Akuntansi Perpajakan

June 3, 2018 | Author: stuffid | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download Akuntansi Perpajakan...

Description

MODUL 11

AKUNTANSI PERPAJAKAN Drs. Syamsu Alam, M.Si., Ak.

AKUNTANSI AKUNTANSI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI - Kredit Pajak PPN - Pajak Masukan tidak dapat dikreditkan

1. Akuntansi Akuntansi Pajak, Pajak, Edisi Revisi, Shopar Shopar Lomban Lombanturua turuan, n, Gramedia Gramedia Widia Sarana Jakarta. 2. Akuntansi Akuntansi Pajak, Pajak, Edisi Pertama, Pertama, Pardiat, Pardiat, Mitra Mitra Wacana Wacana Media, Media, Jakarta. Jakarta. 3. Akuntansi Akuntansi Perpajaka Perpajakan, n, Sukrisno Sukrisno Agus & Estralita Trisnaw Trisnawati, ati, Salemba Salemba Empat. 4. Akuntansi Akuntansi Pajak Pajak Penghasilan Penghasilan Rekon Rekonsiliasi siliasi Fiskal, Fiskal, Fiskal, Fiskal, Pusdiklat Pusdiklat Perpajakan.

2

AKUNTANSI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI A. Pencatatan yang Diwajibkan Ketentuan dasar yang dipakai untuk mewajibkan Pengusaha Kena Pajak untuk mencatat Pajak Pertambahan Nilai adalah ketentuan yang ada dalam Undang-Undang No.6 Tahun 1983 yang diperbarui dengan UU No 10 Tahun 1994. Pencatatan transaksi yang berhubungan dengan PPN diatur khusus dalam UU PPN 1984 Pasal 6. Dalam pasal itu disebutkan bahwa setiap Pengusaha Kena Pajak diwajibkan mencatat semua jumlah harga perolehan dari penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak dalam pembukuan perusahaan. Terselenggaranya pencatatan tersebut merupakan pencerminan teraturnya pembukuan sehingga dasar pengenaan PPN dapat ditentukan dengan mudah. Pada catatan dalam pembukuan itu harus dicantumkan secara terpisah dari jelas antara lain: (1) jumlah harga perolehan atau nilai impor; (2) jumlah harga jual atau nilai pengganti; (3) nama barang dari satuannya; (4) jumlah harga jual dari bukan Barang Kena Pajak (hasil agraria, perikanan, kehutanan, dari sebagainya); (5) jumlah nilai ekspor; (6) jumlah harga jual yang dikenakan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah. Pencatatan pembelian atau impor, penjualan atau ekspor, dan retur barang, diatur khusus oleh Direktur Jenderal Pajak yang dapat ditemui dalam Buku Penuntun Pajak Pertambahan Nilai 1985. 1. Pencatatan Pembelian atau Impor 

Pencatatan pembelian atau impor sekurang-kurangnya mencantumkan: a

Nomor urut;

b

tanggal Faktur Pajak/PPUD;

c

NPWP penjual/pembeli jasa/Kantor Bea Cukai;

d

nama barang/jasa;

e

kuantum;

f

dasar pengenaan pajak;

g

besarnya Pajak Pertambahan Nilai: 1

yang dapat dikreditkan;

2

yang tidak dapat dikreditkan.

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB

Syamsu Alam, SE., Ak. M.Si AKUTANSI PERPAJAKAN

3

2. Pencatatan Penjualan atau Ekspor 

Pencatatan penjualan atau ekspor sekurang-kurangya mencantumkan: a

nomor urut;

b

tanggal Faktur Pajak/Pemberitahuan Ekspor Barang/E3;

c

nomor Faktur Pajak/PEB/E3;

d

NPWP pembeli/penerima jasa;

e

nama barang/jasa;

f

kuantum;

g

dasar pengenaan pajak;

h

besarnya Pajak Pertambahan Nilai: 1

kepada PKP;

2

kepada bukan PKP/Iain-lain.

3. Pencatatan Retur Barang 

Retur barang harus dicatat secara tersendiri dan dari masing-masing langganan dipisahkan retur untuk retur pembelian, retur penjualan. Untuk retur  penjualan dicatat dalam Buku Penjualan Ekspor serra mengurangi jumlah penjualan dan Pajak Keluaran. Untuk retur pembelian dicatat dalam Buku Pembelian lmpor dan mengurangi pembelian serta Pajak Masukan.

4. Penjualan dalam Jumlah yang Kecil Langsung kepada Konsumen

Jika Pengusaha Kena Pajak kecil, misalnya pengusaha roti, menjual Barang Kena Pajak langsung kepada konsumen, pencatatannya dilakukan dengan cara yang sangat sederhana. Pengusaha itu mencatat dan memberi nomor terhadap roll kas register dalam buku penjualan.

5. Pengambilan Barang dari Persediaan

Pengambilan barang dari persediaan selain untuk keperluan usaha seperti untuk pemakaian sendiri, hadiah, contoh, dan sebagainya harus dicatat secara terpisah dalam Buku Penjualan/Ekspor. Pencatatan ini harus dilakukan karena keperluan barang untuk maksud-maksud di atas termasuk dalam pengertian penyerahan.

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB

Syamsu Alam, SE., Ak. M.Si AKUTANSI PERPAJAKAN

4

B. Saat Pajak Pertambahan Nilai Terutang Saat dan tempat terutangnya PPN sangat renting dalam pemungutan pajak. Karena itu, ketentuan peraturan undang-undang perpajakan menetapkan saat dan tempat terutangnya PPN. Penentuan saat dan tempat terutangnya PPN juga sangat diperlukan dalam akuntansi. Pada prinsipnya PPN dipungut berdasarkan dua prinsip dasar, yaitu prinsip akrual dan prinsip kas. 1. Prinsip Akrual Dalam prinsip akrual PPN terutang pada saat penyerahan barang, jasa, atau impor barang, meskipun atas penyerahan tersebut belum atau belum sepenuhnya diterima pembayarannya. Hal ini diatur dalam Pasal 11 Ayat (I) UU PPN 1984. 2. Prinsip Kas Dalam prinsip kas PPN terutang pada saat penerimaan pembayaran, dalam hal pembayaran diterima sebelum penyerahan barang atau jasa. Hal ini diatur  dalam Pasal 11 Ayat (2) UU PPN 1984. Atas dasar hal tersebut, faktur pajak harus dibuat pada saat penyerahan barang atau pada saat pembayaran diterima sebelum penyerahan barang atau jasa dilakukan. Sesuai dengan ketentuan yang terakhir (Kep. Menteri Keuangan No.1117/KMK.04/1989), faktur pajak harus dibuat selambat-lambatnya pada saat penerimaan pembayaran. Dalam hal pembayaran diterima setelah penyerahan, faktur pajak dibuat pada akhir bulan berikutnya setelah penyerahan barang. Jadi, pembuatan faktur pajak dapat ditunda sampai akhir bulan berikutnya. Meskipun demikian, prinsip akrual masih tetap berlaku dalam ketentuan ini.  Ada dua cara pembukuan PPN dalam akumansi yaitu metode faktur dan metode kas. Dalam metode yang pertama, PPN terhutang dicatat pada saat faktur dikeluarkan. Faktur pajak dibuat pada saat pembayaran atau pada saat penyerahan. Karena itu, metode faktur dipakai oleh Pengusaha Kena Pajak yang telah dikukuhkan, sedangkan dalam metode kas, PPN dicatat pada saat penerimaan pembayaran. Pencatatan tidak tergantung pada pembuatan faktur. Dengan demikian, metode kas digunakan dalam perusahaan yang tidak dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.

C. Tempat Pajak Pertambahan Nilai Terutang

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB

Syamsu Alam, SE., Ak. M.Si AKUTANSI PERPAJAKAN

5

Undang-undang

dan

peraturan

pelaksanaannya

menentukan

tempat

terutangnya PPN. Tempat pajak terutang di tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan. Tempat tersebut adalah tempat tinggal atau kedudukan mereka dan atau di tempat usaha dilakukan. Suatu perusahaan mungkin mempunyai lebih dari satu tempat usaha, misalnya pabrik (pusat) dan cabang. Dengan demikian, PPN akan terutang apabila pabrik menyerahkan barang ke cabang. Meskipun demikian, pengusaha dapat mengajukan permohonan kepada fiskus untuk menetapkan satu tempat usaha sebagai tempat pajak terutang (sentralisasi).  Adapun maksud penjelasan saat dan tempat terutangnya PPN dalam tulisan ini adalah agar kita dapat melihat hubungan antara kedua hal tersebut dengan cara sistem pembukuannya. Sistem pembukuan PPN pada perusahaan yang tidak diperkenankan untuk melakukan sentralisasi akan berbeda dari perusahaan yang diperbolehkan.

D. Prosedur Pembukuan Pajak Pertambahan Nilai Berikut ini akan dijelaskan prosector pencatatan untuk transaksi transaksi: 1. pembelian barang yang PPN-nya dapat dikreditkan dan yang tidak dapat dikreditkan; 2. penjualan dan PPN yang terutang; 3. PPN yang masih taros dibayar atau lebih; 4. dan lain-lain. Dilihat dari pengenaan PPN, barang yang dibeli oleh perusahaan dapat digolongkan ke dalam dua jenis barang yaitu barang yang PPN-nya dapat dikreditkan dan yang tidak dapat dikreditkan. Pembelian kedua jenis barang tersebut perlu dipertimbangkan dalam rangka pembukuan. Selain itu, ada dua hallain yang masih perlu dipertimbangkan pada saat pencatatan pembelian dilakukan yaitu masalah potongan harga dan retur pembelian. Sebagaimana diatur dalam Pasal 1 Huruf 0 Undang-Undang PPN 1984, potongan harga dari barang yang dikembalikan tidak termasuk harga jual sebagai Dasar Pengenaan Pajak. Pembelian

barang

yang

PPN-nya

dapat

dikreditkan

masih

dapat

dikelompokkan ke dalam dua jenis yaitu: 1. pembelian barang untuk diolah (persediaan), dari 2. pembelian barang modal yang ada hubungannya dengan proses produksi.

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB

Syamsu Alam, SE., Ak. M.Si AKUTANSI PERPAJAKAN

6

Sesuai dengan Pasal 9 Ayat (8) Undang-Undang PPN 1984 dari Kep. Men. Keu. No.1441-b/KMK.04/1989 ada beberapa atasan yang menyebabkan PPN tidak dapat dikreditkan.

1. Pembelian barang atau jasa sebelum pengusaha dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak. 2. Pembellan barang dari pengeluaran biaya lain yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan proses menghasilkan Barang Kena Pajak atau jasa kena pajak. 3. Pembelian dari pemeliharaan kendaraan bermotor sedan, jeep, stasion wagon, van dari kombi, kecuali untuk barang dagangan atau digunakan secara langsung sesuai dengan bidang usahanya. 4. Pembelian yangsifatnya untuk kepentingan pribadi pemiliki pemegang saham, Direktur, Komisaris, dari karyawan. 5. Penyerahan yang Pajak Keluarannya ditanggung Pemerintah kecuali ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan. 6. Perolehan BKP/JKP yang PPN-nya ditanggung oleh Pemerintah. 7. Faktur Pajaknya fiktif. 8. Pajak Masukan yang menggunakan Faktur Pajak Sederhana. Berikut ini akan diuraikan prosedur pembukuan pembelian barang yang PPN -nya dapat dikreditkan qan yang tidak dapat dikreditkan. Penjelasan prosedur pembukuan akan diberikan dengan contoh untuk transaksi sebagai berikut. 1. Pembelian barang/persediaan yang PPN-nya dapat dikreditkan. 2. Pembelian barang modal yang PPN-nya dapat dikreditkan. 3. Pembelian barang/persediaan yang PPN-nya tidak dapat dikreditkan. 4. Pembelian barang modal yang PPN-nya tidak dapat dikreditkan. 5. Pembelian dengan potongan. 6. Pengembalian pembelian.

Contoh 1 Pembelian Barang/Persediaan yang PPN-nya Dapat Dikreditkan PT Mimi membeli barang untuk persediaan dalam bulan Agustus 1990 seharga Rp10.000,00 dengan kredit dari PT Merah. Pembelian PPN masukan Utang

10.000,00 1.000,00 11.000,00

Contoh 2 Pembelian Barang Modal yang PPN-nya Dapat Dikreditkan

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB

Syamsu Alam, SE., Ak. M.Si AKUTANSI PERPAJAKAN

7

PT Mimi membeli mesin tenun seharga Rp100.000 dengan kredit pada bulan Juni 1990 dari PT Mesin. Transaksi dicatat dengan ayat jurnal sebagai berikut. Mesin PPN Masukan Utang

100.000,00 10.000,00 110.000,00

Contoh 3 Pembelian Barang/Persediaan yang PPN-nya Tidak Dapat Dikreditkan PT Mimi membeli tunai alat-alat tulis seharga Rp5.000,00 ditambah PPN 10%. Karena alat-alat tulis ini tidak mempunyai hubungan langsung dengan proses produksi, Pajak Masukannya tidak boleh dikreditkan. Sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang PPH 1984, PPN yang tidak dapat dikreditkan dapat dibebankan sebagai biaya operasi. Transaksi ini dicatat dengan ayat jurnal sebagai berikut.  Alat tulis menulis Biaya PPN Kas

5.000,00 500,00 5.500,00

Contoh 4 Pembelian Barang Modal yang PPN-nya Tidak Dapat Dikreditkan

PT Mimi membeli kendaraan sedan untuk keperluan kantor administrasi seharga Rp20.000,00 tunai. Pajak masukan pembelian kendaraan sedan tidak dapat dikreditkan. Namun, pajak tersebut dapat dibebankan sebagai biaya perolehan kendaraan. Jadi, tidak dapat dibebankan sekaligus di tahun perolehannya, melainkan disusut sesuai dengan tarif  penyusutannya. Transaksi ini dicatat sebagai berikut. Kendaraan sedan Kas

Rp 22.000,00 Rp 22.000,00

Contoh 5 Pembelian dengan Potongan

PT Mimi membeli barang seharga Rp 12.000,00 dengan potongan pembelian Rp 2.000,00 jika pembayaran dilakukan dalam periode yang ditentukan tarif PPN 10%. Transaksi ini dicatat dengan ayat jurnal sebagai berikut. Pembelian Cadangan potongan pembelian PPN Masukan Utang

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB

Rp.12.000,00 (Rp 2.000,00) Rp 1.000,00 Rp 11.000,00

Syamsu Alam, SE., Ak. M.Si AKUTANSI PERPAJAKAN

8

 Apabila perusahaan tidak dapat membayar utang dalam waktu yang ditentukan maka pembeli tidak berhak atas potongan. Pembayaran utang pembelian ini dicatat dengan ayat jurnal: Utang Rp 11.000,00 PPN Masukan Rp 200,00 Rugi karena potongan tidak diambil Rp 2.000,00 Kas Rp 13.200,00 Karena potongan tidak diambil oleh pembeli maka PPN Masukan atas potongan yang belum dihitung pada saat pembelian harus dibebankan. Demikian pula penjual harus memperhitungkan PPN terutang dengan jumlah yang sama. Contoh 6 Pengembalian Pembelian

Karena tidak sesuai dengan spesifikasi barang, pembelian sebanyak Rp1.000,00 ditambah PPN 10% dikembalikan kepada penjual. Transaksi ini dicatat dengan ayat jurnal sebagai berikut. Utang Pembelian PPN Masukan

Rp 1.100,00 Rp.1.000,00 Rp. 100,00

Pengembalian ini akan mengurangi PPN Masukan, demikian pula penjual akan mengurangkan PPN terhutang. Sudah enam contoh pencatatan transaksi yang semuanya berkaitan dengan PPN Masukan. Berikut ini akan dibahas contoh transaksi-transaksi yang berkaitan dengan PPN terutang. Karena itu, ada 6 contoh yang akan diuraikan yaitu: (a) penjualan barang, (b) pengembalian penjualan, (c) penjualan dengan uang muka, (d) penjualan dengan cicilan, (e) saat perhitungan, pembayaran, dan pembuatan laporan.

Contoh 7 Penjualan Barang 

PT Mimi menjual barang secara tunai Rp10.000,00 dengan PPN 10%. Transaksi ini dicatat dengan ayat jurnal sebagai berikut. Kas Penjualan PPN Keluaran

Rp 10.000,00 Rp 10.000,00 Rp 1.000,00

Contoh 8 Pengembalian Penjualan

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB

Syamsu Alam, SE., Ak. M.Si AKUTANSI PERPAJAKAN

9

Barang yang dijual dalam contoh 7 dikembalikan sebanyak Rp 2.000,00 Pengembalian ini dicatat dengan ayat jurnal sebagai berikut. Penjualan PPN Keluaran Kas

Rp 2.000,00 Rp 200,00 Rp 2.200,00

Contoh 9. Penjualan dengan Uang Muka

Pada tanggal 12 April 1990 Pengusaha Kena Pajak "ABC" menerima uang muka dari Pengusaha Kena Pajak "CDK" atas pembelian Barang Kena Pajak kertas yaitu sebesar Rp1 0.000,00 ditambah PPN 10%. Pada tanggal 12 Mei 1990 yaitu pada saat penyerahan barang, diterima sisa pembayaran Rp20.000,00 di mana dalam pembayaran tersebut belum termasuk PPN. Karena itu, ada dua transaksi yang harus dicatat yaitu pada saat: a. Pembayaran uang muka Kas Uang muka pelanggan PPN Keluaran

Rp. 11.000,00 Rp. 10.000,00 Rp. 1.000,00

b. Penyerahan barang Kas Uang muka pelanggan Penjualan PPN Keluaran

Rp 22.000,00 Rp 10.000,00 Rp 30.000,00 Rp. 2.000,00

Sesuai dengan ketemuan bahwa PPN sudah terutang pada saat pembayaran. Karena itu, pada saat pembayaran uang muka Pengusaha Kena Pajak yang menerima uang muka harus memungut PPN. Hal ini dapat dibaca kembali pada butir B di atas. Dari contoh di atas, uang muka yang diterima terutang PPN untuk masa bulan April. Setelah penyerahan barang PPN terutang pada bulan Mei 1990 dalam hal pembayarannya dilakukan pada bulan itu. Apabila sisa pembayaran dilakukan secara tunai (pembayaran tidak dilakukan pada bulan Mei), sesuai dengan ketentuan PPN terutang pada bulan berikutnya yaitu Juni.

contoh 10 Penjualan dengan Angsuran

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB

Syamsu Alam, SE., Ak. M.Si AKUTANSI PERPAJAKAN

10

PT ABC menjual suatu barang dengan angsuran seharga Rp24.000,OO. Pembayaran dilakukan dengan 10 kali cicilan. Transaksi penjualan dan angsuran setiap bulan dicatat dengan ayat jurnal sebagai berikut. a. pada saat penyerahan barang Piutang penjualan angsuran Penjualan PPN Keluaran

Rp 26.400,00 Rp 24.000,00 Rp. 2.400,00

b. Pada saat pembayaran angsuran Kas

Rp 2.640,00 Piutang penjualan angsuran Rp 2.640,00

Sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984, penjualan cicilan termasuk dalam pengertian penyerahan yang telah terutang PPN. Karena barang sudah diserahkan dalam contoh 10, PPN telah terutang pada saat penyerahannya. PPN tidak terutang lagi pada saat penerimaan angsuran, sebab itu tidak ada pengenaan PPN atas angsuran tersebut.

E. Pengusaha yang Memilih Pedoman Norma Perhitungan Sesuai dengan Pasal 6 Ayat (3) UU PPN 1984, pengusaha yang berdasarkan UU PPh 1984 memilih dikenakan pajak dengan pedoman norma perhitungan, sepanjang terhutang PPN, Wajib Pajak yang bersangkutan harus membuat catatan nilai peredaran bruto secara teratur. Yang harus dicatat hanyalah nilai peredaran bruto setiap bulan yang akan menjadi dasar pengenaan PPN. Seperti diuraikan sebelumnya, Wajib Pajak yang termasuk kategori yang diperkenankan memilih pedoman norma perhitungan tidak wajib menyelenggarakan pembukuan. Yang minimal harus dilakukannya adalah mencatat jumlah peredaran, sebab peredaran tersebut merupakan dasar penghitungan Penghasilan Kena Pajak (PKP) .

F. Pajak Masukan PPN dalam Harga Pokok PPN yang telah dikenakan atas bahan baku atau bahan pembantu dan barang modal yang dipakai dalam proses produksi tidak boleh ditambahkan sebagai unsur harga pokok barang yang dijual. Hal ini disebabkan karena pajak yang telah dibayar kembati oleh pengusaha melalui metode pengkreditan Pajak

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB

Syamsu Alam, SE., Ak. M.Si AKUTANSI PERPAJAKAN

11

Masukan terhadap Pajak Keluaran. Atas dasar pertimbangan hal tersebut, Pajak Masukan tidak boleh dikurangkan sebagai biaya dalam rangka penghitungan Penghasilan Kena Pajak. Dengan demikian, PPN yang terutang tidak merupakan unsur harga pokok produksi. Berikut ini dapat dilihat contoh yang dapat menjelaskan bahwa baik PPN Masukan maupun PPN yang terutang dan dibayarkan ke negara tidak termasuk sebagai biaya.

Contoh 11 Pedagang besar membeli Barang Kena Pajak sebesar Rp 100.000,00. Kemudian barang tersebut dijual dengan harga Rp 200.000,00.

Harga beli PPN Masukan 10% Harga Jual PPN Keluaran 10% PPN ke Kas Negara

Rp 100.000,00 Rp 1.000,00 Rp 200.000,00 Rp 2.000,00 Rp 1.000,00

Pada dasarnya yang menanggung beban PPN adalah konsumen akhir. Karena itu, PPN Masukan yang dibayar akan diganti dengan PPN yang ditarik dari pembeli barang tersebut; sedangkan PPN yang dibayarkan ke Kas Negara, bukanlah uang pengusaha melainkan uang pembeli yang wajib ditarik oleh pengusaha tersebut.  Apabila Pengusaha Kena Pajak membeli Barang Kena Pajak yang PPN masukannya tidak dapat dikreditkan maka PPN tersebut dapat dimasukkan sebagai biaya fiskal. Namun, dalam praktek masih ada perbedaan penafsiran berkenaan dengan Pajak Masukan PPN yang tidak dapat dikreditkan seperti dimaksudkan dalam Pasal 9 ayat (8) UU PPN 1984 serta pembebanannya sebagai biaya yang boleh dikurangkan dari penghasilan bruto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 PP No.42 tahun 1985 tentang pelaksanaan Pajak Penghasilan 1984. Sehubungan dengan hal tersebut maka pada awal tahun 1991, Direktur Jenderal Pajak menerbitkan surat edaran guna memberikan penjelasan dan penegasan mengenai hal tersebut. Penjelasan dan penegasan tersebut dapat dilihat dalam surat yang dikutip dengan lengkap.

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB

Syamsu Alam, SE., Ak. M.Si AKUTANSI PERPAJAKAN

12

Pertanyaan 1. Mengapa Wajib Pajak PKP diwajibkan meyelenggarakan pembukuan? 2. Sebutkan hal-hal yang harus dicantumkan secara terpisah dalam pembukuan PKP. 3. Mengapa retur pembelian dan retur penjualan harus dicatat secara tersendiri? 4. Pengusaha Kena Pajak yang manakah yang diperkenankan untuk menyelenggarakan pencatatan yang sederhana? 5. Mengapa saat terutangnya PPN sangat diperlukan untuk pembukuan? 6. Jelaskan dua prisip dasar pemungutan PPN. 7. Mengapa undang-undang menentukan tempat terutangnya PPN dan apa pengaruhnya pada pembukuan yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak? 8. Sebutkan pembelian-pembelian yang PPN-nya tidak dapat dikreditkan dan mengapa tidak boleh dikreditkan? 9. Perlakuan apa yang dikenakan terhadap Pengusaha Kena pajak yang memilih pedoman Norma Perhitungan sehubungan dengan pembukuan? 10.Jelaskan secara garis besar perlakuan akuntansi dan fiskal atas Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan. 11.Jelaskan perlakuan Pajak Penghasilan dan PPN atas pemakaian BKP yang berasal dari produksi sendiri yaitu untuk (a) pemakaian sendiri untuk tujuan untuk konsumsi, (b) pemakaian sendiri untuk tujuan produktif. 12. Jelaskan perlakuan Pajak Penghasilan dan PPN atas pemberian cuma-cuma. 13.Jelaskan perlakuan Pajak Penghasilan dan PPN' atas pemakaian sendiri BKP yang berasal bukan dari produksi. Soal 1. Beberapa transaksi yang dilakukan oleh pedagang besar yang telah terdaftar sebagai Pengusaha Kena Pajak terlihat sebagai berikut. a. Dibeli barang dagangan yang akan dibayar dua bulan kemudian dan Faktur Pajaknya telah diterima dengan nilai Rp. 130 juta. b. Dibeli sebuah kendaraan sedan untuk keperluan Direksi dan dibawa pulang dengan Faktur Pajak Rp 69 juta belum termasuk PPN dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (tarif pajak 35%). c. Dibeli alat tirnbangan barang dengan harga Rp 7 juta dengan tunai dan Faktur Pajak telah diterima.

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB

Syamsu Alam, SE., Ak. M.Si AKUTANSI PERPAJAKAN

13

d. Dibeli alat-alat tulis dan keperluan rumah tangga perusahaan dengan harga Rp5 juta dari penjual yang tercatat sebagai Pengusaha Kena Pajak. Pengusaha tersebut menerbitkan Faktur Pajak. e. Dibeli barang dengan syarat akan diberi potongan tunai apabila pernbayaran dilakukan dalarn waktu yang ditentukan yaitu dengan harga Rp 40 juta dan potongan tunai sebesar Rp4 juta. f. Ternyata pernbelian pada butir e tidak dibayar dalam waktu yang ditetapkan sehingga tidak dapat memanfaatkan potongan tunai. g. Dikernbalikan barang yang dibeli dengan transaksi pada butir a sebesar Rp 10 juta h. Dijual barang yang dibeli pada butir a dengan harga jual Rp 150  juta. i. Diterima retur penjualan seharga Rp 2 juta. Diminta: (a) Menghitung PPN yang harus dibayar atau lebih apabila transaksi tersebut dilakukan dalam satu masa pajak yang sama. (b) Membuat alat-alat jurnal transaksi di atas.

2. Suatu perusahaan yang terdaftar sebagai PKP melakukan transaksi sebagai berikut. a. Diterirna uang muka dari PKP lain atas pembelian Barang Kena Pajak yaitu sebesar Rp330 juta, terrnasuk PPN sebesar Rp30 juta. Barang akan diserahkan kernudian pada saat pembayaran sisa harga jual. b. Diterima pembayaran sebesar Rp 440 juta, terrnasuk PPN sebesar Rp40 juta, sebagai bagian dari pembayaran transaksi di atas. c. Dijual suatu barang dengan harga Rp. 66 juta (terrnasuk PPN sebesar Rp6 juta) dengan pembayaran 10 kali angsuran yaitu masing-masing sebesar Rp6,6 juta. Diminta: (a) Mernbuat ayat jurnal untuk transaksi a dan b. (b) Membuat ayat jumal untuk transaksi c pada saat penyerahan barang dan pada saat pernbayaran angsuran pertama. 3. Dari catatan pernbelian dan penjualan PT Sukaramai sebagai distributor barang kelontong dan telah tercatat sebagai PKP dalarn bulan Mei 1991 diperoleh keterangan sebagai berikut: 3 Mei Penjualan tekstil ke Tukang Jahit Baju Rp 6.000.000,00 7 Mei Penjualan sahlin dan bahan kirnia kepada  Tukang Cuci Globe Rp 1.000.000,00 8 Mei Penjualan alar-alar tulis ke PT Astro Rp 23.000.000,00 10 Mei Dijual barang ke pengecer Rp 10.000.000,00 11 Mei Dibayar uang sewa kantor Rp 200.000,00 13 Mei Dibeli kedelai Rp 4.000.000,00 15 Mei Dibeli persediaan tekstil Rp 8.000.000,00

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB

Syamsu Alam, SE., Ak. M.Si AKUTANSI PERPAJAKAN

14

16 Mei Dibeli minuman botol untuk konsumsi Rp 500.000,00 20 Mei Dibeli persediaan alat-alat tulis Rp 16.000.000,00 25 Mei Dikembalikan tekstil yang dibeli tanggal 15 Mei Rp 1.000.000,00 29 Mei Alat-alat tulis yang dibeli sebagian dipakai sendiri untuk usaha Rp 500.000,00 30 Mei Alat-alat tulis yang dijual pada tanggal 8 Mei diterima kembali Rp 1.000.000,00 Catatan: 1. Faktur Pajak atas pernbelian alar-alar tulis akan diterirna tanggal 29 Juni 1991. 2. Penjualan kepada PT Astra akan ditagih dalam bulan Juni 1991. 3. Semua pemasok barang kepada PT Sukaramai terdaftar sebagai PKP. Diminta: (a) Menghitung Pajak Keluaran, Pajak Masukan, dan jumlah PPN yang harus disetor atau kelebihan bayar untuk masa pajak bulan Mei 1991. (b) Membuat catatan pembukuan (ayat-ayat jumal) atas transaksitransaksi tersebut. (c) Perlakuan PPh atas Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan apabila ada transaksi di atas yang tidak dapat dikreditkan. 4. Dari catatan pembelian dan penjualan PT Pabrik Roti yang telah terdaftar sebagai Pengusaha Kena Pajak terlihat transaksi selama bulan September 1991. 1 Sept. Dibeli tepung terigu dari PT XYZ Jakarta dengan harga Rp90  juta belum termasuk PPN. 9 Sept. Diserahkan roti kalengan kepada PT Y Bandung seharga Rp125 juta. 10 Sept. Dibeli sebuah mobil Jeep Toyota seharga Rp40 juta dari PT X. 15 Sept. Dibeli gula pasir, ragi kismis, coklat, dan bahan dari P&D "SGE" seharga Rp170 juta. 20 Sept. Dibeli bahan bakar premium 1.000 liter @ Rp700,00 dari Pompa Bensin. 25 Sept. Dibeli biji kacang kedelai dan buah nanas serta biji coklat dari KUD Maju, seharga Rpl,5 juta. 26 Sept. Diserahkan roti seharga Rp80 juta kepada Perusahaan Penerbangan Cendrawasih dalam rangka memenuhi kontrak pengadaan makanan triwulan. Pembayaran dilakukan 1 bulan kemudian. 28 Sept. Diekspor roti kalengan ke Singapura Rp250 juta. 30 Sept. Dikirim roti kalengan ke pengusaha di Medan Rp 140 juta. 30 Sept. Dibagikan roti kepada pegawai seharga Rp6 juta dan disumbangkan roti seharga Rp7 juta kepada Asrama Yatim Piatu. 30 Sept. Roti sebagian dipakai sebagai komsumsi tamu usaha sebesar Rpl juta dan sebesar Rp2,5 juta sebagai contoh yang dibagikan sebagai alat promosi.

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB

Syamsu Alam, SE., Ak. M.Si AKUTANSI PERPAJAKAN

15

Diminta: (a) Diminta menghitung Pajak Masukan, Pajak Keluaran, dan PPN yang hams dibayarkan atau lebih setor selama masa pajak bulan September. (b) Membuat ayat jurnal transaksi di atas dan bagaimana perlakuan PPh atas Pajak Masukan dan Keluaran yang tidak dapat diperhitungkan dalam menghitung utang PPN.

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB

Syamsu Alam, SE., Ak. M.Si AKUTANSI PERPAJAKAN

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF