Alqur'an (Mafhum Dan Macam-Macamnya)

August 31, 2022 | Author: Anonymous | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download Alqur'an (Mafhum Dan Macam-Macamnya)...

Description

 

MAKALAH “MAFHUM DAN

MACAM -M ACAMNYA ” 

Dosen Pengampu: KHAIRUDDIN SQ., S.Ag., M.Pd. 

Disusun Oleh : GINA HALIMATUSSA’DIAH  HALIMATUSSA’DIAH 

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM INSTITUT AGAMA ISLAM HAMZANWADI (IAIH) PANCOR Tahun Akademik 2019

 

BAB I PENDAHULUAN

Pembagiannya   A. Mafhum dan Pembagiannya

Mafhum secara bahasa adalah sesuatu yang dipahami dari suatu teks, sedangkan menurut istilah adalah “pengertian “pengertian tersirat  tersirat dari suatu lafal (mahfum muwafaqah) atau pengertian kebalikan dari pengertian lafal yang diucapkan (mafhum mukhalafah). Tegasnya, dilālat dilālat al al-mafhūm mafhūm itu  itu adalah penunjukkan lafal nash atas suatu ketentuan hukum yang didasarkan atas pemahaman dibalik yang tersurat. Contohnya Q.S al-Isra’ al-Isra’ ayat  ayat 23: 

   ‫ف و‬      “Jangan  kamu mengucapkan kepada kedua ibu bapakmu ucapan “uf” “Jangan  “uf”   dan janganlah kamu membentak keduanya”.   Hukum yang tersurat dalam ayat tersebut adalah larangan mengucapkan kata kasar “uf” “uf”   dan menghardik orang tua. Dari ayat itu juga dapat dipahami adanya ketentuan hukum yang tidak disebutkan (tersirat) dalam ayat tersebut, yaitu haramnya memukul orang tua dan  perbuatan lain yang menyakiti orang tua. Mafhum dapat dibagi kepada dua macam, yaitu mafhum muwafaqah dan mafhum mukhalafah. 1.  Mafhum Muwafaqah Adalah suatu petunjuk kalimat yang menunjukkan bahwa hukum yang tertulis pada kalimat itu berlaku pada masalah yang tidak tertulis, dan hukum yang tertulis ini sesuai dengan masalah yang tidak tertulis karena ada persamaan dalam maknanya. Disebut mafhum muwafaqah karena hukum yang tidak tertulis sesuai dengan hukum yang tertulis. Mafhum muwafaah dibagi menjadi dua bagian: a.  Fahwal Khitab, yaitu apabila yang dipahamkan lebih utama hukumnya daripada yang diucapkan. Contohnya firman Allah swt dalam QS. AlAl-Isra’ Isra’ ayat  ayat 23:

‫ف‬     

“Janganlah kamu mengatakan kata-kata keji kepada dua orang ibu bapakmu.”  “Janganlah kamu Sedangkan kata-kata keji saja tidak boleh (dilarang) apalagi memukulnya.

 b.  Lahnal Khitab, yaitu apabila yang tidak diucapkan sama hukumnya dengan yang diucapkan. Seperti firman Allah swt.:

   ‫ن س‬   ‫ وس‬‫راص‬  َ      ‫ن‬     ‫ ظ‬  ‫ال‬ ‫ن‬    ‫ن‬

“Sesungguhnya   orang-orang yang memakan harta benda anak yatim secara aniaya “Sesungguhnya  sebenarnya memakan api kedalam perut mereka”. 

 

Membakar atau setiap cara yang menghabiskan harta anak yatim sama hukumnya dengan memakan harta anak yatim, yang berartti dilarang (haram). 2.  Mafhum mukhalafah Adalah pengertian yang dipahami berbeda dengan ucapan, baik dalam istinbat (menetapkan) maupun nafi (meniadakan). Oleh karena itu, hal yang dipahami selalu kebalikannya daripada bunyi lafal yang diucapkan. Seperti dalam firman Allah swt pada QS. al-Jum’ah al- Jum’ah ayat  ayat 9:

  ‫ذ‬ ‫ع‬ ‫ وذرو ا‬

 ‫س‬  ‫ ا‬   ‫ة‬    ‫دي‬ ‫ذا‬

“Apabila  kamu dipanggil untuk mengerjakan sholat pada hari  jum’at, “Apabila   jum’at,   maka bersegeralah kamu mengerjakan dan tinggalkan jual beli.”  Dapat dipahami dari ayat ini, bahwa boleh jual beli di hari  jum’at  jum’at   sebelum adzan si mu’adzin dan mu’adzin  dan sesudah mengerjakan sholat. Mafhum mukhalafah sendiri terbagi menjadi : a.  Mafhum al-Washfi (pemahaman dengan sifat) adalah petunjuk yang dibatasi oleh sifat, menghubungkan hukum sesuatu kepada syah satu sifatnya. Dalam mafhum sifat terdapat tiga bagian, yaitu mushtaq, hal (keterangan keadaan) dan ‘adad (bilangan). ‘adad  (bilangan). Misalnya pada sabda Rasulullah saw.:

