Akuntansi Keuangan Daerah

July 11, 2018 | Author: Erika Nurhaliza | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Makalah ini ditujukan untuk mata kuliah Akuntansi Sektor Publik...

Description

BAB I PENDAHULUAN 1.1.

Latar Belakang

Reformasi pemerintahan mengarahkan pemerintah untuk lebih bertanggung jawab kepada  publik atas program yang mereka kerjakan dan penggunaan dana publik atas program tersebut. Akuntabilitas publik diharapkan mampu menjadi jawaban atas berbagai  permasalahan akut pemerintahan berupa korupsi yang telah mengakar mulai dari pemerintah daerah hingga ke pusat. Keseriusan pemerintah dalam menciptakan  good governance ditunjukkan kembali dengan dikeluarkannya UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan, serta UU Nomor 14 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. Setelah itu dikeluarkan pula UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, yang merupakan revisi dari UU Nomor 22 Tahun 1999 dan UU Nomor 25 Tahun 1999. Setelah undangundang tersebut, selanjutnya bermunculan beberapa peraturan pemerintah yang pada intinya  bertujuan untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik, terutama yang berkaitan dengan masalah keuangan. Akuntansi keuangan daerah adalah suatu proses pengidentifikasian, pengukuran, pencatatan, dan pelaporan transaksi ekonomi (keuangan) dari entitas pemerintah daerah  –   Pemda (kabupaten, kota, atau provinsi) yang dijadikan sebagai informasi dalam rangka pengambilan keputusan ekonomi yang diperlukan oleh pihak-pihak eksternal entitas pemerintah daerah. Pihak-pihak eksternal entitas pemda yang memerlukan informasi yang dihasilkan oleh akuntansi keuangan daerah tersebut antara lain adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), Badan Pengawas Keuangan; investor, kreditur, dan donatur, analisis ekonomi dan  pemerhati pemda, rakyat, pemda lain, dan pemerintah pusat yang seluruhnya berada dalam lingkungan akuntansi keuangan daerah. Akuntansi keuangan daerah menggunakan sistem pencatatan dan dasar akuntansi tertentu  pada era pra dan pasca reformasi. Selain itu, dasar atau basis akuntansi merupakan salah satu 1

asumsi dasar yang penting dalam akuntansi. Hal ini disebabkan karena asumsi ini menentukan kapan pencatatan suatu transaksi dilakukan, yang dikenal dalam tata buku keuangan daerah selama era pra reformasi keuangan daerah. Dari definisi menurut American menurut American Accounting Association yang mendefinisikan akuntansi sebagai suatu proses pengidentifikasian, pengukuran, pencatatan, dan pelaporan transaksi ekonomi, maka dapat diketahui bahwa akuntansi terdiri atas beberapa tahap. Setelah tahap terakhir selesai, maka selanjutnya akan berputar kembali ke tahap pertama, dan terus seperti itu. dengan kata lain, akuntansi adalah suatu siklus atau urutan tahap-tahap yang terus  berulang. Tahap-tahap yang ada dalam siklus akuntansi lebih rinci dari keempat tahap yang ada dalam definisi di atas, karena tahap-tahap dalam definisi akuntansi merupakan garis besar dari tahap-tahap yang ada dalam siklus akuntansi.

1.2.

Rumusan Masalah

1.2.1. Apa pengertian dan konsep akuntansi keuangan daerah? 1.2.2. Apakah standar akuntansi pemerintahan Indonesia? 1.2.3. Bagaimana siklus akuntansi keuangan daerah? 1.2.4. Apa saja organisasi pelaporan keuangan daerah?

1.3.

Tujuan Penulisan

1.3.1. Menjelaskan pengertian dan konsep akuntansi keuangan daerah. 1.3.2. Menjelaskan standar akuntansi pemerintahan. 1.3.3. Menjelaskan siklus akuntansi keuangan daerah. 1.3.4. Menjelaskan organisasi pelaporan keuangan daerah.

2

BAB II PEMBAHASAN 2.1. Pengertian Dan Konsep Akuntansi Keuangan Daerah Akuntansi  pencatatan,

keuangan

daerah

dan pelaporan

adalah transaksi

proses

pengidentifikasian,

ekonomi

(keuangan)

pengukuran, dari

entitas

 pemerintah daerah-pemda (kabupaten, kota, atau provinsi) yang dijadikan sebagai informasi dalam rangka pengambilan keputusan ekonomi yang diperlukan oleh pihak pihak eksternal entitas pemda. Pihak-pihak eksternal entitas pemda yang memerlukan informasi yang dihasilkan oleh akuntansi keuangan daerah tersebut antara lain adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), badan pengawas keuangan, investor, kreditur, dan donatur, analisis ekonomi dan pemerhati pemda, rakyat, pemda lain dan pemerintah pusat, yang seluruhnya berada dalam lingkungan akuntansi keuangan daerah. Akuntansi keuangan daerah menggunakan sistem pencatatan dan dasar akuntansi tertentu pada era pra dan pasca reformasi. Selain itu, dasar atau basis akuntansi merupakan salah satu asumsi dasar yang penting dalam akuntansi. Hal ini disebabkan karena asumsi ini menentukan kapan pencatatan suatu transaksi dilakukan, yang dikenal dalam tata buku keuangan daerah selama era pra reformasi keuangan daerah. Untuk mengklasifikasikan akuntansi keuangan daerah dalam penggolongan tersebut, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan, yakni : 

Akuntansi keuangan daerah merupakan bagian dari manajemen keuangan daerah, sehingga konsekuensinya, akuntansi keuangan daerah termasuk dalam akuntansi manajemen.



Secara terminologi, akuntansi keuangan daerah termasuk dalam akuntansi keuangan.



Secara yuridis, akuntansi keuangan daerah berfungsi untuk menghasilkan laporan keuangan bagi pihak luar Pemerintah Daerah, sehingga akuntansi keuangan daerah cenderung masuk dalam akuntansi keuangan.



Akuntansi keuangan daerah menghasilkan informasi bagi pihak intern maupun ekstern Pemerintah Daerah, sehingga dapat digolongkan sebagai akuntansi manajemen maupun akuntansi keuangan. Bagi pihak intern, akuntansi keuangan

3

daerah digunakan sebagai pendukung penyusunan anggaran dan sebagai alat analisis kinerja Pemerintah Daerah. 

Saat ini akuntansi keuangan daerah belum berkembang sebaik akuntansi di sektor  privat.

Konsep Akuntansi Keuangan Daerah

Sistem Pencatatan Telah diketahui bahwa akuntansi adalah proses pengidentifikasian, pengukuran,  pencatatan, dan pelaporan transaksi ekonomi (keuangan) (keuangan) dari suatu organisasi. Pada organisasi pemda, laporan keuangan yang dikehendaki diatur oleh Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 105 Tahun 2000 serta Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) Nomor 29 Tahun 2002 Pasal 81 ayat (1) dan lampiran XXIX butir (11). Peraturan tersebut diperbarui dengan PP Nomor 24 Tahun 2005 mengenai Standar Akuntansi Pemerintah, PP Nomor 58 Tahun 2005 mengenai Pengelolaan Keuangan Daerah, dan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 13 Tahun 2006. Laporan keuangan tersebut adalah: a.

Laporan Realisasi Anggaran

 b.

Laporan Neraca

c.

Laporan Arus Kas

d.

Catatan Atas Laporan Keuangan

Karena akuntansi pemerintah/keuangan daerah merupakan salah satu jenis akuntansi, maka dalam akuntansi keuangan daerah juga terdapat proses pengidentifikasian,  pengukuran, pencatatan, dan pelaporan transaksi-transaksi ekonomi yang terjadi di  pemda. Terdapat beberapa macam sistem pencatatan yang dapat digunakan, yaitu sistem  pencatatan single  pencatatan single entry, double entry, dan triple entry. entry. Pembukuan hanya menggunakan sistem pencataan single pencataan  single entry, sedangkan akuntansi dapat menggunakan ketiga sistem  pencatatan tersebut. Dengan begitu dapat dikatakan bahwa pembukuan merupakan  bagian dari akuntansi.

Single Entry

Sering juga disebut dengan sistem tata buku tunggal atau tata buku. Dalam sistem ini,  pencatatan transaksi ekonomi dilakukan dil akukan dengan mencatatnya satu s atu kali. Transaksi yang 4

 berakibat bertambahnya kas akan dicatat pada sisi Penerimaan dan transaksi yang  berakibat berkurangnya kas akan dicatat pada sisi Pengeluaran. Berdasarkan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006, sistem pencatatan single entry dilakukan oleh bendahara penerimaan dan bendahara pengeluaran baik di level Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD) maupun Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah (SKPKD). Sistem ini hanya sebagai alat kontrol siste m akuntansi yang sebenarnya yang dilakukan oleh Pejabat Pengelola Keuangan SKPD (PPK SKPD) dan oleh Bendahara Umum Daerah (BUD). Adapun kelebihan dari pencatatan single entry adalah sederhana dan mudah dipahami.  Namun, sistem ini memiliki kelemahan, antara lain dalam menemukan kesalahan  pembukuan yang terjadi, dan sulit dikontrol.

Double Entry

Sering juga disebut sebagai sistem tata buku berpasangan. Menurut sistem ini, pada dasarnya suatu transaksi ekonomi akan dicatat dua kali. Encatatan dengan sistem ini disebut dengan istilah menjurnal . Dalam pencatatan tersebut, sisi Debit berada di sebelah kiri sedangkan sisi Kredit berada di sebelah kanan. Setiap pencatatan harus menjaga keseimbangan persamaan dasar akuntansi. Persamaan dasar akuntansi merupakan alat bantu untuk memahami sistem pencatatan ini. Persamaan dasar akuntansi tersebut berbentuk sebagai berikut:

AKTIVA + BELANJA = UTANG + EKUITAS DANA + PENDAPATAN

Transaksi yang berakibat bertambahnya aktiva  aktiva  akan dicatat pada sisi debit sedangkan yang berakibat berkurangnya aktiva akan dicatat pada sisi kredit. Hal yang sama dilakukan untuk mencatat belanja. Hal yang sebaliknya dilakukan untuk utang, ekuitas dana, dan pendapatan. Apabila suatu transaksi mengakibatkan bertambahnya utang , maka pencatatan akan dilakukan  pada sisi kredit, sedangkan jika mengakibatkan berkurangnya utang, maka pencatatan dilakukan pada sisi debit. Hal serupa ini dilakukan untuk ekuitas dana dan dana  dan pendapatan  pendapatan..

Triple Entry

Sistem pencatatan triple entry adalah pelaksanaan pencatatan dengan menggunakan sistem pencatatan double entry, entry, ditambah dengan pencatatan pada buku anggaran. Jadi 5

sementara sistem pencatatan double entry dijalankan, PPK SKPD maupun bagian keuangan atau SKPKD juga mencatat transaksi tersebut pada buku anggaran, sehingga  pencatatan tersebut akan berefek pada sisa anggaran.

2.2. Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) adalah prinsip-prinsip akuntansi

yang

diterapkan dalam menyusun dan menyajikan Laporan Keuangan Pemerintah yang terdiri atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) dan Laporan Keuangan Permerintah Daerah (LKPD). Laporan keuangan pokok menurut SAP adalah: 1. Laporan Realisasi Anggaran; 2. Neraca; 3. Laporan Arus Kas 4. Catatan Atas Laporan Keuangan

Laporan keuangan pemerintah untuk tujuan umum juga mempunyai kemampuan  prediktif dan prospektif dalam hal memprediksi besarnya sumber daya yang dibutuhkan untuk operasi berkelanjutan, sumber daya yang dihasilkan dari operasi yang  berkelanjutan, serta resiko dan ketidakpastian yang terkait.

Pengguna laporan keuangan pemerintah adalah: 1. Masyarakat. 2. Para wakil rakyat, lembaga pemeriksa dan lembaga pengawas. 3. Pihak yang memberi atau berperan dalam proses donasi, investasi, dan pinjaman. 4. Pemerintah. SAP dinyatakan dalam bentuk Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP), yaitu SAP yang diberi judul, nomor, dan tanggal efektif. Selain itu, SAP juga dilengkapi dengan Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan. PSAP

dapat

dilengkapi

dengan

Interpretasi

Pernyataan

Standar

Akuntansi

Pemerintahan (IPSAP) atau Buletin Teknis SAP.IPSAP dan Buletin Teknis SAP disusun dan diterbitkan oleh Komite Standar Akuntansi Pemerintahan (KSAP) dan diberitahukan kepada Pemerintah dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).Rancangan

6

IPSAP disampaikan kepada BPK paling lambat empat belas hari kerja sebelum IPSAP diterbitkan. IPSAP dimaksudkan untuk menjelaskan lebih lanjut topik tertentu guna menghindari salah tafsir pengguna PSAP.Sedangkan Buletin Teknis SAP dimaksudkan untuk mengatasi masalah teknis akuntansi dengan menjelaskan secara teknis penerapan PSAP atau IPSAP. SAP memiliki beberapa basis penerapan yaitu : 1. SAP Berbasis Kas Basis akuntansi yang digunakan dengan laporan keuangan pemerintah adalah basis kas untuk pengakuan pendapatan, belanja dan pembiayaan dalam Laporan Realisasi Anggaran. Basis kas untuk Laporan Realisasi Anggaran berarti bahwa pendapatan diakui pada saat kas di terima di Rekening Kas Umum Negara / Daerah atau oleh entitas  pelaporan dan belanja diakui pada saat kas dikeluarkan dari Rekening Kas Umum  Negara / Daerah atau entitas pelaporan (Peraturan Pemerintah Nomor 71 tahun 2010).

2. SAP Berbasis Kas Menuju Akrual Komite Standar Akuntansi Pemerintahan (KSAP) menyusun SAP berbasis akrual yang mecakup PSAP berbasis kas untuk pelaporan pelaksanaan anggaran(budgetary reports), sebagaimana dicantumkan pada PSAP 2, dan PSAP berbasis akrual untuk  pelaporan financial, yang pada PSAP 12 memfasilitasi pencatatan, pendapatan, dan  beban dengan basis akrual. Penerapan SAPBerbasisAkrual dilaksanakan secara bertahap dari penerapan SAP Berbasis Kas Menuju Akrual menjadi penerapan SAP Berbasis Akrual. SAP Berbasis Kas Menuju Akrual yaitu SAP yang mengakui pendapatan, belanja, dan  pembiayaanberbasis kas, serta mengakui aset, utang, dan ekuitas danaberbasis akrual. Ketentuan lebih lanjut mengenai penerapan SAP Berbasis Akrual secara  bertahap

pada

pemerintah

pusat

diatur

dengan

Peraturan

Menteri

Keuangan.Ketentuan lebih lanjut mengenai penerapan SAP Berbasis Akrual secara  bertahap pada pemerintah daerah diatur dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri.

7

Perbedaan mendasar SAP berbasis kas menuju akrual dengan SAP berbasis akrual terletak pada PSAP 12 mengenai laporan operasional.Entitas melaporkan secara transparan besarnya sumber daya ekonomi yang didapatkan, dan besarnya beban yang di tanggung untuk menjalankan kegiatan pemerintahan. Surplus/defisit operasional merupakan penambah atau pengurang ekuitas, atau kekayaan bersih entitas pemerintahan bersangkutan ( PP No. 71 Tahun 2010).

3. SAP berbasis Akrual SAP Berbasis Akrual, yaitu SAP yang mengakui pendapatan, beban, aset, utang, dan ekuitasdana dalam pelaporan financialberbasis akrual, serta mengakui pendapatan,  belanja, dan pembiayaan dalam pelaporan pelaksanaan anggaran berdasarkan basis yang ditetapkan dalam APBN/APBD. Basis Akrual untuk neraca berarti bahwa asset, kewajiban dan ekuitas dana diakui dan dicatat pada saat terjadinya transaksi, atau pada saat kejadian atau kondisi lingkungan berpengaruh pada keuangan pemerintah, tanpa memperhatikan saat kas atau setara kas diterima atau dibayar (PP No.71 tahun 2010). SAP berbasis akrual diterapkan dalam lingkungan pemerintah yaitu pemerintah pusat, pemerintah daerah dan satuan organisasi di lingkungan li ngkungan pemerintah pusat/daerah, jika menurut peraturan  perundang  –   undangan satuan organisasi dimaksud wajib menyajikan laporan keuangan (PP No.71 Tahun 2010).SAP Berbasis Akrualtersebut dinyatakan dalam  bentuk PSAP dan dilengkapi dengan Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintah. PSAP dan Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan dalam rangka SAP Berbasis Akrual dimaksud tercantum dalam Lampiran I Peraturan Pemerintah nomor 71 Tahun 2010. Penyusunan SAP Berbasis Akrual dilakukan oleh KSAP melalui proses baku  penyusunan (due process). Proses baku penyusunan SAP tersebut merupakan  pertanggungjawaban profesional KSAP yang secara lengkap terdapat dalam Lampiran III Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010. Penerapan SAP Berbasis Akrual secara bertahap dilakukan dengan memperhatikan urutan persiapan dan ruang lingkup laporan. SAP Berbasis Kas Menuju Akrual dinyatakan dalam bentuk PSAP dan dilengkapi dengan Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan. PSAP dan Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan dalam rangka SAP Berbasis Kas Menuju Akrual tercantum dalam Lampiran II Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010. 8

2.2.1. Tahap - Tahap Penyiapan SAP

Tahap-tahap Penyiapan SAP, yaitu (Supriyanto:2005): a. Identifikasi Topik untuk Dikembangkan Menjadi Standar.  b. Pembentukan Kelompok Kerja (Pokja) di dalam Komite. c. Riset Terbatas oleh Kelompok Kerja. d. Penulisan draft SAP oleh Kelompok Kerja. e. Pembahasan Draft oleh Komite Kerja. f. Pengambilan Keputusan Draft untuk Dipublikasikan. g. Peluncuran Draft Publikasian SAP (Exposure Draft) . h. Dengar

Pendapat

Terbatas

(Limited

Hearing)

dan

Dengar

Pendapat

Publik(Public Hearings). i. Pembahasan Tanggapan dan Masukan Terhadap Draf Publikasian.  j. Finalisasi Standar. Sebelum dan setelah dilakukan public hearing, standar dibahas bersama dengan Tim Penelaah Standar Akuntansi Pemerintahan BPK.Setelah dilakukan  pembahasan berdasarkan masukan-masukan KSAP melakukan finalisasi standar kemudian KSAP meminta pertimbangan kepada BPK melalui Menteri Keuangan.Namun draf SAP ini belum diterima oleh BPK karena komite belum ditetapkan dengan Keppres.Suhubungan dengan hal tersebut, melalui Keputusan Presiden, dibentuk Komite Standar Akuntansi Pemerintahan.Komite ini segera  bekerja untuk menyempurnakan kembali kembali draf SAP yang pernah diajukan kepada BPK agar dapat segera ditetapkan. Draft SAP pun pun diajukan kembali kepada BPK dan mendapatkan pertimbangan pertimbangan dari BPK. BPK meminta langsung kepada Presiden RI untuk segera Menetapkan Standar Akuntansi Pemerintahan dengan Peraturan Pemerintah (PP). Proses penetapan PP SAP pun berjalan dengan Koordinasi antara Sekretariat Negara, Departemen Keuangan, dan Departemen Hukum dan HAM, serta pihak terkait lainnya hingga penandatanganan Peraturan Pemerintah. 2.2.2. Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan (KKAP) dan Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan (KDP-LK).

9

KKAP dan KDPP-LK sama-sama menunjukan pada 4 (empat) pihak yaitu: komite penyusun standar, penyusun laporan keuangan, pemeriksa (auditor), dan para pemakainya. Ini memang suatu hal yang tak bisa dihindari, sebab keempat pihak tersebut telah fixedmenjadi pengguna standar akuntansi. Perbedaan baru mulai terlihat pada poin ruang lingkup. Sebab merupakan hal yang baru, cakupan ruang lingkup yang dibahas dalam KKAP memang terkesan lebih banyak pertimbangan adaptasi. Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan, kerangka ini merumuskan konsep yang mendasari penyusunan dan penyajiaan laporan keuangan  pemerintah pusat dan daerah. Sebagai acuan bagi : 1. Penyusunan Standar Akuntansi Pemerintah (KSAP). Tujuan KSAP adalah

untuk

meningkatkan

transparasi

dan

akuntabilitas

 penyelenggaraan akuntansi pemerintahan, melalui penyusunan dan  pengembangan SAP. 2. Penyusun laporan keuangan. 3. Pemeriksa.

Pemeriksa

adalah

orang

yang

melakukan

tugas

 pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara untuk dan atas nama BPK(Badan Pemeriksa Keuangan). 4. Para pengguna laporan keuangan. Pada KKAP ruang lingkupnya meliputi: a. tujuan kerangka konseptual;  b. lingkungan akuntansi pemerintahan; c.  pengguna kebutuhan kebutuhan informasi para pengguna; d. entitas pelaporan; e.  peranan dan tujuan pelaporan keuangan, keuangan, serta dasar hukum; f.

asumsi dasar, karakteristik kualitatif yang menentukan manfaat informasi dalam laporan keuangan, prinsip-prinsip, serta kendala informasi akuntansi; dan

g. definisi, pengakuan, dan pengukuran unsur-unsur yang membentuk laporan keuangan (KKAP Paragraf 4). Sementara pada KDPP-LK, ruang lingkupnya meliputi: a. tujuan laporan keuangan; 10

 b. karakteristik kualitatif yang menentukan manfaat informasi dalam laporan keuangan; c. definisi, pengakuan dan pengukuran unsur-unsur yang membentuk laporan keuangan; dan d. konsep modal serta pemeliharaan modal (KDPP-LK Paragraf 05). 2.2.3. Kandungan Peraturan Pemerintah Standar Akuntansi Pemerintahan (PP-SAP)

Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan terdiri dari: • SAP berbasis Akrual

Lampiran I.01 : Kerangka konseptual akuntansi pemerintahan Lampiran I.02 : Penyajian laporan keuangan keuangan Lampiran I.03 : Laporan realisasi anggaran berbasis berbasis kas Lampiran I.04 : Laporan arus kas Lampiran I.05 : Catatan atas laporan keuangan Lampiran I.06 : Akuntansi persediaan Lampiran I.07 : Akuntansi investasi Lampiran I.08 : Akuntansi asset tetap Lampiran I.09 : Akuntansi kontruksi dalam pengerjaan Lampiran I.10 : Akuntansi kewajiban Lampiran I.11 : Koreksi kesalahan, perubahan kebijakan akuntansi, perubahan estimasi akuntansi, dan operasi yang tidak di lanjutkan Lampiran I.12 : Laporan keuangan konsolidasi Lampiran I.13 : Laporan keuangan keuangan operasional



SAP berbasis Kas menuju Akrual

Lampiran II.01

: Kerangka konseptual akuntansi pemerintahan

Lampiran II.02

: Penyajian laporan keuangan

Lampiran II.03

: Laporan realisasi anggaran

Lampiran II.04

: Laporan arus kas

Lampiran II.05

: Catatan atas laporan keuangan 11



Lampiran II.06

: Akuntansi persediaan

Lampiran II.07

: Akuntansi investasi

Lampiran II.08

: Akuntansi aset tetap

Lampiran II.09

: Akuntansi kontruksi dalam pengerjaan

Lampiran II.10

: Akuntansi kewajiban

SAP Berbasis Akrual

Lampiran III

: Proses penyusunan standar akuntansi pemerintahan

 berbasis

akrual

2.2.4. Perbedaan SAK Dengan SAP

Perbandingan definisi Aktiva, Kewajiban dan Ekuitasmenurut PSAK dan SAP: SAK 

Aktiva

SAP

sumber daya yang dikuasai oleh

perusahaan

sumber daya ekonomi yang

sebagai dikuasai dan/atau dimiliki oleh

akibat dari peristiwa masa  pemerintah sebagai akibat dari lalu dan dari mana manfaat  peristiwa masa lalu dan dari ekonomi

di

diharapkan  perusahaan.

masa akan

depan

mana manfaat ekonomi dan

diperoleh

atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh,  baik oleh pemerintah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan uang, termasuk sumber

daya

non-keuangan

yang

diperlukan

untuk

 penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumber- sumber daya yang dipelihara karena balasan sejarah dan budaya. Kewajiban

hutang perusahaan masa kini hutang yang timbul dari yang timbul dari peristiwa  peristiwa masa lalu yang

12

masa lalu, penyelesaiannya  penyelesaiannya diharapkan

mengakibatkan

mengakibatkan aliran keluar

arus keluar dari sumber daya sumber daya ekonomi  perusahaan mengandung

yang  pemerintah. manfaat

ekonomi. Ekuitas

hak residual atas aktiva

dikenal dengan ekuitas dana

 perusahaan setelah dikurangi

adalah kekayaan bersih

semua

kewajiban.

residualatas

hak  pemerintah yang merupakan aktiva selisih antara aset dan

 perusahaan setelah

kewajiban pemerintah.

dikurangi semua kewajiban. Sumber : SAK Kerangka Konseptual par 49 dan SAP No 1 Par 8

Bila dalam PSAK dengan tegas memakai istilah laporan keuangan, maka karena masih adaptasi, PSAP menggunakan istilah pelaporan keuangan. Pelapora n keuangan tidak mengacu secara tegas pada fisik laporan keuangan, melainkan pada proses  penyusunannya. Terdapat perbedaan yang lain antara Standar Akuntansi Pemerintah dan Standar Akuntansi Keuangan sebagai berikut: 1.

SAP digunakan oleh entitas yang bertanggung jawab menyediakan barang dan  jasa untuk rakyat, sementara SAK digunakan oleh entitas yang bertanggung  jawab mencari laba untuk pemilik/pemegang saham.

2.

SAK menggunakan basis akrual sedangkan SAP menggunakan basis kas menuju akrual. Contohnya : a. Pengakuan pendapatan, dalam laporan keuangan BLU (Badan Layanan Umum) versi SAK seluruh pendapatan yang secara akrual telah te rjadi pasti akan dilaporkan, namun dalam laporan keuangan versi SAP hanya pendapatan yang telah diterima kasnya saja yang akan dilaporkan.  b. Penyusutan aset tetap, SAK mewajibkan dilakukan perhitungan penyusutan akan tetapi SAP justru tidak menghitung penyusutan tersebut.

3.

Perbedaaan antara SAP SAP dan SAK juga terletak pada pada komponen laporan keuangannya, yang berbeda dari SAP adalah tidak adanya laporan rugi/laba

13

dalam Pemerintahan dikenal dengan laporan kinerja keuangan (surplus/defisit). Laporan ini mengukur keberhasilan operasi entitas selama periode tertentu. Keberhasilan digambarkan dari kemampuan entitas dalam menciptakan surplus. Surplus terjadi bila total pendapatan lebih besar dari biaya yang dikeluarkan dan defisit bila total pendapatan lebih kecil dari biaya yang dikeluarkan. Informasi dari laporan surplus/defisit sangat penting bagi pengguna laporan keuangan untuk mengambil keputusan mengenai profitabilitas, nilai investasi dan kelayakan kredit. 4.

SAP digunakan oleh entitas yang bertanggung jawab menyediakan barang dan  jasa untuk rakyat, sementara SAK digunakan oleh entitas yang bertanggung  jawab mencari laba untuk pemilik/pemegang saham. Namun, setidaknya, kita dapat

melihat

sejauh

mana

kedua

standar

tersebut

memenuhi

 pertanggungjawabannya masing-masing masing-masing penggunanya. 5.

Analisis Komparasi Kerangka Konseptual SAK (Standar Akuntansi Keuangan) dan SAP (Standar Akuntansi Pemerintah). Dalam SAK, pengertian dan prinsip prinsip akuntansi yang diterapkan dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan perusahaan. Sedangkan, dalam SAP, prinsip-prinsip akuntansi yang diterapkan dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan pemerintah.

6.

Tujuan SAK dan SAP. SAK bertujuansebagai acuan bagi: Komite penyusun standar akuntansi keuangan, dalam pelaksanaan tugasnya, penyusun laporan keuangan, untuk menanggulangi masalah akuntansi yang belum diatur dalam standar

akuntansi

keuangan,

auditor,

dalam

memberikan

pendapat

mengenaiapakah laporan keuangan disusun sesuai dengan prinsip akuntansi yangberlaku umum, serta para pemakai laporan keuangan, dalam menafsirkan informasi yang disajikan dalam laporan keuangan yang disusun sesuai dengan standar akuntansi keuangan. SAP bertujuan sebagai acuan bagi: Penyusun standar, penyusun laporan keuangan dalam menanggulangi masalah akuntansi yang belum diatur dalam standar, pemeriksa dalam memberikan pendapat mengenai apakah laporan keuangan disusun sesuai dengan standar, serta para  pengguna laporan keuangan. keuangan. 7.

Ruang Lingkup SAK dan SAP. SAK membahas tentang kerangka konseptual: Tujuan laporan keuangan, karakteristik kualitatif yang menentukan manfaatin formasi dalam laporan keuangan, definisi, pengakuan dan pengukuran unsurunsur yang membentuk laporan keuangan, dan konsep modal

serta 14

 pemeliharaan modal.Kerangka dasar ini membahas laporan keuangan untuk tujuan umum. umum. Laporan Laporan keuangan keuangan disusun dan disajikan sekurang-kurangnya setahun sekali untuk memenuhi kebutuhan sejumlah besar pemakai. Beberapa diantara pemakai ini memerlukan dan berhak berhak untuk memperoleh informasi tambahan di samping yang tercakup dalam laporan keuangan. Namun demikian  banyak pemakai sangat bergantung

pada laporan keuangan sebagai sumber

utama informasi keuangan dan karena itu laporan keuangan tersebut seharusnya disusun dan disajikan membahas

tentang

dengan mempertimbangkan kebutuhan mereka.SAP Kerangka

konseptual:Tujuan

kerangka

konseptual,

lingkungan akuntansi pemerintahan, pengguna dan kebutuhan informasi  parapengguna, entitas akuntansi danentitas pelaporan, peranan dan tujuan  pelaporan keuangan, komponen laporan keuangan, serta dasar hukum, asumsi dasar karakteristik kualitatif yang menentukan menentukan manfaat informasi informasi dalam laporan keuangan, prinsip-prinsip, serta kendala informasi akuntansi, dan unsur-unsur yang membentuk laporan keuangan, pengakuan, dan pengukurannya. Kerangka konseptual berlaku bagi pelaporan keuangan pemerintah pusat dan daerah. 8.

Pengguna Laporan Keuangan SAK dan SAP. Pengguna laporan keuangan SAK: Investor, Karyawan, Pemberi pinjaman, Pemasok dam kreditur usaha lainnya, Pelanggan, Pemerintah serta Masyarakat. Pengguna Laporan Keuangan SAP: Masyarakat, Para wakil rakyat, lembaga pemeriksa, dan lembaga pengawas, Pihak yangberperan dalam proses donasi,investasi, dan pinjaman, serta  pemerintah.

9.

Tujuan Laporan Keuangan SAK dan SAP. Tujuan Laporan Keuangan SAK: Menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja serta  perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah  besar pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi. Tujuan Laporan Keuangan SAP: Menyajikan informasi yang bermanfaat bagi para pengguna dalam menilai akuntabilitas dan membuat keputusan ekonomi, sosial maupun  politik.

10.

Komponen Laporan Keuangan SAK dan SAP.Komponen Laporan Keuangan SAK:Neraca Laporan Arus Kas, Laporan Laba/Rugi, Laporan Perubahan Ekuitas,serta Catatan atas Laporan Keuangan.Komponen Laporan Keuangan SAP :Neraca Laporan Arus Kas (hanya disajikan oleh unit yang mempunyai fungsi

perbendaharaan:

Bendahara

UmumNegara/Daerah),

Realisasi 15

APBN/APBD, Catatan atas Laporan Keuangan, serta Laporan tambahan: Laporan Kinerja Keuangan (Berbasis Akrual), Laporan perubahan ekuitas. 11.

Asumsi Dasar SAK dan SAP. Asumsi Asumsi dasar SAK: Dasar Aktual Aktual dan Kelangsungan Usaha.Asumsi Dasar SAP: Asumsi Kemandirian Entitas, Asumsi Kesinambungan Entitas, dan Asumsi Keterukuran dalam Satuan Uang (Monetary Measurement).

2.2.5. Isu-isu yang Terkait dalam dalam SAP

Pada tahun 2015, seluruh instansi pemerintah baik yang ada di pusat maupun di daerah harus sudah menerapkan Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) berbasis akrual (accrual  basis). “Setelah “Sete lah aturan SAP berbasis akrual ditandatangani maka pemerintah pusat dan daerah harus sudah menerapkan SAP per 1 Januari 2015,” kata Dirjen Keuangan Daerah, Yuswandi A. Temenggung, saat menjadi pembicara dalam acara Rakernas Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Tahun 2013, di Jakarta. Dasar hukum  penerapan SAP berbasis akrual adalah PP No. 71/2010 tentang SAP, sebagai amanat dari UU No. 17/2003 tentang Keuangan Negara. UU No.17/2013 mengamanatkan instansi pemerintah baik dipusat maupun di daerah diminta untuk menerapkan SAP  berbasis akrual. Sedangkan dalam PP No. 71/2010 disebutkan SAP berbasis akrual dilaksanakan empat tahun setelah tahun 2010, yang artinya dilaksanakan pada 2015. Penerapan accrual basis di daerah akan cukup kompleks. Bisa dibayangkan, saat ini terdapat 491 daerah provinsi dan kab/kota di seluruh Indonesia. Dengan segala keragaman yang ada, tentu akan lebih sulit penerapannya dibanding di pusat. Sementara itu, beberapa hal yang harus disiapkan terkait dengan penerapan SAP berbasis akrual di daerah, yakni ketersediaan Sumber Daya Manusia (SDM) dan Struktur Organisasi Tata Kerja (SOTK) dari Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dan Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD). Ketika SAP berbasis akrual diterapkan secara penuh maka fungsi akuntansi dari masing-masing PPKD dan SKPD harus muncul  –   siapa mengerjakan apa. Kondisi yang perlu diperhatikan sebelum SAP berbasis akrual diterapkan pada 2015 adalah terkait dengan LKPD 2012 yang diaudit BPK, dimana baru sekitar 16 provinsi dan 115 kab/kota yang mendapatkan opini WTP, dengan sistem akuntansi yang diterapkan saat ini. Tentu patut diantisipasi, jangan sampai tak satupun LKPD dari 539 daerah provinsi dan kab/kota di Indonesia tidak memperoleh WTP setelah accrual basis diterapkan. Jelas, ini satu kemunduran terkait dengan akuntabilitas pengelolaan 16

keuangan daerah. Tentu kita memahami, setiap daerah memiliki pemahaman yang sangat beragam terkait dengan sistem yang akan diterapkan. Penggunaan sistem aplikasi juga harus digalakkan, termasuk di dalamnya ketika terdapat sistem yang  berbeda, bagaimana mengkonsolidasinya, sehingga bisa compatible antara satu sistem dengan sistem lainnya. Sementara itu, bagi daerah yang terlambat menyampaikan LKPD 2012, Kementerian Keuangan sudah mengingatkan bagi daerah yang terlambat menyampaikan LKPD 2012 dan LRA semester 1-2013 akan dilakukan penundaan transfer DAU. Ini gambaran kondisi saat ini yang tentu harus dicermati dan ditangani sehingga penerapan SAP berbasis akrual ditahun 2015 tidak akan menemui kendala. Terkait dengan kesiapan Kemendagri dalam konteks penerapan SAP berbasis akrual, saat ini penyusunan pedoman penerapan SAP berbasis akrual oleh Kemendagri sudah dalam tahap finalisasi, Diharapkan, akhir tahun 2013, pedoman tersebut sudah bisa diterima pemda. Untuk keberhasilan penerapan SAP berbasis akrual, komunikasi Kemendagri dengan Kemenkeu juga terus dilakukan. Demikian pula komunikasi dengan Komite Standar Akuntansi Pemerintahan (KSAP) intensif dilakukan agar  penerapan SAP berbasis akrual di daerah daer ah bisa tepat waktu. Yang menjadi landasan bagi daerah untuk penerapan SAP berbasis akrual di tingkat daerah yaitu Peraturan Kepala Daerah tentang kebijakan akuntansi dan sistem akuntansi pemerintah daerah. Saat ini, Kemendagri terus melakukan upaya-upaya capacity building baik di internal Kemendagri maupun di Pemda. Kita berharap tahun 2014 dapat melakukan uji coba  penerapan SAP berbasis akrual di beberapa daerah. Dengan adanya program uji coba, kita bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan yang mungkin muncul dari daerah. Kita juga mendorong daerah lain untuk melakukan uji coba penerapan SAP berbasis akrual. Tahun 2015, SAP berbasis akrual di seluruh daerah provinsi dan kab/kota akan diselenggarakan. Dengan harapan, financial statistic di daerah sudah bisa compatible dengan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP), yang pada gilirannya Indonesia  punya satu kesatuan pengelolaan keuangan negara. Untuk itu, kesiapan pemda perlu diperketat, kita mencoba memfasilitasi dari aspek elembagaan (SOTK) bahwa core tatalaksana di dalam penerapan SAP berbasis akrual adalah LO. Pendapatan dan  belanja sudah harus diakui pada waktu terjadinya transaksi, bukan waktu terjadinya arus kas masuk/keluar. Pekerjaaan ini tidak terlalu sulit, hanya perlu komitmen dari  para pemangku kepentingan. Dengan adanya SOTK SKPD dan PPKD di setiap daerah,m SAP berbasis akrual diharapkan sudah masuk dalam sistem tatalaksana. Keberadaan SDM baik dalam konteks akuntansi maupun teknologi informasi perlu 17

ditingkatkan. Demikian pula kompetensi personil perlu ditingkatkan. Dalam hal ini,  para pengambil keputusan di daerah (kepala daerah) seharusnya sudah sangat aware akan komitmennya untuk menerapkan fully accrual basis pada tahun 2015. Teknisnya  bisa dilakukan oleh staf, tapi staf tentu perlu keteladanan dari pimpinan (kepala daerah). Sementara itu, terkait dengan kelengkapan teknologi informasi, pemda bisa melakukan upgrading dari sistem yang telah ada agar kecepatan bisa maksimal. Ini salah satu agenda Kemendagri untuk mewujudkan penerapan SAP berbasis akrual pada tahun 2015.(Sumber artikel: Keuda-Kemendagri, 2014) 2.3.

Siklus Akuntansi Keuangan Daerah

Pada dasarnya siklus akuntansi keuangan daerah mengikuti siklus akuntansi yang telah dijelaskan diatas. Perbedaan yang ada adalah pada proses penyusunan laporan keuangan  pemda. Setelah menyusun neraca saldo setelah penyesuaian, dapat disusun laporan  perhitungan APBD. Namun demikian, untuk lebih mempermudah penyusunan laporan keuangan yang lain, yaitu Laporan Perubahan Ekuitas Dana atau R/K Pemda, laporan Aliran Kas dan Neraca, biasanya terlebih dahulu dilakukan proses tutup buku dengan membuat  jurnal penutup. Kemudian, setelah jurnal penutup itu diposting, barulah disusun ketiga laporan dimaksud. Selain itu, perlu diketahui bahwa siklus tersebut didasari pula dengan dengan konsep artikulasi. Sebenarnya, sangat mungkin dalam lingkup sektor public ini diterapkan konsep nonartikulasi, mulai dari proses dan siklus akuntansi hingga tersusunnya laporan keuangan. Sistem Akuntansi Keuangan Pemerintah Daerah Berdasarkan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006

Akuntansi pemerintahan daerah menurut permendagri nomor 13 tahun 2006 pasal 232 ayat (3) meliputi serangkaian prosedur, mulai dari proses pengumpulan data, pencatatan,  penggolongan, dan peringkasan atas transaksi dan/atau kejadian keuangan serta pelaporan keuangan dalam rangka pertanggungjawaban pelaksanaan APBD yang dapat dilakukan secara manual atau menggunakan aplikasi komputer. Untuk menyelenggarakan akuntansi  pemerintah daerah, kepala daerah menetapkan sistem sist em akuntansi pemerintahan daerah dengan mengacu pada peraturan daerah tentang pokok-pokok pengelolaan keuangan daerah, disusun dengan berpedoman pada prinsip pengendalian intern dan standar akuntansi pemerintahan.

18

Dalam sistem akuntansi pemerintahan ditetapakan entitas pelaporan dan entitas akuntansi yang

menyelenggarakan

sistem

akuntansi

pemerintahan

daerah.

Sistemakuntansi

 pemerintahan daerah dilaksanakan oleh Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD) pada Satuan Kerja Pengelolaan Keuangan Daerah (SKPKD) dan Sistem Akuntansi Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dilaksanakan oleh Pejabat Penatausahaan Keuangan Satuan Kerja Perangkat Daerah (PPK-SKPD). Sistem akuntansi pemerintahan daerah secara garis besar terdiri atas empat prosedur akuntansi, yaitu: prosedur akuntansi penerimaan kas, pengeluaran kas, selain kas, dan asset. Prosedur Akuntansi Penerimaan Kas

Prosedur akuntansi penerimaan kas meliputi serangkaian proses, baik manual maupun terkomputerisasi, mulai dari pencatatan, penggolongan, dan peringkasan transaksi dan/atau kejadian keuangan, hingga pelaporan keuangan dalam rangka pertanggungjawaban  pelaksanaan APBD yang berkaitan dengan penerimaan kas pada SKPD dan/atau SKPKD. 1.

Fungsi terkait

Fungsi yang terkait dalam prosedur akuntansi penerimaan kas pada SKPD dilaksanakan oleh fungsi akuntansi pada PPK-SKPD, sedangkan pada SKPKD dilaksanakan oleh fungsi akuntansi pada SKPKD. 2.

Dokumen yang digunakan

a.

Surat keterangan pajak daerah, digunakan untuk menetapkan pajak daerah atas wajib  pajak yang dibuat oleh PPKD.

 b.

Surat Keterangan Retribusi Daerah (SKRD), digunakan untuk menetapkan retribusi daerah atas wajib retribusi yang dibuat oleh pengguna anggaran.

c.

Surat Tanda Bukti Penerimaan (STBP), digunakan untuk mencatat setiap penerimaan  pembayaran dari pihak ketiga yang diselenggarakan oleh bendahara penerimaan.

d.

Surat Tanda Setoran (STS), digunakan untuk menyetorkan penerimaan daerah yang diselenggarakan oleh bendahara penerimaan pada SKPD.

e.

Bukti Transfer, merupakan dokumen atau bukti atas transfer penerimaan daerah.

f.

 Nota kredit bank, dokumen atau bukti dari bank yang menunjukkkan adanya transfer uang masuk ke rekening kas.

19

g.

Bukti jurnal penerimaan kas, merupakan catatan yang diselenggarakan oleh fungsi akuntansi untuk mencatat dan menggolongkan semua transaksi atau kejadian yang  berhubungan dengan dengan penerimaan kas.

h.

Buku besar, merupakan catatan yang diselenggarakan oleh fungsi akuntansi untuk memosting semua transaksi atau kejadian selain kas dari jurnal penerimaan kas ke buku  besar untuk setiap rekening aset, kewajiban ekuitas dana, pendapatan, belanja, dan  pembiayaan.

i.

Buku besar pembantu, merupakan catatan yang diselenggarakan oleh fungsi akuntansi untuk mencatat semua transaksi atau kejadian yang berisi rincian akun buku besar untuk setiap rekening yang dianggap perlu.

3.

Laporan yang dihasilkan SKPD, terdiri atas: 1.) Laporan Realisasi Anggaran (LRA) 2.) Neraca 3.) Catatan Atas Laporan Keuangan (CALK) Pada SKPKD, terdiri atas: 1.) Laporan Realisasi Anggaran (LRA) 2.) Neraca 3.) Laporan Arus Kas 4.) Catatan Atas Laporan Keuangan (CALK)

Prosedur Akuntansi Pengeluaran Kas

1.

Fungsi terkait

Fungsi yang terkait dalam prosedur akuntansi pengeluaran kas pada SKPD dilaksanakan oleh fungsi akuntansi pada PPK-SKPD, sedangkan pada SKPKD dilaksanakan oleh fungsi akuntansi pada SKPKD. 2.

Dokumen yang digunakan

20

a.

Surat Penyediaan Dana (SPD), merupakan dokumen yang dibuat oleh Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD) sebagai media atau surat yang menunjukkan tersediannya dana untuk diserap/direalisasi.

 b.

Surat Perintah Membayar (SPM), merupakan dokumen yang dibuat oleh pengguna anggaran untuk mengajukan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) yang akan diterbitkan oleh Bendahara Umum Daerah (BUD) atau Kuasa BUD.

c.

Kuitansi pembayaran dan bukti pembayaran lainnya, merupakan dokumen sebagai tanda  bukti pembayaran.

d.

SP2D, merupakan dokumen yang diterbitkan oleh BUD atau Kuasa BUD untuk mencairkan uang pada bank yang telah ditunjuk.

e.

Bukti transfer, merupakan dokumen atau bukti atas transfer pengeluaran daerah.

f.

 Nota debit bank, merupakan dokumen atas bukti dari bank yang menunjukkan adanya transfer uang keluar dari rekening kas umum daerah.

g.

Buku jurnal pengeluaran kas, merupakan catatan yang diselenggarakan oleh fungsi akuntansi untuk untuk mencatat, dan

menggolongkan semua transaksi atau kejadian yang

 berhubungan dengan dengan pengeluaran kas. h.

Buku besar, merupakan catatan yang diselenggarakan oleh fungsi akuntansi untuk memosting semua transaksi atau kejadian selain kas dari jurnal pengeluaran kas ke buku  besar untuk setiap rekening aset, kewajiban, ekuitas dana, pendapatan, belanja, dan  pembiayaan.

i.

Buku besar pembantu, merupakan catatan yang diselenggarakan oleh fungsi akuntansi untuk mencatat semua transaksi atau kejadian yang berisi rincian akun buku besar untuk setiap rekening yang dianggap perlu.

3.

Laporan yang dihasilkan

Pada SKPD, terdiri atas: 1.) Laporan Realisasi Anggaran (LRA) 2.) Neraca 3.) Catatan Atas Laporan Keuangan (CALK) Pada SKPKD, terdiri atas: 1.) Laporan Realisasi Anggaran (LRA) 21

2.) Neraca 3.) Laporan Arus Kas 4.) Catatan Atas Laporan Keuangan (CALK) Prosedur Akuntansi Selain Kas

Prosedur akuntansi selain kas meliputi transaksi dan/at au kejadian yang berupa: a. Pengesahan pertanggungjawaban (SPJ) pengeluaran dana yang merupakan pengesahan atas pengeluaran/belanja melalui mekanisme uang persediaan/ganti uang/tambahan.  b. Koreksi kesalahan pencatatan yang merupakan koreksi terhadap kesalahan dalam membuat jurnal yang telah diposting ke buku besar. c. Peneriaan hibah selain kas yang merupakan penerimaan sumber ekonomi non kas yang  bukan merupakan pelaksanaan APBD, tetapi mengandung konsekuensi ekonomi bagi  pemda. d. Pembelian secara kredit yang merupakan transaksi pembelian aset tetap yang  pembayarannya dilakukan di masa yang akan datang. e. Retur pembelian kredit yang merupakan pengembalian aset tetap/barang milik daerah tanpa konsekuensi kas yang merupakan pemindahtanganan aset tetap kepada pihak ketiga karena suatu hal tanpa ada penggantian berupa kas. f. Penerimaan aset tetap/barang milik daerah tanpa konsekuensi kas yang merupakan  perolehan aset tetap akibat adanya tukar menukar (ruilslaag) dengan pihak ketiga. 1. Fungsi yang terkait 4. Fungsi yang terkait dalam prosedur akuntansi selain kas pada SKPD dilaksanakan oleh

fungsi akuntansi pada PPK-SKPD. Sedangkan, pada SKPKD dilaksanakan oleh fungsi akuntansi pada SKPKD. 2. Dokumen yang digunakan a. Berita acara penerimaan barang.  b. Surat keputusan penghapusan barang. c. Surat pengiriman barang. d. Surat keputusan mutasi barang. e. Berita acara pemusnahan barang. f. Berita acara serah terima barang. g. Berita acara penilaian. 22

h. Bukti memorial, merupakan dokumen untuk mencatat transaksi dan/atau kejadian keuangan selain kas sebagai dasar pencatatan ke jurnal umum. i. Buku jurnal umum, merupakan catatan yang diselenggarakan oleh fungsi akuntansi pada PPK-SKPD dan/atau fungsi akuntansi pada SKPKD untuk mencatat dan menggolongkan semua transaksi dan/atau kejadian yang tidak dicatat dalam jurnal enerimaan kas dan  jurnal pengeluaran kas.  j. Buku besar, merupakan catatan yang diselenggarakan oleh fungsi akuntansi pada PPKSKPD dan/atau fungsi akuntansi pada SKPKD untuk memposting semua transaksi atau kejadian selain kas dari jurnal umum ke dalam buku besar untuk setiap rekening aset, kewajiban, ekuitas dana, pendapatan, belanja, dan pembiayaan. k. Buku besar pembantu, untuk mencatat semua transaksi atau kejadian yang berisi rincian akun buku besar untuk setiap rekening yang dianggap perlu. 3.

Laporan yang dihasilkan

a.

Pada SKPD terdiri atas: 1.) Laporan Realisasi Anggaran (LRA) 2.)  Neraca 3.) Catatan atas Laporan Keuangan (CALK)

 b.

Pada SKPKD terdiri atas: 1.)

Laporan Realisasi Anggaran (LRA)

2.)

 Neraca

3.)

Laporan Arus Kas

4.)

Catatan atas Laporan Keuangan (CALK)

Prosedur Akuntansi Aset

1. Prosedur akuntansi aset pada SKPD dilaksanakan oleh fungsi akuntansi pada PPK-SKPD serta pejabat, pengurus, dan penyimpan barang. Sedangkan pada SKPKD dilaksanakan oleh fungsi akuntansi pada SKPKD. 2. Bukti transaksi dan/atau kejadian akuntansi aset terdiri atas: a. Berita acara penerimaan barang.  b. Surat keputusan penghapusan barang. c. Surat pengiriman barang. 23

d. Surat keputusan mutasi barang. e. Berita acara pemusnahan barang. f. Berita acara serah terima barang. g. Berita acara penilaian. h. Berita acara penyelesaian pekerjaan. 3. Fungsi akuntansi pada PPK-SKPD dan/atau fungsi akuntansi pada SKPKD berdasarkan  bukti transaksi dan/atau kejadian melakukan pencatatan ke bukti memorial. 4. Fungsi akuntansi pada PPK-SKPD dan/atau fungsi akuntansi pada SKPKD berdasarkan  bukti memorian mencatat ke dalam buku jurnal umum. umum. 5. Fungsi akuntansi pada PPK-SKPD dan/atau fungsi akuntansi pada SKPKD secara periodik melakukan posting ke buku besar. 6. Setiap akhir periode, semua buku besar ditutup sebagai dasar penyusunan laporan keuangan SKPD dan/atau SKPKD.

2.4. Organisasi Pengelola Keuangan Daerah

“Kelembagaan yg umum dibuat oleh daerah untuk melaksanakan otonominya adalah Dinas dan Badan daerah. Permasalahan yg muncul adalah sejauhmana daerah telah melakukan optimalisasi dalam pembentukan kelembagaannya. Selama ini gejala proliferasi kelembagaan sangat phenomenal pada Pemda di Indonesia. Pemekaraan kelembagaan tersebut dalam realitas lebih untuk mengakomodasikan birokrasi dibandingkan untuk benar-benar mengakomodasikan kepentingan publik.”

Beberapa perubahan mendasar yg terjadi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah didasarkan pada UU 22/1999 dan UU 25/ 1999. Perubahan tersebut merubah peta  pemerintahan secara keseluruhan di Indonesia termasuk perubahan terhadap pengelolaan keuangan daerah yg akan berimplikasi pula pada perubahan konstelasi organisasi pengelola keuangan di lingkup pemerintah daerah. Implikasi perubahan perundangan yg bernuansa otonomi daerah menyentuh beberapa aspek  penting antara lain aspek kelembagaan dan aspek keuangan. Aspek kelembagaan pada dasarnya adalah pewadahan dari urusan otonomi daerah. Kelembagaan yg umum dibuat oleh daerah untuk melaksanakan otonominya adalah Dinas dan Badan daerah. Permasalahan yg muncul adalah sejauhmana daerah telah melakukan optimalisasi dalam pembentukan kelembagaannya. Selama ini gejala proliferasi kelembagaan sangat phenomenal pada Pemda 24

di

Indonesia.

Pemekaraan

mengakomodasikan

birokrasi

kelembagaan dibandingkan

tersebut untuk

dalam

realitas

benar-benar

lebih

untuk

mengakomodasikan

kepentingan publik. Gejala tersebut muncul saat permendagri 39/1993 yg memberikan alternatif kepada daerah untuk menentukan kelembagaannya melalui pola maksimal dan minimal. Kebanyakan daerah cenderung untuk menerapkan kelembagaan maksimal untuk struktur organisasinya. Sistem SDO yg dulu pernah ada telah menjadi insentif bagi daerah untuk melakukan pemekaran karena resiko finansial dari pemekaran tersebut akan menjadi  beban Pusat untuk menyiapkan menyiapkan tunjangan jabatan dan tambahan pegawainya. pegawainya. Di masa sekarang dengan dana perimbangan dari Pusat Pusat sebagai pengganti pengganti Inpres dan SDO, Pemda dipaksa untuk bersikap rational dalam menentukan kelembagaannya dengan menerapkan prinsip organisasi modern yg ramping struktur dan multi fungsi, mengingat  beban pemekaran akan menjadi beban daerah sendiri. Namun dalam hal pembentukan kelembagaan dimaksud Pemda harus tetap pula memperhatikan esensi pembentukannya dan memperhatikan konsepsi pembagian tugas, sehingga dapat dibentuk kelembagaan yg dengan tugas dan fungsinya dapat menciptakan pemerintahan yg baik dan bersih.

Aspek keuangan, Adanya diskresi yg luas sebagaimana diatur dalam UU/1999 serta dana  perimbangan sebagaimana diatur dalam UU 25/1999 akan mengurangi kecenderungan  patronasi dan kooptasi pusat terhadap daerah melalui instrument keuangan daerah. Ini akan  berimplikasi pada meningkatnya diskresi daerah dalam manajemen keuangannya. Anggaran daerah yg merupakan sumber pembiayaan terbesar dalam roda pemerintahan daerah daerah harus dikelola dengan menerapkan prinsip akuntabilitas, transparansi, dan dengan cara yg lebih luas, dalam rangka mewujudkan clean governance dalam penyelenggaraan pemerintahan.

Kedua aspek diatas telah mengalami perubahan secara significant dan perubahan tersebut akan menyebabkan juga terjadinya perubahan dan permasalahan yg significant dalam  penyelengaraan pemerintahan daerah. Berkaitan dengan kelembagaan, Permasalahan Permasal ahan yg akan muncul yaitu dalam menggunakan kewenangan penentuan urusan, kelembagaan dan  personilnya secara optimal, apakah dibutuhkan suatu dinas tersendiri yg menangani keuangan daerah. Disisi lain permasalahan dibidang keuangan berkaitan dengan kelembagaan, apakah  pengelolaan/pengurusan keuangan secara kelembagaan telah dilakukan sesuai prinsip check and balance, yg dapat menjamin akuntabilitas dan transparansi.

25

Kep.Mendagri No.29 tahun 2002 merupakan regulasi baru, yg bagi Pemda merupakan acuan utama dalam pengelolaan keuangannya yg kemudian akan diimplementasikan melalui Perda. Dalam sosialisasi Kep.Mendagri dimaksud, terdapat satu anjuran kepada Pemda untuk memisahkan Bagian/Subbagian Anggaran dari Biro/Bagian Keuangan untuk bergabung dengan Bapeda. Masalah diatas(tentang dinas keuangan), pemahamannya akan terkait dengan anjuran pemisahan Bagian/Subbagian Anggaran ini.

Konsepsi Kewenangan Pengurusan Anggaran Daerah

Layaknya dalam konsepsi pengurusan keuangan negara, Munculnya berbagai kewenangan dalam pelaksanaan anggaran daerah pada hakekatnya, merupakan manifestasi dari sikap ketidakpercayaan yg berkembang diantara individu yg diserahi tugas menyelenggarakan  pelaksanaan anggaran. Sikap tersebut kemudian melahirkan gagasan untuk melakukan  pengawasan. Wujud nyata ketidakpercayaan tersebut dituangkan dalam suatu sistem  pemisahan fungsi/kewenangan f ungsi/kewenangan (seperation de pouvoir) dalam pelaksanaan pela ksanaan anggaran. Sejalan dengan pemisahan kewenangan tersebut, organisasi pelaksanaan anggaran pun kemudian mengenal pula pembedaan tahapan dalam proses pelaksanaan anggaran

Secara sederhana prinsip pemisahan kewenangan dimaksud menyatakan bahwa pelaksanaan anggaran harus diatur sedemikian rupa agar fungsi pengambil keputusan, yaitu kewenangan untuk mengambil tindakan yg dapat mengakibatkan terjadinya pengeluaran, terpisah dari fungsi pembayar, yaitu kewenangan untuk merealisasikan pengeluaran in real term. Pemisahan fungsi ini diyakini sebagai kunci bagi terselenggaranya administrasi keuangan yg  baik, karena mencuatkan aspek transparansi pelaksanaan, dan juga tanggungjawab para fungsionaris anggaran. Pelaksanaan anggaran oleh eksekutif didasarkan pada 3 pertimbangan yaitu: pertimbangan  politis, dipatuhinya hak prerogratif lembaga legislative dibidang anggaran, pertimbangan finansial

yg

menghindari

inefisiensi

dan

inefektivitas

penggunaan

anggaran

dan

 pertimbangan administrative yg merupakan komitmen pihak eksekutif untuk memberikan  jaminan tersedianya layanan publik yg layak. Berkaitan dengan pertimbangan ini maka diperlukan adanya dichotomi dalam organisasi pelaksanaan anggaran. Dichotomi yg memberikan garis yg tegas dalam kewenangan dan tanggungjawab bagi setiap pejabat  pelaksana anggaran. Dichotomi antara otoritas yg dapat memutuskan terjadinya terja dinya pengeluaran dan otoritas yg dapat memutuskan pengeluaran uang dari kas. 26

Dichotomi seperti di atas memiliki segi positif. Pembagian kewenangan yg tegas di antara  para pejabat pemegang kekuasaan anggaran, secara teori, memungkinkan dikembangkannya mekanisme saling mengawasi (reciprocal control) di antara para pejabat yg dapat menghindarkan

terjadinya

penyalahgunaan

wewenang

penggunaan

dana

anggaran.

Disamping itu, adanya dichotomi tersebut dapat menjamin terwujudnya keserasian tindakan dan kewajaran dalam penggunaan dana anggaran.

Pemikiran untuk memisahkan kewenangan dalam penyelenggaraan keuangan sebagaimana di atas, pada prinsipnya, menyiratkan menyiratkan gagasan

bahwa semua kegiatan kegiatan yg mengakibatkan

keluarnya uang secara fisik dari kas daerah dalam rangka merealisasikan program  pemerintah, harus ditangani secara sentralistis dan dipercayakan kepada otoritas sentral. Kendati keputusan pengeluaran itu sendiri dilakukan oleh pihak lain, yaitu para kepala dinas teknis.

Konsep ini, dalam praktek pengelolaan negara, melahirkan pejabat pelaksana anggaran yg dinamakan ordonateur, yaitu otoritas yg memiliki kewenangan untuk memutuskan terjadinya  pengeluaran negara dan comptable, yaitu otoritas yg dapat memutuskan pengeluaran uang dari kas negara. Dalam kenyataan, yg dimaksud dengan ordonateur, adalah para pimpinan departemen. Sedangkan comptable, yg merupakan otoritas tunggal, adalah menteri keuangan. Hal tersebut dalam organisasi pengelola keuangan daerah akan setara dengan para kepala dinas teknis, sebagai ordonateur dan kepala dinas keuangan, sebagai comptable .

Dari konstelasi organisasi yg ditampilkan, semangat ketidakpercayaan yg melandasi  pemikiran pelaksanaan anggaran dimaksud, menempatkan comptable sebagai unsur  pengawas terhadap segala langkah atau tindakan yg dilakukan oleh para ordonateur. Pengawasan yg dilakukan comptable terhadap para ordonateur dikenal dengan tindakan verifikasi atas aspek legalitas, yuridiktas dan oportunitas.

Disamping itu, pemisahan kewenangan dimaksud memungkinkan terdapatnya akuntabilitas yg jelas bagi masing-masing pejabat. Prakteknya dalam pengelolaan anggaran daerah para kepala dinas (ordonateur) akan memiliki kewenangan mengadakan perikatan, membebankan  pada anggaran yg tersedia di dinasnya, dan memberikan perintah pembayaran (administrative  beheer). Sedangkan kepala dinas keuangan (comptable) melakukan pengujian pen gujian tindakan para 27

kepala dinas atas dasar aspek tersebut diatas, dan kemudian, bila ternyata seluruh tindakan dimaksud

memenuhi

persyaratan

untuk

dilaksanakan

pembayarannya,

melakukan

 pembayaran (comptable beheer).

Beranjak konsepsi dichotomis dalam pola organisasi pelaksanaan anggaran yg bersifat universal ini, dimana secara prinsip menyerahkan kewenangan pelaksanaan anggaran kepada dua kelompok pejabat yg berbeda yg memiliki status setara dalam organisasi pemerintahan, memungkinkan adanya fungsi saling mengawasi (reciprocal control) diantara para pejabat  pengelola keuangan, untuk itu kiranya patut dipertimbangkan terbentuknya suatu dinas keuangan yg memiliki satus setara dengan dinas teknis, untuk menjamin terciptanya akuntabilitas dan transparansi dalam pengelolaan keuangan daerah.

Bagian/Subbag Anggaran

Biro/Bagian Keuangan merupakan organ pengelola keuangan daerah yg memiiliki posisi sebagai penanggungjawab keuangan dan perekonomian daerah. Sedangkan Bapeda adalah lembaga daerah yg seharusnya lebih banyak berkonsentrasi pada masalah-masalah  penyusunan kebijakan program program pembangunan ekonomi daerah. daerah.

Peran yg harus dimiliki Biro/Bagian Keuangan, tentunya terasa demikian besar dan sangat  penting sebagai penentu kebijakan perekonomian daerah. Demikian pula halnya peran Bagian/Subbagian Anggaran sebagai perencana, penyusun penyusun dan sekaligus unsur pelaksana anggaran daerah. Kepmen 29/2002 yg menyiratkan anjuran untuk segera memisahkan Bag/Subbagian Anggaran dari Biro/Bagian Keuangan untuk bergabung dengan Biro/Bag Sungram Bapeda, merupakan hal yg harus dicermati kembali.

Menteri Keuangan yg analog dengan Biro/Bagian Keuangan, memiliki kedudukan yg demikian penting di antara menteri lainnya dan merupakan primus inter pares. Bahkan, menurut penelitian, kedudukan menteri keuangan di beberapa negara seolah merupakan wakil kepala pemerintahan (perdana menteri) dengan menyandang berbagai tugas penting dan sangat menentukan, terutama, dalam menjamin terselenggaranya kegiatan pemerintahan dan kemakmuran rakyat. Sementara itu, Ditjen Anggaran yg analog dengan Bag/Subbagian Anggaran, sebagai penyusun, perencana dan juga unsur pelaksana anggaran merupakan  personalitas yg memiliki kedudukan tinggi yg tercermin dalam kapasitasnya, mewakili kepala 28

 pemerintahan, untuk menetapkan besarnya alokasi anggaran yg dapat diberikan kepada masing-masing departemen. Bila diperhatikan, kapasitas yg dimiliki tersebut menempatkan Dirjen Anggaran sebagai the real national minister of finance. Oleh sebab itu, tidak heran  bila, kedudukan Dirjen Anggaran dibeberapa negara, disej ajarkan dengan kedudukan seorang menteri.

Dengan perbandingan yg setara tersebut, Bila diamati, Bag/Subbagian Anggaran selama ini memang diposisikan sebagai satu titik dalam rangkaian siklus anggaran, yaitu: pelaksanaan anggaran. Jika anjuran pergeseran Bag/Subbagian Anggaran ke Bapeda diterapkan maka hal ini merupakan suatu deformasi. Bahkan yg selama ini terjadipun, secara konsepsi terdapat kesalahan persepsi mengenai tugas/ fungsi perencanaan anggaran yg ada di tangan Bag/Subbagian Anggaran, tugas/ fungsi yg selama ini oleh berbagai pihak diyakini sebagai fungsi

penganggaran (budgeting function), sebenarnya hanya merupakan budget

scrutinization yg secara prinsip berada dalam budget implementation area.

Secara konkrit dapat dilihat selama ini, bahwa berbagai keputusan (pengeluaran) anggaran merupakan kewenangan collegial antara Bappeda dan Bag/Subbagian Anggaran. Sedangkan Biro/Bagian Keuangan (dan terlebih lagi Bag/Subbagian Anggaran) merupakan pelaksana keputusan tersebut. Pengaburan kewenangan dan tugas dimaksud bila dikaji ternyata  bersumber pada mis-interpretasi dan mis-persepsi terhadap analogi praktek yg berlangsung dalam pengelolaan keuangan negara (kewenangan collegial antara Bappenas dan Ditjen Anggaran) yg jelas bergeser dari konsepsi.

Bag/Subbagian Anggaran dengan fungsinya saat ini saja, sudah selayaknya dikaji kembali. Berbagai potensi yg ada harus dikembangkan dan diarahkan, bukan hanya sekedar untuk dapat menjawab bagaimana menyalurkan dana dengan cepat, aman dan memenuhi segi-segi akuntabilitas, melainkan lebih pada pemikiran-pemikiran yg bersifat makro-strategis. Sejalan dengan pemikiran di atas, Bag/Subbagian Anggaran harus merupakan organ satu-satunya yg memiliki kewenangan kewenangan penyusunan anggaran daerah, setelah garis besar dan pokok-pokok pokok-pokok kebijakan pemda yg berkaitan dengan penyusunan penyusunan anggaran ditetapkan. Usulan garis besar dan pokok-pokok kebijakan pemerintah itu sendiri, yg pada umumnya lebih dikenal dengan istilah perspektif anggaran, dilakukan oleh Bag/Subbagian Anggaran atas dasar hipotesa ekonomi, pelaksanaan anggaran periode lalu dan berbagai kebijakan pemerintah di masa datang. Dalam kaitan penyusunan perspektif anggaran tersebut, Bag/Subbagian Anggaran 29

 bertindak selaku koordinator dalam menangani penerimaan daerah untuk melakukan evaluasi terhadap penerimaan daerah.

Sementara itu, dalam rangka penyusunan anggaran daerah, setiap dinas harus menyampaikan usul anggaran ke Bag/Subbagian Anggaran untuk dievaluasi dan dibahas bersama dengan wakil dinas untuk menetapkan plafon anggaran dinas yg bersangkutan. Hasil pembahasan tersebut kemudian dituangkan dalam RAPBD untuk kemudian disampaikan kepada kepala daerah untuk selanjutnya disampaikan kepada lembaga legislative.

Pola demikian memberikan kewenangan prerogatif kepada Bag/Subbagian Anggaran untuk menetapkan plafon anggaran suatu dinas, sedangkan ketidaksepakatan yg mungkin terjadi antara Bag/Subbagian Anggaran dengan dinas terkait hanya dapat diselesaikan/ diputuskan oleh Kepala daerah, termasuk kesepakatan yg mungkin terjadi antara Bag/Subbagian Anggaran dengan Biro/Bagian Keuangan. Tugas dan fungsi yg dibebankan pada Bag/Subbagian Anggaran sebagaimana tersebut di atas akan menempatkan Bag/Subbagian Anggaran sebagai perencana anggaran, dan sekaligus merupakan pengawas terhadap  pelaksanaan anggaran masing-masing dinas.

Dari uraian diatas dua hal yg perlu dipertimbangkan kembali secara seksama. Pertama, peran dan status Biro/Bagian Keuangan yg membidangi masalah ekonomi dan keuangan, selayaknya memiliki status setara secara struktural dengan dinas sebagai pengguna anggaran, untuk menjamin berjalannya berjalannya mekanisme check and balance. balance. Kedua adalah, pemikiran untuk menggabungkan Bag/Subbagian Anggaran

yg merupakan merupakan the real national minister of

finance-nya Pemda kedalam BAPPEDA, selayaknya tetap sebagai pemegang kekuasaan dalam penyusunan, perencanaan dan juga sebagai unsur pelaksana anggaran dengan struktur kelembagan yg mandiri, tetap dibawah Biro/Bagian Keuangan, yg merupakan institusi setingkat Dinas.

30

BAB III PENUTUP

3.1. Kesimpulan Akuntansi keuangan daerah menggunakan sistem pencatatan berpasangan (double entry). Artinya, setiap transaksi ekonomi dicatat dua kali dan disebut juga dengan proses menjurnal. Dalam menjurnal, encatat harus menjaga persamaan dasar akuntansi, di mana kedua sisi  persamaan  persamaan tersebut harus harus selalu seimbang. seimbang. Akuntansi

keuangan

 pencatatan,

dan pelaporan

daerah-pemda daerah-pemda

daerah

(kabupaten,

merupakan merupakan proses

transaksi kota,

ekonomi

pengidentifikasian, pengidentifikasian,

(keuangan)

dari

entitas

pengukuran, pemerintah

atau provinsi) yang dijadikan sebagai informasi dalam

rangka pengambilan keputusan ekonomi yang diperlukan oleh pihak-pihak eksternal entitas  pemda. Akuntansi adalah suatu sistem, yang tujuannya adalah menghasilkan informasi dalam bentuk laporan keuangan bagi pihak-pihak yang berkepentingan. Laporan keuangan yang dihasilkan oleh akuntansi keuangan daerah terdiri atas laporan perhitungan APBD, nota perhitungan APBD, laporan aliran kas, dan neraca. Akuntansi, di samping merupakan sistem, juga merupakan siklus. Artinya, akuntansi terdiri atas tahap-tahap tertentu dan setelah selesainya tahap-tahap tersebut, kegiatan berulang kembali seduai dengan urutan tersebut. Tahap-tahap yang terdapat dalam siklus akuntansi adalah analisis transaksi, jurnal, posting, neraca saldo,  penyesuaian,  penyesuaian, neraca saldo setelah penyesuaian, laporan keuangan, keuangan, penutupan, dan neraca saldo setelah penutupan. Siklus akuntansi keuangan daerah mengikuti tahap-tahap yang ada dalam siklus akuntansi tersebut. Perbedaan yang ada adalah pada pembuatan jurnal penutup sebelum penyusunan laporan perubahan ekuitas dana (R/K Pemda), laporan aliran kas, dan neraca dengan tujuan mempermudah mempermudah penyusunan ketiga laporan tersebut.

3.2. Saran Kegunaan ilmu ini diharapkan dapat berguna untuk mengembangkan mengembangkan ilmu akuntansi dengan penelitian secara empiris tentang pengaruh penerapan sistem akuntansi keuangan dan standar akuntansi pemerintah terhadap kualitas laporan laporan keuangan pemerintah pemerintah daerah daerah dan dengan

bertambahnya informasi diharapkan dapat meningkatkan wawasan tentang sistem

akuntansi keuangan, keuangan, standar akuntansi pemerintah, dan kualitas laporan keuangan. keuangan.

31

Selain itu hal lain yang masih bisa ditingkatkan adalah peraturan SAP tentang akuntansi aset tetap yang masih belum memahami mengenai pengakuan aset as et tetap berdasarkan masa manfaat ekonominya ek onominya dan tentang t entang koreksi kesalahan, disini para pegawai pegaw ai masih belum memahami memahami mengenai koreksi kesalahan pada laporan keuangan. Hal ini bisa ditingkatkan dengan cara mengadakan pelatihan dan penyuluhan mengenai bagaimana cara menghitung  pengakuan aset tersebut dan bagaimna cara untuk mengerjakan mengerjakan dan menulis koreksi kesalahan  pada laporan keuangan, selain itu diterapkan peraturan yang tegas dan berupa sanksi jika  para pegawai bekerja tidak sesuai dengan dengan peraturan peraturan yang berlaku. berlaku.

32

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF