Al Hakikatul Muhammadiyah
June 3, 2021 | Author: Anonymous | Category: N/A
Short Description
Download Al Hakikatul Muhammadiyah...
Description
qwertyuiopasdfghjklzxcvbnmq wertyuiopasdfghjklzxcvbnmqw ertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwer tyuiopasdfghjklzxcvbnmqwerty MEMBUKA RAHASIA ILMU AL-HAKEKATUL MUHAMMADIYAH uiopasdfghjklzxcvbnmqwertyui IMAN, ISLAM, TAUHID MAKRIFAT opasdfghjklzxcvbnmqwertyuiop asdfghjklzxcvbnmqwertyuiopas dfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdf ghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfgh jklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjkl zxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzx cvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcv bnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbn mqwertyuiopasdfghjklzxcvbnm qwertyuiopasdfghjklzxcvbnmq wertyuiopasdfghjklzxcvbnmqw 5/5/2014
SARASWANTO ABDULJABBAR
MEMBUKA RAHASIA ILMU AL-HAKIKATUL MUHAMMADIYAH Disusun oleh: Saraswanto Abduljabbar (Ki Abduljabbar / Ki dalang Cipta Kawedar)
Pesan: Ini adalah ilmu rahasia, karena ini ilmu antara ia (pelaku) dengan Allah. Ini adalah ilmu batin, diajarkan hanya kepada peminatnya yang sudah memahami ilmu Iman, Islam, Tauhid dan Makrifat. Bacalah dan renungkanlah seluruh kalimat yang ada di bawah ini, agar engkau mengerti dan memahami.
Barangsiapa menghendaki kebaikan bagi dirinya, niscaya dia mengambil jalan kepada Tuhannya. (Q.S. Al-Insan:29)
Tuhan mentajallikan cahaya-Nya. Cahaya Tuhan itu bernama Nur, itulah rahasia Tuhan. Rahasia Tuhan itulah yang dinamakan Muhammad yang awal (Jauhar awwal) dan Nur Muhammad itulah juga dinamai titik Nur Awal (Jauhar Awwal). Nur Muhammad sudah “lahir”, baru bersuara. Inilah suara Allah langsung pada Muhammad. Dari mana nama awal suara dari mulud dan lidah kita ini? Dari mana awal suara dari hati Dari mana awal suara dari sirr hati ini? Dari mana awal suara dari Dzat ini?
Tentulah dari hati. Tentulah dari SIRR Tentulah dari Dzat Tentulah dari Allah.
Renungkan perjalanan suara ini. Dengan Sirr ini kita dapat membedakan mana suara dari setan dan mana suara dari Allah.
“Jika bukan karena engkau Muhammad, tiada kuciptakan alam ini”. Apa hikmah perkataan hadis qudsi ini dari sisi hakiki? Kalau tidak ada engkau diri makrifat, tidak akan ada pergerakan jasad. Inilah isyarat dua kalimah syahadat. Jadi diri makrifat itu sifat Tuhan dan rahasia Tuhan yang terjadi pada diri kita ini yaitu SUKMA (RUH).
1
Sebetulnya jalan yang sampai kepada Allah itu ada empat yaitu: 1. Syariat. Kemampuan yang di-ADA-kan Allah, berlaku pada anggota zahir, yaitu perintah (amar) dan larangan (nahi). 2. Tarikat Jalan yang menyempurnakan syariat, berlaku pada hati. Contoh prakteknya: mulut berkata “merah”, hati harus yakin bahwa barang yang disebut itu benar-benar merah. Inilah yang disebut menyempurnakan syariat. 3. Hakikat Keyakinan kita kepada yang wajib dipercaya, hanya satu yaitu Allah. Berlaku pada Sirr hati (nyawa). 4. Makrifat. Pengenalan yang sempurna tentang Allah. Bagaimana pengenalan tentang Allah itu? Yaitu semua yang terpandang, terpikir, terasa, tersentuh, tercium, dll. bukan Allah. Karena orang yang sempurna mengenal Allah itu keyakinan tetap. Bahwa Allah itu laysa kamitslihi syaiun.
SUKMA (RUH) Ruh adalah jisim yang halus (lathifah Rabbaniyah), Ruh (sukma) disebut Alam Jabarut berasal dari alam Arwah (Alam Lahut sebagai negeri asal) adalah hakikat manusia (insan) yang dinamakan sebenar-benarnya diri, dinamakan juga wujud ‘Amun, menurut Syeikh Nurudin Ar-Raniry, di dalamnya Ruh terdapat tujuh Sifat Tuhan, yaitu: 1. Hayat (kehidupan) Artinya Yang Hidup. Hidup Allah hidupnya aku, namun hakikatnya hidup Allah sendirinya. Sebab aku hanya dihidupkan. 2. Iradat (kehendak) Artinya Yang Berkehendak. Kehendak Allah kehendak aku, namun hakikatnya kehendak Allah sendirinya. aku hanya sekedar diberi kehendak. 3. Qudrat (berkuasa) Artinya Yang Kuasa. Kuasa Allah kuasanya aku, namun hakikatnya kuasa Allah sendirinya. aku hanya sekedar dikuasakan. 4. Sama’ (mendengar) Artinya Yang Mendengar. Pendengaran Allah pendengaranku, namun hakikatnya pendengaran Allah sendirinya. aku hanya yang diperdengarkan.
2
5. Bashar (melihat) Artinya Yang Melihat. Penglihatan Allah penglihatan aku, namun hakikatnya penglihatan Allah sendirinya. aku hanya sekedar diperlihatkan. 6. ‘Alim (pengetahuan) Artinya Yang Berilmu. Ilmu Allah ilmu aku, namun hakikatnya ilmu Allah sendirinya. aku hanya sekedar ditahukan. 7. Kalam (berkata-kata) Artinya Yang Kuasa. Kuasa Allah kuasanya aku, namun hakikatnya kuasa Allah sendirinya. aku hanya sekedar dikuasakan. Maka dapat disimpulkan lenyap (fanalah) sifat aku pada sifat Allah. Kekal Dzat aku disebabkan kekalnya DzatAllah. “Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya, (QS. Qaaf: 16).
Namun Dzat Allah Yang Wajibul Wujud tetap berdiri dengan sendiri-Nya dan tiada yang menyerupai-Nya. Yang wajib dipedomi oleh ahli Tarekat adalah: 1. Jangan dipercayai (I’tiqad) jadinya hati nurani (A’yan Tsabitah) karena Dzat Allah. 2. Jangan dipercayai (I’tiqad) jadinya hati nurani (A’yan Tsabitah) dengan sendirinya. 3. Jangan dipercayai (I’tiqad) jadinya hati nurani (A’yan Tsabitah) kudrat yang berhubungan dengan Allah. 4. Jangan dipercayai (I’tiqad) jadinya hati nurani (A’yan Tsabitah) karena kudrat yang bercerai dengan-Nya. 5. Jangan dipercayai (I’tiqad) jadinya hati nurani (A’yan Tsabitah) karena kudrat yang bersatu dengan Allah. Barang siapa yang mempercayai (meng-I’tiqad-kan) salah satu dari paham yang lima tersebut, maka orang itu menjadi kafir. Karena itu wajiblah kita I’tiqadkan bahwa jadinya hati nurani (A’yan Tsabitah), karena memberi bekas (atsar) kudrat dan iradat saja. Ruh Insan diciptakan daripada Ruh Muhammad, sedangkan Ruh Muhammad diciptakan dari Nur Muhammad dan Nur Muhammad diciptakan dari Nur Dzat Allah Yang Wajibul Wujud dari cahaya JAMAL-Nya. Kemuliaan derajat manusia terletak pada kemampuan dalam mengabdikan diri dan mengenal Sang Pencipta dengan sempurna. Barang siapa yang beribadah tanpa mengenal (makrifat) maka hukumnya kurang sempurna (naqish). Perbanyaklah melakukan mujahadah dan ibadah berupa DZIKIR dan DOA, guna pendalaman dan peningkatan rasa ruhaniah (al-ma’ani adzdzauqiyyah). Dengan rasa ruhaniah yang suci maka “Sirr amru adz-dzauqiyyah” seseorang mampu merasakan “fana fillah” yaitu fana bil af’al, fana bish-shifat dan fana bidz-dzat.