‫ة‬ ‫ زز‬ ‫ا‬  ‫ ا‬

“para binatang yang digembalakan itu ada kewajiban zakat” “para binatang kewajiban  zakat”  Mafhum mukhalafahnya adalah binatang yang diberi makan, bukan yang digembalakan..[ix] digembalakan [ix]   Mafhum sifat ada 3 macam: 1)  Mustaq dalam ayat. Contohnya dalam QS. Al-Hujarat ayat 6:

‫د‬َ                     ‫ن‬      ‫ س‬     ‫ن‬  ‫ آ‬

“Hai  orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang-orang fasiq “Hai  membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan  suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya keadaann ya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.”  Dapat dipahami dari ungkapan kata ‘fasiq’ ‘fasiq’   ialah orang yang tidak wajib ditelliti  beritanya. Ini berarti bahwa berita yang disampaikan oleh seseorang yang adil wajib diterima. 2)  Hal (keterangan keadaan) Seperti fiman Allah, QS. Al-Maidah ayat 95:

  ‫ ا‬     ‫ ا‬          ‫م و‬ ‫ ح‬  ‫ و‬ ‫ا‬      ‫ ا‬        ‫ه‬ ‫ل‬ ‫وق‬        ‫ ص‬ ‫ل ذ‬ ‫و‬    ‫م‬‫ ط‬‫رة‬  ‫و‬    ‫ غ‬       ‫ل‬  ‫ذوا‬     ‫ و‬       ‫د‬  ‫ و‬  ‫س‬    ‫ ذ ا‬ “Hai   orang-orang yang beriman, janganlah kamu membunuh binatang buruan, “Hai ketika kamu sedang ihram. Barangsiapa diantara kamu membunuhnya dengan  sengaja, maka dendanya ialah mengganti dengan binatang ternak seimbang

 

dengan buruan yang dibunuhnya, menurut putusan dua orang yang adil diantara kamu sebagai had-yad yang dibawa sampai ke  Ka’bah  Ka’bah   atau (dendanya) membayar kaffarat dengan memberi makanan orang-orang miskin atau berpuasa  seimbang dengan makanan yang dikeluarkan itu, supaya dia merasakan akibat buruk dari perbuatannya. Allah telah memaafkan apa yang telah lalu dan barangsiapa yang kembali mengerjakannya, niscaya Allah akan menyiksanya,  Allah Maha Kuasa lagi mempunyai (kekuasaan untuk) menyiksa.”  Ayat ini menunjukkan tiadanya hukum bagi orang yang membunuhnya karena tak sengaja. Sebab penentuan “sengaja” “sengaja”   dengan kewajiban membayar denda dalam  pembunuhan binatang buruan tidak sengaja. 3)  ‘Adad (bilangan) Seperti firman Allah dalam QS. Al-Baqarah ayat 197:

 ‫ج‬  ‫ا‬      ‫ش‬      ‫ج و‬ ‫ ا‬ ‫ال‬ ‫ق و‬ ‫ث و‬‫ ر‬ ‫ج‬ ‫ ا‬   ‫ض‬   ‫ت‬        ‫خ‬ ‫ب‬ ‫ن و ا‬‫ وا‬ ‫ا‬ ‫اد ا‬  ‫ن خ‬  ‫ دو‬   “(Musim)   haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barangsiapa yang “(Musim) menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasikh dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya.  Berbekallah dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah taqwa dan bertaqwalah kepada-Ku, hai orang-orang yang berakal.”  Mafhumnya ialah melakukan ihram diluar bulan-bulan itu tidak syah. b.  Mafhum illat adalah menghubungksn hukum sesuatu karena illatnya. Mengharamkan minuman keras karena memabukkan. c.  Mafhum ghayah  (pemahaman dengan batas akhir) adalah lafal yang menunjukkan hukum sampai pada ghayah (batasan, hinggaan), hingga lafal ghayah ini ada kalanya dengan “illa” “illa”   dan dengan “hatta’. “hatta’.   Seperti dalam firman Allah SWT dalam surat alMaidah ayat 6:

....‫ا‬‫ ا‬      ‫ و‬   ‫ة‬ ‫ا‬   ‫ ا‬    ‫ذا‬ “bila   kamu hendak nmengerjakan sholat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu “bila  sampai kepada siku”. kepada siku”.  Mafhum mukhalafahnya adalah membasuh tangan sampai kepada siku. d.  Mahfum laqaab (pemahaman dengan julukan) adalah menggantungkan hukum kepada isim alam atau isim fiil. Seperti firman Allah SWT:

  ‫ح‬       “ Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu. ibu-ibumu.””  Mafhum mukhalafahnya adalah selain para ibu.  S eperti dalam firman Allah swt.: e.  Mafhum hasr adalah pembatasan. Seperti

  ‫ك‬ ‫ و‬ َ ‫ك‬

“Hanya   Engkaulah yang kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah kami “Hanya meminta pertolongan.” meminta  pertolongan.”

 

 

Mafhum mukhalafahnya adalah bahwa selain Allah tidak disembah dan tidak dimintai pertolongan. Oleh karrena itu, ayat tersebut menunjukkan bahwa hanya Dia-lah yang berhak disembah dan dimintai pertolongan. f.  Mafhum syarat, adalah petunjuk lafadz yang memberi fadah adanya hukum yang dihubungkan dengan syarat supaya dapat dap at berlaku hukum yang sebaliknya. Seperti dalam surat al-Thalaq ayat 6:

...         ‫ت ح‬‫ و‬  ‫ن‬ ‫و‬...

“...Dan  jika mereka (istri-istri yang sudah ditalak) itu sedang hamil, maka “...Dan  berikanlah kepada mererka nafkahnya.” nafkahnya.”  Mafhum mukhalafahnya adalah istri-istri tertalak itu tidak sedang hamil, tidak wajib diberi nafkah. B. Pembagian Mafhum 

Mafhum dibedakan menjadi dua bagian, yakni: 1.  Mafhum Muwafaqah, yaitu apabila hukum yang dipahamkan sama dengan hukum yang

ditunjukkan oleh bunyi lafadz. Mafhum muwafaqah ini dibagi menjadi dua bagian: a)  Fahwal Khitab  Khitab  yaitu apabila yang dipahamkan lebih utama hukumnya daripada yang diucapkan. Seperti memukul orang tua tidak boleh hukumnya, firman Allah SWT yang artinya:  jangan kamu katakan kata-kata yang keji kepada kedua kedu a orangtua. Kata-kata yang keji saja tidak boleh apalagi memukulnya.  b)  Lahnal Khitab  Khitab  yaitu apabila yang tidak diucapkan sama hukumnya dengan diucapkan. Seperti memakan (membakar) harta anak yatim tidak boleh berdasarkan firman Allah SWT: “Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, Sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka). (Q.S An-Nisa ayat 10)” 10)”  Membakar atau setiap cara yang menghabiskan harta anak yatim sama hukumnya dengan memakan harta anak tersebut ang berarti dilarang (haram) 2.  Mafhum Mukhalafah, yaitu pengertian yang dipahami berbeda daripada ucapan, baik

dalam istinbat (menetapkan) maupun Nafi (meniadakkan). Oleh sebab hal itu yang diucapkan. Seperti firman Allah SWT:

 

“ A pabila diseru untuk menunaikan shalat Jum’at, Maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli.” beli.”   Dari

ayat

ini

dipahami

bahwa

boleh

jual

beli

dihari Jum’at

sebelum

azan dikumandangkan dan sesudah mengerjakan shalat Jum’at. Dalil Jum’at. Dalil Khitab ini dinamakan  juga mafhum mukhalafah. C. Macam-macam mafhum mukhalafah

 Ma afhum Shif Shifa at , yaitu menghubungkan hukum sesuatu kepada syah satu sifatnya. 1.   M Seperti firman Allah SWT.  ” Hendaklah bebaskan seorang budak (hamba sahaya) yang mukmin mukmin”” (Q.S. An-Nisa An-Nisa ayat 92) 2.   Mafhum ’illat   , yaitu menghubungkan hukum sesuatu menurut ’illatnya. Mengharamkan

minuman keras karena memabukkan.   3.   Mafhum ’adat   , yaitu memperhubungkan hukum sesuatu kepada bilangan tertentu.

Firman Allah SWT:  “ Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, Maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera, dera, (Q.S. An-Nur ayat 4)  

 Ma afhum gha ghayyah, yaitu lafaz yang menunjukkan hukum sampai kepada ghayah 4.   M (batasan, hinggaan), hingga lafaz ghayah ini adakalnya ”ilaa” dan dengan ”hakta”. Seperti firman Allah SWT.  “apabila kamu hendak mengerjakan shalat, Maka basuhlah mukamu dan tanganmu  sampai dengan siku, (Q.S Al-Maidah ayat 6) Firman Allah SWT: “dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci” suci ” (Q.S. Al-Baqarah ayat 222)

 5.   M  Ma afhum ha had d, yaitu menentukan hukum dengan disebutkan suatu ’adad diantara adatadat adatnya. Seperti firman Allah SWT.:  “Katakanlah: “Tiadalah Aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku,  sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau

 

makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi  –   Karena Sesungguhnya semua itu kotor –  kotor –  atau  atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah.  Allah.  6.   M  Ma afhum L aqaab, yaitu menggantungkan hukum kepada isim alam atau isim fa’il, D. SYARAT-SAYRAT MAFHUM MUKHALAFAH

Syarat-syaraf mafhum Mukhalafah, adalah seperti yang dimukakan oleh A.Hanafie dalam bukunya Ushul Fiqhi, sebagai berikut: Untuk syahnya mafhum mukhalafah, diperlukan empat e mpat syarat:  1.  Mafhum mukhalafah tidak berlawanan dengan dalil yang lebih kuat, baik dalil mantuq maupun mafhum muwafaqah. Contoh yang berlawanan dengan dalil mantuq:   “Jangan kamu bunuh anak-anakmu an ak-anakmu karena takut kemiskinan” kemiskin an” (Q.  (Q. S Isra’ ayat 31).  Mafhumnya, kalau bukan karena takut kemiskinan dibunuh, tetapi mafhum mukhalafah ini berlawanan dengan dalil manthuq, ialah: “Jangan kamu membunuh manusia yang dilarang Allah kecuali  kecuali   dengan kebenaran (Q.S Isra’ ayat 33)”  33)”  Contoh yang berlawanan dengan mafhum muwafaqah: “Janganlah engkau mengeluarkan kata yang kasar kepada orang tua, dan jangan pula engkau hardik (Q.S Isra’ ayat 23).  23).  Yang disebutkan, hanya kata-kata yang kasar mafhum mukhalafahnya boleh memukuli. Tetapi mafhum ini berlawanan dengan mafhum muwafaqahnya, yaitu tidak boleh memukuli. 2.  Yang disebutkan (manthuq) bukan suatu hal yang biasanya terjadi. Contoh: “Dan anak tirimu yang ada dalam pemeliharaanmu”  pemeliharaanmu”  (Q.S An- Nisa’  Nisa’ ayat 23).  23).  Dan perkataan Dan  perkataan “yang “ yang ada dalam pemeliharaanmu” tidak boleh dipahamkan bahwa yang tidak ada dalam pemeliharaanmu boleh dikawini. Perkataan itu disebutkan, sebab memang  biasanya anak tiri dipelihara ayah tiri karena mengikuti ibunya. 3.  Yang disebutkan (manthuq) bukan dimaksudkan untuk menguatkan sesuatu keadaan. Contoh: “Orang Islam ialah orang yang tidak mengganggu orang -orang -orang Islam lainnya, baik dengan tangan ataupun dengan lisannya (Hadits)”.  (Hadits)”.   Dengan perkataan “orang-orang “orang-orang Islam (Muslimin) tidak dipahamkan bahwa orang-orang yang bukan Islam boleh diganggu. Sebab dengan perkataan tersebut dimaksudkan, alangkah pentingnya hidup rukun dan damai di antara orang-orang Islam sendiri. 4.  Yang disebutkan (manthuq) harus berdiri sendiri, tidak mengikuti kepada yang lain. Contoh:

 

(isteri -isterimu) padahal kamu sedang beritikaf di “Janganlah kamu campuri mereka (isteri-isterimu) mesjid (Q.S Al-Baqarah ayat 187)”. 187)”.   Tidak dapat dipahamkan, kalau tidak beritikaf dimasjid, boleh mencampuri

 

DAFTAR PUSTAKA 

Abdul Wahhab Khallaf. Ilmu Ushul Fiqih Kaidah Hukum Islam. Cetakan pertama. Jakarta : Pustaka Amani, 2003. Karim, Asyafe’i. Asyafe’i. Fiqih  Fiqih Ushul Fiqih. Cetakan kedua. Bandung : CV Pustaka Setia, 2001. Sya’ban, al-Din. Sya’ban,  al-Din. Ushul al-Fiqh al-Islami. Mesir: Dar al-Ta’lif, al-Ta’lif, 1965  1965 Syafe’i, Rachmat. Syafe’i,  Rachmat. Ilmu Ushul Fiqih. Cetakan keempat. Bandung : CV. Pustaka Setia, 2010. Syarifuddin, Amir. Ushul Fiqh, Jilid II. Jakarta: PT. Logos Wacana Ilmu, 2001. Tim Penyusun. Studi Al-Qur’an. Al-Qur’an. Cetakan  Cetakan pertama. Surabaya : IAIN SA Press, 2011. Zuhaili, Wahbah. Ushul al-Fiqh al-Islam, Jilid I. Damaskus: Dar al-Fikr, 1986

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF