Analisis Artikel Gizi Dan Produktivitas Kerja
November 13, 2018 | Author: Ima Ami | Category: N/A
Short Description
Download Analisis Artikel Gizi Dan Produktivitas Kerja...
Description
ARTIKEL BERITA GIZI DAN PRODUKTIVITAS KERJA :
PENINGKATAN STATUS KESEHATAN GIZI DAN PRODUKTIVITAS KERJA PEKERJA PEREMPUAN MELALUI GP2SP
Jakarta, 28 November 2012
Saat ini pekerja perempuan memiliki peran ganda, yaitu sebagai pekerja dan juga sebagai penanggung jawab pertumbuhan serta kualitas anak mereka seba gai generasi penerus. Sesuai kodratnya, pekerja perempuan mengalami haid, kehamilan, melahirkan dan menyusui bayi. Kondisi ini memerlukan pemeliharaan dan perlindungan kesehatan yang baik agar generasi penerus terjamin kesehatannya. Pekerja perempuan di Indonesia dalam usia reproduksi mempunyai beberapa permasalahan kesehatan. Hasil studi menunjukkan bahwa prevelansi anemia pada Wanita Usia Subur (WUS) sebesar 26,4% (SKRT, 2001) selain itu hasil penelitian di beberapa industri di Tangerang, Jakarta dan Depok memperlihatkan bahwa anemia pada pekerja perempuan menunjukkan besaran antara 24-42%. Padahal pekerja perempuan yang menderita anemia, output kerjanya rata-rata 5% lebih rendah serta kapasitas kerjanya per minggu ratarata 6.5 jam lebih rendah dibandingkan dengan yang tidak anemia. Anemia mengakibatkan pekerja menjadi mudah sakit, mudah terjadi kecelakaan sehingga angka absensi meningkat dan kemungkinan apabila hamil akan mempunyai risiko saat melahirkan serta melahirkan bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah. Permasalahan lainnya adalah tingkat pendidikan pekerja perempuan yang masih rendah. Data BPS tahun 2010 menunjukkan bahwa 50,37% perempuan Indonesia berpendidikan SD ke bawah. Hal ini berpengaruh terhadap kurangnya pengetahuan tentang kesehatan dan gizi. Di tambah lagi dengan lingkungan pemukiman yang kurang memperhatikan sanitasi, memungkinkan pekerja perempuan tersebut mengalami penyakit infeksi yang kronis seperti malaria, TB dan kecacingan. Berdasarkan hal tersebut pemerintah mencanangkan Gerakan Pekerja Perempuan Sehat dan Produktif (GP2SP). Dalam pencanangan ini akan diluncurkan pedoman GP2SP sebagai acuan dalam pelaksanaan program ini baik di tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota dan perusahaan. GP2SP merupakan kerjasama antara Kementerian Kesehatan RI dengan beberapa instansi. Adapun tujuannya adalah untuk meningkatkan status kesehatan gizi pekerja perempuan demi mencapai produktivitas yang maksimal. Selain itu, program ini dibuat untuk
mendukung target pencapaian Millenium Development Goals (MDG’s) yang telah disepakati dunia internasional. Target yang dimaksud adalah target MDG’s nomor 4 mengenai penurunan angka kematian anak dan nomor 5 mengenai penurunan angka kematian ibu. GP2SP ini sebenarnya merupakan bentuk revitalisasi dari program Kementerian Kesehatan RI di tahun 1997, yaitu Gerakan Pekerja Wanita Sehat Produktif (GPWSP).
Sumber : http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/2149-peningkatan-statuskesehatan-gizi-dan-produktivitas-kerja-pekerja-perempuan-melalui-gp2sp.html tanggal 14 Juni 2013)
(diakses
mendukung target pencapaian Millenium Development Goals (MDG’s) yang telah disepakati dunia internasional. Target yang dimaksud adalah target MDG’s nomor 4 mengenai penurunan angka kematian anak dan nomor 5 mengenai penurunan angka kematian ibu. GP2SP ini sebenarnya merupakan bentuk revitalisasi dari program Kementerian Kesehatan RI di tahun 1997, yaitu Gerakan Pekerja Wanita Sehat Produktif (GPWSP).
Sumber : http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/2149-peningkatan-statuskesehatan-gizi-dan-produktivitas-kerja-pekerja-perempuan-melalui-gp2sp.html tanggal 14 Juni 2013)
(diakses
A. TINJAUAN PUSTAKA
1. DEFINISI PRODUKTIVITAS KERJA
Secara umum, produktivitas diartikan sebagai pengaruh antara hasil nyata maupun fisik (barang-barang dan jasa) dengan masukan yang sebenarnya. Produktivitas adalah ukuran efisiensi produktif. Suatu perbandingan antara hasil keluaran dan masukan atau output : input. Masukan sering dibatasi dengan masukan tenaga kerja, sedangkan keluaran diukur dalam kesatuan fisik bentuk dan nilai. Produktivitas juga diartikan sebagai tingkat efisiensi dalam memproduksi barang-barang atau jasa-jasa. Dimana produktifitas mengutarakann cara pemanfaatan secara baik terhadap sumber-sumber dalam memproduksi barang-barang (Sinungan, 2005). Hasil Konferensi Oslo dalam Sinungan (2005), secara umum produktivitas yaitu suatu konsep yang bersifat universal bertujuan menyediakan lebih banyak barang dan jasa untuk lebih banyak manusia, dengan menggunakan sumber-sumber riil yang makin sedikit. Produktivitas merupakan pendekatan interdisipliner untuk menentukan tujuan yang efektif, pembuatan rencana, aplikasi penggunaan cara yang produktivitas untuk menggunakan sumber-sumber secara efisien, dan tetap menjaga adanya kualitas yang tinggi. Produktivitas mengikutsertakan pendayagunaan secara terpadu sumber daya manusia dan keterampilan, barang modal teknologi, manajemen, informasi, energi, dan sumber-sumber lain menuju kepada pengembangan dan peningkatan standar hidup. Whitmore dalam Sedarmayanti (2001) (2001) mengemukakan “productivity is a measure of the use resources of an organization and is usually expressed as a ratio of the output obtained by the uses resources to the amount of reseources employed”. Whitemore memandang bahwa produktivitas sebagai suatu ukuran atas penggunaan sumber daya dalam suatu organisasi yang biasanya dinyatakan sebagai rasio dari keluaran yang yang dicapai dari sumber daya yang digunakan. Dengan kata lain produktivitas dapat diartikan bahwa pengertian produktivitas memiliki dua dimensi, yakni efektivitas dan efisiensi. Produktivitas merupakan komponen menentukan syarat utama dalam keberhasilan suatu perusahaan. Produktivitas menunjukkan tingkat kualitas perusahaan dalam menghadapi era persaingan sehingga perusahaan dapat mencapai tujuan yang telah ditentukan. Dimensi pertama dikaitkan dengan pencapaian target yang berkaitan dengan kualitas, kuantitas dan waktu. Sedangkan Sedangkan dimensi kedua berkaitan dengan upaya membandingkan masukan dengan realisasi penggunaannya dan bagaimana pekerjaan tersebut dilaksanakan.
Menurut Hasibuan (2003:105)
“produktivitas kerja adalah perbandingan antara
output dengan input dimana output harus mempunyai nilai tambah dan teknik pengerjaannya yang lebih baik“. Sedangkan menurut Kusriyanto (2000:2) “produktivitas kerja adalah perbandingan antara hasil yang dicapai dengan peran serta tenaga kerja persatuan waktu“. Istilah produktivitas mempunyai arti yang berlainan untuk tiap orang yang berbeda, hal ini berarti lebih banyak hasil dengan mempertahankan biaya yang tetap, mengerjakan segala sesuatu dengan benar, bekerja lebih cerdik dan lebuh keras. Teori-teori yang membahas tentang produktivitas kerja sangatlah bervariasi tetapi makna pokok dari produktivitas kerja adalah kemampuan seorang tenaga kerja dalam menghasilkan suatu pekerjaan keadaan tersebut tercapai apabila karyawan tersebut mendapat perhatian yang besar dari pimpinan atas segala kebutuhannya.
2. DEFINISI ANEMIA
Anemia adalah suatu penyakit dimana kadar hemoglobin (Hb) dalam darah kurang dari normal (Anie Kurniawan, dkk, 1998). Anemia merupakan keadaan dimana masa eritrosit dan atau masa hemoglobin yang beredar tidak memenuhi fungsinya untuk menyediakan oksigen bagi jaringan tubuh (Handayani dan Haribowo, 2008). Anemia dapat didefinisikan sebagai nilai hemoglobin, hematokrit, atau jumlah eritrosit per milimeter kubik lebih rendah dari normal (Dallman dan Mentzer, 2006). Menurut Ahmad Syafiq, dkk (2008), anemia didefinisikan sebagai keadaan dimana level Hb rendah karena kondisi patologis. Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar hemoglobin ( Hb) dalam darah kurang dari normal, yang berbeda untuk setiap kelompok umur dan jenis kelamin ( Depkes RI,1996). Anemia menurut World Health Organization (WHO) diartikan sebagai suatu keadaan dimana kabar haemoglobin (Hb) lebih rendah dari keadaan normal untuk kelompok umur yang bersangkutan. WHO telah menggolongkan penetapan kadar normal hemoglobin dalam berbagai kelompok seperti di bawah ini : Kelompok Umur
Dewasa
Anak – anak
Hemoglobin ( %) Wanita
12
Wanita hamil
11
Laki - laki
14
6 bulan – 6 tahun
11
6 tahun – 14 tahun
12
Tanda-tanda Anemia, meliputi : 1. Lesu, Lemah, Letih, Lelah, Lalai (5L). 2. Sering mengeluh pusing dan mata berkunang-kunang. 3. Gejala lebih lanjut adalah kelopak mata, bibir, lidah, kulit, dan telapak tangan menjadi pucat.
B. ANALISIS ARTIKEL GIZI DAN PRODUKTIVITAS KERJA
1. PENYEBAB DAN FAKTOR RESIKO TERKENA ANEMIA
Penyebab utama seseorang mengalami anemia adalah kekurangan zat besi. Defesiensi besi adalah penyebab anemia paling umum.. Kondisi ini tidak terjadi secara tibatiba, melainkan melalui beberapa tahapan. Mula-mula simpanan zat besi dalam tubuh menurun hingga mengurangi produksi hemoglobin dan sel darah merah secara perlahan. Defesiensi besi dapat terjadi dari pola makan sehari-hari yang rendah besi. Kurang protein, asam folat, vitamin B12 dari makanan sehari-hari juga memungkinkan terjadinya anemia, mengingat pentingnya unsur-unsur tersebut dalam pembentukan sel-sel darah merah. Anemia juga bisa disebabkan hal-hal lain seperti pendarahan kecil tetapi terus menerus (slow bleeding) seperti akibat wasir, tukak lambung, kanker lambung atau usus dan efek penggunaan aspirin atau obat-obat nonsteroidal anti inflamasi terus-menerus, menstruasi berat, penyakit yang berhubungan dengan darah seperti leukemia dan infeksi (cacing, malaria). Pecandu alkohol, perokok, pasien dengan penyakit saluran pencernaan (gastritis, celiac disease), vegetarian ekstrim, orang lanjut usia dan wanita hamil termasuk yang beresiko defisiensi besi, akibat gizi buruk atau kurang gizi atau penyerapan gizi kurng baik. Di Indonesia, sebagian besar penyebab anemia adalah kekurangan zat besi yang diperlukan untuk pembentukan Hb, sehingga disebut anemia kekurangan zat besi. Kekurangan zat besi umumnya dialami oleh perempuan. Sesuai kodratnya, pekerja perempuan mengalami haid, kehamilan, melahirkan dan menyusui bayi. Kondisi ini memerlukan pemeliharaan dan perlindungan kesehatan yang baik. Ada beberapa faktor penting yang menyebabkan orang beresiko anemia, yaitu : a.
Ku r angnya konsumsi makanan kaya zat besi terutama yang ber asal dari sumber hewani.
Vitamin B12 adalah jenis vitamin yang hanya ditemui pada makanan hewani (daging, ikan, telur, susu). Penyebab kekurangan vitamin B12 dikarenakan tidak mengkonsumsi daging atau vegetarian. Sebagian besar orang non vegetarian tidak ada yang kekurangan vitamin B12 ini karena cadangannya cukup untuk produksi sel darah sampai lima tahun. Pada makanan banyak tersedia asam folat, tetapi paling banyak ditemui pada sayuran hijau mentah dan hati. b.
Kekur angan zat besi kar ena kebutuh an yang menin gkat dan kehi langan zat besi yang ber lebih an .
Kodrat wanita adalah mengalami haid, mengalami masa kehamilan, melahirkan dan nifas. Masa-masa tersebut adalah masa-masa dimana banyak sekali darah yang dikeluarkan, sehingga mereka membutuhkan pengganti sel-sel darah yang keluar tersebut dengan asupan makanan yang mengandung zat besi untuk mengganti pasokan sel darah. Selain itu, kebutuhan zat besi juga meningkat ketika masa tumbuh kembang dan menderita penyakit infeksi (TBC, malaria, cacing). Darah yang dikeluarkan pada menstruasi berlebihan, sangat rawan sekali wanita yang sedang mengalami menstruasi terkena anemia karena darah yang dikeluarkan terlalu banyak sehingga menyebabkan kekurangan zat besi dan dia tidak memiliki banyak persedian zat besi. Rawan terkena anemia bagi wanita yang sedang hamil karena janin menyerap nutrisi dan zat besi untuk pertumbuhannya. disamping itu, saat kehamilan volume darah akan naik sehingga sel darah juga lebih sedikit jika dibandingkan dengan volumenya. c.
Produksi sel darah mer ah ti dak cukup banyak kar ena kekur angan salah satu zat gizi tertentu atau lebih kepada kekur angan zat besi penti ng .
Anemia yang merupakan masalah kesehatan masyarakat adalah anemia yang disebabkan oleh faktor terakhir yaitu anemia gizi (Husaini, 1989). Anemia gizi yang paling umum ditemukan di masyarakat adalah anemia karena kekurangan zat besi yang disebut anemia kurang besi. Pada wanita hamil dan bayi premature, kekurangan asam folat merupakan salah satu faktor kontribusi terhadap terjadinya anemia gizi. Pada orang yang sering mengalami malabsorpsi, kekurangan vitamin B12 merupakan salah satu penyebab anemia gizi. Dipandang dari segi kesehatan praktis, anemia gizi selalu diasosiasikan sebagai anemia kurang besi, karena kekurangan asam folat dan vitamin B12 jarang ditemukan pada masyarakat biasa.
Selain faktor-faktor penting tersebut yang menyebabkan seseorang beresiko anemia, terdapat faktor-faktor lain yang berhubungan dengan anemia gizi besi. Antara lain : a.
Asupan zat besi dalam makanan
Macam bahan makanan yang banyak mengandung zat besi dapat dilihat pada Tabel 1. Hati adalah bahan makanan yang paling banyak mengandung zat besi. Daging juga banyak mengandung zat besi. Dari bahan makanan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, maka kacang-kacangan seperti kedelai, kacang tanah, kacang panjang koro, buncis, serta sa yuran hijau daun mengandung banyak zat besi.
Selain dari pada banyaknya zat besi yang tersedia di dalam makanan, juga perlu diperhatikan faktor-faktor lain yang mempengaruhi absorpsi zat besi, antara lain macammacam bahan makanan itu sendiri. Zat besi yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, jumlah yang dapat diabsorpsi hanya sekitar 1-6 %, sedangkan zat besi yang berasal dari hewani 722 %. Di dalam campuran susunan makanan, adanya bahan makanan hewani dapat meninggikan absorpsi zat besi yang berasal dari tumbuh-tumbuhan. Faktor ini mempunyai arti penting dalam menghitung jumlah zat besi yang dikonsumsi oleh masyarakat yang tak mampu, yang jarang mengkonsumsi bahan makanan hewani (Husaini, 1989).
Tabel 1. Zat Besi Dalam Bahan Makanan No.
Bahan Makanan
Zat Besi (mg/100 g)
1.
Hati
6,0 sampai 14,0
2.
Daging Sapi
2,0 sampai 4,3
3.
Ikan
0,5 sampai 1,0
4.
Telur Ayam
2,0 sampai 3,0
5.
Kacang-kacangan
1,9 sampai 14,0
6.
Tepung Gandum
1,5 sampai 7,0
7.
Sayuran Hijau Daun
0,4 sampai 18,0
8.
Umbi-umbian
0,3 sampai 2,0
9.
Buah-buahan
0,2 Sampai 4,0
10.
Beras
0,5 sampai 0,8
11.
Susu Sapi
0,1 sampai 0,4
Sumber : Davidson, dkk, 1973 dalam Husaini, 1989
Zat besi di dalam bahan makanan dapat berbentuk hem yaitu berikatan dengan protein atau dalam bentuk non hem yaitu senyawa besi organik yang kompleks. Ketersediaan zat besi untuk tubuh kita dapat dibedakan antara hem dan non hem ini. Zat besi hem berasal dari hemoglobin dan mioglobin yang hanya terdapat dalam bahan makanan hewani, yang dapat diabsorpsi secara langsung dalam bentuk kompleks zat besi phorphyrin (“iron phorphyrin kompleks”). Jumlah zat besi hem yang diabsorpsi lebih tinggi daripada non hem. Untuk seseorang yang cadangan zat besi dalam tubuhnya rendah, zat besi hem ini dapat diabsorpsi lebih dari 35 %, sedangkan buat orang yang simpanan zat besinya cukup
banyak (lebih dari 500 gram) maka absorpsi zat besi hem ini hanya kurang lebih 25 %. Dari hasil analisa bahan makanan, didapatkan bahwa sebanyak 30 – 40 % zat besi di dalam hati dan ikan, serta 50-60 % zat besi dalam daging sapi, kambing, dan ayam adalah dalam bentuk hem (Cook, dkk dalam Husaini, 1989). Zat besi non hem pada umumnya terdapat di dalam bahan makanan yang umumnya berasal dari tumbuh-tumbuhan seperti sayur-sayuran, biji-bijian, kacang-kacangan, buah buahan, dan serealia, serta dalam jumlah yang sedikit terdapat pada daging, ikan, dan telur. Zat besi non hem di dalam bentuk kompleks inorganik Fe 3+ dipecah pada waktu pencernaan berlangsung dan sebagian diubah dari Fe 3+ menjadi Fe2+ yang lebih siap diabsorpsi. Konversi Fe 3+ menjadi Fe2+ dipermudah oleh adanya faktor endogenus seperti HCl dalam cairan sekresi gastric, komponen zat gizi yang berasal dari makanan seperti vitamin C, atau daging, atau ikan. Zat gizi yang telah dikenal luas dan sangat berperanan dalam meningkatkan absorpsi zat besi adalah vitamin C. Vitamin C dapat meningkatkan absorpsi zat besi non hem sampai empat kali lipat. Vitamin C dengan zat besi mempunyai senyawa ascorbat besi kompleks yang larut dan mudah diabsorpsi, karena itu sayur-sayuran segar dan buah buahan yang mengandung banyak vitamin C baik dimakan untuk mencegah anemia. Selain faktor yang meningkatkan absorpsi zat besi seperti yang telah disebutkan, ada pula faktor yang menghambat absorpsi zat besi. Faktor-faktor yang menghambat itu adalah tanin dalam teh, phosvitin dalam kuning telur, protein kedelai, phytat , phosphat , kalsium, dan serat dalam bahan makanan ( Monsen and Cook dalam Husaini, 1989). Zatzat gizi ini dengan zat besi membentuk senyawa yang tak larut dalam air, sehingga lebih sulit diabsorpsi. Seseorang yang banyak makan nasi, tetapi kurang makan sayur-sayuran serta buah buahan dan lauk-pauk, akan dapat menjadi anemia walaupun zat besi yang dikonsumsi dari makanan sehari-hari cukup banyak. Kecukupan konsumsi zat besi nasional yang dianjurkan untuk anak balita berumur 1-3 tahun adalah 8 mg, sedangkan untuk anak balita berumur 4-6 tahun adalah 9 mg (Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi, 2003 ).
b.
Pengetahuan
Tan (1979) mengatakan bahwa pola konsumsi pangan sangat dipengaruhi oleh adat istiadat setempat, termasuk di dalamnya pengetahuan mengenai pangan, sikap terhadap pangan dan kebiasaan makan. Semakin sering suatu bahan pangan dikonsumsi dan
semakin berat pangan tersebut dimakan, maka semakin besar peluang pangan tersebut tergolong dalam pola konsumsi pangan individu atau masyarakat. Tingkat pengetahuan gizi seseorang berpengaruh terhadap perilaku dalam memilih makanan yang akan berdampak pada asupan gizinya. Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan sangat penting peranannya dalam menentukan asupan makanan. Dengan adanya pengetahuan tentang gizi, masyarakat akan tahu bagaimana menyimpan dan menggunakan pangan. Memperbaiki konsumsi pangan merupakan salah satu bantuan terpenting yang dapat dilakukan untuk meningkatkan mutu penghidupan ( Suhardjo, 1986).
c.
Pendidikan
Menurut Hidayat (1980), tingkat pendidikan akan mempengaruhi konsumsi pangan melalui cara pemilihan bahan makanan. Orang yang berpendidikan lebih tinggi cenderung memilih makanan yang lebih baik dalam kuantitas dan kualitas dibandingkan dengan mereka yang berpendidikan lebih rendah. Makin tinggi pendidikan orang tua, makin baik status gizi anaknya (Soekirman, 1985). Anak-anak dari ibu yang mempunyai latar belakang pendidikan yang lebih tinggi akan mendapat kesempatan hidup serta tumbuh lebih baik. Hal ini disebabkan karena keterbukaan mereka untuk menerima perubahan atau hal-hal yang baru untuk pemeriksaan kesehatan anaknya ( Emelia, 1985 dalam Ginting, M, 1997). Faktor pendidikan mengakibatkan perubahan perilaku dan mempunyai pengaruh terhadap penerimaan inovasi baru, dalam hal ini perilaku makan yang sesuai dengan anjuran gizi ( Pranadji, 1988).
d.
Pendapatan
Peningkatan pendapatan rumah tangga, terutama bagi kelompok rumah tangga miskin, dapat meningkatkan status gizi mereka karena peningkatan pendapatan tersebut memungkinkan mereka mampu membeli pangan berkualitas dan berkuantitas yang lebih baik. Keadaan ekonomi merupakan faktor yang penting dalam menentukan jumlah dan macam barang atau pangan yang tersedia dalam rumah tangga. Bagi negara berkembang, pendapatan adalah faktor penentu yang penting terhadap status gizi. Menurut Mosley dan Lincoln (1985), pendapatan rumah tangga akan mempengaruhi sikap keluarga dalam memilih barang-barang konsumsi. Pendapatan menentukan daya beli terhadap pangan dan fasilitas lain. Semakin tinggi pendapatan maka ada kecenderungan pengeluaran total dan pengeluaran pangan semakin tinggi ( Hardinsyah & Suhardjo, 1987).
Rendahnya pendapatan (keadaan miskin) merupakan salah satu sebab rendahnya konsumsi pangan dan gizi serta buruknya status gizi. Kurang gizi akan mengurangi daya tahan tubuh terhadap penyakit, menurunkan produktivitas kerja dan pendapatan. Akhirnya masalah pendapatan rendah, kurang konsumsi, kurang gizi dan rendahnya mutu hidup membentuk siklus yang berbahaya ( Hardinsyah & Suhardjo, 1987).
e.
F r ekuensi M akan
Masalah gizi pada hakikatnya adalah masalah kesehatan masyarakat, namun penanggulangannya tidak dapat dilakukan dengan pendekatan medis dan pelayanan kesehatan saja. Penyebab timbulnya masalah gizi adalah multifaktor, oleh karena itu pendekatan penanggulangannya harus melibatkan berbagai sektor yang terkait. Pola asuh merupakan suatu sistem atau tata cara seorang ibu dalam memenuhi kebutuhan terutama memberi makan dan merawat anak dengan baik. Menurut Nasedul dalam Sudarmiati (2006), semua orang tua harus memberikan hak untuk bertumbuh. Semua anak harus memperoleh yang terbaik agar dapat tumbuh secara penuh, tumbuh sesuai dengan apa yang mungkin dicapainya, bertumbuh sesuai dengan kemampuan tubuhnya. Salah satu faktor yang paling penting untuk meningkatkan status gizi adalah konsumsi makanan. Semakin baik konsumsi atau asupan zat gizi, maka semakin besar kemungkinan terhindar dari status gizi yang kurang atau buruk, baik dari segi jumlah maupun dari segi frekuensi makanan yang dikonsumsi. Frekuensi makan pada keluarga di Indonesia umumnya adalah tiga kali dalam sehari. Hal ini terkait dengan masalah fisiologis, artinya hampir semua zat gizi itu di metabolisme dalam tubuh selama kurang lebih dari 4 jam. Untuk itu maka dianjurkan frekuensi makan yang baik adalah berpatokan dengan limit waktu metabolisme itu.
f.
Jeni s Bahan M akanan
Menurut Daftar Komposisi Bahan Makanan yang dikeluarkan oleh Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI, ada 11 golongan bahan makanan. Berdasarkan penggolongan ini, kemudian dapat dianalisa konsumsi zat gizi yang diasup oleh seseorang. Setiap bahan makanan mempunyai susunan kimia yang berbeda-beda dan mengandung zat gizi yang bervariasi pula, baik jenis maupun jumlahnya. Secara sadar maupun tidak sadar, manusia mengkonsumsi makanan untuk kelangsungan hidupnya. Dengan demikian jelas bahwa tubuh manusia memerlukan zat gizi atau zat makanan,
untuk memperoleh energi guna melakukan kegiatan fisik sehari-hari, untuk memelihara proses tubuh dan untuk tumbuh dan berkembang khususnya bagi yang masih dalam pertumbuhan (Suhardjo, 1992). Berbagai zat gizi yang diperlukan tubuh dapat digolongkan ke dalam enam macam yaitu (1) karbohidrat, (2) protein, (3) lemak, (4) vitamin, (5) mineral, dan (6) air. Sementara itu energi yang diperlukan tubuh dapat diperoleh dari hasil pembakaran karbohidrat, protein, dan lemak di dalam tubuh. Di alam ini terdapat berbagai jenis bahan makanan, baik yang berasal dari tumbuh-tumbuhan yang disebut pangan nabati maupun yang berasal dari hewan yang dikenal sebagai pangan hewani (Suhardjo, 1992). Apabila konsumsi makanan sehari-hari kurang beraneka ragam, maka timbul ketidakseimbangan antara masukan zat-zat gizi yang diperlukan untuk hidup sehat dan produktif. Dengan mengkonsumsi makanan sehari-hari yang beraneka ragam, kekurangan zat gizi jenis makanan lain diperoleh sehungga masukan zat-zat gizi menjadi seimbang. Jadi, untuk mencapai masukan zat-zat gizi yang seimbang tidak mungkin dipenuhi hanya oleh satu jenis bahan makanan, melainkan harus terdiri dari aneka ragam bahan makanan ( Khumaidi, 1994).
Apabila anemia kekurangan zat besi ini dibiarkan saja terus-menerus dapat menyebabkan kondisi, antara lain : a. Kekurangan zat besi dapat menimbulkan gangguan atau hambatan pada pertumbuhan baik sel tubuh maupun sel otak sehingga pada ibu hamil dapat mengalami keguguran, lahir sebelum waktunya. Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR), pendarahan sebelum dan pada waktu melahirkan serta pada anemia berat dapat menimbulkan kematian ibu dan bayi. b. Kekurangan Hb dalam darah mengakibatkan kurangnya oksigen yang ditransport ke sel tubuh maupun otak, sehingga menimbulkan gejala-gejala seperti letih, lesu dan cepat capek, sehingga perempuan yang bekerja tidak dapat melakukan pekerjaanya secara maksimal, meningkatnya angka absensi kerja karena produktivitasnya menurun. Perempuan yang menderita anemia akan lebih mudah terkena penyakit infeksi disebabkan karena kondisi mereka yang menurun. Mengingat dampak anemia diatas yang dapat menurunkan kualitas sumber daya manusia, maka perlu penanggulangan segera.
2. HUBUNGAN ANEMIA DENGAN PRODUKTIVITAS KERJA
Partisipasi wanita dalam kegiatan ekonomi bukan merupakan fenomena yang baru di Indonesia. Banyak wanita, terutama dari golongan bawah, sudah berpartisipasi dalam berbagai lapangan pekerjaan. Selain perannya sebagai istri atau ibu dalam keluarga, wanita juga berperan sebagai tenaga kerja untuk pembangunan. Jumlah pekerja wanita di Indonesia setiap tahun semakin meningkat. Pada tahun 2007 mencapai 2,12 juta orang (35,37%). Peningkatan ini dilihat dari segi positif bertambahnya tenaga produktif , dan dari segi negatif status kesehatan maupun gizi pekerja umumnya belum mendapat perhatian yang baik. Terdapat bukti adanya gangguan kesehatan reproduksi yang dialami oleh sebagian pekerja wanita, seperti gangguan haid, gangguan kehamilan, pendarahan,dan keguguran. Hal itu yang dapat menyebabkan penurunan produktivitas kerja yang mengakibatkan ongkos produksi menjadi tidak efisien. Penelitian pada pekerja wanita di Pemalang menunjukkan sebesar 80,9% pekerja wanita kurang produktif. Penelitian lain tepatnya di Sukoharjo menunjukkan sebesar 44,1% pekerja wanitanya kurang produktif. Produktivitas adalah suatu konsep universal yang menciptakan lebih banyak barang dan jasa bagi kebutuhan manusia, dengan menggunakan sumber daya yang serba terbatas. Kesehatan kerja yang optimal dapat dicapai antara lain dengan menyesuaikan antara beban kerja, kapasitas kerja, dan beban tambahan akibat lingkungan kerja. Tercapainya keadaan kesehatan yang optimal, dapat mewujudkan produktivitas kerja yang tinggi. Produktivitas kerja setiap orang tidak sama, salah satunya tergantung dari tersedianya zat gizi di dalam tubuh. Kekurangan konsumsi zat gizi bagi seseorang dari standar minimum umumnya akan berpengaruh terhadap kondisi kesehatan, aktivitas, dan produktivitas kerja. Produktivitas kerja pada wanita juga dapat dipengaruhi oleh status anemia. Survei nasional tahun 2001 menunjukkan prevalensi anemia pada Wanita Usia Subur (WUS) kawin dan tidak kawin masing masing sebesar 26,9% dan 24,5%. Pekerja wanita merupakan salah satu kelompok yang rentan terhadap anemia gizi. Hal ini disebabkan oleh kurangnya zat besi dalam makanan dan pekerjaan yang berat, serta secara alamiah wanita setiap bulan mengalami menstruasi. Salah satu tanda seseorang mengalami anemia dapat dilihat dari pemeriksaan kadar hemoglobin yang menunjukkan angka kurang dari normal. Hal tersebut didukung dengan adanya penelitian yang dilakukan pada pekerja wanita di Sumatera Utara yang menyatakan bahwa ada hubungan positif antara kadar hemoglobin dengan produktivitas kerja.
Penelitian tentang adanya hubungan pengaruh gizi terhadap produktivitas kerja telah dilakukan oleh para ahli dari dalam maupun luar negeri. Penelitian Karyadi tahun 1974 mendapatkan kenyataan bahwa Cost Benefit Ratio, antara biaya untuk kerja dengan kepentingan kerja adalah 1:260, yang artinya akan diperoleh keuntungan 260 kali yang lebih besar dari biaya yang dikeluarkan untuk memelihara gizi tenaga kerja. Dari hasil penelitian juga ditemukan adanya kolerasi yang erat antara kadar hemoglobin dengan kemampuan memetik teh, karet, dan tebu membuktikan bahwa pekerja pekerja yang anemia 20% lebih rendah daripada pekerja yang tidak anemia. Setelah dilakukan intervensi-intervensi dengan pil besi, maka kadar hemoglobin mereka meningkat menjadi normal yang diikuti dengan kenaikan produktivitas yang nyata. Depkes RI tahun 1996 serta penelitian Basta dan Churchill tahun 1974 menunjukkan bahwa tenaga kerja yang menderita anemia (kurang zat besi) mempunyai produktivitas kerja 20% lebih rendah daripada tenaga kerja normal. Tenaga kerja yang diduga menderita kekurangan zat besi tetapi belum menunjukkan gejala anemia mempunyai produktivitas kerja 10%. Jadi terdapat hubungan yang bermakna antara kadar Hb dan produktivitas kerja dengan arah hubungan searah, artinya semakin rendah kadar Hb maka produktitas menurun dan sebaliknya. Anemia pada pekerja wanita ini dapat menurunkan produktivitas kerja mereka karena berbagai penelitian telah membuktikan bahwa pada pekerja yang anemia, mempunyai produktivitas kerja yang lebih rendah dibandingkan pekerja yang tidak anemia. Hasil penelitian pada buruh yang bekerja di berbagai bidang ekonomi menunjukkan bahwa buruh dengan anemia mempunyai produktivitas kerja yang menurun secara nyata dengan perkiraan penurunan sebesar 20%. Kadar Hb dapat digunakan untuk menentukan status gizi seseorang dan juga digunakan sebagai parameter untuk menunjukkan keadaan anemia zat besi.Wanita mempunyai risiko tinggi untuk menderita anemia zat besi, karena terjadi peningkatan kebutuhan terhadap zat besi akibat adanya menstruasi. Anemia zat besi akan menyebabkan rendahnya tingkat produktivitas kerja dan menurunnya kekebalan terhadap infeksi. Semakin tinggi kadar hemoglobin semakin baik pula produktivitas kerja seseorang. Fungsi utama hemoglobin dalam
tubuh bergantung pada kemampuannya untuk
bergabung dengan oksigen dalam paru dan kemudian melepaskan oksigen ini dalam kapiler jaringan dimana tekanan gas oksigen jauh lebih rendah daripada di paru-paru. Saat melakukan aktifitas berat, kebutuhan energi akan sangat meningkat yang berarti kebutuhan oksigen oleh jaringan juga sangat meningkat, untuk mengatasi hal tersebut jantung harus
bekerja ekstra berat dengan meningkatkan volume dan frekuensi denyut jantung untuk memasok oksigen ke jaringan otot yang melakukan aktifitas. Selama bekerja ini, tubuh seseorang membutuhkan 20 kali jumlah oksigen normal dan sel-sel otot memakai oksigen dengan sangat cepat. Oksigen dalam pembuluh darah ini diangkut oleh hemoglobin. Kurangnya asupan zat besi dapat menyebabkan produksi sel darah merah akan menurun jumlah dan besarnya, sehingga produksi hemoglobin juga ikut menurun. Menurunnya produktivitas kerja pada seseorang yang anemia dapat disebabkan oleh berkurangnya enzim- enzim yang mengandung zat besi yang merupakan kofaktor enzimenzim yang terlibat dalam metabolisme energi, serta menurunnya hemoglobin darah. Akibatnya, metabolisme energi di dalam otot terganggu dan terjadi penumpukan asam laktat yang menyebabkan rasa lelah. Rendahnya hemoglobin dalam darah akan mempengaruhi banyaknya oksigen yang dapat diangkut ke otot-otot yang sangat membutuhkan oksigen tersebut untuk perubahan energi ketika bekerja keras. Energi dibutuhkan untuk aktivitas otot, sekresi kelenjar, mempertahankan potensial membran pada saraf dan serat otot, pembentukan zat- zat di dalam sel, absorbsi makanan dari saluran pencernaan, dan berbagai fungsi lainnya. Semua energi makanan (karbohidrat, lemak, dan protein) dapat dioksidasi di dalam sel, dan pada proses ini, dibebaskan sejumlah energi. Pada keadaan normal, waktu kerja kecepatan penggunaan oksigen oleh sel diatur oleh kecepatan pengeluaran energi dalam sel tersebut. Hanya dalam keadaan hipoksia berat, penggunaan oksigen menjadi suatu keadaan yang terbatas. Terjadin ya hipoksia yang lebih awal pada wanita yang mengalami anemia akan mengganggu produktivitas kerja, karena rasa lelah, letih, lesu membuat seseorang malas untuk bekerja. Defisiensi besi berpengaruh negatif terhadap fungsi otak, terutama terhadap fungsi sistem neurotransmitter (pengantar saraf) akibatnya, kepekatan reseptor saraf dopamin berkurang yang dapat berakhir dengan hilangnya reseptor tersebut. Daya konsentrasi, daya ingat dan kemampuan belajar terganggu, ambang batas rasa sakit meningkat, fungsi kelenjar tiroid dan kemampuan mengatur suhu tubuh menurun. (Almatsier, 2002). Selain itu, hubungan lain anemia defisiensi besi dengan produktifitas kerja, antara lain: a. Pada wanita dewasa anemia akan menurunkan daya tahan tubuh sehingga mudah sakit, menurunkan produktivitas kerja, anemia dapat menurunkan sumber daya manusia, menurunkan kebugaran.
b. Anemia gizi besi dapat menyebabkan tenaga berkurang sehingga pekerja yang membutuhkan tenaga besar akan merasa cepat lelah. c. Anemia defisiensi zat besi menyebabkan rendahnya kadar Hb sehingga berakibat pada kelemahan, kelelahan dan berefek pada sistem imun. d. Ditemukan interaksi antara konsentrasi serum transferin reseptor (sTrR) dan perawatan dengan suplementasi zat besi dalam meningkatkan kapasitas kerja dan keta hanan fisik. e.
Defisiensi
besi
dapat
mengganggu
fungsi
dan
berdampak
pada
EE
( energy
expenditure/pengeluaran energi) yang berlebih selama bekerja.
3. GERAKAN PEKERJA PEREMPUAN SEHAT DAN PRODUKTIF (GP2SP)
GP2SP merupakan kerjasama antara Kementerian Kesehatan RI dengan beberapa instansi. Adapun tujuannya adalah untuk meningkatkan status kesehatan gizi pekerja perempuan demi mencapai produktivitas yang maksimal. Selain itu, program ini dibuat untuk mendukung target pencapaian Millenium Development Goals (MDG’s) yang telah disepakati dunia internasional. GP2SP merupakan singkatan dari Gerakan Pekerja Perempuan Sehat Produktif. GP2SP merupakan revitalisasi dari "Gerakan Pekerja Wanita Sehat Produktif" (GPWSP) yang telah disusun dan disepakati bersama oleh stakeholders terkait antara lain Kementerian Kesehatan RI, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI, Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI, Dewan Pengurus Nasional Asosiasi Pengusaha Indonesia dan Dewan Pimpinan Pusat Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia pada bulan November 2012. GP2SP memiliki tujuan meningkatkan produktivitas kerja pekerja perempuan melalui perbaikan status gizi dan kesehatan. Program GP2SP diarahkan pada pemenuhan kecukupan gizi pekerja perempuan, pemeriksaan kesehatan pekerja perempuan, pelayanan kesehatan reproduksi perempuan, dan peningkatan pemberian ASI selama waktu kerja di tempat kerja. a.
Pemenuhan Kecukupan Gizi Pekerja Perempuan
Pekerja perempuan merupakan kelompok sasaran yang rawan terjadinya anemia gizi yang disebabkan oleh menstruasi, asupan gizi yang rendah, tingkat pengetahuan gizi yang kurang dan lain sebagainya. Kegiatan untuk pemenuhan kecukupan gizi pekerja perempuan melalui : 1) Penilaian Status Gizi
Penilaian status gizi pekerja perlu dilakukan agar dapat menentukan kebutuhan gizi yang sesuai serta pemberian intervensi gizi bila diperlukan. Penilaian status gizi dapat dilakukan melalui : a) Antropometri Antropometri merupakan metode yang paling sering digunakan dalam penilaian status gizi. Metode ini menggunakan parameter berat badan (BB) dan tinggi badan (TB). Melalui kedua parameter tersebut, dapat dilakukan perhitungan Indeks Masa Tubuh (IMT) dengan rumus sebagai berikut : IMT =
() () ()
Agar status gizi pekerja perempuan di setiap perusahaan / tempat kerja dapat terpantau, maka budayakan pengukuran berat badan pekerja perempuan secara rutin 1 (satu) bulan sekali. Setelah diketahui klasifikasi status gizi pekerja perempuan, intervensi yang tepat dapat diberikan dengan pengaturan me nu makanan. b) Pemeriksaan Klinis Pemeriksaan klinis merupakan metode untuk menilai status gizi masyarakat, didasarkan
atas
perubahan-perubahan
yang
terjadi
yang
dihubungkan
dengan
ketidakcukupan zat gizi. c) Pemeriksaan Biofisik Pemeriksaan biofisik adalah metode penentuan status gizi dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan melihat perubahan struktur dari jaringan. d) Pemeriksaan Biokimia Pemeriksaan biokimia adalah pemeriksaan spesimen yang diuji secara laboratorium yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh, antara lain : darah, urine, tinja dan beberapa jaringan tubuh seperti hati dan otot.
2) Kebutuhan Gizi Pekerja Perempuan
Kebutuhan gizi pekerja perempuan yang dimaksud meliputi kebutuhan gizi untuk sehari, selama bekerja (8 jam) dan dalam keadaan khusus. a) Kebutuhan Gizi Sehari Pekerja Perempuan Perhitungan kebutuhan gizi seorang pekerja dalam keadaan lingkungan normal (suhu, tekanan udara, kelembaban) dan tubuh dalam kondisi sehat / normal maka kebutuhan gizi terutama energi dipengaruhi oleh : jenis aktivitas, usia, ukuran tubuh, jenis kelamin
dan kondisi khusus (hamil, menyusui, lembur dan sakit) serta faktor risiko lainnya di tempat kerja. Faktor penentu kebutuhan gizi yaitu : - Aktivitas Berat ringannya beban kerja yang diterima oleh seorang pekerja dapat digunakan untuk menentukan lamanya kemampuan melakukan pekerjaan sesuai dengan kapasitas kerjanya. Semakin berat beban kerja, sebaiknya semakin pendek waktu kerjanya agar terhindar dari kelelahan dan gangguan fisiologis yang berarti atau sebaliknya. - Usia Dengan bertambahnya umur, kebutuhan gizi seseorang relatif lebih rendah untuk tiap kilogram berat badannya. - Ukuran Tubuh (Tinggi dan Berat Badan) Makin besar ukuran tubuh, semakin besar kebutuhan gizinya. Kebutuhan zat gizi ditentukan terutama oleh komponen lemak dari berat badan. - Jenis Kelamin Kebutuhan zat gizi antara laki-laki dan perempuan dewasa berbeda, terutama disebabkan oleh perbedaan komposisi tubuh (komponen lemak dan non lemak) dan jenis aktivitasnya. - Faktor lain penentu zat gizi Kebutuhan fisiologis pada kondisi hamil dan menyusui, kebutuhan zat gizi meningkat dari keadaan biasa akibat meningkatnya metabolisme, konsumsi makanan untuk kebutuhan diri sendiri dan bayi yang dikandung serta persiapan produksi ASI. Keadaan khusus ; seperti pada pemulihan kesehatan dan anemia maka kebutuhan zat gizi lebih besar dari keadaan biasanya. Keadaan lingkungan kerja ; seperti suhu ekstrim, tekanan udara, radiasi dan bahan kimia meningkatkan kebutuhan zat gizi. b) Kebutuhan Gizi Pekerja Perempuan Selama Bekerja (8 jam) Setelah diketahui kebutuhan energi per hari, langkah selanjutnya adalah menentukan kebutuhan energi selama waktu kerja (8 jam) dengan asumsi keadaan lingkungan dalam keadaan normal (suhu, tekanan udara, kelembaban) dan tubuh dalam kondisi sehat / normal, kebutuhan energi dan protein pekerja perempuan adalah sebagai berikut :
Tabel 2. Kebutuhan Energi dan Protein selama bekerja (8 jam) Usia / Jenis Pekerjaan
Kebutuhan
Energi
(kkal) Perempuan
Kebutuhan Protein
19 – 29 tahun Ringan
720
20
Sedang
760
20
Berat
860
20
Ringan
680
20
Sedang
720
20
Berat
820
20
Ringan
660
20
Sedang
700
20
Berat
800
20
30 – 49 Tahun
50 – 64 Tahun
c) Kebutuhan Gizi Menurut Kondisi Khusus Pekerja Perempuan -
Pekerja Perempuan Selama Hamil Pekerja
perempuan
yang
hamil
membutuhkan
tambahan
energi
untuk
perkembangan janinnya. Perempuan yang berstatus gizi baik dengan tingkat aktivitas ringan – sedang membutuh kalori sebesar :
180 kkal/hari pada trimester 1
300 kkal/hari pada trimester 2 dan 3
- Pekerjaan Perempuan selama Menyusui Seorang pekerja perempuan yang sedang menyusui membutuhkan energi tambahan untuk produksi ASI, energi yang perlu ditambahkan sebesar :
700 kkal/hari pada 6 bulan pertama
550 kkal/hari pada 6 bulan berikutnya
- Pekerja Anemia Gizi Untuk pekerja anemia gizi besi diberikan suplemen tablet besi dengan dosis 60 mg 2 kali seminggu sampai anemia teratasi. Selain itu, pekerja dianjurkan mengkonsumsi makanan bergizi seimbang yang kaya zat besi seperti hati, daging,
ikan, ayam, telur dan sayuran hijau. Khusus bagi pekerja perempuan, untuk mencegah anemia dianjurkan pemberian tablet tambah darah dengan dosis 60 mg per minggu selama 16 minggu setiap tahun. Selama masa haid diberikan 60 mg zat besi tiap hari. - Pekerja Lembur, Shift Kerja Bagi pekerja yang lembur selama 3 jam atau lebih, perlu diberikan makanan dan minuman tambahan, berupa makanan selingan yang padat gizi. Contohnya : bubur kacang hijau, teh manis dengan roti isi selai, tahu isi dll. - Lingkungan Kerja Yang Berisiko Tempat kerja pada suhu tinggi perlu diperhatikan kebutuhan air dan elektrolit yang dapat diperoleh dari garam dan sari buah.
3) Penyediaan Makanan Bagi Pekerja Perempuan
Cara memenuhi kebutuhan tubuh perlu diperhatikan proporsinya agar seimbang (WNPG VIII, 2004), yaitu : - Karbohidrat (50-65% dari total energi) - Protein (10-20% dari total energi) - Lemak (20-30% dari total energi) Dalam penyediaan makanan bagi pekerja perlu memperhatikan langkah-langkah sebagai berikut : a) Standar Porsi Makanan yang Memenuhi Kecukupan Gizi Pekerja Standar makanan bagi pekerja menurut usia dan kategori aktivitas fisik. b) Perencanaan Menu Makanan bagi Pekerja Selama Bekerja Tujuan perencanaan menu sebagai pedoman dalam kegiatan pengolahan, mengatur variasi dan kombinasi hidangan, menyesuaikan biaya yang tersedia, serta menghemat waktu dan tenaga. Perencanaan menu dilakukan untuk beberapa hari atau yang disebut siklus menu, misalnya 5 hari atau 10 hari. Penyusunan menu berdasarkan siklus menu berfungsi untuk : a) Variasi dan kombinasi bahan makanan dapat diatur agar Pekerja tidak bosan b) Makanan yang disajikan dapat disusun sesuai dengan kebutuhan gizi pekerja. c) Menu dapat disusun sesuai dengan biaya yang tersedia. d) Waktu dan tenaga yang tersedia dapat digunakan sebaik-baiknya. Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar hemoglobin dalam darah kurang dari normal. Masalah anemia gizi besi ini dihadapi pula oleh pekerja perempuan. Masalah ini
dapat berdampak terhadap kematian ibu dan anak, rendahnya prestasidan menurunya produktivitas kerja. Upaya penanggulangan anemia bagi pekerja perempuan dilakukan melalui pemberian tablet tambah darah, obat cacing, dan obat lainnya sesuai penyebabnya. a)
Tata cara pelayanan: -
Selama masa haid diberikan TTD 60 mg tiap hari dan dianjurkan minum 1 tablet selama sepuluh hari.
-
Tiap calon pengantin, dianjurkan untuk meminum TTD sebelum pernikahan dengan dosis seminggu sekali 1 tablet selama 16 minggu.
-
WUS dianjurkan rutin dengan dosis 1 tablet setiap minggu.
-
Ibu hamil dianjurkan minum TTD dengan dosis 1 tablet setiap hari minimal 90 hari selama masa kehamilan.
-
Ibu nifas dianjurkan minum TTD dengan dosis 1 tablet setiap hari dan 2 kapsul Vitamin A 200.000 IU selama nifas.
-
Bagi pekerja perempuan untuk mencegah anemia, dianjurkan pemberian TTD dengan dosis 60 mg per minggu selama 16 minggu setiap tahun.
b) Pengadaan dan Distribusi Tablet
b.
Pemeriksaan Kesehataan Pekerja Perempuan
Pemeriksaan kesehatan ini berlaku bagi semua pekerja di lingkungan perusahaan baik pekerja tetap maupun kontrak yang meliputi: 1)
Pemeriksaan Kesehatan awal bekerja
2) Pemeriksaan Kesehatan selama bekerja 3) Pemeriksaan Kesehatan akhir bekerja
c.
Pelayanan Kesehatan Reproduksi Pekerja Perempuan
Pelayanan kesehatan pekerja perempuan, meliputi: 1) Sebelum Hamil -
Promosi dan edukasi kesehatan repoduksi
-
Pengetahuan tentang bahaya tempat kerja terhadap kesehatan reproduksi serta penanggulangannya
-
Pemeriksaan kesehatan alat reproduksi
-
Konseling
-
Pemenuhan kecukupan gizi
-
Pemantauan BB/TB
-
Pelayanan KB
-
Pemberian imunisasi TT
2) Saat Hamil -
Promosi dan edukasi kesehatan repoduksi dn tumbuh kembang janin
-
Pengaturan administrasi terkait maslah ergonomic yang dapat menggangu kehamilan
-
Pengetahuan tentang bahaya tempat kerja terhadap kesehatan reproduksi serta penanggulangannya
-
Pemeriksaan kehamilan minimal 4 kali selama kehamilan
-
Konseling
-
Pemenuhan kecukupan gizi
-
Distribusi Tablet tambah darah
3)
Saat Melahirkan -
Konseling
-
Jaminan untuk persalinan di fasilitas kesehatan oleh tenaga kesehatan
-
Mendapatkan cuti melahirkan
-
Mengikuti program P4K
-
Mendapatkan jaminan penanganan bila terjadi komplikasi pada bayi dan ibu
4) Pasca Melahirkan
d.
-
Pelayanan KB
-
Konseling
-
Memberikan ASI Eksklusif
-
Pemberian 2 kapsul Vitamin A
-
Pengetahuan tentang bahaya tempat kerja terhadap ibu dan bayi.
Peningkatan Pemberian ASI selama waktu Kerja di Tempat Kerja
Memberikan ASI merupakan hak pekerja perempuan untuk meningkatkan kesehatan ibu dan anak. Bentuk dukungan perusahaan terhadap peningkatan pemberian ASI selama waktu kerja adalah dengan menyediakan ruangan memerah ASI dan perlengkapannya, sebagai berikut: 1. Ruangan Memerah ASI 2. Alat yang dibutuhkan 3. Alat konseling
4. Perlengkapan KIE ASI
Tujuan pelaksanaan kegiatan GP2SP sangat tergantung dari implementasi ruang lingkup kegiatan GP2SP yang telah dibahas dan dikemukakan. Adapun tahapan pelaksanaan kegiatan GP2SP ini adalah sebagai berikut : a. Persiapan
Persiapan dalam menggerakan GP2SP di tempat kerja oleh tim GP2SP di pusat, provinsi dan kabupaten / kota meliputi. 1) Menyiapkan tim yang akan menggerakan GP2SP 2) Menyiapkan metode yang akan digunakan untuk menggerakan GP2SP melalui kegiatan
advokasi
dan
sosialisasi,
seminar
/
lokakarya,
pemasaran
social
(pencanangan dan pelaksanaan gerakan, kampanye, tayangan / siaran melalui media elektronik dan media cetak (TV, Spot, Radiospot dll). 3) Menyiapkan Perlengkapan yang diperlukan untuk pelaksanaan GP2SP yaitu perlengkapan peningkatan status gizi pekerja perempuan, meliputi : perlengkapan pengukuran antropometri (timbangan berat badan dan pengukur tinggi badan), Tablet tambah darah, suplemen Vitamin A, obat cacing, Alat penyuluhan terkait gizi seperti Food Model, materi penyuluhan (pedoman umum gizi seimbang, gizi bagi perempuan pekerja, masalah gizi pekerja perempuan, gizi dan produktivitas). b. Pelaksanaan
Berikut cara dan strategi pelaksanaan GP2SP, yaitu : 1)
Menunjukan petugas / pengelola / tim pelaksanaan GP2SP Implementasi GP2SP. Petugas / pengelola/ tim pelaksanaan perlu mempersiapkan data dan informasi untuk mendukung pelaksanaan program, merumuskan permasalahan serta menganalisis penyebab
timbulnya
masalah,
kemudian
mencari
jalan
pemecahannya
dan
mengkomunikasikannya kepada para pekerja, sehingga dapat dilaksanakan dengan baik. 2)
Memotivasi pengelola/pengurus, pimpinan perusahan, organisasi pekerja dan pekerja perempuan. Memotivasi dapat timbul dengan berbagai kegiatan yang diikuti seperti mengikuti pertemuan, seperti sosialisasi, pelatihan dan seminar / lokakarya.
3)
Promosi / penyuluhan gizi dan kesehatan di tempat kerja dengan materi antara lain : mengenali risiko yang ada di tempat kerja, perilaku hidup bersih dan sehat,
pedoman kecukupan gizi dan produktivitas, pedoman umum gizi seimbang, gizi bagi pekerja perempuan dan permasalahannya, gizi dan produktivitas, masalah kecacingan, kesehatan reproduksi, ASI dan ASI eksklusif.
Dengan dibuatnya gerakan pekerja perempuan sehat dan produktif (GP2SP), mencakup berbagai kegiatan seperti pada pemenuhan kecukupan gizi pekerja perempuan, pemeriksaan kesehatan pekerja perempuan, pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan peningkatan pemberian ASI selama waktu kerja di tempat kerja diharapkan dapat membawa dampak yang baik terhadap produktivitas tenaga kerja wanita. Pengawasan dari beberapa pihak dan instansi tekait diperlukan supaya penerapan GP2SP dapat berjalan sesuai dengan aturan yang seharusnya. Apabila GP2SP sudah dilaksanakan secara terus menerus, diharapkan juga dapat berdampak baik pada penurunan an gka resiko AKI dan AKB.
C. SOLUSI PENYELESAIAN MASALAH
Sesuai dengan masalah artikel di atas,
ibu yang memiliki pengetahuan rendah
mengakibatkan terjadinya beberapa dampak yang sangat buruk terhadap sang ibu sendiri dan juga pada anak mereka, yaitu kurangnya asupan gizi, yang pada akhirnya menyebabkan anak lahir cacat, mati, keguguran, bodoh, imunitas rendah, dan lain-lain. Sementara yang terjadi pada sang ibu adalah munculnya penyakit-penyakit kronis serta mengakibatkan terjadinya keadaan atau kejadian turun-temurun yang salah pada satu lingkup lingkungan keluarga seperti kesadaran pemberian ASI yang kurang baik bahkan sangat buruk. Tingkat pendidikan yang rendah memaksa mereka menjadi budak atau buruh bagi orang-orang yang memiliki kemampuan lebih yang memaksa mereka bekerja keras untuk perekonomin keluarga. Berdasarkan fenomena tersebut, dapat muncul berbagai solusi atau kebijakan-kebijakan terkait, diantaranya adalah : 1) Kebijakan Departemen Kesehatan Tentang Peningkatan Pemberian Air Susu Ibu (Asi) Pekerja Wanita. Kebijakan ini dapat meningkatkan tingkat kecerdasan serta imunitas bayi yang tinggi, menyadarkan para ibu tentang pentingnya pemberian ASI. Sesuai dengan kodratnya, pekerja wanita akan mengalami haid, kehamilan, melahirkan dan menyusui bayi. Untuk meningkatkan kualitas SDM, dimulai sejak janin dalam kandungan, masa bayi, balita, anakanak sampai dewasa. Pemberian Air Susu Ibu (ASI) pada bayi merupakan cara terbaik bagi peningkatan kualitas SDM sejak dini yang akan menjadi penerus bangsa. ASI merupakan makanan yang paling sempurna bagi bayi. Pemberian ASI berarti memberikan zat-zat gizi yang bernilai gizi tinggi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan saraf dan otak, memberikan zat-zat kekebalan terhadap beberapa penyakit dan mewujudkan ikatan emosional antara ibu dan bayinya. 2) Pelatihan Khusus Untuk Ibu Rumah Tangga yang Memiliki Kemampuan yang Kurang tapi Memiliki Kemauan. Pelatihan bisa berupa kegiatan daur ulang sampah plastik, kaleng bekas, kertas, tata boga, busana, dan lain-lain. Mereka diajarkan berbagai hal seperti membuat tas, tempat tissue yang pada akhirnya hasil dari kerajinan ini bisa mereka jual dan membantu perekonomian keluarga. Serta yang paling penting adalah kegiatan ini tidak terlalu menyita waktu mereka dengan sangat padat. Kegiatan bisa dilakukan di rumah mereka sambil menyusui dan memberi makan anaknya jadi ibu bekerja tetapi tetap memperhatikan buah hati mereka.
3) Peningkatan nutrisi pada ibu. Biasanya peningkatan nutrisi atau pemberian asupan nutrisi hanya diberikan pada ibu hamil, menyusui saja. Seharusnya untuk wanita usia produktif juga mendapatkan karena mereka juga memiliki resiko yang tinggi untuk kekurangan beberapa zat nutrisi dalam tubuh mereka. Aktivitas mereka yang padat atau bisa dibilang sangat aktiv juga menjadi alasan untuk peningkaan nutrisi pada usia produktif, agar menghasilkan generasi bangsa yang cerdas dan berguna bagi nusa dan bangsa.
Menurut Arisman, MB ada empat pendekatan dasar untuk pencegahan anemia defisiensi besi, yaitu: 1) Pemberian tablet atau suntikan zat besi. Wanita hamil merupakan salah satu kelompok yang diprioritaskan dalam program suplementasi. Dosis suplementatif yang dianjurkan dalam satu hari adalah dua tablet (satu tablet mengandung 60 mg Fe dan 200 ìg asam folat) yang dikonsumsi selama paruh kedua kehamilan karena pada saat tersebut kebutuhan akan zat besi sangat tinggi. Pada awal kehamilan, program suplementasi tidak akan berhasil karena ”morning sickness” dapat mengurangi keefektifan obat. Namun demikian, cara ini baru akan berhasil jika pemberian tablet ini dilakukan dengan pengawasan yang ketat. 2) Pendidikan dan upaya yang berkaitan dengan peningkatan asupan zat besi melalui makanan. Beberapa wanita hamil cenderung menolak tablet besi yang diberikan karena efek samping yang ditimbulkan dari tablet tersebut. Hal ini berpangkal pada ketidaktahuan mereka bahwa selama masa kehamilan, wanita tersebut memerlukan tambahan zat besi. Oleh karena itu wanita hamil hendaknya diberikan pendidikan yang tepat tentang bahaya yang mungkin terjadi akibat anemia, sedangkan penyebab anemia adalah defisiensi besi. 3) Pengawasan terhadap penyakit infeksi. Pengobatan terhadap penyakit infeksi yang efektif dan tepat waktu dapat mengurangi dampak gizi yang tidak diinginkan. Tindakan penting yang dilakukan selama menderita penyakit infeksi adalah mendidik keluarga penderita tentang cara makan yang sehat selama dan sesudah sakit. Pengawasan penyakit infeksi ini memerlukan upaya kesehatan masyarakat pencegahan, seperti: penyediaan air bersih, perbaikan sanitasi lingkungan, dan kebersihan perorangan. 4) Fortifikasi makanan pokok dengan zat besi.
Fortifikasi makanan merupakan cara ampuh dalam pencegahan defisiensi zat besi. Fortifikasi makanan dengan zat besi secara teknis lebih sulit dibandingkan dengan fortifikasi dengan zat lain, karena zat besi yang tersedia secara kimiawi, sangat reaktif dan cenderung mengubah warna pada makanan. Perubahan warna tersebut tidak disukai jika makanan yang difortifikasi tersebut berwarna terang. Disamping itu, campuran Fe reaktif dapat mengkatalisasi reaksi oksidasi sehingga menimbulkan bau dan rasa yang tidak disukai.
Untuk mengatasi keadaan ini, pemerintah sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya, perlu menggalakkan GP2SP yang merupakan revitalisasi GPWSP. Sedangkan dari pihak perusahaan dapat ikut serta antara lain dengan :
Penyediaan kantin sehat
Penyuluhan kesehatan gizi pekerja
Pemberian suplementasi besi
Pemeriksaan kesehatan pekerja perempuan secara berkala, dan lain-lain.
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, Sunita. 2005. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama. Damanik, Lukman. 2005. Skripsi: Status Gizi dan Status Anemia Pekerja Wanita serta Hubungannya dengan Produktivitas Kerja pada PTP N IV Unit Kebun Sidamanik Kabupaten Simalungun Sumatera Utara. Bogor : IPB Fakultas Pertanian, Departemen Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga. Depkes RI. 2012. Pedoman Gerakan Pekerja Perempuan Sehat dan Produktif (GP2SP). Jakarta. Dr. Darma Tintri E S, SE, AK, MBA.1 dan Fitriatin. 2009. Pengaruh Disiplin Kerja Terhadap Produktivitas Kerja Karyawan Pada PT. Food Station Tjipinang Jaya . http://www.gunadarma.ac.id/library/articles/graduate/economy/2009/Artikel_1020 5520.pdf (Diakses pada 17 Juni 2013) Guyton dan Hall. 1997. Fisiologi Kedokteran. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hasibuan, S.P. Malayu. 2003. Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi Revisi. Jakarta : Bumi Aksara. Haslidah. 2011. Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Wanita dan Produktivitas pada Pengolahan Pasca Panen Sektor Pertanian di Kabupaten Pinrang. Vol 6, No 12 http://bappenas.go.id/get-file-server/node/7903/ (Diakses pada 17 Juni 2013) http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/1/jtptunimus-gdl-s1-2006-frengkilan-35-3-babii.pdf http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/106/jtptunimus-gdl-triyuliant-5276-3-bab2.pdf http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/118/jtptunimus-gdl-arumwulann-5862-2-babii.pdf (Diakses pada 16 Juni 2013) http://eprints.undip.ac.id/32556/1/380_Suci_Widiastuti_G2C007066.pdf http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22225/4/Chapter%20II.pdf (Diakses pada 16 Juni 2013) http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30001/4/Chapter%20II.pdf (Diakses pada 16 Juni 2013) http://skp.unair.ac.id/repository/web-pdf/web_ANEMIA_SYAMSUL_HUDA.pdf
(Diakses
pada 16 Juni 2013) http://www.library.upnvj.ac.id/pdf/2s1kesmas/205313019/bab2.pdf (Diakses pada 17 Juni 2013)
http://www.library.upnvj.ac.id/pdf/s1keperawatan09/207314005/bab2.pdf . (Diakses pada 17 Juni 2013) http://www.library.upnvj.ac.id/pdf/s1keperawatan09/207314005/bab2.pdf (Diakses pada 16 Juni 2013) Husaini, M,A. 1997. Gizi, Perkembangan Intelektual dan Produktivitas Kerja. Kementerian Kesehatan RI. 2010. Pedoman Pemenuhan Kecukupan Gizi Pekerja Selama Bekerja. Jakarta : Kepmenkes RI No. 450/MENKES/IV/2004 tentang Pemberian Air Susu Ibu (ASI) secara eksklusif pada bayi Indonesia. Kusriyanto,Bambang. 2000. Meningkatkan Efektifitas Karyawan. Jakarta: Pustaka Binama Pressindo. Lusia, Diany. 2001, Hubungan Status Anemia Dengan Produktivitas Tenaga Kerja Wanita di PT. Bali Nirwana Garmen Tangerang Tahun 2001 . Jakarta : Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. www.akbideub.ac.id/files/download/public/Kebijakan_asi.pdf (Diakses pada 17 Juni 2013) www.jurnal.upi.edu/file/Melly_Sri.pdf (Diakses pada 17 Juni 2013)
View more...
Comments