ANALGETIK OPIOID DAN NON OPIOID.docx

October 11, 2017 | Author: inezamelinda | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download ANALGETIK OPIOID DAN NON OPIOID.docx...

Description

ANALGETIK OPIOID DAN NON OPIOID

Oleh : Doppy Andika 1010312047

Preseptor : dr. Emilzon Taslim, Sp.An, KAO, M.Kes

BAGIAN ILMU ANESTESI DAN REANIMASI RUMAH SAKIT DR.M.DJAMIL PADANG FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS 2014

BAB I PENDAHULUAN

Analgetik adalah suatu senyawa atau obat yang dipergunakan untuk mengurangi rasa sakit atau nyeri. Nyeri timbul akibat oleh berbagai rangsangan pada tubuh misalnya rangsangan mekanis, kimiawi dan fisis sehingga menimbulkan kerusakan pada jaringan yang memicu pelepasan mediator nyeri seperti bradikinin dan prostaglandin yang akhirnya mengaktivasi reseptor nyeri di saraf perifer dan diteruskan ke otak. Secara umum analgetik dibagi dalam dua golongan, yaitu analgetik non narkotik dan analgetik narkotik (opioid). Analgetik narkotik (opioid) merupakan kelompok obat yang memiliki sifat seperti opium. Meskipun mempelihatkan berbagai efek farmakologik yang lain, golongan obat ini digunakan terutama untuk meredakan atau menghilangkan rasa nyeri. Opioum yang berasal dari getah Papaver somniferum mengandung sekitar 20 jenis alkaloid diantaranya morfin, kodein, tebain, papaverin. Analgetik opioid terutama digunakan untuk meredakan atau menghilangkan nyeri meskipun juga memperlihatkan berbagai efek farmakodinamik yang lain. Opiat atau yang dikenal sebagai narkotik adalah bahan yang digunakan untuk menidurkan atau melegakan rasa sakit, tetapi mempunyai potensi yang tinggi untuk menyebabkan ketagihan. Sebagian dari opiat ,seperti candu,morfin,heroin dan kodein diperoleh dari getah buah popi yang terdapat atau berasal dari negara-negara Timur Tengah dan Asia. Pengaruh dari berbagai obat golongan opioid sering dibandingkan dengan morfin, dan tidak semua obat golongan opioid dipasarkan di Indonesia. Akan tetapi dengan sediaan yang sudah ada kiranya penangganan nyeri yang membutuhkan obat opioid dapat dilakukan. Terbatasnya peredaran obat tersebut tidak terlepas pada kekhawatiran terjadinya penyalahgunaan obat.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANALGETIK OPIOID A. Definisi Opioid merupakan kelompok obat yang memiliki sifat-sifat seperti opium atau morfin. Golongan obat ini terutama digunakan untuk meredakan atau menghilangkan rasa nyeri. Semua analgesik opioid menimbulkan adiksi/ketergantungan. Dengan kata lain, opioid adalah semua zat baik sintetik atau natural yang dapat berikatan dengan reseptor morfin. Opioid disebut juga sebagai analgesia narkotik yang sering digunakan dalam anastesia untuk mengendalikan nyeri saat pembedahan dan nyeri pasca pembedahan. Opioid yang sering digunakan dalam anastesi antara lain adalah morfin, petidin, fentanil.

B. Klasifikasi Opioid Penggolongan opioid antara lain: 1. Opioid natural (morfin, kodein, pavaperin, dan tebain) 2. Semisintetik (heroin, dihidro morfin/morfinon, derivate tebain) 3. Sintetik (petidin, fentanil, alfentanil, sufentanil dan remifentanil).

C. Mekanisme Kerja Reseptor opioid sebenarnya tersebar luas diseluruh jaringan sistem saraf pusat, tetapi lebih terkonsentrasi di otak tengah yaitu di sistem limbik, thalamus, hipothalamus corpus striatum, sistem aktivasi retikuler dan di corda spinalis yaitu substantia gelatinosa dan dijumpai

pula di pleksus saraf usus. Molekul opioid dan polipeptida endogen (metenkefalin, beta-endorfin, dinorfin) berinteraksi dengan reseptor morfin dan menghasilkan efek. Suatu opioid mungkin dapat berinteraksi dengan semua jenis reseptor akan tetapi dengan afinitas yang berbeda dan dapat bekerja sebagai agonis, antagonis, dan campuran.

