Analisa Coanda Effect Menggunakan Cfd (Computational Fluid Dynamic)
Short Description
Download Analisa Coanda Effect Menggunakan Cfd (Computational Fluid Dynamic)...
Description
SKRIPSI
ANALISIS COANDA EFFECT MENGGUNAKAN CFD (COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS) No. Soal: TKM 4403 / II – 2011 / 2012 / Pnm. / 13 / 01 / 08.03 / 2012
Disusun Oleh: Donny Gozali 08/269361/TK/34439
PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN JURUSAN TEKNIK MESIN DAN INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2012 i
ii
iii
iv
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Perilaku dan tindakan harus sejalan dengan semakin berkembangnya pola berpikir
Karya ini kupersembahkan untuk orang tuaku tercinta beserta semua keluarga besar yang telah bersedia memberikan semangat disaat aku mengalami kesusahan dan butuh bantuan. Hutang budiku akan senantiasa mengingatkanku agar dapat tetap memberikan yang terbaik untuk masa depan
v
INTISARI
Coanda Effect merupakan fenomena klasik dalam fluida mekanis dimana aliran fluida melekat pada permukaan yang tangensial terhadap arah aliran. Walaupun objek memiliki kontur permukaan berupa lekukan, aliran fluida akan dibelokkan mendekati permukaan sebagai bentuk keseimbangan gaya. Fenomena ini banyak dipakai aplikasinya pada kendaraan berbasis UAV (Unmanned Air Vehicles), hal yang ingin ditonjolkan dari penggunaan fenomena Coanda adalah kemampuan dalam membuat kendaraan udara menghasilkan gaya angkat, VTOL, serta mampu melakukan hovering secara stabil di udara. Tujuan dari analisis adalah untuk mensimulasikan bagaimana pengaruh dari Coanda Effect terhadap gaya angkat yang dihasilkan untuk berbagai variasi setengah sumbu panjang, setengah sumbu pendek, serta kecepatan masuk. Proses simulasi akan dilakukan menggunakan CFD (Computational Fluid Dynamics), FLUENT merupakan perangkat lunak yang akan digunakan selama proses analisa berlangsung. Objek acuan yang akan dijadikan sebagai model simulasi diambil dari prototype UAV dinamakan Coanda Craft, kendaraan udara ini memanfaatkan fenomena Coanda agar dapat menghasilkan gaya angkat. Disamping itu akan dilakukan analisa menggunakan model 2D, hal ini ditujukan untuk memberikan penjelasan secara detil mengenai perbedaan perlakuan yang diberikan sertafenomena flow attachment serta entrainment yang terjadi. Hasil dari analisa akan ditampilkan dalam bentuk kontur plot, vector, pathline serta grafik XY untuk kasus besaran kecepatan, tekanan statis, beserta gaya angkat yang dihasilkan. Plot kontur, vector, dan pathline digunakan untuk melihat arah aliran serta disipasi besaran kecepatan serta tekanan statis yang terjadi. Identifikasi dapat dilakukan melalui spectrum warna dengan skala mulai dari warna merah yang menandakan nilai maksimum hingga biru yang menandakan nilai minimum. Dengan demikian diharapkan penulis dapat memberikan gambaran secara jelas mengenai fenomena yang terjadi serta dapat memberikan kemudahan dalam penarikan kesimpulan.
Kata kunci : Coanda Effect, flow attachment, entrainment
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat, petunjuk dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat meyelesaikan penyusunan tugas akhir ini yang merupakan salah satu syarat wajib untuk memenuhi salah satu syarat mencapai gelar Sarjana Teknik (S.T) Program Studi Teknik Mesin di Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Atas segala petunjuk dan kelancaran yang diberikanNya, penulisan tugas akhir yang berjudul “Analisa Coanda Effect Menggunakan CFD” dapat diselesaikan. Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini bukanlah tujuan akhir dari belajar karena belajar adalah sesuatu yang tidak terbatas. Terselesaikannya skripsi ini tentunya tak lepas dari dorongan dan uluran tangan berbagai pihak. Oleh karena itu, tak salah kiranya bila penulis mengungkapkan rasa terima kasih dan penghargaan kepada: 1. Bapak Ir. M. Waziz Wildan, MSc., PhD., selaku Ketua Jurusan Teknik Mesin dan Industri, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada. 2. Bapak Ir. Purnomo, MSME., Ph.D., selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing penulis dalam penyusunan tugas akhir 3. Ibu dan Bapak, adikku Sukma, atas segala pengorbanan, do’a serta kasih sayangnya yang menguatkan disaat lemah. 4. Bapak/Ibu dosen di lingkungan Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada. 5. Segenap karyawan dan staff Tata Usaha, Laboratorium dan Perpustakaan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada 6. Seluruh rekan-rekan mahasiswa Jurusan Teknik Mesin seperjuangan yang selalu membantu dan memberikan ketenangan. 7. Teman-teman TM angkatan 2008 yang telah bersama-sama berjuang dan berprestasi. 8. Seluruh pihak yang telah banyak membantu penulis yang belum penulis sebutkan disini.
vii
Akhir kata penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna menambah pengetahuan penulis di kemudian hari. Semoga Tugas Akhir ini dapat diambil manfaat yang sebesar-besarnya bagi pembaca dan semua yang membutuhkan.
Yogyakarta , 27 Oktober 2012
Donny Gozali
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
i
LEMBAR PENGESAHAN
ii
HALAMAN PERNYATAAN
iii
NASKAH SOAL TUGAS AKHIR
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
v
INTISARI
vi
KATA PENGANTAR
vii
DAFTAR ISI
ix
DAFTAR GAMBAR
xi
DAFTAR TABEL
xiii
DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN
xiv
BAB I PENDAHULUAN
1
1.1 Latar Belakang
1
1.2 Rumusan Masalah
2
1.3 Asumsi dan Batasan Masalah
3
1.4 Tujuan Penelitian
3
1.5 Manfaat Penelitian
4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
5
BAB III LANDASAN TEORI
9
3.1 Teori Bernoulli
9
3.2 Coanda Effect
11
3.3 Computational Fluid Dynamic (CFD)
13
3.3.1 Pre – processing
14
ix
3.3.2 Simulasi dan Post - processor BAB IV METODOLOGI PENELITIAN
15 19
4.1 Langkah Pembuatan Model Simulasi 2D
20
4.2 Langkah Pembuatan Mesh
22
4.2.1 Mesh untuk area 1
23
4.2.1 Mesh untuk area 2
23
4.2.1 Mesh untuk area 3
25
4.3 Langkah Simulasi Menggunakan FLUENT
26
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PERANCANGAN
35
5.1 Hasil akhir model 2 dimensi
35
5.2 Grafik distribusi kecepatan permukaan (Inflation Layer 0.02 mm)
38
5.2.1 Hasil analisa
38
5.2.2 Pembahasan
43
5.3 Grafik distribusi tekanan permukaan
44
5.3.1 Hasil analisa
44
5.3.2 Pembahasan
49
5.4 Kontur besaran kecepatan dan tekanan statis
50
5.4.1 Hasil analisa
50
5.4.2 Pembahasan
59
5.5 Gaya angkat yang dihasilkan
60
5.5.1 Hasil analisa
60
5.5.2 Pembahasan
62
BAB VI PENUTUP
64
6.1 Kesimpulan
64
6.2 Saran
64
DAFTAR PUSTAKA
65
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Simulasi menggunakan FLUENT…………………………………………….. 5 Gambar 2.2 Geometri awal percobaan (Mirkov, 2010)……………………………………. 6 Gambar 2.3 Penambahan Suction dan Blowing pada Geometri (Mirkov, 2010)………….. 7 Gambar 3.1 Aliran udara pada airfoil (Terry Day, 2008)………………………………….. 9 Gambar 3.2 Aliran udara tidak menyatu sempurna (John S. Denker, 1996-2008)…………10 Gambar 3.3 Coanda Effect (Terry Colon, 2007)…………………………………………... 10 Gambar 3.4 Peristiwa entrainment dari fluida (Terry Colon, 2007)………………………. 11 Gambar 3.5 Pergeseran titik stagnasi seiring pertambahan sudut serang………………….. 12 Gambar 3.6 Coanda Effect untuk mencegah terjadinya Stall……………………………… 12 Gambar 3.7 Letak coanda jet pada pesawat tempur……………………………………….. 13 Gambar 4.1 Skema projek dari Design Workbench……………………………………….. 19 Gambar 4.2 Persamaan elips pada koordinat Cartesian…………………………………… 20 Gambar 4.3 Sketsa geometri awal…………………………………………………………. 21 Gambar 4.4 Pembagian area luasan geometri……………………………………………… 22 Gambar 4.5 Sizing Method pada area 1…………………………………………………… 23 Gambar 4.6 Detail Properties dari Face Sizing area 2…………………………………….. 24 Gambar 4.7 Inflation Layer Boundaries…………………………………………………… 24 Gambar 4.8 Detail Properties dari Inflation Layer………………………………………. 25 Gambar 4.9 Named Selection untuk Boundary Layers…………………………………… 26 Gambar 4.10 Hasil geometri check up……………………………………………………... 27 xi
Gambar 4.11 Orthogonal Quality………………………………………………………….. 27 Gambar 4.12 Pemilihan jenis material……………………………………………………... 29 Gambar 4.13 Boundary Condition untuk Velocity Inlet…………………………………... 30 Gambar 4.14 Reference Values ………………………………………………………….… 31 Gambar 4.15 Settingan untuk Solution Controls dan Solution Limits…………………….. 31 Gambar 4.16 Setingan kontur……………………………………………………………… 33 Gambar 4.17 Settingan plot grafik………………………………………………………… 34 Gambar 4.18 Settingan untuk grafik gaya angkat…………………………………………. 34 Gambar 5.1 Model 2D untuk variasi radius ½ sumbu…………………………………….. 37 Gambar 5.2 Grafik distribusi kecepatan permukaan dengan variasi kecepatan masuk …. 38 Gambar 5.3 New Plane Surface…………………………………………………………… 43 Gambar 5.4 Grafik distribusi tekanan statis pada berbagai variasi kecepatan masuk…….. 44 Gambar 5.5 Plot kontur besaran kecepatan………………………………………………... 50 Gambar 5.6 Grafik gaya angkat untuk variasi ½ sumbu pendek dan Vin………………… 60 Gambar 5.7 Grafik gaya angkat untuk variasi ½ sumbu panjang dan Vin……………….. 61 Gambar 5.8 Entrainment udara sekitar mengikuti pola aliran…………………………….. 63
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 5.1 Gaya angkat untuk variasi ½ sumbu pendek dan kecepatan masuk…………......61 Tabel 5.2 Gaya angkat untuk variasi ½ sumbu panjang dan kecepatan masuk……………62
xiii
DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN
Re
= Reynold Number
p
= tekanan
ρ
= densitas dari fluida
v
= kecepatan aliran fluida
b
= ½ sumbu pendek
a
= ½ sumbu panjang
Vin
= kecepatan masuk melalui inlet
FL
= gaya angkat atau lift yang dihasilkan
xiv
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Penggunaan sayap untuk memberikan gaya angkat sudah tidak menjadi suatu hal yang
aneh. Beragam jenis sayap mulai didesain untuk memberikan efek yang berbeda sesuai dengan jenis dan tujuan pembuatan. Pesawat yang ditujukan untuk operasi militer dimana memerlukan kecepatan tinggi dan kemampuan maneuver yang bagus akan menggunakan jenis sayap yang berbeda dibandingkan dengan yang dikhususkan untuk mengangkut penumpang atau pesawat komersil. Namun pemakaian sayap memiliki beberapa kerugian, yang pertama adalah perlunya gaya dorong atau thrust untuk menghasilkan gaya angkat pada pesawat, yang kedua adalah ketidakmampuan pesawat untuk melakukan VTOL (Vertical Take Off and Landing) yang dimana menjadi sebuah keharusan dalam pembuatan pesawat dengan tujuan penggunaan untuk pengambilan citra berupa foto udara dari ketinggian tertentu seperti pesawat mata – mata. Salah satu cara untuk memperbesar kemampuan VTOL untuk pesawat yang menggunakan sayap untuk menghasilkan gaya angkat adalah dengan menggunakan fenomena fluida yang dinamakan dengan Coanda Effect. Secara singkat, efek dari Coanda berupa attachment dari fluida yang alirannya tangensial terhadap kontur dari permukaan objek yang dilalui. Coanda Effect jarang sekali terjadi secara natural di alam, perlu adanya perlakuan khusus untuk memicu terjadinya efek ini. Bagi kebanyakan pesawat yang menggunakan sayap, terdapat batasan dalam kenaikan sudut serang saat ingin memperbesar lift untuk mencapai ketinggian tertentu, begitu pula saat ingin melakukan manuver, hal ini dikarenakan seiring dengan kenaikan sudut serang akan menyebabkan pergeseran titik stagnasi pada pesawat dan mengakibatkan munculnya aliran turbulen. Penggunaan Coanda Effect dapat digunakan untuk mencegah terjadinya separasi tersebut.
1
Coanda Craft merupakan sebuah pesawat tanpa awak (UAV) yang memakai fenomena attachment pada permukaan sayap untuk menghasilkan gaya angkat sehingga pesawat mampu terbang tanpa menggunakan sayap pada kedua sisinya. Dengan adanya kemampuan VTOL maka pesawat dapat mengambang, mendarat dan lepas landas secara stabil sehingga cocok digunakan untuk pengambilan citra atau memantau keadaan dari atas.
1.2
Rumusan Masalah Penelitian mengenai dampak dari Coanda Effect dapat dilakukan dengan 2 cara, yang
pertama dengan memanfaatkan penggunaan wind tunnel serta pembuatan objek sayap dengan tambahan pompa jet untuk mensimulasikan keadaan yang mendekati kondisi asli. Hanya saja tidak semua instritusi penelitian memiliki fasilitas maupun instrumen yang berkaitan, semuanya membutuhkan biaya yang sangat besar. Cara kedua adalah dengan menggunakan software simulasi aliran fluida seperti FLUENT. FLUENT merupakan software yang banyak digunakan oleh para insinyur untuk mensimulasikan aliran fluida baik internal maupun eksternal. Dikarenakan penggunaannya yang sederhana dan tidak memerlukan biaya yang besar maka lebih memudahkan para peneliti maupun mahasiswa dalam memecahkan kasus – kasus fluida yang ada. Simulasi yang akan dilakukan berkutat seputar pengaruh Coanda Effect serta gaya angkat yang dihasilkan terhadap variasi kecepatan, ½ sumbu panjang, dan ½ sumbu pendek dari sebuah elips. Hasil dari simulasi disajikan dalam bentuk tabel, grafik dan kontur guna memudahkan dalam penarikan kesimpulan. Berikut merupakan piranti yang akan digunakan selama penelitian : 1. Solidworks 2009 2. Design Modeller 3. Mesh 4. Fluent
2
1.3
Asumi dan Batasan Masalah Penelitian dilakukan dengan asumsi bahwa geometri yang akan disimulasikan berada
pada kondisi tekanan satu atmostfer. Perspektif yang digunakan menggunakan sudut pandang sayap sebagai objek yang diberi perlakuan dan diasumsikan bahwa seolah – olah udara bergerak masuk mengalir di permukaan sayap. Penyederhanaan dari objek yang akan disimulasikan dilakukan dengan menggunakan model 2D sebagai perwakilan dari keadaan objek yang sebenarnya, hal ini hanya berlaku apabila objek asli memiliki kontur yang tidak berubah di sepanjang permukaan, dalam kasus permodelan 3D, simulasi yang akan dilakukan hanya menggunakan setengah bagian dari objek yang dibentuk dengan cara memotong geometri terhadap sumbu simetrisnya. Penyederhanaan dilakukan dengan tujuan meringankan kinerja komputer saat hendak melakukan iterasi dan agar hasil kalkulasi tidak memakan waktu yang lama. Model yang akan disimulasikan berbentuk elips dan terdapat 3 variabel yang akan divariasikan yaitu kecepatan masuk, radius ½ sumbu serta permodelan menggunakan 2D. Bentuk elips digunakan dikarenakan model yang akan digunakan mengambil contoh dari Coanda Craft. Asumsi berikutnya adalah aliran yang terjadi dianggap tunak, dengan kata lain tidak ada pertambahan kecepatan pada objek yang akan disimulasikan selama proses berlangsung. No slip condition pada permukaan geometri yang dialiri oleh fluida. Penggunaan Coanda Effect hanya berlaku untuk kecepatan sub-sonic dan menggunakan asumsi ideal gas.
1.4
Tujuan Penelitian
Tujuan studi kasus ini adalah : 1. Untuk mendapatkan nilai dari besaran kecepatan, tekanan statis dan berbagai variable lainnya yang dapat membantu membuktikan adanya pengaruh dari fenomena Coanda terhadap gaya angkat (lift) yang dihasilkan. 2. Melihat pengaruh dari Coanda Effect terhadap model berbentuk elips dalam 2D 3
3. Membandingkan pengaruh dari variasi kecepatan dan radius terhadap gaya angkat yang dihasilkan. 4. Melihat distribusi kecepatan dan tekanan yang terjadi di permukaan benda.
1.5
Manfaat Penelitian Untuk menunjukkan seberapa besar pengaruh Coanda Effect terhadap variasi kecepatan
masuk serta radius. Hasil yang didapat bisa digunakan sebagai referensi dalam peningkatan efisiensi atau bahkan pembuatan alat yang berhubungan dengan studi Penggunaan simulator untuk mensimulasikan sesuatu dapat menjadi salah satu solusi jika terkendala oleh keterbatasan fasilitas yang ada. Dengan kata lain, penelitian dapat dilakukan dengan memakai software yang tepat tanpa harus mengeluarkan banyak biaya.
4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
Penelitian seputar Coanda Effect telah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya, salah satunya adalah Florescu, Theoretical and Experimental Studies for Auto Sustainable Device Using Coanda Effect, 2011. Tema penelitian berkutat seputar pembuatan auto sustainable device berbasis fenomena Coanda.
Proses penelitian dilakukan dengan cara
pembuatan alat berdasarkan data dan informasi yang telah diperoleh beserta simulasi menggunakan FLUENT, hal ini bertujuan untuk melihat nilai dari kecepatan, tekanan statis, tekanan dinamis beserta Re dari beberapa titik pada permukaan geometri.
Gambar 2.1 Simulasi menggunakan FLUENT (Florescu, 2011)
Dengan kecepatan inlet sebesar 10 m/s, berikut merupakan kesimpulan yang telah dicapai 1. Dari hasil penelitian yang dilakukan, seiring dengan pengurangan radius akan terjadi penurunan tekanan statis pada permukaan geometri. Hal ini berdampak pada semakin berkurangnya gaya angkat yang dihasilkan. 2. Prediksi hasil simulasi akan mengalami peningkatan seiring dengan kenaikan kecepatan. Berikutnya adalah penelitian yang dilakukan oleh Mirkov, Numerical Simulation of Air Jet Attacgment to Convex Walls and Application, 2010. Penelitian berkutat seputar pembuatan geometri dengan permukaan cembung, formula yang digunakan untuk membuat lengkungan adalah dengan memakai Bernstein Polinomial sebagai berikut 5
Untuk permukaan atas geometri
Untuk permukaan bawah geometri
Gambar 2.2 Geometri awal percobaan (Mirkov, 2010) Bidang AC merupakan inlet, EHG merupakan outflow boundary, sedangkan EB dan FG adalah sumbu simetri dari geometri. Simulasi akan dilakukan menggunakan FLUENT dengan kecepatan masuk sebesar 20 m/s, persamaan untuk aliran fluida turbulen menggunakan model k – ω Shear Stress Transport (SST). Penggunaan SST menggabungkan model k – ω dan k – α dengan cara mengkombinasikan keduanya dan sering dipakai dalam berbagai kasus aerodinamika. Kasus yang ingin diteliti berupa pengaruh dari adanya Active Flow Control baik berupa suction maupun blowing terhadap disipasi aliran dan gaya angkat yang dihasilkan. Suction 6
memakai pompa vakum untuk menurunkan tekanan permukaan untuk mencegah terjadinya separasi (Gambar 2.3 bagian kiri), sedangkan blowing memanfaatkan blower atau pompa jet dalam kasus aerodinamika dengan menghembuskan udara tangensial terhadap permukaan untuk memicu terjadinya Coanda Effect (Gambar 2.3 bagian kanan). Tujuan penelitian dilakukan adalah untuk mencapai aliran permukaan tanpa terjadi disipasi pada ujung geometri, dengan kata lain aliran udara mengalir mengikuti kontur. Hasil yang didapat diplot dalam bentuk kontur dan grafik untuk memperlihatkan pengaruh yang terjadi.
Gambar 2.3 Penambahan Suction dan Blowing pada Geometri (Mirkov, 2010)
7
Hasil yang didapat memperlihatkan adanya perbedaan diameter cincin vorteks yang terbentuk beserta entrainment udara yang terjadi pada bagian bawah dari geometri. Namun kedua perubahan yang dilakukan menunjukkan penambahan gaya angkat yang tidak terlalu besar, hal ini disebabkan karena separasi yang masih terjadi pada percobaan. Kesimpulan dari penelitian menunjukkan bahwa pengaruh dari Coanda Effect perlu menjadi pertimbangan dan penelitian lebih lanjut karena akan sangat berpengaruh terhadap kenaikan gaya angkat beserta efisiensi dari kinerja sebuah sayap pesawat maupun kasus lain yang berkaitan.
8
BAB 3 LANDASAN TEORI
3.1
Teori Bernoulli Teori Bernoulli mengenai hubungan antara kecepatan dan tekanan sering digunakan
dalam menjelaskan fenomena terjadinya gaya angkat pada airfoil. Persamaan dari hukum Bernoulli tersebut berbunyi sebagai berikut
Dengan demikian saat kecepatan turun, maka tekanan akan naik begitu juga berlaku sebaliknya. Teori ini mengatakan bahwa aliran udara pada permukaan bagian atas dari airfoil dipercepat karena adanya camber line yang menyebabkan jarak tempuh aliran menjadi semakin jauh. Akibat dari kenaikan kecepatan akan menyebabkan menurunnya tekanan sehingga terjadi perbedaan antara permukaan airfoil bagian bawah dengan bagian atas dan terjadi gaya angkat.
Gambar 3.1 Aliran udara pada airfoil (Day, 2008) Rumus untuk perhitungan gaya angkat adalah sebagai berikut
9
Dimana
CL = koefisien gaya angkat = densitas v
= kecepatan dari sayap
S = luasan area sayap Penggunaan hukum Bernoulli sebagai landasan untuk menjelaskan bagaimana terjadinya gaya angkat merupakan langkah yang kurang tepat. Berikut merupakan fakta yang tidak dapat dijelaskan oleh hukum tersebut 1. Penggunaan sayap dengan camber yang terbalik dapat menghasilkan gaya angkat 2. Sayap simetris dapat terbang dengan baik dan digunakan pada pesawat Aerobatic 3. Sayap bergerak melalui udara yang diam 4. Tidak ada lapisan udara yang dipercepat mengalir di permukaan sayap 5. Objek dengan permukaan yang datar dapat diterbangkan 6. Atom dari udara yang terpisah saat mengalir dari leading edge tidak menyatu secara sempurna pada trailing edge
Gambar 3.2 Aliran udara tidak menyatu sempurna (Denker, 1996-2008) Dari fakta di atas dapat disimpulkan bahwa penggunaan Bernoulli tidak bisa digunakan untuk menjelaskan bagaimana terbentuknya gaya angkat. Untuk itu dipakai Hipotesis LanchesterPrandtl. Isi dari teori ini meliputi pengaruh bound vortex, tip / trailing vortex dan starting vortex yang membentuk sebuah vortex filament berbentuk cincin pada sayap saat hendak lepas landas.
10
3.2
Coanda Effect Merupakan fenomena flow attachment yang dihasilkan oleh fluida yang mengalir pada
permukaan objek. Fenomena Coanda muncul jika ada aliran fluida yang mengalir di atas permukaan sebuah objek berbentuk kurva dan sangat jarang terjadi secara natural.
Gambar 3.3 Coanda Effect (Colon, 2007) Dengan kata lain Coanda Effect terjadi sebagai bentuk keseimbangan antara kecepatan, tekanan, gaya tarik antar molekul, serta gaya sentrifugal pada objek dengan permukaan berbentuk kurva.
Gambar 3.4 Peristiwa entrainment dari fluida (Colon, 2007) Udara yang dihembuskan cenderung mengikat udara disekitarnya untuk ikut mengalir bersama – sama. Hal ini dinamakan entrainment of fluid (Gambar 3.11) dan disebabkan oleh adanya reduksi tekanan yang dihasilkan aliran utama sehingga nilainya lebih besar daripada tekanan udara sekitar.
11
Berikut merupakan aplikasi Coanda Effect pada bidang Aerodinamika. Terdapat batasan untuk meningkatkan sudut serang suatu sayap, kenaikan yang terlalu besar akan menggeser titik stagnasi ke bagian atas permukaan sehingga menyebabkan ternyadinya pertistiwa yang dinamakan stall. Stall pada pesawat akan memicu terjadinya aliran turbulen, hal ini akan menyebabkan berkurangnya gaya angkat yang dihasilkan serta menyebabkan sayap menjadi tidak stabil.
Gambar 3.5 Pergeseran titik stagnasi seiring pertambahan sudut serang (Day, 2008) Penggunaan fenomena Coanda untuk mencegah terjadinya stall dengan tujuan meningkatkan gaya angkat yang dihasilkan menjadi sangat penting dalam konteks aerodinamika. Dengan memasang Coanda jet untuk mengalirkan udara kecepatan tinggi pada bagian atas permukaan sayap maka akan menghasilkan reduksi tekanan pada daerah di mana terjadi stagnasi. Sehingga efek terjadinya stall dapat ditunda dan gaya angkat yang didapatkan akan menjadi lebih besar.
12
Gambar 3.6 Coanda Effect untuk mencegah terjadinya Stall (Day, 2008)
Gambar 3.7 Letak coanda jet pada pesawat tempur (Day, 2008) 3.3
Computational Fluid Dynamic (CFD) Merupakan sebuah perangkat lunak yang digunakan untuk mensimulasikan perilaku
fluida dinamis dengan memakai metode numerik dan algoritma untuk menghitung serta
13
menganalisa suatu permasalahan yang ada. Komputer digunakan sebagai media untuk mengerjakan kalkulasi dalam bentuk iterasi. Terdapat berbagai ragam jenis CFD yang beredar, FLUENT merupakan salah satu pilihan yang sering dipakai dikarenakan memiliki fitur yang lengkap serta mudah untuk dipahami. Dalam kajian analisa untuk topik Coanda Effect pada percobaan ini akan digunakan FLUENT sebagai acuan dalam menganalisa semua permasalahan yang ada. Berikut merupakan langkah kerja yang harus dilakukan untuk mensimulasikan sesuatu menggunakan FLUENT. -
Pre processing o Pembuatan geometri awal o Meshing geometri, baik uniform mesh maupun non uniform mesh o Penentuan formula untuk simulasi o Boundary layers
-
Simulasi
-
Post processor menggunakan FLUENT atau CFX untuk visualisasi hasil simulasi
3.3.1 Pre processing Rangkaian skematis Design Workbench dimulai dengan pembuatan geometri awal sebagai acuan untuk meshing pada langkah berikutnya. Solidworks 2009 merupakan perangkat lunak yang digunakan dalam pembuatan geometri untuk mensimulasikan fenomena Coanda. Dari Solidworks 2009, geometri diekspor untuk kemudian dilakukan penyederhanaan pada Design Modeller. Hal ini dikarenakan Design Modeller memiliki interface penting untuk memberikan tambahan detail pada model sebelum dapat dilanjutkan ke proses berikutnya Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pembuatan geometri awal 1. Penentuan boundary layers berupa inlet, outlet, wall, symmetry dan lain - lain 2. Ukuran Geometri harus dipertimbangkan agar tidak terjadi eror maupun reversible flow yang dapat mengganggu hasil iterasi 3. Kontur Geometri dibentuk sedemikian rupa sehingga memudahkan saat akan melakukan meshing 14
4. Penyederhanaan geometri berupa merging maupun projection Selanjutnya, geometri objek yang ingin dianalisa harus dimeshing terlebih dahulu menjadi bagian – bagian kecil yang dinamakan Cell Zone. Berikut merupakan hal yang harus diperhatikan dalam meshing 1. Semakin besar jumlah cell yang ada maka hasil yang didapat akan semakin akurat 2. Penentuan jenis dari meshing baik itu Tri / Quad bergantung pada bentuk geometri 3. Pembentukan inflation layer 4. Penentuan Named Selection dari boundary layers
3.3.2 Simulasi dan Post Processor Berikut merupakan interface yang disediakan oleh FLUENT 1. Orthogonal Quality check up Untuk menunjukkan bahwa apakah meshing yang telah dilakukan memiliki tingkat orthogonalitas yang bagus sehingga hasil dari simulasi yang dilakukan akan menghasilkan nilai akurasi dan presisi yang tinggi
2. Mesh volume dan geometri check up Mesh diharapkan tidak memiliki nilai volumetris yang negative karena akan menimbulkan error selama iterasi berlangsung. Nilai negatif menandakan bahwa terdapat node / face dari mesh yang mengalami skewness.
3. Menetapkan formula dari simulasi Terdapat beberapa jenis formulasi aliran fluida yang dapat digunakan. Sesuai dengan kasus yang akan diteliti maka penggunaan formulasi yang tepat diharapkan dapat memberikan hasil yang lebih akurat.
-
Spalart – Allmaras, formula yang biasanya digunakan untuk menentukan viskositas turbulensi. Cocok digunakan pada kasus aerodinamika yang melibatkan wall – bounded 15
flow dan dapat digunakan pada mesh yang kasar. Namun tidak cocok digunakan untuk simulasi permodelan 3D dan aliran dengan tingkat separasi yang tinggi -
Standard k – ε, umum dan dapat digunakan hampir pada semua kasus, namun tidak begitu bagus digunakan pada aliran yang kompleks. Cocok digunakan sebagai iterasi awal.
-
Realizable k – ε, cocok untuk persoalan kompleks melibatkan aliran vorteks, swirl, dan aliran transisi seperti separasi pada boundary, vortex shedding, stall dan lainnya
-
Standard k – ω, cocok untuk aliran dengan nilai Re yang kecil dan kasus – kasus berkaitan dengan aliran eksernal pada aerodinamika. Bisa digunakan pada aliran yang mengalami transisi.
4. Penentuan jenis material untuk Cell Zone Terdapat berbagai jenis material yang tersedia pada library FLUENT baik itu fluida maupun solid dan dapat digunakan untuk simulasi.
5. Penentuan jenis Solver Settings Terdapat 2 jenis solver yang dapat digunakan pada saat simulasi yaitu pressure based dan density based. Pressure based menggunakan persamaan momentum serta tekanan sebagai formula utama sementara density based menggunakan persamaan momentum, kontinuitas, energy dan spesies dalam proses perhitungan.
Pressure based solver dapat digunakan dalam regim aliran yang luas mulai dari aliran dengan kecepatan aliran rendah sampai tinggi, termasuk aliran incompressible maupun compressible. Sementara density based cenderung digunakan jika terdapat keterkaitan antara densitas, energy, momentum, dan spesies seperti contohnya dalam kasus combustion pada aliran compressible kecepatan tinggi, aliran hypersonic, interaksi shockwave dan lainnya.
Dalam FLUENT, variable dari solver yang telah dimasukkan akan tersimpan pada bagian tengah dari grid cells (control volumes). Untuk menghitung data tersebut, terdapat
16
beberapa metode yang dapat digunakan sebagai estimasi nilai pada masing – masing edge faces. -
First Order Upwind – konvergensi mudah terjadi
-
Power Law – lebih akurat daripada First Order, digunakan untuk Re yang rendah
-
Second Order Upwind – akurasi tinggi terlebih pada jenis mesh yang kurang bagus namun konvergensi membutuhkan waktu yang lebih lama
-
MUSCL – akurat jika digunakan pada mesh yang tidak terstruktur
-
QUICK – digunakan pada hybrid mesh (quad / hex)
Terdapat beberapa metode interpolasi yang dapat digunakan untuk pressure based solver -
Standard – opsi default, tidak dapat digunakan pada kasus yang mengalami perubahan tekanan yang besar secara mendadak
-
PRESTO! – dapat digunakan untuk kasus yang mengalami perubahan tekanan yang besar seperti fan model, combustion, aliran supersonic dan lainnya
-
Linear – digunakan jika opsi lainnya mengalami kesulitan konvergensi
-
Second Order – digunakan untuk aliran compressible
6. Memasukkan data yang ada berdasarkan jenis boundary layer yang sudah ditetapkan Menentukan apakah kasus memeiliki moving boundaries, setting reference frame, multi fase dan penentuan material pada masing – masing boundary
7. Mengatur nilai dari URF URF atau Under Relaxation Factor berupa angka yang digunakan untuk mengatur besar kecilnya toleransi untuk variable seperti energy, kecepatan, viskositas, momentum dan lain – lain. Fungsi mengatur URF adalah meminimalisir error dengan memperbesar toleransi saat hendak melakukan iterasi.
8. Menetapkan metode inisialisasi yang ingin digunakan Terdapat 2 jenis metode yang tersedia yaitu Hybrid Initialization dan Standard Initialization.
17
9. Memasukkan jumlah iterasi yang akan dilakukan Semakin rumit atau kompleks suatu model maka jumlah iterasi yang diperlukan akan semakin besar agar hasilnya konvergen..
10. Inisialisasi Memberikan perintah pada FLUENT untuk segera melaksanakan iterasi sesuai dengan variable yang telah dimasukkan.
11. Post Processor Hasil simulasi dapat ditampilkan berupa contour, vector, streamline, ribbons bahkan animasi menggunakan FLUENT atau CFX.
18
BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN
Objek yang akan disimulasikan berbentuk elips dengan variable control berupa variasi ½ sumbu panjang dan pendek beserta kecepatan masuk, hal ini ditujukan untuk melihat seberapa besar pengaruh fenomena Coanda terhadap gaya angkat yang dihasilkan pada berbagai besaran kecepatan. Analisa yang dilakukan juga ingin menampilkan simulasi 2D di mana kompleksitas dari pembentukan geometri menjadi lebih rumit dan terdapat perbedaan perlakuan yang diberikan. Sebagai acuan awal pembuatan geometri, digunakan sebuah prototype pesawat yang memanfaatkan fenomena Coanda untuk menghasilkan gaya angkat yang dinamakan sebagai Coanda Craft. Pesawat ini tergolong dalam klasifikasi VTOL (Vertical Take Off & Landing) dan biasanya digunakan sebagai pesawat pengintai dan untuk pengambilan citra. Skema dari urutan pembuatan dapat dilihat melalui Design Workbench sebagai berikut
Gambar 4.1 Skema projek dari Design Workbench Urutan pembuatan dimulai dari pembentukan geometri, dilanjutkan dengan meshing, lalu masuk ke FLUENT untuk dilakukan simulasi kasus. Tampilan dari hasil iterasi dapat ditampilkan melalui parameter Solution atau bisa juga menggunakan software bawaan Ansys yaitu CFX.
19
4.1
Langkah Pembuatan Model Simulasi 2D Pembuatan model 2D menggunakan software Solidworks 2009. Masing – masing
geometri memiliki cara yang berbeda dalam pembentukannya sehingga pembahasan seputar cara pembuatan akan dibagi menjadi 2 bagian. Untuk simulasi 2D dilakukan dengan membentuk plane. Ellipse tool digunakan untuk membentuk kontur lengkungan dari Coanda Craft dan divariasikan terhadap pertambahan radius ½ sumbu model. Opsi lain adalah menggunakan persamaan elips sebagai berikut
( x h) 2 a2
( y k)2 b2
1
Dengan a sebagai ½ sumbu panjang dan b sebagai ½ sumbu pendek, sementara h dan k merupakan titik pusat elips terhadap koordinat (0,0). Berikut gambaran persamaan pada koordinat Cartesian
Gambar 4.2 Persamaan elips pada koordinat Cartesian Geometri dibentuk hanya setengah bagian dikarenakan objek simetris terhadap sumbu y, hal ini juga bertujuan untuk mempermudah iterasi sehingga meringankan kinerja computer.
20
Gambar 4.3 Sketsa geometri awal Dari Solidworks, data berupa part diekspor menuju software bawaan Ansys yaitu Design Modeller yang kemudian geometri tersebut akan dipartisi menjadi 3 bagian. Fungsi dari pembagian ini adalah agar dapat menghasilkan mesh yang conformal sehingga hasil iterasi dapat menjadi lebih akurat. Langkah – langkah yang harus dilakukan dalam pembagian area adalah sebagai berikut 1. Hal utama yang dilakukan adalah dengan membuat ekstra plane pada sumbu XY. 2. Buat garis di bagian yang ingin dibagi pada geometri 3. Klik pada bagian Concept > Lines From Sketches 4. Untuk membagi area geomatri gunakan Tools > Projection, pada Detail View dari Projection ganti format Extend Edges dari No menjadi Yes
21
Gambar 4.4 Pembagian area luasan geometri Fungsi dari pembagian luasan adalah -
Area 1 digunakan sebagai interior boundary, berfungsi sebagai medium di mana jenis material Cell Zone akan diaplikasikan, sebagai contohnya udara, air, minyak, dan lain – lain.
-
Area 2 digunakan untuk memproyeksikan mesh secara lebih detil, densitas mesh pada area ini lebih besar dibandingkan pada area 1, hal ini ditujukan agar kontur yang dihasilkan lebih tajam serta dapat melihat perbedaan yang terjadi lebih jelas
-
Area 3 merupakan saluran masuk dari fluida berbentuk tabung, dibuat sedemikian rupa agar terjadi fully developed flow.
4.2
Langkah Pembuatan Mesh 2D Meshing merupakan pembentukan partikel kecil penyusun geometri yang dinamakan
dengan Cell Zone. Fungsi dari pembuatan mesh adalah agar FLUENT dapat menjalankan kalkulasi berdasarkan metoda finite element untuk setiap cell yang ada. Terdapat perbedaan dalam pembentukan mesh, pada geometri 2D, meshing yang dilakukan tergantung dari geometri yang sebelumnya telah dibagi menjadi beberapa area luasan melalui Solidworks dan Design Modeller.
22
4.2.1 Mesh untuk area 1 Langkah – langkah pembuatan mesh area 1 : 1. Gunakan
Mesh Control > Mapped Face Meshing dengan settingan Method
Quadrilateral. 2. Tentukan geometri yang ingin diberikan perlakuan 3. Gunakan Edge Sizing pada 2 pasang sisi yang ada dengan Number of Division 100 dan 40
Gambar 4.5 Sizing Method pada area 1 4.2.1 Mesh untuk Area 2 Langkah – langkah pembuatan mesh area 2 : 1. Klik Mesh Control > Face Sizing Method. 2. Tentukan Geometri yang ingin di Face Sizing 3. Masukkan nominal untuk Element Size sebesar 10mm.
23
Besar kecil maupun halus atau tidaknya Face Sizing pada area 2 ini menjadi faktor penentu keakuratan hasil yang akan didapatkan saat simulasi. Semakin kecil nilai Element Size maka hasil yang didapatkan akan semakin bagus namun hasil render dan kalkulasi akan semakin lama.
Gambar 4.6 Detail Properties dari Face Sizing area 2 Untuk permukaan objek yang ingin diteliti, dalam hal ini adalah permukaan geometri elips harus disertai dengan adanya Inflation Layer. Inflation Layer merupakan sederetan lapisan yang berguna untuk menambah resolusi dan untuk mempertajam keakuratan perubahan yang terjadi setelah simulasi selesai dilakukan.
Gambar 4.7 Inflation Layer Boundaries
4. Klik Mesh Control > Inflation Berikut merupakan Detail Properties dari Inflation -
Tentukan area geometri beserta geometry boundary yang ingin diberikan inflation 24
-
Inflation Option diganti menjadi First Layer Thickness, maksudnya adalah pembuatan inflation layer berdasarkan pada seberapa tebal lapisan awal yang ingin dibentuk.
-
Setting First Layer Heigh menjadi 0.2mm
-
Maximum Layer adalah 12, yang berarti terdapat 12 lapis inflation layer
-
Masukkan nilai Growth Rate menjadi 1.2, Growth Rate mengontrol seberasa besar pertambahan jarak antara lapisan bagian atas dengan bagian bawah.
Gambar 4.8 Detail Properties dari Inflation Layer
4.2.3 Mesh untuk Area 3 Langkah – langkah pembuatan mesh area 3 : 1. Klik Mesh Control > Face Sizing Method. 2. Tentukan Geometri yang ingin di Face Sizing 3. Masukkan nominal untuk Element Size sebesar 10mm. Tahap terakhir dalam pembuatan mesh adalah Named Selection di mana tipe dari boundary layers di setiap sisi geometri harus ditentukan sedemikian rupa agar FLUENT dapat secara otomatis mengenali jenis dari boundary. Langkah dalam pembuatan Named Selection 1. Seleksi semua bagian yang ingin diberikan Named Selection 2. Klik kanan > Create Named Selection 3. Berikan nama sesuai dengan tipe dari boundary yang diinginkan
25
Gambar 4.9 Named Selection untuk Boundary Layers
4.3
Langkah Simulasi menggunakan FLUENT Tahap – tahap yang harus dilalui sebelum kalkulasi menggunakan FLUENT dilakukan
adalah : 1. General Setup Beberapa hal yang harus diperhatikan : o General > Check, General > Report Quality untuk melihat informasi seputar geometri termasuk Orthogonal Quality Hal yang perlu diperhatikan :
Volume Geometri tidak boleh negatif
Orthogonal Quality diusahakan memiliki nilai di atas 0,3
Skala dari geometri tidak mengalami perubahan dari bentuk aslinya, jika terdapat perubahan maka gunakan General > Scale > pada menu ganti menjadi Specify Scaling Factor > pilih satuan unit yang diinginkan > Scale
o Pada General solver yang digunakan adalah pressure based karena kecepatan input tidak melebihi mach number 1 o Simulasi aliran tunak atau steady 26
Gambar 4.10 Hasil geometri check up Untuk melihat nilai dari orthogonal quality maka dilakukan inisialisasi terlebih dahulu. Setelah itu plot kontur dan pilih Countour of Mesh > Orthogonal quality, lalu klik Display untuk menampilkan hasilnya.
Gambar 4.11 Orthogonal Quality Nilai 1 atau warna merah dari pada gambar menunjukkan bahwa model memiliki kualitas mesh yang bagus, sedangkan warna biru menunjukkan mesh yang memerlukan 27
perbaikan. Untuk kasus permodelan yang kompleks, kualitas mesh
yang rendah
diperbolehkan di bawah 0.3 dan apabila tidak memiliki pengaruh yang besar terhadap aliran utama.
2. Model Berisi beberapa model analisis yang dapat dipakai untuk mensimulasikan keadaaan sesuai dengan formula yang disediakan oleh pihak Ansys Fluent. Untuk kasus Coanda Effect, 2 permodelan yang dipakai adalah Energi dan Viskositas. Langkah – langkah yang perlu dilakukan : o Klik Energy > Edit, centang kotak yang ada untuk mengaktifkan penggunaan persamaan yang berhubungan dengan energy saat kalkulasi o Viscous > Edit > Gunakan formula k – ω (2 equation) dengan Model dirubah menjadi SST. Formula k – ω (2 equation) digunakan karena lebih cocok digunakan untuk aliran fluida eksternal, dan memiliki tingkat akurasi yang lebih tinggi daripada formula yg menggunakan 1 persamaan seperti Spalart – Almaras. o Klik ok
3. Materials Pilih material yang akan diaplikasikan pada interior boundary. Dalam kasus ini adalah udara (air) Langkah kerja adalah : o Pada Material Fluid klik Create / Edit > Fluent Database > gunakan material yang diinginkan contohnya udara (air) o Pada kolom properties ganti densitas material menjadi Incompressible – Ideal – Gas. o Klik Change / Create
28
Gambar 4.12 Pemilihan jenis material 4. Cell Zone Condition Memasukkan jenis material yang sudah dipilih ke interior boundary Langkah kerja : o Pada zone yang diinginkan, klik Edit o Pada Material Name, ganti menjadi jenis material yang sudah kita pilih sebelumnya o Klik Ok
5. Boundary Condition Pada kolom Zone, terdata semua Named Selection yang sudah kita berikan pada saat meshing sebelumnya. Pada bagian ini, kita harus menentukan tipe dari masing – masing Named Selection beserta input data propertiesnya. Langkah kerja : o Ganti tipe dari Inlet Zone menjadi velocity-inlet o Klik Edit > pada Momentum tab ganti Specification Method menjadi Components o Masukkan nilai dari kecepatan masuk untuk Y-Velocity dengan nominal yang diinginkan, tanda negatif menandakan bahwa kecepatan berarah ke bawah
29
o Untuk Turbulence Spesification Method ganti menjadi Intensity and Viscosity Ratio dengan nilai Turbulent Viscosity 1% dan besar Turbulent Viscosity Ratio sebesar 1
Gambar 4.13 Boundary Condition untuk Velocity Inlet o Untuk Wall Boundary, gunakan asumsi No-slip Condition
6. Reference Value Sebagai input data awal yang akan digunakan oleh FLUENT pada saat akan melakukan iterasi. Langkah kerja : o Pada Compute From, ganti menjadi Inlet untuk memasukkan semua data inlet boundary sebagai reference value. o Pada Reference Zone, masukkan interior boundary dari geometri
30
Gambar 4.14 Reference Values 7. Solution Control Merupakan tempat untuk mengatur nilai dari URF (Under Relaxation Factor). Langkah kerja : o Ganti nilai URF dari Energy menjadi 0,8 o Pada Solution Limits, ganti nominal dari Maximum Turbulent Viscosity Ratio menjadi 107.
Gambar 4.15 Settingan untuk Solution Controls dan Solution Limits 31
8. Solution Initialization Inisialisasi proses kalkulasi apakah ingin dilakukan dengan menggunakan Hybrid Initialization atau Standard Initialization Langkah kerja : o Tentukan jenis inisialisasi yang diinginkan o Initialization
9. Run Calculation Untuk menjalankan kalkulasi harus menentukan jumlah iterasi yang diinginkan terlebih dahulu. Langkah kerja : o Masukkan jumlah iterasi yang ingin di lakukan pada kolom Number of Iterations o Tentukan setiap berapa kali iterasi FLUENT harus mengirimkan informasi pada GUI pada kolom Reporting Interval o Klik Calculate untuk memulai iterasi
10. Grafik dan Animasi Digunakan untuk memplot hasil iterasi ke dalam bentuk grafik maupun animasi. Dalam kasus ini hasil simulasi Coanda Effect akan diberikan dalam bentuk kontur grafik untuk melihat distribusi kecepatan serta tekanan statis yang terjadi. Langkah kerja : o Contour > Set Up > pada pilihan Countour of ganti menjadi Velocity Magnitude o Pada Options, centang pilihan Filled untuk menampilkan kontur secara penuh pada permukaan geometri o Pada Surfaces, klik area yang ingin ditampilkan konturnya o Klik Display untuk memunculkan kontur Langkah yang sama digunakan ketika ingin menampilkan plot kontur untuk kasus tekanan statis maupun kasus lainnya.
32
Gambar 4.16 Setingan kontur 11. Plots Digunakan untuk mengambil plot grafik untuk distribusi kecepatan dan tekanan pada permukaan geometri. Pada kasus distribusi kecepatan, harus membuat plane surface terlebih dahulu dengan memakai nomimal pada lapisan pertama yang dimasukkan saat meshing yaitu sebesar 0.2 mm. Langkah kerja : o XY Plot > Set Up o Tentukan variable mana yang akan berada pada aksis Y dan X o Pilih surface yang ingin diplot grafik o Klik Plot untuk memulai proses o Centang Write to File jika ingin menyimpan data berupa angka
33
o Gambar 4.17 Settingan plot grafik
12. Reports Data hasil kalkulasi berupa gaya angkat dapat ditampilkan dengan menggunakan Force yang terdapat pada Reports. Langkah kerja : o Pada Reports > Force > Klik Set Up o Masukkan nilai Direction Vector untuk X = 0 dan Y = 1, hal ini dikarenakan gaya angkat selalu berarah ke atas melawan gravitasi o Pada Wall Zones, klik area yang ingin dilihat gaya angkat yang bekerja o Klik Print untuk menampilkan data kalkulasi pada kolom Task Page o Klik Write untuk menyimpan data hasil kalkulasi.
Gambar 4.18 Settingan untuk grafik gaya angkat 34
BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PERANCANGAN
5.1
Hasil Akhir Model 2 Dimensi Dari geometri yang telah dibuat menggunakan Solidworks sebelumnya, berikut
merupakan tampilan 10 geometri dengan rasio radius yang berbeda. a menunjukkan ½ sumbu pendek sedangkan b menunjukkan ½ sumbu panjang.
a = 300 mm
a = 300 mm
b = 175 mm
b = 205 mm
35
a = 300 mm
a = 300 mm
b = 235 mm
b = 265 mm
a = 300 mm
a = 350 mm
b = 300 mm
b = 175 mm
36
a = 400 mm
a = 450 mm
b = 175 mm
b = 175 mm
a = 500 mm
a = 550 mm
b = 175 mm
b = 175 mm
Gambar 5.1 Model 2D untuk variasi radius ½ sumbu
37
Grafik distribusi kecepatan permukaan (Inflation Layer 0.02 mm) 5.2.1 Hasil Analisa 350
Kecepatan (m/s)
300
Variasi kecepatan masuk
250
40 m/s
200
45 m/s 150
50 m/s 55 m/s
100
60 m/s
50 0 0
0.05
0.1
0.15
0.2
0.25
0.3
0.35
Radius permukaan (m)
a = 300 mm, b = 175 mm Gambar 5.2 Grafik distribusi kecepatan permukaan dengan variasi kecepatan masuk 400 350
Variasi kecepatan masuk
300
Kecepatan (m/s)
5.2
250
40 m/s
200
45 m/s
150
50 m/s 55 m/s
100
60 m/s
50 0 0
0.05
0.1
0.15
0.2
0.25
0.3
0.35
Radius permukaan(m)
38
a = 300 mm, b = 205 mm Gambar 5.2 Grafik distribusi kecepatan permukaan dengan variasi kecepatan masuk (lanjutan) 400 350
Kecepatan (m/s)
300
Variasi kecepatan masuk
250 200
40 m/s
150
45 m/s 50 m/s
100
55 m/s
50
60 m/s
0 0
0.05
0.1
0.15
0.2
0.25
0.3
0.35
Radius permukaan (m)
a = 300 mm, b = 235 mm Gambar 5.2 Grafik distribusi kecepatan permukaan dengan variasi kecepatan masuk (lanjutan) 400 350
Variasi kecepatan masuk
Kecepatan (m/s)
300 250
40 m/s
200
45 m/s
150
50 m/s 55 m/s
100
60 m/s 50 0 0
0.05
0.1
0.15
0.2
0.25
0.3
0.35
Radius permukaan (m)
39
a = 300 mm, b = 265 mm Gambar 5.2 Grafik distribusi kecepatan permukaan dengan variasi kecepatan masuk (lanjutan) 400 350
Variasi kecepatan masuk
Kecepatan (m/s)
300 250
40 m/s
200
45 m/s
150
50 m/s 55 m/s
100
60 m/s
50 0 0
0.05
0.1
0.15
0.2
0.25
0.3
0.35
Radius permukaan (m)
a = 300 mm, b = 300 mm Gambar 5.2 Grafik distribusi kecepatan permukaan dengan variasi kecepatan masuk (lanjutan) 350 300
Variasi kecepatan masuk
Kecepatan (m/s)
250
40 m/s
200
45 m/s 150
50 m/s 55 m/s
100
60 m/s
50 0 0
0.05
0.1
0.15
0.2
0.25
0.3
0.35
0.4
Radius permukaan (m)
40
a = 350 mm, b = 175 mm Gambar 5.2 Grafik distribusi kecepatan permukaan dengan variasi kecepatan masuk (lanjutan) 350
Kecepatan (m/s)
300 250
Variasi kecepatan masuk
200
40 m/s 45 m/s
150
50 m/s 55 m/s
100
60 m/s
50 0 0
0.05
0.1
0.15
0.2
0.25
0.3
0.35
0.4
0.45
Radius permukaan (m)
a = 400 mm, b = 175 mm Gambar 5.2 Grafik distribusi kecepatan permukaan dengan variasi kecepatan masuk (lanjutan) 350 300
Variasi kecepatan masuk
Kecepatan (m/s)
250
40 m/s
200
45 m/s 150
50 m/s 55 m/s
100
60 m/s
50 0 0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
Radius permukaan (m)
41
a = 450 mm, b = 175 mm Gambar 5.2 Grafik distribusi kecepatan permukaan dengan variasi kecepatan masuk (lanjutan) 350 300
Variasi kecepatan masuk
Kecepatan (m/s)
250 200
40 m/s 150
45 m/s 50 m/s
100
55 m/s
50
60 m/s
0 0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
Radius permukaan (m)
a = 500 mm, b = 175 mm Gambar 5.2 Grafik distribusi kecepatan permukaan dengan variasi kecepatan masuk (lanjutan) 350 300
Variasi kecepatan masuk
Kecepatan (m/s)
250 200
40 m/s 150
45 m/s 50 m/s
100
55 m/s 50
60 m/s
0 0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
Radius permukaan (m)
42
a = 550 mm, b = 175 mm Gambar 5.2 Grafik distribusi kecepatan permukaan dengan variasi kecepatan masuk (lanjutan) 5.2.2 Pembahasan Dikarenakan pembuatan inflation layer setebal 0.02 mm, maka untuk plot kecepatan dilakukan dengan membuat New Surfaces terlebih dahulu. Hasil pembuatan Surface berdasarkan Cell Wall Distance akan menghasilkan bentuk model sebagai berikut
Gambar 5.3 New Plane Surface Pengambilan data dilakukan sepanjang New Surface tersebut untuk mengidentifikasi nilai besaran kecepatan yang terjadi. Dari Gambar 5.3 menunjukkan distribusi besaran kecepatan yang terjadi pada sepanjang permukaan untuk berbagai variasi radius ½ sumbu serta kecepatan masuk. Dapat dilihat bahwa terdapat pengaruh antara kedua variable tersebut terhadap distribusi kecepatan yang terjadi. Distribusi kecepatan untuk model dengan a = 400 mm sampai a = 550 mm memiliki bentuk yang berbeda jika dibandingkan dengan model b = 175 mm sampai b = 300 mm. Untuk model dengan a = 400 mm sampai a = 300 mm mamiliki luasan area bawah kurva yang lebih besar dibandingkan model dengan b = 175 mm sampai b = 300 mm, namun seiring dengan peningkatan radius ½ sumbu panjang terjadi pengurangan pada distribusi kecepatan permukaan. Hal ini akan berdampak nantinya pada gaya angkat yang akan dihasilkan. 43
Grafik distribusi tekanan permukaan 5.3.1 Hasil Analisa 10000
Variasi kecepatan masuk
5000
Tekanan (pascal)
5.3
0 0
0.05
0.1
0.15
0.2
0.25
-5000
0.3
0.35
45 m/s 40 m/s 50 m/s 55 m/s
-10000
60 m/s
-15000
-20000
Radius permukaan (m)
a = 300 mm, b = 175 mm Gambar 5.4 Grafik distribusi tekanan statis pada berbagai variasi kecepatan masuk
44
10000 5000
Variasi kecepatan masuk
Tekanan (pascal)
0 0
0.05
0.1
0.15
0.2
0.25
0.3
0.35
-5000
40 m/s 45 m/s 50 m/s
-10000
55 m/s 60 m/s
-15000 -20000 -25000
Radius permukaan (m)
a = 300 mm, b = 205 mm Gambar 5.4 Grafik distribusi tekanan statis pada berbagai variasi kecepatan masuk (lanjutan) 10000 5000
Tekanan (pascal)
0 0
0.05
0.1
0.15
0.2
0.25
-5000
0.3
0.35
Variasi kecepatan imasuk 40 m/s 45 m/s
-10000
50 m/s 55 m/s
-15000
60 m/s -20000 -25000
-30000
Radius permukaan (m)
a = 300 mm, b = 235 mm Gambar 5.4 Grafik distribusi tekanan statis pada berbagai variasi kecepatan masuk (lanjutan) 45
10000 5000
Variasi kecepatan masuk
Tekanan (pascal)
0 0
0.05
0.1
0.15
0.2
0.25
0.3
0.35
-5000
40 m/s 45 m/s 50 m/s
-10000
55 m/s 60 m/s
-15000 -20000 -25000
Radius permukaan (m)
a = 300 mm, b = 265 mm Gambar 5.4 Grafik distribusi tekanan statis pada berbagai variasi kecepatan masuk (lanjutan) 10000 5000
Tekanan (pascal)
0 0
0.05
0.1
0.15
0.2
0.25
-5000
0.3
0.35
Variasi kecepatan masuk 40 m/s 45 m/s
-10000
50 m/s 55 m/s
-15000
60 m/s -20000 -25000
-30000
Radius permukaan (m)
a = 300 mm, b = 300 mm Gambar 5.4 Grafik distribusi tekanan statis pada berbagai variasi kecepatan masuk (lanjutan) 46
30000 20000
Variasi kecepatan masuk
Tekanan (pascal)
10000
40 m/s 0
45 m/s 0
0.05
0.1
0.15
0.2
0.25
0.3
0.35
0.4
-10000
50 m/s 55 m/s 60 m/s
-20000 -30000 -40000
Radius permukaan (m)
a = 350 mm, b = 175 mm Gambar 5.4 Grafik distribusi tekanan statis pada berbagai variasi kecepatan masuk (lanjutan) 30000
20000
Variasi kecepatan masuk
Tekanan (pascal)
10000
40 m/s
0
45 m/s 0
0.1
0.2
0.3
-10000
0.4
0.5
50 m/s 55 m/s 60 m/s
-20000 -30000
-40000
Radius permukaan (m)
a = 400 mm, b = 175 mm Gambar 5.4 Grafik distribusi tekanan statis pada berbagai variasi kecepatan masuk (lanjutan) 47
30000 20000
Variasi kecepatan masuk
Tekanan (pascal)
10000
40 m/s 0
45 m/s 0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
-10000
50 m/s 55 m/s 60 m/s
-20000 -30000 -40000
Radius permukaan (m)
a = 450 mm, b = 175 mm Gambar 5.4 Grafik distribusi tekanan statis pada berbagai variasi kecepatan masuk (lanjutan) 30000
20000
Variasi kecepatan masuk
Tekanan (m/s)
10000
40 m/s
0
45 m/s 0
0.1
0.2
0.3
0.4
-10000
0.5
0.6
50 m/s 55 m/s 60 m/s
-20000 -30000
-40000
Radius (m)
a = 500 mm, b = 175 mm Gambar 5.4 Grafik distribusi tekanan statis pada berbagai variasi kecepatan masuk (lanjutan) 48
30000
Tekanan Statis (pascal)
20000
Variasi kecepatan masuk
10000
40 m/s 0
45 m/s 0
0.1
0.2
0.3
0.4
-10000
0.5
0.6
50 m/s 55 m/s 55 m/s
-20000 -30000 -40000
Radius permukaan (m)
a = 550 mm, b = 175 mm Gambar 5.4 Grafik distribusi tekanan statis pada berbagai variasi kecepatan masuk (lanjutan)
5.3.2 Pembahasan Gambar 5.4 menunjukkan distribusi tekanan statis pada sepanjang permukaan geometri. Dapat dilihat dari grafik bahwa seiring dengan bertambahnya kecepatan maka akan terjadi penurunan tekanan. Kecepatan masuk serta radius ½ sumbu menjadi factor yang mempengaruhi distribusi tekanan yang terjadi. Untuk geometri dengan nilai b = 175 mm sampai 300 mm, seiring bertambahnya nilai b maka terjadi penurunan tekanan pada area di dekat aliran masuk namun tidak demikian pada bagian ujung dari model, tekanan yang turun menjadi tidak sebesar saat nilai b masih 175 mm. Disamping itu pertambahan kecepatan juga akan mengakibatkan meningkatnya distribusi tekanan yang terjadi.
49
5.4
Kontur besaran kecepatan dan tekanan statis 5.4.1 Hasil Analisa
V = 45 m/s
V = 50 m/s
V = 55 m/s
V = 60 m/s
a = 300 mm, b = 175 mm Gambar 5.5 Plot kontur besaran kecepatan
50
V = 45 m/s
V = 50 m/s
V = 55 m/s
V = 60 m/s
a = 300 mm, b = 205 mm Gambar 5.5 Plot kontur besaran kecepatan (lanjutan)
51
V = 45 m/s
V = 50 m/s
V = 55 m/s
V = 60 m/s
a = 300 mm, b = 235 mm Gambar 5.5 Plot kontur besaran kecepatan (lanjutan)
52
V = 45 m/s
V = 50 m/s
V = 55 m/s
V = 60 m/s
a = 300 mm, b = 265 mm Gambar 5.5 Plot kontur besaran kecepatan (lanjutan)
53
V = 45 m/s
V = 50 m/s
V = 55 m/s
V = 60 m/s
a = 300 mm, b = 300 mm Gambar 5.5 Plot kontur besaran kecepatan (lanjutan)
54
V = 45 m/s
V = 50 m/s
V =55 m/s
V = 60 m/s
a = 350 mm, b = 175 mm Gambar 5.5 Plot kontur besaran kecepatan (lanjutan)
55
V = 45 m/s
V = 50 m/s
V = 55 m/s
V = 60 m/s
a = 400 mm, b = 175 mm Gambar 5.5 Plot kontur besaran kecepatan (lanjutan)
56
V = 45 m/s
V = 50 m/s
V = 55 m/s
V = 60 m/s
a = 450 mm, b = 175 mm Gambar 5.5 Plot kontur besaran kecepatan (lanjutan)
57
V = 45 m/s
V = 50 m/s
V = 55 m/s
V = 60 m/s
a = 500 mm, b = 175 mm Gambar 5.5 Plot kontur besaran kecepatan (lanjutan)
58
V = 45 m/s
V = 50 m/s
V = 55 m/s
V = 60 m/s
a = 550 mm, b = 175 mm Gambar 5.5 Plot kontur besaran kecepatan (lanjutan) 5.4.2 Pembahasan Gambar 5.5 menunjukkan kontur dari besaran kecepatan pada beberapa jenis percobaan dengan variasi radius ½ sumbu yang telah dilakukan. Tujuan dari pembuatan kontur adalah 59
untuk menunjukkan fenomena flow attachment yang muncul beserta distribusi besaran kecepatan dan aliran di sekitar model 2D. Seiring bertambahnya laju kecepatan masuk maka efek dari Coanda akan semakin besar, hal ini dapat dilihat dari bertambahnya nilai dari kecepatan di sekitar permukaan bagian atas dari geometri yang ditandai dengan warna merah pada kontur. Skala dari kontur berupa spectrum warna mulai dari merah hingga biru. Warna merah menandakan besaran maksimum sedangkan biru besaran minimum.
5.5
Gaya Angkat yang Dihasilkan 5.5.1 Hasil analisa Hasil penelitian melibatkan pengaruh dari variasi radius ½ sumbu terhadap gaya angkat
atau lift dan disajikan dalam bentuk tabel dan grafik berikut. 2500
Variasi kecepatan masuk
2000 Lift (Newton)
60 55
1500
50 45
1000
40 30
500
20 10
0 220
240
260
280
300
320
340
360
380
b(mm)
Gambar 5.6 Grafik gaya angkat untuk variasi ½ sumbu pendek dan Vin
60
TABEL GAYA ANGKAT (LIFT) YANG DIHASILKAN (Newton)
Kecepatan Masuk (m/s)
b (mm) 175
205
235
265
300
10
51.697
55.924
54.193
51.69
50.52
20
198.364
235.907
220.994
202.013
200.282
30
476.499
485.039
499.577
469.413
470.084
40
824.5194
866.987
909.9144
851.7819
829.1322
45
1018.346
1121.403
1100.311
1065.935
1033.228
50
1236.633
1313.779
1440.379
1321.644
1302.21
55
1587.553
1719.824
1659.389
1623.849
1552.946
60
1826.405
2029.546
1992.883
1902.95
1850.873
Tabel 5.1 Gaya angkat untuk variasi ½ sumbu pendek dan kecepatan masuk 2500
Variasi kecepatan masuk
2000 Lift (Newton)
60 m/s 55 m/s
1500
50 m/s 45 m/s
1000
40 m/s 30 m/s
500
20 m/s 10 m/s
0 300
350
400
450
500
550
600
a (mm)
Gambar 5.7 Grafik gaya angkat untuk variasi ½ sumbu panjang dan Vin 61
TABEL GAYA ANGKAT (LIFT) YANG DIHASILKAN (Newton)
Kecepatan Masuk (m/s)
a (mm) 350
400
450
500
550
10
55.725
52.171
56.089
56.367
54.025
20
220.245
213.736
218.56
212.36
220.364
30
507.399
460.52
445.331
503.1
497.758
40
897.532
823.858
887.219
802.434
890.241
45
1147.455
1063.843
1124.492
1103.605
1258.67
50
1411.512
1342.075
1299.676
1269.348
1335.114
55
1734.445
1588.244
1689.92
1810.812
1522.585
60
2027.974
1928.317
1825.109
1868.027
2148.116
Tabel 5.2 Gaya angkat untuk variasi ½ sumbu panjang dan kecepatan masuk 5.5.2 Pembahasan Gaya angkat yang dihasilkan bukan dikarenakan oleh adanya hukum Bernoulli, semakin banyak udara yang dipompa ke arah bawah maka semakin besar gaya angkatnya. Pada kasus ini, gaya angkat timbul sebagai akibat oleh adanya fenomena Coanda Effect yang dimana menyebabkan terjadinya flow attachment pada permukaan serta entraintment udara sekitar. Peristiwa entrainment udara disebabkan oleh pengurangan tekanan oleh aliran udara yang dihembuskan melalui inlet, sehingga reaksi yang dihasilkan berupa gaya angkat atau lift. Bentuk dari entrainment yang terjadi dapat dilihat pada Gambar 5.8 berikut.
62
Gambar 5.8 Entrainment udara sekitar mengikuti pola aliran Dari hasil analisa untuk gaya angkat pada tabel 5.1 dan 5.2 dapat disimpulkan bahwa untuk variasi radius ½ sumbu yang kecil, efek yang ditimbulkan ketika dialiri oleh kecepatan masuk terhadap gaya angkat tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. Namun seiring meningkatnya radius ½ sumbu, gaya yang dihasilkan mulai menunjukkan nilai yang fluktuatif, hal ini dapat dilihat melalui grafik pada gambar 5.11 dan 5.12, dari grafik dapat dilihat bahwa terdapat fluktuasi dari gaya angkat yang terjadi, namun semakin besar pertambahan maupun pengurangan radius tidak menjamin akan menghasilkan gaya angkat yang makin besar. Pertimbangan mengenai adanya flow separation pada permukaan perlu diperhatikan jika simulasi yang dilakukan melibatkan adanya gaya dorong atau thrust pada geometri seperti pada kasus sayap pesawat terbang. Kontur sayap serta derajat kelengkungan dari geometri menjadi sangat penting mengingat akan menimbulkan pengaruh terhadap cepat atau lambatnya separasi aliran fluida yang terjadi diakibatkan pergeseran titik stagnasi.
63
BAB 6 PENUTUP
6.1 Kesimpulan 1. Tingkat keakuratan dari hasil kalkulasi sangat bergantung kepada seberapa bagusnya meshing yang dilakukan beserta pemilihan formula yang tepat saat akan melakukan permodelan. 2. Coanda Effect sebagai bentuk dari flow attachment pada permukaan benda dan mengakibatkan entrainment udara sekitar. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan kecepatan pada kontur yang telah diberikan. 3. Terdapat pengaruh dari radius ½ sumbu terhadap gaya angkat yang dihasilkan namun tidak menjamin bahwa nilainya akan semakin besar seiring bertambah besarnya radius ½ sumbu. 4. Terdapat suatu nilai optimal dimana akan menghasilkan gaya angkat maksimum pada kecepatan masuk serta radius ½ sumbu tertentu. 5. Semakin kecil nilai kecepatan masuk maka pertambahan gaya angkat menjadi tidak begitu signifikan
6.2 Saran Pembelajaran seputar CFD perlu diberikan bagi mahasiswa guna membantu pengerjaan kasus fluida dinamis baik cakupannya masih dalam lingkup studi kampus maupun saat sudah bekerja nanti. Dengan berbekal kemampuan dalam menggunakan CFD, maka akan ikut menunjang kulitas lulusan mahasiswa sehingga mempermudah dalam menyelesaikan kasus – kasus yang serupa di lapangan nantinya.
64
DAFTAR PUSTAKA
Collins, R.J. , 2008, Coanda – A New Airspace Platform For UAVS Colon, T. , 2007, How Planes Can Fly, http://www.terrycolon.com, [online, diakses 15 Juli 2012] Day, T. , 2008, The Coanda Effect And Lift, http://vortex-dynamics.com.au, [online, diakses 22 Agustus 2012] Denker, J.S. , 1996 - 2008, See How It Flies, http://www.av8n.com, [online, diakses 20 Agustus 2012] Florescu, I. , Florescu, D. , 2011, Theoritical And Experimental Studies For Auto Sustainable Device Using Coanda Effect, University of Bacau, Romania Mirkov, N. , dan Rasuo, B. , Numerical Solution of Air Jet Attachment to Convex Walls and Applications, University of Belgrade, Europe Naudin, J. W. , 2010, How to Build a RC “Coanda Effect Saucer”, http://diydrones.com , [online, diakses 22 Agustus 2012] Nedelcut, F. , Coanda Effect UAV – A New Born Baby In The Unmanned Aerial Vehicles Family, University of Galati, Romania ANSYS FLUENT 13 – User’s guide ANSYS FLUENT 13 – Lecture 5 Solver Settings
65
Thank you for evaluating Wondershare PDF Merger! To remove this page, please register your program! Go to Purchase Now>>
PDF Merger Merge multiple PDF files into one Select page range of PDF to merge
Select specific page(s) to merge Extract page(s) from different PDF files and merge into one
View more...
Comments