All About GTC
September 13, 2017 | Author: Nugraheni T R | Category: N/A
Short Description
kedokteran gigi...
Description
PEMBAHASAN 1.Jenis-jenis Bridge a)Gigi tiruan jembatan konvensional Rigid fixed bridge Sesuai namanya, GTJ jenis ini secara fixed terhubung satu sama lain, baik melalui solder masing-masing mahkota maupun sebagai satu kesatuan casting (GTJ logam tuang).Dengan kata lain, tekanan yang diterima GTJ ini akan terdistribusi secara merata ke semua unit mahkota. GTJ jenis ini sering digunakan untuk GTJ yanglong span, namun jarang digunakan untuk yang short span, karena diperlukan retensi yang sangat baik dari kedua retainer. Jika gagal risiko lepas sangat tinggi. Dengan kata lain, dalam pembuatan GTJ jenis ini perlu preparasi gigi abutment yang cukup ekstensif. -All acrylic ïƒ GTJ sementara, tekanan kunyah ringan -All metal ïƒ tidak memerlukan estetis, gigi penyangga pendek -All porcelain ïƒ ukuran abutment besar dan tekanan kunyah ringan -Kombinasi ïƒ indikasi luas, kekuatan dan estetis baik Indikasi → Penggantian 1 – 3 gigi yang saling bersebelahan; Pasien yang punya tekanan kunyah normal – kuat; Gigi penyangga tidak terlalu besar.; Gigi penyangga derajat goyangnya 1 (normal). Kontra-Indikasi → Pontics/span yang terlalu panjang; Gigi penyangga memiliki kelainan periodontal atau karies esktensif; Pasien yang masih muda dengan ruang pulpa besar. Keuntungan → Memiliki indikasi terluas dari semua jenis GTJ; Punya efek splinting terbaik dan karenanya sering digunakan sebagai perawatan penunjang periodontal. Kerugian → Jika span terlalu panjang terjadi resiko adanya gaya ungkit/bent/efek flexural. Hal ini terjadi pada saat makan, bolus makanan berada baik di gigi penyangga atau berada di tengah span/pontics. Semi fixed bridge Pada GTJ jenis ini distribusi tekanan dibagi ke masing-masing unit pontik & retainer. Disini GTJ dibagi menjadi 2 bagian, yaitu satu retainer dan gabungan pontik & retainer menggunakan desain dovetail & slot (minor & major retainer –male & female counterpart). Jarang sekali menggunakan mahkota tiruan penuh dan lebih kepada inlay atau onlay. GTJ ini lebih diindikasikan untuk yang short span di regio posterior dikarenakan pada GTJ ini tidak perlu preparasi yang ekstensif (sifat abutmentnya inlay/onlay). Disini bagian yang bersifat non-rigiddiletakkan pada bagian distal unit GTJ dengan tujuan untuk mencegah tertariknya kunci (yang menghubungkan minor & major retainer) ke arah anterior akibat adanya
efek Anterior Component Force saat terjadi oklusi. Hal ini membuat tekanan oklusal diberikan pada masing-masing pontik/retainer. Syarat ïƒ Tekanan kunyah normal/ringan dan ukuran abutment normal. Konstruksi ïƒ Non-rigid Connector di mesial diastema untuk mencegah tertariknya key karna gaya ACF. Indikasi → Salah satu abutment miring >20° atau intermediate abutment; Kehilangan 1 atau 2 gigi dengan salah satu gigi penyangga vital; Kehilangan 2 gigi dengan gigi penyangga intermediate. Keuntungan → Adanya konektor non-rigid mencegah terjadinya gaya ungkit sebagaimana yang terjadi pada GTJ rigid-fixed; Preparasi tidak terlalu ekstensif sehingga pasien yang ruang pulpanya besar tidak menjadi masalah; Prosedur sementasi bertahap sehingga jika terjadi kesalahan tidak semua unit harus diulang. Kerugian → Pembuatan relatif sulit, terutama keakuratan kedua unit retainer; Harganya relatif lebih mahal; Efek splinting kurang; Risiko fraktur pada kunci tinggi. Cantilever bridge GTJ ini merupakan jenis yang paling sederhana karena hanya punya satu abutment/retainer. Meskipun demikian, apabila proses dan preparasinya dilakukan dengan baik, desain ini memiliki kesuksesan tertinggi. Bentuk desainnya adalah pontic secara langsung terhubung/disangga oleh 1 gigi abutment. Hal ini menyebabkan tekanan yang diterima jaringan periodonsium menjadi lebih besar daripada jenis lainnya sehingga area akar dari gigi penyangga harus cukup lebar untuk menyerap tekanan tersebut. Indiaksinya untuk gigi anterior yang memiliki daya gigi ringan seperti I2, sedangkan untuk C harus menggunakan semi rigid ataurigid-fixed. Di regio posterior jaranga digunakan karena beban oklusalnya terlalu tinggi dan berisiko terjadi gaya mengungkit. Syarat ïƒ tekanan kunyah ringan, abutment sehat, dukungan tulang baik. Keuntungan → Desain sederhana, pembuatannya mudah namun hasil maksimal; Jaringan yang rusak tidak banyak; Estetika paling baik karena kesederhanaan desainnya serta menggunakan full-porcelain crown. Indikasi → Regio anterior, khususnya gigi I2 yang beban oklusal kecil. Kontra-Indikasi → Regio posterior, kecuali pada P2 bawah yang beban oklusalnya tidak terlalu besar. Kerugian → Punya daya mengungkit yang dapat merusak jaringan periodonsium (baik tulang maupun mukosa); Terjadi rotasi palato-labial, namun hal ini jarang terjadi karena adanya keseimbangan jaringan mukosa bibir, pipi, dan lidah; Indikasi sangat terbatas.
Spring Bridge Disini pontics teerhubung dengan retainer melalui palatal bar yang panjang dan fleksibel, dengan kata lain GTJ ini merupakan kombinasi antara retainerp oleh dan potesa jaringan dimana tekanan mastikasi yang seharusnya diterima oleh pontic akan diserap oleh mukoperiosteum via palatal bar tersebut. Hal ini sangat menguntungkan terutama bagi pasien yang memiliki beban oklusal dan daya gigit yang kuat serta menginginkan estetika tertinggi (full- porcelain). Selain itu, preparasi gigi hanya perlu satu karena retainer yang akan digunakan hanya 1 serta faktor diastema bukan menjadi persoalan sebagaimana pada GTJ jenis lainnya. Namun, pembuatannya sangat sulit dan perlu keakuratan yang tinggi. Indikasi → Dimana estetika merupakan hal utama, GTJ jenis ini menjadi pilihan terbaik karena letak gigi penyangga tidak tepat disebelah pontics sehingga tidak terlalu terlihat jika menggunakan logam; Gigi dalam 1 regio tidak memungkinkan untuk digunakan sebagai gigi penyangga, baik karena faktor anatomis (akar & periodontal) maupun karena faktor fisik retainernya; Jika diperlukan adanya diastema (umumnya faktor estetik). Kontra-Indikasi → Pasien muda yang mahkota klinisnya terlalu pendek sehingga kurang retentif untuk dijadikan penyangga; Pada gigi di mandibula; Bentuk palatal tidak memungkinkan, entah karena adanya torus atau bentuknya yang terlalu dangkal/dalam. Selain alasan fungsional, faktor estetik juga menjadi masalah; Gigi penyangga tidak memiliki kontak proksimal, menyebabkan gigi berisiko bergerak. Keuntungan → Mendapat hasil estetika yang sangat baik; Waktu kunjungan relatif lebih singkat; Desain umumnya disambut baik oleh pasien karena faktor estetika dan kekuatan yang tahan lama; Tingkat kegagalan rendah selama preparasi dan pembuatannya benar. Kerugian → Palatal bar dapat membengkok/patah suatu saat jika ada gaya yang cukup besar seperti trauma atau sering bergerak atau bahkan secara alami; Meskipun waktu kunjungan singkat, waktu pembuatan cukup lama dan kompleks serta butuh keahlian. Compound Bridge Merupakan kombinasi dari 2 jenis GTJ atau lebih dengan tujuan untuk membuat suatu unit yang dapat saling membagi/mendistribusi tekanan kunyah diantara pontik ke retainernya. Beberapa jenisnya antara lain: rigid- fixed & semi-rigid, rigid-fixed& spring, rigidfixed & cantilever. GTJ ini digunakan karena tidak mungkin hanya menggunakan 1 jenis/unit GTJ saja pada satu kasus disebabkan oleh banyaknya gigi yang hilang (flexural effect). Keuntungan utama dari GTJ ini adalah mampun memecah 1 unit GTJ yang kompleks menjadi beberapa unit fungsional dan mencegah kegagalan restorasi seperti contoh diatas. Telecospic Bridge Gigi tiruan jembatan yang umumnya dibuat pada gigi yang miring (drifting). Preparasi tetap sesuai dengan sumbu giginya tetapi pada pembuatan coping di sisi mesialnya sejajar dengan sumbu gigi penyangga lain dengan kombinasi backing-facing metalporselen.
b)Gigi tiruan jembatan “sophisticated― Resin bonded prostheses / adhesive bridge Retainer hanya berupa pelat metal yang dilekatkan pada bagian lingual/oklusal dengan sistem etsa tanpa/sedikit preparasi. -Rochette bridge -Maryland bridge -Implant bridge Removable bridge Tujuan ïƒ menanggulangi masalah sulitnya membersihkan periodonsium di bawah pontik dan antara gigi penyangga dengan pontik. GTJ ini dapat dilepas namun kelemahannya tidak tahan lama. c)Perbandingan Desain Conventional Bridge Fixed-fixed No. Kelebihan
Kekurangan
1.
Desain yang kuat dengan
Preparasi gigi
yang paralel/sejajar,
retensi maksimum dan kuat.
menyebabkan kehilangan
jaringan yang
lebih banyak, dapat
membahayakan
pulpa, dan kekuatan
2.
Gigi penyangga khususnya
gigi juga berkurang.
dapat
dapat splint, Preparasinya jika space
sulit,
saat gigi geligi bergerak karena kehilangan periodontitis.
mengurangi
tulang
retensi;
khususnya
pada gigi sangat luas; kesejajaran harus
saat selalu diperhatikan.
3.
untuk longDesainnya cocok span
Seluruh retainermerupakan
major
8 bridges.
retainer dan require extensive (luas), preparasi destruktif gigi penyangga.
4.
Konstruksinya kuat.
5.
Jangka waktu lama.
Sementasinya sulit.
Fixed-movable
No. Kelebihan
Kekurangan
1. Preparasinya tidak
Masa penggunaannya terbatas, khususnya
membutuhkan
kesejajaran antara gigi yang satu
karena terdapat pergerakangigi
dengan yang lain.
penyangga.
2. Karena preparasinya tidak
harus
sejajar/paralel,maka desain preparasi
Konstruksinya sulit lebih dibandingkan dengan fixedfixed.
dapat berbeda.
3. Dapat melindungi jaringan gigi karena preparasi dilakukan
untuk
retainers yang destruktif.
Sulit untuk membuat temporary bridges.
minor
kurang
4. Mentolerir pergerakan gigi minor.
5. Sementasinya mudah.
ï‚·
Cantilever Bridge
No. Kelebihan
Kekurangan
1. Desain konservatif diperlukan bila gigi
Masa waktu lebih terbatas
penyangganya hanya satu.
penggunaannya
daripada penggunaan satu pontik karena penga ruh tekanan terhadap
gigi
penyangga.
2. Bila gigi penyangganya hanya satu, tidak membutuhkan preparasiyang
Konstruksi bridgenya harus kuat (rigid) untuk mencegah distorsi.
paralel/sejajar. Bila gigi penyangganya dua atau lebih, preparasi paralel akan lebih mudah karena letak gigi tersebut berdekatan.
3. Konstruksinya kuat.
Tekan an oklusal pada
4. Paling sesuai untuk menggantikan gigi
menyebabkan ti dari gigi lting penyangga,
pontik
9
anterior yang hilang/rusak.
pada khususnyapenyangga
gigi yang
terletak di distal pontik dan
sudah
berpotensi untuk tilting ke mesial. d)Perbandingan Desain Bridge dengan Preparasi Minimal ï‚·Fixed-fixed No. Kelebihan
1.
Permukaan area luas.
Kekurangan
retensinya
Kecenderungan untuk
gigi
dislodged dari retainernya tekanan
penyangga
karena
oklusal dari gigi antagonis.
2.
Menggunakan single casting dan Bila gigi penyangganya tilting, sulit relatif lebih mudah.
mendapatkan retensi yang kuat.
Retensi kedua gigi harus sama, hal ini sulit
3.
dicapai bila gigi penyangga yang satu merupakan gigi molar dan gigi yang lain merupakan gigi premolar.
ï‚·Fixed-movable No. Kelebihan
1.
Independent kemungkinan khususnya
Kekurangan
tooth
movement Tidak sesuai untuk anterior bridges.
dapat
terjadi,
pada gigi penyangga untuk alat lepasan. Major didesain
retainer dapat
untuk retensi optimum.
2.
Retensi pada minor retainer (pada alat Pembuatannya sulit. lepasan) tidak perlu terlalu kuat.
3.
4.
Retensi major dan minor retainer
Tidak sesuai untuk pemakaian yang lama
dapat berbeda-beda.
karena alat mampu
lepasannya
kurang
Alat lepasan dapat mencegah gigi untuk menahan tekanan lateral . penyangga posterior
yang
terletak
di
untuk tilting.
10 ï‚·Cantilever Bridge No. Kelebihan
1.
Kekurangan
preparasi Menggunakan konservatif
Area retensinya kecil dan rentan untuk
pada seluruh desainnya, biasanya debonding bila terkena tekanan putar hanya minimal
disertai single preparasi
untuk retainernya.
2.
Cocok untuk menggantikan gigi insisif lateral, menggunakan gigi kaninus sebagai gigi penyangga.
(torquing forces).
3.
Cocok untuk pemakaian dalam waktu singkat untuk posterior.
4.
gigi
Memudahkan pasien
untuk
membersihkan daerah di antara pontik dan gigi yang sehat dengan floss.
5.
Tidak perlu preparasi yang sejajar.
6.
Konstruksinya mudah.
2.Indikasi dan Kontraindikasi Bridge serta Persyaratan Gigi Abutment a)Pertimbangan Umum ï‚·Sikap pasien terhadap kesehatan gigi dan jaringan pendukung miliknya serta keinginannya untuk bisa sembuh, dengan kata lain sabar dan mau bekerja sama dengan dokter gigi selama perawatan berlangsung. Mengingat dalam pembuatan GTJ perlu waktu yang cukup lama dan kunjungan berkala. ï‚·Pasien dari kalangan yang cukup mampu karena harga GTJ cukup mahal. ï‚·Memiliki OH yang tinggi. Pasien yang memiliki risiko karies tinggi menyebabkan GTJ tidak bertahan lama, khususnya pada retainer/abutment dari GTJ tersebut. b)Indikasi Umum ï‚·Secara psikologis, pasien (terutama yang mampu) menganggap GTL bukanlah bagian dari tubuh mereka sehingga mereka menganggap GTC (dalam hal ini GTJ) merupakan pilihan yang terbaik untuk menggantikan gigi mereka yang hilang. Selain itu segi estetika dan higiensi juga diperhatikan karena pandangan umum menganggap GTL membuat mulut menjadi bau dan dari segi estetik kurang.
ï‚·Pada pasien yang punya penyakit sistemik, terutama yang menyebabkan sinkop/kolaps/ketidaksadaran, maka penggunaan GTL umumnya dikontraindikasikan karena berisiko lepas dan patah, sehingga untuk mengurangi rasa khawatir ini digunakan GTC sebagai alternatifnya. ï‚·Pasien pasca-perawatan ortodontik seringkali kehilangan giginya akibat faktor kebutuhan ruang. Seringkali kepercayaan diri pasien menjadi turun karena faktor ini dan karenanya perlu gigi pengganti. Penggunaan GTJ diindikasikan karena kestabilan dan ketahanannya untuk menjaga agar gigi tidak bergerak lagi. ï‚·Dalam pasien yang memerlukan perawatan periodontal, gigi-gigi yang goyang atau kurang stabil akan dirawat dengan splinting, disini penggunaan GTJ diindikasikan untuk splinting cekat sehingga pergerakan/kegoyangan gigi tidak makin parah dan gaya/tekanan mastikasi dapat tersebar secara merata. Namun penting untuk diingat bahwa GTH bukanlah sebagai perawatan utama namun sebagai penunjang karena gigi yang goyang bukanlah gigi yang baik untuk digunakan sebagai gigi abutment. ï‚·Dari aspek bicara, penggunaan GTL dirasa kurang nyaman karena sering bergerak sehingga mengganggu fungsi bicara. Penggunaan GTC dapat menghilangkan rasa tidak nyaman ini dan memperbaiki fungsi bicaranya. ï‚·Membuat kestabilan proses mastikasi & membantu menyebarkan beban oklusal secara merata ke jaringan periodonsium dan tulang rahang, dimana kedua faktor tersebut jarang dicapai di dalam GTL. c)Kontra-Indikasi Umum ï‚·Pasien yang tidak bisa diajak bekerjasama, seperti pada pasien anak-anakataupun pasien yang lanjut usia karena sulit untuk bersabar serta komunikasi yang sulit. Selain itu, pada pasien yang secara medis mengalami penyakit sepertikejang-kejang mendadak atau gangguan otak juga dikontraindikasikan karena dapat mengganggu proses preparasi. ï‚·Pasien yang masih muda karena ruang pulpanya masih besar. Sama seperti dengan pembuatan mahkota tiruan, pembuatan GTJ perlu preparasi yang cukup ekstensif karena menggunakan bahan PFM. ï‚·Pasien yang tidak bisa diadministrasi anestesi lokal (e.g. hipertensi, gangguan jantung, dll.). Apabila masih memungkinkan gunakan obat yang tidak memakain epinefrin. ï‚·Pasien yang memiliki risiko karies tinggi serta penyakit periodontal. ï‚·Pasien yang memerlukan pontik gigi dalam jumlah besar, membuat length of span tinggi dan menyebabkan beban GTJ makin besar, terutama pada jaringan periodontal dan gigi penyangganya.
Pasien yang memiliki abutment teeth yang karies ekstensif dan merusak jaringan mahkota seluruhnya atau terlalu parah. Selain itu gigi yang mengalami deformitas kongenital juga tidak bisa digunakan. Gigi penyangga mengalami rotasi/tilting – tidak dalam satu bidang sejajar. d)Persyaratan Gigi Abutment Tiap restorasi harus mampu menahan beban oklusal yang diterimanya. Pada bridge, gaya yang seharusnya diterima gigi hilang akan didistribusikan melalui pontic, connector, & retainer, ke gigi abutment. Jadi gigi abutment akan menerima beban oklusal tambahan. Sebisa mungkin, gigi yang akan dijadikan abutment haruslah gigi yang vital. Namun gigi yang telah dirawat endo dengan baik dan asimtomatik juga bisa dijadikan abutment dengan syarat masih ada sebagian struktur mahkota yang tersisa. Pada gigi seperti ini bisa dipasangkan dowel crown. Jaringan periodontal disekitar calon gigi abutment harus sehat dan bebas inflamasi sebelum memulai tahapan perawatan prostho. Bakal gigi abutment juga seharusnya tidak mengalami kegoyangan. Selain itu kita harus mengevaluasi beberapa faktor terkait kondisi akar gigi dan jaringan penyangganya yaitu rasio mahkota-akar, bentuk akar, & luas daerah perlekatan ligamen periodontal (Ante’s Law). Rasio mahkota-akar Merupakan perbandingan antara panjang gigi yang berada oklusal dari tulang alveolar dengan panjang gigi yang tertanam di tulang alveolar. Bila panjang gigi yang tertanam di tulang alveolar makin berkurang, maka kemungkinan gigi tersebut untuk menerima gaya lateral akan meningkat. Rasio mahkota-akar yang optimal untuk calon gigi abutment untuk bridge adalah 2:3 dan minimal 1:1 dalam kondisi normal (jaringan perio sehat, tidak ada kegoyangan, gigiabutment utuh dan kuat). Namun rasio yang lebih besar dibanding 1:1 juga bisa digunakan apabila gigi-gigiantagonis dari bakal bridge terdiri dari gigi tiruan, karena beban oklusalnya akan lebih sedikit sehingga beban yang diterima abutment juga berkurang. Beban oklusal yang diterima dari gigi tiruan jauh lebih sedikit dibandingkan beban oklusal dari gigi asli (26.0 lb untuk GTSL, 54.5 lb untuk bridge, 150.0 lb untuk gigi asli). Bentuk akar Bentuk akar gigi yang lebih lebar ke arah labiolingual dibandingkan mesiodistalnya akan lebih baik dibandingkan dengan akar gigi yang membulat. Gigi posterior berakar jamak dengan akar yang divergen akan memiliki penjangkaran yang lebih baik dibandingkan gigi dengan akarakar yang konvergen, berfusi, atau bentuknya konus. Gigi-gigi dengan akar yang konus dapat digunakan sebagai abutment untuk bridge short-span jika kondisi faktor-faktor lain optimal. Gigi
berakar tunggal dengan bentuk akar yang ireguler atau melengkung di 1/3 apikal juga lebih baik sebagai abutment dibandingkan gigi dengan bentuk akar yang rapi. ï‚·Luas daerah perlekatan ligamen periodontal Disebut juga dengan luas permukaan akar. Menggambarkan seberapa luas daerah perlekatan ligamen periodontal antara akar gigi dan tulang alveolarnya. Gigi yang lebih besar memiliki luas daerah akar yang lebih besar dan lebih mampu menahan beban oklusal tambahan. Jika tulang alveolar telah mengalami kerusakan akibat penyakit periodontal, maka kemampuan gigi tersebut sebagai abutment akan berkurang. Panjang pontic dibatasi oleh gigi abutmentnya dan kemampuan abutment untuk menerima beban oklusal tambahan. Berdasarkan Hukum Ante, luas permukaan akar dari gigi abutment harus sama atau melebihi luas permukaan akar gigi yang akan digantikan oleh pontic. Dari hukum tersebut, bisa ditentukan berapa gigi yang bisa digantikan. Namun, semua gigi tiruan cekat yang menggantikan lebih dari dua gigi hilang dianggap berisiko tinggi. GTCS dengan panjang pontic yang pendek akan memiliki prognosis lebih baik dibandingkan dengan GTCS dengan pontic yang cukup panjang. Hal ini bukan hanya ditentukan oleh luas permukaan akar saja. Kerusakan pada GTCS akibat beban abnormal juga dipengaruhi oleh leverage dan torsi. Selain itu faktor biomekanis dan faktor dari material yang digunakan juga berperan dalam ketahanan GTCS. GTCS long-span selain memberikan beban lebih banyak pada ligamen periodontal ternyata juga lebih kaku. Deflection yang bisa terjadi pada GTCS berbanding lurus dengan panjangnya dan berbanding terbalik dengan ketebalan oklusogingival dari pontic. Faktor
Pengaruh terhadap deflection
Pontic span ï‚·
1 gigi
ï‚·
Deflection = x
ï‚·
2 gigi
ï‚·
Deflection = 8x
ï‚·
3 gigi
ï‚·
Deflection = 27x
ï‚·
Deflection = x
Ketebalan oklusogingival pontic ï‚·
t
ï‚·
½ t
ï‚·
Deflection = 8x
Pontic yang lebih panjang juga memproduksi torsi lebih besar, terutama pada bridge dengan gigi abutment yang lemah. Untuk mengurangi deflection akibat pontic yang panjang dan/atau tipis, pontic harus didesain dengan ketebalan oklusogingival yang cukup. Selain itu gigi tiruan juga bisa dibuat menggunakan logam dengan yield strengthyang tinggi seperti nikel-kromium. Karena gaya oklusal pada bridge diteruskan dari pontic ke gigi abutment, gaya yang bekerja pada crown gigi abutment berbeda dengan gaya yang bekerja pada crownuntuk restorasi satu gigi. Gaya pada crown gigi abutment di bridge cenderung bekerja dalam arah mesiodistal dibandingkan dalam arah bukolingual seperti pada crown biasa. Oleh karena itu, preparasi mahkota untuk gigi abutment harus mempunyai resistensi dan ketahanan struktural yang lebih. Hal ini bisa diperoleh dengan membentuk beberapa groove termasuk di permukaan bukal dan lingual pada preparasi mahkota. Kadangkala pada bridge juga digunakan abutment sekunder apabila abutmentprimernya kurang dari ideal. Ada beberapa syarat untuk memilih abutment sekunder ini. Abutment sekunder harus memiliki luas permukaan akar yang minimal sama dengan luas permukaan akar pada abutment primernya. Panjang mahkota giginya juga harus memadai dan harus ada ruang diantara abutment primer dan sekunder untuk mencegah tertekannya gingiva. Nantinya saat pontic menerima gaya, gaya tegangan akan didistribusikan ke abutment sekunder. Kelengkungan rahang juga memiliki pengaruh terhadap stres yang terjadi pada bridge. Jika posisi pontic berada diluar dari garis sumbu antar-abutment, maka pontic akan berperan sebagai lengan pengungkit yang mampu menghasilkan torsi. Torsi ini bisa diatasi dengan memasang retensi tambahan pada arah yang berlawanan dengan arah lengan pengungkit serta dalam jarak yang sama dengan jarak antara lengan pengungkit dengan garis sumbu antar-abutment. 3.Komponen-komponen pada Bridge dan Tipe-tipenya a)Retainer Adalah bagian dari gigi tiruan jembatan yang menghubungkan gigi tiruan tersebut dengaan gigi penyangga. Fungsi: -memegang/ menahan supaya gigi tiruan tetap stabil ditempatnya -menyalurkan beban kunyah (dari gigi yang diganti) ke gigi penyanggaMacam-macam retainer: ï‚·Extra coronal retainer: meliputi bagian luar makota gigi
i.Full-veneer Crown Retainer Indikasi: -Tekanan kunyah normal/ besar -Gigi-gigi geligi yang pendek -Intermediare abutment paska perawatan periodontal -Untuk gigi tiruan jembatan yang pendek maupun panjang Keuntungan: -Indikasi luas -Memberikan retensi dan resistensi yang terbaik -Memberikan efek splinting yang terbaik Kerugian: -Jaringan gigi yang diasah lebih banyak -Estetis kurang optimal (terutama bila terbuat dari all metal) ii.Partial-veneer Crown Retainer Indikasi: -Gigi tiruan jembatan yang pendek -Tekanan kunyah ringan / normal -Bentuk dan besar gigi penyangga harus normal -Salah satu gigi penyangga miring Keuntungan: -Pengambilan jaringan gigi lebih sedikit -Estetis lebih baik daripada FVC retainer Kerugian: -Indikasi terbatas -Kesejajaran preparasi antara gigi penyangga sulit
-Kemampuan dalam hal retensi dan resitensi kurang -Pembuatannya sulit (dalam hal ketepatan) ï‚·Intra Coronal Retainer: meliputi bagian dalam mahkota gigi penyangga Bentuk: Inlay MO/DO/MOD dan Onlay Indikasi: -Gigi tiruan jembatan yang pendek -Tekanan kunyah ringan atau normal -Gigi penyangga dengan karies klass II yang besar -Gigi penyangga mempunyai bentuk/ besar yang normal Keuntungan: -Jaringan gigi yang diasah sedikit -Preparasi lebih mudah -Estetis cukup baik Kerugian: -Indikasi terbatas -Kemampuan dalam hal retensi dan resistensi -Mudah lepas/patah ï‚·Dowel retainer Retainer yang meliputi saluran akar gigi, dengan sedikit atau tanpa jaringan mahkota gigi dengan syarat tidak sebagai retainer yang berdiri sendiri Indikasi: -Gigi penyangga yang telah mengalami perawatan syaraf -Gigi tiruan jembatan yang pendek -Tekanan kunyah ringan -Gigi penyangga perlu perbaikan posisi/inklinasi
Keuntungan: -Estetis baik -Posisi dapat disesuaikan Kerugian: -Sering terjadi fraktur akar b)Pontik dan Edentulous Ridge Desain gigi prosthetic akan mempengaruhi estetis, fungsi, mudah dalam pembersihan, menjaga kesehatan jaringan pada edentulous ridge, dan kenyamanan pasien. Pontik dapat metalceramic, cast-metal, atau, resin processed to metal. Beberapa studi klinis telah menunjukkan bahwa semua material digunakan untuk pontik ditolerir dengan sama, meskipun inflamasi dapat terjadi di jaringan gingival dalam respon terhadap beberapa diantaranya. Porcelain telah diamati kemudahan pembersihannya dan hygienic, dan banyak klinisi menyarankan glazed porcelain sebagai the preferred, atau hanya, material yang seharusnya menyentuh edentulous ridge. Karena sifat porus resin, dan kesulitan dalam menjaga highly polished surface on it, resin sebaiknya tidka digunakan pada pontik di dekat jaringan. Glazed atau highly polished porcelain dan gold diutamakan untuk kontak jaringan. Desain yang pantas lebih penting untuk cleanability dan kesehatan yang baik dari jaringan dibanding pemilihan material. Perubahan jaringan disekitar dengan kehilangan gigi untuk itu pontik tidak dapat dengan tepat mejiplak gigi yang hilang. Resorpsi alveolar dan remodeling membentuk kembali area edentulous yang mengelilingi puncak tulang dan mengisi soket tulang. Ada trauma atau penyakit periodontal berhubungan dengan kehilangan gigi, bentuk akhir ridge yang telah sembuh bahkan mungkin lebih greater departure dari bentuk aslinya. Karena beberapa jaringan penyokong hilang ketika ketika gigi tanggal, dan karena pontik ada terletak diatas jaringan dibanding tumbuh sana, modifikasi harus dibuat pada morfologi gigi dasar unruk memastikan bahwa pontik akan dapat dibersihkan dan tidak melukai jaringan. ï‚·Tissue Contact Besar dan bentuk kontak pontik dengan ridge adalah sangat penting. Kontak jaringan yang berlebihan telah dikutip sebagai factor utama dalam kegagalan fixed partial denture. Telah banyak kesepakatan menyatakan bahwa area kontak antara pontik dan ridge sebaiknya kecil (fig 26-6,A) dan bagian pontik menyentuh rigde sebaiknya secembung mungkin. Bagaimanapun juga, jika ada kontak sepanjang sudut gingivo-facial pontik, harus tidak ada ruang antara pontik dan jaringan lunak di bagian facial ridge (fig 26-6 A). Jika ujung pontik meluas melebihi mucogingival junction, maka akan terjadi ulcer disana (fig 26-7 A). Pontik sebaiknya berkontak hanya pada attached keratinized gingiva (fig 26-7 B).
Mendapatkan adaptasi yang dekat dari pontik dengan kompresi jaringan tidak diindikasikan, karena tekanan yang dihasilkan pada ridge mungkin menyebabkan inflamasi. Sudah menjadi suatu pengetahuan umum bagi dokter gigi bahwa pontik sebaiknya mengusahakan tidak ada tekanan pada ridge. Bagaimanpun juga, pontik tidak berkontak dengan ridge pada saat insersi prosthesis dapat menjadi dikelilingi oleh jaringan hypertrophied setelah waktu di mulut. Meskipun satu studi menunjukkan bahwa jaringan dibawah pontik dapat dijaga agar berada dalam keadaan bebas-inflamasi jika pasien flossing setidaknya sekali sehari, akan ada cetakan atau jejak pontik di ridge bahkan tanpa inflamasi. Ada peningkatan resiko kegagalan klinis jika kesuksesan bergantung terlalu banyak pada kooperasi pasien. Postinsertion Hygiene Embrasure mesial, distal dan lingual gingival dari pontik sebaiknya terbuka lebar untuk mengijinkan akses yang mudah bagi pasien untuk pembersihan, dan kontak antara pontik dan jaringan harus mengijinkan lewatnya floss dari satu retainer ke retainer lainnya. Setelah FPD disemen, ajari pasien teknik yang sesuai yang dapat dikuasai. Motivasi individual untuk melatih oral hygiene disekeliling dan dibawah pontik dengan dental floss (fig 26-8), interproksimal brushes (fig 26-9) atau pipe cleaners. Metode yang digunakan bergantung pada ukuran embrasure, aksesibilitas, dan kemampuan pasien. Berikan pasien waktu untuk mempelajari teknik dan peragakan kemampuan untuk membersihkan sisi bawah pontik dan area yang berdekatan dari abutment gigi. Bahkan permukaan terhalus pontik harus dibersihkan dengan baik dan cegah akumulasi plak. Jika pembersihan tidak dilakukan seringkali, regular interval, jaringan disekeliling pontik akan menjadi terinflamasi. Pontik yang didesain untuk peletakan di “appearance zone― harus memberikan ilusi akan gigi, secara estetis, tanpa membahayakan cleaning- ability. Pontik yang ditempatkan di “nonappearance zone― (biasanya mandibular posterior replacements) ada untuk memperbaiki fungsi dan mencegah pergeseran/drifting gigi. Karena estetik biasanya merupakan pertimbangan yang minor/tidak utama di area ini, mungkin tidak perlu menggunakan material atau kontur yang meniru anatomi dan warna gigi. Pontik sebaiknya segaris lurus mungkin antara retainer unutk mencegah torquing/putaran dari retainer dan/atau abutment. Desain pontik Jenis Design Pontik
Keterangan
1. Saddle (ridge lap)
o Pontik ini mirip dengan gigi, menggantikan gigi yang hilang.
o Overlap antara aspek facial dan lingual terhadap ridge. o Terdapat kontak antara pontik dan edentulous area o Saddle tidak dapat dibersihkan oSaddle dapat menyebabkan inflamasi 2.Modified Ridge Lap o Desain ini memberikan ilusi gigi, namun mengejar seluruh permukaan yang konveks untuk memudahkan pembersihan. oPermukaan lingual harus memiliki kontur deflektif untuk mencegah impaksi makanan dan meminimalisasi akumulasi plak. oMungkin akan ada sedikit konkavitas fasiolingual pada sisi fasial ridge, yang dapat dibersihkan dan ditoleransi oleh jaringan sepanjang kontak jaringan terbatas secara mesiodistal dan fasiolingual. (narrow mesiodistally and faciolingually). oRidge contact tidak boleh diperluas lebih lingual daripada midline edentulous ridge, bahkan pada gigi posterior. o Ketika dimungkinkan, kontur area jaringan yang berkontak pada pontik harus konveks, bahkan pembuangan operatif sejumlah kecil jaringan lunak untuk memfasilitasi hal ini pun dimungkinkan. oDengan porcelain veneer, adalah desain pontik yang paling sering digunakan pada appearance zone fixed partial dentures RA dan RB. 3.Hygienic (Sanitary) o Istilah hygienic digunakan untuk menggambarkan pontik yang tidak berkontak dengan edentulous ridge. o Desain ini sering disebut ’sanitary pontic’, yang beberapa tahun lalu merupakan nama dagang untuk pontik mandibular yang prefabricated, dan memiliki permukaan cembung dengan slot back. o Hygienic pontic digunakan pada nonappearance zone, khususnya untuk menggantikan M1 RB. Ia merestorasi fungsi oklusal dan menstabilisasi gigi tetangga dan antagonis. o Tidak ada syarat estetis, dan dapat dibuat dari metal sepenuhnya. oKetebalan oklusogingival tidak boleh kurang dari 3 mm, dan harus ada ruang di bawahnya untuk memfasilitasi pembersihan. 22
o Pontik hygienic umumnya dibuat dari semua konfigurasi yang konveks secara fasiolingual dan mesiodistal. o Pembuatan permukaan bawah yang membulat tanpa sudut memudahkan pembersihan (flossing) yang lebih mudah. Akan lebih sulit melewatkan floss di bawah permukaan yang datar, atau sudut fasiogingival dan linguogingival yang tajam. Desain yang bulat digambarkan sebagai ―fish belly―. o Desain alternatif, di mana pontik dibuat dalam bentuk concave archway mesiodistally, telah disarankan. o Permukaan memberikan
bawah
pontik
konveks
fasiolingual,
konfigurasi hyperbolic paraboloid di bagian pontik yang menghadap jaringan. Ada penambahan bulk untuk kekuatan di konektor, dan akses untuk pembersihan. o Stress dikurangi pada konektor, dan defleksi dikurangi pada pusat pontik, dengan lebih sedikit emas yang digunakan. o Versi estetik pontik ini dapat dibuat dengan memveneer dengan porselen bagian pontik yang akan tampak, bagian oklusal dan setengah oklusal permukaan fasial, yang merupakan semua permukaan fasial pontik ini. Desain ini disebut ―arcfixed partial denture―, ―modified sanitary pontic―, atau ―Perel Pontic―.
4. Conical
o Conical pontic bulat dan dapat dibersihkan, namun ujungnya kecil dibandingkan ukuran keseluruhan pontik. o Cocok untuk digunakan pada ridge mandibula yang tipis. o Ketika digunakan pada ridge yang luas dan datar, space embrasure segitiga yang besar sekitar kontak jaringan memiliki tendensi untuk pengumpulan debris. o Pontik ini sebagaimana
disebut
juga
―sanitary
dummy―,
digambarkan oleh Tinker di tahun 1918. o Penggunaannya dibatasi untuk penggantian gigi di atas ridge yang
23
tipis pada sisi yang tidak terlihat.
5. Ovate
o Pontik ovate memiliki desain round-end yang digunakan ketika estetis menjadi perhatian utama. o Pendahulunya adalah porcelain root-tipped pontic, yang digunakan sebelum tahun 1930 sebagai pengganti saddle pontic yang estetis dan sanitary. o Segmen yang berkontak dengan jaringan dari ovate pontic tumpul dan membulat, dan di-set ke dalam konkavitas ridge. Dengan mudah dapat di-floss. o Konkavitas dapat dibuat dengan menempatkan provisional fixed partial denture dengan pontik meluas 1¼ jalan ke soket segera setelah ekstraksi gigi.
oDapat juga dibuat secara surgikal pada waktu belakangan. Pontik ini bekerja baik dengan ridge yang luas dan datar, memberikan tampakan seolah tumbuh dari ridge. 6.Prefabricated Pontic o Pada 1 waktu, preformed porcelain facings lebih popular untuk
Facings
membuat pontik. Mereka membutuhkan adaptasi terhadap specific edentulous space, setelah mereka di-reglaze. o Beberapa, seperti
Trupontics, sanitary pontics, dan steeles facings
lug pada custom cast metal backing bergantung pada untuk melibatkan celah pada permukaan oklusal atau lingual dari facing. oSejumlah besar porselen menghasilkan thin gold backing yang dapat dengan mudah mengalami flexing. Harmony dan Trubyte facings menggunakan pin horizontal yang pas dengan gold backing. Mereka sulit digunakan pada pasien dengan space oklusogingival yang terbatas, dan refitting pin ke backing setelah casting diperlukan. o Porcelain denture teeth juga dimodifikasi untuk dapat digunakan sebagai pontic facings. oMultiple pin holes, sedalam 2 mm, dibuat dengan drill press pada permukaan lingual dari reverse pin facing. Pin came out dari backing, menyediakan retensi di mana deep overbite dapat memendekkan conventional pins. Sayangnya, pin hole pada facing merupakan stress points yang dapat menyebabkan fraktur.
7. Metal Ceramic
o Dengan penggunaan ceramic restorations,
yang
luas
dari metal-
Points
metal-ceramic pontics telah menggantikan tipe pontik lain yang menggunakan porselen. o Ia memiliki potensial estetis terbaik sebagai penggantian prostetik gigi yang hilang. o Sebagai tambahan, metal-ceramic pontics leih kuat, karena porselen di-bond ke substrat metal, tidak hanya sekedar disementasi.
oLebih mudah digunakan karena backing custom made untuk space (tidak perlu mengadaptasi premade porcelain facing ke space). ï‚·The Edentulous Ridge
Klasifikasi Deformitas ridge telah dibagi dalam 3 kategori oleh Slebert, dan klasifikasi ini telah diterima dengan luas: Kelas 1: Loss of lebar ridge fasiolingual, dengan tinggi apikokoronal yang normal. Kelas 2: Loss of ridge height, dengan lebar yang normal. Kelas 3: Loss of both ridge width dan height. Jika normal (Class N) dengan deformitas minimal ditambahkan, kontur ridge akan terbagi dalam 4 kelas. Modifikasi Pontik Perkembangan dalam teknik bedah mempermudah perubahan konfigurasi ridge untuk menciptakan bentuk yang lebih estetik dan lebih mudah dibersihkan. Ketidakmampuan pasien dalam melakukan bedah memaksa klinisi untuk memikirkan bentuk alternatif dari pontik. Pada ridge dengan defek yang parah, dimana 2 atau lebih pontik harus ditempatkan, adalah hal biasa untuk mengeliminasi ruang embrasure gingival di antara pontik. “Black triangle― akan sangat tidak estetik. Plak yang terkumpul mempengaruhi jalur floss, dan bisa mengurangi rigiditas pontic span. Pink porcelain bisa ditambahkan ke embrasur gingiva pontik untuk menstimulasi papila interdental. Tambahan porselen harus didukung metal framework. Jika tidak, maka berisiko fraktur. Eliminiasi embrasur gingiva bisa membatasi atau mengeliminasi proliferasi jaringan lunak. Lebih sulit untuk mendapatkan hasil estetik dengan memodifikasi ruang embrasur pada highprofile area seperti regio I maksila. Pontik yang tidak dimodifikasi akan meninggalkan embrasur gingiva yang besar dan penambahan gingival flange akan terlihat menyolok. Solusi untuk restorasi pada defek ridge yang besar, terutama di segmen anterior, adalah sistem Andrews bridge. Ini menyediakan fixed retainers yang dihubungkan bar segi panjang yang mengikuti lekukan ridge di bawahnya. Protesa ini meliputi set gigi pada patient-removable flange of gingiva-coloredacrylic resin yang tersatukan dan distabilisasi oleh bar segi panjang. Sayangnya, flange tersebut adalah tempat makanan dan plak berkumpul dan sulit dibersihkan. c)Konektor Bagian dari gigi tiruan jembatan yang menghubungkan pontik dengan retainer, pontik dengan pontik/ retainer dengan retainer, sehingga menyatukan bagian- bagian tersebut untuk dapat berfungsi sebagai splinting dan penyalur beban kunyah Dilihat dari sifat hubungan ada 2 macam konektor, yaitu: Rigid Connector Sifat hubungan dari konektor ini kaku, tidak ada pergerakan Diindikasikan bila memerlukan bridge efek splinting yang maksimal. Keuntungannya adalah konektor kuat dan mudah dibersihkan.Cara pembuatan ada 2, yaitu: -Dengan pengecoran (casting)
-Dengan pematrian (soldiering) Perbedaan cara pembuatan ini tergantung dari tujuan dan indikasinya, pada pembuatan gigi tiruan jembatan yang panjang kemungkinan ketepatan sukar didapat karena sifat kontraksi logam, maka proses soldering merupakan pilihan. Untuk keadaan jarak serviko oklusal yang pendek baik pada ruang protesa atau gigi penyangganya sehingga ketebalan yang konektor yang optimal sukar dicapai, maka proses dengan pengecoran akan lebih baik karena hasilnya lebih kuat dan homogenik. ï‚·Non-rigid Connector Konektor ini mempunyai gerak terbatas, karena umumnya berbentuk key dan key way atau male dengan female yang tidak disemen. Merupakan konektor padaNon-rigid Bridge. Indikasinya: -Salah satu gigi penyangga tidak sejajar inklinasinya -Menggunakan intermediate abutment paska perawatan periodontal Keuntungan konektor ini adalah mengurangi efek ungkit yang merugikan gigi penyangga, sedangkan kerugiannya antara lain: -Efek splinting tidak optimal -Pembuatan lebih sulit dan memerlukan ketepatan yang tinggi -Kemungkinan patah lebih besar Umumnya diletakan disebelah anterior/ mesial dari gigi yang diganti untuk mengurangi patahnya konektor akibat anterior component of force. d)Gigi Penyangga (Abutment) Dari definisi gigi tiruan jembatan, jelas bahwa gigi tiruan jembatan ini adalah suatu tooth borne denture yang berarti seluruh beban kunyah yang diterima oleh gigi tiruan ini didukung sepenuhnya oleh gigi-gigi penyangga beserta jaringan periodontal. Sesuai dengan jumlah, letak, dan fungsinya dikenal istilah : ï‚·Single abutment : hanya mempergunakan satu gigi penyangga. ï‚·Double abutment : bila memakai dua gigi penyangga. ï‚·Multiple abutment : bila memakai lebih dari dua gigi penyangga. ï‚·Terminal abutment : merupakan gigi penyangga paling ujung dari diastema. ï‚·Intermediate / pier abutment : gigi penyangga yang terletak diantara dua diastema (pontics).
Splinted abutment : penyatuan dua gigi penyangga pada satu sisi diastema Double splinted abutment : splinted abutment pada kedua sisi diastema. Dalam persiapan penggunaan gigi-gigi penyangga ditemukan beberapa masalah khusus yang dapat mengganggu kerja GTC. Berikut adalah contoh-contohnya dan solusi mengatasinya: Pier Abutment Kadangkala ada gigi hilang pada sebelah mesial dan distal dari suatu gigi dan bila gigigigi hilang itu diganti dengan bridge, akan ada satu gigi abutment yang berdiri bebas diantara dua pontic yang dikenal dengan pier abutment. Biasanya bridge yang memiliki pier abutment melibatkan gigi anterior dan posterior. Gerakan gigi pada segmen anterior dan posterior mempunyai perbedaan. Gerakan arah fasiolingual gigi anterior lebih besar dibanding gerakan arah fasiolingual gigi molar. Gaya dari gerakan seperti ini ditambahpontic span yang panjang akan menghasilkan stress pada bridge yang akan diteruskan ke gigi abutment dan mahkotanya. Lama- kelamaan crown pada gigi abutment akan cenderung terlepas/longgar, kemudian daerah tepian restorasi akan sangat rawan terkena karies. Untuk mengatasi efek dari gaya gerakan gigi tersebut, salah satu cara yang bisa digunakan adalah menggunakan konektor non-rigid. Konektor non- rigid ini bisa berperan sebagai stressbreaker, yang mencegah distribusi stress dari satu segmen pada bridge ke segmen yang lainnya. Bentuk umum konektor non rigid adalah tenon (komponen pada pontic) berbentuk mirip T serta mortise (komponen pada crown abutment) berbentuk dovetail. Konektor non-rigid akan mendistribusikan gaya ke tulang alveolar sehingga konektor ini tidak boleh digunakan bila kondisi gigi abutment mengalami kerusakan jaringan periodontal. Penempatan konektor non-rigid sebagai stress breaker juga penting. Biasanya konektor diletakkan pada pier abutment, karena bila diletakkan padaabutment yang ujung akan menghasilkan efek pengungkit. Mortise diletakkan pada sebelah distal dari pier abutment, sementara tenon diletakkan pada sebelah mesial dari pontic. Posisi ini membantu konektor agar tetap terkunci pada posisinya karena adanya kecenderungan mesial movement dari gigi posterior saat diberikan beban oklusal. Molar yang tipping sebagai abutment Contoh kasusnya adalah pada kehilangan gigi 6, dan gigi 7 mengalami tipping ke arah mesial untuk menutup ruang gigi hilang. Hal ini juga bisa diikuti denganmesial tipping gigi 8. Permukaan mesial gigi 8 yang tipping akan menghalangi insersi bridge sehingga tidak mungkin perawatan menggunakan bridge dilakukan. Jika hambatannya hanya sedikit, hal ini bisa diatasi denganrecontouring permukaan mesial gigi 8.
Jika kemiringannya parah, maka bisa dilakukan uprighting gigi yang tipping melalui alat ortho cekat. Umumnya gigi 8 akan diekstraksi untuk menyediakan ruang bagi pergerakan distal gigi 7. Jika koreksi secara orthodontik tidak bisa dilakukan atau hasil perawatan ortho hanya sebatas koreksi sebagian, GTCS bisa tetap digunakan asalkan derajat kemiringan tidak lebih dari 25-30o. Bisa juga dipasangkan bridge dengan crown ¾ pada gigi 7 (gigiabutment) yang miring. Hal ini bisa dilakukan asal permukaan distal gigi 7 tidak terkena defek (karies, erosi, dll) serta pasien memilki kemampuan menjaga OH yang sangat baik. Jika ada perbedaan tinggi marginal ridgeyang mencolok antara distal gigi 7 dengan mesial gigi 8, penggunaancrown ¾ dikontraindikasikan Bisa juga digunakan telescope crown dan coping pada gigi 7. Preparasi yang dibutuhkan cukup ekstensif. Alternatif lain adalah menggunakan GTCS dengan konektor non- rigid. Arah insersinya adalah sesuai sumbu axial gigi 7 yang miring. Penggunaan konektor non rigid untuk abutment yang miring sangat berguna apabila gigi molar yang miring memiliki inklinasi yang cukup besar ke lingual dan juga mesial. Canine-replacement FDP FDP untuk menggantikan gigi kaninus biasanya sulit dilaksanakan karena kaninus sering berada diluar sumbu antar-abutment. Calon gigi abutmentadalah gigi 2 (umumnya gigi terlemah di mulut) dan gigi 4 (gigi posterior terlemah). Bridge untuk menggantikan gigi 3 RA akan mengalami stress lebih besar dibandingkan bridge yang menggantikan gigi 3 RB. Hal ini dikarenakan gaya ke gigi 3 RA akan didistribusikan ke arah labial sehingga pontic akan makin menjauhi sumbu antar-abutment. Sementara gaya pada gigi 3 RB didistribusikan ke arah lingual sehingga pontic akan mendekati sumbuantar-abutment. Bridge untuk menggantikan gigi 3 jangan juga dipakai untuk menggantikan gigi tambahan lain (seperti gigi 2 atau 4). Untuk menggantikan gigi 3 serta gigi tambahan lain paling baik menggunakan GTSL. Cantilever FDP Cantilever FDP adalah bridge dengan abutment pada satu sisi pontic, dengan sisi lain pontic bebas. Pontic akan berperan sebagai lengan pengungkit apabila menerima beban oklusal, sehingga kemampuan retentif dari abutment akan sangat penting dalam penggunaan cantilever FDP. Bakal gigi abutment untuk bridge cantilever harus memiliki akar yang cukup panjang dengan bentuk yang mendukung, mahkota klinis yang panjang, rasiomahkota-akar yang baik, dan didukung jaringan periodontal yang sehat. Umumnya bridge cantilever dipakai untuk menggantikan hanya satu gigi dan paling tidak memiliki dua gigi abutment. Cantilever FDP bisa dipakai untuk: Menggantikan gigi insisif lateral
Menggantikan gigi 4 Menggantikan gigi 6 yang tidak memiliki abutment di distal 4.Material yang digunakan dalam pembuatan Bridge a)Pontik dan Retainer Pontik dapat terbuat dari metal-keramik, cast metal, dan yang sudah jarang dipakai adalah resin akrilik yang dilapisi metal. Semua bahan material pontik dapat toleran dengan jaringan gigi walaupun terkadang terjadi inflamasi pada jaringan gingival. Porselen mudah dibersihkan dan higienis, dan beberapa klinisi telah menganjurkanglazed porcelain yang harus menyentuh edentulous ridges. Karena sifat porus resin, dan kesulitan dalam pemeliharaan permukaan yang terpolis, resin tidak digunakan pada pontik dekat jaringan. Porselen yang terpolis baik dan emas dengan tampilan seperti kaca dianjurkan untuk kontak jaringan. A:Pontik metal-keramik B:Pontik metal C:Pontik metal-resin Kerangka logam untuk gigi tiruan sebagian logam-keramik harus dengan persyaratan: (1) harus ada jumlah logam yang memadai untuk menjamin kekakuan untuk kekuatannya (2) porselen harus memiliki ketebalan yang hampir sama untuk menghindari kemungkinan melemahnya porselen melalui konsentrasi stress. Untuk memenuhi persyaratan ini, harus ada kepingan logam yang kontinu pada permukaan lingual, memanjang dari bagian logam pada satu retainer, melewati pontik lingual, dan ke bagian logam pada retainer lainnya. Konfigurasi insisal dari aspek lingual pembatas mungkin saja lurus (A), atau berbentuk seperti bergigi (B). Desain bergigi atau "trestle" diindikasikan ketika konektor berkurang dalam dimensi faciolingual untuk memungkinkan porselen di embrasur. Dengan meningkatkan ketinggian topangan incisogingival, kekuatan konektor akan meningkat. Ini memberikan sebagian besar logam untuk kekakuan dalam daerah konektor antara pontik dan masing-masing retainer. Jika solder harus diperlukan, ia memberikan logam yang memadai untuk solder bersama yang kuat. Cakupan porselen retainer adalah sama dengan yang untuk unit tunggal, kecuali di wilayah yang berdekatan dengan pontik tersebut. Porcelain veneer di pontik tersebut kontinu dengan lapisan porselenretainer yakni mencakup bagian insisal dari permukaan lingual, permukaan labial, dan daerah yang berdekatan atau kontak dengan ridge. Porselen berakhir pada permukaan lingual, sekitar 1 mm insisal ke ridge. Kontak jaringan porselen memungkinkan untuk estetika yang lebih baik dan menghapus junction porselen-metal yang kasar dari kontak dengan jaringan, karena bisa menyebabkan iritasi.
Pengecualian terhadap cakupan porselen yang direkomendasikan pada aspek gingiva pontik terjadi pada situasi di mana semua permukaan oklusal porselen digunakan dan ruang occlusogingival terbatas. Untuk memastikan sokongan kaku untuk porselen, aspek gingiva pontik harus tetap dalam logam, dengan junction porselen-logamterletak pada aspek gingivofacial dari pontik tersebut. Upaya menghasilkan gigi tirun cekat sebagian posterior yang estetik akan memerlukan penggunaan permukaan oklusal all-porcelain terutama di lengkung mandibula, karena hanya aspek oklusal gigi premolar dan molar yang terlihat. Setiap kali permukaan ini digunakan pada sebuah pontik, sebuah pertimbangan harus dibuat mengenai ketebalan occlusogingiva dari logam di pontik tersebut. Untuk memastikan kekakuan yang memadai, bagian permukaan bawah dari pontik mungkin harus menjadi logam untuk mengimbangi logam yang dihilangkan dari oklusal. b)Solder Joint Solder adalah gabungan komponen logam oleh filler metal, atau solder, yang menyatu dengan masing-masing bagian. Sebenarnya, jika pengisi logam memiliki titik leleh yang lebih besar dari 450 °C (840 ° F), proses ini disebut mematri (brazing). Istilahsoledering umum digunakan dalam kedokteran gigi. Bonding adalah kesatuan padawelting dari permukaan yang bergabung dengan solder, dan bukan pada mencairnya komponen logam. Ketika solder sendi dilakukan dengan benar, tidak boleh ada fusi atau perubahan dari dua komponen yang bergabung. Soldering berbeda dalam hal ini dari pengelasan, arti lain dari bergabungnya logam. Dalam pengelasan fusi, potongan-potongan yang bergabung mencair atau menyatubersama-sama, tanpa solder. Fluks ditempatkan pada permukaan yang akan disolder sebelum mereka dipanaskan. Fluks dapat memberikan perlindungan permukaan, mengurangi oksida, atau melarutkan oksida. Fluks digantikan oleh solder, yang kemudian dapat membentuk sebuah interface dan ikatan ke permukaan yang disolder.Soldering flux untuk logam mulia didasarkan pada senyawa borat. Mereka membentuk kaca low-fusing yang melindungi permukaan logam, dan mereka juga mengurangi oksida seperti oksida tembaga. Mereka sering terlalu cair untuk solderingprekeramik. Fluorida digunakan pada paduan logam dasar untuk melarutkan oksida stabil dari kromium, kobalt, dan nikel. Selain bertindak sebagai pelarut, fluks juga melayani peran protektif. Fluks lebih mudah diaplikasikan jika dalam bentuk pasta. Pasta fluks dapat dibuat dengan alkohol, bentuk yang paling popular digunakan dengan paduan logam mulia menggunakan petrolatum sebagai kendaraan, karena lebih mudah ditangani. Ini menjaga udara dari fluks, dan ketika dipanaskan, petrolatum hilang tanpa meninggalkan residu. Fluks terbuat dari boraks umum, atau pasta yang dibuat dengan air, cenderung berkembang ketika mereka dipanaskan, menghasilkan lubang pada solder sendi. Antifluks adalah bahan yang digunakan untuk menguraikan daerah yang akan disolder untuk membatasi aliran solder. Antifluks yang paling umum adalah tanda dari pensil grafit lunak, yang
tidak memiliki polesan baik. Polesan rouge (oksida besi) yang bergantung dalam kloroform juga dapat dicat di sekitar wilayah solder bersama untuk mencegah penyebaran yang tidak diinginkan dari solder. Solder emas diklasifikasikan berdasarkan kehalusan dan oleh karat. Kehalusan mengacu pada bagian per seribu dari solder yang emas. Misalnya, 600 solder baik akan menjadi 600 bagian emas per 1.000, atau 60% emas. Ketika digunakan untuk menandai pengecoran paduan logam, karat mengacu pada bagian per 24 dari logam emas. Sebagai contoh, sebuah paduan 18 K adalah 18 bagian emas per 24, atau 75% emas. Bila digunakan dengan solder, karat memiliki arti yang berbeda. Sebuah solder yang ditandai sebagai 18 K tidak memiliki kandungan 75% dari emas. Sebaliknya, penunjukan 18 K berarti bahwa itu dirumuskan untuk digunakan dengan 18 K paduan pengecoran. Isi noble metal dari solder yang sebenarnya akan diberikan berdasarkan kehalusan bukan oleh karatnya. Semakin tinggi kehalusan solder, semakin tinggi titik lelehnya dan semakin besar tahan korosi. Sementara solder dengan kehalusan yang lebih rendah memiliki titik leleh yang lebih rendah, juga memiliki karakteristik aliran yang lebih buruk. c)Bahan Cetak & Prosedur Pencetakan Pada istilah GTC, cetakan merupakan sebuah hasil cetak negatif dari satu atau beberapa gigi, dan struktur di sekitarnya, yang diperoleh dari insersi dari sebuah baki berisi (loaded tray) dengan bahan plastis pada mulut pasien yang akan diubah menjadi bahan elastis atau keras (hard material compound impression material) pada waktu yang tepat setelah setting (perubahan kimia atau fisika) yang jika dicampur dengan bahan die yang sesuai akan menghasilkan cetakan duplikat positif atau replika, sebuah model atau working cast yang disebut sebagai indirect technique wax pattern fabrication. Bahan cetak telah dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan dokter gigi atas konstruksi pola malam indirek daripada teknik direk berkaitan dengan keterbatasan penggunaannya, dan beberapa keperluan penting lainnya yang harus ada pada bahan cetak untuk menghasilkan cetakan yang akurat. Syarat Bahan Cetak Kemampuan menghasilkan detil yang baik Stabilitas dimensi Tanpa toksisitas baik sebelum ataupun sesudah setting baik pada operator maupun pasien Kompatibel dengan bahan die yang tersedia Cukup elastis untuk dilepas dari undercut tanpa deformasi permanen dan robekan Warnanya sesuai Waktu penyimpanannya sesuai
Mudah dimanipulasi dan dipreparasi Terjangkau secara ekonomis Klasifikasi Bahan Cetak yang digunakan pada Restorasi Cekat Bahan termoplastis Elastis -Reversible & Irreversibel hydrocolloid -Silicon (conventional condensations) -Silicon new presentations (additional type) -Polyether (hanya memiliki satu konsistensi) Saat ini bahan cetak rubber elastis dipertimbangkan sebagai bahan cetak yang paling ideal jika dibandingkan dengan jenis lainnya karena memiliki persyaratan yang paling memenuhi sebagai bahan cetak. Kelebihan ini membuatnya menjadi yang terlarus dan akan dijelaskan jenis material rubber yang akan digunakan yakni rubber base dengan sedikit penjelasan mengenai hidrokoloid. 5.Tata Laksana Klinis Perawatan Bridge a)Tahapan Klinik I (Preparasi & Pembuatan GTJ) Pemeriksaan, diagnosis, rencana perawatan, prognosis Preparasi gigi abutment Dalam setiap preparasi, selalu ingat mengenai prinsip dan syarat preparasi seperti yang sudah dibahas pada pemicu sebelumnya. Alat-alat seperti bur, handpiece, dan alat standar secara umum sama seperti preparasi mahkota tiruan penuh, perbedaan hanya terletak pada prinsip utama pembuatan GTJ, yaitu prinsip kesejajaran pada gigi penyangganya. Berbeda dengan full crown, preparasi gigi abutment tetap harus mengingat fungsi utamanya dalam GTJ, sehingga harus memenuhi prinsip: -Kesejajaran antar gigi penyangga dan arah insersi -Pengambilan jaringan seoptimal mungkin Prinsip kesejajaran ini sangat memengaruhi kestabilan dari kedudukan GTJ nantinya, kecuali pada GTJ yang sifatnya konektor non-rigid, cantilever bridge, atau telescopic bridge. Sedangkan prinsip pengambilan jaringan berhubungan dengan kemampuan memegang retainer dan kemampuan gigi dalam menerima beban kunyah tambahan (distribusi tekanan dari pontik). Pada keadaan tertentu:
-Pada gigi yang pendek, untuk memperoleh retensi optimal dan mendapatkan kekuatan untuk menahan beban, maka pengambilan oklusal pada daerah supporting cusp lebih banyak. Bila perlu dengan tambahan groove sebagai penambah kemampuan resistensi. -Pada diasteme yang sempit, pengambilan proksimal harus lebih banyak, agar konektor bisa lebih tebal dan kuat. -Pada span yang panjang, preparasi servikal sebaiknya mempunyai ketebalan optimal, misalnya minimal dengan bentuk chamfer. Ada beberapa tindakan khusus berupa modifikasi preparasi abutment untuk mendapatkan kesejajaran, antara lain: Jika salah satu terminal abutment miring Penyesuaian dengan kurva oklusal, mengharuskan pengambilan lebih banyak pada distooklusal. Analisa arah pemasukan dengan dental suveyor atau garis khayal, berupa garis sejajar dengan garis bagi sudut yang terbentuk yang terbentuk oleh kedua sumbu kedua gigi penyangga. Terminal abutment dan gigi tetangganya miring Kemungkinan jaringan mahkota gigi tetangga bagian mesial harus diambil sedikit agar tidak menghalangi insersi bridge. Setiap terminal abutment miring dengan kedua sumbu konvergenSisi yang berhadapan dengan diastema dipreparasi sejajar garis bagi sudut yang dibentuk oleh kedua sumbu gigi. Sedang disisi lain dipreparasi sesuai dengan sumbu gigi masing-masing. Tetapi bila kedua sumbu gigi divergen tidak bisa ditolerir dengan pengasahan, sehingga harus dilakukan dulu perbaikan posisi / inklinasinya atau dibuatnon-vital (merupakan terapi pendahuluan) Posisi gigi diluar lengkung karena sedikit rotasi Pada keadaan demikian perlu pengambilan jaringan yang lebih banyak. Daerah yang keluar dari lengkung lebih banyak dipreparasi. Salah satu abutment sedikit palatoversi/labioversi Pada keadaan gigi penyangga miring ke lingual maka lebih banyak terjadi pengambilan di daerah lingual, pada gigi penyangga yang protrusi maka lebih banyak terjadi pengambilan di daerah labial. Retraksi gingiva Tindakan ini merupakan tindakan yang mendahului tahap pencetakan gigi. Merupakan tindakan penarikan/pemisahan sementara free gingiva dari gigi yang dipreparasi dengan tujuan
mendapatkan tepi preparasi servikal yang jelas saat pencetakan serta menghindari luka pada gusi saat preparasi gigi di sulkus gingiva. Sebelum diretraksi, dilakukan pemeriksaan gigi tetangga apakah karies atau drifting sehingga harus diperbaiki serta dilanjutkan dengan pembersihan debris. Ada 4 cara retraksi gingiva, yaitu: -Mekanis (benang surgical silk 0,3 mm atau copper band atau MTS) -Kimia (larutan kimia hemostatik dan tidak ada vasokonstriktor) -Kombinasi (Benang yang mengandung larutan kimia) -Bedah elektrosurgikal Kesalahan pada retraksi gingiva dapat menyebabkan resesi gusi, atrofi gusi, ekspos akar gigi, atau shock tekanan darah jika retraction cord mengandung vasokonstriktor (e.g. adrenalin). ï‚·Pencetakan dan pembuatan die model Setelah dilakukan retraksi, maka pencetakan dan pembuatan die model dapat dimulai. Pilih jenis (stock/individual) dan ukuran sendok cetak sesuai dengan ukuran rahang dan material cetak apa yang akan digunakan. Untuk pembuatan GTJ umumnya material yang digunakan bersifat elastomer dengan tujuan mendapatkan detail yang akurat. Ingat selalu bahwa sebelum dicetak, gigi harus dalam keadaan kering dan bebas dari cairan saliva. ï‚·Pembuatan catatan gigit Tahap ini ditujukan untuk mendapatkan hubungan dari model RA & RBsebagaimana hubungan tersebut didapat di dalam mulut pasien, sehingga didapatkan GTC yang stabil oklusinya (oklusi sentris). Umumnya catatan gigit dibuat menggunakan bite registration paste/bitewax. ï‚·Penentuan warna (shade) Penentuan warna GTC dilakukan untuk mendapat warna gigi yang sesuai dengan warna gigigigi tetangganya. Umumnya cara yang paling banyak dipakai saat ini adalah dengan menggunakan shade guide dari pabrik yang mengeluarkan bahan GTC yang kita gunakan. Kesamaan pabrik antara shade guide dengan material yang kita gunakan di labroatorium sangat penting karena tiap-tiap pabrik memiliki warna yang berbeda untuk satu kode yang sama (Contoh: untuk kode A1 antara pabrik A dan pabrik B bisa ada perbedaan warna). Dalam penentuan warna gigi harus: -Dalam keadaan basah (sehari-hari gigi itu berada nantinya) -Pencahayaan terang dari lampu neon (bukan lampu DU) dan tidak boleh tertutupi oleh bayangan.
Pembuatan Mahkota Sementara gigi abutment dan pontik sementara Mahkota Sementara Pembuatannya bisa secara direct atau indirect. Jika secara direct, maka saat sebelum dipreparasi, jika gigi mengalami karies/fraktur, ditutupi dengan malam membentuk kontur anatomis normal, kemudian dilakukan pencetakan. Setelah dipreparasi, cetakan negatif (alginat) pada gigi itu diisi dengan resin akrilik kemudian dipasangkan di gigi hasil preparasi yang sudah diberi vaselin agar tidak menempel di gigi. Setelah mengeras sedikit, resin akrilik dirapikan seperlunya (dipotong bagian yang berlebih) dan setelah full setting cetakan dilepas dan MTS dipoles. Jika secaraindirect, maka tahap-tahap tersebut dilakukan pada model gigi dan kemudian setelah jadi MTS dicobakan di gigi pasien. Cara diatas merupakan pembuatan mahkota sementara secarafabricated. Cara lain adalah dengan menggunakan mahkota sementaraprefabricated. Berbeda dengan cara fabricated, ada beberapa macam bahan mahkota sementara digunakan, seperti aluminium, akrilik, danseluloid. Prosedur pemakaiannya: o Pemilihan mahkota sementara, untuk gigi depan harus diperhatikan warna, bentuk dan besar yang sesuai. oAdaptasi bagian servikal dan bagian dalam mahkota. Bagian servikal setiap mahkota sementara tidak boleh menekan bagian gingival untuk mencegah resesi. Pontik Sementara Pembuatan pontik sementara dilakukan sebelum pencetakan untuk pembuatan GTJS pada retainernya. Disini pontik dibuat dengan menggunakan wax (biasanya inlay wax) dan kemudian baru dilakukan pencetakan untuk pembuatan MTS di gigi abutment. b)Tahapan Klinik II (Evaluasi GTJ) Setelah GTJ selesai difabrikasi dari laboratorium (belum jadi sepenuhnya baru backing logam), sebelum dipasangkan pada pasien GTJ ini perlu dievaluasi terlebih dahulu, terutama pada kualitas backing logam dan facing porcelainnya (pada tipe PFM), namun jika tidak menggunakan bahan ini maka tidak perlu dievaluasi. Disini dievaluasi kecekatan GTC, ketepatan marginal, kontak proksimal, ruang untuk facing, kontak oklusal dan artikulasi. Jika evaluasinya baik, maka backing logam ini dikembalikan lagi ke laboratorium untuk dibuatkan facing porselennya. Setelah jadi sepenuhnya, kembali dilakukan evaluasi pemeriksaan di gigi pasien namun belum disementasi secara permanen. Evaluasi ini meliputi: Kecekatan (fitness/self retention)
GTC harus memiliki kecekatan yang maksudnya saat dipasangkan bisa pas dan tidak jatuh saat dipasang di gigi hasil preparasi dan mampu melawan gaya-gayaringan yang berlawanan dengan arah insersi tanpa sementasi. ï‚·Marginal fitness & integrity Diperiksa pada bagian tepi servikal restorasi menggunakan sonde half- moon; apakah ada bagian yang terlalu pendek atau terbuka serta dilakukan pemeriksaan mengelilingi servikal. Kemudian dilihat juga kondisi gusi, apakah mengalami kepucatan (menandakan tepi servikal yang terlalu panjang sehingga menekan gusi). Disini perlu dilakukan pengurangan panjang namun jangan sampai terlalu pendek yang dapat berakibat terbukanya tepi restorasi. ï‚·Kontak proksimal Kontak tidak boleh terlalu menekan, overhanging, atau overkontur (terlalu ke labial atau lingual atau oklusal). Perhatikan juga efek dari ACF karena gaya ini sangat berpengaruh terhadap kondisi inklinasi gigi. Pengecekan dilakukan dengan menggunakan benang gigi dan dilewatkan di proksimal gigi tetangga ataupun antar GTC. Disini benang harus mengalami hambatan ringan namun tidak sampai merobek benang. ï‚·Stabilitas dan adaptasi ke mukosa gingiva Merupakan kedudukan pada gigi penyangga harus tetap dan tepat, sehingga tidak goyang, memutar, ataupun terungkit meskipun tidak diberi gaya. Untuk masalah faktor ungkit umumnya diperiksa dengan menekan salah satu gigi penyangga. Adaptasi mukosa tentu perlu karena nantinya GTJ akan menekan gusi meskipun ringan namun tetap tidak boleh membuat perubahan warna pada gusi yang dapat berujung pada resesi serta untuk memaksimalkan efek self cleansing pada daerah embrasurnya. ï‚·Penyesuaian oklusal Pemeriksaan dilakukan menggunakan kertas artikulasi dan diletakan di titik kontak dan titi oklusi dan suruh pasien menggigit kertas tersebut dalam kondisi oklusi sentris. Hasil yang baik adalah tidak adanya tanda pada hasil restorasi yang menandakan bahwa oklusi sudah nyaman dan tidak ada yang mengganjal atau ketidaknyamanan saat beroklusi. Hal ini perlu karena ketidaknyamanan ini dapat berujung pada gangguan sistem mastikasi. ï‚·Estetika Syarat estetis selalu menjadi poin utama dalam setiap restorasi, khususnya pada masa kini dimana pasien menginginkan restorasinya sewarna gigi dan seideal mungkin, maka pada bagian yang terlihat saat tersenyum (anterior dan sebagian kecil posterior) maka restorasi harus sewarna gigi tetangganya dan harus mengikuti kontur, anatomi, dan bentuk normal gigi tersebut. c)Tahapan Klinik III (Sementasi dan Insersi)
Tahap pemasangan dilakukan dengan cara melakukan sementasi dari retainer pada GTJ ke gigi penyangga menggunakan semen permanen yang tidak larut dalam cairan mulut sehingga GTJ dapat berfungsi penuh. Pemasangan dapat bersifat sementara ataupun permanen namun umumnya bahan yang digunakan sama hanya berbeda tujuannya. Pemilihan bahan sementasi didasarkan pada: Besar beban kunyah Jika tekanan kunyah besar maka memerlukan bahan yang memiliki compressive strength tinggi untuk mencegah terjadinya retak dikemudian hari dan dapat menyebabkan lepasnya GTJ. Jika tekanan kunyah berisiko menimbulakn gaya ungkit makan bond strength ke gigi juga harus baik. Jumlah gigi penyangga Jika jumlah gigi penyangga cukup banyak (GTJ long span) maka bahan semennya perlu memiliki working time panjang dan flow tinggi untuk mencegah terjadinya pengerasan yang terlalu awal sebelum gigi dipasangkan mengingat jumlah retainer yang akan disemen banyak. Keadaan gigi penyangga Pada gigi penyangga yang mengalami hiperemia namun masih vital maka sementasi dilakukan dengan bahan yang pH tinggi (basa). Jika gigi kurang retentif semen perlu punya bond strength & film thickness tinggi. Apabila sifat gigi penyangga merupakan MT pasak logam maka perlu menggunakan bahan semen yang dapat berikatan dengan baik dengan logam. Desain dan bahan gigi tiruan Desain dan bahan gigi tiruan berpengaruh pada estetika dan fungsional GTC nantinya. Jika bahan gigi tiruan adalah akrilik yang translusen maka tentunya semen harus memiliki warna yang sebisa mungkin mirip dengan warna gigi, sedangkan untuk desain tertentu maka semen harus punya tingkat kelarutan yang rendah. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan diatas bahan semen yang umum digunakan antara lain GIC, Semen Resin, Zinc-Polikarbonat, dan Zinc-Fosfat. Glass-Ionomer Cement Merupakan bahan semen yang paling banyak dipakai karena kemampuan biokompatibilitas ke jaringan dan restorasi yang baik melalui ikatan kimia. Terdiri atas bubuk dan liquid yang mengandung fluor sebagai proteksi dari karies. Saat pemasangan pastikan gigi tidak terkontaminasi oleh saliva karena sifat semen yangwater-based. Apabila material yang digunakan adalah logam logam tersebut dilapisi dengan opaquer terlebih dahulu. Sayangnya karena daya larut yang rendah risiko kebocoran tepi servikal tinggi. Resin Cement (Zinc Siloco Phosphate Cement)
Semen ini sudah tidak banyak dipakai karena sifatnya yang asam sehingga restorasi tidak tahan lama dan mengiritasi jaringan. Namun semen ini karena memiliki komposisi resin maka sifat translusensinya sangat baik. Biasanya semen ini digunakan pada retainer yang menggunakan material akrilik atau porselen serta gigi penyangga yang non-vital (dowell crown). Zinc Poly-Carboxylate Cement Merupakan bahan semen jenis akrilik dengan paduan antara bubuk dan liquidnya akan menurunkan pH serta meningkatkan bond strength karena reaksi dengan kalsium gigi dan kandungan fluornya. Sifat adhesif ke logam tinggi sehingga banyak dipakai untuk sementasi Pasak-Inti. Kekurangannya adalah setting time yang cepat sehingga tidak cocok untuk GTJ dengan span panjang atau multiple abutment bridge. Tingkat kekerasannya juga masih dibawah semen zinc-fosfat. Zinc Phosphate Cement Merupakan bahan semen yang paling pertama dikeluarkan tetapi masih menjadi pilihan utama karena memiliki tingkat kekerasan, film thickness dan setting timeyang memadai. Semen ini juga punya pilihan warna sehingga tidak terlalu mencolok. Sayngnya pH semen ini rendah sehingga berisiko mengiritasi pulpa saat belum mengeras. Oleh karena itu biasanya diberikan pelaps untuk proteksi pulpa dengancavity varnish. Prosedur sementasi adalah sebagai berikut: Pembersihan bagian dalam retainer dari debris atau lemak dengan alkohol lalu keringkan dengan air spray. Lakukan hal yang sama pada gigi penyanggan namun menggunakan larutan antiseptik (jika alkohol dapat dehidrasi jaringan). Jika semen yang digunakan bersifat asam, gig penyangga dapat terlebih dahulu dilapisi dengancavity varnish di daerah dekat pulpa atau diaplikasikan kalsium hidroksida. Blokir semua daerah insersi dengan gulungan kapas untuk mencegah terjadinya kontaminasi oleh saliva serta gunakan saliva ejector. Berikan separator oil di dasar pontik dan interdental untuk memudahkan pengambilan sisa semen yang berlebih. Lakukan manipulasi semen sesuai petunjuk pabrik lalu oleskan semen di bagian dalam retainer dan di gigi penyangga, lalu pasang sesuai dengan arah dan posisi yang benar. Tekan secara bertahap masing-masing retainer untuk membuat semen mengalir dengan baik dan mencegah adanya jebakan udara. Lihat kondisi oklusi sentris dan fitnessnya, jika masih salah lepas segera dan ulangi lagi. Jika sudah baik, GTJ ditekan dengan jari secara merata atau pasien dapat diminta untuk menggigit dengan alat khusus sampai semen mencapai setting time. Buang sisa kelebihan semen dengan sonde atau eksavator kecil dan menggunakan benang gigi di bagian interdental.
d)Pemeliharaan Gigi Tiruan Jembatan Pemeliharaan kesehatan mulut untuk menunjang jesehatan gingiva disekitar gigi tiruan dan giginya sendiri. Pemeliharaan yang harus dilakukan oleh pasien terdiri dari 4 tindakan yang bertujuan untuk menghilangkan plak dan sisa makanan berupa: Menghilangkan plak gigi berupa penyikatan dan penggunaan alat pembersih lainnya (brushing, flossing, dan irigasi) dengan disclosing solution sebagai kontrol plak. Sikat gigi : digunakan untuk daerah yang mudah terlihat,dengan tekanan yang ringan dan memakai sikat yang agak lunak pada permukaan gigi dan daerah gingival Alat pembersih lainnya : pada daerah yang sukar / tidak terlihat seperti interdental atau dasar pontik, dapat dipakai : -Dental floss : dengan alat bantu pengait berbentuj loop atau jarum. Super floss yang mempunyai 3 bagian yaitu : ujung yang kaku untuk memudahkan pemasukan floss ke dasar pontik, spongy filamen brushyang berfungsi sebagai pembersih plak, perangsang peningkatan aliran darah, dan unwaxed floss untuk menarik sisa makanan dan plak keluar -Hytrel : merupakan dental cleansing tape (bentuk pita) yang berguna untuk membersihkan dasar pontik -Oral irrigating device : merupakan penyemprot air bertekanan yang dapat mengeluarkan sisa makanan -Interdental cleaning device : merupakan alat yang berguna untuk membersihkan area interdental Mengurangi makanan/minuma yang asam dan kariogenik Penggunaan obat kumur dengan tujuan menghambat pertumbuhan plak, misalnya dengan chlorhexidine Pemeriksaan ulang rutin setiap 3 – 6 bulan ke dokter giginya untuk pemeriksaan rutin gigi tiruan jemabatan dokter gigi harus melakukan pemeriksaan sebagai berikut: Kemungkinan terjadinya karies pada gigi penyangga Umumnya yang terjadi adalah karies servikal, diperiksa secara klinis dengan sonde atau secara radiografis untuk melihat karies proksimal. Vitalitas gigi penyangga
Dilakukan dengan electric pulp tester. Nila perlu dengan pemeriksaan radiografis untuk melihat adanya kelainan di jaringan periapikal. Kegagalan sementasi Dengan cara menekan pada satu sisi retainer apakah ada gerakan dari gigi tiruan atau dengan menekan dan menarik keatas berulang-ulang. Bila terlihat gelembung udara didaerah marginal, berarti semennya larut atau tidak ada. Kegoyangan dan adanya poket pada gigi penyangga Umumnya karena beban kunyah yang lebih besar daripada kemampuan jaringan penyangga gigi dalam menahan beban (over loading), dapat terlihat jelas pada rontgen foto. Perubahan gigitan Kemungkinan karena oklusi habitual, terlihat dengan adanya facet pada permukaan oklusal. Peradangan gingivalTerutama dibawah pontik. Akibat pemakaian pada gigi tiruan -Melengkungnya pontik (fleksi) -Kerusakan seperti robek, retak, berlubang pada retainer / konektor -Ausnya facing akrilik / pecahnya lapisan porselen e)Masalah dan Penanggulangan Paska-Insersi (Post-Insertion Problem) Setelah gigi tiruan jembatan dipasang tetap, dapat terjadi reaksi pada struktur jaringan keras dan lunak gigi baik pada gigi tiruannya maupun daerah lainnya seperti pulpa, jaringan periodontal, mukosa pipi/lidah atau neuromuscular otot kunyah dan sendi rahang. Sensitif / Peka Terhadap Suhu Sensitif baik pada rangsangan dingin/panas dapat berlangsung beberapa hari atau bulan setelah pemasangan. Penyebabnya: dekatnya dinding preparasi dengan pulpa, gigi tiruan jembatan sementara yang tidak melindungi secara sempurna, dan adanya kontak prematur. Rasa Tidak Enak Selama Berfungsi Penyebabnya: Terjadinya kontak premature atau hambatan gerak sentrik/lateral. Koreksi oklusal dapat menghilangkan gejala tersebut. Timbulnya Peradangan Gusi
Faktor predisposisi: Oral hygine yang buruk, edain yang salah, prosedur kerja yang kurang baik. Penyebab langsung: overkontur, embrasure sempit, trauma karena bur / alat pengasah, adanya sisa bahan cetak/semen sementara yang tertinggal didalam sulkus. Retensi Sisa Makanan Retensi sisa makanan sering terjadi dibawah pontik konektor. Yang terpenting adalah cara pemeliharaan dan pembersihannya. Kontak yang berat pada gerak artikulasi yang menyebabkan pergerakan gigi penyangga, dapat menimbulkan retensi makanan didaerah kontak giginya. Tergigitnya Pipi / Lidah Penyebab: overjet oklusal, gigi posterior terlalu kecil, atau kontaknya cusp to cusp. Tergigitnya pipi yang berlangsung sementar disebabkan karena belum adaptasinya otot kunyah. Pergerakan Gigi Penyebab: karena kontak oklusal yang berat pada artikulasi yang dimulai dengan adanya rasa tidak nyaman selama berfungsi namun dibiarkan (tidak segera diatasi). Gangguan Sistem Neuromuskular Gangguan ini menimbulkan rasa tidak nyaman yang harus segera ditanggulangi. Penyebab: tidak sesuainya gerak artikulasi gigi tiruan dengan gerak sendi rahang. Perubahan posisi sendi rahang akan menimbulkan sakit yang hebat pada otot kunyah dan sendi rahang. Keluhan yang Tidak Jelas Keluhan ini antara lain disebabkan oleh: Rasa tidak enak karena adanya beban tambahan pada gigi penyangga Ada kontak premature ringan Adanya gigi tiruan pada daerah yang dulunya tidak ada Tidak menerima gigi tiruan secara psikologis karena tidak ada motivasi sejak awal (terpaksa) Gejala-gejala diatas bila tidak segera ditanggulangi akan bertambah berat, sehingga akan menggagalkan perawatan. Jenis kegagalan pasca pemasangan: Kegagalan Sementasi Kegagalan sementasi dapat terjadi sebagian atau seluruhnya, antara lain:
Adanya fleksi (pada span yang panjang, logam pontiknya tipis dan lunak) sehingga gigi tiruan melengkung. Hal ini akan membuka tepi serikal retainer dan semennya akan larut. Retensi kurang, misalnya pada mahkota klinis pendek dengan preparasi yang konus dan tidak membuat retensi tambahan pada tahap preparasi. Teknik sementasi yang kurang sempurna, karena manipulasi terlalu lama; semen sudah kadaluarsa, dll. Kegagalan Pada Gigi Tiruannya Sendiri Kegagalan ini dapat terjadi antara lain karena desain yang salah, proses laboratorium yang kurang sempurna, atau karena pemakaian. Bentuk kegagalan berupa: Melengkung, robek, atau patah karena metal kurang tebal dan keras (terutama pada long span bridge), adanya porositas internal dari metal, tidak dilakukan heat treatment (hardening). Facing lepas karena retensi mekanis (akrilik) kurang baik, perlekatan batas akrilik / porselen dengan metal di daerah gigitan. Patahnya daerah penyolderan (solder joint) karena terlalu besar/lebar bahan soldernya, tidak bersatu sempurna dengan bagian yang disolder (bahan tidak sama, atau pencairan logam solder tidak sempurna, atau ada kotoran pada bagian-bagian yang akan disolder). Terjadinya Iritasi Dan Resesi Gingival Iritasi berkaitan dengan kesehatan mulut dan proses pemeliharaan yang tidak sempurna. Desain salah seperti over contour, tidak baiknya titik kontak, interdental embrasure yang sempit / kecil, dasar pontik yang menekan mukosa atau pemilihan macam pontik yang salah merupakan pennyebab iritasi. Resesi diakibatkan terlalu besarnya beban kunyah. Terjadinya Kelainan Jaringan Periodontal Secara klinis terlihat pergeseran gigi / goyangnya gigi penyangga, penyebabnya: Adanya kontak prematur saat oklusi atau hambatan gerak artikulasi sehingga timbul overloading. Pemilihan jumlah gigi penyangga yang tidak memenuhi syarat dan sesuai hukum Ante atau panjangnya span sehingga jaringan pendukung gigi penyangga tidak mampu mendukung beban kunyah. Terjadinya / Timbulnya Karies Tepi retainer yang tidak fit / tepat akan mengakibatkan semen larut sebagian dan dengan menempelnya plak di daerah tersebut akan menimbulkan karies. Bila diderah subgingival sudah
ada karies yang tidka tertutup dengan tepat oleh retainer, maka karies akan makin luas atau terjadi karies sekunder. ï‚·Adanya Nekrosis / Kematian Pulpa Merupakan kelanjutan proses karies yang tidak diketahui secara dini dan tidak segera ditanggulangi.
View more...
Comments