Analisis Curah Hujan - Dr. Ir. Entin Hidayah M.um.
March 30, 2019 | Author: devezzfil | Category: N/A
Short Description
Download Analisis Curah Hujan - Dr. Ir. Entin Hidayah M.um....
Description
1
PENGANTAR
Dalam modul ini mahasiswa akan diberi pembekalan mengenai pengantar analisis hujan berupa komponen-komponen yang mempengaruhi hujan yang dimulai dengan istilah-istilah yang digunakan, dan tipe hujan. Selanjutnya akan mempelajari bagaimana mengukur hujan, menguji data hujan, mengolah data hujan sampai menjadi data hujan rancangan. Untuk lebih mudah dalam pengkajiannya, maka dalam modul ini diberikan contoh-contoh aplikasi dari metode-metode pengelolaan data hujan tersebut sampai menjadi data hujan rancangan. rancangan.
Tujuan Instruksional Umum Setelah mempelajari modul ini mahasiswa diharapkan mampu menghitung tinggi hujan rencana sebagai dasar dalam menentukan debit banjir rencana.
Tujuan Instruksional Khusus Setelah mempelajari modul ini mahasiswa diharapkan dapat memenuhi hal-hal berikut. 1.
Mahasiswa memahami konsep pengukuran data hujan
2.
Mahasiswa mampu mengisi atau mengoreksi data hujan yang hilang
3.
Mahasiswa mampu menghitung hujan rata-rata wilayah, intensitas hujan dan akhirnya curah hujan rencana.
Analisis curah hujan - Hidrologi
2
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1. Definisi dan Komponen Penting Hujan
Definisi dari hujan adalah titik-titik air yang jatuh dari awan melalui lapisan atmosfer ke permukaan bumi secara proses alam, dimana proses ini merupakan satu kesatuan dengan siklus hidrologi. Pada siklus hidrologi, hujan turun ke permukaan bumi selalu didahului dengan adanya pembentukan awan, karena adanya penggabungan penggabungan uap air yang ada di atmosfer melalui proses kondensasi, maka terbentuklah butir-butir air yang bila lebih berat dari gravitasi akan jatuh berupa hujan. Selanjutnya setelah hujan jatuh ke bumi akan menjadi limpasan permukaan ( surface runoff ), ), terinfiltrasi ketanah menjadi aliran antara berupa (interflow, subsurface flow) maupun sebagian mengalami perkolasi yang menjadi aliran air tanah ( groundwater ), ), dan ada yang kembali ke atmosfir dinamakan evaporasi atau evapotranspirasi. evapotranspirasi. Hujan merupakan komponen penting dalam proses perhitungan hujan menjadi aliran. Komponen-komponen Komponen-komponen tersebut meliputi intensitas hujan, tinggi hujan, durasi hujan dan distribusi hujan. Intensitas hujan adalah tinggi hujan persatuan waktu, misalnya: mm/menit, atau mm/jam, mm/hari. Tinggi hujan adalah jumlah atau banyaknya hujan yang dinyatakan dengan tinggi air di atas permukaan datar, dalam mm. Durasi hujan adalah lamanya curah hujan dalam menit atau jam. Distribusi hujan adalah pola kejadian hujan yang digambarkan oleh waktu dan posisi kejadiannya.
1.2. Tipe Hujan
Tipe hujan yang yang terjadi di suatiu wilayah wilayah dipengaruhi dipengaruhi oleh kondisi meteorologi setempat pada saat itu, dan keadaan topografinya. Sehingga secarara garis besar tipe
Analisis curah hujan - Hidrologi
3
hujan dapat dikatagorikan menjadi tiga tipe yaitu hujan konvektif, hujan orografis dan hujan frontal Hujan konvektif terjadi akibat massa udara yang terangkat keatas oleh pemanasan
lahan, atau karena udara dingin yang bergerak diatas laut atau dataran yang panas. Hujan ini dicirikan oleh intensitas hujannya hujannya bervariasi bervariasi dari rendah sampai dengan dengan tinggi. tinggi. Hujan ini biasanya terjadi di wilayah tropis. Hujan orografis terjadi oleh adanya rintangan topografi dan ditambah oleh adanya adanya
dorongan udara melalui dataran tinggi atau gunung. Hujan ini dicirikan oleh jumlah curah hujan tahunannya di dataran tinggi umumnya lebih tinggi dari pada di dataran rendah terutama pada lereng-lereng dimana angin datang. Hujan ini biasanya terjadi di daerah gunung. Hujan frontal terjadi karena kenaikan udara frontal ditandai oleh lerengnya yang
landai, dimana udara panas naik keatas udara yang dingin. Hujan ini banyak terjadi di daerah pertengahan dan jarang terjadi di daerah tropis dimana masa udara hampir mempunyai suhu yang seragam.
Analisis curah hujan - Hidrologi
4
BAB 2. ALAT UKUR HUJAN
Hujan merupakan masukan utama untuk perhitungan debit. Oleh karena itu jumlah hujan yang terjadi dalam suatu daerah aliran sungai (DAS) merupakan besaran yang sangat penting dalam sistem DAS tersebut, sehingga pengukuran hujan harus dilakukan secermat mungkin. Jumlah hujan yang dimaksud ters ebut adalah seluruh hujan yang terjadi dalam DAS yang bersangkutan, karena hujan ini yang akan dialihragamkan menjadi aliran di sungai. Dengan demikian, ini berarti bahwa seluruh hujan yang terjadi setiap saat harus dapat diukur. Konsekuensi dari kebutuhan ini adalah bahwa di dalam DAS tersebut harus tersedia alat ukur yang mampu menangkap semua jenis air hujan yang jatuh. Bermacam-macam jenis alat ukur hujan yang ada, tetapi pada dasarnya hanya terdiri atas 2 jenis saja yaitu alat ukur hujan manual dan alat ukur hujan otomatis. Pada dasarnya alat ukur hujan baik manual maupun otomatik, terdiri dari tiga komponen, yaitu corong, bejana pengumpul dan alat ukur. Perbedaannya adalah, pada alat ukur otomatik ini, komponen bejana pengumpul dan alat ukurnya dibuat secara khusus.
2.1. Alat Ukur Hujan Manual
Alat ukur hujan manual atau tidak otomatis merupakan alat ukur hujan yang pencataanya dilakukan melalui pengamatan oleh pengamat lapangan dan data hujannya diukur biasanya sekitar pukul 07.00 pagi. Hasil pencatatan hari itu merupakan hasil pencatatan data yang ditimbulkan oleh kejadian hujan kemarin. Contoh hasil pencatatan data hujan manual ini dapat dilihat dalam Tabel 2.1. Cara pengukurannya dilakukan dengan mengukur air yang tertampung dalam bejana pengumpul, dan besaran hujan dinyatakan dalam mm (Gambar 2.1). Ketelitian
Analisis curah hujan - Hidrologi
5
pengukuran data hujan harian yang tinggi dapat diperoleh melalui mengoreksi, alat ukur hujan manual yang standar dengan alat ukur hujan yang ditempatkan selevel permukaan tanah (around level rain gauge), yang hasilnya ground level rain gauge selalu lebih tinggi hal ini disebabkan oleh pengaruh angin (Hadisusanto N., 2011)
Gambar 2.1. Alat ukur Hujan Manual (sumber: Hadisusanto N., 2011).
Bermacam-macam penggunaan data hasil pencatatan hujan harian antara lain: a. Perhitungan jumlah persediaan air daerah aliran sungai. b. Perhitungan penentuan tipe iklim suatu daerah untuk kepentingan pertanian. c. Penentuan periode bulan basah dan bulan kering. d. Penentuan hujan harian maksimum untuk banjir rencana tertentu. e. Perhitungan neraca air. f.
Perhitungan debit andalan dalam perencanaan pembangkit listrik tenaga air.
Analisis curah hujan - Hidrologi
6
Tabel 2.1 . Contoh pencatatan hujan manual DATA HUJAN HARIAN Nama Pos Daerah Aliran Sungai Wilayah Sungai Lokasi pos Data geografis
: :
Karangploso Opak
No Tahun pendirian
: :
146
Tahun :
: : :
Elevasi pos Dibangun oleh Provinsi
: : :
71 DPU Daerah Istimewa Yogyakarta
Kab/Kec
:
Serayu-Opak Desa Bangunharjo o o 07 50'34" LS 110 26'34" BT Bantul/Sewon
Pelaksana
:
DPU
2006
Tabel Hujan Harian (mm) Tanggal 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 Jumlah (mm) Jumlah hari hujan (hari) Rata-rata (mm) Max (mm)
Jan 18.0 0.0 1.0 0.0 16.0 0.0 0.0 0.0 9.5 0.0 2.5 0.0 0.0 4.0 6.0 19.0 19.0 18.0 0.0 0.0 0.0 0.0 35.0 26.0 0.0 33.0 77.0 2.0 29.0 0.0 0.0
Feb 30.0 14.5 6.0 36.0 0.0 0.0 0.0 0.0 2.5 4.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 2.0 1.0 0.0 66.5 0.0 0.0 0.0 0.0 8.0 1.5 72.5 42.0 32.0
Mar 51.5 1.5 0.0 0.0 6.5 15.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 12.0 0.0 0.0 22.0 0.0 0.0 100.0 42.0 4.0 0.0 0.0 0.0 14.5 8.5 17.0 17.0 15.0 15.5 27.0
Apr 20.0 15.0 2.0 27.5 6.5 3.5 7.5 0.0 0.0 20.5 2.0 10.0 9.0 2.5 0.0 0.0 0.0 0.0 15.5 0.0 6.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
Mei 0.0 0.0 0.0 26.0 0.0 0.0 0.0 0.0 25.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 2.0 12.0 16.0 44.0 33.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
Jun 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
Jul 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
Ags 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
Sep 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
Okt 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
Nop 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 20.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 10.0 5.5 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
Des 0.0 0.0 0.0 13.0 1.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 36.0 0.0 19.5 0.0 0.0 2.0 0.0 6.5 26.5 0.0 19.5 18.0 0.0 11.0 32.0 14.0 3.7 20.5 3.0
315.0 16.0
318.5 14.0
369.0 16.0
147.5 14.0
158.0 7.0
0.0 0.0
0.0 5.0
0.0 0.0
0.0 0.0
0.0 0.0
35.5 3.0
226.2 15.0
10.2 77.0
11.4 72.5
11.9 100.0
4.9 27.5
5.1 44.0
0.0 0.0
2.9 64.5
0.0 0.0
0.0 0.0
0.0 0.0
1.2 20.0
7.3 36.0
Analisis curah hujan - Hidrologi
7
2.2. Alat Ukur Hujan Otomatis
Alat ukur hujan otomatis adalah alat yang mampu merekam setiap kejadian hujan secara kontinyu yang dituangkan dalam kertas grafik. Hasil pencatatannya berupa data hujan jam-jaman bahkan skala waktu yang lebih rendah lagi. Bentuk pencatatan alat ukur hujan otomatis menggambarkan hubungan antara tinggi hujan (R 1) terhadap durasi kejadian hujannya (t 1) seperti Gambar 2.2. Adapun prinsip pencatatannya ( plufiograph) adalah dengan menggunakan kertas grafik jumlah hujan per satuan waktu terjadi hujan dapat dibaca sebagai intensitas hujan. Cara kerja dan pembacaaan dari grafik ini adalah sebagai berikut: 1. Garis datar pada grafik menunjukkan waktu tidak terjadi hujan, sedangkan garis miring dan tegak menandakan waktu terjadi hujan. 2. Pada garis tegak lurus yang tergambar pada kertas grafik akan naik hingga mencapai angka 10 mm, setelah mencapai angka ini jarum otomatis turun hingga angka 0 mm, kalau masih terus hujan jarum naik lagi sambil mencatat besarnya hujan. Makin tinggi intensitas hujan, makin terjal pula kemiringan garis tersebut. 3. Penggantian kertas dapat diganti setiap hari, minggu bahkan setiap bulan sekali ini tergantung pada tipe alat ukur hujan otomatis yang terpasang. Permasalahan yang mungkin muncul dalam pembacaan plufiograph adalah bila intensitas hujan sangat tinggi, maka dapat saja terjadi rekaman yang tidak jelas, yang hanya merupakan blok hitam, sehingga tidak dapat dihitung lagi berapa kali jarum naik dan jatuh. Kalau terjadi keadaan seperti ini terjadi, berarti informasi hujan yang penting ini dapat hilang. Oleh se babitu, harus dicari jawabnya pada alat ukur hujan manual. Untuk menghindari hal yang demikian, maka pada umumnya, setiap pemasangan alat ukur hujan otomatis juga didampingi dengan pemasangan alat ukur hujan manual.
m m n a u h i n i T
Waktu (jam ke)
Gambar 2.2. Contoh rekaman alat ukur hujan otomatis
Analisis curah hujan - Hidrologi
8
Terdapat tiga tipe alat ukur hujan otomatis antara lain tipping bucket, weighing dan float (Raghunath, 2006) :
1. Alat ukur hujan Tipping Bucket . Alat ini terdiri dari silinder penampung dilengkapi dengan corong. Di bawah corong ditempatkan sepasang timba penakar kecil yang dipasang sedemikian rupa sehingga jika salah satu timba menerima curah hujan sebesar 0,25 mm, timba tersebut akan menjungkit dan menumpahkan isinya ke dalam tangki. Timba lainnya kemudian menggantikan tempatnya, dan kejadian serupa akan terulang. Gerakan timba mengaktifkan suatu sirkuit listrik dan rae-nyebabkan bergeraknya pena pada lembaran kertas grafik yang dipasang pada suatu silinder dan berputar sesuai dengan perputaranjarum jam. Skets alat ukur hujan tipe Tipping Bucket ini disajikan dalam gambar 2.3.
Gambar 2.3 Sketsa alat ukur tipping bucket 2. Alat ukur weighing. Alat ukur ini menimbang air hujan yang jatuh ke dalam seperangkat timba pada wadah suatu pegasatau tuas imbang. Penambahan berat timba dan isinya dicatat pada suatu grafik. Catatan hujan pada grafik merupakan akumulasi hujan. Skets alat ukur hujan tipe weighing ini disajikan dalam gambar 2.4.
Gambar 2.4. Sketsa alat ukur hujan tipe weighing
Analisis curah hujan - Hidrologi
9
3. Alat ukur jenis pelampung ( float). Alat ukur ini bekerja dengan mengumpulkan hujan kedalam tabung yang berisis pelampung. Jika muka air di dalam tabung naik, pelampung bergerak ke atas dan bersamaan dengan pelampung tersebut sebuah pena yang dihubungkan dengan pelampung melalui suatu tali penghubung juga ikut bergerak. Gerakan pena tersebut memberi tanda pada kertas grafik yang digulung pada silinder yang berputar. Jika tabung telah penuh, secara otomatis seluruh air akan melimpas keluar melalui mekanisme sifon yang dihubungkan. Skets alat ukur hujan tipe float ini disajikan dalam gambar 2.5.
Gambar 2.5 Sketsa alat ukur tipe Float Contoh hasil pencatatan data hujan otomatis dapat dilihat pada tabel 2.2. Penggunaan data hasil pencatatan hujan otomatis ini antara lain yaitu: a.
Penentuan besarnya intensitas hujan.
b.
Penentuan distribusi hujan jam-jaman.
Pemasangan alat ukur hujan supaya berfungsi dengan baik harus memperatikan syaratsyarat sebagai berikut: 1.
Letak stasiun hujan harus independen tidak overlap dengan stasiun hujan yang lain.
2.
Tinggi corong 110 cm dari permukaan tanah.
3.
Diletakkan minimum 4 x tinggi rintangan bangunan atau pohon yang terdekat.
4.
Terlindung dari gangguan luar (binatang, orang).
5.
Dekat dengan tempat tinggal pengamat.
6.
Syarat-syarat teknis alat harus terpenuhi.
Analisis curah hujan - Hidrologi
10
Tabel 2.2. Contoh hasil pencatatan data hujan otomatis Stasiun Lokasi
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28
: Sentral : Kota Bondoowoso
Hari/ Tanggal s el as a rabu k am is jum'a t s abt u minggu s enin s el as a rabu kamis jum'a t sabtu minggu s enin selasa rabu k am is jum 'at s abt u minggu senin s el as a rabu kamis jum 'at sabtu minggu senin
01-Feb-05 02-Feb-05 03-Feb-05 04-Feb-05 05-Feb-05 06-Feb-05 07-Feb-05 08-Feb-05 09-Feb-05 10-Feb-05 11-Feb-05 12-Feb-05 13-Feb-05 14-Feb-05 15-Feb-05 16-Feb-05 17-Feb-05 18-Feb-05 19-Feb-05 20-Feb-05 21-Feb-05 22-Feb-05 23-Feb-05 24-Feb-05 25-Feb-05 26-Feb-05 27-Feb-05 28-Feb-05
Bulan Pengamatan Tahun Pengamatan
: Februari : 2005
Tinggi Air pada jam 1 0. 0 0. 0 0. 0 0.0 0. 0 0.0 0. 0 0. 0 0. 0 0.0 0.0 0.0 0.0 0. 0 0.0 0.0 0. 0 0. 0 0. 0 0.0 0.0 0. 0 0.0 0.0 0. 0 0.0 0.0 0.0
2 0. 0 0. 0 0. 0 0.0 0. 0 0.0 0. 0 0. 0 0. 0 0.0 0.0 0.0 1.0 0. 0 0.0 0.0 0. 0 0. 0 0. 0 0.0 0.0 0. 0 0.0 0.0 0. 0 0.0 0.0 0.0
3 0. 0 0. 0 0. 0 0.0 0. 0 0.0 0. 0 0. 0 0. 0 0.0 0.0 0.0 0.0 0. 0 0.0 0.0 0. 0 0. 0 0. 0 0.0 0.0 0. 0 0.0 0.0 0. 0 0.0 0.0 0.0
4 0. 0 0. 0 0. 0 0.0 0. 0 0.0 0. 0 0. 0 0. 0 0.0 0.0 0.0 0.0 0. 0 0.0 0.0 0. 0 0. 0 0. 0 0.0 0.0 0. 0 0.0 0.0 0. 0 0.0 0.0 0.0
5 0. 0 0. 0 0. 0 0.0 0. 0 0.0 0. 0 0. 0 0. 0 0.0 0.0 0.0 0.0 0. 0 0.0 0.0 0. 0 0. 0 0. 0 0.0 0.0 0. 0 0.0 0.0 0. 0 0.0 0.0 0.0
6 0. 0 0. 0 0. 0 0.0 0. 0 0.0 0. 0 0. 0 0. 0 0.0 0.0 0.0 0.0 0. 0 0.0 0.0 0. 0 0. 0 0. 0 0.0 0.0 0. 0 0.0 0.0 0. 0 0.0 0.0 0.0
7 0. 0 0. 0 0. 0 0.0 0. 0 0.0 0. 0 0. 0 0. 0 0.0 0.0 0.0 0.0 0. 0 0.0 0.0 0. 0 0. 0 0. 0 0.0 0.0 0. 0 0.0 0.0 0. 0 0.0 0.0 0.0
8 0. 0 0. 0 0. 0 0.0 0. 0 0.0 0. 0 0. 0 0. 0 0.0 0.0 0.0 0.0 0. 0 0.0 0.0 0. 0 0. 0 0. 0 0.0 0.0 0. 0 0.0 0.0 0. 0 0.0 0.0 0.0
9 0. 0 0. 0 0. 0 0.0 0. 0 0.0 0. 0 0. 0 0. 0 0.0 0.0 0.0 0.0 0. 0 0.0 0.0 0. 0 0. 0 0. 0 0.0 0.0 0. 0 0.0 0.0 0. 0 0.0 0.0 0.0
10 0. 0 0. 0 0. 0 0.0 0. 0 0.0 0. 0 0. 0 0. 0 0.0 0.0 0.0 0.0 0. 0 0.0 0.0 0. 0 0. 0 0. 0 0.0 0.0 0. 0 0.0 0.0 0. 0 0.0 0.0 0.0
11 0. 0 0. 0 0. 0 0.0 0. 0 0.0 0. 0 0. 0 0. 0 0.0 0.0 0.0 0.0 0. 0 0.0 0.0 0. 0 0. 0 0. 0 0.0 0.0 0. 0 0.0 0.0 0. 0 0.0 0.0 0.0
12 0. 0 0. 0 0. 0 0.0 0. 0 0.0 0. 0 0. 0 0. 0 3.1 0.0 0.0 0.9 0. 0 0.0 0.0 0. 0 0. 0 0. 0 0.0 0.0 0. 0 0.0 0.0 0. 0 0.0 0.0 0.0
13 0. 0 0. 0 0. 4 0.0 0. 0 0.0 0. 0 0. 0 0. 0 0.0 0.0 0.0 1.5 0. 0 0.0 0.0 0. 0 0. 0 0. 0 0.0 0.0 0. 0 0.0 0.0 0. 0 0.0 0.0 7.6
14 15 0. 0 0. 0 0 .0 0. 0 1. 0 0. 0 0.0 0.0 0. 0 0. 0 0.0 0.0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 2. 4 5. 6 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0. 8 4. 1 0.0 2.7 0.0 0.0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0.0 0.0 1.3 6.5 0. 0 0. 0 0.9 9.1 0.0 0.0 0. 0 0. 0 1.2 0.0 0.0 0.0 15.1 0.0
16 0. 0 0 .0 0. 0 0.0 0. 0 3.8 0. 0 0. 0 0. 0 2.6 1.1 0.0 0.0 0. 0 4.0 0.0 0. 0 0. 0 0. 0 0.0 15.5 0. 0 0.0 1.2 0. 0 0.0 0.0 0.0
17 0. 0 0. 0 0. 0 0.6 1. 2 0.0 1. 0 0. 0 0. 0 0.0 0.0 0.0 0.0 0. 0 0.0 0.0 0. 0 0. 0 0. 0 0.0 0.0 0. 0 0.0 2.7 0. 0 0.0 0.0 0.0
18 0. 0 0. 0 1. 0 0.0 0. 0 0.0 0. 0 0. 0 0. 0 0.0 7.8 0.0 1.8 0. 0 0.0 0.0 0. 0 0. 0 0. 0 0.0 0.0 0. 0 0.0 0.0 0. 0 0.0 0.0 0.0
19 0. 0 0. 0 0. 0 0.0 0. 0 0.0 0. 0 0. 0 0. 0 0.0 9.3 0.0 2.2 0. 0 0.0 0.0 0. 0 0. 0 0. 0 0.0 0.0 0. 0 0.0 0.0 0. 0 0.0 0.0 0.0
20 0. 0 0. 0 0. 0 0.0 0. 0 0.0 0. 0 0. 0 0. 0 0.0 0.0 0.0 2.8 0. 0 0.0 0.0 0. 0 0. 0 0. 0 0.0 0.0 0. 0 0.0 0.0 0. 0 0.0 0.0 0.0
21 0. 0 0. 0 0. 0 0.0 0. 0 0.0 0. 0 0. 0 0. 0 0.0 0.0 0.0 0.0 0. 0 0.0 0.0 0. 0 0. 0 0. 0 0.0 0.0 0. 0 0.0 0.0 0. 0 0.0 0.0 0.0
22 0. 0 0. 0 0. 0 0.0 0. 0 0.0 0. 0 0. 0 0. 0 0.0 0.0 6.6 0.0 0. 0 0.0 9.1 0. 0 0. 0 0. 0 0.0 0.0 0. 0 0.0 0.0 0. 0 0.0 0.0 0.0
23 0. 0 0. 0 0. 0 0.0 0. 0 0.0 0. 0 0. 0 0. 0 0.0 0.0 0.0 0.0 0. 0 0.0 11.7 0. 0 0. 0 0. 0 0.0 0.0 0. 0 0.0 0.0 0. 0 0.0 0.0 0.0
24 0. 0 0. 0 0. 0 0.0 0. 0 0.0 0. 0 0. 0 0. 0 0.0 0.0 0.6 0.0 0. 0 0.0 0.0 0. 0 0. 0 0. 0 0.0 0.0 0. 0 0.0 0.0 0. 0 0.0 0.0 0.0
Durasi
JUMLAH HARIAN
3 1 1 1 1 2 2 3 2 6 2 2 2.0
3 2 2 1 2
Analisis curah hujan - Hidrologi
0. 0 0. 0 2. 4 0.6 1. 2 3.8 1. 0 0. 0 8. 0 5.7 18.2 7.2 10.2 4. 9 6.7 20.8 0. 0 0. 0 0. 0 0.0 23.3 0. 0 10.0 3.9 0. 0 1.2 0.0 22.7
3 1 1 13 1 14 6 11 8 4 4 11 35 19 2 23
11
BAB 3. PENGUJIAN DATA HUJAN
3.1. Pengujian Kelengkapan Data Hujan
Sering kita jumpai bahwa pencatatan data hujan pada suatu stasiun mengalami kekosongan dalam pencatatannya. Data hujan hilang ini dapat terjadi akibat beberapa faktor, misalnya alat pengukur hujan yang rusak, pengamat stasiun hujan yang berhalangan, data hasil pencatatan hujan yang hilang, dll. Data hujan yang hilang dapat dicari dengan dua cara yang sering digunakan untuk perencanaan hidrologi yaitu metode perbandingan normal (normal ratio method) dan reciprocal method.
3.1.1. Normal Ratio Method
Metode ini cocok digunakan untuk memperkirakan data hujan yang hilang pada kondisi variasi data hujan antar lokasi pengukuran tidak terlalu besar. Selain itu stasiun hujan yang tersedia lebih dari tiga stasiun hujan. Persamaan yang digunakan untuk menghitung metode perbandingan normal adalah :
=
………………………..….(3.1)
dengan:
= data hujan hilang yang dicari = jumlah hujan tahunan normal pada stasiun x
, = hujan di stasiun sekitarnya pada saat yang sama dengan data hujan yang
n
hilang = jumlah hujan tahunan normal stasiun yang berdekatandengan stasiun x = jumlah stasiun hujan di sekitar x
Analisis curah hujan - Hidrologi
12
Contoh 1: Data hujan tahunan selama 5 tahun pada 5 stasiun hujan pada table 3.1. terdapat salah satu datanya hilang (pada stasiun B tahun 2008). Carilah data hujan yang hilang tersebut menggunakan metode perbandingan normal. Tabel 3.1. Data hujan pada Stasiun A, B, C, D dan E. Hujan Tahunan di Stasiun (mm) Tahun
A
B
C
D
E
2007
1000
1050
950
1200
1100
2008
1050
-
1200
1100
1000
2009
1200
1100
950
1100
1150
2010
950
1000
1150
1000
900
2011
1150
900
1100
1200
1150
Jumlah
5350
4050
5350
5600
5300
Penyelesaian: Data hujan yang hilang di stasiun B pada tahun 2008 tersebut dapat dicari dengan cara sebagai berikut : PB
. P + . P + . P + . P ) . 1050+ . 1200+ . 1100+ . 1000) = =
A
C
D
E
= 815,739 mm
3.1.2. Resiprocal Method
Metode ini dianggap lebih baik dari pada metode perbandingan normal, karena dalam perhitunganya memasukkan faktor jarak antar stasiun hujannya sebagai faktor koreksi pembobotan. Persamaaan yang digunakan dalam perhitungan metode ini adalah:
∑ ∑…………..……………………………………………………(3.2) Dengan:
jarak stasiun x terhadap stasiun sekitarnya
Analisis curah hujan - Hidrologi
13
Contoh 2: Data hujan harian di stasiun x pada tanggal 15 Desember 2011 hilang/rusak. Data hujan yang sama di stasiun sekitarnya yaitu A, B dan C secara berurutan adalah 40, 35, 25. Hujan tahuna di stasiun X, A, B, dan C adalah 2000, 2100, 2200, 1900. Jarak dari stasiun A, B, C terhadap stasiun X berturut-turut adalah 12 km, 20 km, dan10 km. Perkirakan data hujan yang hilang di stasiun X dengan menggunakan metode Resiprocal. Penyelesaian:
Px
∑ ∑
35,71 mm
3.2. Pemeriksaan Konsistensi Data Hujan
Suatu series data hujan untuk suatu stasiun hujan dimungkinkan sifatnya tidak konsisten. Kondisi data hujan yang tidak konsisten ini butuh dilakukan uji konsistensi data sebelum dilakukan analisis, karena datanya berasal dari populasi yang berbeda. Penyebab ketidak konsistensian data ini adalah: 1. Alat ukur hujan diganti dengan spesifikasi berbeda, atau alat yang sama akan tetapi dipasang dengan patokan yang berbeda. 2. Alat ukur dipindahkan dari tempat semula tetapi secara administrative nam stasiun tersebut tidak diubah, misalnya karena masih dalam satu desa. 3. Alat ukur sama, tempat tidak dipindahkan, akan tetapi lingkungan yang berubah. Salah satu metode yang digunakan untuk menguji konsistensi data adalah kurva massa ganda ( double mass curve) (Linsley,1986 ). Metode ini membandingkan hujan tahunan komulatif di stasiun y terhadap stasiun referensi x. Stasiun referensi biasanya adalah nilai rerata dari beberapa stasiun hujan di dekatnya. Nilai komulatif tersebut digambarkan pada sistim koordinat kartesian x-y. Langkah yang dilakukan dalam metode ini adalah:
Plot komulatif data hujan pada stasiun yang akan diuji (sb. y)
Plot komulatif data hujan pada stasiun referensi (sb. x)
Periksa kurva hasil plotting diatas untuk melihat perubahan kemiringan ( trend ). Apabila garis yang terbentuk lurus berarti pencatatan di stasiun y konsisten. Sebaliknya apabila kemiringan kurva patah/berubah, berarti pencatatan di stasiun y tidak konsisten.
Analisis curah hujan - Hidrologi
14
Jika tidak konsisten, perlu dilakukan koreksi terhadap data (Hz = tan z . Ho)
Contoh 3. Terdapat 4 stasiun hujan A, B, C dan D. Alat ukur pada stasiun A diganti sehingga perlu diuji konsistensi data pada stasiun A terhadap stasiun hujan sekitarnya. Adapun data hujan pada ke empat stasiun tersebut seperti pada table 3.2. Uji konsistensi data pada stasiun A terhadap stasiun sekitarnya. Penyelesaian: Tabel 3.2. Data hujan tahunan pada 4 stasiun hujan selama 26 tahun. Data Stasiun A Rerata hujan 3 Stasiun Stasiun Stasiun Stasiun Kumulatif No Tahun stasiun (Tanpa A(mm) B(mm) C(mm) D(mm) stasiun A stasiun A) 1 1986 800 18970 790 1185 632 553 2 1987 380 18170 410 615 328 287 3 1988 540 17790 710 1065 568 497 4 1989 920 17250 557 835.5 445.6 389.9 5 1990 410 16330 517 775.5 413.6 361.9 6 1991 600 15920 477 715.5 381.6 333.9 7 1992 580 15320 437 655.5 349.6 305.9 8 1993 650 14740 397 595.5 317.6 277.9 9 1994 540 14090 357 535.5 285.6 249.9 10 1995 1150 13550 317 475.5 253.6 221.9 11 1996 980 12400 277 415.5 221.6 193.9 12 1997 600 11420 580 870 464 406 13 1998 1150 10820 650 975 520 455 14 1999 140 9670 540 810 432 378 15 2000 860 9530 750 1125 600 525 16 2001 750 8670 830 1245 664 581 17 2002 830 7920 600 900 480 420 18 2003 600 7090 520 780 416 364 19 2004 1580 6490 490 735 392 343 20 2005 520 4910 870 1305 696 609 21 2006 490 4390 710 1065 568 497 22 2007 870 3900 540 810 432 378 23 2008 710 3030 920 1380 736 644 24 2009 680 2320 810 1215 648 567 25 2010 420 1640 700 1050 560 490 26 2011 1220 1220 870 1305 696 609
Kumulatif rerata hujan 3 stasiun (Tanpa stasiun A) 15623.33 14833.33 14423.33 13713.33 13156.67 12640.00 12163.33 11726.67 11330.00 10973.33 10656.67 10380.00 9800.00 9150.00 8610.00 7860.00 7030.00 6430.00 5910.00 5420.00 4550.00 3840.00 3300.00 2380.00 1570.00 870.00
Analisis curah hujan - Hidrologi
15
Kurva massa ganda 18000 16000 A n14000 u i12000 s a t10000 s f i t 8000 a l u 6000 m4000 u K 2000
y=1,1 X=1,4
y=1,4 X=1,6
0 0
5000
10000
15000
20000
Kumulatif rerata 3 stasiun
Gambar 3.1. Massa kurva ganda Persamaan garis regresi stasiun A
=
Tan α = Tan α0
Data curah hujan yang diperbaiki Hz =
.
Karena data yang tidak konsisten sebanyak 11 tahun, maka yang dikoreksi adalah data yang tidak konsisten tersebut, sehingga data stasiun A setelah perbaikan seperti pada tabel 3.3
Analisis curah hujan - Hidrologi
16
Tabel 3.3. Hasil perbaikan data hujan No Tahun 1 1986
Ho A(mm) 800
2 3 4 5 6 7
1987 1988 1989 1990 1991 1992
380 540 920 410 600 580
8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26
1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
650 540 1150 980 600 1150 140 860 750 830 600 1580 520 490 870 710 680 420 1220
Data Stasiun A Hz = 1,115 . H0 892
Kumulatif setelah perbaikan 19838.25
424 602
18946.25 18522.55
1026 457 669 647
17920.45 16894.65 16437.5 15768.5
725 602
15121.8 14397.05
1282 1093
13794.95 12512.7
600 1150 140 860 750 830 600 1580 520 490 870 710 680 420 1220
11420 10820 9670 9530 8670 7920 7090 6490 4910 4390 3900 3030 2320 1640 1220
Analisis curah hujan - Hidrologi
17
BAB 4. HUJAN RATA-RATA WILAYAH Perhitungan hidrologi daerah aliran sungai memerlukan perhitungan hujan ratarata karena diasumsikan bahwa hujan yang terjadi distribusinya dianggap merata pada suatu daerah aliran sungai. Terdapat beberapa metode yang sering digunakan, yaitu rerata aljabar, metode polygon thiessen dan isohyet. 4.1. Metode Rerata Aljabar
Metode rerata aljabar baik untuk digunakan apabila kondisi hujan, topografi dan letak stasiun hujannya memiliki ciri-ciri (Nugroho, 2011; Triatmojo, 2010): 1. Distribusi hujan merata di seluruh kawasan DAS 2. Daerah pantauan hujan relatif datar 3. Stasiun hujan tersebar merata pada DAS Perhitungan hujan rata-rata metode aljabar caranya adalah dengan membagi rata jumlah hujan dari hasil pencatatan stasiun yang ada pada daerah aliran sungai, sehingga dapat dirumuskan sebagai berikut: P=
………………………………………….. (4.1)
dengan : P
= hujan rata – rata (mm)
P1, P2, P3..Pn = jumlah hujan masing – masing stasiun yang diamati (mm) P3 P2
P1
P4
Gambar 4.1. Metode Rerata Aljabar
Analisis curah hujan - Hidrologi
18
Contoh 4 : Jumlah hujan bulanan tahun 2011, pada stasiun: PI = 500 mm, P2 = 750 mm, P3 = 900 mm dan stasiun P4 = 600 mm, hitung jumlah hujan bulanan rata-rata daerah aliran sungai pada tahun 2011. Penyelesaian : P P
= =
Jadi hujan bulanan rata-rata daerah aliran sungai pada tahun 2011 adalah 687,5 mm.
4.2. Metode Polygon Thiessen
Perhitungan hujan menggunakan metode Polygon Thiessen untuk wilayah DAS yang memiliki ciri-ciri ( Suripin, 2003; Triatmojo, 2010): 1. Luas DAS antara 500 - 5000 km
2
2. Jumlah stasiun penakar hujan terbatas dibandingkan luasnya 3. Penyebaran stasiun hujan daerah yang ditinjau tidak merata 4. Kondisi topografinya datar Perhitungan dengan metode poligon Thiessen diasumsikan bahwa setiap stasiun hujan dianggap mewakili hujan dalam suatu daerah dengan luas tertentu, dan luas tersebut merupakan faktor koreksi bagi hujan di stasiun yang bersangkutan. Langkah perhitungan dengan metode poligon Thiessen dapat dilakukan dengan cara : 1. Menghubungkan semua stasiun dengan garis sehingga berbentuk jaringan segitigasegitiga. 2. Membuat garis tengah / sumbu dari masing – masing segitiga hingga semua garis tersebut membentuk garis polygon. 3. Luas daerah masing – masing stasiun dibatasi oleh garis sumbu polygon antar stasiun. 4. Luas sub area masing – masing stasiun hujan dipakai sebagai faktor pemberat dalam menghitung hujan rata – rata.
Gambar 4.2. Metode Polygon Thiessen
Analisis curah hujan - Hidrologi
19
Perhitungan hujan rata – rata pada suatu daerah daerah aliran sungai dengan polygon thiesen dapat dirumuskan : P=
(4.2)
…….…………..
dimana : P
= hujan rata – rata (mm)
P1, P2, P3, . . Pn = jumlah hujan masing – masing stasiun yang diamati (mm) 2
A1, A2, A3, . .An = luas sub area yang mewakili masing – masing stasiun hujan (km )
Contoh 5: Jumlah hujan bulanan kota Jember tahun 2011 adalah : PI = 500 mm, luas sub-area Al = 200 km
2
P2 = 750 mm, luas sub-area Al = 150 km
2
P3 = 900 mm, luas sub-area Al = 215 km
2
P4 = 600 mm, luas sub-area Al = 225 km
2
Hitung jumlah hujan bulanan rata-rata daerah aliran sungai di kota Jember pada tahun 2011 tersebut. Penyelesaian: P P
= 684,8 mm = =
=
4.3. Metode Isohyet Metode
Isohiet
merupakan
metode
rerata
hujan
dengan
membuat
garis
yang
menghubungkan titik-titik dengan kedalaman hujan yang sama. Pada metode ini diasumsikan bahwa hujan pada suatu daerah diantara dua garis Isohyet merata dan sama dengan nilai rerata kedua garis isohyet tersebut.
Metode Isohiet baik digunakan untuk (Suripin, 2004) : 1. Luas DAS > 5000 km
2
2. Jumlah pos penakar hujan cukup banyak 3. Merupakan daerah yang berbukit-bukit dan tidak beraturan
Analisis curah hujan - Hidrologi
20
Perhitungan hujan rata – rata metode ini dapat dilakukan dengan beberapa tahap, yaitu : 1. Masing – masing stasiun hujan pada peta dasar diploting 2. Catat jumlah hujan di masing – masing stasiun hujan 3. Buat interpolasi garis kontur antara stasiun hujan yang ada menurut interval tertentu 4. Luas sub - area antara dua garis kontur yang dipakai sebagai factor pemberat dalam menghitung hujan rata – rata 110 mm 100 mm
P1 A1=50 km
2
A2=40 km
2
90 mm 80 mm
P2
P3 2
A3=45 km
A4=60 km P4
2
70 mm 2
A5=65 km
P5 2 A1=30 km
60 mm 50 mm
Gambar 4.3. Metode Isohyet Rumus perhitungan metode isohyet :
P=
…………..…..(4.3)
Contoh 6: Hitung jumlah hujan rata-rata daerah aliran sungai dari data hujan bulanan tahun 2011 pada gambar 4.2
P=
= = 80,1724 mm = Analisis curah hujan - Hidrologi
21
BAB 5. INTENSITAS HUJAN Intensitas hujan diperlukan dalam proses transformasi hujan menjadi debit banjir. Data intensitas hujan dapat diperoleh dari analisis pencatatan hujan otomatis seperti contoh pada Gambar 2.2, kemudian distribusi hujan jam-jamannya didistribusikan seperti pada Tabel 5.1. Tabel 5.1.Distribusi hujan jam-jaman Jam Ke
Tinggi hujan mm/jam
0
0
1
10
2
17.5
3
6
4
13
5
5
6
1
Distribusi intensitas hujan ini sangat penting untuk perencanaan seperti perhitungan banjir rencana, drainase dan erosi tanah. Rumus umum intensitas hujan pada prinsipnya dinyatakan dengan rumus: It=
……………………………………………………........…..(5.1)
dengan: It = intensitas hujan (mm/jam) Rt = jumlah hujan (mm) t = waktu (jam)
Analisis curah hujan - Hidrologi
22
5.1. Rumus Mononobe
Apabila yang tersedia data hujan harian maka untuk mendapatkan data hujan jam jaman dapat menggunakan persamaan Mononobe (Suyono dan Takeda, 1983) sebagai perikut. It =
…………………………………………………………………………(5.2)
dengan :. It
= intensitas curah hujan untuk lama hujan t(mm/jam)
t
= lamanya curah hujan (jam)
= curah hujan maksimum selama 24 jam (mm)
Contoh : Diketahui kedalam hujan dengan periode ulang 2, 5, 10, 25 dan 50 tahunan sebagai berikut Periode ulang T
2
5
10
25
50
Hujan (mm)
80
100
140
180
250
Penyelesaian : Untuk hujan periode ulang T = 2 tahun dengan curah hujan P = 80 mm untuk durasi hujan 5 menit dapat dihitung dengan :
= 145,369 mm =
It =
Selanjutnya perhitungan diatas dilanjutkan untuk durasi dan kedalaman hujan yang lain, durasi dilasumsikan hingga 300 menit, sehingga didapat tabel 5.1
Analisis curah hujan - Hidrologi
23
Tabel 5.1 Distribusi intensitas hujan selama 300 menit Durasi (menit) 5 10 15 25 45 60 120 180 240 300
2 145.37 91.58 69.89 49.72 33.60 27.73 17.47 13.33 11.01 9.49
Periode Ulang (Tahun) 5 10 25 181.71 254.40 327.08 114.47 160.26 206.05 87.36 122.30 157.24 62.14 87.00 111.86 42.00 58.80 75.60 34.67 48.54 62.40 21.84 30.58 39.31 16.67 23.33 30.00 13.76 19.26 24.76 11.86 16.60 21.34
50 454.28 286.18 218.40 155.36 104.99 86.67 54.60 41.67 34.40 29.64
5.2. Rumus Talbot
Untuk durasi hujan selama 5 menit sampai 2 jam, persamaan intensitas hujannya dapat menggunakan rumus Talbot (1881) yang dinyatakan dengan kwadrat terkecil (least square) sebagai berikut: I=
……………………………………………………………..(5.3)
dengan: I = intensitas hujan (mm/jam) t = lamanya hujan (jam) a dan b = konstanta yang besarnya tergantung pada keadaan daerah setempat Cara untuk menentukan besarnya konstanta a dan b pada rumus 5.3, perlu diadakan pengamatan hujan dengan lama waktu hujan t, t 2, t3, ………….tn. Banyaknya pengamatan n biasanya diambil tak kurang dari 8 kali pengamatan yang intensitasnya I1 L, I2,13, ….. In, dinyatakan dalam mm/jam. Untuk menghitung konstanta a dan b dapat dihitung dengan :
] ∑[ ] ∑ ∑ ∑ [ a= ∑ ∑∑ ………………………………..…..(5.4) ∑∑ ∑ b= ∑∑∑ ………………………...……..………..(5.5) dengan : N = banyaknya data
Analisis curah hujan - Hidrologi
24
5.3. Rumus Ishigiro
Disamping rumus Talbot untuk menetapkan persamaan intensitas hujan untuk waktu 5 ment sampai 2 jam, Ishigiro (1953) juga menggunakan rumus untuk intensitas hujan sebagai berikut: I=
…………………………………………………….……..(5.6) √
dengan : I
= intensitas hujan (mm),
t
= lamanya hujan (jam), a dan b = konstanta yang besarnya tergantung pada keadaan daerah setempat
konstanta a dan b dapat dihitung dengan rumus :
] ∑[ √ ]∑ ∑[ ]∑[ √ a= ∑∑∑ …………………………….……..(5.7) √ ∑∑[ ∑ ] √ b= ∑ ∑∑ ………….……………………………..(5.8) dengan : N = banyaknya data Contoh : Data pengamatan pada stasiun A Tabel 5.2 Data pengamatan hujan Lama hujan (menit)
5
10
15
20
30
40
60
100
Intensitas hujan (mm/jam)
50
75
60
46
31
25
12
5
Hitung konstanta dan persamaan intensitas hujan dengan metode Talbot Penyelesaian: Tabel 5.3 Hasil perhitungan No
Lama Hujan t (menit)
I
1
1 2 3 4 5 6 7 8
5 10 15 20 30 40 60 100
110 75 60 46 31 25 12 5 364
Jumlah
2
2
2
I.t
I .t
Logt
log I
logt
log t. log I
12100 5625 3600 2116 961 625 144 25
550 750 900 920 930 1000 720 500
60500 56250 54000 42320 28830 25000 8640 2500
0.70 1.00 1.18 1.30 1.48 1.60 1.78 2.00
2.04 1.88 1.78 1.66 1.49 1.40 1.08 0.70
0.49 1.00 1.38 1.69 2.18 2.57 3.16 4.00
1.43 1.88 2.09 2.16 2.20 2.24 1.92 1.40
25208
6270
278040
11.03
12.02
16.47
15.32
Analisis curah hujan - Hidrologi
25
] ∑[ ]∑ ∑ ∑ [ a= ∑∑∑ = 821,877 ∑∑ ∑ b= ∑∑∑ = 0,8379 Jadi persamaan intensitas metode Talboot adalah : I=
5.4. Rumus Sherman
Untuk hujan yang lamanya lebih dari 2 jam, Sherman (1905)
menggunakan
rumus sebagai berikut: I=
…………….........................................................…………..(5. 9)
dengan : I
= intensitas hujan (mm/jam)
t
= lamanya hujan (jam)
a dan n = konstanta
∑∑ ∑ ∑……..…………..(5.10) ∑ ∑ ∑ ∑∑ ∑ ……..…………….…....(5.11) k= ∑∑ ∑ a=
Analisis curah hujan - Hidrologi
26
BAB 6. HUJAN RENCANA 6.1. Analisis Frekuensi untuk Kejadian Hujan Ekstrim
Dalam mendisain bangunan air, sebagai orang teknik sipil yang perlu dipikirkan adalah memprediksi debit banjir rencana, guna mengontrol tinggi muka air banjir. Pekerjaan sipil yang membutuhkan debit banjir rencana adalah sistim jaringan drainase kota, tinggi jembatan, sistim pembuanga air irigasi dll . Dalam mendisain banjir rencana, data yang digunakan dapat berasal dari debit atau data hujan pengamatan secara kontinyu dalam periode waktu yang panjang yang kemudian dicari periode ulang tahunan tertentu. Periode ulang hujan atau banjir merupakan besaran banjir atau hujan yang rata-rata akan disamai atau dilampaui sekali dalam T tahun. T (tahun) ini merupakan suatu kala ulang yang dapat diperoleh dari data hujan maupun debit terukur. Sebagai contoh hujan dengan periode ulang 25 tahun berarti rata-rata terjadinya hujan yang akan disamai atau dilampaui sekali dalam 25 tahun. Jadi bukan berarti kejadiannya akan periodik setiap 25 tahun. Periode ulang merupakan probabilitas suatu kejadian disamai atau dilampaui oleh suatu nilai sebanyak satu kali. Misalnya periode ulang kejadian hujan 10 tahunan adalah kemungkinan terjadi hujan dengan nilai tertentu sebanyak 10 persen dalam setiap tahun. Rumus umum dari periode ulang kejadian hujan atau banjir
adalah seperti pada
persamaan 6.1 : Tr =
……..………..……………….…..……………..……………..(6.1)
dengan: Tr
= periode kejadian (tahun)
P
= peluang
Analisis curah hujan - Hidrologi
27
Penentuan periode ulang hujan maupun banjir dapat dilakukan melalui analisis frekuensi. Analisis frekuensi merupakan analisis statistik penafsiran ( statistical inference) hujan atau debit. Dalam melakukan analisis ini, perkiraaan distribusi statistik sifat datanya yang sesuai perlu diketahui terlebih dahulu. Untuk menentukan ketepatan distribusi statistik sifat data yang sesuai perlu dilakukan pembandingan fungsi distribusi data antara secara empiris terhadap teoritis dan pengujian dengan Chi-kuadrat atau Smirnov-Kolmogorof . Proses pembadingan ini dapat dilakukan dengan pengeplotan di
kertas probabilitas. Pada kertas ini nampak bahwa fungsi distribusi teoritis akan berupa garis lurus. Langkah-langkah yang dilakukan dalam perhitungan distribusi hujan adalah: 1. Penyiapan sampel, baik berupa data hujan maupun data debit. 2. Hitung nilai-nilai statistik data seperti rata-rata, standart deviasi, koefisien variasi, skewness, kurtosis.
3. Perkirakan jenis distribusi awalnya 4. Penggambaran data pada kertas probabilitas. 5. Pengujian statistik untuk memilih distribusi data yang sesuai pada langkah ke 3. Beberapa bentuk distribusi statistik kontinyu yang sering digunakan dalam perhitungan hidrologi untuk perhitungan hujan harian maksimum rencana misalnya sebaran Normal, Log – Normasl, Log - Pearson dan Gumbel.
6.1.1. Distribusi Normal
Distribusi normal juga disebut distribusi Gauss yang sering dipakai untuk analisis frekuensi hujan harian maksimum, dimana distribusinya mempunyai fungsi kerapatan kemungkinan ( probability density function ) pada rumus 6.2 berikut (Evans et al , 1993):
P(X) = √ . ……..………..……………….…..…….…..(6.2) dengan : P(X)
= fungsi kerapatan peluang normal
= 3,14156
e
= 2,71828
μ
= nilai X rata-rata
σ
= standar deviasi nilai X
Analisis curah hujan - Hidrologi
28
Distribusi normal mempunyai sifat khusus bahwa besarnya koefisien asimetris (skewness) Cs = 0, dengan koefisien kortusis sebesar Ck = 3 (Evans et al , 1993). Persamaan distribusi normal dua parameter bisa digunakan untuk menghitung frequensi hujan harian maksimum dengan menggunakan rumus 6.3 : X T =
̅ +K .
σ x…………………………..………………………….…..(6.3)
Nilai X adalah banjir dengan suatu nilai probabilitas tertentu,
̅
adalah nilai rata-rata dari
rangkaian banjirnya, σ x adalah deviasi standar, dan K adalah faktor frekuensi distribusi Normal yang ditentukan oleh suatu distribusi tertentu yang merupakan fungsi dari nilai probabilitas X . Nilai K untuk masing-masing periode ulang banjir dapat dilihat pada tabel 6.1 Tabel 6.1. Nilai k faktor frekuensi distribusi Normal Periode Ulang
Peluang
K
1,001
0.999
-3,05
1,005
0.995
-2,58
1,010
0.990
-2,33
1,050
0.950
-1,64
1.110
0.900
-1,28
1,250
0,800
-0,84
1,330
0.750
-0,67
1,430
0.700
-0,52
1,670
0.600
-0,25
2,000
0,500
0
2,5 3,330 4,000
0,400 0,300 0,250
0,25 0,52 0,67
5
0,200
0,84
10
0,100
1,28
20
0,050
1,64
50 100
0,200 0,010
2,05 2,33
200
0,005
2,58
0,002 0,001
2,88 3,09
500 1000 (Soewarno, 1991)
Analisis curah hujan - Hidrologi
29
6.1.2. Distribusi Log Normal
Distribusi log normal digunakan apabila nilai-nilai dari variabel random tidak mengikuti distribusi normal, tetapi nilai logaritmanya memenuhi distribusi normal (Triatmodjo, 2008). Adapun rumus probability density function yang digunakan pada distribusi Log Normal dapat dilihat pada rumus 6.4 berikut (Evans et al , 1993) : P(x)
) ( ……..………..…….…..…….…..(6.4) = √
dengan : P(x)
= fungsi kerapatan peluang normal
= 3,14156
e
= 2,71828
= standar deviasi nilai x = nilai x rata rata
dimana : Nilai X rata-rata Variansi n m
Koefisien variansi Cv Koefisien kemencengan Cs Koefisien kurtosis Ck
= = = exp = exp ( = = ( =
Persamaan distribusi tranformasi log normal 3 parameter dapat digunakan untuk menghitung frequensi hujan harian maksimum yaitu dengan rumus 6.5 berikut : Log X =
+ k . S log x……..………..…………………….…..(6.5)
dengan : Log X
= perkiraan nilai yang diharapkan terjadi pada periode ulang tertentu = nilai rata-rata kejadian
k
= faktor frequensi, merupakan fungsi peluang atau periode ulang
S log x
= standar deviasi
Nilai hujan rencana (X) diperoleh dari antilog dari Log x .
Analisis curah hujan - Hidrologi
30
Nilai K untuk distribusi Log Pearson III dapat dilihat pada tabel 6.2. Tabel 6.2 Nilai k faktor frekuensi distribusi Normal Peluang kumulatif ( % )
Koefisien Kemencengan (CS)
50
80
90
95
98
99
Periode Ulang ( tahun ) 2
5
10
20
50
100
-2,00
0,2366
-0,6144
-1,2437
-1,8916
-2,7943
-3,5196
-1,80
0,2240
-0,6395
-1,2621
-1,8928
-2,7578
-3,4433
-1,60
0,2092
-0,6654
-1,2792
-1,8901
-2,7138
-3,3570
-1,40
0,1920
-0,6920
-1,2943
-1,8827
-2,6615
-3,2601
-1,20
0,1722
-0,7186
-1,3067
-1,8696
-2,6002
-3,1521
-1,00
0,1495
-0,7449
-1,3156
-1,8501
-2,5294
-3,0333
-0,80
0,1241
-0,7700
-1,3201
-1,8235
-2,4492
-2,9043
-0,60
0,0959
-0,7930
-0,3194
-1,7894
-2,3600
-2,7665
-0,40
0,0654
-0,8131
-0,3128
-1,7478
-2,2631
-2,6223
-0,20
0,0332
-0,8296
-0,3002
-1,6993
-2,1602
-2,4745
0,00
0,0000
0,0000
0,0000
0,0000
0,0000
0,0000
0,20
-0,0332
0,8996
0,3002
1,5993
2,1602
2,4745
0,40
-0,0654
0,8131
0,3128
1,7478
2,2631
2,6223
0,60
-0,0959
0,7930
0,3194
1,7894
2,3600
2,7665
0,80
-0,1241
0,7700
1,3201
1,8235
2,4492
2,9043
1,00
-0,1495
0,7449
1,3156
1,8501
2,5294
3,0333
1,20
-0,1722
0,7186
1,30567
1,8696
2,6002
3,1521
1,40
-0,1920
0,6920
1,2943
1,8827
2,6615
3,2601
1,60
-0,2092
0,6654
1,2792
1,8901
2,7138
3,3570
1,80
-0,2240
0,6395
1,2621
1,8928
2,7578
3,4433
2,00
-0,2366
0,6144
1,2437
1,8916
2,7943
3,5196
Sumber : Sumber : Soewarno, 1995 6.1.3. Distribusi Gumbel
Distribusi Gumbel merupakan kelompok dari distribusi Weibull, dan distribusi genelize extreme value. Rumus umum probability density function untuk distribusi Gumbel seperti pada persamaan 6.6 (Maidment et al, 1992) :
* +……..………..……………….…..………..…..(6.6) Rumus periode ulang pada persoalan penentuan hujan rencana dapat dilihat pada persamaan 6.7 – 6.8 : XT = bT -
ln * +…………..………..……..…………….…..(6.7) Analisis curah hujan - Hidrologi
31
atau YT = - ln
* +……..………..……………….…..…….…..(6.8)
Chow (1988) menyarankan rumus variate X yang menggambarkan deret hidrologi acak dapat dinyatakan dengan persamaan 6.9: X = μ + σ K atau
X=
̅ + s K……..………..…………..….….(6.9)
dengan : μ = nilai tengah (mean) populasi σ = standard deviasi populasi K = faktor frekuensi
̅ = nilai tengah sampel s = standard deviasi sampel Faktor frekuensi k untuk nilai Gumbel dapat dilihat pada rumus 6.10 : k=
……..………..……………….…..……………………..(6.10)
dengan :
= reduced variate = reduced mean yang tergantung dari besarnya sampel n (lihat tabel 6.4) = reduced standard deviation yang tergantung dari besarnya sampel n (l ihat tabel 6.5) Y = -ln ……..………..……………….….....(6.11) T
Angka reduced variate untuk berbagai periode ulang dapat dilihat pada tabel 6.3 berikut : Tabel 6.3 Reduced variate sebagai fungsi periode ulang T (tahun)
2 5 10 20 50 100 200 500 1000 2000 5000 10000 20000 50000 100000 (Soemarto,1999)
Reduced Variate 0,36651 1,9940 2,25037 2,97019 3,90194 4,60015 5,29561 6,21361 6,90726 7,60065 8,51709 9,21029 9,90346 10,81977 11,51292
Analisis curah hujan - Hidrologi
32
Selanjutnya hubungan antar y n dengan n (besarnya sampel) dapat dilihat pada tabel 6.4 berikut. Tabel 6.4 Hubungan y n dan n n 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
y n 0,4952 0,4996 0,5035 0,5070 0,5100 0,5128 0,5157 0,5181 0,5202 0,5220 0,5236 0,5252 0,5268 0,5283 0,5296 0,5309 0,5320 0,5332 0,5343 0,5353 0,5362 0,5371 0,5380 0,5388
n 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57
y n 0,5396 0,5402 0,5410 0,5418 0,5424 0,5430 0,5436 0,5442 0,5448 0,5453 0,5458 0,5463 0,5468 0,5473 0,5477 0,5481 0,5485 0,5489 0,5493 0,5497 0,5501 0,5504 0,5508 0,5511
n 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81
y n 0,5515 0,5518 0,5521 0,5524 0,5527 0,5530 0,5533 0,5535 0,5538 0,5540 0,5543 0,5545 0,5548 0,5550 0,5552 0,5555 0,5557 0,5559 0,5561 0,5563 0,5565 0,5567 0,5569 0,5570
n 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100
y n 0,5672 0,5574 0,5576 0,5578 0,5580 0,5581 0,5583 0,5585 0,5586 0,5587 0,5589 0,5591 0,5592 0,5593 0,5595 0,5596 0,5598 0,5599 0,5600
(Soemarto,1999)
Analisis curah hujan - Hidrologi
33
Untuk hubungan Reduced Standar Deviation Sn dengan besarnya sampel (n) dapat dilihat pada tabel 6.5. Tabel 6.5 Hubungan Reduced Standar Deviation Sn dengan besarnya sampel
n
Sn
n
Sn
n
Sn
n
10 11 12 13
0.9496 0,9676 0,9833 0,9971
33 34 35 36
11,226 11,255 112,865 11,313
56 57 58 59
11,696 11,708 11,721 11,734
79 80 81 82
11,930 11,938 11,945 11,953
14 15 16 17 18 19
10,095 10,206 10,316 10,411 10,493 10,565
37 38 39 40 41 42
11,339 11,363 11,388 11,413 11,436 11,458
60 61 6 63 64 65
11,747 11,759 11,770 11,782 11,793 11,803
83 84 85 86 87 88
11,959 11,967 1,197? 11,987 11,987 11,994
20 21 22 23 24
10,628 10,696 10,754 10,811 10,864
3 44 45 46 47
11,480 11,499 11,519 11,538 11,557
66 67 68 69 70
11,814 11,824 11,834 11,844 11,854
89 90 91 92 93
12,001 12,007 12,013 12,020 12,026
25 26 27 28 29 30
10,915 10,861 11,004 11,047 11,086 11,124
48 49 50 51 52 53
11,574 11,590 11,607 11,623 11,638 11,658
71 72 73 74 75 76
11,854 11,873 11,881 1.189 11,898 11,906
94 95 96 97 98 99
12,032 12,038 12,044 1.2049 12,055 12,060
31 32
11,159
54
11,667
77
11,915
100
12,065
11,193
55
11,681
78
11,923
Sn
(Soemarto,1999) Hasil perhitungan dengan menggunakan metode Gumbel dapat dibandingkan dengan menggunakan kertas probabilitas Gumbel. Contoh kertas probabilitas Gumbel dapat dilihat pada lampiran 3.
Analisis curah hujan - Hidrologi
34
Contoh perhitungan : Hitung hujan perencanaan dengan waktu balik 20, 50, 100, 200 dengan cara gumbel untuk hujan maksimum tahunan pada tabel 6.6 berikut. Tabel 6.6 Data hujan No 1 2 3 4 5 6 7
X1 (m3/det) 130 170 160 110 125 118 121
No 14 15 16 17 18 19 20
X1 (m3/det) 116 105 94 139 119 148 180
8 9 10 11 12 13
104 97 142 187 120 127
21 22 23 24 25 26
110 132 154 149 111 120
Analisis curah hujan - Hidrologi
35
Penyelesaian : Tabel 6.7 Hasil Perhitungan Metode Gumbel
Xi-
(X1- )
Tr(n+1)/m
P= m/(n+1).100%
16900
-0.308
0.095
27.000
0.037
170 160 110 125 118 121
28900 25600 12100 15625 13924 14641
39.692 29.692 -20.308 -5.308 -12.308 -9.308
1575.479 881.633 412.402 28.172 151.479 86.633
13.500 9.000 6.750 5.400 4.500 3.857
0.074 0.111 0.148 0.185 0.222 0.259
8 9 10 11 12 13
104 97 142 187 120 127
10816 9409 20164 34969 14400 16129
-26.308 -33.308 11.692 56.692 -10.308 -3.308
692.095 1109.402 136.710 3214.018 106.249 10.941
3.375 3.000 2.700 2.455 2.250 2.077
0.296 0.333 0.370 0.407 0.444 0.481
14 15 16 17 18 19
116 105 94 139 119 148
13456 11025 8836 19321 14161 21904
-14.308 -25.308 -36.308 8.692 -11.308 17.692
204.710 640.479 1318.249 75.556 127.864 313.018
1.929 1.800 1.688 1.588 1.500 1.421
0.519 0.556 0.593 0.630 0.667 0.704
20 21 22 23 24 25
180 110 132 154 149 111
32400 12100 17424 23716 22201 12321
49.692 -20.308 1.692 23.692 18.692 -19.308
2469.325 412.402 2.864 561.325 349.402 372.787
1.350 1.286 1.227 1.174 1.125 1.080
0.741 0.778 0.815 0.852 0.889 0.926
26
120 3388
14400 456842
-10.308
106.249 15359.5
1.038 104.06933
0.963
130.3076923
17571
590.751
4.0026666
m
X1 (m3/det)
Xi
1
130
2 3 4 5 6 7
∑
2
2
̅ ∑ 24,787 S = Dengan banyak data n=26, maka didapat nilai y n dan sn dari tabel 6.3 dan tabel 6.4 yn = 0,5320 sn = 1,0861
=
Analisis curah hujan - Hidrologi
36
= 22.8217 ̅ = = 107.83 = = Tr = 20 → y = 2,97019 = -ln =
b
yT
20
XT =
Tr = 50
→ y50 = 3,90194
Tr = 100
→ y100 = 4,60015
Tr = 200
→ y200 = 5,29561
=b+
. yt
Sehingga : X20 = b +
X50 = b +
. yt . yt
= 107.83 + (22.8217 . 2,97019) = 175.615 = 107.83 + (22.8217 . 3,90194) = 196.879
X100 = b +
. yt = 107.83 + (22.8217 . 4,60015) = 212.81
X200 = b +
. yt = 107.83 + (22.8217 . 5,29561) = 228.685
Selanjutnya hasil ini dibandingkan dengan hasil dari kertas distribusi Gumble pada lampiran 3.
6.1.4. Distribusi Log Pearson Tipe III
Parameter yang dibutuhkan oleh distribusi Pearson Tipe III adalah nilai tengah (mean), standar deviasi, dan koefisien kepencengan. Rumus umum probability density function untuk distribusi Log Pearson tipe III dapat dilihat pada persamaan 6.12 :
…………………...6.12) || Analisis curah hujan - Hidrologi
37
, , = parameter distribusi Log Pearson III Langkah-langkah perhitungan perencanaan banjir dengan menggunakan Log Pearson yaitu dengan menggunakan rumus 6.13 sampai 6.16 : Nilai tengah untuk distribusi Log Pearson Tipe III dapat dilihat pada rumus :
= ∑……..………..……………….…..…….……….(6.13) Standar deviasi dapat dilihat pada rumus : si =
∑
……..………..……………….………….(6.14)
Untuk koefisien kemencengan dengan rumus : Cs =
∑ ……..………..……………….…………...….(6.15)
logaritma hujan dengan waktu balik yang dikehendaki dengan rumus berikut : Log X =
+ G ……..………..……………….………..…….(6.16)
Nilai hujan rencana (X) diperoleh dari antilog dari Log x .
Analisis curah hujan - Hidrologi
38
Tabel 6.8 Distribusi Log Pearson Tipe III Untuk Koefisien Kemencengan Cs Waktu balik dalam tahun 2
Koefisien Cs
5
10
25
50
100
200
1000
2
1
0,5
0,1
Peluang (%) 50
20
10
4
3,0 2,5 2,2 2,0
-0,396 -0,360 -0,330 -0,307
0,420 0,518 0,574 0,609
1,180 1,250 1,284 1,302
2,278 2,262 2,240 2,219
3,152 3,048 2,970 2,912
4,051 3,845 3,705 3,605
4,970 4,652 4,444 4,298
7,250 6,600 6,200 5,910
1,8 1,6 1,4 1,2 1,0 0,9
-0,282 -0,254 -0,225 -0,195 -0,164 -0,148
0,643 0,675 0,705 0,732 0,758 0,769
1,318 1,329 1,337 1,340 1,340 1,339
2,193 2,163 2,128 2,087 2,043 2,018
2,848 2,780 2,706 2,626 2,542 2,498
3,499 3,388 3,271 3,149 3,022 2,957
4,147 3,990 3,828 3,661 3,489 3,401
5,660 5,390 5,110 4,820 4,540 4,395
0,8 0,7 0,6 0,5 0,4 0,3
-0,132 -0,116 -0,099 -0,083 -0,066 -0,050
0,780 0,790 0,800 0,808 0,816 0,824
1,336 1,333 1,328 1,323 1,317 1,309
1,998 1,967 1,939 1,910 1,880 1,849
2,453 2,407 2,359 2,311 2,261 2,211
2,891 2,824 2,755 2,686 2,615 2,544
3,312 3,223 3,132 3,041 2,949 2,856
4,250 4,105 3,960 3,815 3,670 3,525
0,2 0,1 0 -0,1 -0,2 -0,3
-0,033 -0,017 0 0,017 0,033 0,050
0,830 0,836 0,842 0,836 0,850 0,853
1,301 1,292 1,282 1,270 1,258 1,245
1,818 1,785 1,751 1,716 1,680 1,643
2,159 2,107 2,054 2,000 1,945 1,890
2,472 2,400 2,326 2,252 2,178 2,104
2,763 2,670 2,576 2,482 2,388 2,294
3,380 3,235 3,090 2,950 2,810 2,675
-0,4 -0,5 -0,6 -0,7 -0,8 -0,9
0,066 0,083 0,099 0,116 0,132 0,148
0,855 0,856 0,857 0,857 0,856 0,854
1,231 1,216 1,200 1,183 1,166 1,147
1,606 1,567 1,528 1,488 1,448 1,407
1,834 1,777 1,720 1,663 1,606 1,549
2,029 1,955 1,880 1,806 1,733 1,660
2,201 2,108 2,016 1,926 1,837 1,749
2,540 2,400 2,275 2,150 2,035 1,910
-1,0 -1,2 -1,4 -1,6 -1,8
0,164 0,195 0,225 0,254 0,282
0,852 0,844 0,832 0,817 0,799
1,128 1,086 1,041 0,994 0,945
1,366 1,282 1,198 1,116 1,035
1,492 1,379 1,270 1,166 1,069
1,588 1,449 1,318 1,197 1,087
1,664 1,501 1,351 1,216 1,097
1,800 1,625 1,465 1,280 1,130
-2,0 -2,2 -2,5
0,307 0,330 0,360
0,777 0,752 0,711
0,895 0,844 0,771
0,959 0,888 0,793
0,980 0,900 0,798
0,990 0,905 0,799
0,995 0,907 0,800
1,000 0,910 0,802
-3,0
0,396
0,636
0,660
0,666
0,666
0,667
0,667
0,668
(Soemarto,1999) Analisis curah hujan - Hidrologi
39
Contoh : Gunakan cara Log Pearson untuk menghitung Q 50, Q 100 dan Q200 untuk curah hujan pada table 6.9 berikut. Tabel 6.9 Data hujan No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Xi (data hujan) 30.25 40.25 41.15 43.75 45.59 45.98 50.5 55 55.49 58.5 59.25 63.08 69.52
Xi (data hujan) 69.92 70 71 71.63 76 80.06 81.75 82.83 86.27 89.5 90.29 97.33 104
No 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26
Penyelesaian : Tabel 6.10 Hasil perhitungan metode Log PEARSON
30.25 40.25 41.15 43.75
P = m/(n+1) . 100 3.70 7.41 11.11 14.81
1.48073 1.60477 1.61437 1.64098
-0.34207 -0.21803 -0.20842 -0.18182
0.11701 0.04754 0.04344 0.03306
(Log Xi 3 Log ) -0.04003 -0.01036 -0.00905 -0.00601
45.59 45.98 50.5 55 55.49 58.5 59.25 63.08 69.52 69.92 70 71 71.63
18.52 22.22 25.93 29.63 33.33 37.04 40.74 44.44 48.15 51.85 55.56 59.26 62.96
1.65887 1.66257 1.70329 1.74036 1.74421 1.76716 1.77269 1.79989 1.84211 1.84460 1.84510 1.85126 1.85509
-0.16392 -0.16023 -0.11950 -0.08243 -0.07858 -0.05564 -0.05011 -0.02290 0.01932 0.02181 0.02230 0.02846 0.03230
0.02687 0.02567 0.01428 0.00679 0.00617 0.00310 0.00251 0.00052 0.00037 0.00048 0.00050 0.00081 0.00104
-0.00440 -0.00411 -0.00171 -0.00056 -0.00049 -0.00017 -0.00013 -0.00001 0.00001 0.00001 0.00001 0.00002 0.00003
m
Xi
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Log Xi
Log Xi - Log
2
(Log Xi - Log )
Analisis curah hujan - Hidrologi
40
m
Xi
18 19 20 21 22 23 24 25
76 80.06 81.75 82.83 86.27 89.5 90.29 97.33
26 ∑
104 1728.89 66.4958
P = m/(n+1) . 100 66.67 70.37 74.07 77.78
81.48 85.19 88.89 92.59 96.30
Log Xi
Log Xi - Log
2
(Log Xi - Log )
1.88081 1.90342 1.91249 1.91819 1.93586 1.95182 1.95564 1.98825
0.05802 0.08062 0.08969 0.09539 0.11307 0.12903 0.13285 0.16545
0.00337 0.00650 0.00804 0.00910 0.01278 0.01665 0.01765 0.02737
2.01703 46.89155 1.80352
0.19424
0.03773 0.46936 0.01805
(Log Xi 3 Log ) 0.00020 0.00052 0.00072 0.00087
0.00145 0.00215 0.00234 0.00453 0.00733 -0.05684 -0.00219
Menghitung standar deviasi :
̅ ∑ ̅ ∑ 0,1356 =
Si
Menghitung koefisien :
∑ Cs = = -0,522731938
+ G Si = 1,803527 dimana : Log Log XT = Log
Si
= 0,135602
Cs
= -0,5227319
Sehingga didapat Tabel 6.11 Hasil perhitungan metode Log Pearson Tr (tahun) 50 100 200 X50
= 110,340
X100
= 116,497
X200
= 122,050
Pr(%) 2 1 0.5
G 1,76404 1,93795 2,08709
G.Si 0,2392 0,2627 0,2830
Log XT= Log + G Si 2,042735 2,066317 2,086540
XT (anti Log) 110,340 116,497 122,050
Selanjutnya hasil perhitungan ini dibandingkan dengan menggunakan kertas probabilitas Log PEARSON pada lampiran 2 didapat :
Analisis curah hujan - Hidrologi
41
X50
= 110,8
X100
= 115
X200
= 119
Tingkat kesalahan dapat dihitung dengan metode Log PEARSON :
. 100 % = 2,9257 % . 100 % = 1,28569 % = . 100 % = 2,49968 % =
X50 = X100 X200
Uji tingkat kesalahan Log PEARSON < 5 %, jadi perhitungan diatas masih dibawah tingkat kesalahan ( Error )
6.2. Hujan Berpeluang Maksimum (PMP) Probable Maximum Precipitation (PMP) didefinisikan secara umum sebagai
peluang terjadinya tinggi hujan maksimum (ekstrim) dengan durasi tertentu yang mungkin dapat terjadi yang secara meteorologis dimungkinkan bagi suatu daerah pengaliran (DAS) dalam jangka waktu tahun berdasarkan data history. Kegunaan hujan berpeluang maksimum dalam teknik sipil adalah untuk mendisain struktur bangunan air yang mempunyai tingkat bahaya yang tinggi seperti spillway pada DAM besar. Untuk mengestimasi PMP berdasarkan analisis frekuensi, rumus yang digunakan dalam perhitungan adalah sebagai berikut .
XT =
n+
k Sn……..………..……………….………..…….….(6.17)
dimana :
∑ n=
……..………..……………….…………………..…….(6.18)
∑ S = ……..………..………..………………..…….(6.19) n
keterangan : XT
̅
n
= hujan dengan kala ulang T = hujan rata-rata dari maximum annual series
Analisis curah hujan - Hidrologi
42
Sn
= simpangan baku
k
= faktor frekuensi (dari data di Amerika k = 15)
n
= banyak data Koreksi terhadap nilai Km dilakukan dengan menggunakan grafik, sedangkan
factor adjustmen nilai
n
Sn
n
dan Sn diperoleh dengan rumus :
……..………..……………….……………..…….(6.20) ……..………..……………….…….…………..…….(6.21) = =
dengan : n-m = nilai rata – rata tanpa data maksimum
Contoh : 2
Hitung besar PMP dari data hujan pada tabel 6.12 berikut dengan luas DAS 150 km .
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Tabel 6.12 Data Hujan Xi (data No hujan) 30.25 14 40.25 15 41.15 16 43.75 17 45.59 18 45.98 19 50.5 20 55 21 55.49 22 58.5 23 59.25 24 63.08 25 69.52 26
Xi (data hujan) 69.92 70 71 71.63 76 80.06 81.75 82.83 86.27 89.5 90.29 97.33 104
Analisis curah hujan - Hidrologi
43
Penyelesaian : Tabel 6.13 Hasil perhitungan PMP No
Xn-m Sn
2
Xi -
(n-m)
(Xi - )
1313.76 688.84 642.41 517.37 437.05
1207.26
40.25 41.15 43.75 45.59
-36.25 -26.25 -25.35 -22.75 -20.91
6 7 8 9 10 11
45.98 50.5 55 55.49 58.5 59.25
-20.52 -16.00 -11.50 -11.01 -8.00 -7.25
420.90 255.86 132.15 121.13 63.93 52.50
361.59 210.12 99.91 90.36 42.19 33.01
12 13 14 15 16
63.08 69.52 69.92 70 71
-3.42 3.02 3.42 3.50 4.50
11.67 9.15 11.73 12.28 20.29
17 18 19 20 21 22 23
71.63 76 80.06 81.75 82.83 86.27 89.5
5.13 9.50 13.56 15.25 16.33 19.77 23.00
26.36 90.33 183.99 232.69 266.81 391.02 529.19
3.67 20.47 24.25 25.04 36.05 44.02
24 25 26 ∑
90.29 97.33 104 1728.89 66.49576923
23.79 30.83 37.50
566.17 950.75 1406.57 9354.9 359.8
Xn
Xi -
1 2 3 4 5
Maka :
Xi (data hujan) 30.25
612.34 568.61 451.38 376.58
121.10 226.94 280.71 318.07 452.60 600.47 639.81 1045.51 7892.05 315.68
∑ 66.49576923 64,99644 = ∑ = 19,34425 =
=
Analisis curah hujan - Hidrologi
View more...
Comments