampai petak sawah. Efisiensi irigasi didasarkan asumsi sebagian dari jumlah air yang diambil akan hilang baik di saluran maupun di petak sawah. Kehilangan air yang diperhitungkan untuk operasi irigasi meliputi kehilangan air di tingkat tersier, sekunder dan primer. Besarnya masing-masing kehilangan air tersebut dipengaruhi oleh panjang saluran, luas permukaan saluran, keliling basah saluran dan kedudukan air tanah. Besarnya nilai efisiensi irigasi ini dipengaruhi oleh jumlah air yang hilang selama di perjalanan. Efisiensi kehilangan air pada saluran primer, sekunder dan tersier berbedabeda pada daerah irigasi. Besarnya kehilangan air di tingkat saluran primer 80%, sekunder 90% dan tersier 90%. Sehingga efisiensi irigasi total = 90% x 90% x 80% = 65 %. Efektifitas Irigasi Tingkat efektifitas jaringan irigasi terutama pada jaringan irigasi induk dan jaringan irigasi sekunder. Kebutuhan Air Sawah Perkiraan banyaknya air untuk irigasi didasarkan pada faktor-faktor jenis tanaman, jenis tanah, cara pemberiaan airnya, cara pengolahan tanah, banyak turun curah hujan, waktu penanaman, iklim, pemeliharaan saluran dan bangunan bendung dan sebagainya. NFR = Etc + P + WLR – Re di mana: NFR = kebutuhan air irigasi di sawah (lt/det/Ha Etc = penggunaan konsumtif (mm/hari) WLR = penggantian lapisan air (mm/hari) P = perkolasi (mm/hari) Re = curah hujan efektif Kebutuhan air di pintu pengambilan dapat dirumuskan sebagai berikut : DR = (NFR x A)/e
(4)
(5)
di mana: NFR DR A e
= kebutuhan air irigasi di sawah (lt/det/Ha) = kebutuhan air di pintu pengambilan (lt/det/Ha) = luas areal irigasi rencana (ha) = efisiensi irigasi.
2. Metodologi Penelitian Lokasi Lokasi penelitian berada di wilayah Tapanuli Selatan, Kota Padang Sidimpuan, Kecamatan Batu Nadua pada saluran Irigasi Ujung Gurap. Pengumpulan Data Data yang diperlukan dalam penelitian ini terdiri atas data primer yaitu survei lapangan pada jaringan irigasi sekunder, data sekunder diperoleh melalui kajian pustaka, wawancara dari Dinas terkait seperti Dinas Pengairan Propinsi Sumatera Utara, UPT/Balai PSDA Batang Angkola dan melakukan wawancara kepada para petani di daerah irigasi Ujung Gurap. Data - data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah: peta yang terdiri dari peta topografi dan peta daerah irigasi, skema jaringan irigasi sekunder serta skema banguna irigasi, data curah hujan, dan laporan – laporan terdahulu yang dapat memberikan data dan informasi mengenai desain awal Daerah Irigasi Ujung Gurap dan riwayat perkembangannya. Analisis Kebutuhan Irigasi Kebutuhan air irigasi dianalisis berdasarkan kebutuhan air tanaman (di lahan) dan kebutuhan air pada pengambilan (di bendung). Analisis kebutuhan air untuk tanaman di lahan dipengaruhi oleh beberapa faktor berikut, pengolahan lahan, penggunaan konsumtif, perlokasi, penggantian lapisan air, dan sumbangan hujan. Analisis Efektifitas Irigasi Tingkat efektifitas jaringan irigasi sekunder diperoleh dengan menggunakan persamaan sebagai berikut: IA =
𝐿𝑢𝑎𝑠 𝐴𝑟𝑒𝑎 𝑇𝑒𝑟𝑎𝑖𝑟𝑖 𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑅𝑎𝑛𝑐𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛
𝑥 100%
(6)
Analisis Efisiensi Irigasi Tingkat efisiensiensi jaringan irigasi pada jaringan irigasi sekunder diperoleh dengan menggunakan persamaan sebagai berikut: 𝑼𝒋𝒖𝒏𝒈 E C = 𝑫𝒆𝒃𝒊𝒕 𝑷𝒂𝒏𝒈𝒌𝒂𝒍−𝑫𝒆𝒃𝒊𝒕 x 100 % 𝑫𝒆𝒃𝒊𝒕 𝑷𝒂𝒏𝒈𝒌𝒂𝒍
dimana : Ec Debit Pangkal Debit Ujung
: Kehilangan Air : Jumlah air yang masuk : Jumlah air yang Keluar
(7)
3. Hasil Dan Pembahasan Dari penelitian tersebut maka diperoleh: Curah Hujan Regional Perhitungan curah hujan regional dimaksudkan untuk menghitung rata rata curah hujan yang terjadi di DAS Batang angkola, untuk mengetahui curah hujan maksimum dan minimum yang terjadi pada daerah aliran sungai batang angkola setiap bulannya. Data yang digunakan adalah dari stasiun penakaran yang berada di sekitar daerah irigasi Ujung Gurap, yaitu St. Pintu Padang, St. Sayurmatinggi, St. Pengkolan, dan St. Siabu. Dari keempat stasiun tersebut digunakan Metode rata-rata aljabar. Curah Hujan Efektif Curah hujan efektif adalah bagian dari curah hujan total yang digunakan oleh tanaman selama masa pertumbuhan. Besarnya jumlah curah hujan efektif dipengaruhi oleh cara pemberian air irigasi, laju pengurangan air genangan, kedalaman lapisan air yang dipertahankan, jenis tanaman dan tingkat ketahanan tanaman terhadap kekurangan air. Untuk irigasi tanaman padi, curah hujan efektif diambil 80 % kemungkinan curah hujan terlewati. Curah hujan efektif untuk tanaman padi dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1 Curah Hujan Efektif untuk Tanaman Padi Bulan – Ke Januari Pebruari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember
1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
R80
Curah Hujan Efektif Untuk Tanaman Padi
46,96 49,19 41,33 41,61 34,47 40,46 36,12 37,95 35,46 34,14 28,25 41,52 26,08 23,16 24,50 49,09 36,30 44,30 69,06 58,97 61,16 46,88 34,54 55,61
2,19 2,30 1,93 1,94 1,61 1,89 1,69 1,77 1,65 1,59 1,32 1,94 1,22 1,08 1,14 2,29 1,69 2,07 3,22 2,75 2,85 2,19 1,61 2,59
Evapotranspirasi Menghitung besarnya evapotranspirasi, dibutuhkan data-data klimatologi yang meliputi : Temperatur udara, kelembaban udara, lama penyinaran matahari dan Kecepatan angin. Rekapitulasi perhitungan evapotranspirasi potensial (mm/hari) dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Rekapitulasi Perhitungan Evapotranspirasi Potensial (mm/hari) Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Agt
Sep
Okt
Nov
Des
3,38 3,34 3,19 3,09 Sumber: BMKG Pinang Sori
3,33
3,32
3,04
2,91
2,94
2,93
2,83
2,74
Debit Andalan Batang Angkola dengan F.J.Mock Dalam menentukan besarnya ketersediaan air atau debit andalan pada DAS Batang Angkola, digunakan Metode F.J.Mock. Data yang menjadi parameter dalam menentukan debit andalan antara lain: Data jumlah harian hujan, data curah hujan bulanan rata rata, data evapotranpirasi potensial. Debit andalan yang diperoleh dari perhitungan dapat dilihat pada Gambar 1.
Grafik Debit Andalan
20 15
Grafik Debit Andalan
10
Des…
Nov…
Okt…
Sep…
Agu…
Juli
Juni
Mei
April
Mar…
0
Feb…
5
Jan…
Debit Bulanan m3/s
25
Gambar 1 Debit Andalan Metode F.J. Mock Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa debit andalan maksimum berada pada bulan Oktober yaitu 19,39 m3/det dan debit andalan minimum terjadi pada bulan Agustus yaitu 11,47 m3/det.
Pola Tanam Untuk memenuhi kebutuhan air bagi tanaman, pengaturan pola tanam merupakan hal yang perlu dipertimbangkan. Pengaturan pola tata tanam adalah kegiatan mengatur awal masa tanam, jenis tanaman dan varietas tanaman dalam suatu tabel perhitungan. Varietas pola tanam yang digunakan yaitu padi – padi – palawija. Fungsi utama dari pengaturan pola tanam adalah untuk mendapatkan besaran kebutuhan air irigasi. Pola tanam untuk masa tanam awal November , masa tanam tidak serentak berpriode setengah bulanan dengan waktu bebas (Timelag) satu setengah bulanan namun, masa penyiapan lahan harus sudah selesai dalam 45 hari yang di mulai pada awal bulan
November. Selama jangka waktu penyiapan lahan (45 hari) air irigasi diberikan secara terus menerus dan merata untuk seluruh areal, tidak dibedakan antara areal yang sudah ditanami atau areal yang masih dalam tahap penyiapan. Penyiapan Lahan dan Koefisien Tanaman Masa prairigasi diperlukan guna menggarap lahan untuk ditanami dan untuk menciptakan kondisi lembab yang memadai untuk persemaian yang baru tumbuh, biasanya padi membutuhkan tanah dengan tingkat kejenuhan yang baik dan dalam keadaan tanah yang lunak dan gembur. Pengolahan tanah ini dilakukan selama 1 bulan. Pergantian Lapisan Air Penggantian lapisan air dilakukan sebanyak 2 kali, masing masing setinggi 50 mm (3,3 mm/hari ) selama sebulan dan dua bulan setelah penanaman bibit. Pergantian lapisan air dilakukan untuk menggenangi lapisan tanah yang berfungsi sebagai cadangan air untuk perkolasi dan evapotranspirasi tanaman. Tujuan lain dari adanya genangan tersebut, yaitu untuk menekan laju pertumbuhan gulma. Kebutuhan Air di DI Ujung Gurap Kebutuhan air irigasi adalah jumlah volume air yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan evapotranspirasi, kehilangan air, kebutuhan air untuk tanaman dengan memperhatikan jumlah air yang di berikan oleh alam melalui hujan dan kontribusi air tanah. perhitungan kebutuhan air pada masa tanam awal bulan November diperoleh air maksimum 0,93 lt/dt/ha. Dari perhitungan didapat bahwa masa tanam yang baik dilakukan adalah pada awal bulan november. Analisis Tingkat Efisiensi Saluran Irigasi Tingkat efisiensi jaringan irigasi terutama pada jaringan irigasi sekunder diperoleh dengan cara menghitung kehilangan air yang terjadi pada saluran sekunder. Dalam menghitung kehilangan air, yang pertama dilakukan adalah pengukuran debit saluran dilapangan, sehingga dapat diketahui jumlah air yang masuk dan jumlah air yang keluar. Skema jaringan irigasi ujung gurap Gambar 1.
Gambar 1. Skema Jaringan Irigasi Ujung Gurap Pengukuran yang dilakukan dilapangan adalah dimensi saluran irigasi ujung gurap yaitu, lebar saluran irigasi, tinggi saluran irigasi, dan tinggi permukaan air yang
terdapat pada saluran irigasi ujung gurap. Efisienssi saluran irigasi sekunder dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Efisiensi Saluran Sekunder Irigasi Ujung Gurap Saluran
Debit Pangkal (m3/dtk)
Debit Ujung (m3/dtk)
KehilanganAir (m3/dtk)
Efisiensi
BB 1 – BUG 1
1,812
1,619
0,193
89,349
BUG 2 – BUG 3
1,584
1,424
0,16
89,899
BUG 4 – BUG 5
1,045
0,944
0,101
90,334 89,860
efisiensi penyaluran di saluran sekunder Ujung Gurap sebesar 89,86 %. Kehilangan air di sepanjang saluran sekunder Ujung Gurap adalah sebesar 0,14 % dari efisiensi pada saluran sekunder pada kondisi normal sebesar 90 %. Kehilangan pada saluran sekunder Ujung Gurap ini masih tergolong efisiensi penyalurannya. Faktor yang mempengaruhi kehilangan air pada saluran sekunder ini adalah evaporasi, rembesan dan karena saluran yang dilapisi bahan kedap air sudah rusak. Kondisi saluran juga mempengaruhi kehilangan air dimana semakin panjang saluran maka semakin besar pula kehilangan airnya, begitu juga dengan lebar saluran. Di sekitar saluran sekunder juga ditemukan tumbuh – tumbuhan , dan bahkan memasuki permukaan air pada saluran. Analisis Tingkat Efektifitas Saluran Efektifitas pengelolaan jaringan irigasi ditunjukkan oleh perbandingan antara luas areal terairi terhadap luas rancangan. Dalam hal ini semakin tinggi perbandingan tersebut semakin efektif pengelolaan jaringan irigasi. Tingkat efektifitas akan diukur dari nilai Indek Luas Areal (IA), dengan rumusan berikut : IA =
IA =
Luas Areal Terairi Luas Rancangan 890 1396
X 100 %
x 100 % IA = 63,75 %.
Di lapangan diidentifikasi rasio atau perbandingan luas areal terairi terhadap rancangan luas areal mencapai 63,75 %. Artinya dari seluruh target areal yang akan diairi terdapat 36,25 % yang tidak terairi, dengan kata lain lahan telah berubah fungsi menjadi pemukiman dan kolam ikan. 4. Kesimpulan dan Saran Kesimpulan a. b.
Dari hasil perhitungan kebutuhan air pada pola tanam yang dimulai pada awal November didapat kebutuhan air maksimum adalah sebesar 0,93 lt/dt/ha. Dengan menggunakan metode F.J. Mock didapat nilai debit andalan maksimum pada daerah aliran sungai ( DAS ) Batang Angkola adalah sebesar 19,39 m3/dt, terdapat pada pertengahan Oktober.
c.
d.
Dari tabel 4.12, efisiensi saluran sekunder di irigasi Ujung Gurap sebesar 89,860 %. Kehilangan air sepanjang saluran sekunder sebesar 0,14 %. Dari efisiensi pada keadaan normal di saluran sekunder sebesar 90 %. Dari hasil perhitungan efektifitas sebesar 63,75 %, jumlah lahan yang tidak terairi sekitar 36,25 %. Perubahan lahan irigasi menjadi pemukiman adalah menjadi salah satu penyebab menurunnya tingkat efektifitas pada daerah Irigasi Ujung Gurap.
Saran a. Petani diharapkan melakukan penanaman padi secara serentak, selain dapat mengurangi hama, penanaman serentak ini juga dapat meningkatkan hasil panen. b. Pada proses penyiapan lahan petani diharapkan menggunakan mesin untuk menggarap lahan sawah, agar waktu penyiapan lahan semangkin singkat yakni sekitar 1 bulan, dibandingkan dengan cara tradisional yang memakan waktu hampir 1,5 bulan. c. Dari analisa yang diperoleh masa awal penanaman disarankan pada bulan November untuk mendapatkan hasil yang optimum. d. Pengerukan yang terjadi di saluran primer harus dihentikan, karna dapat merusak saluran primer yang dapat berdampak pada berkurangnya pemenuhan kebutuhan air yang diperlukan oleh tanaman di daerah irigasi Ujung Gurap. e. Perlu diadakan perbaikan pada saluran irigasi ujung Gurap sehingga dapat meningkatkan efisiensi dan efektifitas untuk mengoptimalkan produktifitas hasil tanaman.
DAFTAR PUSTAKA Agus, indra. 2010. Penentuan Jenis Distribusi dan Uji Kesesuaian Semirnov Kolmogrov Data Hujan Das Taratak Timbulun. Politeknik Negeri Padang. Direktorat Jenderal Pengairan. 1986. Standar Perencanaan Irigasi (KP-01). Departemen Pekerjaan Umum, CV. Galang Persada: Bandung. Direktorat Jenderal Pengairan. 1986. Standar Perencanaan Irigasi (KP-02). Departemen Pekerjaan Umum, CV. Galang Persada: Bandung. Hadihardjaja, Joetata. 2005. Irigasi dan Bangunan Air. Gunadarma: Jakarta. Hernawan, Bambang. 2003. Analisis Perhitungan Harga Air Irigasi di Daerah Irigasi Kedungdowo Kramat Kabupaten Batang. Master Theses Civil Engineering RTS 627. 52. Digital Library ITS. Kusnadi Kalsim, dedi, dkk. 2006. Perencanaan Irigasi Drainasi Interaktif Berbasis Teknologi Informasi. Bogor : IPB. Sosrodarsono, Suyono. 1985. Perbaikan dan Pengaturan Sungai. Jakarta : PT Pradnya Paramita. Triatmodjo, Bambang. 1993. Hidraulika II. Beta Offset: Yogyakarta.