Alterasi Hidrotermal
September 11, 2017 | Author: Romi Aprianto | Category: N/A
Short Description
Hidrotermal...
Description
I. ALTERASI HIDROTERMAL
I.1 Pengertian Larutan hidrotermal adalah cairan bertemperatur tinggi (100 – 500oC) sisa pendinginan magma yang mampu merubah mineral yang telah ada sebelumnya dan membentuk mineral-mineral tertentu. Secara umum cairan sisa kristalisasimagma tersebut bersifat silika yang kaya alumina, alkali dan alkali tanah yang mengandung air dan unsurunsur volatil (Bateman, 1981). Larutan hidrotermal terbentuk pada bagian akhir dari siklus pembekuan magma dan umumnya terakumulasi pada litologi dengan permeabilitas tinggi atau pada zona lemah. Interaksi antara larutan hidrotermal dengan batuan yang dilaluinya (wall
rocks) akan menyebabkan terubahnya mineral primer menjadi mineral sekunder
(alteration minerals). Proses terubahnya mineral primer menjadi mineral sekunder akibat interaksi batuan dengan larutan hidrotermal disebut dengan proses alterasi hidrotermal. Alterasi hidrotermal merupakan proses yang kompleks, karena meliputi perubahan secara mineralogi, kimia dan tekstur yang dihasilkan dari interaksi larutan hidrotermal dengan batuan yang dilaluinya pada kondisi fisika – kimia tertentu (Pirajno, 1992). Beberapa faktor yang berpengaruh pada proses alterasi hidrotermal adalah temperatur, kimia, fluida, konsentrasi dan komposisi batuan samping, durasi aktifitas hidrotermal dan permeabilitas. Namun faktor kimia dan temperatur fluida merupakan faktor yang paling berpengaruh (Browne, 1994 dalam Corbett dan Leach, 1995) Proses hidrotermal pada kondisi tertentu akan menghasilkan kumpulan mineral tertentu yang dikenal sebagai himpunan mineral atau mineral assemblage (Guilbert dan Park, 1986. Secara umum kehadiran himpunan mineral tertentu dalam suatu ubahan batuan akan mencerminkan tipe alterasi tertentu. I.2 Klasifikasi Klasifikasi tipe alterasi hidrotermal pada endapan telah banyak dilakukan oleh para ahli, antara lain Creassey (1956,1966). Lowell dan Guilbert (1970), Rose (1970), Meyer dan Hemley (1967) serta Thomson dan Thomson (1996). Lowell dan Guilbert membagi tipe alterasi kedalam potasik (K-feldspar, biotit, serisit,klorit, kuarsa),filik (kuarsa,serisit,pirit hidromika,klorit), argilik (kaolinit,monmorilonit,klorit) dan propilitik (klorit,epidot).
Tabel Tipe-tipe alterasi berdasarkan himpunan mineral (Guilbert dan Park, 1986)
Tabel Klasifikasi tipe alterasi dan himpunan mineralnya pada endapan epitermal sulfidasi rendah (Thompson dan Thomson,1996) Tipe alterasi
Zone (himpunan mineral)
Silisik
Kuarsa,kalsedon,opal pirit,hematit
Adularia
Ortoklas (adularia),kuarsa,serisit-illit,pirit
Serisitik, Argilik
Serisit (muskovit), illit-smektit, monmorilonit kaolinit,kuarsa,kalsit,dolomit,pirit
Argilik lanjut-Acid Sulphate
Kaolinit,alunit,kritobalit (opal,kalsedon),native sulphur, jarosit, pirit
Silika-karbonat
Kuarsa, kalsit
Propilitik, Alterasi Zeolitik
Kalsit,epidot,wairakit,klorit,albit, illit-smektit, monmorilonit,pirit
Creasey (1966, dalam Sutarto, 2004) membuat klasifikasi alterasi hidrotermal pada endapan tembaga porfiri menjadi empat tipe yaitu propilitik, argilik, potasik, dan himpunan kuarsa-serisit-pirit. Lowell dan Guilbert (1970, dalam Sutarto, 2004) membuat model alterasi - mineralisasi juga pada endapan bijih porfir, menambahkan istilah zona filik untuk himpunan mineral kuarsa, serisit, pirit, klorit, rutil, kalkopirit. Adapun delapan macam tipe alterasi antara lain : a) Propilitik Dicirikan oleh kehadiran klorit disertai dengan beberapa mineral epidot, illit/serisit, kalsit, albit, dan anhidrit. Terbentuk pada temperatur 200°-300°C pada pH mendekati netral, dengan salinitas beragam, umumnya pada daerah yang mempunyai permeabilitas rendah. Menurut Creasey (1966, dalam Sutarto, 2004), terdapat empat kecenderungan himpunan mineral yang hadir pada tipe propilitik, yaitu : klorit-kalsit-kaolinit, klorit-kalsit-talk, klorit-epidot-kalsit, klorit-epidot. b) Argilik Pada tipe argilik terdapat dua kemungkinan himpunan mineral, yaitu muskovitkaolinit-monmorilonit dan muskovit-klorit-monmorilonit. Himpunan mineral pada tipe argilik terbentuk pada temperatur 100°-300°C (Pirajno, 1992, dalam Sutarto, 2004), fluida asam-netral, dan salinitas rendah.
c) Potasik Zona alterasi ini dicirikan oleh mineral ubahan berupa biotit sekunder, KFeldspar, kuarsa, serisit dan magnetit. Pembentukkan biotit sekunder ini dapat terbentuk akibat reaksi antara mineral mafik terutama hornblende dengan larutan hidrotermal yang kemudian menghasilkan biotit, feldspar maupun piroksen. Selain itu tipe alterasi ini dicirikan oleh melimpahnya himpunan muskovit-biotit-alkali felspar-magnetit. Anhidrit sering hadir sebagai asesori, serta sejumlah kecil albit, dan titanit (sphene) atau rutil kadang terbentuk. Alterasi potasik terbentuk pada daerah yang dekat batuan beku intrusif yang terkait, fluida yang panas (>300°C), salinitas tinggi, dan dengan karakter magamatik yang kuat. Selain biotisasi tersebut mineral klorit muncul sebagai penciri zona ubahan potasik ini. Klorit merupakan mineral ubahan dari mineral mafik terutama piroksen, hornblende maupun biotit, hal ini dapat dilihat bentuk awal dari mineral piroksen terlihat jelas mineral piroksen tersebut telah mengalami ubahan menjadi klorit. Pembentukkan mineral klorit ini karena reaksi antara mineral piroksen dengan larutan hidrotermal yang kemudian membentuk klorit, feldspar, serta mineral logam berupa magnetit dan hematit. Alterasi ini diakibat oleh penambahan unsur potasium pada proses metasomatis dan disertai dengan banyak atau sedikitnya unsur kalsium dan sodium didalam batuan yang kaya akan mineral aluminosilikat. Sedangkan klorit, aktinolit, dan garnet kadang dijumpai dalam jumlah yang sedikit. Mineralisasi yang umumnya dijumpai pada zona ubahan potasik ini berbentuk menyebar dimana mineral tersebut merupakan mineral – mineral sulfida yang terdiri atas pirit maupun kalkopirit dengan pertimbangan yang relatif sama. d) Filik Zona alterasi ini biasanya terletak pada bagian luar dari zona potasik. Batas zona alterasi ini berbentuk circular yang mengelilingi zona potasik yang berkembang pada intrusi. Zona ini dicirikan oleh kumpulan mineral serisit dan kuarsa sebagai mineral utama dengan mineral pirit yang melimpah serta sejumlah anhidrit. Mineral serisit terbentuk pada proses hidrogen metasomatis yang merupakan dasar dari alterasi serisit yang menyebabkan mineral feldspar yang stabil menjadi rusak dan teralterasi menjadi serisit dengan penambahan unsur H+, menjadi mineral phylosilikat atau kuarsa. Zona ini tersusun oleh himpunan mineral kuarsa-serisit-pirit, yang umumnya tidak mengandung mineral-mineral lempung atau alkali feldspar. Kadang mengandung sedikit anhidrit, klorit, kalsit, dan rutil. Terbentuk pada
temperatur sedang-tinggi (230°-400°C), fluida asam-netral, salinitas beragam, pada zona permeabel, dan pada batas dengan urat. e) Propilitik dalam (inner propilitik) Menurut Hedenquist dan Linndqvist (1985, , dalam Sutarto, 2004), zona alterasi pada sistem epitermal sulfidasi rendah (fluida kaya klorida, pH mendekati netral) ummnya menunjukkan zona alterasi seperti pada sistem porfir, tetapi menambahkan istilah inner propylitic untuk zona pada bagian yang bertemperatur tinggi (>300°C), yang dicirikan oleh kehadiran epidot, aktinolit, klorit, dan ilit. f) Argilik lanjut (advanced argilic) Sedangkan untuk sistem epitermal sulfidasi tinggi (fluida kaya asam sulfat), ditambahkan istilah advanced argilic yang dicirikan oleh kehadiran himpunan mineral pirofilit-diaspor-andalusit-kuarsa-turmalin-enargit-luzonit (untuk temperatur tinggi, 250°350°C), atau himpunan mineral kaolinit-alunit-kalsedon-kuarsa-pirit (untuk temperatur rendah, 573°C), tridimit, kristobalit, opal, kalsedon. Bentuk yang paling umum adalah quartz rendah, kristobalit, dan tridimit kebanyakan ditemukan di batuan volkanik. Tridimit terutama umum sebagai produk devitrivikasi gelas volkanik, terbentuk bersama alkali felspar. j) Serpertinisasi Batuan yang telah ada beruabah menjadi serperite yang mineral utamanya adalah Cripiolite disamping ada juga mineral – mineral lain. Batuan semuala biasanya batuan basa (andesitte) yang berubah karena proses hidrotermal maka batuan basa ini berubah menjadi serpertisasi. Misal : Geruilite di sulawesi dari kalimantan diubah menjadi serpentinisasi. Serpentinisasi bisa pula akibat dari pada Weathering, tetapi daerah yang teralterasi relatif terbatas kecil. Permasalahannya, seringkali kita mendapati dalam satu contoh batuan ditemukan beberapa mineral dari dua tipe atau lebih. Prosedur yang baik untuk tahap awal observasi batuan tersebut di atas adalah menulis semua mineral yang tampak sebagai himpunan
mineral. Apabila dalam satu batuan dijumpai mineral-mineral klorit, kuarsa, kalsit, dan kaolinit, maka disebut sebagai himpunan mineral klorit-kuarsa-kalsit-kaolinit (Sutarto, 2004). Alterasi Serisit
Alterasi Argilik
Alterasi Potasik
Sumber:
Sumber:
Sumber:
http://www.barkervillegold.com
http://www.mistycreekventures.com
http://geologiblankfive.files.wordpress. com
Alterasi Propilitik
Greisen
Skarn
Sumber:
Sumber: http://geologicalintroduction.baffl.co. uk
Sumber:
http://geologicalintroduction.ba ffl.co.uk
http://earthsci.org/mineral/mindep/depf ile/skarn.htm
II. MANFAAT PENGETAHUAN MENGENAI ALTERASI HIDROTERMAL DALAM KEGIATAN MINERALISASI
II.1 Hubungan Alterasi Hidrotermal dan Mineralisasi Alterasi dan mineralisasi sangat erat kaitannya, dikarenakan tipe alterasi tertentu akan dicirikan dengan hadirnya suatu himpunan mineral yang khas sebagi pencirinya. Alterasi dapat menghasilkan mineral bijih dan mineral penyerta (gangue mineral). Namuin demikian, tidak semua batuan yang mengalami alterasi hidrotermal dapat mengalami mineralisasi bijih. Tipe alterasi tertentu biasanya akan menunjukan zonasi himpunan mineral tertentu akibat ubahan oleh larutan hidrotermal yang melewati batuan sampingnya (Guilbert dan Park, 1986, Evans, 1993). Himpunan mineral ubahan tersebut terbentuk bersamaan pada kondisi keseimbangan yang sama (aqulibrium assemblage). Mineral-mineral baru yang terbentuk, diendapkan mengisi rekahan-rekahan halus atau dengan proses penggantian (replacement). Mineral-mineral baru ini dikenal sebagai mineral sekunder (Anonim, 1996) Lalu apa yang mempengaruhi proses mineralisasi?? Menurut Bateman (1981) Secara umum proses mineralisasi dipengaruhi oleh beberapa faktor pengontrol, meliputi : 1. Larutan hidrotermal yang berfungsi sebagai larutan pembawa mineral. 2. Zona lemah yang berfungsi sebagai saluran untuk lewat larutan hidrotermal. 3. Tersedianya ruang untuk pengendapan larutan hidrotermal. 4. Terjadinya reaksi kimia dari batuan induk/host rock dengan larutan hidrotermal yang memungkinkan terjadinya pengendapan mineral bijih (ore). 5. Adanya konsentrasi larutan yang cukup tinggi untuk mengendapkan mineral bijih (ore). Menurut Lindgren, 1933 faktor yang mengontrol terkonsentrasinya mineral mineral logam (khususnya emas) pada suatu proses mineralisasi dipengaruhi oleh adanya : 1. Proses diferensiasi, pada proses ini terjadi kristalisasi secara fraksional (fractional crystalization), yaitu pemisahan mineral-mineral berat pertama kali dan mengakibatkan terjadinya pengendapan kristal-kristal magnetit, kromit dan ilmenit. Pengendapan kromit sering berasosiasi dengan pengendapan intan dan platinum. Larutan sulfida akan terpisah dari magma panas dengan membawa mineral Ni, Cu, Au, Ag, Pt, dan Pd.
2. Aliran gas yang membawa mineral-mineral logam hasil pangkayaan dari magma, pada proses ini, unsur silika mempunyai peranan untuk membawa air dan unsur-unsur volatil dari magma. Air yang bersifat asam akan naik membawa CO2, N, senyawa S, fluorida, klorida, fosfat, arsenik, senyawa antimon, selenida dan telurida. Pada saat yang bersamaan mineral logam seperti Au, Ag, Fe, Cu, Pb, Zn, Bi, Sn, Tungten, Hg, Mn, Ni, Co, Rd dan U akan naik terbawa larutan. Komponen-komponen yang terbawa dalam aliran gas tersebut berupa sublimat pada erupsi vulkanik dekat permukaan dan membentuk
urat
hidrotermal atau
terendapkan
sebagai
hasil
penggantian
(replacement deposits) di atas atau di dekat intrusi batuan beku. Tabel dominasi komposisi mineralisasi di dalam alterasi hidrotermal pada temperatur tinggi dan rendah (disederhanakan dari Corbett, 2002) TEMPERATUR TINGGI
TEMPERATUR RENDAH
Kalkopirit
Galena, spalerit
Kuarsa kristalin (comb stucture)
Kalsedon-opal
Kuarsa butir kasar
Kuarsa butir halus
Serisit
Smektit-illit
Philik
Propilitik
Gambar zonasi proksimal – distal tipe endapan urat logam dasar yang berasosiasi dengan endapan porfiri tembaga/molibdenum (Panteleyev, 1994)
Guilbert dan Park, 1986, mengemukakan model hubungan antara mineralisasi dan alterasi dalam sistem epitermal. Beberapa asosiasi mineral bijih maupun mineral skunder erat
hubungannya dengan besar temperatur larutan hidrotermal pada waktu mineralisasi. Mineral bijih galena, sfalerit dan kalkopirit terbentuk pada horison logam dasar bagian bawah dengan temperatur ≥ 350oC. Pada horison ini alterasi bertipe argilik sempurna dan terbentuk mineral alterasi temperatur tinggi seperti adularia, albit dan feldspar. Fluida hidrotermal di horison logam dasar (bagian tengah) bertemperatur antara 200o- 400oC. Mineral bijih terdiri dari argentit, elektrum, pirargirit dan proustit. Mineral ubahan terdiri dari serisit, adularia, ametis, sedikit mengandung albit. Horison bagian atas terbentuk pada temperatur < 200oC. Mineral bijih terdiri dari emas di dalam pirit, Ag-garamsulfo dan pirit. Mineral ubahan berupa zeolit, kalsit, agate.
Gambar alterasi hubungannya dengan mineralisasi dalam tipe endapan epitermal logam dasar (Guilbert dan Park, 1986)
Gambar mineralogi alterasi di dalam sistem hidrotermal (Corbett dan Leach, 1996)
II.2 Contoh Aplikasi Pengetahuan Alterasi Hidrotermal Mineralisasi tembaga pada endapan porfiri sangat berkaitan erat dengan proses alterasi hidrotermal, maka pemahaman mengenai proses alterasi hidrotermal menjadi amat penting dalam kegiatan eksplorasi. Alterasi hidrotermal menyebabkan perubahan pada mineralogi dan komposisi batuan yang berinteraksi dengan fluida hidrotermal. Perubahan mineralogi dan komposisi batuan akibat proses alterasi hidrotermal, erat kaitannya dengan perubahan unsur-unsur kimia pada batuan yang teralterasi. Dengan mempelajari perubahan komposisi unsur-unsur kimia dalam batuan yang teralterasi dengan menggunakan pendekatan mineralogi dan geokimia, dapat diketahui seberapa intens batuan tersebut telah teralterasi. Hal tersebut akan sangat membantu untuk mengetahui karakteristik alterasi hidrotermal dan mineralisasi di daerah tersebut (Arifudin Idrus dan Evaristus Bayu Pramutadi, 2008) Mineralisasi emas dipengaruhi oleh larutan hidrotermal yang mengalir melewati permeabilitas (sekunder maupun
primer) batuan, sehingga terjadi proses alterasi yang
merubah komposisi kimiawi, mineralogi dan tekstur batuan
asal yang dilaluinya. Tipe
alterasi dan mineralisasi pada suatu daerah mempunyai sifat dan karakteristik tersendiri yang sering dicirikan dengan adanya himpunan mineral tertentu. Keberadaan zona alterasi dan mineralisasi ini akan membantu dalam perencanaan pengembangan eksplorasi mineral bijih yang mengandung emas. Salah satu indikator yang berpengaruh terhadap kehadiran urat -urat pembawa mineral bijih berharga adalah struktur rekahan (kekar dan sesar). Jaringan kekar yang berkembang merupakan jalan bagi larutan sisa magmatisme untuk mengisi dan tempat terendapkannya mineral-mineral bijih. Kebanyakan emas epitermal terdapat dalam vein-vein yang berasosiasi dengan alterasi Quartz-Illite yang menunjukkan pengendapan dari fluida-fluida dengan pH mendekati netral (fluida-fluida khlorida netral). Dalam alterasi dan mineralisasi dengan jenis fluida ini, emas dijumpai dalam vein, veinlet, breksi ekplosif atau breksi hidrotermal, dan stockwork atau stringer Pyrite + Quartz yang berbentuk seperti rambut (hairline). Emas epitermal juga terdapat dalam alterasi Advanced-Argillic dan alterasialterasi sehubungan yang terbentuk dari fluida-fluida asam sulfat. Dalam alterasi dan mineralisasi dengan jenis fluida ini, emas dijumpai dalam veinlet, batuan-batuan silika masif, atau dalam rekahan-rekahan atau breksi-breksi dalam batuan yang tersilisifikasikan, serta dapat hadir bijih tembaga seperti enargite, luzonite, dan covelite.
DAFTAR PUSTAKA
Artadana, I Putu E., & Purwanto, Heru S., 2011, “Geologi, Alterasi dan Mineralisasi Daerah Nyrengseng dan Sekitarnya, Kecamatan Cisewu, Kabupaten Garut, Propinsi Jawa barat, Yogyakarta: Jurusan Teknik Geologi FTM UPN Veteran Yogyakarta Evans, A,M., Ore geology and Industrial Minerals, Blackwell scientific publication. Guilbert, G.M & Park, C.F., 1986, The Geology of Ore Deposits, W.H. Freeman and Company, New York. Hedenquist,J.W., 1998, Hydrotermal System in Volcanic arc, Original of and
exploration
for epitermal Gold Deposit, catatan kursus 13 Mei 1998, PT Geoservice Ban Idrus, Arifudin, & Pramutadi, EB., 2008, Mineralisasi Bijih dan Geokimia Batuan Samping Vulkaniklastik Andesitik yang Berasosiasi dengan Endapan Tembaga – Emas Porfiri Elang, Pulau Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, Yogyakarta: Hurusan Teknik Geologi FT-UGM http://www.barkervillegold.com, diakses pada 22 Maret 2011 http://earthsci.org/mineral/mindep/depfile/skarn.htm, diakses pada 22 Maret 2011 http://www.mistycreekventures.com, diakses pada 22 Maret 2011 http://geologiblankfive.files.wordpress, diakses pada 22 Maret 2011 http://geologicalintroduction.baffl.co.uk, diakses pada 22 Maret 2011
View more...
Comments