Aksara Bali
January 29, 2019 | Author: baliwin | Category: N/A
Short Description
Aksara Bali...
Description
Aksara Bali Aksara Bali
adalah aksara tradisional masyarakat Bali dan berkembang di Bali Bali.. Aksara Bali merupakan suatu abugida yang berpangkal pada huruf Pallawa. Pallawa. Aksara ini mirip dengan aksara Jawa.. Perbedaannya terletak pada lekukan bentuk huruf. Jawa Aksara Bali berjumlah 47 karakter, 14 di antaranya merupakan huruf vokal ( aksara suara). Huruf konsonan ( aksara wianjana) berjumlah 33 karakter. Aksara wianjana Bali yang biasa digunakan berjumlah 18 karakter. Juga terdapat aksara wianjana Kawi yang digunakan pada kata-kata tertentu, terutama kata-kata yang dipengaruhi bahasa Kawi dan Sanskerta Sanskerta.. Meski ada aksara wianjana Kawi yang berisi intonasi nada tertentu, pengucapannya sering disetarakan dengan aksara wianjana Bali. Misalnya, aksara dirgha (pengucapan panjang) yang seharusnya dibaca panjang, seringkali dibaca seperti aksara hresua (pengucapan pendek).
Warga aksara Osthya
Dantya
Murdhanya
Talawya
Kanthya
Dalam aksara Bali, terdapat suatu sistem pengelompokkan huruf menurut dasar pengucapannya yang disebut warga aksara. Dalam bahasa Bali, warga berarti "jenis"/"kelompok" dan aksara berarti "huruf " /"lambang penulisan", bukan sistem tulisan. Dalam aturan menulis aksara Bali, [1] ada 5 warga aksara yang utama, yaitu: yaitu :
Kanthya. Warga kanthya adalah kelompok fonem yang berasal dari langit-langit dekat kerongkongan. Beberapa di antaranya termasuk konsonan celah suara. Yang termasuk warga belakang /guttural dan celah suara (glotal). Huruf kanthya adalah konsonan langit-langit belakang/ konsonan yang termasuk warga kanthya terdiri dari: Ka (k), Ga (g), Ga gora (gh), Nga (ng). Sedangkan huruf vokal yang termasuk warga kanthya adalah A. Talawya. Warga talawya adalah kelompok fonem yang berasal dari langit-langit mulut. Yang termasuk warga talawya adalah konsonan langit-langit/ langit-langit /palatal. Huruf konsonan yang termasuk warga talawya terdiri dari: Ca (c), Ca laca (ch), Ja (j), Ja jera (jh), Nya (ny), Sa saga (sy). Sedangkan huruf vokal yang termasuk warga talawya adalah I. Murdhanya. Warga murdhanya adalah kelompok fonem yang berasal dari tarikan lidah ke belakang menyentuh langit-langit. Beberapa di antaranya termasuk konsonan rongga-gigi. rongga-gigi. Yang
termasuk warga murdhanya adalah konsonan tarik-belakang/ tarik-belakang/retrofleks dan ronggagigi//alveolar. Huruf konsonan yang termasuk warga murdhanya terdiri dari: Ta latik (ṭ), Da madu gigi (ḍ), Na rambat (ṇ), Sa sapa (ṣ), Ra (r). Sedangkan huruf vokal yang termasuk warga murdhanya adalah Ra repa (Ṛ ). ).
Dantya. Warga dantya adalah kelompok fonem yang berasal dari sentuhan lidah dengan gigi. Beberapa di antaranya termasuk konsonan rongga-gigi. rongga-gigi. Yang termasuk warga dantya adalah konsonan gigi/ gigi/dental dan rongga-gigi rongga-gigi//alveolar. Huruf konsonan yang termasuk warga dantya [2] terdiri dari: Ta (t), Ta tawa (th), Da (d), Da madu (dh), Na (n), Sa danti (s), (s), La (l). Sedangkan huruf vokal yang termasuk warga dantya adalah La lenga (Ḷ). Osthya. Warga osthya adalah kelompok fonem yang berasal dari pertemuan bibir atas dan bawah. Yang termasuk warga oshtya adalah konsonan dwibibir/ dwibibir /labial. Huruf konsonan yang termasuk warga talawya terdiri dari: Pa (p), Pa kapal (ph), Ba (b), Ba kembang (bh), Ma (m), Wa (w). Sedangkan huruf vokal yang termasuk warga talawya adalah U.
[sunting sunting]] Aksara suara (vokal vokal))
Aksara suara disebut pula huruf vokal huruf vokal / / huruf huruf hidup dalam aksara Bali. Fungsi aksara suara sama seperti fungsi huruf vokal dalam huruf Latin. Latin . Jika suatu aksara wianjana (konsonan) diberi salah satu pangangge (tanda diakritik ) aksara suara, maka cara baca aksara wianjana tersebut juga berubah, sesuai dengan fungsi pangangge yang melekati aksara wianjana tersebut. Berikut ini adalah aksara suara dalam aksara Bali: Aksara suara hresua
Aksara suara dirgha
(huruf vokal pendek)
(huruf vokal panjang)
Warga aksara
Aksara Huruf Bali
Kantya
(tenggorokan)
Latin
Alfabet
Nama Aksara Huruf
Fonetis
Bali
Internasional
Latin
Alfabet Fonetis Internasional
A
[a]
A kara
Ā
[ɑː] ɑː]
I
[i]
I kara
Ī
[iː [iː]
Ṛ
[ ]
Ra repa
Ṝ
[ ː]
Talawya
(langit-langit lembut) Murdhanya
(langit-langit keras)
Dantya
(gigi)
Osthya
(bibir)
Ḷ
La lenga
Ḹ
ː]
U
[u]
U kara
Ū
[uː [uː]
E; Ai
[e]; [aː [aːi]
O; Au
[o]; [aː [aːu]
Kanthya-
E kara
talawya
(tenggorokan
E
[e]; [ɛ [ɛ]
& langit-langit
(E) Airsanya (Ai)
lembut) Kanthyaosthya
(tenggorokan
O
[o]; [ɔ [ ɔ]
O kara
& bibir)
[sunting sunting]] Aksara wianjana (konsonan konsonan))
Aksara wianjana disebut pula konsonan atau huruf mati dalam aksara Bali. Meskipun penulisannya tanpa huruf vokal, setiap aksara dibaca seolah-olah dibubuhi huruf vokal /a/ atau [3] /ə/ /ə/ karena merupakan suatu abugida abugida.. Selama aksara wianjana tidak dibubuhi pangangge aksara suara (tanda huruf vokal: i, u, é, o, ě, ai, au), maka aksara tersebut dianggap dibubuhi [3] vokal /a/ atau /ə/. /ə/. Jika menulis dengan huruf latin, latin , kata "na" merupakan gabungan dari huruf konsonan /n/ dan vokal /a/. Dalam aksara Bali, kata "na" disimbolkan dengan satu huruf saja, bukan gabungan dari huruf konsonan "n" dan huruf vokal "a".
Dalam bahasa Bali, Bali , huruf Ha huruf Ha tidak dibaca saat digunakan pada permulaan kata. Biasanya, meskipun dalam penulisan kata menggunakan huruf Ha Ha,, bunyi konsonan /h/, yang diucapkan hanya vokalnya saja. Contohnya, dalam penulisan kata "hujan", dipakai huruf Ha di depan kata. Namun pada saat membaca kata "hujan", orang Bali lebih memilih tidak mengucapkan /hu/, [4]
melainkan hanya mengucapkan /u/. Jadi yang diucapkan adalah ʒan/.
Aksara ardhasuara adalah semivokal semivokal.. Kata ardhasuara (dari bahasa Sanskerta) Sanskerta ) secara harfiah berarti "setengah suara" atau semivokal. Dengan kata lain, aksara ardhasuara tidak sepenuhnya huruf konsonan, tidak pula huruf vokal. Yang termasuk kelompok aksara ardhasuara adalah Ya, Ra, La, Wa. Gantungan-nya termasuk pangangge pangangge aksara (kecuali gantungan La), yaitu nania (gantungan Ya Ya)); suku kembung (gantungan Wa Wa)); dan guwung atau cakra (gantungan Ra Ra)). Katakata yang diucapkan cepat, seolah-olah vokalnya dipangkas, menggunakan gantungan aksara ardhasuara. Contoh kata: "pria" (bukan "peria"); "satwa" (bukan "satuwa"); "satya" (bukan "satiya"); "proklamasi" (bukan "perokelamasi").
Pancawalimukha
Warga aksara
Tajam
Lembut
(bersuara)
(nirsuara)
Ardhasuara Usma Wisarga
Nasal/ (semivokal) (desis) (desah) sengau
Alpaprana Mahaprana Alpaprana Mahaprana Alpaprana Mahaprana
Kanthya
(tenggorokan)
(Ka) Ka
(Kha) Ka mahaprana
(Ga)
(Gha)
(Nga)
(Ha)
Ga
Ga gora
Nga
Ha
Talawya
(langit-langit lembut)
(Ca)
(Cha)
(Ja)
(Jha)
(Nya)
(Ya)
(Śa)
Ca
Ca laca
Ja
Ja jera
Nya
Ya
Sa saga
(Ṭa)
(Ṭha)
(Ḍa)
(Ḍha)
(Ṇa)
Da madu
Da madu
Na
(Ra)
(Ṣa)
Ra
Sa sapa
Murdhanya
(langit-langit keras)
Ta latik
Ta latik
[5]
[6]
[7]
m.
m.
rambat
Dantya
(gigi)
(Ta)
(Tha)
(Da)
(Dha)
(Na)
(La)
Ta
Ta tawa
Da
Da madu
Na
La
(Pa)
(Pha)
(Ma)
(Wa)
Pa
Pa kapal
Ma
Wa
Osthya
(bibir)
(Ba) Ba
(Bha) Ba kembang
(Sa) Sa danti
[sunting sunting]] Pangangge Pangangge (lafal: /pəŋaŋge/ /pəŋaŋge/)) atau dalam bahasa Jawa disebut sandhangan, adalah lambang yang tidak dapat berdiri sendiri, ditulis dengan melekati suatu aksara wianjana maupun aksara suara dan memengaruhi cara membaca dan menulis aksara Bali. Ada berbagai jenis pangangge, antara lain pangangge suara, pangangge tengenan (lafal: /t (lafal: /təŋənan/ əŋənan/)), dan pangangge aksara.
[sunting sunting]] Pangangge suara
Bila suatu aksara wianjana (konsonan konsonan)) dibubuhi pangangge aksara suara (vokal), maka cara baca aksara tersebut akan berubah. Contoh: huruf Na dibubuhi ulu dibaca Ni; Ka dibubuhi suku dibaca Ku; Ca dibubuhi taling dibaca Cé. Untuk huruf Ha huruf Ha ada pengecualian. Kadangkala bunyi /h/ diucapkan, kadangkala tidak. Hal itu tergantung pada kata dan kalimat yang ditulis.
Warga aksara
Aksara Huruf Bali
Latin
Alfabet Fonetis Internasional
Letak penulisan
Nama
Suara hresua
(vokal Kanthya
e; ě
[ə]
ā
[aː [aː]
i
[i]
di atas huruf
ulu
ī
[iː [iː]
di atas huruf
ulu sari
re; ṛ
[r ə]
di bawah
guwung
huruf
macelek
di atas huruf
pepet
pendek)
(tenggorokan) Suara dirgha
(vokal panjang)
di belakang huruf
tedung
Suara hresua Talawya
(langit-langit lembut)
(vokal pendek) Suara dirgha
(vokal panjang)
Murdhanya
(langit-langit keras)
Suara hresua
(vokal pendek)
kombinasi di
Suara dirgha
(vokal
ṝ
əː] [r əː]
panjang)
(vokal
dan bawah huruf
Suara hresua
belakang
kombinasi di le; ḷ
[lə [lə]
atas dan bawah huruf
pendek)
guwung macelek matedung
gantungan La mapepet
Dantya
kombinasi di
(gigi)
atas, bawah, gantungan La
Suara dirgha
(vokal
ḹ
[ləː [ləː]]
panjang)
dan
mapepet lan
belakang
matedung
huruf Suara hresua
(vokal Osthya
u
[u]
ū
[uː [uː]
e; é
[e]; [ɛ [ɛ]
e; ai
[e]; [aː [aːi]
o
[o]; [ɔ [ ɔ]
o; au
[o]; [aː [aːu]
di bawah huruf
suku
pendek)
(bibir) Suara dirgha
(vokal panjang)
di bawah huruf
suku ilut
Suara Kanthyatalawya
(tenggorokan & langit-langit lembut)
hresua
(vokal
di depan huruf
taling
pendek) Suara dirgha
(vokal panjang)
di depan huruf
taling detya
Suara hresua Kanthya-
(vokal
osthya
pendek)
mengapit huruf
taling tedung
(tenggorokan & bibir)
Suara dirgha
(vokal panjang)
mengapit
taling detya
huruf
matedung
[sunting sunting]] Pangangge tengenan
Pangangge tengenan (kecuali adeg-adeg adeg-adeg)) merupakan aksara wianjana yang bunyi vokal /a/-nya tidak ada. Pangangge tengenan terdiri dari: bisah bisah,, cecek , surang surang,, dan adeg-adeg adeg-adeg.. Jika dibandingkan dengan aksara Dewanagari Dewanagari,, tanda bisah berfungsi sama seperti tanda wisarga wisarga;; tanda cecek berfungsi seperti tanda anusuara; tanda adeg-adeg berfungsi seperti tanda wirama. Simbol
Alfabet Fonetis
Letak penulisan
Nama
[h]
di belakang huruf
bisah
[r]
di atas huruf
surang
ŋ
di atas huruf
cecek
Internasional
-
di belakang huruf adeg-adeg huruf adeg-adeg
[sunting sunting]] Pangangge aksara
Pangangge aksara letaknya di bawah aksara wianjana. Pangangge aksara (kecuali La La)) merupakan gantungan aksara ardhasuara. Pangangge aksara terdiri dari: Simbol
Alfabet Fonetis Internasional
Nama
[r]
guwung/cakra
[w]
suku kembung
[j]
nania
[sunting sunting]] Gantungan Karena adeg-adeg tidak boleh dipasang di tengah dan kalimat, maka agar aksara wianjana bisa "mati" (tanpa vokal) di tengah kalimat dipakailah gantungan. Gantungan membuat aksara wianjana yang dilekatinya tidak bisa lagi diucapkan dengan huruf "a", misalnya aksara Na dibaca /n/; huruf Ka dibaca /k/, dan sebagainya. Dengan demikian, tidak ada vokal /a/ pada aksara wianjana seperti semestinya. Setiap aksara wianjana memiliki gantungan tersendiri. Untuk "mematikan" suatu aksara dengan menggunakan gantungan, aksara yang hendak dimatikan harus dilekatkan dengan gantungan. Misalnya jika menulis kata "Nda", huruf Na harus dimatikan. Maka, huruf Na dilekatkan dengan gantungan Da. Karena huruf Na dilekati oleh gantungan Da, maka Na diucapkan /n/. Gantungan dan pangangge diperbolehkan melekat pada satu huruf yang sama, namun bila dua gantungan melekat di bawah huruf yang sama, tidak diperbolehkan. Kondisi dimana ada dua gantungan yang melekat di bawah suatu huruf yang sama disebut tumpuk telu (tiga tumpukan). [8] Untuk menghindari hal tersebut maka penggunaan adeg-adeg di tengah kata diperbolehkan .
[sunting sunting]] Pasang pageh Dalam lontar lontar,, kakawin dan kitab-kitab dari zaman Jawa-Bali Kuno banyak ditemukan berbagai aksara wianjana khusus, beserta gantungannya yang istimewa. Penulisan aksara seperti itu [9] disebut pasang pageh, karena cara penulisannya memang demikian, tidak dapat diubah lagi . Aksara-aksara tersebut juga memiliki nama, misalnya Na rambat, rambat, Ta latik , Ga gora, gora, Ba kembang, kembang , dan sebagainya. Hal itu disebabkan karena setiap aksara harus diucapkan dengan intonasi yang benar, sesuai dengan nama aksara tersebut. Namun kini ucapan-ucapan untuk setiap aksara tidak [10] seperti dulu. dulu . Aksara mahaprana (hembusan besar) diucapkan sama seperti aksara alpaprana (hembusan kecil). Aksara dirgha (suara panjang) diucapkan sama seperti aksara hrasua (suara pendek). Aksara usma (desis) diucapkan biasa saja. Meskipun cara pengucapan sudah tidak dihiraukan lagi dalam membaca, namun dalam penulisan, pasang pageh harus tetap diperhatikan. Pasang pageh berguna untuk membedakan suatu homonim. Misalnya: Aksara Bali
Aksara Latin (IAST IAST))
Arti
asta
adalah
astha
tulang
aṣṭa
delapan
pada
tanah, bumi
pāda
kaki
padha
sama-sama
[sunting sunting]] Aksara maduita Aksara maduita khusus digunakan pada bahasa serapan. Umumnya orang Bali menyerap katakata dari bahasa Sanskerta dan Kawi untuk menambah kosakata. Contoh penggunaan aksara maduita: Aksara Bali
Aksara Latin
Arti
(IAST IAST)) Buddha
Yang telah sadar
Yuddha
perang
Bhinna
beda
Dengan melihat contoh di atas, ternyata ada huruf konsonan yang ditulis dua kali. Hal tersebut merupakan ciri-ciri aksara maduita.
[sunting sunting]] Angka Aksara Aksara Bali
Latin
Nama (dalam bhs. Bali)) Bali
Aksara Aksara Bali
Latin
Nama (dalam bhs. Bali) Bali)
0
Bindu/Windu
5
Lima
1
Siki/Besik
6
Nem
2
Kalih/Dua
7
Pitu
3
Tiga/Telu
8
Kutus
4
Papat
9
Sanga/Sia
Menulis angka dengan menggunakan angka Bali sangat sederhana, sama seperti sistem dalam aksara Jawa dan Arab Arab.. Bila hendak menulis angka 10, cukup dengan menulis angka 1 dan 0 menurut angka Bali. Demikian pula jika menulis angka 25, cukup menulis angka 2 dan 5. Bila angka ditulis di tengah kalimat, untuk membedakan angka dengan huruf maka diwajibkan untuk menggunakan tanda carik , di awal dan di akhir angka yang ditulis. Di bawah ini contoh penulisan tanggal dengan menggunakan angka Bali (tanggal: 1 Juli 1982; lokasi: Bali):
Aksara Bali
Transliterasi dengan Huruf Latin
Bali, 1 Juli 1982.
Pada contoh penulisan di atas, angka diapit oleh tanda carik carik untuk untuk membedakannya dengan huruf.
[sunting sunting]] Tanda baca dan aksara khusus Ada beberapa aksara khusus dalam aksara Bali. Beberapa di antaranya merupakan tanda baca, dan yang lainnya merupakan simbol istimewa karena dianggap keramat. Beberapa di antaranya diuraikan sebagai berikut: Simbol
Nama
Keterangan
Carik atau Carik
Ditulis pada akhir kata di tengah kalimat. Fungsinya sama dengan koma
Siki.
dalam huruf Latin. Latin. Dipakai juga untuk mengapit aksara anceng.
Carik Kalih atau Carik Pareren.
Carik pamungkah. pamungkah.
Pasalinan.. Pasalinan
Ditulis pada akhir kalimat. Fungsinya sama de ngan titik dalam huruf Latin. Latin.
Dipakai pada akhir kata. Fungsinya sama dengan tanda titik dua pada huruf Latin. Latin.
Dipakai pada akhir penulisan karangan, surat dan sebagainya. Pada geguritan bermakna sebagai tanda pergantian tembang tembang..
Panten atau Panti. Dipakai pada permulaan suatu karangan karangan,, surat dan sebagainya.
Dipakai pada awal penulisan. Tujuannya sama dengan pengucapan Pamada.. Pamada
awighnamastu, yaitu berharap supaya apa yang dikerjakan dapat berhasil
tanpa rintangan.
Ongkara.. Ongkara
Simbol suci umat Hindu. Hindu. Simbol ini dibaca "Ong" atau "Om".
[sunting sunting]] Font Aksara Bali Font Aksara Bali untuk komputer pertama kali dibuat adalah Bali Simbar . Font ini dibuat oleh I Made Suatjana dengan memanfaatkan alokasi dari kodifikasi ASCII untuk dikamuflasekan ke [11] dalam bentuk karakter Aksara Bali. . Namun, font ini memiliki kelemahan yaitu hanya terbatas dalam keperluan pengetikan menggunakan templat untuk Microsoft Word. Word . Sejak tahun 2006, Aksara Bali telah masuk ke dalam standar Unicode dan memiliki kodifikasi U+1B00 – U+1B7F. U+1B7F. Dengan adanya standar Unicode ini, karakter-karakter Aksara Bali bisa digunakan untuk berbagai keperluan yang lebih luas seperti penulisan halaman internet, surat elektronik , blog blog,, dsb. Namun karena implementasi yang sangat rumit, penggunaan Unicode dari Aksara Bali masih terbatas dalam sistem operasi Linux dan keluarganya saja. Sistem operasi BlankOn Linux merupakan distribusi Linux pertama yang menyediakan font dan sistem input [12] untuk Aksara Bali semenjak versi 6.0 (Ombilin).
[sunting sunting]] Catatan kaki 1. ^ Surada, hal. 6-7. 2. ^ Susungguhnya Sa termasuk konsonan alveolar, namun secara tradisional dimasukkan ke dalam konsonan dental. a b 3. ^ Dibaca /ə/ bila tertulis di akhir kata/pada suku kata ter akhir. 4. ^ Tinggen, hal. 16.
5. ^ Disamakan saja atau diberi tedung. 6. ^ disebut Da madu murdania. 7. ^ Jarang ditemukan dalam aksara Bali. Disamakan saja dengan Da madu murdania, hanya diberi tedung. 8. ^ Tinggen, hal. 27. 9. ^ Simpen, hal. 44. 10. ^ Tinggen, hal. 7 11. ^ Situs resmi font Bali Simbar, Simbar, diakses tanggal 5 Maret 2011 12. ^ Catatan rilis BlankOn 6.0, 6.0, diakses tanggal 5 Maret 2011
[sunting sunting]] Referensi
Tinggen, I Nengah. 1993. Pedoman Perubahan Ejaan Bahasa Bali dengan Huruf Latin dan Huruf Bali. Singaraja: UD. Rikha. Surada, I Made. 2007. Kamus Sanskerta-Indonesia. Sanskerta-Indonesia. Surabaya: Penerbit Paramitha. Simpen, I Wayan. Pasang Aksara Bali. Diterbitkan oleh Dinas Pendidikan dan Ke budayaan Provinsi Daerah Tingkat I Bali.
[sunting sunting]] Pranala luar
(Indonesia) Celah-Celah Kunci Aksara Bali. Oleh: I Nengah Tinggen (babadbali.com) (Indonesia) Pedoman Perubahan Ejaan Bahasa Bali dengan Huruf Bali dan Huruf Latin. Oleh: I Nengah Tinggen (babadbali.com)
[sembunyikan sembunyikan]] l•b•s
Aksara Bali Aksara suara
(Vokal Vokal))
A kara
I kara
U kara
Ra repa
La lenga
E kara
Ga
Ga gora
Nga
Ha
Warga Kanthya
(Konsonan langitlangit belakang)) belakang Warga Talawya
(Konsonan
Ka
Ka mahaprana
O kara
langit-
Ca
Ca laca
Ja
Ta latik
Da madu
Ta
Ta tawa
Da
Pa
Pa kapal
Ba
Ya
Ra
La
Ja jera
Nya
Sa saga
Na
Sa danti
langit)) langit Warga Murdhanya
(Konsonan tarikbelakang)) belakang
Na rambat
Sa sapa
Warga Dantya
(Konsonan gigi)) gigi
Da madu
Warga Osthya
(Konsonan bibir)) bibir
Ba kembang
Aksara ardhasuara
(Semivokal Semivokal))
Wa
Ma
View more...
Comments