3
Ruh sebagai jauhar Rohani dapat berdiri sendiri dan hidup terus tanpa jasad. Allah berfirman di dalam surat Al-Baqarah: 154; Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati, bahkan mereka itu hidup, hanya saja kamu tidak menyadarinya. Menurut Sayyid Syeikh Muhyidin Abdul Qadir Al-Jailani r.a. dalam kitabnya “Sirrul Asrar”. Proses turunnya adalah setelah Ruh diciptakan di Alam Lahut, kemudian diturunkan ke alam Jabarut. Lalu di sana ia dibalut dengan cahaya Jabarut sebagai pakaian antara dua haram dua tempat antara dimensi ketuhanan dan dimensi mahkluk, di alam Kabir). Ruh dilapisan pertama disebut Ruh Al-Qudsi. Ruh dilapisan kedua disebut Ruh Sulthani. Selanjutnya, diturunkan lagi ke alam Malakut dan dibalut dengan Cahaya Malakut yang kemudian disebut dengan Ruh Ruhani. Kemudian diturunkan lagi ke Alam Mulki dibalut dengan cahaya Mulki. Ruh lapisan ke-4 inilah yang disebut Ruh Jismani. Allah mentajallikan (menyatakan) diri-Nya sendiri. Bahkan diri-Nya itu bertujuan pula membentuk satu batang tubuh yang halus (tubuh Rohani). Tubuh yang Rohani inilah yang dinamakan tubuh yang bathin, yang dilihat tidak nampak, dipegang tidak terasa. Dan tubuh batin ini adalah merupakan hakikat manusia yang dinamakan juga “Wujud ‘Amun”. Karena wujudnya bersandarkan kepada “Dzat Allah dan Ilmu Allah”. “Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniup kan kedalamnya ruh (ciptaan)-Ku, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud.” (QS. Al-Hijr :29) Setiap lapisan ruh itu, mempunyai HANUT yaitu ruang edar di dalam wujud. Masingmasing memiliki potensi, hasil dan manfaat yang tidak sia-sia lahir maupun batin. Oleh karena itu manusia wajib mengetahui bagaimana cara mengolah masing-masing lapisan Ruh itu di alam wujudnya. Ruh Sesuai Potensi dan Pengamalannya Nama Ruh Al-Qudsi
Tempat Alamnya Alam Lahut
Tempat di Tubuh Rahsa (Sirri)
Penggalian Potensinya Ilmu Hakikat ialah Ilmu Tauhid
Al-Sulthani
Alam Jabarut
Mata Hati (Fua’ad)
Ilmu Makrifat
Ruh Al-Ruhani
Alam Malakut
Hati (Al-Qalb)
Ilmu Tariqat
Ruh Al-Jismani
Alam Mulki
Jasad
Ilmu Syariat
Bentuk Amalannya La ilaha illallah Allah Huwa Al-Haqq Al Hayyu, Al-Qoyyum, Al-Qahhar, Al-Wahhab. Al-Fattah Al-Wahid Al-Ahad Ash-Shamad Shalat
4
“Hanya milik Allah Asmaul Husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut Asmaul Husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan” (QS. Al-A’raf: 180). Dengan demikian dengan dalil tersebut di atas, Allah meminta manusia untuk menerapkan substansi ASMAUL HUSNA ke dalam diri dan berakhlak sesuai dengan akhlak yang terkandung dalam Asmaul Husna. Dan Allah Swt menetapkan kalimat “LA ILAHA ILLALLAH” ini kedalam salah satu fase-fase perjalanan kalbu ke alam-alam ruhani. Dapat disimpulkan dan dimisalkan perbedaan antara Dzat Allah dengan Sifat Allah adalah Dzat Allah Yang Maha Hidup, sedangkan Sifat Allah yang dihidupkan. Nabi Muhammad Saw bersabda: “Kalimat yang terunggul yang aku ucapkan dan diucapkan pula oleh para nabi sebelumku adalah “LA ILAHA ILLALLAH” “Dan (Allah) mewajibkan kepada mereka tetap taat menjalankan kalimat TAQWA” (QS. AlFATH: 26). Maksud dari kalimat taqwa pada ayat di atas adalah LA ILAHA ILLALLAH. Kalimat taqwa inilah yang dimaksud talqin.1
ILMU KASAMPURNAAN Ilmu kasampurnaan ini ada dua, Wahyu dan Firasatan (Ilham). Wahyu diberikan oleh Allah kepada Rasul-Nya dan Firasatan diberikan oleh Allah kepada hambanya yang selalu taat kepada perintah-Nya dan yang menjauhi larangan-Nya. Sehingga mencapailah kepada derajat makrifat. Cahaya Diri Makrifat inilah yang menjadi FIRASATAN, sedangkan Nur Muhammad itu menjadi PERINGATAN, sedangkan diri Makrifat itu mustahil berbohong. Sebenarnya ilmu firasatan ini atau disebut juga ilham, menggunakan bahasa CAHAYA: Cahaya Ilahi. Timbulnya INGATAN itu dari FIRASATAN. Timbulnya firasatan itu dari Tuhan. Ciri bahasa cahaya ilahi itu: Laa raiba fiihi hudan lil muttaqiin (QS. Al-Baqarah: 2), alias tidak ada keraguan satu zarah pun.
DZAT ALLAH PEMBERI CAHAYA LANGIT DAN BUMI QS. An-Nuur [24]: 35 1
Talqin artinya dalam kitab Mu’jam Lughatil Fuqaha’ juz 1 halaman 145 adalah : Memahamkan dengan ucapan ( instructing ). Talqin dalam kitab kamus al-Marbawi halaman 225 adalah : Mengajar dan memberi ingat.
5
Allaahu nuuru alssamaawaati waal-ardhi matsalu nuurihi kamisykaatin fiihaa mishbaahun almishbaahu fii zujaajatin alzzujaajatu ka-annahaa kawkabun durriyyun yuuqadu min syajaratin mubaarakatin zaytuunatin laa syarqiyyatin walaa gharbiyyatin yakaadu zaytuhaa yudhii-u walaw lam tamsas-hu naarun nuurun 'alaa nuurin yahdii allaahu linuurihi man yasyaau wayadhribu allaahu al-amtsaala lilnnaasi waallaahu bikulli syay-in 'aliimun Artinya: Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya Allah, adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat (nya), yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang dia kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.
Para ahli tasawuf mengatakan bahwa yang dimaksud dengan MISYKAH adalah kalbu orang Mukmin. Sedang yang dimaksud dengan PELITA adalah Sirri Al-Fuad (rahasia Mata Hati), yaitu Ruh Sulthani. Adapun yang dimaksud KACA adalah Fuad (mata hati) yang Allah Swt sifati dengan gemerlapan karena kekuatan cahaya-Nya yang luar biasa. Oleh sebab itu, sudah seharusnya seorang hamba menyingkap tabir hawa nafsu dari kalbunya agar kemudian kalbu itu hidup dengan menerima cahaya-cahaya tersebut. Dimana akhirnya dari misykah itu Ruh nya dapat menyaksikan sifat-sifat Allah Swt dari pantulan cahaya cermin kalbu tadi. Apalagi maksud penciptaan alam tidak lain adalah membuka rahasia yang tertutup itu, seperti yang disebutkan dalam hadis qudsi: “Aku adalah perbendaharaan yang tersembunyi, Aku ingin diketahui. Maka Aku menciptakan mahkluk agar mereka mengenalku”. Maksudnya, agar mereka mengenal sifat-sifat-Ku di muka bumi ini. Adapun melihat Dzat Allah itu ada di akherat (Alam Lahut) tanpa perantara cermin kalbu dengan pandangan sirri yang disebut THIFUL MA’ANI. “wa-idz akhadza rabbuka min banii aadama min zhuhuurihim dzurriyyatahum waasyhadahum 'alaa anfusihim alastu birab-bikum qaaluu balaa syahidnaa an taquuluu yawma alqiyaamati innaa kunnaa 'an haadzaa ghaafiliina” (QS. Al-A’raf :172). “Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuban kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)", (QS. Al-A’raf :172).
6
Akibat Ruh lupa pada perjanjian awalnya maka ia tidak dapat kembali ke alam Lahut sebagai negeri asal. Dengan kasih-Nya, maka Allah Swt pun menolong ruh-ruh itu dengan menurunkan kitab-kitab samawi yang mengingatkan negeri asal. Dalam rangka makrifat kepada Allah Swt manusia harus mampu mengembalikan kefitrahan (kesucian) hati nurani, agar mampu merasakan nur-nur rahasia illahiyah yang terdapat di dalam diri. Penyebab kebutaan kalbu adalah karena adanya tabir gelap (Al-hujub azh-zhulmaniyah), lalai dan lupa karena jauhnya diri dari menepati janji pada Allah saat di alam arwah. Adapun sebabnya lalai adalah kebodohan seseorang terhadap masalah hakekat Illahiah. Kebodohan ini timbul karena kalbu dikuasai oleh sifat-sifat tercela seperti; sombong, dendam, dengki, kikir, ujub, ghibah, mengumpat, mengadu domba, bohong dan sifat tercela yang lain. Adapun cara menghilangkan sifat-sifat tercela tadi adalah dengan membersihkan cermin kalbu dengan alat pembersih TAUHID, ILMU, dan AMAL. Serta berjuang dengan sekuat tenaga baik lahir maupun bathin. Semua itu akan menghasilkan hidupnya kalbu dengan cahaya tauhid dan sifat-sifat-Nya. Bila seseorang menusia telah berhasil menghidupkan hatinya, maka ia akan ingat pada negeri asalnya (Alam Lahut). Selanjutnya setelah tabir gelap hilang maka yang tersisa adalah tabir cahaya (Al-hujub an-Nuraniyah). Dan pada saat itulah ia sudah bashirah. Ia mampu melihat dengan penglihatan Ruh dan menerima cahaya Asma Ash-Shifat (nama-nama sifat). Secara bertahap, hijab-hijab dalam bentuk cahaya itu akan sirna dengan sendirinya dan dia akan diterangi hanya dengan cahaya Dzat. Bila kebaikan dan keikhlasannya lebih banyak, itu artinya sifat-sifat hawa nafsunya telah berganti dengan sifat-sifat ruhani. Jika seseorang mengikuti hawa nafsunya, maka yang terjadi adalah sebaliknya, sifat-sifat ruhaninya berganti dengan sifat-sifat hawa nafsunya. Bila kalbu telah dibersihkan, akan terukir di dalamnya gambaran gaib dari kebaikan maupun keburukan. Hadis qudsi dari Abu Dzar A-Ghifari r.a., dari Rasulullah S.a.w. beliau meriwayatkan bahwa Allah Azza Wajalla berfirman: Wahai hamba-Ku, sesungguhnya Aku telah mengharamkan kezaliman atas diri-Ku, dan Aku telah menetapkan haramnya di antara kalian, maka janganlah kalian saling berlaku zalim. Wahai hamba-Ku semua, kalian adalah sesat, kecuali siapa yang Aku beri petunjuk, maka mintalah petunjuk kepada-Ku niscaya Aku akan memberikan petunjuk pada kalian. Wahai hamba-Ku kalian semua kelaparan, kecuali siapa yang Aku berikan makanan kepadanya, maka mintalah makan kepada-Ku, niscaya Aku beri kalian makanan. Wahai hamba-Ku, kalian semua telanjang kecuali siapa yang Aku berikan pakaian kepadanya. Wahai hambaKu kalian semua melakukan kesalahan siang dan malam hari, dan Aku akan mengampuni dosa semuanya, maka minta ampunlah kepada-Ku, niscaya Aku akan mengampuninya. Wahai hamba-Ku sesungguhnya tidak ada kemudharatan yang dapat kalian lakukan kepada-Ku, sebagaimana tidak ada kemanfaatan yang kalian berikan kepada-Ku. Wahai hamba-Ku, seandainya sejak orang pertama diantara kalian sampai orang terakhir, dari
7
kalangan manusia dan jin semuanya berada dalam keadaan paling bertaqwa diantara kamu, niscaya hal tersebut tidak menambah kerajaan-Ku sedikitpun. Wahai hamba-Ku seandainya sejak orang pertama sampai orang terakhir dari golongan manusia dan jin diantara semuanya seperti orang yang paling durhaka diantar kalian, niscaya hal tersebut tidak akan mengurangi kerajaan-Ku sedikitpun juga. Wahai hamba-Ku, seandainya sejak orang pertama diantara kalian sampai orang terakhir diantara kalian semuanya berdiri disebuah bukit lalu kalian meminta kepada-Ku, lalu setiap orang yang meminta Aku penuhi, niscaya hal itu tidak akan mengurangi apa yang ada pada-Ku kecuali bagaikan sebuah jarum yang dicelupkan di tengah lautan. Wahai hamba-Ku, sesungguhnya semua perbuatan kalian diperhitungkan untuk kalian, kemudian diberikan balasannya, siapa yang banyak mendapatkan kebaikan maka hendaklah ia bersyukur kepada Allah dan siapa yang menemukan selain itu janganlah ada yang dicela kecuali dirinya (riwayat Muslim). QS. Ar-Ruum: 30
Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada(agama) Allah, (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakn manusia tidak mengetahui. Dengan menghadapkan wajah yang fitrah kepada Sang Khaliq, maka akan tumbuhlah benihbenih tauhid di dalam wilayah jiwa yang bening dan hening, dan semarak pula cahaya iman dan makrifat. Untuk bisa mencapai derajat mulia, dengan hati yang lapang, jiwa yang tenang, otak yang terang, masukilah ajaran Tauhid Uluhiyah. Hilangkan prasangka buruk pada Tuhan, dan terhadap sesama manusia, bukalah dinding penghijab kebenaran dengan selalu menyauk air hikmah berupa ajaran makrifah dan musyahadah, ajaran para wali-wali Allah, yang berasal dari Rasulllah Saw.
1. SIRR : Untuk melihat Allah (Rumah Ruh Qudsi) 2. Qolbu untuk Mahabbah (mencintai Allah), Rumah Ruh Rohani. 3. Fu’adun untuk makrifat sifat Allah (rumah Ruh Sulthoni). Hati: untuk mencintai Allah. 4. Jasad (Rumah Ruh Jasmani) Untuk beribadah kepada Allah
8
MAQAM TAUHID DZAT QS. Al-Ikhlas: 1 - 4 1. Katakanlah: "Dia-lah Allah, Yang Maha Esa. 2. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. 3. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan, 4. Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia". Maqam Tauhid Dzat ini adalah maqam (martabat) Makrifat yang terakhir. Yaitu Dia (Dzat Allah) mengetahui dengan Dzat-Nya, berkuasa dengan Dzat-Nya, hidup dengan Dzat-Nya. Bukan dengan sifatnya seperti: Ilmu, Hayat, Qudrat, Iradat, Sama’, Bashar, Kalam. Semua tingkah polah, tindak laku kita, berasal dari gerak dan daya yang satu yaitu Allah swt (Dzat Yang Maha Kuasa). Pada maqom ini dinamakan juga maqom: Musyahadah, Mukasyafah, Muqarrabah, dan Mahabbah, dengan alatnya yaitu “Sirr Amrun Dzaugy” yang bersumber dari lubuk hati yang paling dalam. Di dalam kitab Ma’rifat Al-Jurjani, dinamakan Sirr (rahasia) yaitu perasaan yang halus (ghaib) yang ada dalam hati, seperti Ruh berada dalam badan. Sirr adalah tempat dan alat untuk Musyahadah, Ruh tempat Mahabbah dan hati tempat Makrifat Kesimpulan Apakah di dalam ajaran tasawuf para sufi harus melalui martabat tujuh ? Jawab: Tidak wajib. Akan tetapi disarankan memiliki wawasan ketuhanan yang baik agar kita tidak mudah taqlid kepada orang yang menyelewengkan ajaran ini. Ajaran Martabat tujuh ini baik untuk pegangan atau referensi di dalam perjalanan menuju Tuhan. disamping ilmu-ilmu yang lainnya sebagai pendukung. Firman Allah: Hai Manusia, sesungguhnya kamu telah bekerja dengan sungguh-sungguh menuju Tuhanmu , maka pasti kamu akan menemui-Nya. (QS . Al Insiqaaq:6)
Nur Muhammad Allah adalah cahaya langit dan bumi (QS. 24:35) Sesungguhnya Allah Swt. sebelum menciptakan segala sesuatu, terlebih dahulu menciptakan cahaya nabimu dari Nur Allah (Hadis)
Dalam sebuah hadis Rasulullah saw bersabda,
9
“Ana min nurullaahi, wa khalaq kuluhum min nuuri, ”Aku berasal dari cahaya Allah, dan seluruh dunia berasal dari cahayaku”. Dalam hadis lain dari Ibnu Abbas disebutkan, “Sesung-guhnya ada seorang Quraisy, yang ketika itu masih berwujud nur (cahaya), di hadapan Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Agung, dua ribu tahun sebelum penciptaan Nabi Adam as. Nur itu selalu bertasbih kepada Alloh…” Allah menciptakan Nur Muhammad, atau al-haqiqat Al-Muhammadiyyah (Hakikat Muhammad) sebelum menciptakan segala sesuatu. Nur Muhammad disebut sebagai pangkal atau asas dari ciptaan. Ini adalah misteri dari hadis qudsi yang berbunyi: “lawlaka, lawlaka, maa khalaqtu al-aflaka” — ”Jika bukan karena engkau, jika bukan karena engkau (wahai Muhammad), Aku tidak akan menciptakan ufuk (alam) ini.” Allah ingin dikenal, tetapi pengenalan Diri-Nya pada Diri-Nya sendiri menimbulkan pembatasan pertama (ta’ayyun awal). Ketika Dia mengenal Diri-Nya sebagai Sang Pencipta, maka Dia “membutuhkan” ciptaan agar Nama Al-Khaliq dapat direalisasikan. Tanpa ciptaan, Dia tak bisa disebut sebagai AlKhaliq. Tanpa objek sebagai lokus limpahan kasih sayang-Nya, dia tak bisa disebut ArRahman. Maka, perbendaharaan tersembunyi dalam Diri-Nya itu rindu untuk dikenal, sehingga Dia menciptakan Dunia—seperti dikatakan dalam hadis qudsi, “Aku adalah perbendaharaan tersembunyi, Aku rindu untuk dikenal, maka kuciptakan Dunia.” Tetapi kosmos atau alam adalah kegelapan, sebab dalam dirinya sendiri, alam sebenarnya tidak ada. Dalam kegelapan tidak akan terlihat apa-apa. Karenanya, agar sesuatu segala sesuatu muncul dalam eksistensi ini diperlukanlah cahaya. Melalui cahaya inilah Dia memahami dan dipahami sekaligus. Inilah manifestasi pertama dari Perbendaharaan Tersembunyi, yakni Nur Muhammad. Jadi yang pertama diciptakan adalah Nur Muhammad yang berasal dari “Cahaya-Ku”. Nur Muhammad adalah sebentuk “pembatasan” (ta’ayyun) atas Keberadaan Absolut; dan bagian ini tidaklah diciptakan, tetapi sifat dari Pencipta. Dengan demikian, berdasar hadis-hadis tersebut dapat disimpulkan bahwa dunia adalah dari Nur Muhammad dan Nur Muhammad berasal dari Nur Allah. Karena fungsinya sebagai prototipe aturan tata semesta dalam keadaan global, maka Nur Muhammad adalah wadah tajalli-Nya yang sempurna dan sekaligus kecerdasan impersonal yang mengatur tatanan kosmos, atau Logos, seperti dikatakan dalam hadis masyhur lainnya, “Yang pertama diciptakan Allah adalah akal (aql alawwal).” “Pikiran dibagi menjadi dua, fikiran yang timbul dari tashdiq dan iman, dan fikiran yang tumbuh dari menyaksikan Allah dan membuktikan wujud-Nya, yang pertama buat orangorang yang mempunyai pertimbangan sedangkan yang kedua bagi orang-orang yang mempunyai persaksian kepada Allah dan penglihatan dengan menggunakan hati”. (al-hikam) Jadi, Nur Muhammad adalah semacam “wadah” yang senantiasa dialiri oleh Cahaya Pengetahuan ilahiah, yang dengan Pengetahuan itulah alam semesta ditata. Maulana Rumi menya-
10
takan bahwa pada saat penciptaan Nur itu, Allah menatap Nur Muhammad itu 70.000 kali setiap detik. Ini berarti bahwa Hakikat Muhammadiyyah itu terus-menerus dilimpahi Cahaya Pengetahuan, Cahaya Penyaksian. Cahaya demi Cahaya terus berdatangan—cahaya di atas cahaya—masuk ke dalam hakikat Nur Muhammad atau Hakikat Muhammad. Karenanya pengetahuan yang diterima Nabi Muhammad terus-menerus bertambah. Inilah misteri dari doa Nabi yang termasyhur, “Ya Allah tambahkan ilmu pengetahuan kepadaku.” Sebagai Logos, kecerdasan impersonal, yang menjadi dasar tatanan semesta, sudah barang tentu pengetahuan yang diterimanya tak pernah berhenti, terus bertambah, hingga akhir zaman.
PROSES TAJALLI Menurut kajian “Riwayat Nur Muhammad”
Dzat Allah
Nur Allah
Nur Muhammad
Ruh Muhammad
Alam Semesta
Merah
Putih
Kuning
Hitam
Api
Angin
Air
Tanah
Darah
Urat
Tulang
Daging
‘Adhim
Qawiy
Muhyi
Hakim
Bedahlah kalbu, bimbinglah jiwa, bersihkan Hati Rabbaniyah dan kotoran-kotoran yang melekat di dalamnya, karena hati yang “latifah Rabbaniyyah” adalah hakikat diri. Di dalam Nur Muhammad ini termuat al-a’yan Al-Mumkinah (entitas-entitas yg mungkin). Entitas yang mungkin ini akan menjadi aktual dalam bentuk alam empiris melalui perintah “KUN” Tetapi tujuan penciptaan belum tercapai hanya melalui alam, sebab alam bukan cermin yang bening bagi Allah untuk mengenal Diri-Nya sendiri. Di sinilah wajah Nur Muhammad yang
11
kedua berperan, yakni sebagai hakikat kemanusiaan—haqiqat Al-Muhammadiyyah atau Insan Kamil. Beliaulah yang mula mula sekali menyatakan bahwasanya kejadian Alam ini pada mulanya ialah dari pada “HAKIKATUL MUHAMMADIYAH” atau Nur Muhammad. Nur Muhammad itulah asal segala kejadian. Hampir samalah perjalanan persamaannya itu dengan renungan. Ahli Filsafat yang mengatakan bahwa mulai terjadi ialah “AKAL PERTAMA”. Menurut katanya Nabi Muhammad itu terjadinya dua rupa. Rupa yang Qadim dan Rupa yang Azali. Dia telah terjadi sebelum terjadinya seluruh yang ada, Dari padanya diserah Ilmu dan Amal. Kedua ialah rupanya sebagai manusia, sebagai seorang rasul dan Nabi diutus Tuhan. Rupa yang sebagai Manusia itu menempuh Maut, tetapi rupanya yang Qadim tetap ada meliputi Alam. Maka dari Nur rupanya yang Qadim itulah diambil segala Nur buat menciptakan segala Nabi-nabi, Rasul-rasul dan Aulia. Cahaya segala Kenabian dari pada Nur lah menyata dan Cahaya mereka dari pada Cahayanyalah mengambil, tidaklah ada suatu cahaya yang bercahaya, dan lebihnya yang lebih Qadim dari cahaya yang Qadim itu yang mendahului Cahaya Beliau yang mulia. Kehendaknya mendahului segala kehendak, Ujudnya mendahului segala yang Adam. Namanya mendahului akan Kalampun sendiri. Karena dia telah terjadi sebelum terjadi apa yang terjadi. Lautan Ilmunya diatas megah mengguruh, dibawah kilat menyinar dan memancar, menurunkan hujan dan memberikan subur, Segala Ilmu adalah setetes dari air lautan. Segala Hikmat hanyalah satu piala dari Sungainya, Seluruh Zaman hanyalah satu sa’at Kecil dari Masanya yang jauh. Dalam hal kejadian Dialah yang Awal, Dalam Kenabian dialah yang Akhir “AL-HAQ” adalah dengan dia, dan dengan dialah HAKIKAT, Dia yang pertama dalam hubungan, Dia yang Akhir dalam Kenabian, Dan Dia yang Bathin dalam HAKIKAT, dan Dialah yang lahir dalam MA’RIFAT. Pendeknya Nur Muhammad itulah pusat kesatuan Alam, dan Pusat Kesatuan Nubuat segala Nabi. Dan Nabi Nabi itu Nubuatnya, ataupun Dirinya hanyalah sebagian saja dari pada Cahayanya “NUR MUHAMMAD” itu. Segala macam Ilmu Hikmat dan Nubuat adalah Pancaran belaka dari Sinarnya.
AL-HAKIKATUL MUHAMMADIYAH Tuhan Allah adalah suatu dan satu, Dialah wujud yang Mutlak. Maka Nur (cahaya) Allah itu sebagian dari pada Dirinya. Itulah Dia Hakikat “MUHAMMADIYAH” itulah kenyataan yang pertama dalam ULUBIYAH. Dari padanyalah terjadi segala Alam dalam setiap tingkatannya. Seumpama Alam Jabarut, Alam Malakut, Alam Misal, Alam Ajsam, Alam Arwah, Dia segenap kesempurnaan Ilmu dan Amal. Yang ternyata pada Nabi, sejak Adam sampai Muhammad, dan sampai kepada Wali-wali dan segala Tubuh Insan yang Kamil. Nur Muhammad atau Hakikat Muhammadiyah itu Qadim pula, sebab Dia sebagian dari pada
12
AHADIYAH. Sebagian dari suatu dan satu. Dia tetap ada, Hakikat Muhammadiyah itulah memenuhi Tubuh Adam dan tubuh Muhammad. Dan apa bila Muhammad telah Mati sebagai tubuh, namun Nur Muhammad atau Hakikat Muhammadiyah itu tetaplah ada, sebab dia sebagian dari Tuhan. Jadi Allah, Adam, Muhammad adalah satu, dan Insan Kamilpun adalah Allah dan Adam juga pada Hakikatnya.
PASAL KEJADIAN NUR MUHAMMAD Ini asalnya kejadian Nur yang bermula mengambil keterangan kitab dari pada : Pertama : Didalam Kitab yang bernama Hadis Qudsy BAYANULLAH. Kedua : Bernama Kitab Hadis Qudsy BAYANU INSAAN Ketiga : Bernama Kitab Hadis Qudsy BAYANULLAH KURRU BIYIN. Untuk menyempurnakan asal kejadian diri kita, atau asal kejadian dari pada agama Nabi kita Muhammad SAW, dan asal kejadian dari pada mengenal diri / mengenal Allah. Maka barang siapa tidak mengetahui asalnya kejadian diri, tidaklah syah sekalian Amal Ibadahnya, dan sia-sia belaka perbuatannya. Maka sabda Nabi Muhammad Saw; “WUJUDUKA ZUMBUN’ADJIM” artinya diri anak Adam itu Dosa yang Besar, melainkan mereka yang mengetahui. Dengan adanya dalil inilah yang diwajibkan untuk mengetahui asal kejadian diri. Wahai sekalian Saudaraku, tuntutlah benar benar dan bersungguh sungguh Ilmu kesempurnaan ini, supaya Amal Ibadahnya sempurna. Barang siapa menyembah Allah dan ia tidak mengetahui yang empunya nama Allah maka hukumlah bagi mereka itu, seperti menyembah nama saja, adalah terburu-buru “BAYA TULLAH” artinya menyembah tempat dan menyembah nama saja, bukan menyembah yang empunya nama. Karena inilah sabda Nabi kita Muhammad Saw, “MAN’ABDA ISMA’U’NAL MA’NA FAHUWA KAFIRUN” artinya barang siapa menyembah nama, tiada mengetahui yang empunya nama, maka orang itu kafir lagi jahil. Dan “MAN ZAKARAL ISMA’U’ NAL MA’NA FAHUWA BATHILUN” artinya barang siapa menyembah nyembah nama Allah tetapi tiada mengetahui yang empunya nama, maka dihukumkan bathal perkataan, yaitu siasia saja. Dengan keterangan ini bukannya mengenal Agama saja, atau namanya saja, melainkan yang lebih perlu adalah empunya nama, artinya: Barang siapa tidak mengenal Allah dari awalnya dan barang siapa tidak mengenal Allah dari akhirnya, dan barang siapa tidak mengenal Allah dari Dunia dan barang siapa tiada mengenal dari Akhirat? Bermula dari ini kami mulailah asal kejadian NUR MUHAMMAD itu di dalam Kosong: “NUR QUN HU DZULLLAH” artinya Didalam Kandungan Qun, Nur Muhammad dari pada Dzat-Nya. Dan menurut keterangan Allah didalam Hadis Qudsy “WAMA KHALAK TUKA ILA JALIKA FII SYAIAN KABLAHU NUR MUHAMMADIN FII ZADTULLAH” artinya
13
Sebelumnya ada yang terlebih dahulu dijadikan dari pada sesuatu apapun, maka Nur Muhammad dijadikan dari pada Nur Dzat Allah. Maka sewaktu Allah menjadikan Nur Muhammad dari pada Nur Dzat-Nya didalam Alam SATIYAARIL GOIB – SATIYAULBUHTI artinya Pada sesuatu itu dizahirkan Nur Muhammad di dalam Alam hari Ghaib, dan Alam hari Dzat “DZATTUL BUHTI” artinya pada waktu itu Nur Muhammad dizahirkan bukannya di Alam bumi ini, melainkan di Alam yang bernama “NUURUL BUHTI MU’ALLATI” dan artinya dizahirkan Nur Muhammad di Alam sebelum adanya Nama “ALLAH DZAT WAJIBUL WUJUD”. Demikianlah sesudahnya Nur Muhammad dizahirkan dirahsian: “NUU RUL BUHTI MU’ALLATI”. Dan diturunkan lagi di Alam SIR ZATTULBUHTI adanya, artinya di Alam RAHASIA dibagian bagi diri-NYA, sebelum Tuhan bernama Allah. Dan untuk namanya itu masih tersembunyi, sebagian lagi Nur Muhammad diturunkan kepada Alam Ilmu artinya di Alam pengetahuan. Dan sesudah itu diturunkan lagi Nur Muhammad di Alam Nur dunia artinya merupakan: NUR MUHAMMAD adanya. Cahaya dunia berupa Dzat (Dzat Wajibul Wujud), diturunkan Nur Muhammad di cahaya dunia itu, diturunkan seperti burung TA’US maka pada suatu Nur Muhammad hanya sendirian saja, tiada yang lain, maka Nur Muhammad pada waktu itu mengenal suatu kalimah yang bunyinya “HU ZAATULLAH”. Ini syahadat Nur Muhammad di Alam Zatul Buhti: “ASYHADU ALLA ILAHA ILLALLAH” Maka sesudah Nur Muhammad mengatakan sesuatu kalimah perkataan tersebut diatas, maka Nur Muhammad berkata pula “Hai segala pohon kayu dan batu, langit dan bumi, maka dari pada sekalian sedang berada pada waktu itu, berkatalah Nur Muhammad “Tunduklah engkau sekalian pohon kayu, batu dan langit”. Ber A’jdinlah Ia, dan pada saat itulah Dzat Wajibal Wujud berkata dan menyatakan Nur Muhammad itu bahwa dijadikan dari pada NUR DZAT-NYA maka menyahut Dzat Wajibul Wujud dengan satu kalimah menyatakan pada Nur Muhammad “WA ASYHADU ANNA MUHAMMADDARASULULLAH” artinya Syahadat Dzat Wajibul Wujud dan sesudah-nya itu Dzat Allah menyebut dengan satu kalimah Rasul. Maka firman Allah kepada Nur Muhammad “YA MUHAMMAD ENGKAU ITU KU JADIKAN DARI PADA DZATKU, DAN SEMESTA SEKALIAN JADI DARI PADA ENGKAU NUR HAKMU”. Maka terkejutlah Nur Muhammad setelah mendengar perkataan Dzat Allah dan Nur Muhammad telah berkata: Bahwasanya adalah yang terlebih dahulu dari pada Diriku. Sesudah itu Nur Muhammad mencita-citakan / munajad kepada Dzat Allah, lalu ia berkata Zikir Awal namanya Nur Muhammad dan Salawat Awal Nur Muhammad, maka Nur Muhammad sebagai meminta Do’a kepada Dzat Allah: 1. “LAA ILAHA ILLALLAHU MUHAMMAD WUJUDULLAH” artinya Tiada Tuhan yang disembah melainkan Allah, Hai Tuhanku bahwasanya Diriku ini dari pada Ujud DiriMu.
14
2. “LA ILAHA ILLALLAH NURIHAQQULLAH “ artinya Tiada yang disembah melainkan Allah, Hai Tuhanku bahwasanya Diriku ini dari pada Air Noktah Cahaya Dirimu. 3. “LA ILAHA ILLALLAHU MUHAMMAD ASTAGHFIRULLAH” artinya Tiada Tuhan yang disembah melainkan Allah, Hai Tuhanku bahwasanya Aku meminta ampun, bertaubatlah kepada Engkau yang telah Engkau terima. 4. “KUN SALLI’ ALA MUHAMMAD” Jadi Kun Jadilah. Hai Tuhanku Engkau jadikan Diriku olehmu yang Engkau kehendaki serta engkau jadikan pada dari kami. Maka Firman Dzat Allah kepada Nur Muhammad “Engkau ketahuilah bahwasanya Aku jadikan Dzat-Ku menjadi Nyawa kepada Engkau, dan Aku jadikan SifatKu kepada Engkau menjadi Tubuh Engkau, dan Aku jadikan Af’al-Ku ini menjadi Kelakuan Engkau. Maka berfirman lagi Dzat Allah kepada Nur Muhammad: Ya Muhammad, asalnya Kujadikan Dirimu itu dari pada Dzat-Ku, dan asal kejadian Dirimu itu dijadikan segala umat Engkau, dan daripada hak Engkau. Maka berfirman lagi Dzat Allah kepada Nur Muhammad: “Ya Muhammad Aku bepesan kepada engkau, dan bahwasanya engkau jadikan nyawa engkau menjadi rahasia kepada umat engkau, dan tubuh engkau itu menjadi ruh kepada umat engkau, dan Aku jadikan Ilmu engkau itu adalah menjadi iman kepada umat engkau dan engkau jadikanlah kelakuan engkau itu menjadi hati kepada umat Engkau, dan apa bila Aku muliakan atas diri Engkau melainkan Aku Muliakan juga atas umat Engkau, dan apa bila Aku kehendaki diri Engkau buat mengenal Ia akan Dikau muliakan, Aku kehendaki jika atas mengenal Ia akan Dikau serta Umat Engkau. Maka berfirman lagi Dzat Allah kepada Nur Muhammad: “ Ya Muhammad Aku wajibkan umat engkau itu mengenal Ia dari pada asal kejadian dirinya, dan Aku wajibkan kepada umat engkau mengenal Ia dari pada Agama-KU, dan Aku wajibkan kepada umat engkau itu mengenal diri bersungguh-sungguh, niscaya mengenal Ia pada awalnya dan barang siapa tiada mengenal Ia pada akhirnya, dan barang siapa tiada mengenal pada Dunianya, dan barang siapa tiada mengenal Ia pada zahirnya, dan barang siapa tiada mengenal Ia pada bathinnya, dan barang siapa tiada mengenal akhir Kalamnya, maka tidaklah mengenal kepada Negeri Akhirat. Sesudah itu Dzat Allah menerangkan kepada Nur Muhammad dengan beberapa keterangan yang tiada kekurangan. Maka berfirman lagi Zat Allah: “Ya Muhammad, engkau titikkan Air Nuktah, engkau buat menjadi Malaikat yang empat, maka apabila engkau menitikkan yang pertama bernama Nur Mada/Madzi, dan apabila engkau menitikkan yang kedua bernama Nur Madi, dan apabila engkau menitikkan yang ketiga bernama Nur Mani, dan apabila Engkau menitikkan yang keempat yaitu bernama Nur Manikam, dan apabila engkau mengatakan :
15
IYA KUN FAYAKUN JADI JIBRIL, maka jadilah JIBRIL, IYA KUN FAYAKUN JADILAH MIKAIL, maka jadilah MIKAIL, IYA KUN FAYAKUN JADILAH ISROFIL, maka jadilah ISRAFIL, IYA KUN FAYAKUN JADILAH IZROIL, maka jadilah IZROIL. Dan berfirman lagi Dzat Allah kepada Nur Muhammad: “Engkau perintahkan kepada Malaikat Jibril dan engkau jadikan dari pada anasirnya Jibril yaitu Bumi, dan Engkau jadikan daripada anasirnya Mikail yaitu Air, dan engkau jadikan dari pada Anasirnya Isrofil yaitu Angin, dan engkau jadikan dari pada anasirnya Izroil yaitu Api, dan engkau perintahkan ya Muhammad, Jibril buat mengambil tanah ditempat di Alam Akbar, dan supaya memperbuat lembangan Adam dan engkau perintah Mikail supaya mengambil Air di Alam Mualam, dan supaya memperbuat lembangan Adam, dan engkau perintahkan kepada Isrofil supaya mengambil Angin di Alam Izzati supaya memperbuat lembangan Adam, dan engkau perintahkan kepada Izroil supaya mengambil Api di Alam Amarah dan supaya memperbuat lembangan Adam. Maka sesudah itu berfirman lagi Dzat Allah kepada Nur Muhammad: “ Ya Muhammad, Aku ghaibkanlah Diriku ini dengan kehenda-KU ini, dan sesudah itu ghaiblah Nur Muhammad kepada Alam Sir, dan kepada Alam Ruh, dan kepada Alam Nur. Maka sesudah itu lalu dijadikan Dunia ini dan masih belum ada isinya, dan sesudah itu dijadikanlah Jasad Adam di Alam Dunia ini dengan hidup menunduk sendirinya saja, dan tiadalah mahluk yang lainnya. Lalu dinamai Dunia ini Alam Jisim dan Alam Insan dan terhimpunlah namanya kepada alam anasirnya Adam dan dinamai dunia ini Tubuh Anasirnya Adam. “Sesungguhnya telah datang kepadamu, seorang rasul dari dalam diri kamu sendiri (NUR MUHAMMAD) sebagai penerang dan awal sebuah syafa’at nabi MUHAMMAD Saw berupa pengertian haqiqat ke IMANAN & TAUHID pada diri tiap muslim ….” Pengangkatan Rasul, yang berarti “turunnya” AL-ILAH ke dunia, yakni “bersatunya” kesadaran Muhammad dengan Nur Muhammad, terjadi pada laylat Al-Qadr (Malam Kekuasaan), yang terang cahayanya melebihi seribu bulan. Allah dan Nabi Muhammad bertemu dalam “Rasul” yang dijabarkan dalam Risalah, atau Wahyu, yakni Al-Qur’an. Inilah cahaya petunjuk (Al-Huda) yang menerangi kegelapan alam, yang memisahkan (Al-Furqan) kebatilan atau kegelapan dengan kebenaran atau cahaya. Karena itu Al-Qur’an sesungguhnya adalah manifestasi “kehadiran penampakan” Allah di dunia ini. Sayyidina Ali karromallohu wajhah dalam Nahj Al-Balaghoh mengatakan “Allah Yang Maha suci menampakkan Diri kepada tiap-tiap hamba-hamba-Nya dalam firman-Nya, hanya saja mereka tidak melihatNya.” Imam Ja’far shodiq, cucu Rosululloh Saw, juga mengatakan, “Sesungguhnya Allah menampakkan Diri-Nya kepada hamba-hamba-Nya dalam Kitab -Nya (kitab hidup / alam semesta), tetapi mereka tidak melihat.” Di sisi lain, sebagai manusia yang mengandung unsur tanah dan air, Muhammad memperoleh sisi kemanusiaannya. Dia makan, minum dan menikah. Faktor ini amat penting karena
16
menunjukkan bahwa walau Muhammad adalah manifestasi: “keadaanmu (mahluk) menjadi kenyataan dari ke-ADA-annya Tuhanmu”. Atau dengan kata lain tajalli sempurna, insan kamil, dari Allah, tetap saja Muhammad bukanlah Allah. Atau, dengan kata lain, yang dimanifestasikan bukanlah Prinsip yang bermanifestasi, dan karenanya tidak ada persatuan antara manusia dan AL-ILAH dalam pengertian panteisme. Kedudukan manusia paling tinggi justru dalam realisasi penghambaannya yang paling sempurna, abd, “abdi”— gelar yang hanya disebut oleh Allah bagi Muhammad Saw. Al-’abd adalah “Hamba” atau abdi yang sepenuhnya pasrah kepada Allah. Seorang abd hidup dalam kesadaran sebagai seorang abdi Allah. Abd dicirikan oleh keikhlasan. Karenanya, penghambaan sejati bukan lantaran kewajiban atau keterpaksaan. Dalam pengertian umum, kegembiraan seorang hamba adalah ketika dia dimerdekakan oleh tuannya. Tetapi ‘abd’ merasakan kegembiraan tatkala ia menjadi hamba (Allah). Derajat ‘abd’ adalah derajat tertinggi yang bisa dicapai manusia, dan karena itu Allah menyandingkan kerosulan Nabi Muhammad Saw dengan ‘abd’ — ”Tiada tuhan selain Alloh dan Muhammad adalah ‘hamba’ dan Rosul-Nya.” Ketika mengundang Rosululloh saw di malam mi’roj, Alloh menyebutnya dengan gelar “hamba”—Mahasuci Alloh yang memperja-lankan hamba-Nya di kala malam (QS. 17:1)—dan ini sekaligus menunjukkan kebesaran kualitas ‘abd, sebab hanya ‘abd-Nyalah yang berhak mendapat undangan langsung menemui-Nya di tempat di mana bahkan Malaikat Jibril pun terbakar sayap-sayapnya. Dalam tingkatan yang paripurna, hamba yang ingat akan menjadi yang diingat, yang mengetahui akan menjadi yang diketahui, dan yang melihat akan menjadi yang dilihat, yang menghendaki menjadi yang dikehendaki, dan yang mencintai menjadi yang dicintai, karena ia sudah fana pada Allah dan baqa dengan baqa-Nya, dan ia menghabiskan waktunya untuk memandang kebesaran dan keindahan-Nya terus-menerus, seakan-akan dirinya pupus, seakan dia adalah Dia (Allah). Ini adalah maqom seperti yang disebutkan dalam hadis Qudsi: … “(Aku) menjadi pendengarannya yang dengannya dia mendengar, penglihatannya yang dengannya dia melihat, menjadi tangannya yang dengannya dia memegang, menjadi kakinya yang dengannya dia berjalan, dan menjadi lidahnya yang dengannya dia bicara.”. Jadi jelas bahwa derajat tertinggi adalah pada kehambaan, sebab hanya hamba yang telah menemui kesejatianlah yang akan “naik / asro” menuju AL-ILAH. Dan pada sang hamba sejatilah Allah “turun” (mi’roj) untuk menemuinya. Ini adalah misteri mi’roj. Penurunan dan kenaikan, laylatul al-qodr dan laylatu al-mi’roj, mempertemukan hamba dengan Tuhannya, melalui kewajiban yang ditetapkan pada saat pertemuan Nabi dengan Allah, yakni shalat. Setiap mukmin harus mengikuti jejak Rosululloh agar bisa mi’roj, sebab sekali lagi, hanya melalui Rosullullah sajalah, yakni prinsip “barzakh,” manusia bisa menemukan AL-ILAH-nya. Rosul pernah mengatakan bahwa mi’roj-nya umat Muslim adalah sholat. Tanpa sholat, tidak ada mi’roj. Karenanya, sholat adalah wajib. Sholat pula yang membedakan Muhammad (dan umatnya) dengan kaum kafir.
17
Sholat adalah langkah pertama dan terakhir dalam perjalanan menuju Tuhan, sebagaimana Nabi Muhammad adalah Nabi paling awal dan paling akhir dari mata rantai kenabian. Rasulullah Saw pernah mengatakan bahwa sholat akan mengangkat hijab, membuka pintu kasyaf, sehingga hamba-Nya berdiri di hadapan-Nya (IKHROM) . Rosululloh juga berkata, “Di dalam sholatlah terletak kesenanganku.” Sebab, sholat adalah bentuk percakapan rahasia antara Alloh dengan hamba. “Percakapan / Munajah ” ini terutama melalui bacaan Induk Kitab Suci, Surah Al-Fatihah. Surah ini terdiri dari dua bagian: yang pertama dikhususkan bagi Allah dan yang kedua dikhususkan bagi hamba-Nya. Dua bagian percakapan ini disebutkan dalam hadis yang masyhur di kalangan Sufi: “Aku membagi sholat menjadi dua bagian di antara Aku dan hamba-Ku, setengahnya untuk-Ku dan setengahnya untuk hamba-Ku”. (Rasulullah bersabda): ”Ketika hamba berucap alhamdulillahi rabbil ‘alamin, Allah berkata ‘Hamba-Ku memujiKu. Ketika hamba berucap Ar-Rohman Ar-Rohim, Allah berkata ‘Hamba-Ku memuja-Ku.’ Ketika hamba berucap maliki yaumiddin, Allah berkata ‘Hamba-Ku mengagungkan Aku.’ Ketika hamba berucap Iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in, Alloh berkata ‘Ini antara Aku dan hamba-Ku.’ Ketika hamba berkata ihdinash shirothol mustaqim — sampai akhir ayat, Alloh berkata ‘Ini bagi hamba-Ku dan bagi hamba-Ku apa yang dia minta.’ Sholat bisa dilihat dari dua sisi (IBDAL / pengganti). Sebagai gerak perlambang dan doa/ dzikir. Gerakan sholat bukan sekadar gerak tanpa makna, tetapi sebuah tindak “menulis” ayat Alloh dan merealisasikannya. Muslim “membaca”2 Al-Qur’an untuk mendapatkan petunjuk tentang hakikat dirinya guna mengenal Allah, dan Muslim melakukan shalat untuk “menulis” hakikat diri. Ini berarti pula bahwa dengan shalat seorang Mukmin melahirkan kandungan hakikat kediriannya, seperti sebuah pena yang mengalirkan tinta saat dipakai untuk menulis. Apa yang “ditulis” dalam sholat adalah hakikat kemanusiaan, adam, yakni bahwa manusia sesungguhnya adalah “adam” atau tiada, dan eksistensinya muncul adalah lantaran eksistensi Alloh yang dipancarkan melalui Nur Muhammad. Dalam salah satu tafsir Sufi, posisi berdiri tegak lurus melambangkan huruf “ALIF” posisi rukuk melambangkan huruf “DAL” dan sujud melambangkan huruf “MIM”. Ketiga huruf ini membentuk kata “ADAM”. Huruf alif bernilai numerik satu yang melambangkan keESA-an AL-ILAH. Karenanya begitu seseorang mengangkat tangannya dan berseru “Allahu Akbar,” ia sama artinya dengan “mengorbankan” diri dalam kesatuan-Nya . Jika kesadaran tertentu telah dicapai dalam tingkatan ke-ESA-an, maka ia akan menunduk, yang mencapai puncaknya dalam sujud. Dalam posisi sujud, otak (rasio) diletakkan lebih rendah daripada hati. Bisa dikatakan rasio haruslah menjadi aspek sekunder dalam mende2
Membaca disini dimaksudkan sudah mengerti dan memahami artinya ayat tersebut. Karena banyak orang lupa kalau perintah membaca tersebut diterima pertama kali oleh orang Arab. Sehingga hanya perintah “membaca” saja, ‘karena Al-Qur’an menggunakan bahasa Arab.
18
kati AL-ILAH, sebab “alam semesta tak bisa menampung Allah, hanya hati yang bisa menampung Alloh” (hadis qudsi). Sujud melambangkan penghapusan diri. Diri yang mengaku-aku, begitu berhadapan dengan AL-ILAH yang Esa dan bercakap intim dengan-Nya, menjadi sadar akan hakikat dirinya sendiri. Maka dia sujud, menghapuskan diri, fana’. Ada dua kali sujud dalam setiap rakaat, yang berarti sang hamba tenggelam dalam fana alfana’, penghapusan dalam penghapusan. Penghapusan pertama dihapuskan lagi, dan jadilah dia pada baqa. Fana’ al-fana’ menjadikan seseorang adam, “tiada,” yang merupakan hakikat dirinya, dan karena kehapusan diri ini berada dalam pandangan Allah maka ia hapus dalam keabadian Allah, baqa’, sehingga ia mengalami hidup yang sebenarnya. Sebab, pelenyapan diri dalam Keesaan Allah berarti pula baqa’ “bersama” Allah. Dengan kata lain, seorang yang sujud dalam arti sebenar-benarnya, ini akan keluar dari kesementaraan dunia, dan masuk kehari-hari di sisi Al-Ilah, atau Yaumiddin. Jadinya, akhirat (yaumiddin), bagi seorang sufi, bukanlah waktu di ujung waktu temporal dunia, tetapi dialami pada momen “saat ini”. Sufi adalah putra waktu (Ibnu al-waqt), demikian salah satu prinsip Tasawwuf. Karena secara hakikat sudah “melampaui ruang dan waktu,” maka Sufi sama artinya melakukan sholat yang kekal, “sholat daim”. Di sisi lain, yakni dalam pengertian shalat sebagai doa, ketika Muhammad diperintahkan sholat, maka ini artinya Allah menjadikan Muhammad sebagai hamba yang memohon (berdoa) dan Allah adalah menjadikan diri-Nya sebagai yang dimintai permohonan. Karena rosul adalah utusan dari AL-ILAH kepada manusia atau perantara, dan doa juga perantara atau “utusan” dari manusia kepada AL-ILAH dalam bentuk permohonan, maka rosul menjadi titik temu hubungan ini, yang berarti Rosul adalah doa itu sendiri, yakni ‘barzakh” atau pintu perantara antara manusia dengan Tuhan. Di sinilah terletak fungsi SHOLAWAT.
SULUK Suluk berarti memperbaiki akhlak, mensucikan amal, dan menjernihkan pengetahuan. Suluk merupakan aktivitas rutin dalam memakmurkan lahir dan batin. Segenap kesibukan hamba hanya ditujukan kepada Sang Rabb. Bahkan ia selalu disibukkan dengan usaha-usaha menjernihkan hati sebagai persiapan untuk sampai kepada-Nya (wusul). Ada dua perkara yang dapat merusak usaha seorang salik (pelaku suluk); Pertama, mengikuti selera orang-orang yang mengambil aspek-aspek yang ringan dalam penafsiran. Dan ke-dua, mengikuti orang-orang sesat yang selalu menurut dengan hawa nafsunya.
19
Barangsiapa yang menyia-nyiakan waktunya, maka ia termasuk orang bodoh. Dan orang yang terlalu mengekang diri dengan waktu maka ia termasuk orang lalai. Sementara orang yang melalaikannya, dia adalah orang-orang lemah. Keinginan seorang hamba untuk melakukan laku suluk tidak dibenarkan, kecuali ia menjadikan Allah Swt dan Rasul-Nya sebagai pengawas hatinya. Siang hari ia selalu puasa dan bibirnya pun diam terkatup tanpa bicara. Sebab terlalu berlebihan dalam hal makan, bicara, dan tidur akan mengakibatkan kerasnya hati. Sementara punggungnya senantiasa terbungkuk rukuk, keningnya pun bersujud, dan matanya sembab berlinangan air mata. Hatinya selalu dirundung kesedihan (karena kehinaan dirinya di hadirat-Nya), dan lisannya tiada henti terus berdzikir. Dengan kata simpul, seluruh anggota tubuh seorang hamba disibukkan demi untuk melakukan suluk. Suluk dalam hal ini adalah segala yang telah dianjurkan oleh Allah SWT dan Rasul-Nya dan meninggalkan apa yang dibenci olehnya. Melekatkan dirinya dengan sifat wara', meninggalkan segala hawa nafsunya, dan melakukan segala hal yang berkaitan erat dengan perintah-Nya. Semua itu dilakukan dengan segala kesungguhan hanya karena Allah Swt, bukan sekedar untuk meraih balasan pahala, dan juga diniatkan untuk ibadah bukan hanya sekadar ritual kebiasaan. Karena sesungguhnya orang yang asyik dengan amaliyahnya, tidak lagi memandang bentuk rupa zahir amalan itu, bahkan jiwanya pun telah menjauh dari syahwat keduniaan. Maka satu hal yang benar adalah meninggalkan segala bentuk ikhtiar sekaligus menenangkan diri dalam hilir mudik takdir Tuhan.
ZIKIR MAKRIFAT Bagaimana cara berdzikir kepada Allah Swt sehingga kita siap untuk bertemu dengan-Nya? Dzikir adalah sebuah aktivitas yang kaya akan aspek esoteris. Ia adalah bagian laku yang harus ada dalam sebuah perjalanan suluk menempuh jalan ruhani untuk mendekatkan diri dengan Tuhan Semesta Alam. Dalam prakteknya, berdzikir harus mengikuti aturan-aturan dan adab tertentu sesuai dengan cara yang dituntunkan oleh para guru spiritual sepanjang masa. Mulut kita berucap “LAA ILAHA ILLALLAH” darimana munculnya perkataan ini? Dari Hati. “LAA ILAHA ILLALLAH” yang dari hati ini darimana asalnya? Dari Sirr hati. Yang Sirr Hati ini dari mana? Tentulah dari dalam dalam Sirr. Yang di dalam sirr itu siapa? Rahasia Allah Jadi kalau kita cermati siapa sebenarnya yang sedang berzikir? Syariatnya kita berzikir Hakikatnya kita menzikirkan yang punya nama Makrifatnya yang punya zikir berzikir.
20
Kalau belum tahu bahwa yang di dalam SIRR itu berzikir, bagaimana Anda akan tenggelam dalam zikir? Paling-paling Anda hanya dapat tenggelam dalam sebuatan zikir saja. Kalau Anda dapat yang di dalam SIRR itu berzikir, tentu berjalanlah Anda dengan yang di dalam SIRR itu kepada Allah. Inilah amal yang sampai ke Tuhan. Jadi tidak akan mudah untuk tenggelam di dalam SIRR, kalau kita tidak mendapat yang di dalam SIRR itu berzikir. Jadi didalam beramal ibadah apa saja, tujuan (takrif) itulah yang kita pegang. Bukan zikirnya yang kita pegang, tetapi takrifnya itu yang kita pegang. Jika kita sudah dapat melakukan itu semua, maka yang kita lakukan itu sebenarnya ber-munajat. Munajat itu niat ikhlas yang berzikir. Tidak ada maksud kepada selain Allah. Kalau tidak paham tentang munajat dan takrif zikir, bisa-bisa dimabukkan oleh zikir. Kalau hal yang bukan Allah sudah masuk ke badan, inilah yang menjadi penyakit. Zikir itu mendapatkan musyahadah, untuk mendapatkan fana. Fana fillah itu untuk mendapatkan baqa fillah. Kalau sudah baqa fillah mana ada fana lagi, karena fana itu awal baqa. Kalau sudaah dapat baqa, mana ada fana lagi? Kalau sudah dapat fana, mana ada musyahadah lagi? Kalau sudah dapat musyahadah, mana ada zikir lagi? Inilah yang disampaikan bahwa zikir itu bukan sampai banyak, melainkan sampai kelu. Kalau kita sudah dapat jalan pengetahuan ini, dapatlah kita jalan musyahadah, muraqabah, dan jalan ahlul kasyaf. Jalan musyahadah, itu hanya kita yang mengetahui. Amalannya bukan pakai baca-baca lagi, karena amalan batin itu pakai pandangan mata hati (syuhud mata hati). Jalan Muqarabah, itu adalah pandangan mata hati tidak lepas dari tujuan (takrif). Seperti kucing yang sedang mengintai tikus. Fokus, tidak berpaling dari target. Jalan Ahlul kasyaf, ini tidak cukup hanya paham saja, melainkan harus dengan bimbingan khusus. Seperti kita membimbing bayi sampai dia baligh. Pada kesempatan kali ini, akan dipaparkan adab berzikir dan tata cara zikir dengan harapan agar kita mendapatkan pengetahuan bagaimana berdzikir yang khusyuk agar kita bisa bertemu Allah SWT. Tips praktek zikir yang meng-ESA-kan Allah; “Zikir itu bukan sampai banyak, melainkan sampai kelu”. Nah, bagaimana prakteknya? Ucapkanlah kalimah-kalimah zikir atau wirid itu tanpa terputus. Ucapkan secara bersambung dalam satu tarikan napas. Contoh zikir yang benar meng-ESA-kan Allah, meskipun jumlah bacaannya banyak, Allah-nya tetap satu: “ALLAHU...ALLAHU...ALLAHU...” Contoh zikir yang lalai meng-ESA-kan Allah, jumlah bacaannya banyak, jumlah Allah-nya juga ikut banyak:
21
“ALLAH, ALLAH, ALLAH. Bisa jadi karena banyak membaca seperti cara inilah, banyak orang yang setelah banyak berzikir malah jadi “TIDAK WARAS”. Hal ini disebabkan zikir itu bukan sampai banyak, melainkan sampai kelu. Kalau banyak-banyak, banyak juga yang mau masuk ke badan kita lalu mengaku tuhan, sunan, nabi. Inilah siasat setan/iblis agar manusia-manusia ini salah berzikir tidak lurus sampai ke Allah, melainkan kepada yang terpandang-pandang, terasarasa, terpikir-pikir, terbayang-bayang, dll. Untuk ini lakukan zikir dibawah ini dengan tata cara seperti yang sudah disebutkan di atas. 1. Membaca lafaz LAA ILAHA ILLALLAHU.... Artinya: Tiada Tuhan selain Allah. Zikir ini disebut zikir NAFI ISBAT. Paling tidak dibaca 100 kali setiap hari terutama dibaca setelah sholat fardhu. Khususnya setelah Maghrib, Isya dan setelah sholat Subuh. Lafaz ILLA ALLAH ini disebut Isbat yang artinya pengecualian atas segala sesembahan kecuali hanya Allah SWT. 2. Membaca lafaz ALLAHU. Zikir ini disebut ISMU AL-ASMA, dibaca sebanyak 33 kali sehabis sholat fardhu, terutama setelah sholat Isya. 3. Membaca lafaz zikir HUWA ALLAH. Zikir inilah yang disebut sebagai zikir GHAIB AL ISMI. Zikir ini dibaca setiap hari sebanyak 33 kali, setelah sholat fardhu, terutama setelah sholat Isya. 4. Membaca zikir HUWA. HUWA atau HU, AH. Zikir ini disebut sebagai zikir GHAIB AL GHAIB. Zikir ini dibaca sebanyak 34 kali setelah sholat fardhu, terutama setelah sholat Isya, sehingga jumlahnya (total item 2,3,4) sebanyak 100 kali. Adapun gerakan dalam melafazkan zikir NAFI ISBAT tersebut haruslah mengikuti aturan sebagai berikut: 1. Ketika membaca lafaz LA, maka dengan gerakan kepala, lafaz LA tersebut dimulai dari bahu kiri menuju ke bawah ke arah perut, kemudian diputarkan mengelilingi tali pusat lalu diteruskan ke arah atas menuju bahu kanan; 2. Pada waktu berada di bahu kanan itulah lafaz ILAHA diucapan sambil kepalanya dimiringkan ke arah belikat kanannya; 3. Sambil kepala ditekan ke arah hati sanubarinya, lafaz ILA ALLAH diucapkan dengan penekanan pada sudut kiri bawah dada.
ZIKIR TAJALLI yang dibaca dalam hati secara ‘SIRR’ untuk membangkitkan NUR MUHAMMAD
22
1X atau 3X, kapan saja, dan nafas ditarik dengan “HUU” kemudian ditahan dan lidah dilekukkan di langit-langit : 1.
INNI BIHAKKI MUHAMMADIN AL HAQ QUL HAQ, YAHUU.. artinya Sesung-guhnya diriku adalah kebesaran wujud NUR MUHAMMAD yang sebenar benarnya.
2.
INNI BIHAKKI ZATUL BUKTI KHALISUL MUTLAK, YAHUU.. artinya Bahwa sesungguhnya diriku adalah wujud kebesaran NUR MUHAMMAD sematamata yang Maha Suci lagi Esa tiada ada yang lainnya besertanya.
3.
LAA MAUJUDUN ILLA NURUL AL HAQ QUL HAQ, YAHUU.. artinya Tiada lain wujudku melainkan wujud kebenaran NUR MUHAMMAD yang sebenarbenarnya.
Pilih yang mana dari tiga diatas ini yang dirasa mudah, dan waktu keluar nafas bacalah dalam hati “ALLAHU AKBAR”.
DOA NUR MUHAMMAD 1. “LAA ILAHA ILLALLAHU MUHAMMAD WUJUDULLAH” 2. “LA ILAHA ILLALLAH NURIHAQQULLAH “ 3. “LA ILAHA ILLALLAHU MUHAMMAD ASTAGFIRULLAH” 4. “KUN SALLI’ ALA MUHAMMAD” Lakukan dengan penuh perasaan, dapat juga diistiqomahkan setiap hari 313X, Atau kalau tidak ada waktu dapat dibaca 24X.
TAFAKUR Berpikir tentang aturan-aturan ibadah wajib (pokok) maka nilai tafakurnya lebih besar daripada ibadah 70 tahun, dan berpikir tentang makrifat kepada Allah, nilai tafakurnya lebih besar daripada beribadah 1000 tahun. Dzikir dan doa merupakan KUNCI RAHASIA yang ampuh untuk mengobati dan membentengi hati dari segala bujuk rayuan syetan dan Iblis, sekalidus merupakan anak kunci pembuka tira-tirai ghaibiyyah menuju pintu gerbang dunia spiritual. Dzkrullah membantu umat manusia membangun dan meningkatkan dari man secara aqliyyah (secara logika) menapak menjadi iman secara dzauqiyyah (iman secara Sirr/Rahasia).
23
Yaitu semata-mata memandang memandang akan Dzat Allah Ta’ala dengan I’tibar3 sifat dan tiada pula asma’ dan tiada pula I’tibar af’al. Maqomnya adalah “Sirru Al-sirr” (rahasia yang dirahasiakan). Untuk mencapai maqom ini harus memfanakan diri; Dzat dirinya fana pada Dzat Allah. Sifatnya fana pada sifat Allah. Af’alnya fana pada af’al Allah. yaitu dengan mendengarkan Sirru Al-Sirr Lathifah Rabbaniyahnya: Laa maujuuda Bihaqqi illallah (tiada wujud sejati kecuali Allah) Laa ma'buuda Bihaqqi illallah (tiada yg diibadahi dengan sebenarnya kecuali Allah) Laa mathluuba Bihaqqi Illallah (tiada yg dicari sebenarnya kecuali Allah) Laa magshuuda Bihaqqi illallah (tiada yg dituju sebenarnya kecuali Allah) Laa mahbuda Bihaqqi illallah (tiada yg dicintai sebenarnya kecuali Allah) Lakukan sebelum melakukan dzikir 3 Alam yaitu Alam Ahadiyah, Alam Wahadh dan Alam Wahidiyah. Lakukan sampai hati benar-benar meresapi makna apa yang sudah kita baca. Doanya: BISMILAHIRROHMANIRRAHIM MELEBU ALLAH... METU ALLAH ANDADEKAKE URIP IKU ALLAH UTEK DUNUNGNO KODRATE ALLAH YA HU ALLAH …. YA HU ALLAH ….YA HU ALLAH NABI MUHAMMAD IKU UTUSANE ALLAH Bahasa Indonesia: BISMILAHIRROHMANIRRAHIM Masuk Allah... keluar Allah Yang mengadakan hidup itu Allah Otak diletakkan atas kodrat Allah Ya hu Allah ….ya hu Allah ….ya hu Allah Nabi Muhammad itu utusan Allah. 1. Dzikir pertama adalah dzikir Qolbu (Alamam Wahidiyah) caranya: Tarik napas perlahan melalui hidung dalam hati menyebut ALLAHU.... napas turunkan ke perut dan kemudian naikkan ke dada. Dalam hati sebut ALLAHU... ALLAHU...ALAHU berulang-ulang. Setelah tidak kuat menahan napas (jangan memaksakan diri sampai tersenggal-senggal, tetap rileks), lalu hembuskan napas melalui hidung sambil dalam hati menyebut ALLAH.... (lakukan 7x). 2. Dzikir kedua adalah dzikir Nur Muhammad (Alam Wahdah) 3
memperhatikan suatu perkara untuk mengetahui perkara lain yang sejenis.
24
Caranya adalah sama seperti dzikir Qolbu, hanya pada saat tarik napas dalam hati menyebut HU ... dan pada saat napas di simpan di dada, Dalam hati sebut: ALLAHU... ALLAHU...ALLAHU..... berulang-ulang. Saat tidak kuat menahan napas, keluarkan napas lewat hidung dalam hati mengucap ALLAH.... (Lakukan 7x). 3. Dzikir ketiga adalah dzikir Dzat (dapat juga disebut Ismu Dzat), caranya adalah sama seperti dzikir Qolbu, hanya pada saat tarik napas dalam hati menyebut ALLAHU... dan pada saat napas di simpan di dada, dalam hati sebut ALLAHU... ALLAHU...ALAHU... berulangulang. Saat tidak kuat menahan napas, keluarkan napas lewat hidung dalam hati mengucap YAA .... (Lakukan 7x). Lakukan dzikir di atas secara istiqomah, mengenai waktunya tidak mengikat, lakukan kapan saja dengan perasaan SENANG. Ingat...!!! jangan membayangkan Alloh seperti apa, karena Alloh tidak dapat dibayangkan tetapi Dzat-Nya meliputi segalanya. Jika sudah melakukan dzikir-dzikir tersebut di atas, Anda harus dapat mengendalikan hawa nafsu Anda. Diawali dengan tertib, teliti, berhati-hati, dan tetap berusaha dengan tekun hingga menjadi kebiasaan. Itulah teladan untuk kewaspadaan. Jikalau sungguh-sungguh menjadikan kebiasaan dalam laku khusus, tetap dalam kembara spiritual, maka terbukalah alam yang lebih tinggi.
SHALAWAT Bismillahirohmannirrahiim. Allahumma sholli wassalim wabarik 'ala sayyidina Muhammadin nuridzati wassiris saari fi saa-iril asmaa-i ........... wwassifati wa 'ala alihi washobihi wassalim. N.B: (........) adalah Al-Fatehah tanpa basmalah. Dibaca setiap ba’da sholat fardhu 3x/15x dengan 3x/15x kali tahan (megeng) napas. Pada saat mengelarkan napas sebut dalam hati “ALLAHU AKBAR.....” Dzikir untuk kesempurnaan Ilmu, bacalah tasbih di bawah ini: SUBHANALLAH WALHAMDULILLAH WALA ILAHA ILLALLAH WALAHU AKBAR WALA HAULA WALA QUWATA ILA BILLAH ALIYIL A’DZIM
TIGA TAHAP BERDZIKIR Ada tiga tahap adab berdzikir. Pertama, ada lima perkara sebelum berdzikir. Kedua, dua belas perkara pada saat mengerjakan zikir dan ketiga, ada tiga perkara setelah berdzikir. 5 perkara yang harus dilakukan sebelum berdzikir adalah sebagai berikut:
25
1. Bertaubat kepada Allah SWT 2. Mandi atau mengambil air wudhu 3. Diam sambil mengkonsentrasikan diri pada zikir dengan mengikhlaskan hati sebelum berdzikir 4. Hatinya meminta tolong kepada para wali-wali Allah 5. Hatinya meminta tolong kepada Nabi Muhammad SAW Sedangkan 12 perkara saat berzikir adalah sebagai berikut:
Gb. 1 Meditasi sambil berbaring.
Gb. 2 Meditasi sambil duduk
1. Duduk bersila di tempat yang suci 2. Meletakkan kedua tangan di atas kedua paha 3. Membuat bau harum di tempat zikir 4. Memakai pakaian yang halal dan pakai wangi-wangian 5. Pilih tempat yang tenang dan sunyi 6. Pejamkan mata 7. Bayangkan wajah wali Allah di antara kedua mata agak maju ke depan 8. Tetap istiqomah baik dalam keadaan ada orang maupun sepi 9. Tulus ikhlas hatinya saat berdzikir 10. Dzikir utama adalah LA ILAHA ILLA ALLAH 11. Berusaha menghadirkan ALLAH SWT dalam setiap mengucapkan dzikir LA ILAHA ILLA ALLAH 12. Meniadakan wujud lain selain Allah.
Sedangkan tiga macam adab lainnya setelah selesai berdzikir adalah: 1. Diam sejenak sesaat setelah usai melakukan dzikir dan tetap diam di tempat 2. Mengatur dan mengembalikan nafas seperti semula 3. Menahan diri untuk minum air Sangat dianjurkan untuk melakukan pemutihan diri dari semua amalan negatif sebelum menjalankan ritual dzikir. Caranya adalah menjalankan PUASA selama 7 hari. Usai menjalankan puasa baru kemudian menjalankan amalan zikir rutin. Bagi para pejalan spiritual
26
yang ingin lebih mendalami laku suluknya, maka disarankan untuk melakukan dzikir dengan cara: 1.
BERTAPA (Uzlah). Ini adalah syarat agar laku suluk kita semakin bagus. Uzlah adalah mengasingkan diri untuk sementara waktu dari keramaian dan dari pergaulan seharihari. Ini biasa dilakukan oleh murid-murid tarekat di masa silam. Bila anda berkesempatan untuk uzlah, silahkan pergi ke gunung atau hutan dan carilah sebuah gua. Siapkan bekal makan dan minum yang cukup untuk sekian lama Anda inginkan. Pedoman selesainya uzlah adalah KEMANTAPAN HATI setelah bertemu dengan apa yang dicari. Namun kini, uzlah dianggap terlalu berat sehingga sebagai penggantinya adalah menjauhkan diri dari segala bentuk perbuatan maksiyat dan terlarang syariat.
2.
NGAWULO (Mengabdi). Mengabdi pada “sang guru” selama berbulan-bulan atau mungkin juga hingga bertahun-tahun. Dalam konteks sekarang, cukup kita mengabdi kepada instruksi-instruksi yang diyakini benar dan tawadhu’ (merendahkan diri) untuk tidak mengaku dirinya paling benar dibanding diri yang lain.
3. AMAL SHOLDAQOH. Mengadakan amal shodaqoh dan infaq sesuai dengan kemampuan. Ini sebuah bentuk pengorbanan dan kerelaan melepaskan apa yang dimiliki karena sesung-guhnya kita hakekatnya tidak memiliki apa-apa. Hanya DIA yang Maha Memiliki. Dalam keadaan bersih lahir batin dan untuk sementara mengosongkan diri dari pengaruh duniawi itulah kita menghadap Sang Khalik Yang Maha Suci. Saat bersuluk ini, kita diharapkan untuk selalu menjauhi pikiran kotor dan suci dari batin yang penuh prasangka negatif (suudzon) dan menggantinya dengan prasangka baik (husnudzan) kepada Allah dan kita yakin bahwa hanya DIA-lah sebaik-baiknya tempat bergantung. HASBUNA ALLAH WA NI’MAL WAKIL, NI’MAL MAULA WA NI’MA N-NASIR (Cukuplah Allah sebagai tempat bersandar bagi kami dan Dialah tempat memohon pertolongan manusia). Apa yang akan terjadi bila kita sudah melengkapi laku suluk mulai Dzikir dan Uzlah secara lengkap? Silahkan ditunggu kejadian-kejadian gaib luar biasa yang akan merubah hidup Anda selamanya.
27
View more...
Comments