Secara umum, efek obat-obat narkotik/ opioid antara lain ; 1. Efek sentral: a. Menurunkan persepsi nyeri dengan stimulasi (pacuan) pada reseptor opioid (efek analgesi) b. Pada dosis terapik normal, tidak mempengaruhi sensasi lain. c. Mengurangi aktivitas mental (efek sedative) d. Menghilangkan kecemasan (efek transqualizer) e. Meningkatkan suasana hati (efek euforia), walaupun sejumlah pasien merasakan sebaliknya (efek disforia) f. Menghambat pusat respirasi dan batuk (efek depresi respirasi dan antitusif) g. Pada awalnya menimbulkan mual-muntah (efek emetik), tapi pada akhirnya menghambat pusat emetik (efek antiemetik) h. Menyebabkan miosis (efek miotik) i. Memicu pelepasan hormon antidiuretika (efek antidiuretika) j. Menunjukkan perkembangan toleransi dan dependensi dengan pemberian dosis yang berkepanjangan. 2. Efek perifer: a. Menunda pengosongan lambung dengan kontriksi pilorus b. Mengurangi motilitas gastrointestinal dan menaikkan tonus (konstipasi spastik)

c. Kontraksi sfingter saluran empedu d. Menaikkan tonus otot kandung kencing e. Menurunkan tonus vaskuler dan menaikkan resiko reaksi ortostastik f. Menaikkan insidensi reaksi kulit, urtikaria dan rasa gatal karena pelepasan histamin, dan memicu bronkospasmus pada pasien asma.

D. Obat-obat opioid yang biasa digunakan dalam anastesi antara lain: 1. MORFIN a. Farmakodinamik Efek morfin terjadi pada susunan syaraf pusat dan organ yang mengandung otot polos. Efek morfin pada sistem syaraf pusat mempunyai dua sifat yaitu depresi dan stimulasi. Digolongkan depresi yaitu analgesia, sedasi, perubahan emosi, hipoventilasi alveolar. Stimulasi termasuk stimulasi parasimpatis, miosis, mual muntah, hiperaktif reflek spinal, konvulsi dan sekresi hormon anti diuretika (ADH).

b. Farmakokinetik Morfin tidak dapat menembus kulit utuh, tetapi dapat menembus kulit yang luka. Morfin juga dapat menembus mukosa. Morfin dapat diabsorsi usus, tetapi efek analgesik setelah pemberian oral jauh lebih rendah daripada efek analgesik yang timbul setelah pemberian parenteral dengan dosis yang sama. Morfin dapat melewati sawar uri dan mempengaharui janin. Eksresi morfin terutama melalui ginjal. Sebagian kecil morfin bebas ditemukan dalam tinja dan keringat.

c. Indikasi Morfin dan opioid lain terutama diindikasikan untuk meredakan atau menghilangkan nyeri hebat yang tidak dapat diobati dengan analgesik non-opioid. Apabila nyerinya makin besar dosis yang diperlukan juga semakin besar. Morfin sering digunakan untuk meredakan nyeri yang timbul pada infark miokard, neoplasma, kolik renal atau kolik empedu, oklusi akut pembuluh darah perifer, pulmonal atau koroner, perikarditis akut, pleuritis dan pneumotorak spontan, nyeri akibat trauma misalnya luka bakar, fraktur dan nyeri pasca bedah.

d. Efek samping Efek samping morfin (dan derivat opioid pada umumnya) meliputi depresi pernafasan, nausea, vomitus, dizzines, mental berkabut, disforia, pruritus, konstipasi kenaikkan tekanan pada traktus bilier, retensi urin, dan hipotensi.

e. Dosis dan sediaan Morfin tersedia dalam tablet, injeksi, supositoria. Morfin oral dalam bentuk larutan diberikan teratur dalam tiap 4 jam. Dosis anjuran untuk menghilangkan atau mengurangi nyeri sedang adalah 0,1-0,2 mg/ kg BB. Untuk nyeri hebat pada dewasa 1-2 mg intravena dan dapat diulang sesuai yang diperlukan.

2. PETIDIN a. Farmakodinamik Meperidin (petidin) secara farmakologik bekerja sebagai agonis reseptor ยต. Seperti halnya morfin, meperidin (petidin) menimbulkan efek analgesia, sedasi, euforia, depresi nafas dan efek sentral lainnya. Waktu paruh petidin adalah 5 jam. Efektivitasnya lebih rendah dibanding morfin, tetapi lebih tinggi dari kodein. Durasi analgesinya pada penggunaan klinis 3-5 jam. Dibandingkan dengan morfin, meperidin lebih efektif terhadap nyeri neuropatik.

b.Perbedaan antara petidin (meperidin) dengan morfin sebagai berikut : 1). Petidin lebih larut dalam lemak dibandingkan dengan morfin yang larut dalam air. 2). Metabolisme oleh hepar lebih cepat dan menghasilkan normeperidin, asam meperidinat dan asam normeperidinat. Normeperidin adalah metabolit yang masih aktif memiliki sifat konvulsi dua kali lipat petidin, tetapi efek analgesinya sudah berkurang 50%. Kurang dari 10% petidin bentuk asli ditemukan dalam urin. 3).Petidin bersifat atropin menyebabkan kekeringan mulut, kekaburan pandangan dan takikardia. 4). Petidin menyebabkan konstipasi, tetapi efek terhadap sfingter oddi lebih ringan. 5).Petidin cukup efektif untuk menghilangkan gemetaran pasca bedah yang tidak ada hubungannya dengan hipotermi dengan dosis 20-25 mg i.v pada dewasa. 6). Lama kerja petidin lebih pendek dibandingkan morfin.

c. Farmakokinetik Absorbsi meperidin dengan cara pemberian apapun berlangsung baik. Akan tetapi kecepatan absorbsi mungkin tidak teratur setelah suntikan IM. Kadar puncak dalam plasma

biasanya dicapai dalam 45 menit dan kadar yang dicapai antar individu sangat bervariasi. Setelah pemberian meperidin IV, kadarnya dalam plasma menurun secara cepat dalam 1-2 jam pertama, kemudian penurunan berlangsung lebih lambat. Kurang lebih 60% meperidin dalam plasma terikat protein. Metabolisme meperidin terutama dalam hati. Pada manusia meperidin mengalami hidrolisis menjadi asam meperidinat yang kemudian sebagian mengalami konjugasi. Meperidin dalam bentuk utuh sangat sedikit ditemukan dalam urin. Sebanyak 1/3 dari satu dosis meperidin ditemukan dalam urin dalam bentuk derivat N-demitilasi. Meperidin dapat menurunkan aliran darah otak, kecepatan metabolik otak, dan tekanan intra kranial. Berbeda dengan morfin, petidin tidak menunda persalinan, akan tetapi dapat masuk ke fetus dan menimbulkan depresi respirasi pada kelahiran.

d. Indikasi Meperidin hanya digunakan untuk menimbulkan analgesia. Pada beberapa keadaan klinis, meperidin diindikasikan atas dasar masa kerjanya yang lebih pendek daripada morfin. Meperidin digunakan juga untuk menimbulkan analgesia obstetrik dan sebagai obat preanestetik.

e. Dosis dan sediaan Sediaan yang tersedia adalah tablet 50 dan 100 mg ; suntikan 10 mg/ml, 25 mg/ml, 50 mg/ml, 75 mg/ml, 100 mg/ml. ; larutan oral 50 mg/ml. Sebagian besar pasien tertolong dengan dosis parenteral 100 mg. Dosis untuk bayi dan anak ; 1-1,8 mg/kg BB.

f. Efek samping

Efek samping meperidin dan derivat fenilpiperidin yang ringan berupa pusing, berkeringat, euforia, mulut kering, mual-muntah, perasaan lemah, gangguan penglihatan, palpitasi, disforia, sinkop dan sedasi.

3. FENTANIL a. Farmakodinamik Turunan fenilpiperidin ini merupakan agonis opioid poten. Sebagai suatu analgesik, fentanil 75-125 kali lebih poten dibandingkan dengan morfin. Awitan yang cepat dan lama aksi yang singkat mencerminkan kelarutan lipid yang lebih besar dari fentanil dibandingkan dengan morfin. Fentanil (dan opioid lain) meningkatkan aksi anestetik lokal pada blok saraf tepi. Keadaan itu sebagian disebabkan oleh sifat anestetsi lokal yamg lemah (dosis yang tinggi menekan hantara saraf) dan efeknya terhadap reseptor opioid pada terminal saraf tepi. Fentanil dikombinasikan dengan droperidol untuk menimbulkan neureptanalgesia.

b.Farmakokinetik Setelah suntikan intravena ambilan dan distribusinya secara kualitatif hampir sama dengan dengan morfin, tetapi fraksi terbesar dirusak paru ketika pertama kali melewatinya. Fentanil dimetabolisir oleh hati dengan N-dealkilase dan hidrosilasidan, sedangkan sisa metabolismenya dikeluarkan lewat urin.

c. Indikasi Efek depresinya lebih lama dibandingkan efek analgesinya. Dosis 1-3 mg /kg BB analgesianya hanya berlangsung 30 menit, karena itu hanya dipergunakan untuk anastesia

pembedahan dan tidak untuk pasca bedah. Dosis besar 50-150 mg/kg BB digunakan untuk induksi anastesia dan pemeliharaan anastesia dengan kombinasi bensodioazepam dan inhalasi dosis rendah, pada bedah jantung. Sediaan yang tersedia adalah suntikan 50 mg/ml.

d.Efek samping Efek yang tidak disukai ialah kekakuan otot punggung yang sebenarnya dapat dicegah dengan pelumpuh otot. Dosis besar dapat mencegah peningkatan kadar gula, katekolamin plasma, ADH, renin, aldosteron dan kortisol.

2.2 ANALGETIKA NON OPIOID (NSAID) Obat-obatan dalam kelompok ini memiliki target aksi pada enzim, yaitu enzim siklooksigenase (COX). COX berperan dalam sintesis mediator nyeri, salah satunya adalah prostaglandin. Mekanisme umum dari analgetik jenis ini adalah mengeblok pembentukan prostaglandin dengan jalan menginhibisi enzim COX pada daerah yang terluka dengan demikian mengurangi pembentukan mediator nyeri . Mekanismenya tidak berbeda dengan NSAID dan COX-2 inhibitors. Efek samping yang paling umum dari golongan obat ini adalah gangguan lambung usus, kerusakan darah, kerusakan hati dan ginjal serta reaksi alergi di kulit. Efek samping biasanya disebabkan oleh penggunaan dalam jangka waktu lama dan dosis besar. Obat- obat Nonopioid Analgesics ( Generic name ) Acetaminophen, Aspirin, Celecoxib, Diclofenac, Etodolac, Fenoprofen, Flurbiprofen Ibuprofen, Indomethacin, Ketoprofen, Ketorolac, Meclofenamate, Mefanamic acid Nabumetone, Naproxen, Oxaprozin, Oxyphenbutazone, Phenylbutazone, Piroxicam Rofecoxib, Sulindac, Tolmetin. Deskripsi Obat Analgesik Non-opioid.

a. Salicylates Contoh obatnya: Aspirin, mempunyai kemampuan menghambat biosintesis prostaglandin. Kerjanya menghambat enzim siklooksigenase secara ireversibel, pada dosis yang tepat,obat ini akan menurunkan pembentukan prostaglandin maupun tromboksan A2, pada dosis yang biasa efek sampingnya adalah gangguan lambung (intoleransi). Efek ini dapat diperkecil dengan penyangga yang cocok (minum aspirin bersama makanan yang diikuti oleh segelas air atau antasid).

b. p-Aminophenol Derivatives Contoh obatnya : Acetaminophen (Tylenol) adalah metabolit dari fenasetin. Obat ini menghambat prostaglandin yang lemah pada jaringan perifer dan tidak memiliki efek antiinflamasi yang bermakna. Obat ini berguna untuk nyeri ringan sampai sedang seperti nyeri kepala, mialgia, nyeri pasca persalinan dan keadaan lain. Efek samping kadang-kadang timbul 10 kali peningkatan ringan enzim hati. Pada dosis besar dapat menimbulkan pusing, mudah terangsang dan disorientasi.

c. Indoles and Related Compounds Contoh obatnya : Indomethacin (Indocin), obat ini lebih efektif daripada aspirin, merupakan obat penghambat prostaglandin terkuat. Efek samping menimbulkan efek terhadap saluran cerna seperti nyeri abdomen, diare, pendarahan saluran cerna, dan pancreatitis, serta menimbulkan nyeri kepala, dan jarang terjadi kelainan hati.

d. Fenamates Contoh obatnya : Meclofenamate (Meclomen), merupakan turunan asam fenamat, mempunyai waktu paruh pendek, efek samping yang serupa dengan obat-obat AINS baru

yang lain dan tak ada keuntungan lain yang melebihinya. Obat ini meningkatkan efek antikoagulan oral. Dikontraindikasikan pada kehamilan.

e. Arylpropionic Acid Derivatives Contoh obatnya : Ibuprofen (Advil), tersedia bebas dalam dosis rendah dengan berbagai nama dagang. Obat ini dikontraindikasikan pada mereka yang menderita polip hidung, angioedema, dan reaktivitas bronkospastik terhadap aspirin. Efek samping: gejala saluran cerna.

f. Pyrazolone Derivatives Contoh obatnya : Phenylbutazone (Butazolidin) untuk pengobatan artristis rmatoid, dan berbagai kelainan otot rangka. Obat ini mempunya efek anti-inflamasi yang kuat. Tetapi memiliki efek samping yang serius seperti agranulositosis, anemia aplastik, anemia hemolitik, dan nekrosis tubulus ginjal. g. Oxicam Derivatives Contoh obatnya : Piroxicam (Feldene), obat AINS dengan struktur baru. Waktu paruhnya panjang untuk pengobatan artristis rmatoid, dan berbagai kelainan otot rangka. Efek sampingnya meliputi tinitus, nyeri kepala, dan rash.

g. Acetic Acid Derivatives Contoh Obatnya : Diclovenac (Volatren) : Obat ini adalah penghambat siklooksigenase yang kuat dengan efek antiinflamasi , analgetik, dan antipiretik. Waktu paruhnya pendek, dianjurkan untuk pengobatan arthritis rheumatoid dan berbagai kelainan otot rangka. Efek sampingnya distress saluran cerna, perdarahan saluran cerna dan tukak lambung.

h. Miscellaneous Agents Contoh obatnya: Oxaprozin(Daypro). Obat ini mempunyai waktu paruh yang panjang. Obat in memiliki beberapa keuntungan dan resiko yang berkaitan dengan obat AINS lain.

Contoh Obat 1.

Ketorolak

-

Diberikan secara oral, intramuskular, intravena.

-

Efek analgesia dicapai dalam 30 menit, maksimal setelah 1-2 jam.

-

Lama kerja 4-6 jam.

-

Dosis awal 10-30mg/hari dosis maks. 90mg/hari

-

30mg ketorolak=12mg morfin=100mg petidin, dapat digunakan bersama opioid.

-

Cara kerja menghambat sintesis prostaglandin di perifer tanpa mengganggu reseptor opioid di sistem saraf pusat.

-

Tidak untuk wanita hamil, menghilangkan nyeri persalinan, wanita menyusui, usia lanjut, anak usia
View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF