akuntansi syariah
December 30, 2018 | Author: bramasto_a | Category: N/A
Short Description
Download akuntansi syariah...
Description
Oleh: Ahmad Sanusi Nasution,SE CP; 085276814343 A.Latar Belakang Benarkah ilmu akuntansi ada dalam Islam? Pa ertanyaan ini begitu menggelitik, karena agama sebagaimana dipahami banyak kalangan, hanyalah kumpulan norma yang lebih menekankan pada persoalan moralitas. Dan karenanya prinsip-prinsip kehidupan praktis yang mengatur tata kehidupan modern dalam bertransaksi yang diatur dalam akuntansi, tidak masuk dalam cakupan agama. Anggapan terhadap akuntansi Islam (akuntansi yang berdasarkan syariah Islam) wajar saja dipertanyakan orang. Sama halnya pada masa lalu orang meragukan dan mempetanyakan seperti apakah ekonomi islam. Jika kita mengkaji lebih jauh dan mendalam terhadap sumber dari ajaran Islam –Al-Qur’an maka kita akan menemukan ayat-ayat maupun hadits-hadits yang membuktikan bahwa Islam juga membahas ilmu akuntansi. Agama diturunkan untuk menjawab persoalan manusia, baik dalam tataran makro maupun mikro.. Ajaran aama memang harus dilaksanakan dalam segala aspek kehidupan. Dalam pelaksanaannya, ajaran agama sebagai “pesan-pesan langit” perlu penerjemahan dan penafsiran. Inilah masalah pokoknya : “membumikan” ajaran langit. Di dunia, agama harus dicari relevansinya sehingga dapat mewarnai tata kehidupan budaya, politik, dan sosial-ekonomi umat. Dengan demikian, agama tidak melulu berada dalam tataran normatif saja. Karena Islam adalah agama amal. Sehingga penafsirannya pe nafsirannya pun harus beranjak dari normatif menuju teoritiskeilmuan yang faktual. Eksistensi akuntansi dalam Islam dapat kita lihat dari berbagai buk ti sejarah maupun dari AlQur’an. Dalam Surat Al-Baqarah ayat 282, dibahas masalah m uamalah. Termasuk Termasuk di dalamnya kegiatan jual-beli, utang-piutang dan sewa-menyewa. Dari situ dapat kita simpulkan bahwa dalam Islam telah ada perintah untuk melakukan sistem pencatatan yang tekanan utamanya adalah untuk tujuan kebenaran, kepastian, keterbukaan, dan keadilan antara kedua pihak yang memiliki hubungan muamalah. Dalam bahasa akuntansi lebih dikenal dengan accountability. Wacana Akuntansi Syariah Akuntansi konvensional yang sekarang berkembang adalah sebuah disiplin dan praktik yang dibentuk dan membentuk lingkungannya. Oleh karena itu, jika akuntansi dilahirkan dalam lingkungan kapitalis, maka informasi yang disampaikannyapun mengandung nilai-nilai kapitalis. Kemudian keputusan dan tindakan ekonomi yang diambil pengguna informasi tersebut juga mengandung nilai-nilai kapitalis. Singkatnya, informasi akuntansi yang kapitalistik akan membentuk jaringan kuasa yang kapitalistik juga. Jaringan inilah yang akhirnya mengikat manusia dalam samsara kapitalisme.dan nilai-nilai yang berkembang dalam masyarakat Islam dan barat terdapat perbedaan yang sangat besar. Dalam masyarakat Islam terdapat sistem nilai yang melandasi setiap aktivitas masyarakat, baik pribadi maupun komunal. Hal ini tidak ditemukan dalam kehidupan masyarakat barat. Perbedaan dalam budaya dan sistem nilai ini menghasilkan bentuk masyarakat, praktik, serta pola hubungan yang berbeda pula. Tujuan akuntansi syariah adalah terciptanya peradaban bisnis dengan wawasan humanis, emansipatoris, transendental, dan teologis. Dengan akuntansi syariah, realitas sosial yang dibangun mengandung nilai tauhid dan ketundukan kepada ketentuan Allah swt. PEMBAHASAN A.Sejarah Akuntansi Syariah Akuntansi, menurut sejarah konvensional, disebutkan muncul di Italia pada abad ke-13 yang lahir dari tangan seorang Pendeta Italia bernama be rnama Luca Pacioli yang menulis buku “Summa de Arithmatica Geometria et Propotionalita” dengan memuat satu bab meng enai “Double Entry Accounting System”.
Namun apabila kita pelajari “Sejarah Islam” ditemukan bahwa setelah munculnya Islam di Semananjung Arab di bawah pimpinan Rasulullah SAW SAW dan terbentuknya Daulah Islamiah di Madinah yang kemudian di lanjutkan oleh para Khulafaur Rasyidin terdapat undang-undang akuntansi yang diterapkan untuk perorangan, perserikatan (syarikah) atau perusahaan, akuntansi wakaf, hak-hak pelarangan penggunaan harta (hijr), dan anggaran negara. Rasulullah SAW SAW sendiri pada masa hidupnya juga telah mendidik secara khusus beberapa sahabat untuk menangani profesi akuntan dengan sebutan “hafazhatul amwal” (pengawas keuangan). Bahkan Al Quran sebagai kitab suci umat Islam menganggap masalah ini sebagai suatu masalah serius dengan diturunkannya ayat terpanjang , yakni surah Al-Baqarah ayat 282 yang menjelaskan fungsi-fungsi pencatatan (kitabah) dalam bermuamalah (b ertransaksi), penunjukan seorang pencatat beserta saksinya, dasar-dasarnya, dan manfaat-manfaatnya, seperti yang diterangkan oleh kaidah-kaidah hukum yang harus dipedomani dalam hal tersebut. Dengan demikian, dapat kita saksikan dari sejarah, bahwa ternyata Islam lebih dahulu mengenal sistem akuntansi, karena Al Quran telah diturunkan pada tahun 61 0M, yakni 800 tahun lebih dahulu dari Luca Pacioli yang menerbitkan bukunya pada tahun 1494M B. Prinsip Umum Akuntansi Syari’ah Nilai pertanggung jawaban, keadilan dan kebenaran selalu melekat dalam sistem akuntansi syari’ah. Ketiga nilai tersebut tentu saja sudah menjadi prinsip dasar yang operasional dalam prinsip akuntansi syariah. Apa makna yang terkandung dalam tiga prinsip tersebut? Berikut uraian yang ketiga prinsip yang tedapat dalam surat Al-Baqarah:282. Al-Baqarah:282. Prinsip pertanggung jawaban, Prinsip pertanggungjawaban (accountability) merupakan konsep yang tidak asing lagi dikalangan masyarakat muslim. Pertanggungjawaban selalu berkaitan dengan konsep amanah. Bagi kaum muslim, persoalan amanah merupakan hasil transaksi manusia dengan sang khalik mulai dari alam kandungan.. manusia dibebani olehAllah untuk menjalankan fungsi kehalifahan di muka bumi. Inti kekhalifahan adalah menjalankan atau menunaikan amanah. Banyak ayat Al-Qur’an yang menjelaskan te ntang proses pertanggungjawaban manusia sebagai pelaku amanah Allah dimuka bumi. Implikasi dalam bisnis dan akuntansi adalah bahwa individu yang terlibat dala praktik bisnis harus selalu melakukan pertanggungjawaban apa yang telah diamanatkan dan diperbuat kepada pihak-pihak yang terkait. Prinsip keadilan, jika ditafsirkan lebih lanjut, surat Al-Baqarah;282 mengandung prinsip keadilan dalam melakukan transaksi. Prinsip keadilan ini tidak saja merupakan nilai penting dalam etika kehidupan sosial dan bisnis, tetapi juga merupakan nilai inheren yang melekat dalam fitrah manusia. Hal ini berarti bahwa manusia itu pada dasarnya memiliki kapsitas dan energi untuk berbuat adil dalam setiap aspek kehidupannya. Dalam konteks akuntansi, menegaskan, kata adil dalam ayat 282 surat Al-Baqarah, secara sederhana dapat berarti bahwa setiap transaksi yang dilakukan oleh perusahan harus dicatat d engan benar. Misalnya, bila nilai transaksi adalah sebesar Rp 100 juta, maka akuntansi (perusahan) harus mencatat dengan jumlah yang sama. Dengan kata lain tidak ada window dressing dalam praktik akuntansi perusahaan. Prinsip kebenaran, prinsip ini sebenarnya tidak dapat dilepaskan d engan prinsip keadilan. Sebagai contoh, dalam akuntansi kita kan selalu dihadapkan pada masalah pengakuan, pengukuran laporan. Aktivitas ini akan dapat dilakukan dengan baik apabila dilandaskan pada niali kebenaran, kebenaran ini kan dapat menciptakan nilai keadilan dalam mengakui, mengukur, dan melaporkan tansaksi-transaksi dalam ekonomi. Dengan demikian pengembangan akuntansi Islam, nilai-nilai kebenaran, kejujuran dan keadilan harus diaktualisasikan dalam praktik akuntansi. Secara garis besar, bagaimana nilai-nilai kebenaran membentuk akuntansi syariah dapat diterangkan.
Akuntan muslim harus meyakini bahwa Islam sebagai way of life (Q.S. 3 : 85). Akuntan harus memiliki karakter yang baik, jujur, adil, dan dapat dipercaya (Q.S. An-Nisa An-Nisa : 135). Akuntan bertanggung jawab melaporkan semua transaksi yang terjadi (muamalah) dengan benar, jujur serta teliti, sesuai dengan syariah Islam (Q.S. Al-Baqarah Al-Baqarah : 7 – 8). Dalam penilaian kekayaan (aset), dapat digunakan harga pasar atau harga pokok. Keakuratan penilaiannya harus dipersaksikan pihak yang kompeten dan independen (Al-Baqarah : 282). Standar akuntansi yang diterima umum dapat dilaksanakan sepanjang tidak bertentangan dengan syariah Islam. 6. Transaksi yang tidak sesuai dengan ketentuan syariah, harus dihindari, sebab setiap aktivitas usaha harus dinilai halal-haramnya. Faktor ekonomi bukan alasan tunggal untuk menentukan berlangsungnya kegiatan usaha. C. Dalil Akuntansi Da lam Al-Quran Dari sisi ilmu pengetahuan, Akuntansi adalah ilmu informasi yang mencoba mengkonversi bukti dan data menjadi informasi dengan cara melakukan pengukuran atas berbagai transaksi dan akibatnya yang dikelompokkan dalam account, perkiraan atau pos keuangan seperti aktiva, utang, modal, mo dal, hasil, biaya, dan laba (Dapat dilihat dalam Al-Qur’an surat A-Baqarah :282). ¡°Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis diantara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menu liskannya sebagaimana Allah telah mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis d itulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada kep ada Allah Tuhannya, Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya…¡±. Dalam Al Quran juga disampaikan bahwa kita harus mengukur secara adil, ja ngan dilebihkan dan jangan dikurangi. Kita dilarang untuk menuntut keadilan ukuran dan timbangan bagi kita, sedangkan bagi orang lain kita menguranginya.. Dalam hal ini, Al Quran menyatakan dalam berbagai ayat, antara lain dalam surah Asy-Syu’ara Asy-Syu’ara ayat 181-184 yang berbunyi: ”Sempurnakanlah takaran dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang merugikan dan timbanglah dengan timbangan yang lurus. Dan janganlah kamu merugikan manusia pada hakhaknya dan janganlah kamu merajalela di muka bumi dengan membuat kerusakan dan bertakwalah kepada Allah yang telah menciptakan kamu dan umat-umat yang dahulu.” Kebenaran dan keadilan dalam mengukur (menakar) tersebut, menurut Dr. Umer Chapra juga menyangkut pengukuran kekayaan, utang, modal pendapatan, biaya, dan laba perusahaan, sehingga seorang Akuntan wajib mengukur kekayaan secara benar da n adil. Agar pengukuran tersebut dilakukan dengan benar, maka perlu adanya fungsi auditing. Dalam Islam, fungsi Auditing ini disebut “tabayyun” sebagaimana yang dijelaskan dalam Surah Al-Hujuraat ayat 6 yang berbunyi: “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” Kemudian, sesuai dengan perintah Allah dalam Al Quran, kita harus menyempurnakan pengukuran di atas dalam bentuk pos-pos yang disajikan dalam Neraca, sebagaimana digambarkan dalam Surah Al-Israa’ ayat 35 yang berbunyi:
“Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan timbanglah dengan neraca yang benar. Itulah yang lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” Dari paparan di atas, dapat kita tarik kesimpulan, bahwa kaidah Akuntansi dalam konsep Islam dapat didefinisikan sebagai kumpulan dasar-dasar hukum yang baku dan permanen, yang disimpulkan dari sumber-sumber Syariah Syariah Islam dan dipergunakan sebagai aturan oleh seorang Akuntan dalam pekerjaannya, baik dalam pembukuan, analisis, pengukuran, pemaparan, maupun penjelasan, dan menjadi pijakan dalam menjelaskan suatu kejadian atau peristiwa. Dasar hukum dalam Akuntansi Syariah bersumber dari Al Quran, Sunah Nabawiyyah, Ijma (kesepakatan para ulama), Qiyas (persamaan suatu peristiwa tertentu), dan ‘Uruf (adat kebiasaan) yang tidak bertentangan b ertentangan dengan Syariah Islam. Kaidah-kaidah Akuntansi dalam Islam, memiliki karakteristik khusus yang membedakan dari kaidah Akuntansi Konvensional. Kaidah-kaidah Akuntansi Syariah sesuai dengan norma-norma masyarakat islami, dan termasuk disiplin ilmu sosial yang berfungsi sebagai pelayan masyarakat pada tempat penerapan Akuntansi tersebut. Akuntansi Meta Rule Menurut,Toshikabu Menurut,Toshikabu Hayashi dalam tesisnya yang berjudul “On Islamic Accounting”, Akuntansi Barat (Konvensional) memiliki sifat yang dibuat sendiri oleh kaum kapital d engan berpedoman pada filsafat kapitalisme, sedangkan dalam Akuntansi Islam ada “meta rule” yang berasal diluar konsep akuntansi yang harus dipatuhi, yaitu hukum Syariah yang berasal dari Tuhan yang bukan ciptaan manusia, dan Akuntansi Islam sesuai dengan kecenderungan manusia yaitu “hanief” yang menuntut agar perusahaan juga memiliki etika dan tanggung jawab sosial, bahkan ada pertanggungjawaban di akhirat, dimana setiap orang akan mempertanggungjawabkan tindakannya di hadapan Tuhan yang memiliki Akuntan sendiri (Rakib dan Atid) yang mencatat semua tindakan manusia bukan saja di bidang ekonomi, tetapi juga bidang sosial-masyarakat dan pelaksanaan hukum Syariah lainnya. Jadi, dapat kita simpulkan dari uraian di atas, a tas, bahwa konsep Akuntansi dalam Islam jauh lebih dahulu dari konsep Akuntansi Konvensional, dan bahkan Islam telah membuat serangkaian kaidah yang belum terpikirkan oleh pakar-pakar pa kar-pakar Akuntansi Konvensional. Terakhir, marilah kita renungi firman Allah SWT berikut ini: “…… Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira g embira bagi orang-orang yang berserah diri.” (QS.16/ An-Nahl: 89) D. Nilai-Nilai Akuntansi syariah Akuntansi modern tidak mungkin bebas dari nilai dan kepentingan apapun, karena dalam proses penciptaan akuntansi melibatkan manusia yang memiliki kepribadian dan penuh dengan kepentingan. Nilai utama yang melekat dalam diri akuntansi modern adalah nilai egoistik. ego istik. Bila informasi yang dihasilkan oleh akuntansi egoistik dikonsumsi oleh para pengguna, maka dapat dipastikan bahwa pengguna tadi akan berpikir dan mengambil keputusan yang egoistik pula Nilai utama kedua yang melekat pada p ada akuntansi modern adalah nilai n ilai materialistik, yang juga merupakan sifat yang melekat pada diri manusia. Dengan nilai ini akuntansi hanya akan memberikan perhatian pada dunia materi mat eri (uang). Sifat egoistik dan materialistik, diekspresikan dengan jelas pada laporan keuangan. Laporan rugi-laba misalnya, menunjukkan akomodasi akuntansi modern terhadap kepentingan (ego) stakeholders untuk mendapatkan informasi besarnya laba yang menjadi haknya.
Setelah kedua nilai utama akuntansi modern mod ern itu, muncullah nilai utilitarianisme sebagai akibat dari menguatnya dua sifat sebelumnya. Sifat utilitarian adalah sifat yang menganggap bahwa nilai baik atau buruk dari sebuah perbuatan, diukur dengan ada tidaknya utilitas yang dihasilkan dari perbuatan yang dilakukan. Sehingga, sepanjang perbuatan itu menghasilkan utilitas, maka sepanjang itu pula sebuah perbuatan dikatakan baik tanpa melihat bagaimana prosesnya. Ketiga nilai yang dimiliki oleh akuntansi modern ini kemudian dikenal sebagai kapitalisme. Realitas akuntansi modern yang dibangun dengan nilai-nilai egoistik, materialistik dan utilitarian, menjadi belenggu bagi manusia modern untuk menemukan jati dirinya dan Tuhan. Menjadikan manusia modern terperangkap dalam dunia materi yang hedonis. Sehingga, akan mengakibatkan terjadinya dehumanisasi bagi diri manusia itu sendiri. Selain menjadikan manusia jauh dari penemuan jati dirinya bahkan menjauhkan manusia pada Tuhannya, karakter ini juga merusak hubungan antar manusia. m anusia. Dimana relasi sosial menjadi terasuki oleh sifat egoistik, materialistik dan utilitarian.Bagi kalangan masyarakat muslim, Tuhan menjadi tujuan akhir dan menjadi tujuan puncak kehidupan manusia. Akuntansi syari’ah,hadir untuk melakukan dekonstruksi terhadap akuntansi modern. Melalui epistemologi berpasangan, akuntansi syari’ah berusaha memberikan kontribusi bagi akuntansi sebagai instrumen bisnis sekaligus menunjang penemuan hakikat diri dan tujuan hidup manusia. Pada versi pertama, akuntansi syari’ah memformulasikan tujuan dasar laporan keuangann ya untuk memberikan informasi dan media untuk a kuntabilitas. Informasi yang terdapat dalam akuntansi syari’ah merupakan informasi materi baik mengenai keuangan maupun nonkeuangan, serta informasi nonmateri seperti aktiva mental dan aktiva spiritual. Contoh aktiva spiritual adalah ketakwaan, sementara aktiva mental adalah akhlak yang baik dari semua jajaran manajemen dan seluruh karyawan. Sebagai media untuk akuntabilitas, akuntansi syari’ah memiliki dua macam akuntabilitas yaitu akuntabilitas horisontal, dan akuntabilitas akun tabilitas vertikal. Akuntabilitas horisontal berkaitan dengan akuntabilitas kepada manusia dan alam, sementara akuntabilitas vertikal adalah akuntabilitas kepada Sang Pencipta Alam Semesta. Pada versi kedua, tujuan dasar laporan keuangan syari’ah adalah: memberikan informasi, memberikan rasa damai, kasih dan sayang, serta menstimulasi bangkitnya kesadaran keTuhanan. Ketiga tujuan ini, merefleksikan secara berturut-turut dunia materi, mental, dan spiritual. Tujuan pertama secara khusus hanya menginformasikan dunia materi baik yang bersifat keuangan maupun non keuangan. Tujuan kedua membutuhkan bentuk laporan yang secara khusus menyajikan dunia mental yakni rasa damai, kasih dan sayang. Selanjutnya tujuan ketiga, disajikan dalam wadah laporan yang khusus menyajikan informasi kebangkitan kesadaran keTuhanan. Kinerja manajemen syari’ah memiliki tiga bentuk realitas yaitu fisik (materi) dengan perpektif kesalehan keuangan yang memiliki indikator sepe rti nilai tambah syari’ah (profit), dan zakat. Realitas berikutnya adalah psikis (mental) dengan perspektif kesalehan mental dan sosial, yang memiliki indikator seperti damai, kasih, sayang, adil, empati, dan pe duli. Sementara realitas terakhir adalah spiritual dengan perspektif kesalehan spiritual, yang memiliki indikator seperti ikhsan, cinta, dan takwa. Akuntansi syari’ah dibangun dengan mengambil inspirasi dari syari’ah Islam. Secara ontologis, akuntansi syari’ah memahami realitas dalam pengertian yang majemuk. Sedangkan secara epistemologis, akuntasi syari’ah dibangun berdasarkan kombinasi antara akal yang rasional dengan rasa dan intuisi (kombinasi dunia fisik deng an dunia non fisik).
View more...
Comments