Akademi Al-Qur'an _ Kiat Sukses Berinteraksi Dengan Al-Qur’an

March 30, 2018 | Author: Nailul | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Al-Qur'an di Mata (Rasulullah, Sahabat, Tabi'in), Nama dan Karakteristik Al-Qur’an, Adab-adab Membaca Al-Quran, ...

Description

KIAT SUKSES BERINTERAKSI DENGAN ALAL-QUR’AN

ABU AHMAD al-ikhwan.net

Abu Ahmad

al-ikhwan.net

Abu Ahmad

Daftar Isi AlAl-Qur’an di Mata Rasulullah SAW AlAl-Qur’an di Mata Para Sahabat Nabi SAW AlAl-Qur’an di Mata Para Tabi’in Nama dan Karakteristik AlAl-Qur’an AdabAdab-adab Membaca Membaca AlAl-Quran Teori Pergerakan Dalam Mentadabburkan dan Berinteraksi Dengan AlAl-Quran LangkahLangkah-Langkah Praktis Dalam Memahami dan Berinteraksi dengan AlAl-Quran Menjadikan AlAl-Qur’an Sebagai Wirid Harian Berinteraksi dan Mentadabburkan AlAl-Qur’an Secara Aplikatif  Menelaah dan Memahami AlAl-Quran Secara Menyeluruh  Mempehatikan Misi Da’wah Pergerakan AlAl-Quran  Menghindari diri dari Penguluran Waktu dan Memperpanjang Permasalahan yang Terdapat dalam AlAl-Qur’an  Memahami Tujuan Pokok AlAl-Qur’an  Memelihara Keabsahan NashNash-nash AlAl-Quran  Membersihkan AlAl-Quran Dari Israiliyat dan Mubhamat (Samar(Samar-samar)  Memasuki Alam AlAl-Quran Dengan Background Yang Jelas  Tsiqah Terhadap Keabsahan Keabsahan Nash AlAl-Quran  Hidup di Bawah Sentuhan, Naungan dan Kelembutan NashNash-nash AlAlQuran  Menghindarkan Nash AlAl-Quran Dari Penetapan Waktu Dan Tempat Yang Sempit  Nash AlAl-Quran Kaya Akan Nilai dan Petunjuk  Memahami NilaiNilai-nilai AlAl-Quran Seperti Yang Dipahami oleh oleh Para Sahabat  Memperhatikan aspek realita terhadap nashnash-nash AlAl-Quran  Menghindarkan Diri Dari Materialisme Jahili  Memperluas Penafsiran AlAl-Quran Yang Mencakup Sirah Dan Kehidupan Para Sahabat al-ikhwan.net

Abu Ahmad

 Merasakan Bahwa AlAl-Quran Ditujukan Kepadanya  Memiliki Adab Yang Yang Baik Terhadap AlAl-Quran  Mendokumentasikan NilaiNilai-nilai Dan Ma’ani yang terkandung Dalam AlAlQuran  Berpedoman Pada PokokPokok-pokok Dasar Ilmu Tafsir  Menselaraskan NilaiNilai-nilai AlAl-Quran dengan pengetahuan dan tsaqafah kontemporer  Selalu Memperbaharui Dalam Memahami Memahami ayatayat-ayat AlAl-Quran  Memahami Karakteristik Setiap Surat Dalam AlAl-Quran  Selalu Memutaba’ah Penggunaan AyatAyat-ayat AlAl-Quran dengan Istilah yang Sama  Memperhatikan Adanya Perbedaan Dari Para Mufasirin Dan Kembali Pada Ketentuan AlAl-Quran  Mengatur Strategi Dalam Dalam Berinteraksi Dengan AlAl-Quran  Memetik Buah Dari Berinteraksi Dengan AlAl-Quran

al-ikhwan.net

Abu Ahmad

ALAL-QUR’AN DI MATA RASULULLAH SAW Al-Quran yang mulia adalah kitab yang menakjubkan dan penuh dengan mukjizat; menakjubkan dalam sifat-sifat dan karakteristiknya, kaya akan nilai-nilai dan petunjuknya, berlimpah akan isi dan hakekat-hakekatnya, berharga akan nash-nashnya dan taujihatnya, kuat dalam memaparkan tujuan dan misinya, aktual dalam menjalankan misi dan risalahnya, aplikatif dalam peranan dan pengaruhnya. Mukjizat yang sarat dengan konsep dan petunjuknya, kontinyu dalam memberi nilainilai positif, memberi secara berkesinambungan dan sesuatu yang baru, yang dapat diterima oleh kaum muslimin disepanjang sejarah Islam hingga mereka mendapati didalamnya apa yang mereka inginkan untuk dijadikan bekal dalam mengarungi hidup di dunia dan menggapai keridloan Allah swt dengan membaca dan mentadabburinya serta berinteraksi dengannya dan menelaah nash-nashnya, mereka bahkan menafsirkan – dalam mengambil- ayat-ayatnya, menjelaskan syariat-syariat yang terkandung didalamnya, mengambil taujihat-taujihatnya, mengambil inti-inti dari dalamnya, dan memetik intisarinya. Para ulama, para mufassirin dan para mutadabbirin –penelaah- mengambil ini semua isi Al-Quran di sepanjang zaman dan abad –tahun- dan mendokumentasikannya pada setiap masa, hingga Al-Quran tetap utuh memberikan sesuatu yang positif, nilai-nilainya sangat berharga yang tidak akan habis meskipun banyak orang telah mengambilnya, air yang segar mengalir deras dan tidak akan surut walau benyak yang meminumnya, naungannya yang begitu luas dan lapang yang tidak akan hilang walaupun orang berduyun-duyun menggunakannya. Cahayanya bersinar terang tidak akan padam, sedangkan risalah dan misi yang dibawanya selalu mengalami pembaharuan hingga datang abad ke 20 dan bahkan setelahnya hingga alam seluruhnya hancur !!! Sungguh benar apa yang dikatakan oleh Ali bin Abi Thalib dalam memberikan sifat AlQuran : “Dia adalah kitabullah, didalamnya terdapat kabar –berita- orang-orang sebelum kalian, dan orang-orang setelah kalian, pemberi hukum diantara kalian, dia adalah pemisah yang tidak pernah main-main, barangsiapa yang meninggalkannya karena angkuh maka Allah akan membinasakannya, dan bagi siapa yang mencari hidayah selainya maka Allah akan menyesatkannya, Al-Quran adalah Tali Allah yang erat, Al-Quran adalah pemberi peringatan yang bijaksana, Al-Quran adalah jalan lurus, Al-Quran adalah kitab yang tidak akan melencengkan hawa nafsu, menyimpangkan lisan, dan memberikan kepuasan para ulama, tidak menciptakan keraguan dan tidak akan habis keajaiban-keajaiban yang terkandung didalamnya… Al-Quran adalah kitab yang tidak pernah bosan didengar oleh bangsa Jin sehingga mereka berkata : “Sungguh kami telah mendengar Al-Quran yang menakjubkan, memberi petunjuk ke jalan yang lurus maka kami beriman kepadanya”. (Surat Al- jin : 1-2). Barangsiapa yang berkata dengannya akan benar, yang mengamalkannya akan mendapat ganjaran, yang berhukum dengannya akan adil dan yang menyeru kepadanya akan dapat petunjuk kejalan yang lurus”. al-ikhwan.net

Abu Ahmad

Al-Quran tidak akan pernah memberikan kepuasan kepada para ulama, dan tidak akan habis keajaiban-keajaibannya, ibarat lautan yang dalam dan tidak diketahui batas kedalamannya, namun semakin diselami kedalaman lautan maka akan ditemukan banyak barang yang bernilai tinggi dan mahal harganya. Para ulama dengan keragaman ilmu dan pengetahuan serta kebudayaan mereka pasti akan menerima dan memetik nilai-nilai yang banyak darinya, bahkan mereka tidak akan pernah merasa puas dan selesai mencari ilmu yang terkandung didalamnya, semakin diselami Al-Qur’an maka akan semakin didapati banyak pelajaran, nilai-nilai, hikmah, arahan dan petunjukpetunjuknya serta lain-lainnya. etapa banyak nilai-nilai yang telah mereka dokumentasikan, mengeluarkan kandungannya, namun Al-Quran tetap masih memberi dan memberi, bahkan terus menyeru kepada para pecinta yang lainnya untuk ikut mengambil seperti yang dilakukan oleh para pendahulunya, mencari nilai-nilai yang terkandung dan mendokumentasikannya. Seorang Mu’min saat mentadabburkan dan berinteraksi dengan Al-Quran dengan baik dan benar, menelaah apa yang terkandung didalamnya akan nilai-nilai, petunjuk dan ajaran-ajarannya. Jika dibandingkan dengan para pendahulu mereka, maka akan dijumpai banyak inovasi dan inspirasi sehingga dapat memperbaiki persepesi yang salah terhadap orang-orang yang berkeinginan menutup pintu tadabbur terhadap Al-Quran dan berinteraksi dengannya. Pintu interpretasi –menafsirkan- Al-Quran tidak akan pernah tertutup, luasnya lahan tafsir tidak akan pernah habis, bahkan umat manusia dipanjang zaman akan terus membutuhkan kepada penafsiran baru terhadap Al-Quran yang dapat memberikan solusi terhadap permasalahan yang dialami di zaman mereka, menyelesaikan problema yang dihadapi masyarakat, menjawab segala syubhat baru yang disebarkan oleh musuhmusuhnya, mempererat tali silaturrahim umat Islam dengan Al-Quran dan memperbaiki hubungan diantara mereka dan kehidupan mereka. Kita dizaman modern saat ini lebih membutuhkan kepada Al-Quran, membaca dan mentadabburkannya, memahami dan menafsirkannya, hidup dan berinteraksi dengannya, mengeluarkan nilai-nilai yang berharga darinya, bergerak dengannya, berjihad melawan musuh dengannya, mengislah diri kita dan masyarakat melalui hidayahnya, menegakkan manhaj-manhaj hidup kita dengan panji-panji, system dan taujihat-taujihatnya. Karena saat ini merupakan zaman yang banyak kesesatannya seperti yang telah disebarkan tiga golongan sesat –yahudi, nasrani dan musyrikterhadap umat manusia, dan melubangi garis pertahanan utama, menguasai tempattempat penting didalam akal, hati, masyarakat dan kehidupan umat manusia, sehingga jalan akhirnya adalah harus kembali kepada Al-Quran dan menerimanya untuk menghadapi musuh dan berjihad melawan mereka dengan petunjuknya. Kita yang saat ini hidup dizaman yang penuh dengan kebobrokan dan penyakit, hampir terjerumus kelembah apinya, kita telah diuji oleh Allah untuk menghadapi musuhmusuhnya, diuji untuk tegak berdiri di medan pertempuran bersama mereka, menambal segala kebocoran yang terjadi ditengah mereka, memberikan kepada kita menjadi prajurit dan penerusnya, pengmban amanah dan pemerhati terhadap Al-Quran. Kita al-ikhwan.net

Abu Ahmad

berharap Allah menolong kita dari ujian ini, memberikan kebehasilan dan taufik dimedan ini, teguh dan tegar menuju kemenangan disegala pertempuran, mengharap ganjaran dan pahala di dunia serta surga dihari kiamat. Allah dengan karunia-Nya telah menganugrahkan kepada kita untuk menelaah AlQuran dengan cara mentadabburkannya, memahaminya dan menafsirkannya, walaupun sebagai usaha yang masih terbatas, kurang dan sedikit, namun kita memohon kepada Allah yang Maha Esa untuk selalu hidup dibawah naungan Al-Quran, selalu bersamanya dalam mengarungi perjalanan yang indah dan menyenangkan, berusaha merengkuh darinya nilai-nilai yang berharga, meneguk telaga yang jernih, menggunakan kunci-kunci yang bermanfaat lagi baik, agar bisa berinteraksi dengan AlQuran, mendapatkan sentuhan-sentuhannya dan hidup dibawah naungannya. Rasulullah saw memberikan Al-Quran beberapa sifat dengan benar sebagaimana yang diisyaratkan dalam hadits-haditsnya yang menunjukkan sebagian karakteristik, keutamaan dan keistimewaan Al-Quran, menyebutkan beberapa pengaruh-pengaruhnya dan misinya dalam kehidupan, menjelaskan kedudukan para sahabat, pemerhati, perealisasi dan penyeru Al-Quran di dunia dan di akhirat. Kalam Rasulullah saw tentang Al-Quran merupakan kalam yang baik, dicintai dan selalu mengandung ilmu, dikenal akan keistimewaannya, karakteristiknya, peranannya dan misinya, karena Al-Quran diturunkan kepadanya, sehingga beliaulah yang lebih faham diantara manusia akan kalamullah – Al-Quran-, lebih banyak pengalamannya, karena itu bertolak belakang dari sifat-sifat ini terhadap ucapan dan perkataannya, dan karena itu pula ucapannya tentang Al-Quran merupakan warna khusus, dalil yang istimewa dan wahyu tersendiri. Kami hadirkan disini beberapa hadits shohih Rasulullah saw bagian pertama tentang bagaimana berinteraksi dengan Al-Qur’an bagian pertama, -mudah-mudahan akan dapat kita lanjutkan lagi bagian-bagian lainnya- tentang pandangan nabi saw. terhadap AlQuran, sehingga -dengan pemaparan ini- niscaya semakin menambah pengenalan kita tentang karakteristik, sifat, keistimewaan, keutamaan, misi dan tujuan Al-Quran. 1. Diriwayatkan oleh Imam Bukhori, Turmudzi dan Abu Daud dari Utsman bin Affan ra. bahwa Rasulullah saw bersabda : “Sebaik-baik kalian adalah yang belajar Al-Quran dan mengajarkannya”. 2. Diriwayatkan oleh Imam Bukhori, Imam Muslim, Turmudzi, Nasa’I dan Abu Daud dari Abu Musa Al-Asy’ari ra. bahwa Rasulullah saw bersabda : “Perumpamaan orang mu’min yang membaca Al-Quran seperti buah utrujah : baunya wangi dan rasanya enak –manis-, dan perumpamaan orang beriman yang tidak membaca Al-Quran seperti buah Tamr –Korma- tidak memiliki bau namun rasanya manis, dan perumpamaan orang munafik yang membaca Al-Quran seperti Raihanah –parfum- baunya wangi namun rasanya pahit, dan perumpamaan orang munafik yang tidak membaca Al-Quran seperti buah handzolah : tidak ada bau dan rasanya pahit…”

al-ikhwan.net

Abu Ahmad

3. Diriwayatkan oleh Imam Bukhori dan Imam Muslim dari Abu Musa Al-Asy’ari ra. berkata: Rasulullah saw bersabda : “Berjanjilah untuk mengamalkan Al-Quran ini, demi jiwa Muhammad yang berada digenggamannya yang demikian lebih besar dosanya jika dilupakan dari seekor unta yang kehilangan akalnya”. 4. Diriwayatkan oleh Imam Bukhori, Imam Muslim dan Nasa’i dari Abdullah bin Umar bin Al-Khattab ra. bahwa Rasulullah saw bersabda : “Sesungguhnya perumpamaan penghapal Al-Quran seperti pemilik seekor unta yang ditambatkan, jika dia mengikatnya maka dia tidak akan lepas dan pergi, namun jika dia melepas ikatannya maka dia akan pergi…” dan ditambahkan oleh imam Muslim : “Dan jika penghapal AlQuran membaca dan menikmati kandungannya, maka dia akan datang pada hari kiamat memberi syafaat kepadanya”. 5. Diriwayatkan oleh Imam Bukhori dan Muslim dari Aisyah ra. berkata : Rasulullah saw bersabda : “Bagi siapa yang membaca Al-Quran dengan mahir maka ganjarannya akan didudukkan bersama para malaikat yang mulia dan baik, dan bagi siapa yang membaca Al-Quran namun terbata-bata didalamnya dan terasa berat atasnya maka baginya dua ganjaran”. 6. Diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abu Umamah ra. berkata : Saya mendengar Rasulullah saw bersabda : “Bacalah kalian Al-Quran karena sesungguhnya ia akan datang datang pada hari kiamat memberi syafaat kepada yang membaca”. 7. Diriwayatkan oleh Imam Muslim dari An-Nawas bin Sam’an berkata : Saya mendengar ra. Rasulullah saw bersabda : “Akan didatangkan pada hari Kiamat dengan Al-Quran dan orang-oarng yang mengamalkannya di dunia terutama –yang mengamalkan- surat Al-Baqoroh dan Ali Imron yang akan memberi hujjah – pembelaan- bagi pembaca dan mengamalkannya”. 8. Diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Umar bin Al-Khattab ra. bahwa Rasulullah saw bersabda : “Sesungguhnya Allah mengangkat derajat suatu kaum melalui Kitab ini –AlQuran- dan merendahkan yanglainnya..”. 9. Diriwayatkan oleh Abu Daud dan Turmudzi dari Abdullah bin Amru bin Al-Ash ra. dari Nabi saw bersabda : “Akan dikataktan kepada siapa yang membaca Al-Quran : Bacalah dan lemah lembutnya, bacalah dengan tartil sebagaimana kamu membacanya di dunia dengan tartil, karena sesungguhnya kedudukanmu dengan yang lainnya terdapat pada satu ayat yang kamu baca…”. 10. Diriwayatkan oleh At-Turmudzi dari Abdullah bin Mas’ud berkata ra. Rasulullah saw bersabda : “Barangsiapa yang membaca satu huruf dari Kitabullah -Al-Quranmaka baginya satu ganjaran, dan satu ganjaran akan dilipat gandakan sepuluh kali, Aku tidak mengatakan Alif Lam Mim satu huruf, namun Alif satu huruf, Lam satu huruf dan Mim satu huruf…”.

al-ikhwan.net

Abu Ahmad

11. Diriwayatkan oleh At-Turmudzi dari Abdullah bin Abbas ra. berkata Rasulullah saw bersabda : “Sesungguhnya orang yang dimulutnya tidak ada sedikitpun dari ayat-ayat Al-Quran seperti rumah yang kosong”. 12. Diriwayatkan oleh Imam Bukhori dan Imam Muslim dari Abdullah bin Umar bin Al-Khattab ra. dari Nabi saw bersabda : “Tidak boleh ada Hasad –dengki- kecuali pada dua hal : kepada seseorang yang diberi oleh Allah Al-Quran lalu ia mengamalkannya sepanjang malam dan siang hari, dan kepada seseorang yang Allah anugrahkan kepanya harta dan ia menginfakkannya sepanjang malam dan siang hari…”. 13. Diriwayatkan oleh Imam Muslim dan Abu Daud dari Abu Hurairah ra. bahwa Rasulullah saw bersabda : “…Dan tidaklah berkumpul suatu kaum di dalah satu rumah dari rumah-rumah Allah, mereka membaca Kitabullah –Al-Quran-, dan saling mengajarkannya diantara mereka kecuali turun ditengah-tengah mereka ketentraman, dinaungi rahmat dan dikelillingi para malaikat serta Allah SWT menyebut-nyebut mereka kepada siapa yang berada disisinya”. 14. Diriwayatkan oleh At-Turmudzi dari Imron bin Hasin ra. bahwasannya saat dia melewati orang yang sedang membaca Al-Quran kemudian meminta ganjaran dari manusia, maka Imron menggelengkan kepala –atau dia berkata : Inna Lillahi wa Inna Ilaihi Rajiun –Sesungguhnya kita milik Allah dan kepada-Nyalah kita akan kembali, dan berkata lagi ; saya mendengar Rasulullah saw bersabda : “Barangsiapa yang membaca Al-Quran maka hendaknya dia mengharap ganjaran dari Allah, maka sesungguhnya akan datang suatu kaum yang mereka membaca Al-Quran lalu meminta upah kepada manusia kecuali akan dihinakan”. 15. Diriwayatkan oleh Abu Daud dari Jair bin Abdullah ra. berkata : ketika kami pergi bersama Rasulullah saw sambil membaca Al-Quran dan ditengah-tengah kami ada orang arab dan ‘ajam -non arab- maka Rasulullah saw bersabda : “Bacalah Al-Quran, karena semuanya banyak mengandung kebaikan. Dan akan datang suatu kaum mereka membacanya seperti Al-Qodh tergesa-gesa namun tidak berlambat-lambat –tartil-…”. 16. Diriwayatkan oleh Imam Bukhori dan Imam Muslim dari Jundub bin Abdullah ra. berkata : Rasulullah saw bersabda : “Bacalah Al-Quran apa-apa yang dapat menyatukan hati kalian, namun jika kalian berselisih maka luruskanlah darinya”. Dan banyak lagi hadits-hadits nabi saw tentang pandangan nabi saw. terhadap Al-Quran. Demikianlah pandangan Rasulullah saw tentang Al-Qur’an, mengandung banyak hikmah dan mauidzah untuk memotivasi kita berpegang teguh kepada Al-Quran, dengan membaca, mentadabburkan, menghafal dan mengamalkan Al-Quran. Karena Al-Quran merupakan sumber kekuatan dan izzah umat Islam yang tidak dapat ditandingi oleh kitab manapun. Bahkan orang kafir sendiri begitu faham akan sumber kekuatan dan izzah ini, sehingga secara gamblang Allah swt. mengungkapkan akan pengakuan mereka agar bisa mengalahkan umat Islam secara menyeluruh; Allah berfirman : “Dan orang-orang yang kafir berkata: “Janganlah kamu mendengar

al-ikhwan.net

Abu Ahmad

dengan sungguh-sungguh akan Al Quran ini dan buatlah hiruk-pikuk terhadapnya, supaya kamu dapat mengalahkan mereka”. (Fushilat : 26)

al-ikhwan.net

Abu Ahmad

ALAL-QUR’AN DI MATA PARA SAHABAT NABI SAW Ketika dakwah yang diemban oleh Rasulullah saw berhasil ditancapkan di semenanjung arab, terutama di dua kota al-haram (kota Mekkah dan Madinah) dalam kurun waktu yang singkat, dengan dinaungi Al-Quran, akhirnya mampu melahirkan satu generasi manusia, generasi –yang menurut bahasa Sayyid Qutb- yang unik; generasi sahabat Rasulullah SAW, Ridhwanullahi alaihim, yaitu suatu generasi yang paling istimewa di dalam sejarah Islam dan di dalam sejarah kemanusiaan seluruhnya. Sebuah Generasi yang tidak akan pernah muncul kembali sesudahnya, sekalipun ada namun segolongan besar manusia, di satu waktu dan satu tempat yang tertentu seperti yang telah muncul di era awal dakwah. Generasi yang lahir dengan fakta dan realita nyata bukan sekedar dongengan dan khayalan, mereka hidup dalam satu lingkungan dan komunitas yang benar-benar nyata bukan sekedar cerita dan bualan belaka. Kisah mereka sangatlah terang seterang sinar matahari di siang hari. Generasi yang kelak menjadi contoh dan tauladan sepanjang masa, sehingga dengan itu semua kita perlu memperhatikan dan merenungkannya dan menyelami rahasia dibalik keberhasilan mereka menjadi generasi yang unik. Sebenarnya sumber pokok yang membuat generasi pertama menjadi generasi unik adalah Al-Quran, hanya Al-Quran yang menjadi sumber panduan, perjalanan hidup dan prilaku mereka. walaupun bukan berarti pada saat itu umat manusia di zaman itu tidak memiliki kebudayaan, tidak memiliki peradaban dan tidak punya buku karangan! Karena kebudayaan Romawi sebagai Negara adi daya saat itu, buku-buku dan undangundangnya dijadikan kiblat dan panduan hidup oleh orang-orang Eropa. Peradaban Yunani (Greek), falsafah dan kebudayaannya, yang juga masih menjadi sumber pemikiran Barat hingga sekarang, bahkan juga ada peradaban Persia yang kebudayaannya, keseniannya, sajaknya, syair dan dongengnya, serta kepercayaan dan sistem perundangannya menjadi acuan, serta peradaban dan kebudayaan lainnya, seperti India, China dan lain-lainnya. Romawi dan Persia berada di sekeliling semenanjung Arab, baik di utara maupun di selatan, ditambah lagi oleh agama Yahudi dan Nasrani yang telah lama berada di tengah-tengah semenanjung arab. Adanya Kitabullah (Al-Quran) merupakan “planning” yang telah ditentukan dan diprogram oleh Allah untuk mengubah peradaban yang telah gagal menuntun manusia pada hidayah Allah. Dan diutusnya Rasulullah saw sebagai nabi akhir zaman guna menjelaskan maksud diturunkannya Al-Quran kepada mereka; membentuk satu generasi yang bersih hatinya, bersih pemikirannya, bersih pandangan hidupnya, bersih perasaannya, dan mumi jalan hidupnya dari segala unsur yang yang bertolak belakang dengan Al-Quranul Karim. al-ikhwan.net

Abu Ahmad

Dan subhanallah dalam waktu 23 tahun generasi sahabat-sahabat berhasil mengubah cara pandang, gaya hidup dan prilaku ketingkat yang lebih tinggi dan mulia, mereka dengan senang hati menerima Al-Quran, menghafal dan mengamalkannya dalam segala gerak-gerik dan prilaku mereka sehari-hari, menjadi sumber yang tunggal dan panduan semata. Oleh kerana itulah generasi itu telah berhasil membentuk sejarah gemilang di zamannya. Para sahabat Rasulullah di dalam generasi pertama itu tidak mendekatkan diri mereka dengan Al-Quran dengan tujuan mencari pelajaran dan bacaan belaka, bukan juga dengan tujuan mencari hiburan dan pelipur lara. Tiada seorang pun dari mereka yang belajar Al-Quran dengan tujuan menambah bekal dan bahan ilmu semata-mata untuk ilmu dan bukan juga dengan maksud menambah bahan ilmu dan akademi untuk mengisi dada mereka saja. Namun mereka mempelajari Al-Quran itu dengan maksud hendak belajar bagaimanakah arahan dan perintah Allah dalam urusan hidup peribadinya dan hidup bermasyarakat. Mereka belajar untuk dilaksanakan “sami’na wa ‘ata’na, seperti seorang perajurit yang siap menerima “ruh al-istijabah” dan membuka dada untuk selalu mengambil arahan yang turun. Ruhul istijabah yang hanya mau menerima sepuluh ayat saja dan tidak mau menambahnya sehingga benar-benar dapat dihafal dan dilaksanakan sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ibnu Mas’ud r.a. Perasaan inilah perasaan belajar untuk melaksanakan, yang telah menambah luasnya lapangan hidup mereka, menambah luasnya ma’rifat dan pengalaman mereka dari ajaran Al-Quran. Perasaan belajar untuk melaksanakan ini juga yang telah memudahkan mereka bekerja dan meringankan beban mereka yang berat, kerana Al-Quran telah menjadi hati, menjadi daging dan darah mereka. Perasaan yang telah tertanam dalam jiwa mereka hingga meresap menjadi panduan dalam gerak dan melahirkan pelajaran yang memotivasi aktivitas, pelajaran yang bukan sekedar teori yang hanya bersarang di dalam otak kepala manusia atau tertulis di halaman kertas namun menjadi kenyataan yang melahirkan kesan dan peristiwa yang mengubah garisan hidup. Bagaimanakah pandangan para sahabat nabi terhadap Al-Quran, mari kita simak penuturan mereka: 1. Ali bin Abi Thalib dalam memberikan sifat Al-Quran : “Dia adalah kitabullah, didalamnya terdapat kabar –berita- orang-orang sebelum kalian, dan orang-orang setelah kalian, pemberi hukum diantara kalian, dia adalah pemisah yang tidak pernah main-main, barangsiapa yang meninggalkannya karena angkuh maka Allah akan membinasakannya, dan bagi siapa yang mencari hidayah selainya maka Allah akan menyesatkannya, Al-Quran adalah Tali Allah yang erat, Al-Quran adalah pemberi peringatan yang bijaksana, Al-Quran adalah jalan lurus, Al-Quran adalah kitab yang tidak akan melencengkan hawa nafsu, menyimpangkan lisan, dan memberikan kepuasan para ulama, tidak menciptakan keraguan dan tidak akan habis keajaiban-keajaiban yang terkandung didalamnya… Al-Quran adalah kitab yang tidak pernah bosan didengar oleh bangsa Jin sehingga mereka berkata : “Sungguh kami telah mendengar Al-Quran yang al-ikhwan.net

Abu Ahmad

menakjubkan, memberi petunjuk ke jalan yang lurus maka kami beriman kepadanya”. (Surat Al- jin : 1-2). Barangsiapa yang berkata dengannya akan benar, yang mengamalkannya akan mendapat ganjaran, yang berhukum dengannya akan adil dan yang menyeru kepadanya akan dapat petunjuk kejalan yang lurus…” 2. Abdullah bin Abbas berkata : Allah mengumpulkan dalam Kitab ini ilmu – pengetahuan- para pendahulu dan sekarang, ilmu yang telah terjadi dan akan terjadi, ilmu tentang Sang Pencipta, perintah-Nya dan Ciptaan-Nya…” (Jami Al-Usul : 8 : 464465) 3. Diriwayatkan oleh Amir bin Wailah bahwa Nafi’ bin Abdul Harits bertemu dengan Umar di Asfan –saat itu Umar mengangkatnya menjadi Imam di Mekkah- beliau berkata : “Siapa yang menjadi imam pada penduduk dusun ? dia berkata : Ibnu Ibzi … beliau berkata : Siapa Ibnu Ibzi ? dia berkata : salah satu pemimpin dari pemimpin kami ! beliau berkata : anda telah mengangkat atas mereka seorang pemimpin ? dia berkata : dia adalah seorang qori –hafidz- kitabullah, dia adalah alim dalam ilmu Faraidl, Umar berkata : adapun Nabi kalian bersabda : “Sesungguhnya Allah telah mengangkat suatu kaum dengan Kitab ini dan menghinakan kaum lainnya..” ( Jami’ Al-Usul : 8 : 507) 4. Diriwayatkan oleh Abu Al-Aswad Ad-Duuli berkata : Abu Musa Al-Asy’ari diutus kepada para huffadz kota Basrah, maka menemui 300 orang yang telah hafal Al-Quran, maka beliau berkata : kalian adalah umat yang dipilih dari kota Basrah, menghafal AlQuran karena itu bacalah dengan baik dan janganlah memanjang-manjangkan bacaan sehingga hati kalian menjadi keras seperti umat sebelum kalian..” (Jami Al-Usul : 2 : 452) 5. Aisyah –RA- berkata : “Abu Bakar jika membaca Al-Quran selalu menangis baik dalam sholat atau lainnya. Beliau juaga berkata : “Al-Quran lebih mulia daripada hilangnya akal manusia…”. (Jami Al-Usul : 2 : 466-467) 6. Asma binti Abu Bakar –RA- berkata : “Tidak ada seorangpun dari salafussolih tidak tergerak dan merasakan kenikmatan saat membaca Al-Quran, namun mereka selalu menangis dan bergetar kemudian kulit dan hati mereka lunak dengan menyebut nama Allah”. (Jami Al-Usul : 2 : 467) 7. Hudzaifah bin Al-Yaman berkata : “Wahai sekalian para huffadzul Quran, beristiqomahlah kalian karena kalian telah melangkah lebih jauh, jika kalian mengambil jalan kanan lalu kekiri maka sesungguhnya kalian telah tersesat dalam kesesatan yang jauh”. (Jami Al-Usul : 2 : 471) 8. Ibnu Abbas berkata : “Para penghafal Al-Quran merupakan para pendamping majlis Umar dan musyawarah, orang tua dan kalangan muda”. (At-Tibyan fi Adab Hamlatil Al-Quran, Imam Nawawi : 11)

al-ikhwan.net

Abu Ahmad

9. Berkata Al-Hasan bin Ali : “sesungguhnya umat sebelum kalian memandang AlQuran sebagai surat dari Tuhan mereka, mereka mendatabburkannya di malam hari dan mencarinya disiang hari –mempelajarinya-.” (At-Tibyan : 28) 10. Sekelompok manusia dari Yaman menghadap Abu Bakar Ash-Shiddiq, mereka membaca Al-Quran sambil menangis, maka Abu Bakar berkata : begitulah kami dahulu. (At-Tibyan : 28). 11. Seseorang berkata kepada Abdullah bin Mas’ud : “Saya membaca Al-Quran –surat al-mufashol- pada rakaat pertama –al-mufashol adalah surat-surat pendek dalam AlQuran mulai dari surat Al-Hujurat hingga An-Naas, dinamakan demikian karena banyaknya pemisahan antara surat dengan basmalah- maka Ibnu Mas’ud berkata kepadanya : Demikianlah, demikianlah Syair, sesungguhnya sebagian kaum ada yang membaca Al-Quran tidak sampai tenggorokan mereka, seandainya masuk kedalam hati maka akan bersih hatinya dan bermanfaat”. (At-Tibyan : 49) 12. Abdullah bin Mas’ud berkata : “Seorang hamba tidak akan ditanya akan dirinya kecuali Al-Quran, jika dia mencintainya maka Allah dan Rasul-Nya akan cinta kepadanya, namun jika ia murka kepadanya maka Allah dan Rasul-Nya akan murka juga kepadanya…” (Fadhail Al-Quran, Imam Ibnu Katsir : 6) 13. Abdullah bin Mas’ud berkata tentang sebagian surat yang mulia dan selalu dibacanya dengan melagukannya, yaitu surat : Al-Isro, Al-Kahfi, Maryam, Thoha, AlAnbiya, sesungguhnya kesemuanya itu merupakan punggung utama dan merupakan taladi”. (Fadhail Al-Quran : 25) 14. Ibnu Abbas berkata : “Sekiranya para penghafal Al-Quran mengambilny adengan benar dan yang layak baginya maka Allah akan cinta kepada mereka, namun sebagian mereka banyak yang mencari dunia sehingga Allah murka kepada mereka dan menghinakannya dihadapan manusia”. (Tafsir Al-Qurtubi : 1 :20) 15. Abdullah bin Amru bin Al-Ash berkata : “Tidak layak bagi penghafal Al-Quran masuk ke dalam lingkaran orang yang lalai, tidak ikut bodoh bersama orang-orang yang bodoh, namun memiliki sifat pemaaf dan melebarkan tangan melalui kebenaran AlQuran, karena di dalam mulutnya ada kalam Allah”. (Al-Qurtubi : 1 : 21) 16. Dari Abdullah bin Mas’ud berkata : “Sesungguhnya pada awal kami sangat sulit AlQuran namun mudah bagi kami mengamalkannya, namun umat setelah kami mudah bagi mereka menghafal Al-Quran namun sulit bagi mereka untuk mengamalknnya”. (Al-Qurtubi : 1 : 40) 17. Abdullah bin Mas’ud berkata : “Jika kalian menginginkan ilmu maka carilah AlQuran karena didalamnya terdapat ilmu umat dahulu dan mendatang”. (Ihya Ulumuddin : 1 : 498)

al-ikhwan.net

Abu Ahmad

18. Anas bin Malik berkata : “Betapa banyak orang yang membaca Al-Quran namun Al-Quran melaknatnya”. (Al-Ihya : 1 : 499) 19. Abdullah bin Umar bin Al-Khattab berkata : “Kami hidup pada zaman yang panjang dan diantara kami ada yang diberi iman lebih dahulu sebelum Al-Quran, lalu turunlah surat kepada nabi Muhammad saw hingga bisa belajar yang halal dan haram, perintah dan larangan, apa yang seharusnya dilakukan dari sisinya, namun ada sebagain kalian seperti yang saya lihat yang diberi lebih Al-Quran sebelum iman, dia membaca antara surat Al-Fatihah hingga akhir namun tidak memahami mana perintah dan larangan, dan apa yang seharusnya dia lakukan darinya…? (Al-Ihya : 1 : 500) 20. Utsman bin Affan dan Hudzaifah bin Al-Yaman berkata : “Seandainya hati-hati itu bersih maka tidak akan pernah merasa puas dalam membaca Al-Quran”. (Al-Ihya : 1 “ 522) 21. Abdullah bin Mas’ud berkata : “Sesungguhnya Al-Quran itu merupakan tempat pendidikan dari Allah barangsiapa yang masuk ke dalamnya maka ia akan aman.” (AZZuhud, ibnu Al-Mubarak : 272) 22. Abu Hurairah berkata : “Rumah yang dibacakan didalamnya Kitabullah maka akan berlimpahlah kebaikan dan didatangi para Malaikat serta syetan akan keluar darinya..sedangkan rumah yang tidak pernah dibacakan didalmnya Kitabullah maka penghuninya akan merasa sempit, sedikit kebaikannya, syetan akan singgah didalamnya sedangkan para malaikat akan keluar..” (Az-Zuhud, Ibnu Al-Mubarak : 273) 23. Abdullah bin Amru bin Al-Ash berkata : “Barangsiapa yang membaca Al-Quran maka derajatnya akan setara dengan kenabian namun dia tidak diberi wahyu, dan barangsiapa yang membaca Al-Quran lalu dia melihat salah seorang dari makhluk Allah yang diberikan lebih baik maka sungguh ia telah menghinakan kebesaran Allah, dan besar dosa dalam menghina Allah, tidak layak begi penghafal Al-Quran tidak mengetahui apa yang tidak diketahui oleh manusia, tidak membatasi dirinya dari mereka yang membatasi dirinya, namun hendaknya mau memaafkan dan melebarkan tangan.” (Az-Zuhud : 275-276)

al-ikhwan.net

Abu Ahmad

ALAL-QUR’AN DI MATA PARA TABI’IN Hadis riwayat Abdullah bin Masud ra., ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Sebaikbaik umatku adalah yang hidup pada kurun sahabatku, kemudian setelah kurun mereka (tabiin), kemudian setelah kurun mereka (tabiit tabiin)…” (HR. Al-Haris bin Abi Usamah dan Ibnu Hibban dalam shahihnya). Secara praktek memang hampir sulit membedakan antara dua masa salafus shalih, masa sahabat dan masa tabi’in, karena begitu dekat jaraknya antara zaman tabi’in dengan masa nabi Muhammad saw, namun secara ilmiyah dan historis, kita dapat menemukan akan perbedaan yang detail dan gamblang antara dua periode tersebut, karena dengan meninggalnya nabi saw telah menjadi batasan secara ilmiyah akan awal masa sahabat, sehingga umat yang hidup pada masa itu dianggap bahagiaan dari masa tabi’in, terutama mereka-mereka yang menjadi murid pada sahabat, menimba ilmu dari mereka; baik ilmu Al-Quran (tafsir) ataupun Sunnah. Sedangkan dari sisi sejarah juga dapat ditemukan akan perbedaan dua masa tersebut, yaitu sejak meninggalnya sahabat nabi saw. Namun dapat kita simpulkan disini bahwa masa keemasan Islam itu terdapat pada ini juga, seperti yang telah disampaikan oleh nabi dalam hadits yang tertera di atas. Adapun yang dimaksud dengan tabi’in adalah orang-orang beriman yang tidak bertemu dengan Nabi Muhammad saw, akan tetapi bertemu dan belajar agama Islam dengan Sahabat-Sahabat Nabi Muhammad saw. Diantara para tabi’in yang terkenal pada masanya adalah mereka yang telah banyak menimba ilmu dari para sahabat. Hal itu terjadi karena semasa hidupnya para sahabat tidak tinggal diam, namun terus berdakwah menyampaikan apa yang telah didapat, dilihat dan didengar dari nabi mereka. Sehingga tidak salah kalau diantara mereka banyak mendirikan madrasah tafsir; seperti 1. Madrasah Mekkah yang dipimpin oleh Abdullah bin Abbas. 2. Madrasah Madinah yang dipimpin oleh Ubay bin Ka’ab. 3. Madrasah Kufah, Iraq yang dipimpin oleh Abdullah bin Mas’ud. Ibnu Taimiyah berkata: “Adapun tafsir, yang paling memahaminya adalah penduduk Makkah, karena mereka adalah murid dari Abdullah bin Abbas, seperti Mujahid, Atho bin Abi Rabah, Ikrimah maula Ibnu Abbas, Sa’id bin Jubair, Thawus, dan ulama tabi’in lainnya. Begitupun penduduk Kufah dari murid imam Abdullah bin Mas’ud seperti Alqamah bin Qais, Masruq, AL-Aswad bin Zaid, Murrah Al-Hamdani, ‘Amir As-Sya’bi, Al-Hasan Al-Basri dan Qatadah bin Da’amah As-sudusi serta ulama tabi’in lainnya, dan ulama penduduk Madinah, murid dari imam Ubay bin Ka’ab, seperti Zaid bin Aslam, al-ikhwan.net

Abu Ahmad

Abdurrahman dan Abdullah bin Wahab, dan ulama tabi’in lainnya”. (Lihat Tafsir wal mufassirun: jil. 1 hal 101) Dan dari tiga madrasah itulah para tabi’in menimba ilmu dari para sahabat dimana mereka tinggal, terutama ilmu yang berkaitan dengan tafsir dan hadtis nabi saw, dan mereka mendapatkan riwayat hadits nabi langsung dari lisan para sahabat, menerima penjabaran tafsir Al-Quran sehingga setelah itu mereka menjadi ulama tafsir dan hadits terkemuka. dan dari merekalah tersebar ilmu-ilmu tafsir, ilmu hadits dan ilmu-ilmu lainnya, walaupun pada masa saat itu ilmu-ilmu yang disampaikan belum dibukukan namun hanya disampaikan melalui talaqqi dan tadris saja. Dan secara histori interaksi mereka terhadap Al-Quran begitu intens, sehingga dengan pemahaman mereka terhadap Al-Quran menjadikan dunia cerah dan mampu mempertahankan posisi mereka sebagai sebaik-baik zaman dan abad sebagaimana yang disabdakan oleh nabi saw sebelumnya. Adapun pandangan mereka terhadap kitab Al-Quran adalah sebagai berikut: 1. Al-Fudhoil bin Iyadl berkata : “Selayaknya bagi para penghapal Al-Quran tidak membutuhkan kepada seorangpun dari penguasa dan orang yang berada dibawah mereka, namun hendaknya merekalah yang membutuhkan kepadanya”. Beliau juga berkata : “Para penghafal Al-Quran adalah para pembawa panji Islam, tidak layak bagi mereka ikut lalai bersama orang yang lalai, lupa bersama orang yang lupa, tidak sesat bersama orang yang sesat, demi mengagungkan Al-Quran…” (At-Tibyan 28-29, dan Ihya Ulumuddin : 1 : 499) 2. Ibrahim Al-Khowash –disebutkan namanya Ibrahim An-Nak’I- berkata : “Obat hati ada lima : membaca Al-Quran dan mentadabburkannya, mengosongkan perut, qiyamullail, memohon ampun di waktu sahur dan duduk bersama para shalihin”. 3. Al-A’masy berkata : “Ketika saya masuk kerumah Ibrahim (An-Nakh’I) yang sedang membaca Mushaf, namun ada seseorang meminta izin kepadanya maka belaiupun menutup mushafnya !! dan dia berkata : Tidak seorangpun saya melihat seseorang membaca Al-Quran setiap saat kecuali anda”. Dari Abu Al-‘Aliyah berkata : Saat duduk bersama sahabat Rasulullah saw maka seorang dari mereka berkata : Semalam saya membaca Al-Quran segini…, mereka berkata : ini adalah nasibmu-ganjaran- darinya”. Seakan-akan tidak ada ganjaran lain dari sisi Allah, karena meminta pujian dari manusia, karena itu dia mengambilkan upah sebagai pujian dari manusia. (At-Tibyan : 60) 4. Dari Thowus berkata : “Sebaik-baik manusia yang indah bacaan Al-Quran adalah yang lebih takut kepada Allah”. (Fadoil Al-Quran, Ibnu Katsir : 36) 5. Abu Abdurrahman bin Habib As-Sulmi Al-Kufi telah pensiun dari mengajarkan AlQuran kepada manusia semenjak Utsman menjadi khalifah sampai musim haji

al-ikhwan.net

Abu Ahmad

tiba…mereka berkata; bahwa batas beliau mengajarkan Al-Quran selama 70 tahun”. (Fadail Al-Quran : 40) 6. Ad-Dhohak bin Muzahim berkata : “Tidak ada seoranpun yang belajar Al-Quran lalu dia melupakannya kecuali akan menerima dosa, karena Allah SWT berfirman : “Tidak ada musibah yang menipa seseorang kecuali karena ulah mereka sendiri”. (Asy-Syura : 30) karena sesungguhnya melupakan Al-Quran adalah merupakan musibah terbesar”. 7. Ibnu Abu Al-Jawari menyebutkan : “Saat kami datang menghadap Fudhoil bin Iyadl beliau sedang berjamaah, lalu kami berdiri di depan pintu dan tidak diizinkan masuk, akhirnya sebagian dari kami berkata : jika beliau menginginkan sesuatu maka akan kami persilahkan dari kami membaca Al-Quran ! maka kamipun memerintahkan salah seorang membaca Al-Quran lalu iapun membaca, maka muncullah suara memerintahkan kami ke dalam, maka kamipun berkata : Assalamua ‘alaika warahmatullah, beliau menjawab : Wa’alikumussalam. Kami berkata kepadany a: Bagaimana keadaan anda wahai Abu Ali, dan keadaanmu ? baliau menjawab : Berkat Allah SWT dalam keadaan sehat, dan diantara ada yang sakit, dan sesungguhnya tidak ada diantara kalian yang menimpanya dalam Islam, sungguh kami adalah milik Allah dan kepada-Nya-lah kami akan kemabli ! bukan begini kami menuntut ilmu, namun kami datang kepada guru dan kami menyangka kami tidak berhak duduk bersama mereka, maka kami duduk ditempat lain dan menjadi pendengar, jika ada penjelasan terhadap suatu hadits maka kami bertanya kepada mereka pengulangannya dan kami ikat –hapal- terus, namun kalian ingin menuntut ilmu karena kebodohan, dan kalian telah menyia-nyiakan Kitabullah, seandainya kalian menerapkan Kitabullah maka kalian mendapati didalamnya Syifa –penyembuh yang ampuh- sesuai dengan keinginan kalian. Kami berkata : Kami telah belajar Al-Quran ! beliau berkata : Kalian belajar AlQuran hanyalah sekedar kesibukan untuk menghabiskan umur kalian dan anak-anak kalian. Apa maksudnya wahai Abu Ali ? beliau berkata : kalian jangan belajar Al-Quran sampai kalian memahami I’rabnya, muhkam dari mutasyabihnya, naskh dari mansukhnya, jika kalian telah mengetahui hal tersebut maka tidak perlu kalian mendengar ucapan Fudhoil dan Ibnu uyainah”. (Al-Qurtubi : 1 : 23) 8. Mujahid berkata : “Makhluk yang paling dicintai Allah adalah orang yang mengamalkan apa yang telah Allah turunkan – Al-Quran-“. (Al-Qurtubi 1 : 26) 9. Al-Hasan Al-Basri berkata : “Demi Allah, tidak pernah Allah menurunkan ayat kecuali Dia akan cinta kepada seseorang yang mengajarkan apa yang telah diturunkan dan memahami maksud yang terkandung didalamnya”. (Ihya Ulumuddin : 1 : 1 : 499) 10. Abu Sulaiman Ad-Darami berkata : “Az-Zabaniyah akan lebih cepat menuju kepada para penghafal Al-Quran yang berbuat maksiat kepada Allah dari mereka ketimbang orang yang menyembah berhala…” (Ihya ulumuddin : 1 : 499) 11. Al-Hasan Al-Basri berkata : “Sesungguhnya kalian menjadikan Al-Quran beberapa fase, sedangkan dimalam harinya kalian jadikan satu kumpulan, kalian mengendarainya namun kalian jadikan beberapa etape..padahal umat sebelum kalian memandangnya al-ikhwan.net

Abu Ahmad

surat-surat dari Tuhan mereka, mereka mentadabburkannya di malam hari dan mengamalkannya disiang hari”. (Al-Ihya : 1 : 500) 12. Malik bin Dinar berkata : “Apa yang telah Al-Quran tanamkan di dalam hati kalian wahai para penghafal Al-Quran ? sesungguhnya Al-Quran adalah seperempat orang beriman, sebagaimana hujan bagian dari seperempatnya bumi… 13. Qatadah berkata : “Tidak duduk seseorang belajar Al-Quran kecuali baginya penambahan dan atasnya kekurangan. Allah SWT berfirman : “Dan Kami turunkan AlQuran yang terdapat didalamnya Penyembuh dan Rahmat bagi orang-orang beriman dan tidak akan bertambah bagi orang-orang yang dzalim kecuali kerugian”. (Al-Isra : 82) 14. Tsabit Al-Banani berkata : “Al-Quran direngkuh selama 20 tahun kemudian memberikan kenikmatan selama 20 tahun pula”. (Al-Ihya : 1 : 522) 15. Berkata Mujahid dalam menafsirkan Firman Allah : “Meraka membaca Al-Quran dengan penuh kesungguhan”. (Al-Baqarah : 121) Mereka mengamalkan Al-Quran dengan benar”. 16. Al-Hasan Al-Basri berkata : “Sesungguhnya Al-Quran dapat dibaca oleh seorang hamba dan anak kecil yang mereka tidak mengetahui cara membacanya…tidak bisa mentadabburkan Al-Quran kecuali hanya mengikuti, tidak bisa menghafal hurufhurufnya dan batasan-batasannya…sampai salah seorang dari mereka berkata : Saya telah membaca Al-Quran seluruhnya dan tidak ada yang tertinggal satu hurufpun. Padahal demi Allah dia telah menggugurkan seluruhnya, Al-Quran tidak dia aplikasikan dalam prilaku dan amalnya..yang lainnya berkata saya telah membaca Al-Quran dengan satu nafas ! Demi Allah mereka bukanlah orang membaca Al-Quran, bukan para ulama, para pemimpin dan ahli waro, ketika muncul para huffadz seperti demikian, maka Allah tidak akan mengembangbiakkan orang seperti itu…”. (Az-Zuhd : 274) 17. Qatadah berkata dalam menafsirkan firman Allah : “Dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna”. (Al-Mu’minun : 3) Telah datang kepada mereka Al-Quran, demi Allah merupakan perintah dari Allah, mereka tidak pernah terjerumus dalam kebatilan, maksudnya adalah mereka berusaha menghindar dan menjauhi”. (Az-Zuhd : 276)

al-ikhwan.net

Abu Ahmad

NAMA DAN KARAKTERISTIK ALAL-QUR’AN Sebelumnya telah kita bahas tentang bagaimana pandangan Nabi saw dan para ulama salaf -para sahabat dan para tabi’in- terhadap Al-Qur’an. Yang mana hal itu semua tidak bisa dilakukan kecuali karena interaksi mereka yang intens dan diiringi pemahaman mereka yang mendalam, sehingga dapat memberikan pandangan yang begitu terhadap Al-Qur’an. Karena itu pada kesempatan ini dan kesempatan selanjutnya akan kita bahas tentang nama dan karakteristik Al-Qur’an dan bagaimana kiat kita untuk bisa sukses berinteraksi dengan Al-Qur’an. Di dalam Al-Quran Al-Karim banyak disebutkan beberapa nama dan karakteristik Kitabullah (Al-Quran Al-Karim), dan dalam ayat-ayatnya disebutkan juga beberapa sifat dan keistimewaan secara gamblang akan kitab ini; sehingga dapat memberikan pengaruh yang baik terhadap individu dan sosial, memperlihatkan fenomenafenomena kemuliaan yang mendalam seperti yang pernah dilakukan oleh Rasulullah dan para sahabatnya serta para tabi’in dalam berinteraksi dengan Al-Quran, membawa mereka pada kehidupan yang bersih dibawah naungannya… Sebelum membaca dan mentadabburkan Al-Quran, maka kita mesti mengetahui dan memahami lebih dahulu sifat-sifat dan karakteristik-karakteristik, serta keistimewaan Al-Qur’an, menelaah lebih cermat saat berada dihadapan ayat-ayat yang diungkapkan, mehidupkan dengan segala kemampuan dan perasaan seakan seluruh detik kehidupan kita diserahkan untuknya… Sesungguhnya Allah SWT mengajarkan kepada kita melalui firman-Nya yang Mulia untuk selalu memperhatikan kehidupan yang penuh berkah di dalamnya, mengarungi kehidupan yang tentram saat berada di bawah naungannya. Karena itu, Allah SWT memaparkan kepada kita beberapa nama-nama, sifat-sifat, karakteristik dan keistimewaan Al-Quran, sehingga kita bisa menerimanya dengan penuh kesadaran, pemahaman, dan optimisme, guna mengenal lebih dekat akan karakteristik, misi, peranan dan risalah Al-Quran itu sendiri. Karena tidak ada seorangpun yang lebih tahu kalam Allah kecuali Allah SWT itu sendiri. Dan karunia Allah atas kita adalah diberikannya pengenalan terhadap Al-Quran, yang merupakan kenikmatan yang terbesar dan sangat berharga, sebagai Rahmat yang tak terkira sehingga kita seharusnya menerimanya dengan menghadapkan wajah kepada Allah dengan pujian dan syukur, ikhlas dan cinta. Menerima secara penuh akan kitab-Nya dengan tadabbur, perasaan, komitmen dan aplikasi. Agar kita dapat merasakan nikmatnya hidup melalui keragaman corak dan fenomena. Dalam pembahasan ini akan coba kami hadirkan beberapa nama-nama Al-Quran dan karakteristiknya, keistimewaan dan sifat-sifatnya, keutamaan-keuatamaan dan nilai-nilai

al-ikhwan.net

Abu Ahmad

positif yang terkandung dalam Al-Qur’am, sebgaimana yang termaktub dalam nashnash dan ayat-ayatnya. 1. Al-Quran Adapun nama yang pertama yang kita kenal terhadap kitabullah adalah Al-Qur’an, bahkan nama inilah yang banyak disebut dalam ayat-ayat-Nya, sehingga nama ini merupakan nama yang paling masyhur dan dikenal, Allah SWT telah mengkhususkan kitab-Nya yang diturunkan kepada Rasulullah saw dengan nama ini, dan bahkan tidak diberikan kepada kitab-kitab samawiyah sebelumnya. Dan kalimat “Al-Quran” berasal dari akar kata “Al-Qiraah” (sebagaimana yang telah disepakati oleh para ulama di bidangnya), dan telah menjadi ciri khusus atas kitab yang diturunkan kepada nabi Muhammad saw, sehingga menjadi ilmu tersendiri. Imam Ar-Ragib al-asfahani dalam kitabnya “Mufrodatul Quran” menyebutkan pendapat salah seorang ulama “kitab ini disebut “Al-Quran” dihadapan kitab-kitab Allah yang lainnya karena merupakan kumpulan dari intisari kitab-kitab tersebut bahkan merupakan rangkuman dari berbagai macam ilmu” sebagaimana yang telah disebutkan dalam firman Allah SWT : “-Dengan Al-Quran”- menjelaskan segala sesuatu”. (Yusuf : 111) [1] Dipilihnya nama kitabullah dengan Al-Quran –sebagai nama unggulan dan nama tersendiri- memberikan gambaran yang gamblang akan kewajiban, keistimewaan dan keunggulan umat Islam – sebagai pemelihara Al-Quran akan eksistensinya di tengah umat yang disekitarnya- karena tidak ada yang boleh mengambil sesuatu untuk menjadi manhajul hayah (sistem hidup) selain dari Al-Quran Al-Karim. Allah menceritakan kronologi awal diturunkannya Al-Quran; yaitu pada bulan Ramadlan Al-Mubarak, dengan Firman-Nya “Bulan Ramadlan adalah bulan di dalamnya diturunkan Al-Quran pemberi petunjuk untuk manusia, pemberi penjelasan akan hidayah itu dan Al-Furqon –pembeda antara yang haq dan bathil-”. (Al-baqoroh : 185) Allah berfirman dalam mensifati Al-Quran : “Qof..Demi Al-Quran yang Mulia” (Qaf : 1) “Shad. Demi Al-Quran yang memberi peringatan” (Shad : 1) begitupun Al-Quran disifatkan dengan kitab berbahasa arab yang nyata –fasih- di dalam Firman Allah : “Kitab yang telah dirincikanm ayat-ayatnya, Al-Quran yang berbahasa arab untuk kaum yang mengetahui”. (Fushilat : 3) Allah menetapkan bahwa Al-Quran adalah kitab yang mudah diingat –dihapal- bagi siapa yang ingin mengingat dan mengahapalnya, dan bagi siapa yang berinteraksi dengannya dengan hati yang hidup dan terbuka- Alalh SWT berfirman : “Sungguh Kami telah jadikan Al-Quran mudah diingat, maka adakah orang yang mengingatnya”. (Al-Qomar : 17)

al-ikhwan.net

Abu Ahmad

Sebagaimana pula Allah menjelaskan bahwa dalam Al-Quran telah disebutkan dari setiap sesuatu permisalan agar manusia mau berfikir atau mengingatnya namun mereka lalai dari permisalan ini bahkan ada yang membangkang darinya, dan memilih hidup dalam kebimbangan, kufur dan linglung. Allah berfirman : “Sungguh telah berikan untuk manusia didalam Al-Quran permisalan dari sesuatu, maka kebanyakan manusia enggan sehingga mereka menjadi kufur” (Al-Isra : 89) Allah mengajarkan kepada kita bahwa mereka -orang-orang kafir- tidak suka mendengar bacaan Al-Quran, dan setiap Rasulullah saw membaca Al-Quran maka penghalang yang tinggi dan tirai yang tebal menutupi antaranya dan orang-orang kafir, hijab ini diumpamakan dalam tutup yang terletak didalam hati, mulut dan telinga, sehingga tidak bisa menghayati dan mentadabburkan kalam Allah. Karena itu mereka akan berpaling dari orang yang membaca kalamullah, pergi dan lari darinya, Allah SWT berfirman : “Dan jika Engkau membacakan Al-Quran kepada mereka, Kami jadikan antaramu dan orang-oran gyang tidak beriman hijab diakhirat. Dan Kami jadikan hati mereka tertutup dari memahami Al-Quran, telinga mereka tuli. Dan jika engkau ingatkan Tuhanmu kepada mereka dalam Al-Quran maka mereka akan berpaling dan meniggalkan kamu jauh-jauh.” (Al-Isra : 45-46) Allah juga menyeru kepada kita untuk bersemangat dalam membaca Al-Quran, selalu siap dengan persiapan khusus, menghadapkan wajah kepada Allah, memohon perlindungan kepada-Nya dari godaan syetan, agar doa ini menjadi wasilah suatu kemudahan dalam mentadabburkan Al-Quran, Allah berfirman : “Maka jika engkau hendak membaca Al-Quran, mohonlah perlindungan dari godaan syetan yang terkutuk”. (An-Nahl : 98) Allah juga meminta kepada kita untuk memliki adab yang baik terhadap Al-Quran, saat kita mendengar alunan ayat yang dibaca, maka kita wajib mendengar dengan sepenuh jiwa, membuka pintu-pintu hati agar dapat memiliki hubungan dan interaksi yang baik dengannya. Bedakan antara mendengar dan mendengarkan, karena mendengar hanyalah sekedar sampainya suara ke telinga, namun kadangkala hanya sekedar mendengar tanpa disengaja. Adapun mendengarkan berarti mengikut sertakan indra dan seluruh pensendian –anggota tubuh- yang lain seperti telinga untuk berinteraksi, tadabbur, talaqqi dan konsentrasi. Allah SWT berfirman : “Maka jika dibacakan Al-Quran maka dengarkanlah bacaan itu dan diamlah –heninglah- agar kalian mendapat Rahmat”. (Al-A’raf : 204). Allah juga menjelaskan pengaruh yang sangat besar akan tunduknya gunung yang besar –saat diberikan amanah kepadanya- dan berinteraksi dengannya, menampakkan fenomena yang sangat dahsyat dan menakjubkan, Allah berfirman : “Kalau sekiranya Kami menurunkan Al-Quran ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan takut kepada Allah, dan perumpamaanperumpamaan itu Kami buat untuk manusia supaya mereka berfikir”. (Al-Hasyr : 21) dan Firman-Nya : “Dan sekiranya ada suatu bacaan )kitab suci) yang dengan bacaan itu gunun-gunung dapat digoncangkan atau bumi menjadi terbelah atau oleh karenaya

al-ikhwan.net

Abu Ahmad

orang-orang yang sudah mati dapat berbicara (tentu Al-Quran itulah dia). Sebenarnya segala urusan itu adalah kepunyaan Allah”. (Ar-Ra’ad : 31) Allah telah memerintahkan kepada kita untuk mentadabburkan Al-Quran, bersimpuh di hadapannya untuk menelaah ayat-ayat-Nya, mengkaji akan wahyu-wahyu-Nya, arahanarahan-nya, nilai-nilai dan hakekat-hakekat-nya, sehingga mampu menghilangkan penyakit yang ada pada dua telapak tangan yang dapat menjadi penghalang antara kita dengan tadabbur ini, menghilangkan penyakit yang selalu mengganjal kita saat ingin mengamalkannya, sehingga sirna penyakit tersebut atau hilang secara keseluruhan yaitu tertutupnya hati yang sering menjadi penghalang masuknya cahaya hidayah, kebaikan dan kehidupan, adapun penutup itu adalah syahwat, maksiat dan cinta kepada dunia; sehingga hati sibuk dengan itu semua dan tidak ada tempat yang cukup untuk bisa mentadabbutkan, mendapat hidayah dan cahaya iman. Allah berfirman : “Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al-Quran ataukah hati mereka terkunci ?”. (Muhammad : 24) Allah memberi petunjuk agar kita menjadikan tadabbur sebagai wasilah (sarana) bukan tujuan, tidak sambil melakukan pekerjaan dan sibuk karenanya; sesuai dengan tujuan yang didambakan, yaitu bertambahnya Iman, tisqoh dan yakin terhadap Kalamullah, memperhatikan rangkaian kalimat-kalimatnya, hubungan kesesuaian, dan memahami misi dan tujuannya serta menemukan hakekat-hakekat dan ketentuan-ketantuannya. Allah SWT berfirman : “Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al-Quran ? Kalau kiranya Al-Quran itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya “. (An-Nisa : 83) Allah telah menganugrahkan kepada kita dengan memberikan kabar bahwa jika kita berinteraksi, membaca dan mentadabburkan Al-Quran, akan mendapatkan hidayah yang dapat membimbing ke jalan yang lurus, cahaya yang menerangi, obat yang ampuh. Karena Al-Quran adalah hidayah untuk individu dan jamaah, cahaya bagi seluruh aspek kehiduoan baik individu dan sosial, obat bagi segala penyakit umat. Allah berfirman : “Sesungguhnya Al-Quran ini memberikan petunjuk kepda (jalan) yang lebih lurus dan memberi kabar gembira kepada orang-orang mu’min yang mengerjakan amal soleh behwa bagi mereka ada pahala yang besar” (Al-Isra : 9) dan Firman Allah “Dan Kami turunkan Al-Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al-Quran itu tidaklah menambah kepda orang-orang yang zalim selain kerugian” (Al-Isra : 82) Maha Benar Allah ketika mensifati kitab-Nya dengan sifat bijaksana, yaitu sifat yang agung yang tidak diberikan kepada siapapun kecuali orang yang berakal !! kita diharapkan dapat berinteraksi dengan Al-Quran sesuai dengan kehendak Allah, hidup di bawah naungannya yang sesuai dengan manhaj –sistem- Allah, kita telaah sebagian sisi hikmah dalam Al-Quran yang agung dan mulia ! Allah berfirman : “Yasin, Demi AlQuran yang memiliki hikmah”. (Yasin : 1-2) Allah mencela orang-orang kafir yang membagi-bagi Al-Quran, memberikan sifatnya secara bathil –guna menghalangi manusia untuk beriman kepada Al-Quran- mereka al-ikhwan.net

Abu Ahmad

berkata : sihir, sya’ir, dukun –mantera-…, celaan ini diberikan kepada Yahudi dan Nasrani yang membagi-bagi kitab-kitab samawiyah beberapa bagian, mereka beriman kepada sebagiannya dan mengingkari sebagian lainnya, karena menuruti hawa nafsu mereka. Kita juga berpendapat bahwa celaan tersebut juga ditujukan kepada orangorang beriman yang membagi-bagi dan memilah-milah Al-Quran, mengambil sebagian dan membuang yang lainnya, menampakkan sebagian dan menyembunyikan sebagian lainnya, beriman kepada satu bidang dan mengingkari sebagian lainnya !! Allah berfirman : “Sebagaimana (Kami telah memberi peringatan), Kami telah menurunkan (azab) kepada orang-orang yang membagi-bagi (kitab Allah). (Yaitu) orang-orang yang telah menjadikan Al-Quran terbagi-bagi”. (Al-Hijr : 90-91) makna : “’dilin disini adalah membagi-bagi, kadang mereka berkata dukun –mantera, kadang dongengan orang dahulu dan lain-lainnya seperti yang mereka sifatkan. [2] Allah mendokumentasikan pengaduan Rasulullah saw kepada Tuhannya tentang orangorang kafir yang menentang Al-Quran dan acuh terhadapnya. Allah berfirman : “Dan Rasulullah saw berkata : “Ya Tuhanku Sesungguhnya kaumku menjadikan Al-Quran sesuatu yang diacuhkan”. (Al-Furqon : 30) Bahkan Allah juga mendokumentasikan akan uslub-cara- dari orang-orang kafir dalam menghadapi Al-Quran; berusaha memerangi dan memusuhi, usaha yang begitu gencar dengan mengerahkan segala potensi, berusaha meredupkan cahaya Al-Qur’an dan menguasainya. Sungguh sangat jauh, sungguh sangat hina, apa yang mereka usahakan dan mereka lakukan !! sesungghnya mereka pindah dari cara yang buruk yang mengisyaratkan akan kekalahan mereka secara internal di hadapan Al-Quran, tekanan jiwa dan pengakuan mereka dihadapan hakekat-hakekatnya –yang terpelihara dan terjaga- dengan kelemahan mereka dalam mengahadapinya dan kegagalan memerangi Al-Qur’an. Mereka meminta kepada para umat yang tertipu dan terpedaya serta lalai agar tidak mendengar bacaan Al-Quran dengan seksama, dan menggantinya sebagai sebuah permainan, teriakan, kebisingan, sekedar alat komunikasi, tarik suara secara berlebihan, kelalaian dan main-main, keangkuhan, suara cempreng dan lain-lain. Allah berfirman : “Dan berkata orang-orang kafir : “Janganlah kalian mendengarkan dan menyimak ayat-ayat Al-Quran ini, dan batalkanlah –hukum-hukumnya agar kalian dapat menga;ahkan mereka” (Fushilat : 26) 2. Al-Kitab Al-kitab merupakan nama kedua dari Al-Quran Al-karim, nama ini juga banyak disebutkan dalam ayat-ayatnya, selalu diulang dalam surat-suratnya, dan merupakan nama kedua yang terkenal setelah Al-Quran serta sering disebutkan, Al-Kitab merupakan kata yang berarti tertulis, huruf-huruf, kalimat dan ayat-ayatnya terangkai dalam bentuk tulisan dan khot yang rapi… Dan diantara nama kalamullah yang banyak dikenal adalah dengan dua nama ini AlQuran dan Al-Kitab, yang berarti penyatuan dan kumpulan, karena Al-Quran berasal dari akar kata “Al-Qiraah” dan “Al-Qaraah” –sebagaimana yang dikatakan oleh ArRagib dalam Mufrodatnya- “yang berarti kumpulan huruf-huruf dan kalimat-kalimat al-ikhwan.net

Abu Ahmad

sebagiannya dengan sebagian lain dalam bacaan” [3], sedangkan kata “Al-Kitab” berasal dari akar kata “Al-Kitabah” yang berarti kumpulan huruf-huruf sebagiannya dengan sebagian lain dalam bentuk tulisan…demikian juga dikatakan kumpulan sebagiannya dengan sebagian lain dalam bentuk lafadz. Maka asal kata “Al-Kitabah” adalah susunan dalam bentuk tulisan, namun dipinjam dalam bentuk yang lain yang karena itu kalamullah dinamakan –walaupun tidak tertulis- dengan “kitaban” [4]. Adapun hikmah lain dinamakannya kalamullah dengan dua nama ini : Al-Quran dan Alki tab, sebagaimana yang disebutkan oleh DR. Muhammad Abdullah Darraz dalam bukunya “An-nabaul Adzim” yang ringkasannya adalah : “Bahwa Allah SWT menginginkan dari pemberian dua nama ini untuk merealisasikan penggabungan yang erat terhadap firman-firmannya, mengisyaratkan akan terpeliharanya secara sempurna dan mutlak pada setiap surat, ayat-ayatnya, kalimat-kalimatnya dan huruf-hurufnya, sehingga tidak memberikan kebimbangan terhadap diri seorang muslim walaupun hanya sedikit sehingga timbul pertentangan, penyimpangan atau penghapusan dan pengurangan darinya…karena itu Al-Quran benar-benar terpelihara dengan dua cara yang kongkret yang keduanya merupakan cara yang efektif dalam menghafal dan memelihara, yaitu “Al-Qiraah” bacaan dan “Al-Kitabah” tulisan; Maka tidak diterima Al-Quran yang dibaca kalau tidak sesuai dengan mushaf Utsmani yang telah ditulis dan disepakti oleh ijma ulama, dan tidak diterima tulisan ayat-ayat Al-Quran kalau tidak sesuai dengan apa yang telah diajarkan oleh Rasulullah saw kepada para sahabatnya tentang Al-Quran, mereka membaca –talaqqi- dihadapan beliau, dan Rasulullah membacakan Al-Quran dihadapan mereka”… [5]. Kitab yang telah Allah turunkan kepada Rasulullah saw adalah merupakan kebenaran yang mutlak tidak ada keraguan di dalamnya, sebagai hidayah bagi orang-orang yang bertaqwa, sebagaimana firman Allah SWT :

                    .  “Alif Lam Mim, itulah Al-Kitab yang tidak ada keraguan didalamnya, pemberi petunjuk bagi orang-orang yang bertaqwa…” (Al-Baqoroh : 1-2) Merupakan kitab yang mengandung hikmah sebagaimana Al-Quran juga mengandung hikmah :

"! #     !     $ &%    ' ( “Alif Lam Ra, inilah Ayat-ayat Al-kitab yang mengandung hikmah” (Yunus : 1) Ayat-ayatnya merupakan hukum yang pasti kemudian diberikan penjelasan, dijabarkan dan diterangkan, lalu diberikan kepada manusia untuk diimani oleh mereka al-ikhwan.net

Abu Ahmad

*) +!, ") - .   / 0 1  3 2 4 "2 54  ' & 1    - 64  7  8 ( “Alif Lam Ra. Inilah dustur Kitab yang ayat-ayatnya disusun dengan rapi serta dijaskan secara terperinci, yang diturunkan dari sisi (Allah) Yang Maha Bijaksana lagi Maha Tahu”. (Hud : 1) Allah SWT dan Rasul-Nya saw mengabarkan bahwa telah diturunkan kepadanya AlQuran untuk mengelurakan manusia dari kegelapan kepada cahaya, dari kedzaliman kufur menuju cahaya iman, dan kitabullah merupakan satu-satunya wasilah –saranauntuk mengelurkannya dari kegelapan, dan tidak sarana lain selainnya kecuali hanya hayalan, prasangka dan dongengan belaka dan bahkan tidak akan menambah iman kecuali kegelapan. Allah SWT berfirman :

. 9!:! ! ;?! $   4A@  / 0 B   = C  !(D     ?! E = F G6  7  8 (   #    F! !FH   I  (J  >?! " K! :L “Alif Lam Ra. Inilah kitab yang Kami turunkan kepadamu –Muhammad saw- agar kamu dapat mengeluarkan manusia dari kegelapan kepada cahaya dengan izin Tuhan mereka menuju jalan Allah yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji”. (Ibrahim : 1) Diberitahukan bahwa telah diturunkan kepadanya peringatan dan Al-Kitab sebagi pemberi penjelasan terhadap segala sesuatu dan merincikannya, dan dengan penjelasan ini tampak hidayah –petunjuk- rahmat dan kabar gembira bagi kaum muslimin. Allah SWT berfirman :

(M  : N PO  -  N  N RQ S T VU 4  G+'         W = F GN    X    “Dan telah Kami turunkan kepadamu Al-Kitab pemberi penjelasan terhadap segala sesuatu, petunjuk rahmat dan kabar gembira untuk keum muslimin (An-Nahl : 89) dan firman Allah SWT :

al-ikhwan.net

Abu Ahmad

. N (Y Z  " K YH N " K! ?! [ FL G 0 B !  = / L+  ( 8 \U    ?! = F G6N “Dan telah Kami turunkan kepadamu -Al-Quran- pemberi peringatan agar dapat kamu beri penjelasan kepada manusia atas apa yang telah diturunkan kepada mereka agar mereka mau berfikir”. (An-Nahl : 44) Bahkan Allah SWT meringkas akan tujuan diturunkannya Al-Kitab selain sebagai pemberi penjelasan, disamping itu Rasulullah saw dituntut untuk melaksanakan dakwah dan menyampaikannya…

 N   ;4Z ,  ]\2 " K  / !2+  ^!?         W = F G6 0N . ; =0 _  `) ;   PO  -  N ”Dan tidaklah Kami turunkan Al-Kitab kecuali untuk memberi penjelasan kepada mereka yang selalu berselisih didalamnya, pemberi petunjuk, rahmat beri kaum yang beriman”. (An-Nahl : 64). Disebutkan dalam 3 ayat yang mulia diatas dalam satu surat –yaitu surat An-Nahlmenejalskan tujuan diturunkan Al-Kitab yaitu untuk menjelaskan dan memberikan penjelasan, memerintahkan kepada Rasulullah saw untuk menyampaikan, sehingga hal ini menunjukkan secara khusus akan masalah ini serta menunjukkan akan satu-satunya surat yang membicarakan hal tersebut –yaitu sebagai surat ni’mat, karena adakah ni’mat yang lebih baik dari ni’mat hidayah dan petunjuk yang memberi penjelasan yang terkandung dalam Al-Quran-…sebagaimana menjelaskan akan sighat ayat-ayat yang mulia dengan menggunakan penjelasan Al-Quran dalam bentuk umum kepada manusia seluruhnya, dan dikhususkan lagi di dalamnya dengan memberikan rahmat, petunjuk dan kabar gembira kepada kaum muslimin saja, karena ketiga hal tersebut sangat berkaitan dengan iman, dan tidak akan didapati jika iman tidak dimiliki. Allah SWT memrintahkan kepada Rasul-Nya untuk memberikan penjelasan, menyampaikan dan memberikan peringatan kepada manusia dan tidak dibolehkan memberikan keringanan atau kesempitan sedikitpun dalam menerapkannya, karena hal tersebut akan menjadi penghalang baginya dalam melaksanakan kewajiban ini, sehingga tidak ada keluh kesah di dalamnya walaupun umat manusia menentangnya dan membuat kejutan terhadap apa yang mereka tidak duga !!! kenapa Rasulullah saw merasa berat padahal beliau tidak pernah mendapatkan hakekat, nilai-nilai, adat, timbangan, prinsip-prinsip dan arahan-arahan dari manusia, namun semua itu berasal dari Tuhan manusia, dan cukuplah Allah SWT yang menjadi saksi, menjadi pendamping bersamanya, menolongnya, meneguhkan hatinya dan memberinya ganjaran atas segala perbuatannya…

al-ikhwan.net

Abu Ahmad

Allah SWT berfirman :

 :!  \ =   =0 C 7 ( - c !  J  S / 4     ?! [ F! G64  7  8 .ab   =!0 _   (8  N “Alif Lam Mim Shad. Inilah Al-Kitab yang diturunkan kepadamu, maka jangan hatimu menjadi sempit karenanya, agar kamu dapat memberi peringatan dan pelajaran untuk orang-orang yang beriman”. (Al-A’raf : 1-2) Allah mengabarkan kepada Rasul-Nya saw akan tugas ini, dengan diturunkan kepadanya Al-Kitab sehingga memiliki eksistensi dan misi, dan membuat kehidupan lebih cerah dengannya, menampakkan pengaruh-pengaruhnya dan memetik buahnya, demikianlah –Al-Kitab- yang memiliki hikmah diantara manusia dengan benar.. Allah SWT berfirman :

^N  2 c 6  :! B ! 2= / : " 4 #   d!2 #   !:         ?! = F G6 2G?!  3,   =!eD  / 4 ' “Sesungguhnya Kami telah menurukan Al-Kitab kepadamu dengan benar, agar kamu dapat menentukan hukum diantara manusia dengan apa-apa yang Allah berikan kepadamu…”. (An-Nisa : 105) Allah SWT juga menjelaskan kepada kita sarana yang terkait dengan Al-Kitab al-haq agar dapat merealisasikan eksistensinya secara amali, menjelaskan bahwa yang haq adalah haq sedangkan yang bathil adalah bathil, menuntun umat manusia kepada al-haq, sebagai sarana yang kuat kepada untuk dapat dijaga dan dipelihara, yang dapat menggerakkan pembela kemanusiaan bagi yang menegakkannya dan melaksanakan hukum-hukumnya. tanpa kekuatan ini maka kebenaran hanya sekedar teori jauh dan dari amal di alam realita, lalu berubah menjadi kebenaran yang sia-sia, yang hanya dilakukan oleh para pengecut dan diminimalisir oleh kaum yang lemah, serta diajauhi oleh mereka yang benci !! Allah SWT berfirman :

al-ikhwan.net

Abu Ahmad

B 2= ` ;4 . F  N       " K H 0 = F G6N $  =!2+ !: =f  = f  6    / 0  2 " H N B ! 2= g =0 N 7 T B 7 h :    #    = F G6N i X   !: F7 !FW ] 72 ;! j  2 .2 ?!  ! k  !:  f  N E ( 3 = “Sungguh Kami telah mengutus para Rasul Kami dengan jelas. Dan Kami turunkan bersama mereka Al-Kitab dan Mizan –Timbangan- agar dapat menegakkan keadilan diantara manusia, dan Kami juga menurunkan besi, yang didalamnya terdapat mudlorat yang besar dan manfaat untuk manusia, dan agar Allah dapat mengetahui siapa yang menolong-Nya dan para Rasul-Nya dengan ghaib, Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi Maha Pekasa”. (Al-Hadid : 25). Al-Quran juga mengisyaratkan akan kewajiban Rasulullah saw untuk mengajarkan umat manusia akan Kitabullah, karena di dalamnya terdapat kisah dakwah nabi Ibrahim, Isma’il AS semenjak zaman yang lampau, Allah memerintahkan kepada keduanya untuk berdoa kepada Allah SWT agar dibangkitkan di tengah umat manusia seorang Rasul yang menmbawa kebaikan, kesucian, cahaya dan petunjuk…

      " K 2H N   '& " K! W ;4  " K =0 ^; f " K!  l

H :N =:2 " #    F !FH   1  G6   G2?! " K! 28 F N P   #   N ”Ya Tuhan kami, bangkitkanlah ditengah-tengah mereka seorang Rasul dari golongan mereka yang mebecakan ayat-ayat-Mu kepada mereka, mengajarkan Al-Kitab dan hikmah dan mensucikan jiwa mereka, sesungguhnya Engkau Maha Perkasalagi Maha Bijaksana”. (Al-Baqoroh : 129). Allah SWT mengabarkan kepada kita bahwasannya Dia mengabulkan doa dua nabi yang soleh, sebagimana Firman-Nya :

" 4 2H N " 4 28 F N ='& " 4 W ;4  " 4 =0 ^; f " 4  = f  6  8 . ; H ' ; G;4' "  0 " 4 2H N P  #   N       “Sebagaimana Kami telah mengutus ditengah-tengah kalian seorang Rasul dari golongan kalian untuk membacakan kepada kalian ayat-ayat Kami, mensucikan kalian dan mengajarkan Al-Kitab dan hikmah serta mengajarkan apa yang kalian belaum ketahui”. (Al-Baqoroh : 151). al-ikhwan.net

Abu Ahmad

Allah juga berfirman menjelaskan akan karunia Rabbaniyah atas kita dengan dibangkitkannya seorang nabi saw, yang mengeluarkan umat ini dengan izin Tuhannya dari kedzaliman kepada cahaya ilahi, dari kesesatan kepada petunjuk, dari kematian kepada kehidupan :

;4  " K! X m Z4 G6 / 0 ^; f " K!  l  H : ?!   =!0 _   >W  2 /2 0    V4 +j / 0 ; G8 . ?!N P   #   N       " K 2H N " K! 28 F N  '& " K! W  ) +!0 [) no SZ “Sungguh Allah telah memberikan karunia atas orang-orang beriman saat Allah membangkitkan di tengah mereka seorang Rasul dari golongan mereka, membacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya dan mensucikan mereka, mengajarkan Al-Kitab dan Hikmah, padahal mereka sebelumnya berada dalam sesat yang nyata”. ( Ali Imron : 164) Kita sebutkan dalam surat Al-Jumuah yang berkaitan dengan hal diatas, berbicara akan hubungan tema surat dan karakteristiknya yang unik, Allah berfirman :

" K! 28 F N  '& " K! W ;4  " K =0 ^; f   !202 p S l  H : ]\2 ;   ) +!0 [) no SZ V4 +j / 0 ; G8 . ?!N P   # N       " K 2H N “Dialah –Allah- yang membangkitkan ditengah umat yang ummi seorang Rasul dari golongan mereka membacakan ayat-ayat-Nya mensucikan jiwa mereka dan mengajarkan Al-Kitab dan Al-Hikmah, padahal mereka sebelumnya dalam keadaan sesat yang nyata”. (Al-Jumuah : 2) Kita perhatikan sighot 3 ayat diatas yang menarik ditelaah, memiliki arahan tarbawiyah yang dalam, seakan dengan 3 ayat ini menunjukkan akan manhaj tarbawi yang baik dan lurus, menyeru kepada para guru, duat, penasehat dan pendidik saat ini, para pembuat konsep dan system pendidikan dan buku-buku ilmiyah untuk meneliti kembali akan isyarat quraniyah ini dengan tinjauan pendidikan…yaitu urutan pendidikan dan pengajaran yang diarahkan oleh Rasulullah saw yang menggunakan “Athof’ dengan huruf “al-waw” mengutamakan atsar (pengaruh) dari membuat bangunan, pendahuluan atas tema, benih dan pohon atas buah dan dahan, muqaddimah atas natijah –hasil-, kita ambil dari sini “athof fiil mudhori” dalam firman-Nya : “Membacakan kepada mereka Ayat-ayat-Nya….dan mensucikan mereka…dan mengajarkan Al-Kitab dan AlHikmah..” yang demikian merupakan 3 fase yang berjenjang dan beriringan dan urutan : pertama membaca Al-Quran sebagai pendahuluan, pengisian, persiapan dan mobilisator, al-ikhwan.net

Abu Ahmad

kemudian membersihkan jiwa dan mensucikannya dari penyakit, kotoran, kekurangan dan dosa-dosa, dan terkakhir baru memberikan pengajaran yang dapat mencerahkan dan memberikan wawasan. Praktek ini merupakan hasil keberkahan dari pohon keimanan dan kebersihan jiwa, hasil yang dicapai dari pendahuluan pengajaran yang benar, sebagai hidayah, rahmat, kebaikan dan kebahagiaan bagi para guru, untuk umat dan manusia sekitar mereka… Allah mensifatkan Kitab-Nya dengan Al-Barakahi, dan menyeru kita untuk memiliki sifat-sifat ini, menapaki ragam keberkahan Al-Quran yang menyeluruh dan universal. Keberkahan tidak bermakna biasa dan dikenal kaum muslimin –walaupun hal tersebut tidak bisa dinafikan dalam Al-Quran yaitu memberi al-barokah- namun yang dimaksud dari Al-barokah dari segi Al-Quran -sebagaimana yang diungkapkan oleh ArRogib Al-Asfahani dalam kitabnya “Al-Mufrodat”- adalah : “Al-barokah adalah kebaikan ilahi yang menyeluruh pada segala hal, dinamakan hal tersebut seperti tetapnya air dalam kolam, dan “al-Mubarok” adalah didalamnya terdapat kebaikan, seperti firman-Nya

. N ( =0   " Gh6 E = F G6 c7  +0 (7 8  \ N “Inilah –kitab- yang memberi peringatan, keberkahan yang telah Kami turunkan”. (AlAnbiya : 50 sebagai peringatan akan banyaknya kebaiakn ilahi..” sampai kepada ungkapan : “…selama kebaikan ilahi mengeluarkan sesuatu yang tidak dapat dirasakan,- yang tidak terhitung dan tidak terbatas, maka dikatakan segala sesuatu yang datang darinya merupakan tambahan yang tidak terasa adalah keberkahan dan didalamnya barakah…” [6] Maka Kitabullah yang mulia ini memberikan keberkahan dengan segala aspek dan ragamnya, memunculkan penomena keberkahan dan wacana-wacannya, dasar-dasar dan cabang-cabangnya… Allah berfrman :

(4   `2 64  \ = N    / : ]\2 q 2 3  0 c7  +0 E = F G6  7  8 \ N " K! 'nJ >W "  N  :! . ; =0 _  r ( , s!: . ; =0 _  / \2N K; - / 0 N . ;4A#  al-ikhwan.net

Abu Ahmad

“Dan inilah Kitab yang telah Kami turunkan sebagai pemberi berkah, pemberi kebenaran dari hadapannya, dan untuk m emberikan peringatan Ummul Qora dan penduduk sekitarnya…” (Al-An’am : 92) Dan Firman Allah :

. ; - ( ' " 4 2H  ;4'2N E ; H+!'2 c7  +0 E = F G6  7  8 \ N “Dan inillah Al-Kitab yang telah Kami turunkan, maka ikutilah dan bertaqwalah agar kalian mendapat rahmat”. (Al-An’am : 155) Dan Firman Allah :

 ! + p ;4N46 ( 82 \ N  '& N (:22 c7  +0   ?! E = F G6  7  8 “Kitab yang telah Kami Turunkan kepadamu memberikan barokah, agar mereka mau mentadabburkan ayat-ayt-Nya dan menjadi ingatan bagi ulul albab”. (Shad : 29) Dalam Al-Quran terdapat ayat yang mulia yang membagi umat Islam tiga golongan ketika berinteraksi dengan Al-Quran, padahal mereka telah diwariskan AlQuran –kitabullah-, namun mereka tidak berada dalam satu tingkatan dalam menerima warisan ini, mereka tidak dalam satu tingkatan dalam mengemban amanah ini –warisan yang mulia-, harta yang berharga, dan barokah yang luas; maka diantara mereka ada yang mendzlalimi diri mereka sendiri dalam berinteraksi dengan kitabullah sehingga mereka kurang dalam menunaikan kewajiban dan selalu melanggar kesalahan, dan diantara mereka ada yang pertengahan, tidak ingin meningkatkan ketaatannya dari kemaksiatan dan sebaliknya, adapun golongan ketiga adalah yang mendapat kemenangan yaitu yang berlomba dalam mengamalkan kebajikan, meningkatkan ketaatan, serta banyak melakukan kebaikan-kebaikan. Allah berfirman :

" K =0 N  X m Z = "7 t " K =   Gu +W / 0 =Z v J   / \2       =5  N 6 "2 54 * +!   V4 w  Z   ;      2 . 9!:! $  (D   !: d7 :!f " K =0 N 7 3   0 “Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih diantara hamba-hamba Kami, lalu diantara mereka ada yang menganiaya diri sendiri dan diantara mereka ada yang pertengahan dan diantara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang sangat besar”. (Fathir : 32). al-ikhwan.net

Abu Ahmad

Pada pembahasan sebelumnya telah kami sebutkan nama-nama lain dari Al-Qur’an; AlQur’an dan Al-Kitab. Dan pada kesempatan ini kita membahas nama-nama lain dari AlQur’an, dan merupakan pembahasan terakhir -insya Allah- tentang nama-nama AlQur’an: 3. Ad-dzikru (Keagungan) Allah SWT berfirman : “Shad. Demi Al-Quran yang mempunyai keagungan”. (Shad : 12) dan Firman Allah : “Dan Kami turunkan kepadamu Al-Quran, agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan” (An-Nahl : 44). Dalam Al-Quran kata “Adz-Dzikru Al-Majid –Keagungan yang mulia” ditujukan kepada umat Islam, karena sebelumnya Al-Quran diingkari dengan pengingkaran yang keras, hidup dan mati tidak dirasakan oleh seorangpun. Kemudian Al-Quran meninggikan kedudukannya dan menempatkan ke tempat yang mulia, menyelamatkan kehidupan manusia, dan menjadikannya sebagai pemimpin dan panutan, menjadi pusat guru/pembimbing, penasehat dan pelindung. Dan umat –umat islam- ini tidak dikenal kecuali karena komitmen dengan nasehat robbani, muncul dengannya dan menonjol dari sisinya. Allah berfirman : “Sesungguhnya telah Kami turunkan kepada kamu sebuah kitab yang di dalamnya terdapat sebab-sebab kemuliaan. Maka apakah kamu tidak memahaminya”. (Al-Anbiya : 10) dan Firman Allah : “Dan sesungguhnya Al-Quran itu benar-benar adalah suatu kemuliaan besar bagimu dan bagi kaummu dan kelak kamu akan diminta pertanggungan jawab” (AzZukhruf : 44) “Adz-Dzikru” yang membawa berkah ini tidak akan memberikan faedah darinya kecuali bagi siapa yang memiliki hati yang hidup dan bergerak, sehingga keagungan Rabbani menyatu dengan hati dengan iman, hidup akan berjalan bersama Al-Quran menuju hati hinnga mampu menghidupkannya lebih bergairah. Akan tampak karakteristik kehidupan Qurani pada gerak-geriknya, dan tampak melalui prilaku yang menjadi buah yang matang baginya di tengah realita kehidupan. Allah berfirman : “Dan Kami tidak mengajarkan Sya’ir kepadanya (Muhammad) dan bersyair itu tidaklah layak baginya. Al-Quran itu tidak lain hanyalah pelajaran dan kitab yang memberi peringatan. Supaya dia –Muhammad- memberi peringatan kepada orang-orang yang hidup – hatinya- dan supaya pastilah –ketetapan – azab terhadap orang-orang kafir”. (Yasin : 69-70) 4. Ar-Ruh Allah berfirman : “Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu wahyu – Al-Qurandengan perintah Kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui Al-Kitab – Al-Qurandan tidak pula mengetahui apakah iman itu. Tetapi Kami menjadikan Al-Quran itu cahaya, yang Kami tunjuki dengan dia siapa yang Kami kehendaki diantar hambahamba Kami. Dan sesungguhnya benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus”. (Asy-Syura : 52) kita ambil ayat ini berdasarkan hakekatnya, dan kita ambil al-ikhwan.net

Abu Ahmad

karakteristik ini berdasarkan lahirnya. Karena Ruh yang sebenarnya hidup adalah kehidupan itu sendiri. Manusia dianggap mati diantara mayit yang lainnya, maka akan mati hatinya, begitupan perasaan dan panca indranya. Namun kemudian, akan hidup kembali bersama ruh Qura’ni yang menghidupkan, dengan ruh ini akan terbuka hatinya, indranya dan eksistensinya, sehingga dapat bergerak di dalam hatinya suatu kehidupan. Maha benar Allah yang telah berfirman : “Dan apakah orang yang sudah mati dia Kami hidupkan dan Kami berikan dengan cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan di tengah-tengah masyarakat manusia, serupa dengan orang yang keadaannya berada gelap gulita yang sekali-kali tidak dapat keluar dari padanya? Demikianlah Kami jadikan oran gyang kafir itu memandang baik apa yang mereka kerjakan”. (Al-An’am : 122) 5. An-Nur (Cahaya) Al-Quran merupakan cahaya yang menyinari hati orang yang beriman yang hidup dengan keimanan, menyinari kehidupannya hingga hidup menjadi cerah baginya, menyinari di bawah langit umat ini hingga menjadi sinar yang menerangi, memberi kebahagiaan, petunjuk dan kebaikan, menyinari umat manusia hingga dapat mengenal asalnya dan memberi petunjuk pada jalannya –jika hanya menginginkan jalan yang lurus-. Allah berfirman : “Sesungguhnya telah datang kepadamu Rasul Kami, menjelaskan kepadasmu banyak dari isi Al-Kitab yang kamu sembunyikan, dan banyak (pula yang ) dibiarkannya. Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allah dan Kitab yang menerangkan. Dengan Kitab itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keridloan-Nya ke jalan keselamatan. Dan (dengan kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan seizin-Nya, dan menunjuki mereka kejalan yang lurus”. (Al-Maidah : 15-16) dan Firman Allah : “Maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada cahaya (Al-Quran) yang telah Kami turunkan. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (At-Taghobun:8) 6. Al-Furqan (Pembeda antara yang haq dan bathil) Dengan Al-Quran seseorang dapat membedakan antara yang haq dan bathil, antara petunjuk dan kesesatan, antara cahaya dan kegelapan, di dalamnya terdapat satu-satunya kebenaran, hidayah dan cahaya, selainnya adalah bathil, sesat dan gelap…Allah berfirman : “Dia menurunkan Al-Kitab (Al-Quran ) kepadamu dengan sebenarnya; membenarkan kitab yang telah diturunkan sebelumnya dan menurunkan Taurat dan Injil. Sebelum (Al-Quran ), menjadi petunjuk bagi manusia. dan Dia menurunkan AlFurqon”. (Ali Imron : 3-4) dan Firman-Nya : “Maha suci Allah yang telah menurunkan Al-Furqon (Al-Quran) kepada hamba-Nya agar dia mengambil peringatan kepada seluruh alam”. (Al-Furqon : 1) 7. Al-Burhan (Bukti yang Nyata) Al-Quran adalah bukti yang datang dari Allah untuk hamba-hamba-Nya, memberikan dengannya hujjah atas mereka, menampakkan darinya dalil-dalil yang jelas dan kuat al-ikhwan.net

Abu Ahmad

terhadap tema-tema, nilai-nilai dan hakekat-hakekatnya baik dalam hal akidah dan kehidupan. Dan setiap orang yang berinteraksi dengan dalil-dalil Al-Quran dalam kemudahannya dan kegamblangannya, disertai dengan interaksi hati dan akal, lalu dihubungkan dengan dalil-dalil dan bukti-bukti serta neraca yang diberikan, ditentukan dan dibangun oleh akal manusia. Bagi siapa yang melakukan itu semua akan dapat memahami sebagian sisi dari bukti Al-Quran, kemudahan dan kegamblangannya. Allah berfirman : “Wahai sekalian manusia telah datang kepada kalian bukti yang nyata dari Tuhan kalian, dan Kami turunkan kepada kelian Cahaya yang nyata..Maka bagi siapa yang beriman kepada Allah dan berpegang teguh kepadanya maka kelak akan dimasukkan ke dalam rahmat yang datang dari-Nya dan karunia, dan diberikan petunjuk kejalan yang lurus”. (An-Nisa : 174-175) 8. Mauidzhah (Nasehat) dan Syifa (Penyembuh), Petunjuk dan Rahmat bagi orang-orang yang beriman Allah berfirman : “Wahai manusia, telah datang kepadamu (Al-Quran ) Pemberi nasehat dari Tuhanmu, penyembuh dari apa yang ada didadamu, petunjuk dan Rahmat untuk orang-orang yang beriman”. (Yunus : 57) Al-Quran adalah nasehat dari Allah, apakah ada nasehat yang lebih baik selain nasehat rabbaniyah? adakah ada nasihat yang lebih diterima oleh hati dan dlomir daripada nasihat yang terdapat dalam Al-Qur’an? Sesungguhnya nasehat-nasehat manusia walaupun memiliki balaghoh pengaruh yang tinggi, akan lemah berhadapan dengan nasehat Quraniyah atau mendekat darinya. Sekiranya para duat, pemberi nasehat menggunakan nasehat Quraniyah dan mengajarkan kepada umat Islam dengannya, maka akan lebih cepat merasuk ke dalam hati dan memberikan pengaruh kepada prilaku mereka serta memberikan kebaikan pada kehidupan mereka. Jika ada hati yang tidak mau menerima nasehat Quraniyah maka sebenarnya hatinya telah mati sehingga tidak bisa dimanfaatkan kembali. Nasehat Quraniyah akan melahirkan penyembuh di dalam dada, menyelesaikan apa yang ada di dalam hati dari berbagai penyakit, kotoran dan najis, untuk dikembalikan kepada asalnya, malakukan aktivitas sesuai dengan fitrahnya seperti yang telah Allah tetapkan fitrah tersebut kepada manusia, dan Al-Quran mampu –dengan seizin Allahmenyembuhkan dada dan hati dari berbagai penyakit materi dan jiwa, penyakit syubhat dan syahwat, penyakit mengikuti hawa nafsu dan penyimpangan, penyakit keraguan dan syirik, penyakit jiwa, penyakit panca indra dan anggota badan lainnya, penyakit politik, ekonomi, akhlak, masyarakat, kehidupan dan kebudayaan. Dengan pemahaman yang luas dan universal ini, maka kita wajib memperhatikan akan kesembuhan hati, menerimanya dengan lapang dada dan teliti, tidak melemahkan kita atas berbagai penyakit. Maha Benar Allah dengan Firman-Nya : “Dan Kami menurunkan Al-Quran yang terdapat di dalamnya Syifa (Penyembuh) dan Rahmat untuk orang-orang yang beriman”. (Al-Isra : 82).

al-ikhwan.net

Abu Ahmad

Dalam ayat dijelaskan bahwa nasehat pada suatu penyakit, kesembuhan Al-Quran untuk umat manusia secara keseluruhan, sebagaimana tahmat dan hidayah-Nya dikhususkan untuk orang-orang yang beriman, karena iman merupakan syarat utama untuk mendapatkan hidayah dan rahmat tersebut. 9. Bashair tahdi (Cahaya Hidayah) Allah berfirman : “Sesungguhnya telah datang dari Tuhanmu bukti-bukti yang terang; maka barangsiapa melihat (kebenaran itu) maka (manfaatnya) bagi dirinya sendiri; dan barangsiapa buta (tidak melihat kebenaran itu) maka kemudharatannya kembali kepadanya. Dan aku Muhammad sekali-kali bukanlah pemeliharamu”. (Al-An’am : 104) Allah juga berfirman : “Inilah bukti-bukti yang nyata dari Tuhanmu, pemberi petunjuk dan Rahmat bagi kaum yan gberiman”. (Al-A’raf : 203) Allah berfirman : inilah bukti-bukti yang nyata untuk manusia petunjuk dan rahmat bagi kaum yang yakin”. (Al-Jatsiah : 20) Dan inilah bukti-bukti Al-Quran; Pemberi petunjuk yang diberikan kepada manusia seluruhnya, namun bukti ini tidak bisa difahami kecuali dengan hati yang hidup, sehingga dirinya memiliki semangatan dalam berinteraksi dengannya, dan petunjuk dengannya dan memberi hidayah atas asasnya. Sesungguhnya setiap tubuh memiliki mata yang digunakan untuk melihat, hati memliki bashair yang dapat menerima petunjuk. Mata adalah bagian dari badan sedangkan bashair adalah hati, jika badan dan anggota tubuhnya tidak rusak maka manusia bisa hidup tanpanya, namun jika hati yang rusak maka ia akan buta dan tidak bermanfaat setelahnya kebaikan-kebaikan. Maha Benar Allah dalam Firman-Nya : “Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta ialah hati yang didalam dada”. (Al-Hajj : 46) Bashoir Quraniyah yang memberi petunjuk ini dapat diterima oleh hati yang beriman dapat membuka jendela-jendela dan celah-celahnya sehingga imannya, petunjuk, istiqomah dan keyakinannya terus bertambah, adapun hati yang keras dan kufur, maka akan tertutup pintunya di hadapan bukti-bukti ini, tdak ada yang dapat menutupnya selainnya, dan akan tetap tertutup. Maka bagaimanakah hidayah akan masuk ke dalamnya, kecuali akan bertambah kekufuran, najis, kegelapan dan buta. Allah SWT berfirman : “Dan apabila diturunkan suatu surat, maka diantara mereka (orang-orang munafik) ada yang berkata : “Siapakah diantar kamu yang bertambah imannya dengan (turunnya) surat ini ?” Adapun orang-orang yang beriman , maka surat ini menambah imannya, sedang mereka merasa gembira. Dan adapun orang-orang yang didal hati mereka ada penyakit, maka dengan surat itu bertambah kekafiran mereka, disamping kekafirannya (yang telah ada) dan mereka mati dalam keadaan kafir”. (At-Taubah : 124-125) Kita tutup pembicaraan tentang karakteristik, nama-nama, sifat-sifat, pengaruhpengaruh dan nilai-nilainya dengan ayat ini yang menjelaskan tabiat Al-Quran, kehidupan yang produktif dan kegairahan orang-orang beriman dengannya saat al-ikhwan.net

Abu Ahmad

mendengar ayat-ayat Al-Quran, menggerakkan hati orang-orang yang beriman, jeli, lemah lembut, pengaruh yang berurutan dari itu semua akan tampak atas anggota badan dan kulit, kemudian hasil dari ini semua adalah petunjuk robbani yang dijadikan sebagai buah keberkahan yang telah matang dari pohon Quraniyah yang kekal. Allah berfirman : “Apakah kamu tidak memperhatikan, bahwa sesungguhnya Allah menurunkan air dari langit, maka diaturnya menjadi sumber-sumber air dibumi kemudian ditumbuhkan-Nya dengan air itu tanaman yang bermacam-macam warnanya, lalu menjadi kering lalu kamu melihatnya kekuning-kuningan,kemudian dijadikan-Nya hancur berderai-derai. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat pelajaran bagi orangorang yang mempunyai akal. Maka apakah orang-orang yanr dibukakan Allah hatinya untuk (menerima) agama Islam lalu ia mendapat cahaya dari Tuhannya (sama dengan orang yang membatu hatinya)? Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang telah membatu h atinya untuk mengingat Allah. Merek aitu dalam kesesatan yang nyata. Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) Al-Quran yang serupa (mutu ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang, gemetear karenanya kulit orang-orang yang takut kepada Tuhannya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka diwaktu mengingat Allah. Itulah petunjuk Allah, dengan kitab itu Dia menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya.d an barangsiapa yang disesatkan Allah, maka tidak ada seorangpun pemberi petunjuk baginya”. (Az-Zumar : 21-23) ______________________________________ [1]. Mufrodat Al-Qur’an, hal. 402 [2]. Mufrodat Al-Qur’an, hal. 238 [3]. Mufrodat al-Qur’an, hal. 402 [4]. Mufrodat al-Qur’an, hal. 423 [5]. Lihat: An-Nabaul Adzim [6]. Mufrodat al-Qur’an, hal. 44

al-ikhwan.net

Abu Ahmad

ADABADAB-ADAB MEMBACA ALAL-QUR’AN Agar bacaan Al-Quran kita berkualitas dan bermanfaat, dan dapat memberikan nilai dan ganjaran dari hasil tadabbur kepadanya, serta memberikan pengaruh positif dan istiqomah kepadanya, sehingga dapat mengamalkannya seperti yang telah dicontohkan oleh Rasulullah saw dan para sahabatnya serta para salafus salih, maka selayaknya memperhatikan terlebih dahulu beberapa adab dan etika yang mesti dijalani dan komitmen dengan aturan-aturannya; baik sebelum atau saat membaca Al-Qur’an. Sebagian ulama banyak memberikan masukan tentang adab-adab dalam berinteraksi dengan Al-Qur’an, yang mana hal tersebut mereka dapati dari hadits-hadits Rasulullah saw dan sirah –sejarah- para sahabat, begitupun yang mereka dapati dari hasil interaksi mereka dengan Al-Qur’an, dan pengalaman mereka yang berharga dalam mentadabburkan Al-Qur’an. Para ulama yang menyusun cara membaca Al-Quran, juga menjabarkan beberapa adabadab dan sesuatu yang dibolehkan dalam membaca Al-Qur’an dan memberikan peringatan dari hal-hal yang makruh. Dan diantara ulama terkenal yang mempunyai pehatian terhadap adab-adab ini adalah Hujjatul Islam; Abu Hamid Al-Ghozali. Beliau berkata dalam kitabnya “Ihya Ulumuddin”; ada sepuluh adab dalam membaca Al-Quran untuk bisa dijadikan amalan zhahiri, dan sepuluh lainnya sebagai amalan bathini yang harus diterapkan oleh pembaca Al-Qur’an. Dan diantara ulama lainnya, Imam An-Nawawi yang menyusun kitab yang begitu indah dan bermanfaat yaitu “At-Tibyan Fi Adabi Hamlatil Quran” ; dalam dua bab; lima dan enam beliau mengkhususkan pembahasan tentang adab-adab membaca Al-Quran Begitupan Imam Suyuthi menyebutkan apa yang disebutkan Imam Al-Ghozali dan AnNawawi tentang Adab-adab membaca Al-Quran, sehingga beliau dapat menyusun kitab yang berjudul : ”Al-Itqon fi Ulumul Quran” bebrapa bagian dari adab-adab membaca. Adapun Adab-adab dalam membaca Al-Qur’an adalah sebagai berikut : 1. Memilih waktu yang cocok untuk membaca Al-Quran, dan seperti yang Allah telah tampakkan kepada para hamba-Nya, sehingga turun di dalamnya Limpahan Rahmat, adapun waktu yang cocok adalah sepertiga terakhir di waktu malam hari yaitu waktu sahur, kemudian yang lainnya pada siang hari. 2. Memilih tempat yang cocok seperti masjid sebagai salah satu dari rumah Allah, atau di pojokan dari bagaian rumahnya yang sengaja disediakan untuk ibadah, sehingga terhidar dari halangan-halangan, kesibukan-kesibukan lain dan suara gaduh, hendaknya menjauh dari kebisingan, teriakan dan pembicaraan tentang dunia, permainan dan canda anak-anak. Dan sangat baik jika membacanya di tengah kebun yang rindang, atau dekat pohon bunga yang harum dan pemandangan-pemandangan yang menyegarkan. Boleh al-ikhwan.net

Abu Ahmad

juga membaca Al-Quran di tengah kegaduhan dan keramaian seakan ia ingin memperlihatkan kepada yang lainnya, atau sambil jalan di jalan raya, atau saat mengendarai mobil atau kendaraan lainnya, walaupun tadabbur dalam kondisi demikian sangat sedikit. 3. Memilih tempat duduk yang cocok, keadaan yang khusus dan perkumpulan orangorang saleh sehingga ia dapat merasakan kehadiran Allah. Dan sehingga dapat membangkitakan ubudiyahnya kepada Allah, menampakkan ketundukan dan kerendahan hatinya. Jalsah yang paling baik bagi pembaca Al-Quran adalah : menghadap kiblat, sambil duduk seperti saat orang melakukan duduk tahiyat dalam shoalt –guna menampakkan jalsah ubudiyah- dan jika merasa letih dari jalsah ini, maka tetap diusahakan dengan posisi lain yang cocok dan menghadap kiblat. Dan ia berhak menentukan jalsah ini semaunya sehingga menampakan akan penghormatannya terhadap Al-Quran, kerendahan hati dan ketundukannya kepada Allah. 4. Suci lahiriyah; yaitu harus suci dari junub –hadats besar-, dan bagi wanita harus suci lebih dahulu dari junub, haid dan nifas, dan diutamakan juga suci dari hadats kecil yaitu dengan selalu dalam keadaan berwudlu, agar dapat merasakan pertemuan dengan Allah. Boleh juga membaca Al-Quran –baik untuk ibadah, manghafal atau belajar dan mengajar- tanpa harus berwudlu, karena tidak ada dalil dari Al-Quran yang menegaskan akan hal itu, begitupun dari hadits-hadits Nabi yang shohih tidak mensyaratkan demikian. Para ulama juga memberikan fatwa bagi seorang wanita yang punya gairah belajar dan mengajar –guru atau murid- dalam membaca Al-Quran untuk belajar dan mengajar walaupun dalam keadaan haid atau nifas atas dasar darurat”. 5. Mensucikan sarana-sarana digunakan untuk membaca Al-Quran, membersihkan halhal yang berhubungan dengan kemaksiatan, dosa dan kemungkaran, karena kebersihan dan kesucian tempat merupakan syarat mendapatkan manfaat ! bagaimana seseorang bisa baik membaca dan membersihkan, mentadabburkan dan memahaminya dengan mata yang berhadapan dengan kotoran ? atau dengan telinga yang dikotori suara kemungkaran dan seruling syetan ? atau dengan lisan yang berlumuran dengan najis ghibah, namimah –adu domba-, dusta, olok-olok, penghinaan, dan pelecehan ? bagaimana mungkin seseorang bisa berinteraksi padahal hatinya terkunci, tertutup, terdapat tembok penghalang dari syubhat-syubhat, syahwat, kecendrungan berbuat maksiat dan kemungkaran, mendekati perbuatan tercela dan haram, dirusak oleh penyakit dan amal riya, ujub dan takabbur ? Al-Quran seperti air hujan, hujan tidak akan memberi pengaruh pada bumi yang tandus dan bebatuan, tidak bisa hinggap diatasnya kecuali debu-debu yang beterbangan, demikian juga Al-Quran harus turun pada lingkungan yang baik agar dapat berinteraksi dengannya, memberi pengaruh dengannya dan hidup di bawah naungannya, yaitu panca indra dan hati. 6. Menghadirkan niat saat membaca Al-Qur’an, ikhlas karena Allah dan menjauhkan diri dari keinginan duniawi, agar dapat memperoleh ganjaran dalam membaca, mengamalkan dan beribadah dengannya, karena setiap amal bergantung pada niatnya, al-ikhwan.net

Abu Ahmad

dan Allah Maha Kaya tidak butuh akan kemusyrikan dan agar juga mendapat memahami Al-Quran dengan baik. Karena Ilmu, pemahaman dan tadabbur merupakan ni’mat dari Allah dan Rahmat-Nya, sedangkan Rahmat Allah tidak bisa bercampur dengan kemaksiatan, kedustaan dan kemungkaran !! 7. Mengembalikan jiwa kepada Allah dan berlindung dengan-Nya, memohon naunganNya, menerimanya dengan penuh keridhaan, atau seperti orang yang tenggelam memohon pertolongan, berlepas diri dari setiap daya dan upaya, atau ilmu dan akal, pemahaman dan kecerdasan, berkeyakinan dengan penuh bahwa semua itu tidak bermanfaat jika Allah tidak menganugrahkan kepadanya ilmu dan pengetahuan. 8. Membaca isti’adzah dan basmalah, sebagaimana Firman Allah : “Maka jika engkau akan membaca Al-Quran mohonlah perlindungan kepada Allah dari godaan syetan yang terkutuk yaitu dengan membaca “Audzubillah minassyaitanirrajim”. (An-Nahl : 98) menghidupkan makna “Istiadzah”, mentadabburkannya, mengakuinya dengan jujur dalam melafadzkannya, agar terealisasi makna istiadzah secara mutlak kepada Allah, agar Allah memberikan perlindungan kepadanya dari tipu daya syetan sebagai janji Allah kepada orang mu’min jika membaca Istiadzah –baik manusia maupun jinsehingga dia akan dilindungi dan dijauhkan darinya : “Dan apabila kamu membaca AlQuran niscaya Kami adakan antara kamu dan orang-orang yang beriman kepada kehidupan akhirat, suatu dinding yang tertutup. Dan Kami adakan tutupan di atas hati mereka dan sumbatan di telinga mereka, agar mereka tidak dapat memahaminya. Dan apabila kamu menyebut Tuhanmu saja dalam Al-Quran, niscaya mereka berpaling ke belakang karena bencinya”. (Al-Isra : 45-46) Adapun Basmalah merupakan bacaan pertama saat ingin membaca Al-Quran pada setiap surat -kecuali surat baraah- dan boleh juga dibaca saat memulai bacaan dipertengahan surat, atau dipotongan ayat, jika saat membaca Al-Quran terhenti sejenak lalu ingin memulainya kembali. Membaca Al-Quran merupakan pintu memohon barokah dan memulai dengan menyebut nama Allah, mengharap limpahan-Nya, kebekahan-Nya dan Rahmat-Nya. 9. Mengosongkan diri dari kesibukan dan dari menyelesaikan hajat lainnya, seseorang yang membaca Al-Qur’an hendaknya –saat membaca- tidak dalam keadaan lapar, dahaga dan dalam keadaan bimbang dan cemas, dalam keadaan dingin yang dahsyat atau panas yang menyiksa, duduk di depan televisi, matanya membaca Al-Quran sedangkan telinganya mendengarkan televisi, atau sambil menunggu makanan sedangkan jiwanya dan perasaannya sibuk menerima hidangan tersebut. 10. menghadirkan akal dan fikiran saat membaca Al-Quran dan memfokuskannya kepada Al-Quran saja, menghayalkan akan ayat-ayat yang dibaca, mencegahnya dari keterlantaran dan mengawang-awang dari fenomena-fenomena kehidupan, menggunakan segala celah pengetahuan, sarana tadabbur, perangkat talaqqi dalam jiwa dan perasaan, indra, akal, hati dan khayalan. Memfokuskan diri hanya kepada Al-Quran saja.

al-ikhwan.net

Abu Ahmad

11. Menghadirkan kekhusyuan yang laik menuju Kitabullah, saat membacanya, berusaha mendapatkan pengaruh positif dan interaksi, memperhatikan sebagain tauladan orang-orang yang khusyu dan merasuk saat membaca Al-Quran dari orang-orang salih. 12. menangis saat membaca, khususnya pada ayat-ayat tentang azab, atau tentang hari kiamat, yaitu saat melintasi ayat tentang peristiwa hari kiamat dan hari akhir, fenomena dan ketakutan yang akan terjadi didalamnya. Memperhatikan kekurangan dalam melaksanakan hak-hak dan berlebihan akan larangan Allah. Jika tidak bisa menangis maka usahakanlah berpura-pura menangis dan jika tidak mempu juga untuk menangis begitupun pura-pura menangis maka usakanlah untuk menangis dalam diri sendiri yaitu dalam hati. 13. mengagungkan Allah Yang telah menurunkan Al-Quran, merasakan akan kemuliaan-Nya, limpahan karunia dan rahmat-Nya, yang telah memerintahkan kepada hamba-Nya yang lemah. Pengagungan ini merupakan seruan –secara global- untuk mengagunkan Firman-firman-Nya, menerimanya untuk bisa berinteraksi, bertadabbur, bertarbiyah dan berkomitmen dengannya. Seakan dengan pengagungan kepada Allah dan dan Firman-Nya maka si pembaca komitmen dengan adab-adab tilawah lainnya dan menghadirkannya. Dan sarana yang paling penting untuk tilawah adalah dengan bekal yang besar dari nilai-nilai, hakikat-hakikat, pelajaran-pelajaran dan petunjukpetunjuknya. 14. Berhenti sejenak pada ayat-ayat yang dianggap perlu untuk ditadabburkan, memahami maknanya dan mengenal hakikat-hakikat yang terkandung di dalamnya, memperhatikan ilmu dan pengetahuan, pelajaran-pelajaran dan petunjuk-petunjuknya. Karena hal tersebut merupakan tujuan dari membaca Al-Quran, dan tidak akan bermanfaat tilawah jika tidak diiringi tadabbur ? tidak melahirkan pemahaman ? dan tidak memberikan kebaikan ? 15. Hanyut dan terpengaruh dengan ayat-ayat yang sesuai dengan tema dan alurnya, bergenbira saat membaca ayat-ayat yang berkenaan dengan kabar gembira, harapan dan cita-cita, sedih dan menangis saat mendapatkan ayat tentang peringatan, ancaman dan kecaman, senang ketika membaca ayat-ayat tentang ni’mat, takut dan khawatir saat melintasi ayat tentang azab, merenungi diri saat menemui ayat berkenaan dengan sifatsifat orang beriman agar berusaha melengkapi diri dari kekurangan. Dan ayat-ayat tentang sifat orang-orang kafir agar berusaha untuk menghindar dan menjauhinya. Membuka seluruh indranya ketika membaca ayat tentang perintah, kewajiban –taklifrabbani untuk bisa diamalkan, dan terhadap larangan dan hal-hal yang haram agar bisa dijauhkan. Jika membaca ayat tentang kenikmatan dia berharap kepada Allah menjadi pemiliknya, jika membaca ayat tentang azab memohon perlindungan kepada Allah agar dijauhi darinya, dan menjawab terhadap pertanyaan-pertanyaan Al-Quran, mengamalkan segala perintah dn taklif –kewajiban, berlepas diri dari kekufuran dan sifat-sifatnya, pakewuh terhadap orang –orang beriman dan menjadikan mereka sebagai pemimpin.

al-ikhwan.net

Abu Ahmad

16. Pembaca hendaknya merasa bahwa dirinyalah seakan yang diajak bicara –objekdari ayat yang dibacanya, dia yang diberikan atas taklifat –kewajiban-, menghidupkan perasaan ini, mencari hasil-hasil dan pengaruhnya terhadap dirinya dan persendiannya. Karena itu, boleh berhenti lama saat berhadapan dengan ayat tentang apa yang di minta dan dilarang. Berhenti sejenak saat membaca ayat yang berbunyi : “Wahai orang-orang yang beriman” “Wahai sekalian manusia” “Wahai manusia” membuka celah-celah hatinya untuk dapat menerima, berinteraksi dan memenuhi panggilan, karena setelah seruan tersebut bisa berupa perintah yang harus dilaksanakan atau larangan tentang yang harus dijauhi, atau celaan yang harus diperhatikan atau peringatan yang harus dijadikan pelajaran, atau taujih –arahan- menuju kebaikan dan hidayah yang harus diraih segera. 17. Menghindarkan diri dari tembok yang dapat menghalangi untuk memahami dan mentadabburkan Al-Quran, seperti bertolak belakangnya adab dan kaedah seperti yang telah disebutkan sebelumnya, karena jika terjadi pencampuaran dengan yang bertentangan maka muncul hijab yang dapat menutupi antara si pembaca dan Al-Quran itu sendiri, penutup tirai yang tebal yang dapat menutupi cahaya Al-Quran dan petunjuknya. 18. Bagi yang mendengar dan mentadabburkan Al-Quran terhadap bacaan orang lain atau di dengar melalui radio atau kaset rekaman, hendaknya juga memperhatikan etika dan adab-adab yang telah disebutkan, lebih giat lagi untuk mendengarkannya, berdiam diri, tadabbur dan talaqqi, jangan membuka kedua telinga saja namun juga membuka segala celah-celahnya seperti talaqqi, interaksi di dalam dirinya, baik indra dan perasaan, khusyu’ dalam mendengarkannya, terutama yang terkait dengan arahan Rabbani yang lurus sesuai dengan Firman Allah SWT : “Dan Apabila dibacakan ayatayat Al-Quran maka dengarkanlah dan diamlah agar kalian dirahmati”. (Al-A’rof : 204) .

al-ikhwan.net

Abu Ahmad

TEORI PERGERAKAN DALAM MENTADABBURKAN DAN BERINTERAKSI DENGAN ALAL-QURAN Mentadabburkan Al-Quran merupakan kewajiban dan berinteraksi dengannya merupakan dharuri -keharusan –, sedangkan hidup di bawah naungannya merupakan keni’matan yang tidak dapat dimiliki kecuali orang yang dapat merasakannya, keni’matan yang memberikan keberkahan hidup, mengangkat dan mensucikannya. Hal ini tidak akan dirasakan kecuali bagi siapa yang benar-benar hidup dibawah naungannya, merasakan berbagai keni’matan yang bisa dirasakan, mengambil dari pengaruh-pengaruhnya dari hal-hal yang dapat diraih, mendapatkan darinya kelembutan, kebahagiaan, ketenangan, ketentraman, kenyamanan dan kelapangan. [1] Disini kami ingin memberikan kepada pembaca yang budiman ungkapan-ungkapan yang baik dan bermutu tentang pengalaman nyata yang dilakukan oleh seorang pemikir muslim kontemporer Asy-Syahid Sayyid Qutb yang terekam dalam kitabnya Fi Dzilali Al-Quran, kami akan meringkas ungkapan-ungkapan tersebut sesuai dengan kebutuhan zaman dan dapat memberikan penerangan bagi para pembaca jalan yang benar dalam rangka mentadabburkan Al-Quran dan memahaminya, menelaah teori yang benar dalam berinteraksi dengan Al-Quran, beraktivitas dan hidup di bawah naungannya. Teori ini harus diketahui oleh kaum muslimin, agar mereka dapat memahami kunci pergerakan dalam membuka rahasia-rahasia pergerakan Al-Quran yang sangat berharga. Kami menyerukan seperti yang telah diserukan oleh guru kita Ustadz Sayyid Qutb, dengan teori yang baru dalam memahami, mentadabburkan dan menafsirkan Al-Quran, yaitu teori Tafsir al-haraki “Tafsir Pergerakan” yang oleh Ustadz Sayyid Qutb dianggap sebagai puncak dan pemberi penjelasan akan dasar-dasarnya, peletak madrasah “tafsir pergerakan” yang menjadikan Al-Quran hidup dengan nyata dan memberi pengaruh positif bagi kaum muslimin kontemporer. Yang mana Allah telah menganugrahkan kepadanya kunci yang fundamental “kunci pergerakan” yang dapat membuka rahasia-rahasia Al-Quran, yang ingin dihadirkan dalam kitabnya Fi Dzilal AlQuran. [2] Sesungguhnya masalah ini –dalam memahami petunjuk-petunjuk Al-Quran dan sentuhan-sentuhannya- bukanlah terletak dalam memahami lafazh-lafazh dan kalimatkalimatnya, dan bukan pada tafsir Al-Qur’an – sebgaimana yang kita sangka !- . Namun masalahnya adalah kesiapan jiwa dengan menghadirkan perasaan, indra dan pengalaman : persis seperti kesiapan perasaan, indra dan pengalaman saat diturunkannya Al-Quran, yang selalui menyertai kehidupan jamaah muslimah yang bergelut dalam peperangan, bergelut dalam jihad; jihadun nafs –jihad melawan hawa nafsu-, dan jihadun nas –jihad melawan manusia-; jihad melawan nafsu angkara dan jihad melawan musuh; Dengan melakukan usaha dan pengorbanan, takut dan harap, kuat dan lemah, jatuh dan bangkit; Dalam lingkungan kota Mekkah yang keras dan saat da’wah berkembang; dalam kondisi minoritas dan lemah serta asing di tengah-tengah umat yang kafir; di tengah lingkungan yang terkucil dan terkepung, lapar dan sakit, al-ikhwan.net

Abu Ahmad

tertekan dan terusir, dan terembargo –terputus- dari berbagai sarana kecuali hanya mengharap dari Allah. Atau di tengah dan lingkungan Madinah : lingkungan pergerakan pertama bagi masyarakat muslim yang berada dan menghadapi antara tipu daya, kemunafikan, penuh kedisiplinan dan kebebasan menunaikan perintah Allah; suasana perang Badar, perang Uhud dan perang Khondaq serta perjanjian Hudaibiyah. Pada suasana “Al-Fath” (kemenanagan), saat perang Hunain, perang Tabuk. Pada saat pertumbuhan umat Islam yang pesat, perkembangan sistem kemasyarakatan yang cepat dan persatuan yang hidup antara perasaan, kemaslahatan dan prinsip dalam memuliakan pergerakan dan dalam naungan sistem. Dalam suasana seperti itu semua ayat-ayat Al-Quran diturunkan, sehingga memberi kehidupan yang baik dan faktual; melalui kalimat-kalimat yang penuh hikmah, ungkapan-ungkapan yang penuh pelajaran,petunjuk-petunjuk yang penuh berkah serta sentuhan-sentuhannya yang penuh dengan kelembutan. Dalam suasana seperti itu dan dalam menyertai awal pergerakan pelaksanaan kehidupan Islam yang baru; Al-Quran diturunkan dengan membawa kandungan ayat yang membukakan hati yang tertutup dan melembutkan jiwa yang keras, dan memberi petunjuk pribadi yang sesat; memberikan rahasia-rahasianya, menebarkan keharuman, dan membimbing kepada petunjuk dan cahaya” [3] Dari paargraf diatas dapat kita ambil kesimpulan bahwa pokok utama yang harus kita jadikan pegangan dalam menafisrkan Al-Quran dan mentadabburkannya adalah sebagai berikut : 1. Membekali diri dengan pengalaman dalam memahami sentuhannya.

persiapan perasaan, nash-nash Al-Quran

pengetahuan –indra- dan dan merasakan sentuhan-

2. Mempokuskan diri –dengan instink, perasaan dan indranya- pada suasana dan lingkungan saat diturunkannya Al-Quran, baik lingkungan di Mekkah atau di Madinah, agar dapat menemukan jejak rahasia dan pengaruh Al-Quran dalam memberikan petunjuk kepada generasi salaf. 3. Memperhatikan sikap para sahabat –lingkungan Mekkah dan Madinah- dengan memahami dan berinteraksi dengan Al-Quran serta kehidupan mereka bersama AlQuran. 4. Menenliti beberapa tujuan utama Al-Quran, metode aktual pergerakan yang di celupkan terhadap kehidupan umat Islam, serta diturunkannya Al-Quran secara realita; dengan sungguh-sungguh, sadar dan giat. 5. Mengamalkannya dan menerapkannya dalam kehidupan da’wah dalam jihad; seperti halnya yang diterapkan oleh para sahabat –khususnya pada periode “Mekkah”- dan pergerakan teoritis jihad bersama Al-Quran, mensibukkan diri, perasaan dan angoota

al-ikhwan.net

Abu Ahmad

tubuh lainnya dengan Al-Qur’an, dan memahami kondisi jiwa yang berat saat dan siksaan diterima saat menerapkan Al-Qur’an dalam kehidupan sehari-hari. 6. Menerima Al-Quran dengan sepenuh hati, sehingga didapati darinya jawaban yang nyata dan obat penyembuh dari segala permasalahan yang dihadapi dan penyakit yang diderita; baik jiwa, ruh dan jasad serta akal fikiran. Jika kita pindahkan perhatian kita kepada “Fi Dzilal Al-Quran” untuk membahas ungkapan-ungkapan yang menjelaskan teori pergerakan dalam mentadabburkan dan menafsirkan Al-Quran. Maka akan kita dapatkan banyak sekali hal-hal yang terkait dengan kenikmatan hidup bersama Al-Qur’an. Ustadz Sayyid Qutb menyeru kepada kita untuk hidup di bawah naungan Al-Quran – sebagaimana ia hidup di dalamnya- untuk menemukan rahasia, tabiat dan kuncikuncinya. Hidup di bawah naungan Al-Quran, bukan berari mempelajari Al-Quran dan membacanya serta menelaah ilmu-ilmu yang berkaitan dengannya. Namun yang dimaksud disini adalah hidup di bawah naungna Al-Quran: Manusia berada di bawah naungannya; dalam berbagai suasana dan kondisi; dalam bergerak, saat lelah, saat bertarung, dan saat sedih serta saat bergembira dan senang. Seperti yang terjadi pada masa awal turunnya Al-Quran..!! ;Hidup dengannya dalam menghadapi kejahiliaan yang menggejala dipermukaan bumi saat ini; dalam hatinya, niatnya dan geraknya; terpatri dalam jiwanya yang selalu bergelora akan ruh Islam; dalam jiwa umat manusia dan dalam kehidupannya dan kehidupan seluruh manusia juga. Hidup yang berhadapan dengan kejahiliaan; dengan berbagai penomena-fenomenanya, tindak-tanduknya dan adat istiadatnya; dengan seluruh geraknya dan tekanan yang dilancarkannya, bahkan -jika perlu- perang dengannya sebagai usaha untuk mempertahankan aqidah rabbaniyah, sistem rabbani, segala methode dan gerak yang bermanhaj robbani. Inilah lingkungan Al-Quran yang mungkin manusia bisa hidup di dalamnya, merasakan kenikmatan hidup di dalamnya, karena dengan lingkungan demikianlah Al-Quran turun, sebagaimana dalam lingkungan begitu pula Al-Quran diamalkan. Bagi siapa yang tidak mau menjalani kehidupan seperti itu, maka dirinya akan jauh dan terkucil dari hidayah Al-Quran, walaupun mereka tenggelam dalam mempelajarinya, membacanya dan menelaah ilmu-ilmu yang berkaitan dengannya. Usaha yang mesti kita kobarkan untuk membangun jembatan antara orang-orang yang mukhlis dan Al-Quran bukanlah tujuan kecuali setelah melintasi jembatan tersebut hingga sampai pada satu tempat lain dan berusaha menghidupkan lingkungan Al-Quran secara baik; dengan amal dan pergerakan. Hingga pada saatnya nanti mereka akan merasakan keberadaan Al-Quran; menikmati kenikmatan yang telah Allah anugrahkan kepada siapa yang Dia kehendaki. [4]

al-ikhwan.net

Abu Ahmad

Dan menunjukkan kepada kita cara yang terbaik dalam membaca, mentadabburkan, dan mendapatkan rahasia-rahasia dan kandungan Al-Quran, beliau berkata : “Sesungguhnya Al-Quran harus dibaca, para generasi umat islam hendaknya menelaahnya dengan penuh kesadaran. Harus ditadabburi bahwasannya Al-Quran memiliki arahan-arahan yang hidup, selalu diturunkan hingga hari ini guna memberikan solusi pada masalah yang terjadi saat ini dan menyinari jalan menuju masa depan yang gemilang. Bukan hanya sekedar ayat dibaca dengan merdu dan indah, atau sekedar dokumentasi akan hakekat peristiwa yang terjadi pada masa lampau. Kita tidak akan bisa mengambil manfaat dari Al-Quran ini sampai kita mendapatkan darinya arahan-arahan tentang kehidupan realita kita pada saat ini dan mendatang, sebagaimana yang telah didapati oleh para generasi islam pertama, saat mereka mengambil dan mengamalkan arahan-arahan dan petunjuk-petunjuk Al-Quran dalam kehidupan mereka. Saat kita membaca Al-Quran dengan penuh penghayatan, maka kita akan dapati apa yang kita inginkan; Kita akan dapati keajaiban yang tidak terbetik dalam jiwa kita yang pelupa ! kita juga akan dapati kalimat-kalimatnya yang teratur, ungkapan-ungkapannya yang indah, dan petunjuk-petunjuknya yang hidup, mengalir dan bergerak serta mengarahkan menuju petunjuk jalan yang lurus” [5] Disebutkan –dalam pembukaan surat Ali Imron sebagai surat peperangan dan pergerakan- tentang kenikmatan hidup dengan Al-Quran dan syarat-syarat untuk mencapai dan meraihnya. Akan tampak disana kerugian yang mendalam antara kita dan Al-Quran jika kita tidak berusaha mengamalkannya secara baik, menghadirkan dalam persepsi kita bahwa Al-Quran ini diberikan kepada umat yang giat dan punya kesemangatan hidup, memiliki eksistensi diri dengan baik, dan menghadapi berbagai peristiwa-peristiwa yang menimpa dalam kehidupn umat ini. Akan tampak disana dinding pemisah yang sangat tinggi antara jiwa kita dan Al-Quran, selama kita membacanya atau mendengarnya seakan ia hanya sekedar bacaan ibadah saja dan tidak memiliki hubungan denga realita kehidupan manusia saat ini. Mukjizat Al-Quran yang mengagumkan meliputi, saat dia diturunkan guna menghadapi realita tertentu dan umat tertentu, pada masa dari masa-masa sejarah yang tertentu, khususnya umat ini yang berada dalam menghadapi perang yang sangat besar yang berusaha mengubah sejarah ini dan sejarah umat manusia seluruhnya. Namun – besamaan dengan ini- Al-Quran diperlakukan, dihadirkan dan dimiliki hanya untuk menghadapi kehidupan modern saja, seakan-akan dia diturunkan pada saat menanggulangi jamaah Islam pada permasalahan yang sedang berlangsung, dalam peperangan yang terjadi dengan jahiliyah disekitarnya. Agar kita dapat meraih kekuatan yang dimiliki Al-Quran, mendapatkan hakekat yang terdapat di dalamnya dari kehidupan yang menyeluruh, meraih petunjuk yang tersimpan untuk jamaah muslimah pada setiap generasi. Maka selayaknya kita harus menghadirkan persepsi kita seperti generasi Islam pertama saat diturunkan kepada mereka Al-Quran pertama kali sehingga mereka bergerak dalam realita kehidupan mereka secara nyata. al-ikhwan.net

Abu Ahmad

Dengan teori ini kita akan dapat melihat kehidupan yang bergerak di tengah kehidupan generasi Islam pertama, dan begitupun dengan kehidupan kita saat ini; kita merasakan bahwa Al-Qur’an akan selalu bersama kita saat ini dan nanti –masa mendatang-, dan AlQur’an bukan hanya sekedar bacaan saja yang jauh dari kehidupan nyata yang terbatas. [6] “Bahwa nash-nash Al-Quran tidak akan dapat difahami dengan baik hanya melalui pemahaman dari petunjuk-petunjuk secara bayan dan bahasa saja, namun yang pertama kali -dan sebelum yang lainnya- yang harus dilakukan adalah dengan merasakan kehidupan dalam suasana sejarah pergerakan dan dalam realita positif, dan menghubungkannya dengan realita kehidupan nyata. Karena Al-Qur’an tidak akan terbuka rahasianya hanya melalui pandangan yang jauh ini kecuali dalam wujud persesuaian realita sejarah, sehingga akan tampak sentuhan-sentuhannya yang kontinyu, objektivitasnya yang terus menerus. Namun bagi siapa yang bergerak dengan ajarannya saja, yaitu mereka yang hanya membahas nash-nash Al-Quran dari segi bahasa dan bayan saja, maka hanya akan mendapat luarnya saja, sementara bagian dalamnya jauh dari hatinya. [7] Sesungguhnya Al-Quran memiliki tabiat pergerakan dan misi yang nyata, hidup dan bergerak, dari sini berarti Al-Quran tidak akan bisa dirasakan dan dinikmati dengan baik kecuali bagi siapa yang bergerak secara benar dan pasti dalam realita kehidupannya. Beliau berkata : “sesungguhnya Al-Qur’an tidak bisa dirasakan kecuali yang turun dan bergelut dalam kancah peperangan ini, bergerak seperti yang terjadi sebelumnya saat pertama kali diturunkan Al-Quran. Sedangkan mereka Mempelajari Al-Quran dari segi bayan atau sekedar seninya saja, maka tidak akan dapat memiliki hakekat kebenaran sedikitpun darinya hanya sekedar duduk-duduk, berdiam diri dan merasa tenang, namun jauh dari kancah pertempuran dan jauh dari pergerakan. Bahwa hakekat Al-Quran ini, selamanya tidak akan dapat direngkuh oleh orang-orang yang malas; dan bahwa rahasia yang terkandung didalamnya tidak akan muncul bagi siapa yang terpengaruh dengan ketentraman dan ketenangan beribadah kepada selain Allah, bergaul untuk thogut-thogut musuh Allah dan umat Islam. [8] Bahwa pengertian diatas dikuatkan dengan pernyataan lainnya : “Demikianlah AlQuran akan terus bergerak pada hari ini dan esok –masa mendatang- dalam memunculkan kebangkitan Islam, menggerakannya dalam jalan da’wah yang terprogram”. Gerakan ini tentunya butuh kepada Al-Quran yang memberikan ilham dan wahyu. Ilham dalam manhaj haraki, konsep dan langkah-langkahnya, sedangkan wahyu mengarahkan konsep dan langkah tersebut jika dibutuhkan, dan memberi kekuatan batin terhadap apa yang akan dihadapi di penghujung jalan. Al-Quran –dalam persepsi ini- tidak hanya sekedar ayat-ayat yang dibaca untuk meminta berkah, namun didalamnya berlimpahan kehidupan yang selalu turun atas

al-ikhwan.net

Abu Ahmad

jamaah muslimah yang bergerak bersamanya, mengikuti arahan-arahannya, dan mengharap ganjaran dan janji Allah SWT. Inilah yang kami maksud bahwa Al-Quran tidak akan terbuka rahasia-rahasianya kecuali bagi golongan muslim yang berinteraksi dengannya untuk merealisasikan petunjuk-petunjuknya di alam realita, bukan bagi mereka yang hanya sekedar membacanya untuk meminta berkah ! bukan bagi mereka yang membacanya hanya untuk belajar seni dan keilmuan, dan juga bukan bagi mereka yang hanya mempelajari dan membahas dalam bidang bayan saja ! Mereka semua sama sekali tidak akan mendapatkan dari Al-Quran sesuatu apapun, karena Al-Quran tidak diturunkan bukan untuk sekedar dipelajari dan dijadikan mata pelajaran namun sebagai pelajaran pergerakan dan taujih –pemberi petunjuk dan arahan.” [9] Karena itu, bersegeralah memperbaiki pemahaman Al-Quran dan mentadabburkannya, berinteraksi dengannya seputar teori pergerakan, menggunakan kunci-kunci yang memberi petunjuk dalam berinteraksi dan mentadabburkan Al-Qur’an. Karena yang demikian sesuai dengan tabiat dasar Al-Quran yang mulia dan karakteristiknya yang unik. Dan ketahuilah bahwa yang demikian itu adalah “Realita pergerakan” sebagai kunci dalam berinteraksi dengan Al-Kitab yang mengagumkan dan mukjizat yang indah dan memberi petunjuk. ”Karena itu gerakan Islam akan selalu berhadapan –yang menjadi kebutuhan dan tuntutan- setiap kali berulang masa ini (masa penghalangan da’wah Islam di Mekkah antara tahun kesedihan dan Hijrah), seperti yang dihadapi gerakan Islam sekarang di era modern ini. Dan yang demikian harus disertai dengan keadaan, situasi, kondisi, kebutuhan, dan tuntuan realita amaliyah seperti saat diturunkannya Al-Quran pertama kali. Dan hal tersebut guna mengetahui arah tujuan nash dan aspek-aspek petunjuk-petunjuknya, meneropong sentuhan-sentuhannya yang selalu bergerak di tengah kehidupan yang selalu berhadapan dengan realita sebagaimana makhluk hidup yang bergerak – berinteraksi dengannya atau berseberangan dengannya. Pandangan ini merupakan perkara yang sangat urgen guna memahami hukum-hukum yang terkandung dalam AlQuran dan merasakan kenikmatan bersamanya. Sebagaimana ia juga sangat penting untuk dapat memanfaatkan petunjuk-petunjuknya setiap kali berulang suasana dan situasi di masa sejarah yang akan datang, khususnya zaman yang sedang kita hadapi saat ini, saat kita bergelut dalam pergerakan da’wah islam. Bahwa tidak akan ditemukan pandangan ini kecuali mereka yang bergerak secara pasti dengan agama ini dalam menghadapi dan memberantas kejahilian modern, karena umat akan menghadapi peristiwa, suasana dan situasi seperti yang di hadapi oleh generasi awal da’wah dan kaum kaum muslimin bersamanya. [10]

al-ikhwan.net

Abu Ahmad

____________________________________ Maraji’ [1]. lihat: Muqaddimah Fi Zhilalil Quran dan Biodata Sayyid Qutb pada surat Al-A’raf. [2]. Lihat: Al-Manhaj Al-Haraki Fi Az-Zhilal. [3]. Lihat: Khasais At-Tashawur Al-Islami, Sayyid Qutb, hal. 7-8 [4]. Lihat: Fi Zhilalil Qur’an, jil. 2, hal. 1016-1017 [5]. Lihat: Fi Zhilalil Quran, jil. 1, hal. 61 [6]. Lihat: Fi Zhilalil Quran, jil. 1, hal. 348-349 [7]. Lihat: Fi Zhilalil Quran, jil 3, hal. 1453 [8]. Lihat: Fi Zhilalil Quran, jil. 4, hal. 1864 [9]. Lihat: Fi Zhilalil Quran, jil. 4, hal. 1948 [10]. Fi Zhilalil Quran, jil. 4, hal. 2121-2122

al-ikhwan.net

Abu Ahmad

LANGKAHLANGKAH-LANGKAH PRAKTIS DALAM MEMAHAMI DAN BERINTERAKSI DENGAN ALAL-QURAN Bagi pembaca Al-Quran hendaknya lebih dahulu memperbaiki bacaannya, pemahamannya, dan bertadabbur di dalamnya, berhenti sejenak untuk menafsirkannya dengan singkat yang memiliki hubungan dengan petunjuk, memahami bagaimana berinteraksi dengannya, menelaan dan hidup dengannya..kaena itu hendaknya ia mengikuti –dalam bacaannya- petunjuk yang telah ditentukan yang memiliki langkahlangkah yang berjenjang dan jelas serta pase yang berkesinambungan. Disini kami mencoba menyebutkan langkah-langkah praktis agar dapat memahami dan berinteraksi dengan Al-Quran, dan hanya kepada Allah kita memohon pertolongan dan petunjuk. 1. Hendaknya memperhatikan lebih dahulu adab-adab tilawah –yaitu seperti yang telah kami jabarkan inti-intinya sebelumnya- merenungkannya, komitmen terhadapnya dan menerapkannya semaksimal mungkin, agar dia dapat masuk dan mengrungi alam AlQuran, tentram hidup dibawah naungan dengan Al-Quran, menghadirkan nilai-nilai dan hakekat-hakekat yang terkandung di dalamnya, menyingkap petunjuk-petunjuk dan arahan-arahannya, merasakan naungan dan sentuhan-sentuhannya. Bagi siapa yang tidak komitmen dengan adab-adab tersebut, maka bagaimana bisa menyatu dengan AlQuran ?. 2. Membaca surat, juz atau potongan ayat dengan tenang, khusu’ dan tadabbur; santai, tidak tergesa-gesa dan tidak terlalu keras. Jangan niatkan diri hanya ingin menyelesaikan bacaannya saja dan menghatamkan satu juz, atau tujuannya berapa halaman telah dibaca dan berapa ayat telah dilalui, dan berapa ganjaran yang telah dikumpulkan. Jangan menghayalkan akan perkara ini sehingga dirinya tidak melakukan tadabbur, atau bisa jadi ada tembok tinggi yang menghalangi cahaya Al-Quran yang akan masuk ke dalam hatinya. 3. Berhenti sejenak di depan ayat yang dibacanya, dengan tenang dan penuh ketelitian serta -sebisa mungkin- diulang-ulang, agar dapat mengambil sebagian karunia Allah dari rahasia, ilmu, pengetahuan dan nilai-nilainya. Jangan membaca Al-Quran dengan matanya saja, atau dengan pendengaran dari telinganya saja, namun dibaca oleh seluruh anggota tubuhnya, didengar oleh perasaan dan indranya, dihidupkan dengan seluruh jiwa kemanusiaannya, berinteraksi dengannya untuk mendapatkan pengaruh darinya serta membuka segala sendi kehidupannya. 4. Dirinya harus betul-betul menghayati ayat yang dibaca, mengulangi bacaannya beberapa kali, jangan bosan dengan hal tersebut atau merasa letih, walaupun herus dilakukan dalam waktu lama dan diulang berpuluh-puluh kali. Banyak dari para ulama yang berlama-lama dalam mengamati satu ayat Al-Qur’an yang ada dihadapannya, membacanya di malam hari secara keseluruhan.

al-ikhwan.net

Abu Ahmad

5. Menelaah dengan rinci konteks ayat : susunannya, alurnya, maknanya dan kapan dan dimana turunnya, kata-kata yang asing dan I’rabnya, memperhatikan makna-maknanya, petunjuk-petunjuk dan arahan-arahannya. Dan tidak boleh meninggalkannya ke tempat lain kecuali setelah mendalami betul apa yang dibaca sebelumnya, dan bisa menafsirkan dan memahaminya. 6. Memperhatikan aspek realitas ayat, kesesuaiannya dengan realita dan solusi yang terdapat di dalamnya, dengan menjadikan ayat sebagai tolok ukur untuk menyelesaikan permasalahan hidup, timbangan yang memberikan solusi disekitar permasalahan dan apa yang berhubungan dengannya, cahaya yang menyinari jalan hidupnya. Sekiranya hal tersebut dapat dilakukan secara baik, niscaya dapat mudah mengambil intisari dari ayat yang tidak akan pernah habis, bahkan menambah keagungan Al-Quran. 7. Kembali kepada pemahaman para salafussolih –khususnya para sahabat- terhadap ayat, tadabbur mereka dan kehidupan mereka dengannya, menelaah penerimaan dan interaksi mereka dengan Al-Quran, memperhatikan kondisi, situasi, keadaan dan kebutuhan yang menjadi solusi darinya, merenungkan dan mentadabburkan dari apa yang diriwayatkan dari mereka tentang ungkapan-ungkapan dalam memahami dan menafsirkannya. (lihat materi ini pada judul: Al-Qur’an di mata para nabi, di mata para sahabat dan di mata para tabi’in) 7. Mengungkap pendapat sebagian para mufassirin terhadap ayat Al-Quran, memilih kitab-kitab tafsir yang bermutu dan ilmiyah, original, bagus, sistematis dan terpercaya. Sehingga dapat meluruskan pandangannya terhadap Al-Quran dan merasakan kenikmatan darinya, dan apa yang telah dikeluarkan dari hukum-hukum, nilai-nilai, petunjuk-petunjuk dan sentuhan-sentuhannya, dan juga dapat menjauhi apaapa yang bertentangan dengan dasar-dasar keilmuan yang telah ditetapkan oleh para ulama Al-Quran. jika kita ingin mendapatkan nasehat dengan kitab-kitab tafsir yang berinteraksi dengan Al-Quran maka hendaknya menelaah pada pase pertama terhadap kitab yang ringkas yang memberikan makna ayat-ayat yang asing dalam alur Qurani. Sedangkan kitab tafsir yang baik pada masalah ini dan paling ringkas adalah “Kalimat Al-Quran tafsir dan bayan” Syekh Hasanin Makhluf. Setelah membaca Al-Quran dan menelaah makna-maknanya dari kitab ini maka hendanya mencari buku tafsir kontemporer yang banyak memberikan apa yang menjadi tuntutan dalam ayat tersebut, dan hal ini tidak akan ditemui kecuali dalam kitab tafsir “Fi Dzilal Al-Quran” As-Syahid Sayyid Qutb. Kemudian menelaah juga kitab tafsir klasik yang banyak memberikan pemahaman tentang ayat-ayat, konteknya, i’rabnya, tempat turunnya dan hukum-hukumnya –dengan bermacam buku sesuai dengan zaman, pendidikan dan sekolah setiap para mufassir mereguk ilmu- bisa juga dengan memilih kitab “Tafsir Al-Quran Al-Adzim” Imam Ibnu Katsir, atau kitab “AlJami Li Ahkam Al-Quran” Imam Al-Qurtubi, atau kitab “Fathul Qodir” Imam AsySyaukani, atau kitab “Raghaib Al-Quran” Al-Qami An-Naisaburi atau kitab-kitab lainnya. al-ikhwan.net

Abu Ahmad

MENJADIKAN ALAL-QUR’AN SEBAGAI WIRID HARIAN Dalam pembahasan ini kami akan menghadirkan kepada para pembaca dan pecinta AlQur’an dan bersuka ria dapat berinteraksi dengannya setiap hari, beberapa nasehat akan urgensi menjadikan Al-Quran sebagai bagian dari wirid harian dan amalan wajib yang tidak boleh dilanggar walau hanya sehari sekalipun, walaupun kesibukan yang banyak dan kewajiban yang bertumpuk ada dihadapannya. Paling tidak ada 3 wirid harian Qur’ani yang mesti kita jalankan, agar kita mendapatkan julukan sebagai ahlul Qur’an dan ingin mendapatkan karomah (kemuliaan) Al-Qur’an serta kelak mendapatkan syafaat pada hari kiamat. sebagaimana yang disabdakan oleh nabi saw:

 :!#J  p% HZT P 0    ` ;  Rx S!y  G9! . &(4   N z( j  “Bacalah Al-Qur’an, niscaya dia (Al-Qur’an) akan datang pada hari kiamat -nantimemberikan syafaat kepada orang yang membacanya”. (Muslim) Wirid Pertama : Wirid Dalam Membaca Membca Al-Quran hendaknya –dengan adab-adab yang telah kami sebutkan sebelumnya- jangan mengurangi wirid tersebut kurang dri satu juz Al-Quran, sehingga bisa mengkhatamkan Al-Quran setiap bulan satu kali, -sebagai batasan terendah yang ditetapkan oleh Rasulullah saw kepada pembaca Al-Quran-. Wirid Kedua : Wirid Menghafal Yaitu berusaha menghafal Al-Quran setiap hari satu ayat atau dua atau tiga ayat, lalu mengulangi hafalannya dan memperbaikinya setiap hari, sehingga waktu yang berjalan beberapa tahun dapat menghafal Al-Quran secara keseluruhan dengan baik dan benar… Wirid Ketiga : Wirid Tadabbur Yaitu dengan melakukan langkah-langkah yang terprogram; dengan menerapkan program ini setiap hari satu ayat, dua , atau tiga ayat atau boleh lebih dari itu. Berusaha untuk hidup dengannya atas dirinya dan anggota tubuhnya. Dan dengan demikian, waktu-waktunya akan selalu dilewati dengan mentadabburkan Al-Qur’an, dalam beberapa tahun lamanya akan mampu mengkhatamkannya, khususnya dalam mentadabburkan Al-Quran, berinteraksi dengannya, menafsirkannya, memahaminya dan menguasainya.

al-ikhwan.net

Abu Ahmad

BERINTERAKSI DAN MENTADABBURKAN ALAL-QUR’AN SECARA APLIKATIF 1. Menelaah dan Memahami Al-Quran Secara Menyeluruh Al-Qur’an merupakan kitab suci yang universal, system hidup yang sempurna, yang memiliki tugas realistis dan mengagumkan, memiliki ciri pergerakan yang penuh vitalitas, dan sebagai risalah peradaban yang potensial yang memilik wujud dan pengaruh yang besar dan kontinyu terhadap seluruh umat manusia hingga Allah mewariskan bumi kepada mereka yang diinginkan-Nya. Bagi pembaca yang ingin berinteraksi dengan baik terhadap Al-Qur’an, talaqqi kepadanya dan mendapatkan arahan darinya maka pertama kali yang harus dilakukan adalah memiliki pandangan yang positid terhadap Al-Qur’an, karena sisi pandang seseorang terhadap sesuatu akan memberikan pengaruh terhadap apa yang dapat dipetik darinya, sebagai cermin yang dijadikan untuk mengaca, gambaran yang dapat dijadikan pegangan dan essensi yang dapat diambil dari manfaat , seluruh perkara tersebut memiliki ikatan yang erat dalam tata cara berinteraksi kepada Al-Qur’an. Ada sebagian pembaca, pemerhati atau peminat untuk bisa berinteraksi dengan AlQur’an, memandangnya secara juz iy (parsial), dan setengah-setengah, dan sebagain yang lain menganggap Al-Qur’an hanya sebagai alat penyembuh, pemelihara diri dari gangguan syetan (roh) jahat, dan hanya digunakan untuk meruqiyah, sedangkan yang lainnya ada yang beranggapan bahwa Al-Qur’an merupakan kitab yang universal, yang mencakup berbagai bidang keilmuan, pengetahuan dan kebudayaan; kelompok ketiga ini adalah kelompok yang berpendapat bahwa Al-Qur’an memiliki retorika, penjelasan, balaghah dan seni yang tinggi, sebagaimana ia juga merupakan kitab yang menceritakan tentang kisah umat terdahulu, kisah-kisah masa lalu, dan keadaan mereka pada masa lampau, sebgaimana Al-Qur’an juga mencakup tentang fiqh dan hukum, bahasa dan sastra, ideologi dan hayalan, begitupun Al-Qur’an merupakan kitab yang memiliki keberkahan dan kebaikan, yang kesemuanya merupakan ladang ganjaran dan pahala, sehingga siapa yang membacanya maka baginya 10 kebaikan dari setiap hurufnya satu ganjaran lalu dilipat gandakan 10 kali lipat. Kita tidak mengingkari akan banyaknya pandangan tersebut terhadap Al-Qur’an; keuniversalitasannya, isyarat yang dimilikinya, karena kita tidak boleh memisahkan dari semua perkara tersebut, namun jika disatukan seluruh pandangan diatas akan menghasilkan sesuatu yang berguna, sedangkan kurangnya pandangan kita terhadapnya juga memberikan sesuatu yang lain pula. Karena jika kita melakukan hal tersebut, maka kita akan menghilangkan sebagian isinya, menafikan peran dan misinya, dan dapat mengakibatkan kita terjerumus pada kesalahan pada pandangan yang parsial dan tidak sempurna.

al-ikhwan.net

Abu Ahmad

Sebagian peneliti tentang Al-Qur’an membaginya pada beberapa tema, membahas kosa kata dan idiomnya, tentang simbol-simbol terhadap setiap tema yang ada di dalamnya; satu sisi ada yang membahas tentang kisah-kisah yang terdapat dalam Al-Qur’an, pada sisi lain ada yang membahas tentang hal-hal yang gaib, ada juga yang membahas tentang keilmuan yang terkait dengannya, atau tentang perundang –undangan atau isyarat-isyarat tentang sejarah, ilmu nafs (kejiwaan), administrasi, kebudayaan, ekonomi, sosial atau yang lainnya, dan juga diantara mereka ada juga yang membahas tentang idiomnya, kosa kata-kosa katanya seperti kata sabar, sholat, taqwa, khilafah, hukum, jihad, dan yang lainnya, sebagaimana diantara mereka ada yang berusaha mengklasifikasi surat-suratnya, ayat-ayatnya, indeks-indeksnya dan penjelasan yang tergabung dari tema-temanya, keilmuan-keilmuannya dan pengetahuan-pengetahuan. Hal tersebut diatas merupakan salah satu usaha yang baik dan benar, dimana para pelakunya insya Allah mendapatkan ganjaran dari Allah –tergantung motivasi niat mereka- namun belum dikatakan sebagai usaha yang menyeluruh dan sempurna, karena temanya belum mencapai segala aspeknya dan menyeluruh dari setiap seginya, karena akan dapat menghilangkan berbagai sudut pandang, isyarat-isyarat dan symbol-symbol yang terdapat dalam Al-Qur’an terhadap tema yang dibahas oleh mereka. Dan memberikan pandangan dengan teliti atas usaha mereka dalam lingkup yang luas merupakan solusi yang cukup baik akan hakekat ini, dan jangan dipahami dari pembicaraan secara parsial sehingga dapat menafikan validitas kerja dan penelitian pada tema ini, tentang keabsahan, keotentikan dan legalitasnya, dan tidak menghargai bukubuku, hasil-hasil penelitian dan pengkajian-pengkajian !!! karena yang demikian merupakan suatu keharusan, namun yang kami inginkan dari hakekat ini adalah bahwa para peneliti dan penelaah harus dapat memberikan niali dan penalaran mereka ; bahwa Al-Qur’an merupakan kitab suci yang besar dan agung, besar dari segi tabiatnya, perannya, risalah yang dibawanya, i’jaznya, keilmuannya dan tema-temanya, metodemetodenya, susunan kalimatnya dan perundang-undangan yang terkandung di dalamnya, dan dalam setiap hembusan yang diisyaratkan olehnya. Besar dan agung yang tidak bisa dipisah-pisahkan dan sulit dibagi-bagi. Kontemplasi secara menyeluruh dan universalitas Al-Qur’an merupakan kunci pertama untuk dapat berinteraksi bersamanya, sebagai tolok ukur utama untuk bisa memahaminya, mentadabburkannya dan mempelajarinya, sehingga akan ditemui di dalamnya. Bagi pembaca yang hendak melakukan kontemplasi secara menyeluruh dan universal, dapat melakukan penalaran tentang ayat-ayat yang menerangkan tentang sifat-sifatnya dan keistimewaan-keistimewaannya, yang mengisyaratkan akan tabiatnya, risalah yang diembannya dan misi yang dibawanya, kemudian mengalihkan pandangan pada para sahabat –dengan pandangan yang menyeluruh dan universal- agar dapat diketahui bagaimana mereka berinteaksi dengan Al-Qur’an dan menyadari akan kebesarannya, sebagaimana dapat dijadikan starting point dari pembicaraan kita yang akan datang dalam buku ini, saat kita akan menjabarkan Al-Qur’an dengan Al-Qur’an, tentang

al-ikhwan.net

Abu Ahmad

kehidupan Rasulullah saw dan ungkapan para sahabat dan tabi’in terhadap sifat AlQur’an. 2. Mempehatikan Misi Da’wah Pergerakan Al-Quran Pembaca Al-Quran yang jeli hendaknya melihat dan memperhatikan misi da’wah pergerakan yang dibawa oleh Al-Quran, pedomannya adalah dua kiat yang telah disebutkan sebelumnya “Menelaah dan memahami Al-Quran secara keseluruhan” dan “Memahami Tujuan Pokok Al-Quran”. Jika kita dapat menggunakan akal sehat dalam memahami dua kunci tersebut, maka kita akan menemukan tujuan dan risalah yang dibawa Al-Quran, yaitu da’wah pergerakan yang realistis. Sesungguhnya salah satu karakteristik yang gamblang dari karakteristik-karakteristik Al-Quran adalah “Realita Pergerakan” yaitu sebagai kunci dalam berinteraksi dengannya, mengetahui misi dan tujuannya, mengerti, memahami dan mendalami – sebgaimana yang diucapkan oleh Asy-Syahid Sayyid Qutb sebelumnya- adalah realitas pergerakan yang menjelaskan “Misi Da’wah Pergerakan” Al-Quran Al-Karim; yang menjelaskan risalah yang gamblang dan realistis di alam kehidupan insan. Allah SWT mensifati Kitab-Nya dengan sifat yang mengagumkan, yang menunjukkan dengan jelas akan tujuan da’wah pergerakan , sebagaimana yang difirmankan Allah dalam kitab-Nya !

"! #    . &% ( 4  N . { “Yasin. Demi Al-Quran yang agung”. (Yasin : 1-2) dan firman-Nya :

"7 - S| H  =   !     `L 64 S  G ?!N “Dan sesungguhnya Al-Quran itu dalam induk Al-Kitab Lauh Mahfudz di sisi Kami, adalah benar-benar tinggi (nilainya) dan amat banyak mengandung hikmah”. (AzZukhruf : 4) Hikmah adalah sifat orang yang berakal. Karena itu Al-Quran merupakan sifat bagi orang yang berakal. Al-Quran benar-benar tinggi nilainya dan amat banyak mengandung hikmah, mendidik dengan hikmah, berprilaku dengan hikmah, membimbing umat dengan hikmah, melaksanakan misinya dan risalahnya dengan hikmah. al-ikhwan.net

Abu Ahmad

Dengan hikmah Quraniyah, Al-Quran bekerja seperti yang dilakukan dalam kehidupan para sahabat. Dengan misi da’wah pergerakan ini, Al-Quran mengeluarkan para sahabat dengan baik dari ketiadaan menuju kepemimpinan, dari kematian menuju kehidupan. Dan dengan karakteristik “Realita Pergerakan” Al-Quran hadir dengan amal nyata, memberi petunjuk yang baik. Para sahabat –sebagai generasi Al-Quran yang unikmendapatkan karakteristik ini, menemukan hikmah dan memahami misi ini, sehingga menciptakan keajaiban dalam kehidupan manusia yang menakjubkan dan penuh dengan ibrah dan pelajaran. Kita harus banyak memperhatikan misi Al-Quran di tengah kehidupan kita, berinteraksi dengannya, mentadabburkan realita pergerakan yang terkandung di dalamnya, sehingga kita dapat mengambil intisari darinya dengan baik dan beraktivitas dengannya secara tepat. Jika kita ingin berhasil dengan ini semua, maka kita harus merobohkan penghalang yang mentupi hati kita dengan Al-Quran, menghilangkan jurang yang dalam yang memisahkan antara kita dengan Al-Quran, membersihkan hati dari hal-hal yang dapat menjadi penutup, penghalang, tirai dan syahwat yang membuat jauh hati dengan cahaya Al-Quran. Kita harus melangkah mendekati Al-Quran, masuk ke alam yang indah dengan seluruh anggota tubuh kita, mencari dengan seluruh perangkat jiwa kita memenuhi panggilannya, mendapati darinya tujuan da’wah pergerakan yang realistis, memperhatikan dalam setiap suratnya, ayat-ayatnya sehingga kita dapat melihat Al-Quran hidup dan bergerak; sebagai hakim yang mengarahkan kehidupan, pemimpin yang mendidik, yang akan mengeluarkan kita dengan izin Allah dengan penuh keberkahan, mengajarkan dengan penuh kebaikan, dan menghantarkan kita menuju pusat kepemimpinan dan qiyadah serta soko guru bagi manusia di seluruh dunia. Setiap ayat-ayat Al-Quran mewahyukan akan misinya tentang da’wah pergerkan, mengisyaratkan akan realitas pergerakan yang optimistis, mengalirkan kehidupan yang penuh dengan kesemangatan. Karena itu Allah berfirman :

(!  =   /! W . ; K ='N }  N (H   !: . N ( 0h ' B ! 2= 1  ~ (! , 64 P 02 64 ( , " =84 . ; =0 _   " K =0 " K  (, .   !     V4  6 / 0 & ; N  2!: . ; =0 _ ' N . ;4f Z  "  ( €8 6N “Kalian adalah umat yang terbaik yang dikeluarkan untuk manusia, menyeru pada kebajikan dan mencegah akan kemungkaran dan beriman kepada Allah”. (Ali Imron : 110) Umat Islam dikeluarkan untuk seluruh manusia lainnya dari ketiadaan, muncul dari hadapan nash-nash Al-Quran, malahirkan generasi baru di tengah naungan Al-Quran, bekembang dan hidup di bawah naungan Al-Quran. Karena itu mereka adalah umat al-ikhwan.net

Abu Ahmad

yang terbaik. Dan siapakah umat yang mendekati dari kebaikan ini, atau sama derajatnya bahkan lebih tinggi derajatnya daripadanya ?? apakah kaum muslimin saat ini menikmati akan kebaikan yang ada dalam Al-Qur’an ? melaksanakan tugas ini, membimbing dan memakmurkan dunia dengan kepemimpinan dan ketauladanan ? jawabannya sangat jelas. Benar. Dan rahasianya adalah berada pada pendangannya terhadap Al-Quran, interaksi dan hubungan yang erat dengannya. Berapa yang akan di dapati dari keuntungan dan manfaat interaksi dengan Al-Quran, apa hasil yang akan diraih dan kekayaan yang akan di dapat oleh diri dari memiliki pengetahuan, petunjuk-petunjuk, hakekat-hakekat, sentuhan-sentuhan yang dihasilkan saat membaca nash-nash Al-Quran dengan menggunakan kiat ini?? terutama dia juga memahami akan karakteristik “Realitas pergerakan dalam Al-Quran” ! kami sarankan untuk membaca ayat-ayat di bawah ini –sebagai contoh kecil- dari ungkapan diatas :

 .2 ?! V j4 " K 20 g +! 2' >2 - 3=2 ^N u ; K    =W >o( ' / N    0 "!  H   / 0 c R% ~ ]\2  H : "  R% ; 6 1  H +'2 /! N K   ;   2 *) 3  G ^N S)2 N / 0  2 / 0 “Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah : “Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar)”. Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu”. (Al-Baqoroh : 120)

P4 +jW . 8 ‚  8 N (A4 G ƒ !  h  S N *X m  /7 =f " 4 +j / 0 1  ,  j      P„ A W ; 0 N  N B !  = .„ : \ .   :!\U    “Sesungguhnya telah berlalu sebelum kamu sunnah-sunnah Allah; Karena itu berjalanlah kamu di muka bumi, dan perhatikanlah bagaimana akibat orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul). (Al-Quran) ini adalah penerangan bagi seluruh manusia, dan petunjuk serta pelajaran bagi orang-orang yang bertaqwa”. (Ali Imron : 137-138).

al-ikhwan.net

Abu Ahmad

"     ?! V2 o  / 0 " 84 ( 2 w  ^ " 4 X  Z4 G6 " 4 W ; =0 & / \2 K 26  . ;4  H ' " =84  :! " 4 4+!2=  H ~ " 4 H ~! ( 0  2 >?! “Hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu; tiadalah orang yang sesat itu akan memberi mudlorat kepdamu apabila kamu telah mendapat petunjuk. Hanya kepada Allah kemu kembali semuanya, maka Dia akan menerangkan kepadamu apa yang telah kemu kerjakan”. (Al-Maidah : 105)

VU 84 >W ;  N E N + W  RQ S T VU 84 d , ;  Y?!  ?!  " 4 :';   N . ; H  X   / \2  !y X    G2?! “Hanya orang-orang yang mendengar sajalah yang mematuhi (seruan Allah) dan orang-orang yang mati (hatinya) akan dibangkitkan oleh Allah kemudian kepada-Nyalah mereka dikembalikan”.(Al-An’am : 36) Dan Allah juga berfirman :

,=!+0 ; G " 4 ?! = F G6N " 4 :!2 / 0 .„ ( : " 84 R% ~  j B 2= K 26  V) w  N  =0 P  -  S " K 4,   X    :! ; 3  W N  2!: ; =0 & / \2 20 h   X  0 OŒ(J   ?! " K! K N “Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu bukti kebenaran dari Tuhanmu, Muhammad dengan mu’jizatnya) den telah Kami turunkan kepdamu cahaya yang terang benderang (Al-Qur’an). Adapun orang-orang yang beriman kepada Allah dan berpegang teguh kepada (agama)-Nya, niscaya Allah akan memasukkan mereka kedalam rahmat yang besar dari-Nya (surga) dan limpahan karunia-Nya. Dan menunjuki mereka kepada jalan yang lurus (untuk sampai) kepada-Nya”. (An-Nisa : 174-175) al-ikhwan.net

Abu Ahmad

Kalimat “al-Hayah” –dalam uslub Al-Qur’an- memiliki enam makna, seperti yang disebutkan oleh imam Ar-Raghib dalam kitabnya “Al-Mufrodat” dan menyebutkan dalil-dalil dan contohnya dari ayat-ayat Al-Qur’an; 1. Al-Quwwah An-Namiyah –kekuatan yang selalu berkembang- yang terdapat pada tumbuhan dan hewan:

S - RQ S T VY 84 Rm    / 0 = H ~ N “Dan Kami jadikan dari air segala sesuatu menjadi hidup”. (Al-Anbiya : 30) 2. Al-Quwwah Al-Hasasiyah bihi–kekuatan perasaan- karena itu dinamakan hewan berasal dari kata “Hayawan” :

$ ;0 h  N Rx - h  ]!; X   0N “Dan tidaklah sama antara yang masih hidup dengan yang sudah mati”. (Fathir : 22) 3. Al-Quwwah Al-Amilah Al-Aqilah –Kekuatan produktif dan berakal :

َْ ‫ن‬ َ َ‫ً ََْ ََْ ُ َأ َو َ ْ آ‬ “Dan apakah orang yang sudah mati kemudian dia Kami hidupkan”. (Al-An’am : 122) 4. Irtifaul Al-gom –hilangnya rasa khawatir/takut-, seperti Firman Allah SWT :

PO +LŒ rO -  = !#  =  /7 0 _ 0 ;  N >€G64 N 6 () 8  /0 #J V  W / 0 “Barangsiapa yang melakukan kebaikan baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman maka akan Kami hidupkan dengan kehiupan yang lebih baik” (AnNahl : 97) 5. Al-Hayah Al-Ukhrawiyah Al-Abadiyah –kehidupan ukhrawi yang abadi-, dan yang demikian sampai karena kehidupan yang berdasar akal dan pengetahuan. Allah berfirman:

ِ‫َﺕ‬ َ ِ  ُ ْ َ َِ َْ َ‫ل ی‬ ُ ُ ‫َی‬ al-ikhwan.net

Abu Ahmad

“Dia mengatakan : “Alangkah baiknya kiranya aku dahulu menngerjakan (amal saleh) untuk hidupku ini”. (Al-Fajr : 24) 6. Kehidupan yang mensifati oleh Dzat Allah SWT yaitu kehidupan itu sendiri yang tidak pernah mati. Allah berfirman :

;  Y?!  ?!  S< #    ;  “Dialah Allah Yang Maha Hidup tiada tuhan selain Dia”. (Ghofir : 65) 4. Al-Qur’an Membina ummat Islam dalam menghadapi pergulatan yang lazim dengan jahiliyah di sekitarnya Begitupun dengan musuh-musuhnya yang selalu mengintainya, yang tidak mematamatai, tidak meninggalkan dalam perang tata cara dan warna sedikitpun. Maka AlQur’an membimbing umat Islam menuju medan pertempuran, memobilisasinya dan membentangkan sarana-sarana menuju kemenangan, senjata perang, dan tata cara perang, memberitahukan akan sebab-sabab kecurangan musuh dalam perang, tujuan mereka, persekongkolan mereka dalam perang, penggunaan dengan berbagai senjata untuk menghancur apa saja, karakteristik dan kejiwaan mereka, tata cara dan tipu daya mereka, makar dan muslihat mereka, syubhat dan propaganda mereka, senjata dan peralatan mereka. Memberikan dihadapan mereka jalan-jalan kemenangan, memberi bekal dan kekuatan perang, dengan mengikatkan mereka dengan tali Allah, den mengeratkan hubungan dan Islamnya. Sehingga keluarmenuju medan pertempuran yang diwajibkan atasnya –dengan pimpinan Al-Qur’an, arahan dan petunjuk-petunjuknyameraih kemenangan yang mulia dan meraih kemerdekaan. Inilah yang dilakukan oleh para sahabat dengan Al-Qur’an dalam jihad mereka, dan ini juga yang dilakukan oleh kaum muslimin saat berjumpa dan berusaha merealisasikan tujuan ini. Sehingga, Al-Qur’an tetap prima, siap dan mampu –dengan izin Allah- untuk memberi, namun dimanakah para mujahid yang siap menyambutnya ? para pemerhatinya kesuciannya? Para aktivisnya ? dan para mujahid yang siap menghadang musuh dengan petunjuk dan hidayahnya? Allah SWT berfirman :

*+!8 uK~!  :! "    ~N / !(  g! v '  “Dan janganlah engkau turuti orang-orang kafir, namun perangilah mereka dengan jihad yang besar”. (Al-Furqan : 52) Inilah arahan Rabbani kepada Rasulullah saw dan umat setelahnya; untuk menjadikan Al-Qur’an sebagai perangkat dan sarana yang dapat membantu dalam berperang melawan orang-orang kafir, dan yang menjadi senjata utama, mendasar dan pasti dalam berjihad. al-ikhwan.net

Abu Ahmad

Adapun yang menyayat hati pada saat ini adalah bahwa kebanyakan dari umat manusia yang menjadi pemimpin atau anggota lagislatif dan mengaku turut berjuang bersama umat dalam memerangi musuh-musuh Islam dan Al-Qur’an, justru membantu mereka dalam memerangi Al-Qur’an dan menghancurkannya, melakukan sumpah bersama mereka dengan semangat petunjuknya, namun, dibalik itu mereka mematikan cahayanya dan menghancurkannya. Mereka tidak sadar bahwa sebenarnya mereka sedang memerangi Allah sedangkan tempat kembali setiap orang yang memerangi Allah adalah neraka jahannam. Dan benarlah Allah dalam firman-Nya :

.. N (  E (! 8 ; N E ! ; G "< 0  YN " K!  ; h:!  Y  ; G ;4Z v   . N !(   U84 /! L >W E ( K! A   dL #    /! uN K  !:  ; f V f  6 ]\Y ;  . ;48(! M    E (! 8 ; N “Mereka menghendaki mematikan cahaya Allah dengan mulut mereka dan Allah Maha Sempurna akan cahaya-Nya walaupun orang-orang kafir membencinya. Dialah –Allahyang telah mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang benar agar ditampakkan atas seluruh agama walau orang-orang musyrik tidak menyukainya”. (As-Shaf : 8-9) 5. Memelihara Keabsahan Nash-nash Al-Quran Pembaca Al-Quran kadang disibukkan dengan dirinya saat membaca Al-Quran, berkhayal sehingga menjadi penghalang masuknya cahaya Al-Quran ke dalam dirinya, kadang jiwanya mengawang dan berkhayal ke ufuk yang jauh. Hal ini telah disebutkan pada pembahasan Adab-adab membaca Al-Quran. Namun yang ingin kami sampaikan disini adalah hendaknya pembaca Al-Quran tetap dalam suasana membaca nash-nash Al-Quran, menghadirkan seluruh perangkat dan anggota tubuhnya untuk talaqqi, memenuhi, menelusuri dan menelaahnya dengan seksama, agar dapat berinteraksi dengan Al-Quran dan meraih apa-apa yang terkandung di dalamnya. Pembaca Al-Quran hendaknya juga memelihara suasana Qur’ani yang penuh berkah, berusaha melestarikan, menjaga dan menambah keseriusannya setiap kali akan menbaca Al-Quran, dan terus meningkatkannya setiap kali ingin mengulang-ulang bacaannya dan kembali menelaah kitabullah. Saat membaca ayat-ayat Al-Quran kadang ditemukan sekelompok ayat yang menarik mengajak untuk memperluas dalam mentadabburkannya dan mengeluarkan apa-apa yang terkandung di dalamnya, tidak mengapa berlama-lama dalam menelusuri hal ini, guna memenuhi panggilan da’wah yang termaktub dalam isyarat ayat tersebut !! namun dengan syarat jangan keluar dari suasana nash Al-Quran Al-Karim, harus tetap dalam menjaga diri dan perasaannya, pikiran dan pandangannya, telaah dan perhatiannya al-ikhwan.net

Abu Ahmad

berada bersama ayat-ayat, dan di bawah naungannya dan sentuhan-sentuhannya. Jika jiwanya terlena untuk keluar kepada perhatian lainnya maka jangan hiraukan, jika perasaannya terus menghiasi diri untuk mencari masalah, problema atau pembahasan lainnya yang tidak ada hubungannya dengan ayat-ayat yang sedang ditelaah, dan tidak memberikan pengaruh dalam memahami dan mentadabburkan ayat, maka jangan dilayani dan minta dilayani, hendaknya tetap memfokuskan diri dan kembali suasana membaca dan menelaah nash Al-Quran, hendaknya ia waspada dan hati-hati saat membaca Al-Quran… Bahwa tetap pada suasana membaca Al-Quran dan konsisten terhadapan adalah merupakan kunci yang harus dipelihara agar dapa membuka rahasia-rahsaia Al-Quran dan dapat berinteraksi dengan baik serta menelaah dan memenuhi seruannya secara optimal. Kadang kita tidak mengerti bagaimana mungkin seorang pembaca, penulis atau penelaah Al-Quran membolehkan dirinya dan akalnya untuk keluar dari menyertai AlQuran yang dicintai, meninggalkan naungannya, cahayanya dan keteduhannya, bahkan keindahan, keharuman dan keagungannya, menuju realita, permasalahan, problema dan kesibukan-kesibukan yang lain dan dibuat-buat oleh manusia itu sendiri. Sesungguhnya nash Al-Quran memberikan dan mengandung berbagai nilai-nilai yang berharga, penuh dengan limpahan cahaya, namun dia tidak dapat ditelusuri dan dibuka kecuali bagi siapa yang memiliki kesadaran dan kemantapan diri, mengerahkan seluruh jiwanya untuk menelaahnya. Pembaca Al-Quran hendaknya –sebagai contoh dari kiat ini- membaca nash-nash AlQuran dengan seluruh anggota badannya, hidup di dalam suasana keteduhannya, kemudian memantau pemahamannya yang meningkat dalam kehidupan di bawah naungan Al-Quran, sebagai harta yang paling berharga yang dikeluarkan dari qaidah ini, buah yang matang yang dapat dipetik dari hasil kebersamaan dengan Al-Quran ini. Hendaknya dirinya menelaah lebih lama tentang firman Allah :

 y !  N  :! F y   ŽR; f V  H  / 0  !     V!  6 SL G!06 N " 4 LG!0h:! {   () 8  / 0 $  # 3 / 0 V  H  / 0 N . *3  G N N  Y . N u / 0   * G . ; A  N P = y    . ;4,     N4h /7 0 _ 0 ;  N >€G64 N 6 “(Pahala dari Allah) itu bukanlah menurut angan-angan yang kosong dan tidak (pula) menurut angan-angan Ahli Kitab. Barangsiapa yang mengerjakan kejahatan, niscaya akan diberi pembalasan dengan kejahatan itu dan ia tidak mendapat pelindung dan tidak (pula) penolong baginya selain dari Allah. Barangsiapa yang mengerjakan amalamal saleh, baik laki-laki maupun wanita sedang ia orang yan gberiman, maka mereka

al-ikhwan.net

Abu Ahmad

itu masuk ke dalam surga dan mereka tidak dianiaya walau sedikitpun”. (An-Nisa : 123-124) kata “An-Naqir adalah bagian terkecil dari biji korma, dan inilah yang paling ditakuti di dalam kitabullah !! Dan hendaknya seorang pembaca merenungi ayat Allah secara seksama :

 H : =:!W 6 >W u< ( G N G(< w  N =H Z =  0  Y . N u / 0 ; W G6 V 4j  7 #J  6   . (- ƒ !  h  S  Œ M   '; K f  ]\Y8  Y G ?! " X  =  G( 0 64N K   ;   Y  .Y ?! V j4 = e  K   >?!  G; W     H   L (  “Katakanlah : “Apakah kita akan menyeru selain daripada Allah, sesuatu yang tidak dapat mendatangkan kemanfa’atan kepada kita dan tidak (pula) mendatangkan kemudharatan kepada kita dan (apakah) kita akan dikembalikan kebelakang sesudah Allah memberi petunjuk kepda kita, seperti orang yang telah disesatkan oleh syetan di pesawangan yang menekutkan ; dalam keadaan bingung, dia mempunyai kawan-kawan yang memanggilnya kepada jalan yang lurus (dengan mengatakan) : “Marilah ikuti kami” katakanlah : “Sesungguhnya petunjuk Allah itulah (yang sebenarnya) petunjuk; dan kita dsuruh agar menyerahkan diri kepada Tuhan semesta alam. (Al’An’am : 71) Dan firman Allah :

. ;4'  P = y    " K  .Y h:! " K ;0 6N " K X  Z4 G6   =!0 _   / 0 ( T   Y .Y ?! V! !yG9! N r ;  S -  W W N . ;4  N . ;4    Y V! !+f S  :! " H : ]\Y " 4 H +:! N (M  + f   Y / 0 E  K H :! >N 6 / 0 N . &% ( 4  N " AH   ‹ ; Z   ;     N “Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mu’min, diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah, lalu mereka membunuh atau terbunuh. (itu telah menjadi) janji yan gbenar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al-Quran. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) al-ikhwan.net

Abu Ahmad

daripada Allah ? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar”. (At-Taubah : 111) Dan firman Allah :

 Y V! w   / 0 N  G!N u / 0 / \Y!:   G;4;L D  N E  +W }  :!  Y {  6 ] F) !FH :!  Y {  6 V‘ w  0 / 0      Y  K  / 0 N . u  / 0     `)  G “Bukankah Allah cukup untuk melindungi hamba-hamba-Nya. Dan meminta mereka mempertakuti kamu dengan (sembahan-sembahan) yang selain Allah ? Dan siapa yang disesatkan Allah maka tidak seorangpun pemberi petunjuk baginya. Dan barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka tidak seorangpun yang dapat menyesatkannya. Bukankah Allah Maha Perkasa lagi mempunyai (kekuasaan untuk) mengazab ?”. (AzZumar : 36-37) 6. Membersihkan Al-Quran Dari Israiliyat dan Mubhamat (Samar-samar) Kisah-kisah yang terdapat dalam Al-Quran Al-Karim tentang masa lalu; banyak disebutkan bahwa sumber cerita dan beritanya tidak mengikuti manhaj (metode) terperinci dan detail, baik dalam penjabaran tentang masa, tempat, pelaku atau perincian tentang kisah-kisahnya tidak terlalu luas, baik dalam menceritakan setiap peristiwa, sebagian atau potongan yang di dalamnya menjelaskan rincian peristiwa, pelaku dan background peristiwa tersebut. Dan Al-Quran tidak melakukan seperti hal tersebut, karena memang bukan merupakan tujuan yang utama dalam menceritakan kisah-kisah secara terperinci dan detail, namun yang diinginkan adalah menjabarkan hakekat dan menetapkan nilai-nilai dan pandangan-pandangan, memberikan mengambil ibrahnasehat- dan pelajaran, arahan dan petunjuk serta memetik manfaat yang terdapat di dalamnya melalui berbagai sudut pandang. Inilah yang menjadi tujuan utama akan adanya kisah-kisah dalam Al-Quran… Namun yang mesti menjadi perhatian dari para pemerhati dan penelaah Al-Quran –yang ingin mengambil cerita dari Israiliyat dan dongeng-dengeng- hendaknya melihat lebih jeli dan teliti akan kisah-kisah yang disebutkan dalam Al-Quran, berusaha memetik manfaat dari metode dan cara Al-Quran dalam membuat kisah dan cerita, guna mendapatkan petunjuk dan pelajaran darinya, dan tidak merujuk pada sumbersumber yang dibuat oleh manusia yang lemah sumbernya, apalgi ketika ingin merinci kisah yang disebutkan oleh Al-Quran atau mencari penjelasan hal-hal yang mubham – samar- atau sesuatu yang tidak atau belum diketahui dan difahami!!

al-ikhwan.net

Abu Ahmad

Hendaknya -para pemerhati kisah-kisah Al-Qur’an- mencari sumber-sumber yang terpercaya yang dapat memberinya pengetahuan dan keyakinan, dan jangan mencarinya dari sumber-sumber yang menyimpang dan dusta, tidak mencari fatwa dari orang-orang kafir dzalim dan menyimpang dari agama mereka atau tidak dengan bertanya kepada keturunan Bani Israil guna mendapatkan kisah-kisah Israiliyat sehingga mendapatkan tambahan ilmu dan pengetahuan, menerima penafsiran, penelitian dan ajaran-ajaran mereka yang menyimpang dari inti Al-Qur’an itu sendiri. Dan juga tidak menghubungkan kebohongan dan kedustaan ini kepada nash-nash Al-Quran, dalam menjelaskan ayat-ayat mubhamat Al-Quran, atau mengungkapkan pendapat yang mereka buat tentang kisah-kisah masa lalu yang mereka tidak ketahui. Jangan lupa bahwa ada arahan Al-Quran yang melarang membahas sesuatu yang tidak berdasarkan dalil atasnya, seperti kisah masa lalu yang merupakan masalah ghoib, tidak bertanya kepada yang tidak mengetahui hukum dan sumbernya, tidak mengiktui sesuatu tanpa adanya dalil, karena setiap perkataan pasti akan ditanya nanti pada hari Kiamat :

  N46 V@ 84 u _Z4  N ( 3  + N g  X  Y.?! "7  W  :!    {   0 ‚  ' N O;4X  0  =W . 8 “Dan janganlah kamu mengatakan apa yang kamu tidak ada ilmu dengannya, karena sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati semua itu akan ditanya pertanggungjawabannya”. (Al-Isra : 36) begitupun jangan lupa bahwa ada larangan Al-Quran yang ditujukan langsung kepada kaum muslimin untuk tidak mengambil kisah-kisah masa lalu dari Ahli Kitab, jangan meminta dari mereka fatwa sedikitpun darinya, seperti Firman Allah –saat berbicara tentang jumlah Ashabul kahfi -penghuni gua- :

( t RŽ (0 Y?! " K!  !  '  V„ j Y?! " K H  0 " K! ' H :! " W 6 SL: V j4 - 6 " K =0 " K!  1  Z X  ' N “Katakanlah Tuhanku lebih mengetahui jumlah mereka, tidak ada orang yang mengetahui (bilangan) mereka kecuali sedikit”. Karena itu janganlah kamu (Muhammad) bertengkar tentang hal mereka, kecuali pengkaran lahir saja dan jangan kamu menanyakan tentang mereka (pemuda-pemuda itu) kepada seorangpun di antara mereka”. (Al-Kahfi : 22) Dan juga jangan lupa bahwa Al-Quran menafikan secara jelas akan pengetahuan manusia tentang berbagai peristiwa sejarah masa lalu, bahwa peristiwa al-ikhwan.net

Abu Ahmad

yang terjadi di masa lalu itu tidak seorangpun yang tahu kecuali Allah, sebagaimana firman Allah :

/ 0 / \YN u ; 5N u WN ’ ) ; G `! ; j " 4+j / 0 / \Y h4+G " 4 'h  " 6  Y Y?! " K H   "   H : “Belumkah sampai kepadamu berita orang-orang sebelum kamu (yaitu) kaum Nuh, ‘Ad, Tsamud dan orang-orang sesudah mereka. Tidak ada yang mengetahui mereka selain Allah”. (Ibrahim : 9) Dan jangan lupa akan petunjuk Al-Quran untuk melakukan klarifikasi terhadap beritaberita yang berasal dari orang-orang fasik, maka bagaimana terhadap orang-orang kafir dan Ahli Kitab :

; = +  9)+=:! d7 f  " 84 R% ~ . ?! ; =0 &% / \Y K?!   . ; H~ ( ' 0;  ;4' N . ; A   “Dan takutlah kamu kepada hari tempat kalian dikembalikan kepada Allah lalu setiap jiwa akan diberikan ganjaran sesuai dengan perbuatan mereka sedang mereka tidak didzalimi”. (Al-Baqoroh : 281) Ayat tersebut mengisyaratkan beberapa sisi, mewahyukan beberapa sentuhan-sentuhan yang dapat diambil inti sari darinya beberapa petunjuk : Thema yang dibawa adalah masalah aqidah, mengikat kaum mu’minin kepada Allah dan menuntut mereka untuk takut kepada Allah, menyadarkannya pada dirinya adanya perasaan selalu diawasi oleh-Nya, memandang ke depan tentang hari kiamat serta takut dan khawatir darinya, menetapkan kaidah pemberian ganjaran pada hari itu yang akan diberikan hanya kepada orang yang beramal di dunia dan menafikan adanya kedzaliman dari Allah, ini semua mereupakan tema aqidah, permasalahan dan cabang-cabangnya. Yang menjadi perhatian kita disini adalah bahwa pembukaan ayat Al-Quran –menurut urutan turunnya- adalah tentang aqidah, dan di tutup dengan ayat tentang aqidah, dan al-ikhwan.net

Abu Ahmad

antara dua ayat pada fase Makkiyah selama 13 tahun, turun di dalamnya ayat-ayat yang bertemakan tentang aqidah, petunjuk-petunjuk, prinsip-prinsip dan undang-undangnya. Karena itu aktivitas tarbawiyah dan pengajaran hendaknya yang pertama kali dimunculkan adalah aqidah, dan harus selalu diingatkan dan difokuskan kepadanya, mengikat segala sistem dan undang-undang untuk menjamin komitmen kepadanya dan menerapkan petunjuk yang ada di dalamnya. Para murabbi –pendidik- dan mentor hendaknya menjadikan materi aqidah sebagai dasar dan pokok materi yang akan diajarkan, sealalu mengingatkan akan hari akhir dan mengikatkannya di dalam hati para mutarabbi agar selalu istiqomah dalam hidupnya dan lain sebagainya dari petunjuk dan arahan-arahan Al-Quran. Jika seorang pembaca benenti sejenak pada ayat :

" 54  ; W 6 “Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yan gsempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta”. (Toha : 124) al-ikhwan.net

Abu Ahmad

12. Memahami Nilai-nilai Al-Quran Seperti Yang Dipahami oleh Para Sahabat Para sahabat hidup di bawah naungan Al-Quran; mereka menikmati ayat-ayatnya, berinteraksi dengan nash- nashnya, mendapatkan hidayah darinya, menerangi kehidupannya dengan sinar dan cahayanya…Merekalah generasi Al-Quran yang unik. Kadang mereka meriwayatkan sebagian yang mereka rasakan dari pengaruh Al-Quran dalam kehidupan mereka, mendapatkan sentuhan-sentuhan dan nilai-nilainya yang indah dan mempesona…Dan hal ini sangatlah jarang dan sedikit sekali yang mampu merasakannya kecuali bagi orang yang benar-benar merasakan dan menikmati sentuhan niali-nilainya. Dan sejarah interaksi mereka dengan Al-Qur’an adalah merupakan riwayat-riwayat yang memiliki petunjuk tentang metode berinteraksi yang baik dengan Al-Quran, hubungan yang erat dan pandangan yang jernih terhadap Al-Qur’an, yang memungkinkan para pembaca dan pemerhati Al-Quran dapat mentauladani dan mengikuti jejak langkah mereka , guna mendapatkan secercah nilai-nilai dari Al-Quran seperti yang telah didapatkan oleh para sahabat, meneguk kehidupan yang damai darinya seperti yang mereka lakukan dan meraka jalani, mengkaji perkara yang telah mereka riwayatkan sebagai sarana utama dalam rangka mendapatkan petunjuk Allah dan nur Ilahi. Sebelum ini kami telah menyebutkan ungkapan Ibnu Mas’ud : “Sesungguhnya kami kesulitan menghafal lafadz-lafadz Al-Quran namun mudah bagi kami mengamalkannya, dan umat setelah kami mudah bagi mereka menghafal ayat-ayat Al-Quran namun sulit bagi mereka mengamalkannya”. Abdullah bin Umar bin Al-Khattab berkata: “Kami hidup di masa yang panjang dan salah seorang dari kami lebih dahulu diberi iman sebelum Al-Quran, surat-surat turun kepada nabi Muhammad saw lalu mengajarkan yang halal dan yang haram, perintah dan larangan dan hal-hal yang harus ditinggalkan dari sisinya, namun saya telah melihat dan menyaksikaan orang-orang pada masa sekarang yang lebih dahulu diberi Al-Quran sebelum iman, lalu membacanya dari surat Al-Fatihah hingga akhir namun tidak memahami dan tidak mengetahui mana perintah dan mana larangan, mana yang seharusnya ditinggalkan dari sisinya, mereka membacanya seakan seperti kambing yang mengembik…” Bagi para pembaca Al-Quran, dalam memperhatikan dan menelaah bagaimana para berinteraksi dengan Al-Quran, mengamalkan nilai-nilai dan sentuhan-sentuhannya sehingga menghasilkan kehidupan berada di bawah naungan Al-Quran akan diperoleh hakikat jiwa dan hati yang bersih dapat menerima Al-Quran dan berinteraksi dengannya, sehingga memotivasi jiwa untuk bisa melakukan seperti yang mereka lakukan dan merasakan nikmatnya hidup di bawah naungan Al-Qur’an seperti yang mereka rasakan, bahagia hidup bersama Al-Qur’an melalui nilai-nilai dan sentuhansentuhannya seperti kebagiaan yang telah mereka raih serta lurus kehidupannya bersama

al-ikhwan.net

Abu Ahmad

arahan dan petunjuk Al-Qur’an sebagaimana yang dijalankan oleh para sahabat dan salafussalih. Contoh dari itu semua sangatlah banyak, akan kami sebutkan beberapa contoh saja seperti yang disebutkan pada tulisan dibawah ini : 1. Diriwayatkan oleh Imam Muslim dan Imam Abu Dawud dari Anas bin Malik bahwa Rasulullah saw saat sholat di baitul maqdis, lalu turun ayat : “Sungguh Kami (sering) melihatmu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. (Al-Baqoroh : 144) maka lewat seseorang dari bani Salmah saat mereka sedang ruku pada sholat fajar, mereka telah melewati satu raka’at, dia berseru : ketahuilah bahwa qiblat telah dirubah, maka marekapun memaligkan ruku’ ke arah Ka’bah. Ayat di atas menunjukkan kepada kita akan ketaatan para sahabat terhadap tuntunan, petunjuk dan taklif rabbani -pembebanan yang Allah berikan kepada mereka- hati mereka yang subur dengan iman yang cepat dan siap berinteraksi dengan Al-Quran; ketaatan mereka yang begitu cepat dalam mengamalkan dan komitmen terhadap perintah. 2. Diriwayatkan oleh Imam Bukkhori, Imam At-Turmudzi, Imam An-Nasa’I dan Imam Abu Dawud -riwayatnya dari Abu Dawud- dari Zaid bin Tsabit berkata : saat saya berada disamping Rasulullah saw, yang selalu mendapatkan ketenangan, lalu paha Rasulullah saw berada diatas paha saya, saya tidak mendapati paha yang begitu berat kecuali paha Rasulullah saw, kemudian beliau melirik saya dan berkata : tulislah, maka sayapun menulis di awal ayat : “Tidak sama antara orang yang duduk-duduk dari orang beriman…(An-Nisa : 95) maka berdirilah Abdullah bin Ummi Maktum -seorang lelaki yang buta- saat mendengar keutamaan orang-orang yang berjihad di jalan Allah, beliau berjata : Wahai Rasulullah, bagaimana dengan orang yang tidak bisa berjihad dari orang yang beriman ? sebelum ucapannya berkahir, Rasulullah saw kembali menenangkan diri, maka pahanya jatuh keatas paha saya, dan saya dapati pahanya lebih berat dari sebelumnya, kemudian dia melirik saya dan berkata : Bacalah wahai Zaid. Maka sayapun membaca : “Tidak sama antara orang yang duduk-duduk dari orang yang beriman”. Lalu Rasulullah saw berkata : “Yang tidak mempunyai uzur”. Ayat secara keseluruhan. Zaid berkata, Allah menurunkan semuanya beruntun”. 3. Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan imam Muslim, At-Turmudzi dari Ibnu Mas’ud berkata : ketika turun : “orang-orang yang beriman dan tidak mencampur keimanan mereka dengan kedzlaliman, merekalah yang mendapat ketentraman”. (Al-An’am : 82) kaum mulimin merasa berat, mereka berkata : bagaimana mungkin kami tidak mendzolimi diri sendiri, Rasulullah saw bersabda : bukan begitu yang dimaksud, yang dimaksud pada ayat adalah Syirik, apakah kalian tidak mendengar perkataan seorang hamba yang salih : “Wahai anakku janganlah engkau mensyirikkan Allah karena kesyirikan merupakan kedzoliman dan kezhaliman merupakan dosa besar”. (Luqman : 13)

al-ikhwan.net

Abu Ahmad

4. Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam musnadnya dari Abu Bakar Ash-Shiddiq bahwa beliau berkata : Wahai Rasulullah : bagaimana maksud kemenangan pada ayat ini : “(Pahala dari Allah) itu bukanlah menurut angan-anganmu yang kosong dan tidak (pula) menurut angan-angan Ahli Kitab. Barangsiapa yang berbuat kejahatan niscaya akan diberi pembalasan..”. (An-Nisa : 123) Apakah seluruh kejahatan yang kami lakukan akan diberi pembalasan darinya -dalam riwayat lain berkata : saya tidak mengetahui apakah saya melakukan kejahatan pada pundak saya sehingga menjadi lemah !! maka Rasulullah bersabda : apa yang engkau lakukan wahai Abu Bakar ? saya berkata : Demi bapakku dan ibuku engkau wahai Rasulullah bagaiamana mungkin kami tidak pernah melakukan kejahatan, dan kami pasti menerima pembalasan dari setiap kejahatan yang kami lakukan -maka nabi pun bersabda : Semoga Allah mengampunimu wahai Abu Bakar, bukankah engkau pernah sakit ? bukankah engkau memiliki nasib ? bukankah engkau pernah bersedih hati ? bukankah engkau pernah mendapatkan musibah ? beliau berkata : benar. Rasulullah bersabda : demikianlah apa yang dijadikan pembalasan dengannya”. 5. Diriwayatkan dari Imam Ibnu Jarir At-Tobari berkata : Abu Tolhah membaca surat Baraah (At-taubah), lalu sampai pada ayat : “Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan ataupun merasa berat, dan berjihadlah dengan harta dan dirimu di jalan Allah. Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu jika kamu mengetahui”. (At-Taubah : 41) beliau berkata : saya melihat Tuhan kami telah memerintahkan kami para orang tua dan pemuda, maka persiapkanlah untukku wahai anakku untuk berperang, anakanaknya pun berkata kepadanya : Semoga Allah merahmatimu saat ikut berperang bersama Rasulullah saw hingga syahid, bersama Abu Bakar hingga syahid, bersama Umar hingga Syahid, maka berikanlah kami kesempatan untuk berperang menggantikanmu, beliaupun menolaknya, lalu beliau menyebrang lautan hingga meninggal, namun mereka tidak menemukan pulau untuk mengubur mayatnya kecuali setelah 9 hari berjalan, namun sedikitpun mayatnya tidak mengalami pembusukan, hingga mereka menguburnya…”. Demikianlah contoh-contoh yang dapat ditemui oleh pembaca Al-Quran, ucapan dan riwayat dari para sahabat yang terdapat dalam kitab-kitab tafsir bil ma’tsur, kitab-kitab asbabun nuzul, kitab-kitab hadits dan sunan yang shohih, dan kitab-kitab sirah dan kehidupan para sahabat…dan banyak sekali… 13. Memperhatikan aspek realita terhadap nash-nash Al-Quran Saat mengawali pembahasan tentang tujuan-tujuan pokok Al-Quran, menerapkan misi gerakannya, seorang pembaca yang jeli hendaknya memperhatikan sisi faktual ayat-ayat Al-Quran, meneliti kesesuaiannya dengan kondisi kontemporer, memahami solusinya dan meluruskan permasalahan -permasalahannya serta memperbaiki manhaj dan sistem hidup yang terdapat di dalamnya. Saat membaca Al-Quran hendaknya menghilangkan belenggu zaman dan tempat, sehingga akan ditemui darinya ayat-ayat tentang mukjizat yang seakan hidup, mensifati keberadaannya yang hidup, membicarakan realita kehidupan yang nyata, menjelaskan al-ikhwan.net

Abu Ahmad

qodhoya –problema- dan permasalahan yang terdapat disekitarnya. Pada saat membaca surat-surat dalam Al-Quran dengan metode ini, maka akan ditemui surat-surat yang hidup, bergerak, menuntun dan memberi petunjuk. Sehingga ketika menelaah ayat-ayat Al-Quran dengan metode diatas maka akan ditemukan kejujuran, kasih sayang , kelembutan, kesatuan dan kecintaan yang memanggilnya, seakan indah berinteraksi bersamanya. Ia selalu menyertainya dalam perjalanan yang indah dan menyenangkan, membimbingnya dalam suasana yang bijak sesuai dengan dunia realitanya dan kehidupannya yang nyata. Pembaca Al-Quran akan mendapatkan Al-Quran dan suratsuratnya sebagaimana yang telah ditemukan oleh Sayyid Qutb saat menyadari indahnya berinteraksi dengan Al-Quran, memperhatikan sisi realitas terhadap nash-nash Al-Quran dan arahan-arahannya, mengungkapkan dari apa yang ditemui di dalamnya, beliau berkata : “Begitulah saat saya kembali memandang surat-surat dan ayat-ayat dalam AlQuran. Begitulah saya merasakannya, dan begitu pulalah saya kembali berinteraksi dengannya. Setelah melewati masa yang panjang untuk hidup bersamanya, sekian lama bersatu, sekian lama berinteraksi dengannya sesuai dengan tabiatnya, petunjuknya, fenomenanya dan karakteristiknya. Saya menemukan dalam Al-Quran wawasan yang begitu luas oleh adanya keragaman contoh, menemukan kelembutan yang begitu halus oleh karena interaksi individu yang intens, serta menemukan kenikmatan yang berlimpah oleh karena keragaman sifat dan tabiat, petunjuk-petunjuk dan arahan-arahan yang terdapat di dalamnya. Semuanya adalah kebenaran, seluruhnya adalah kejujuran, seluruhnya adalah belas kasih, seluruhnya adalah kecintaan, seluruhnya adalah kenikmatan, dan seluruhnya akan membarikan hati keragaman perhatian yang menyenangkan, keragaman kenikmatan yang berlimpah, keragaman sentuhan yang lembut, keragaman dampak yang menuntun, sehingga dapat memberikan citq rasa khusus dan suasana yang unik. Hidup bersama Al-Quran dari awal hingga akhir merupakan perjalanan indah…perjalanan dalam alam nyata dan abstrak, teori dan praktek, ketetapan dan sentuhan yang tenggelam ke dalam jiwa yang paling dalam, sehingga menampakkan peristiwa-peristiwa alam secara konkrit. Rihlah yang memiliki keistimewaan karakter pada setiap surat dan tiap-tiap surat…” (Ad-Dzilal : 3 : 1243) Setiap ayat-ayat dalam Al-Quran memiliki sisi realita masa depan, baik ayat yang berhubungan dengan aqidah, kisah-kisah, berita tentang umat masa lalu, arahan, hukum, atau yang berhubungan dengan sunatullah, prinsip-prinsip, nilai-nilai dan etika-etika atau lain-lainnya. Ayat-ayat yang dapat mengenalkan tentang Allah SWT, dan menjelaskan kepada kita tentang kerajaan-Nya dan kekuasaan-Nya yang agung dan mulia, mengajarkan sifatsifat Allah SWT dan nama-nama-Nya yang mulia, sehingga kita dapati aspek realita tentang masa depan secara nyata. Bahwa sifat-sifat Allah SWT yang terdapat dalam nash-nash Al-Quran merupakan sifat yang konkrit dan positif…seperti sifat ilmu Allah yang universal yang mencakup segala sesuatu yang ada di muka bumi.

al-ikhwan.net

Abu Ahmad

Allah berfirman :

0N Rm  X  / 0 [4 F! = 0N K=0 C ( D   0N ƒ !  h  S •  0 " H  *7 3  : . ;4  H '  :!  YN " =84 0 / 6 " 4 H 0 ;  N K C ( H  “Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa yang keluar daripadanya, dan apa yang turun dari langit dan apa yang naik kepadanya. Dan Dia berada bersamamu dimana saja kamu berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan”. (Al-Hadid : 4) Jika realita kehidupan selalu disertai oleh dalil pada ayat ini maka akan menjadikan hatinya dan seluruh tubuhnya hidup; menghadirkan kebersamaan Allah dalam dirinya, Dia Maha Mengetahui terhadap seluruh jiwanya, geraknya dan keadaannya, sehingga dirinya akan selalu istiqomah atas manhaj Allah, merasa diawasi dan takut kepada-Nya. Ayat tersebut secara faktual akan dapat menyinari kehidupan dan membuat jalan hidup manusia menjadi cerah. Kisah-kisah Al-Quran yang menceritakan tentang umat pada masa lalu dan preilakuperilaku mereka juga memiliki sisi realita masa depan, seakan dengan membicarakan keadaan manusian dan sifat-sifat mereka dan karakteristik kehidupan mereka, seorang pembaca dapat menjadikannya sebagai pelajaran dalam beraqidah, berda’wah, bergerak, memberikan inspirasi tentang pendidikan, ghazwah dan jihad, serta memberikan pengetahuan tentang karakterstik Al-Quran dan cahayanya yang mampu menyingkap berbagai wawasan dan petunjuk. Kita berharap kepada Allah menolong kita dalam mempersiapkan aktualisasi tentang kisah-kisah dalam Al-Quran dan menjadikannya sebagai pelajaran dan ibroh dalam beraqidah, berda’wah, bergerak dan berjihad. Contoh dari kisah dalam Al-Qur’an adalah “Ma’a qishos As-Sabiqin fi Al-Quran” akan di dapat berbagai pelajaran yang unik, untuk dapat dijadikan pegangan hidup di masa mendatang. Kami mengajak para pembaca untuk memperhatikan sisi aktualisasi terhadap ayat-ayat berikut ini: Dalam kisah nabi Ibrahim Allah berfirman :

"  ( 84 \  >  =H  f ;4j .   YA /    G ?! = K †% :! \ V H  / 0 ;4j . N K M   " K YH  B !  = /!  W 6 >W  :! ; 'h  ;4j . " (:?!   [4   al-ikhwan.net

Abu Ahmad

“Mereka berkata : “Siapakah yang melakukan perbuatan ini terhadap tuhan-tuhan kami, sesungguhnya dia termasuk orang-orang yang zalim. Mereka berkata : “kami dengar ada seorang pemuda yang mencela berhala-berhala ini yang bernama Ibrahim. Mereka berkata : “(kalau demikian) bawalah dia dengan cara yang dapat dilihat orang banyak, agar mereka mau menyaksikan”. (Al-Anbiya : 59-61) dan Firman Allah tentang kisah ashabul kahfi:

=€ +! ;4j " € +! " 8 " K =0 V„ ej [ j " K =: ;4R% X  "  =€ H :   \ 8 N " 4 j! ; :! " 84  - 6 ;4€H : " € +!  !: " W 6 " 4 :?! . N ( Z 

“Dan demikianlah Kami jadikan bagi tia-tiap nabi itu musuh, yaitu syaitan-syaitan (dari jenis) manusia dan (dari jenis) jin, sebahagian mereka membisikkan kepada sebahagian lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia)…”. (Al-An’am : 112) Mereka merasa dirinya orang berilmu dan mengklaim sebagai orang yang pandai dalam keilmuan, sistematis dan teoritis namun mereka sama sekali tidak merasakan kenikmatan darinya, sekiranya mereka melihat sebagian darinya saja untuk dapat al-ikhwan.net

Abu Ahmad

menuntun mereka dalam memandang dunia dan kehidupannya untuk selalu tunduk secara kaffah dan sepenuh hati kepada Allah yang sesuai dengan manhaj agama ini. Maka permualaan yang baik akan memberikan kepada orang yang berakal dan hidup seimbang hasil yang baik pula, namun sebaliknya, mereka akan mendapatkan hasil yang bathil dan salah :

" 54  ; H ' /  N  3:p > H ' ^ KG29! K :! . ; H  X   ! N 3 2  “Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar ? Karena sesunggyuhnya bukanlah mata itu buta, tetapi yang buta ialah hati yang di dalam dada”. (Al-Hajj : 46) Hendaknya seorang yang memahami ilmu Falak dapat menggunakannya untuk memahami dan mentadabburkan ayat Al-Qur’an yang berhubungan dengan petunjuk ilmu falak, terutama ayat yang memberikan perhatian terhadap apa yang ada di langit dan planet-planetnya, seperti firman Allah :

 j (! #  + N (!2 +  $   4t4 S K:! N  K  ` ; y= 2 " 4  V H ~ ]\2 ;  N . ; H  `) ;   $  s = 3 2  “Dan Dialah yang menjadikan bintang-bintang bagimu, agar kamu menjadikannya petunjuk dalam kegelapan di darat dan di laut. Sesungguhnya Kami telah menjelaskan tanda-tanda kebesaran (Kami) kepada orang-orang yang mengetahui”. (Al-An’am : 97) dan firman-Nya : al-ikhwan.net

Abu Ahmad

rO ( 3  +0 ! K=  P &% = H ~ N V! Y P &% G; #    /!  &%  K= N V Y = H ~ N   X#   N   =!X L  u  W ; H N " 4 :L / 0 Ow   ; k +  “Dan Kami jadikan malam dan siang sebagai dua tanda, lalu Kami hapuskan tanda malam dan Kami jadikan tanda siang itu terang, agar kamu mencari kurnia Tuhanmu,d an supaya kamu mengetahui bilangan tahun-tahun…”. (Al-Isro : 12) Bagi Memahami pengetahuan ilmiyah yang beragam, seperti kedokteran, ilmu tentang janin dapat dapat menggunakannya untuk menafsirkan dan mentadabburkan ayat AlQur’an yang berhubungan dengan ilmu tersebut, sebagaimana firman Allah :

—  5 $   4t4 S d)  ,  H : / 0 O , " 4'K0 64 . ;4v: S " 4 4 4D   “Dia menjadikan kamu dalam perut ibumu kejadian demi kejadian dalam tiga kegelapan…”. (Az-Zumar : 6), tentang ilmu kelautan yaitu dalam firman-Nya :

 4 :L Rm &% ] L h+! . . k +  ˜ 7 ‹ ( :  K =: . .    /! ( #  +  C  ( 0 .4 ~(   N _ 4_ @  K =0 C ( D   .. :\U  ' “Dia membiarkan dua lautan mengalir yang keduanya kemudian bertemu. antara keduanya ada batas yang tidak dilampaui oleh masing-masing. Maka ni’mat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan. Dari keduanya keluar mutiara dan marjan”. (Ar-Rahman : 19-22) Ilmu tentang lapisan bumi :

u7 ; f  !:(‰ N KG ; 6 ‚ 7  D  0 (7  - N “ 7 !: u7  ~ [! +y !   / 0 N “Dan diantara gunung-gunung itu ada garis-garis putih dan merah yang beraneka macam warnanya dan ada (pula) yang hitam pekat”. (Fathir : 27). Ilmu keperdataan, seperti firman Allah :

al-ikhwan.net

Abu Ahmad

. ; Hf ;   G?!N  h:! ==: R%  X N “Dan langit Kami bangun dengan kekuasaan (Kami) dan sesungguhnya Kamu benarbenar meluaskannya”. (Ad-Dzariyat : 47, dan lain sebagainya. Sebagaimana juga yang memahami ilmu masalah kejiwaan (psikologi), sifat manusia, perasaan dan kecendrungannya, dapa menafsirkan kalimat “Tarabbush al-iddah” – menahan diri hingga m,elewati masa iddah- ayat dari :

RQ N (j4 P 55 / K! X m Z4 Gh:! / 3  : (  $ Yv  N “Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru..”. (Al-Baqoroh : 228). Memahami rahasia tentang habisnya masa iddah dalam rumah suaminya dan menyediakan rumah untuk wanita yang di talak

/ K! '; : / 0 /  ; ~(! D  '  " 4 :   Y ;4' N “..Bertakwalah kepada Tuhanmu. Janganlah kamu keluarkan mereka dari rumah mereka…”. (At-Tholak : 1) dan untuk menafsirkan periode terjerumusnya aseseorang dari bisikan syaitan dan memenuhi rayuan-rayuannya. Allah berfirman :

"  0 ;4(!  N E ; o  ( N r ( , †% !: . ; =0 _   / \Y r4   6  ?! >k3  N . ;4(!  0 “Dan (juga) agar hati kecil orang-orang yang tidak berman kepada kehidupan akhirat cenderung kepada bisikan itu, mereka merasa senang kepadanya dan supaya mereka mengerjakan apa yang mereka (syaitan) kerjakan”. (Al-An’am : 113) 21. Selalu Memperbaharui Dalam Memahami ayat-ayat Al-Quran Al-Quran sangat kaya akan nilai-nilai dan petunjuk-petunjuknya, ayat-ayat yang menyebar dalam kehidupan manusia dapat dipahami nilai-nilai dan petunjukal-ikhwan.net

Abu Ahmad

petunjuknya sesuai dengan keadaan dirinya dalam berinteraksi dengannya dan tingkat kesiapannya dalam memabaca ayat tersebut. Al-Quran tidak akan memberikan hidayahnya kepada pembaca yang hanya duduk dan tidak mau beramal, tidak mau beraktivitas dan berjihad dengannya. Dan Al-Quran tidak akan bisa disingkap rahasia-rahasaianya kecuali kepada orang yang mau bergerak dan aktif, tidak akan menebarkan naungannya nan teduh kecuali kepada orang yang mau menerimanya dengan sepenuh hati. Karena itu para pembaca hendaknya memiliki cara dalam menapaki jalan dengan benar agar dapat memahami Al-Quran, berinteraksi dan mendapatkan rahasia, nilai-nilai dan petunjuknya. Kami tidak ingin berpanjang lebar dalam menjelaskan bahwa pembaca yang memiliki perhatian penuh kepada Al-Quran akan mendapatkan begitu banyak faedah darinya, buah yang manis dari rihlah bersamanya, hasil yang baik dari hidup di bawah naungannya, karunia dari ilmu-ilmu, hakekat dan ketetapan-ketetapannya yang akan terus tumbuh dan bertambah secara berkesinambungan, ditambah dengan hal-hal yang baru dan bermanfaat, berlimpah dan indah. Dalam merealisasikan ini semua maka setiap pembaca harus memperhatikan kaidahkaidah yang diterima olehnya, dalam meraih rahasia dan kunci untuk bisa berinteraksi dengannya, hendaknya terus menelaah ayat-ayat Al-Quran yang dia hidup dengannya. Sehingga dapat mengeluarkan hal-hal yang baru dari nilai yang terkandung di dalamnya, dapat menambah wawasan dari sebelumnya, merasakan hal yang baru dari hakekat-hakekat dan ketetapan-ketetapannya. Kemudian setelah itu melakukannya kembali, untuk ketiga kalinya, keempat kalinya dan seterusnya, dengan maksud selalu mengulangi telaahnya terhadap ayat-ayat Al-Quran secara kontinyu dan selalu memperbaharuinya, menjadikan apa yang telah ditelaahnya sebagai bahan perenungan dan inspirasi yang selalu. Pembaca hendaknya menghidupkan Al-Quran dan memperbaharui cita rasa hidup bersamanya, dan merasakan bahwa kehidupannya merupakan bagian dari kehidupan dengannya, menyingkap lebih banyak hal-hal baru dari hakekat-hakekat yang mercerahkan dan ketetapan-ketetapan yang mantap. Dan hendaknya ia melihat tingkatan dari hakekat, nilai-nilai dan ketetapan-ketetapannya, berusaha menumbuhkannya dan menambahnya sebagai ganti dari kekurangan, kelemahan, kealpaan dan kemalasan dirinya. Bahwa pembaca pada kondisi ini ada 3 kelompok : Pertama : Kelompok yang memahami bahwa hasil yang didapat dari nilai-nilai dan petunjukpetunjuk Al-Quran telah berkurang dari sebelumnya, lalu kembali membaca dan menelaah untuk yang kedua kali jauh lebih sedikit yang tidak serupa dengan bacaannya yang pertama, sehingga ia mendapatkan nilai-nilai lebih jauh lebih sedikit dari apa yang didapatkan kali pertama. Dan jika ini terjadi dan yang dicapainya akan terus berkurang al-ikhwan.net

Abu Ahmad

dan berkurang hingga menjadi sirna dan habis ketika menelaah ayat-ayat Al-Qur’an, maka -pada hakikatnya- dirinya telah menjadi penghalang terhadap Al-Quran dan harus berusaha untuk bangkit dan hidup bersamanya kembali. Kedua : Kelompok yang memahami bahwa hasil yang didapat sebagaimana mestinya tidak akan beubah baik mengalami penambahan atau pengurangan, dan bahwasanya maklumat – pengetahuan- itu akan tetap bersamanya seperti yang didapat, namun dia tidak bisa menambah kepada yang baru atau mengingkatkannya dengan hal yang bermanfaat…hal itu juga dapat menjadi penghalang dirinya terhadap Al-Quran, dan yang diraih sebelumnya dari Al-Quran menjadi jumud dan keras, dan bisa jadi akan telah mengalami penurunan atau jumud. Dirinya akan mengalami kemalasan, futur, kelemahan dan maksiat, dan hal tersebut akan mempengaruhi hidupnya ilmu, tadabbur dan pemahaman pada posisi stagnan dan berjalan di tempat. Para pembaca hendaknya berusaha mengembangkan kehidupannya pada pengetahuan dan mata pencahariannya, menambah ilmu pengetahuannya dan kehidupannya pada ruh, cahaya dan nilai-nilai yang baru…yaitu dengan cara mempererat interaksinya dengan Al-Quran, menerima dan menelaahnya secara seksama dan kontinyu serta berusaha untuk menjadikannya sebagai sarana menambah ilmu dan hidayah. Ketiga : Kelompok yang memahami bahwa hasil yang didapat akan mengalami penambahan dan peningkatan, dan ketika berusaha untuk kembali dalam menalaah untuk yang kedua, keitga atau keempat kalinya akan terus memberikan peningkatan yang bermanfaat, wawasannya yang luas, nilai-nilai yang baru yang belum didapati sebelumnya, mampu menelaah atau hidup dengan hakekat dan ketentuan-ketentuan yang ada di dalamnya Inilah model yang sesuai dalam menjalin hubungan dengan Al-Quran, hidup dengan AlQuran, bergerak dengan Al-Quran dan menjadi generasi Al-Quran. Hasil yang diraihnya terus berlimpah, wawasannya terus menjadi luas, hubungan dengannya terus bertambah erat dan kehidupannya terus berkembang dan mengalami pembaharuan… Segala puji bagi Allah atas limpahan tersebut, dan kita berharap terus bertambah ilmu, wawasan dan hidayah saat kita berinteraksi dengan Al-Qur’an… 22. Memahami Karakteristik Setiap Surat Dalam Al-Quran Al-Quran merupakan kitab suci yang sangat universal yang mengandung banyak pelajaran dan hikmah serta pelajaran, sekiranya bukan dari sisi Allah maka akan mengalami perselisihan yang besar. Al-Qur’an memiliki susunan kalimat, ungkapan dan kata-kata yang sangat indah, saling memiliki keterkaitan yang erat pada tema dan ma’aninya, hubungan dan keserasian serta kesatuan pada setiap surat, setiap pelajaran, setiap maqho’ –potongan ayat-, setiap ayat dan kalimatnya. Ibaratnya Al-Quran seperti al-ikhwan.net

Abu Ahmad

bangunan yang kokoh, rapi, saling bersambung dan mangagumkan. Pada hakikatnya AlQuran seperti –menurut pendekatan dan penjelasannya- bangunan yang menakjubkan, terlihat susunan dan kesatuan yang begitu rapi di dalamnya, seperti halnya dapat terlihat pada tiap tingkatan dari tingkatan-tingkatan yang lainnya, pada tiap ruangan dari ruangan-ruangan lainnya, pada tiap kamar dari kamar-kamar lainnya, pada tiap dinding dari dinding-dinding kamarnya, dan pada tiap sisi dari sisi-sisi dindingnya. Begitulah Al-Quran secara umum, pada setiap surat, pada setiap pelajaran, pada setiap potongan ayatnya, kemudian pada setiap ayat dari potongan ayat, dan pada setiap kata yang termaktub dalam kalimat-kalimatnya. Bagi pembaca Al-Quran yang jeli dituntut untuk selalu menelaah tentang kesatuan tematik Al-Quran dan surat darinya, memperhatikan susunan, hubungan dan saling keterkaitan antara pelajaran dan potongan-potongannya, berinteraksi dengan surat bahwa ia merupakan kesatuan tema yang sempurna dan indah, dan memahmi bahwa surat-surat yang termaktub dalam Al-Quran memiliki karakteristik yang istimewa dan unik, karakteristik yang mengikat tema-tema pokok dengan tema-tema, pelajaranpelajaran dan potongan-potongannya dengan benang secara detail, kuat yang hanya mampu dilihat oleh para mutadabbir- pemerhati yang jeli. Sayyid Qutb berkata : “Karena itu dapat dilihat bagi siapa yang hidup di bawah naungan Al-Quran bahwa setiap surat dari surat-surat yang terdapat dalam Al-Quran memiliki karakteristik yang istimewa ! keistimewaan yang memiliki ruh yang hidup bersamanya hati sebagaimana jika ia hidup bersama ruh yang hidup memiliki tanda, cirri dan nafas yang istimewa pula ! memiliki tema pokok atau beberapa tema pokok yang menjurus pada pembahasan khusus ! memiliki suasana khusus yang menaungi seluruh tematemanya, menjadikan susunannya mencakup tema-tema ini dari sisi-sisi tertentu, mewujudkan keterkaitan antara keduanya sesuai dengan suasana ini. Memiliki alunan musik yang khusus –jika pada susunannya berubah maka sesungguhnya perubahan itu hanya pada hubungan tema khusus saja.. dan ini merupakan karakteristik umum pada seluruh surat-surat Al-Quran…”. [3] Beliau berkata pada pendahuluan tafsir surat Al-A’raf : “Sesungguhnya setiap surat dari surat-surat Al-Quran memiliki karakteristik dan keistimewaan tersendiri, memiliki cirri khusus, manhaj yang khusus, uslub tertentu, sisi khusus dalam memberikan solusi pada satu thema, dan qodhiah yang besar sekalipun…yang mana secara keseluruhan dapat menyatukan akan tema dan tujuan kemudian memberikan ciri tersendiri, jalan yang istimewa dan sisi yang khusus dalam memberikan solusi satu tempat dan merealisasikan misi ini… Keadaan dalam surat-surat Al-Quran –dari sisi ini- seperti keadaan pada manusia yang Allah ciptakan dengan istimewa…semua manusia memiliki cirri kemanusiaan yang khusus, semuanya memiliki bentuk tubuh dan tugas kemanuisaan…namun mereka memiliki banyak keragaman…memiliki kemiripan cirri, dan didalamnya ada sifat kecemburuan yang tidak bisa bersatu kecuali karakteristik kemanusiaan secara umum.

al-ikhwan.net

Abu Ahmad

Begitulah yang dapat saya gambarkan pada surat-surat Al-Quran, yang dapat saya rasakan dan berinteraksi dengannya. Setelah lama menyertainya, menyatu dan berinteraksi bersama setiap surat darinya sesuai dengan cirinya, tujuannya, sifat dan karakteristiknya !” Pembaca Al-Quran hendaknya berjalan bersama Al-Quran seperti yang dilakukan Sayyid Qutb, berinteraksi dengannya seperti yang dilakukan oleh Sayyid Qutb, mengambil setiap surat darinya sebagai teman, kekasih, sahabat dan kesayangan seperti yang dilakukan oleh Sayyid Qutb….dari situ akan didapati karakteristik khusus terhadap surat-surat dalam Al-Quran, yang memiliki ikatan yang kuat antara ayatayatnya dan tema-temanya, dan mendapatkan benang yang tipis namun kuat di dalamnya, mendapatkan bekal yang banyak dari nilai-nilainya dna hakekat-hakekatnya. 23. Selalu Memutaba’ah Penggunaan Ayat-ayat Al-Quran dengan Istilah yang Sama Sesungguhnya menajadikan surat-surat, ayat-ayatnya, kalimat-kalimatnya dan mustolahat-mustolahatnya –kalimat yang mengandung istilah- dalam Al-Quran sebagai sahabat merupakan kecendrungan lembut dan indah, karena -dengan demikian- akan mampu membimbing pembaca pada perjalanan yang cenderung pada kelembutan dan keindahan, memberikan kepadanya corak, bentuk dan contoh-contoh akan nilai-nilai, hakekat, ketetapan, dan sentuhan-sentuhan Al-Qur’an, menempatkan berada dihadapan harta karun yang tidak akan pernah habis dan kenikmatan yang selalu mengalir. Al-Quran Al-Karim sangat teliti dalam memilih kosa kata dan menggunakan istilahistilahnya, menjabarkan pemahaman dan hakekat-hakekatnya secara lugas dan mudah difahami, memilki keragaman cara dalam menggunakan satu istilah, sangat baik dan cermat dalam menggunakannya, bahkan memberikan nilai-nilai yang selalu baru dari susunan yang satu dengan susunan yang lainnya; kadang sesekali memberikan naungan secara khusus dan memberikan kepada pembaca cita rasa yang baru dan nikmat. Jika pembaca ingin mendapatkan kebahagiaan hidup dan berinteraksi bersama Al-Quran maka dia harus menyerahkan dirinya kepadanya, berserah diri dihadapannya, memfokuskan perasaannya, indranya, hatinya dan akalnya dan seluruh jiwanya dalam rihlah Al-Quran yang menyenangkan, kembali darinya dengan bekal dan wawasan yang agung. Kami menyerukan kepada seluruh pembaca untuk mengikuti penggunaan Al-Quran dalam satu istilah, menyatukan bentuk, uslub, dan corak penggunaannya, memperhatikan apa yang ditemukan yang terus bertambah secara kontinyu dari sebelumnya…mencatat fenomena perbedaan pendapat dalam penggunaan istilah tersebut, dan memberikan manfaat kepada umat manusia, namun yang harus diperhatikan adalah seorang pembaca hendaknya jangan hanya mencatat satu fenomena saja tapi harus mengikuti jejak lain yang memberikan alasan pada fenomena ini; menafsirkannya, menelitinya dan menjelaskan hukum darinya dan rahasia-rahasia yang terkandung di dalamnya, pelajaran dan petunjuk-petnjuk yang dapat dipetik darinya. al-ikhwan.net

Abu Ahmad

Pada tema ini dapat kami katakan : para ulama dahulu telah menelaah akan banyaknya fenomena dalam uslub-uskub Al-Quran, mentadabburkannya, mencatatnya dan mengajarkannya kepada umat manusia sehingga mereka dapat mengambil manfaat yang besar, semoga Allah memberi ganjaran yang baik kepada mereka. Namun yang perlu diperhatikan atas karya mereka adalah bahwa kebanyakan dari mereka tidak memperhatikan akan fenomena ini dengan seksama, berhati-hati, teliti dan cermat, tidak berusaha memberikan alasannya dan menafsirkannya, mencatat beberapa hikmah yang terkandung di dalamnya dan menjelaskan secara jelas dan gamblang, berbicara tentang keindahan dan kelembutannya. Peran kita adalah membangun apa yang mereka sampaikan, menyempurnakan apa yang mereka lewatkan, benarlah orang bijak yang mengatakan : “Berapa yang ditinggalkan para pendahulu untuk masa mendatang ??”…jika kita ingin berhasil meringkas istilahistilah yang termaktub dalam Al-Quran maka kita harus smengikutinya pada uslubuslub Al-Quran kemudian menyatukannya dan memperhatikan pesan yang diwahyukan darinya, kemudian menjabarkan dan menafsirkannya dan berusaha menggali hikmah darinya, rahasia yang ada di dalamnya, dengan selalu mengulang pertanyaan mengapa, mengapa disebutkan begini ? apa hikmah yang bisa kita ambil darinya? dan apa rahasia yang dapat kita gali? dan apa petunjuk yang dapat kita jadikan pelajaran darinya ? Seperti Istilah “Al-Kufr” misalnya Al-Quran menggunakannya dalam sepuluh tempat, namun jika diperhatikan bahwa lafdz tersebut digunakan dalam berbagai bentuk: bentuk fi’il (kata kerja), masdar (kata jadian/keterangan), ism fa’il (subejk), dan sifat…digunakan sebagai kata kerja dalam bentuk lampau mujarrad –asli-, bentuk lampau yang disandarkan pada “ta” al-mutakallim, “ta” al-mukhattab, “ta” at-ta’nits, mukhotobin (orang kedua), mutakallimin (orang pertama) dan ghoibin (orang ketiga)…dan juga digunakan pada kata kerja dalam bentuk yang sedang berlangsung dan mendatang, baik yang disandarkan pada mufrod mutakallim (orang pertama personal) hingga mukhotob mufrod dan mukhotob jamaah. Dan yang disandarkan pada al-mutakallimin, ghoib dan ghoibin. Kata kerja dalam bentuk perintah untuk mufrod dan jama’, kadang digunakan dalam bentuk lampau secara majhul. Adapun penggunaannya sebgai ism maka disebutkan pada bentuk berikut : “Kufr-kafirkafirah-kufroh-kuffar-kafiroh-kufur-kafur-kufaron-kafaroh-kufron” … maka apa hikmah dari banyaknya penggunaan, keragaman dan macamnya yang kadang bisa mencakup seluruh asal kata kalimat tersebut ? hal ini dapat ditemui saat menelaah ayatayatnya secara keseluruhan, mencari petunjuk-petunjuknya secara sempurna. 24. Memperhatikan Adanya Perbedaan Dari Para Mufasirin Dan Kembali Pada Ketentuan Al-Quran Pembaca hendaknya dalam memahadi Al-Qur’an hendaknya jangan seperti tawanan untuk masa tertentu dari sejarah kaum muslimin saja, sehingga dapat memahami ayatayat Al-Quran secara luas, dan juga jangan samapi menjadi tawanan pada golongan tertentu dari berbagai golongan yang ada pada umat Islam, dan juga jangan menjadi al-ikhwan.net

Abu Ahmad

tawanan pada madzhab –aliran- tertentu dari berbagai madzhab yang ada pada umat Islam, begitupun jangan menjadi seperti tawanan pada seorang mufassir tertentu saja dari para mufassirin kaum muslimin ketika menafsirkan Al-Quran… para mufassirin dahulu telah berusaha dengan tenaga dan fikiran mereka untuk menafsirkan Al-Quran, berusaha menjelaskan maksud dari ayat-ayat Allah SWT dan firman-Nya, dan wajar jika ada keragaman dalam memahaminya, ada penambahan dari apa yang mereka hadirkan, dan hendaknya kita mendukung mereka, menghormati, memuliakan dan mendoakan mereka, ini satu sisi. Namun pada sisi lain, kita tidak boleh tetap berada pada satu pendapat mereka saja bahkan -boleh jadi- berada pada kesalahan yang mereka lakukan dalam menafsirkan Al-Quran –karena setiap manusia pasti pernah melakukan kesalahan kecuali Rasulullah saw- . Kita tidak boleh mengikuti kesalahan yang mereka perbuat, pada perselisihan yang tidak penting untuk dibicarakan, namunpada hasil yang bermanfaat darinya, kita tidak boleh mengikuti dalam perdebatan yang terjadi pada mereka, dalam mengungkap dalil-dalil yang begitu banyak dalam mengambil inti sari, dan penerimaan dan penolakan mereka serta bukan pada perdebatan sengit mereka . Namun yang kita tampilkan adalah tafsir mereka yang kita pilih yaitu yang baik-baik dan sesuai dengan kita serta mendukung perjalanan hidup kita menuju ridha Allah dan surga-Nya, mengambil darinya apa yang sesuai dengan AlQuran, apa yang diwahyukan dan dijadikan petunjuk atasnya, memiliki makna yang diterima, sebagai bentuk penambahan wawasan yang bermanfaat, buah ilmu dan amal, memiliki prospek tarbawi dan taujihi –petunjuk-, dan kebutuhan hidup nyata saat ini…kita juga menelaahnya dengan pandangan keilmuan dan tidak banyak berkecimpung pada nilai sejarah tradisional… Karena itu hendaknya para pembaca menghindarkan diri dari perselisihan madzhab yang terjadi antara kaum muslimin, perselisihan kalamiyah –ilmu tauhid- antara pengikut golongan tersebut, perselisihan balaghoh, nahwu, sejarah, dan fiqh, lalu kembali kepada ketentuan Al-Quran yang bersih dan suci serta mulia…mengambil darinya hirupan air dan meminumnya walaupun hanya sedikit dan tidak mencapai kepuasan, karena siapakah yang akan puas dengan ketentuan Al-Quran ? siapa yang akan merasa kenyang dari perbekalan Al-Quran ? siapakah yang bosan dengan menjadikannya sahabat ? dan siapakah yang dapat mengganti Al-Quran, yang merupakan harta karun yang sangat berharga, kebaikan dan cahaya yang menyinari dihadapan ucapan manusia, perselisihan, permasalahn dan perdebatan mereka ? Bagaimana kita bisa mengambil pelajaran aqidah Islam? jawabannya ada pada AlQuran itu sendiri bukan pada pengikut suatu golongan dan ulama kalam dari mu’tazilah, khowarij, syiah, murjiah, asy’ariah –pengikut dan loyal pada imam Asy-Ari- dan hanabilah –pengikut madzhab imam hanbal- dan lain-lainnya…apa yang dikatakan saat membaca tafsiran Al-Quran dan melihat tanda-tanda kebesaran Allah di dunia, sementara penglihatan orang-orang kafir pada Allah sangatlah buruk dan kelak mereka kekal serta diberi azab di hari kiamat. Dan Bagaimanakah penglihatan kaum muslimin terhadap Tuhan mereka di hari kiamat dan di Surga? pembaca hendaknya menghindar dari perselisihan yang sengit antara beberapa golongan dari kaum muslimin di dalamnya..apa sifat-sifat dan nama-nama al-ikhwan.net

Abu Ahmad

Allah yang disebutkan dalam Al-Quran, bagaimana kita bisa mengambilnya dan menfsirkan seluruhnya, tidak boleh membatasinya pada lima, tujuh, sepuluah atau dua puluh sifat saja !!! karena Al-Quran menyebutkan lebih banyak dari itu, bukan berasal dari para ahli filsafat yang kosong sekitar sifat-sifat ini baik yang bersifat permanen dalam bentuk Zat atau selain Zat, dan apa maksud pensifatan Allah dan bagaimana caranya…dan juga harus menghindar dari itu semua dan mengalihkannya pada pemahaman yang positif terhadap sifat-sifat Allah yang Maha memlihara, Maha menentukan, Maha mengarahkan, Maha menghitung, Maha Memantau dan Maha Menegetahui…tunduk kepada-Nya walaupun hal-hal yang kecil dan besar di alam ini dan juga pada kehidupan manusia…kemudian setelah itu kita pindah untuk menoleh pada atsar, nilai-nilai, pelajaran dan ibrah yang dapat diambil manfaatnya oleh orang beriman akanpengetahuannya tentang sifat-sifat Allah dan menelaahnya terhadap AlQuran yang telah menjabarkannya dan menetapkannya…kemudian kita merasakan kehidupan tarbawi dan imani guna dapat memahami sifat ini, mengambil faedah darinya dalam rengka menambah keimanan, perasaan takut dan adanya muraqabah (merasa terus dipantau) serta mengokohkan jiwa dan mengokohkan perjalanannya pada jalan yang lurus. 25. Mengatur Strategi Dalam Berinteraksi Dengan Al-Quran Saat pembaca ingin berinteraksi dengan Al-Quran maka hendaknya ia harus mengatur lebih dahulu strategi dan membuat rancangan yang jelas, apa strategi utama yang harus dilakukannya ? dari mana memulainya ? apa saja permulaan dan akhir dari kerja tersebut ? Dan tentunya, pada saat mengatur strategi tersebut hendaknya dilakukan dengan sistematis, teratur, seimbang dan bertahap. Adapun diantara langkah yang mesti dilakukan adalah sebagai berikut: Langkah pertama : Hendaknya terlebih dahulu menghadirkan suasana imani dan membuat kondisi keimanan dengan prima agar dapat menyertai dalam memahami dan mentadabburkan Al-Quran, menghadirkan anugrah dan nikmat Allah yang telah dilimpahkan kepadanya yaitu dengan memperhatikan adab-adab tilawah seperti yang telah disebutkan pada awal tulisan ini. Langkah kedua : Hendaknya pembaca terlebih dahulu menerima dengan sepenuh hati kehadiran AlQuran di dalam jiwanya dan membaca ayat-ayatnya dengan tartil dan penuh khidmat, sehingga seakan dirinya memulai dan hidup selalu berada di bawah naungan Al-Qur’an, merengkuh nilai-nilai, hakekat, ketentuan dan sentuhan-sentuhannya, berkomunikasi dengan seluruh jiwanya kepada Al-Quran. Sehingga dengan demikian dirinya akan mendapatkan hasil yang besar, kenikmatan yang berlimpah dan harta yang berharga.

al-ikhwan.net

Abu Ahmad

Langkah ketiga : Menelaah ringkasan kitab tafsir yang menjelaskan kalimat-kalimat gharibah (asing) atau penjelasan yang menerangkan sebab-sebab turunnya ayat, atau pembahasan tentang kata yang samar, dan hukum yang khusus. Hal tersebut guna membantu dalam mendapatkan pemahaman para ulama sebelumnya, sehingga akan jelas baginya sesuatu yang samar, menampakkan sesuatu yang tersembunyi, meluruskan seseuatu yang belum jelas kebenarannya, atau menyadari akan kekurangan dirinya sehingga memberikan tambahan pengetahuan darinya.Jadi telaah ini bertujuan untuk mengklarifikasi, meluruskan dan mengaca diri dari berbagai kekurangan dan kekhilafan. Langkah keempat : Menelaah kembali kitab tafsir yang bear dan luas dalam pembahasan dan penjelasannya, serta panjang tema-tamanya, menjabarkan ragam perkhilafan –perbedaan pendapat-. Sehingga -dengan demikian- pembaca dapat berinteraksi –dengan kemampuan kritik yang konstruktif- untuk mencari penjelasan-penjelasannya dan menambah wawasan ilmu dan pengetahunnya, bergelut dengan ilmu dalam waktu yang lama dan penuh berkah. Menumbuhkan jiwa intelektualnya dan kemampauannya beristimbat – mengambil inti sari darinya. Pada langkah ketiga diingatkan hendaknya pambaca memulai telaahnya dengan mencari penjelasan makna-makna kalimat Al-Quran, dan kitab yang paling baik dalam hal ini adalah “Kalimat Al-Quran tafsir dan bayan”, karangan ustadz hasanin makhluf. Kemudian menelaah kitab tafsir kontemporer yang berbicara tentang masalah problematika, permasalahan dan peristiwa kontemporer dan memfokuskannya hanya pada pembahasan kontemporer, dan pembaca tidak akan mendapatkannya kecuali pada kitab yang disusun oleh Sayyid Qutb dalam tafsirnya yang sangat fenomenal “Fi Dzilal Al-Quran”. Dan kami berpendapat bahwa kitab tersebut sebagai wasilah utama untuk dapat memhami tentang karakterisrik Al-Quran, kita yakin bahwa bagi siapa yang menentangnya maka akan banyak sekali yang hilang darinya terhadap nilai-nilai AlQuran, hakekat dan ketentuan-ketentuannya yang termaktub dalam Al-Qur’an.. Kemudian setelah itu membandingkannya dengan kitab tafsir turats –bil ma’tsur- dan kitab “tafsir Al-Quran Al-Adzim imam ibnu Katsir” merupakan rujukan yang paling baik dalam hal ini. Adapun pada langkah keempat, diingatkan kepada pembaca agar dalam menerima penafsiran dari para ulama mufassirin secara mutlak, seperti kitab tafsir Muhammad ibnu Jarir At-Thobari- yang diiringi dengan telaah di dalamnya secara seksama dan menggunakan oto kritik- kemudian juga menerima kitab-kitab tafsir lainnya seperti kitab tafsir Ar-Razi, An-Naisaburi, Az-Zumahsyari, Al-Qurtubi, Abu As-Su’ud, AlAlusi, Asy-Syaukani dan Rasyi ridlo dalam kitabnya Al-Manar.

al-ikhwan.net

Abu Ahmad

Jika dalam pelaksanaannya pembaca mengalami pencampur adukkan dan kebimbangan, maka ia akan menemukan kesulitan yang banyak dan bahkan akan sulit baginya mendapatkan keni’matan untuk bisa hidup bersama Al-Quran Al-Karim. Semoga Allah senantiasa merahmati Imam As-syahid Hasan Al-Banna saat menjawab pertanyaan yang ditujukan kepadanya tentang cara paling ampuh untuk bisa memahami Al-Quran, beliau berkata : Hatimu. Hati orang yang beriman tidak diragukan lagi merupakan seutama-utama tafsir terhadap kitabullah. Dan cara paling baik untuk dapat memahaminya adalah membaca Al-Quran dengan penuh tadabbur dan khusu’, berniat mencari kebenaran dan petunjuk, membuka wawasan dan fikrahnya ketika membaca…menselaraskannya dengan sejarah hidup Rasulullah saw, mengartikannya dengan corak yang khusus seperti melalui asbabun nuzulnya –sebab-sebab turunnya ayat-, hubungannya dengan tema-temanya, sehingga ia mendapatkan sarana yang baik dalam memahami Al-Quran secara benar dan bersih. Jika setelah membaca kitab-kitab tafsir, dan menelaah makna lafadz, atau susunan yang tersembunyi, memahami makna yang ada dihadapannya, atau membekali diri dengan pengetahuan yang dapat memahami secara benar akan kitabullah, merupakan sarana terbaik…sedangkan pemahaman adalah merupakan cahaya yang dapat menyinari lubuk hatinya. 25. Memetik Buah Dari Berinteraksi Dengan Al-Quran Adapun diantara kiat sukses berinteraksi dan mentadabburkan Al-Qur’an secara aplikatif yang terakhir adalah bahwa pembaca hendaknya menghadirkan jiwa dengan penuh semangat dan berusaha menyentuh hati pada saat membaca Al-Quran, berusaha mentadabburkan dan berinteraksi dengan seluruh perasaan, indra dan gerak serta dengan menggunakan seluruh jiwa dan hatinya. Dan jangan menjadikan tujuan dari membaca Al-Quran sekedar ingin mendapatkan ganjaran, karena hal tersebut sudah jelas dan wajar yang akan diberikan oleh Allah –insya Allah. Begitupun jangan bertujuan hanya ingin mendapatkan “tsaqofah” –ilmu- yang terdapat di dalam Al-Quran, hanya sekedar memperluas wawasan belaka, atau ingin mendapatkan pencerahan dengan beragam corak ilmu dan pengetahuan yang terkandung di dalam Al-Qur’an atau untuk menambah perbendaharaan berbagai bidang ilmu, pengetahuan dan ma’rifah. Karena sesungguhnya berkutat pada ilmu dalam menelaah Al-Quran tidak akan melahirkan amal, komitmen dan akhlak yang bersih. Kalau hanya sekedar ingin mendapatkan pengetahuan, baik yang bersifat ilmu ataupun teori, lalu dijadikan simpanan pada akalnya saja sehingga dirinya menjadi jumud – keras- hingga pada titik lemah, bimbang kemudian sirna, atau akan tetap jumud dan lemah untuk menggapai cahaya petunjuk, bimbingan dan pendidikan. Hal tersebut dapat kita lihat pada seseorang yang mengulang-ulang apa yang dimiliki dari pengetahuan dan ilmu yang dimiliki, berbicara tentangnya –dengan lihai dan fasihnamun kepribadiannya dan keistiqomahannya tidak menyertai hidupnya. Akhlak dan al-ikhwan.net

Abu Ahmad

prilakunya tidak mampu diwujudkan. Tidak ada perasaan keterikatan dan hubungannya dari apa yang diucapkannya dan ilmu yang dimiliki. Pembaca hendaknya memperhatikan apa yang termaktub dalam Al-Quran dengan penuh perasaan, indra dan prilakunya, berusaha mendapatkan darinya berbagai ilmu pengetahuan dan tsaqofah, ideologi dan wawasan, hakekat dan petunjuk-petunjuk, nilai-nilai kehidupan, arahan-arahan, prinsip-prinsip, perintah untuk beramal secara nyata sebagai petunjuk amali untuk kehidupannya di dunia. Berusaha untuk menelaahnya melalui akal dan daya khayalnya, ideologi dan daya fikirnya. Melalui hati, ruh, jiwa dan perasaannya. Melalui indra, himmah –keseungguhan- dan kekuatannya, sehingga dapat mencapai apa yang dibutuhkan oleh dirinya, menselaraskan berbagai aspek dijumpainya dengan penuh kejiwaan dan kemudia menyatukannya dalam satu kesatuan, dan mengikatnya dalam ikatan yang kuat dan rapi, lalu mengarahkannya pada program harian, prilaku kongkret, dan hakekat kehidupan serta keimanan Qurani yang hidup, nyata dan menyentuh jiwa; yaitu dengan mengikuti jejak Rasulullah saw –sebagaimana yang pernah diungkapkan oleh Sayyidah Aisyah RA- bahwa akhlaknya adalah Al-Quran, dan mengikuti jejak para sahabat – semoga Allah meridloi mereka- yang menjadikan Al-Quran sebagai ajaran yang harus diamalkan dengan segera pada saat mendengarnya, memandangnya dengan pandangan seorang tentara di medan perang yang siap melakukan perintah dari komandannya untuk segera melakukan perang. [5] Karena itu, pembaca saat menelaah Al-Quran hendaknya meresapi dan menghayati dengan seksama dan penuh khidmat apa yang dibacanya, tidak sibuk dengan urusan lain saat membacanya, atau melakukan sesuatu, atau menjadikan dirinya dan aktivitas lainnya menjadi penghalang, namun hendaknya menyatukan segala yang ada dalam dirinya, pemahamannya, himmahnya, fikrohnya, indranya, khayalnya, perasaannya, hatinya, akalnya dan jiwanya kepada Al-Quran. Pembaca juga tidak mencampur adaukkan antara sarana dan tujuan, karena betapa banyak kerugian yang akan didapat jika hal tersebut dilakukan ! sesungguhnya setiap sesuatu yang digunakan untuk membaca Al-Quran tidak mesti menjadi sarana untuk mencapai tujuan..yaitu tilawah, tadabbur dan telaah, dan apa yang dihasilkan dari hakekat-hakekat yang ditemuinya, lathoif –percikan-percikan Al-Qur’an-, pengetahuan, ketetapan dan hal-hal yang dapat membuat hatinya terbuka sehingga dapat memberikan pemahaman, prinsip dan oreintasinya; sehingga mampu membaca bukubuku tafsir, mampu hidup bersama Al-Quran dalam beberapa saat atau jam. Yang mana ini semua tidak dijadikan pada bentuk lain kecuali menjadikannya memiliki beberapa tujuan. Karena jika hanya merasa puas pada hal tersebut dan merasa cukup dengan satu arah maka dirinya tidak akan dapat merasakan hidup yang indah bersama Al-Quran, hidup dibawah naungannya, dan tidak akan mampu memahami bagaimana beriteraksi yang baik bersama Al-Quran !.

al-ikhwan.net

Abu Ahmad

Kita menyadari bahwa sebagian umat Islam ada yang mereasa cukup dengan hal tersebut, bermalas-malasan untuk berada disisinya, dan menjadikannya –membaca AlQuran- hanya pada satu obsesi dan satu tujuan dan satu misi, sedangkan mereka tidak memahami Al-Quran secara benar dan tidak berusaha hidup dibawah naungannya !. Seorang mu’min saat menyertai Al-Quran dalam perjalanan hidupnya yang menyenangkan hendaknya memperhatikan apa yang dihasilkan dari hal tersebut, harus meluruskan niat pada setiap perjalanannya, sehingga dirinya akan memperoleh banyak keuntungan darinya, serta akan memetik keberkahan yang begitu besar. Sesungguhnya buah yang diharapkan hasilnya tidak akan menyampaikan dirinya pada tujuan yang telah dibatasi dan dicarinya. Dimana saat dia membaca Al-Quran maka AlQuran akan bertanya akan tujuan hidupnya; tujuan orang beriman dalam membacanya, dan akan dijumpai jawabannya dalam Al-Quran dengan jelas dan gamblang. Dan kita telah membicarakan tentang tujuan Al-Quran dalam kehidupan manusia pada tema “Memahami Tujuan Pokok Al-Quran” dan “Memperhatikan Misi Da’wah Pergerakan Al-Quran” dan yang liannya dari kiat-kiat sukses berinteraksi dengan AlQuran secara aplikatif. Pada hal tesebut, Al-Quran memberikan batasan kepada orang yang beriman yang ingin mentadabburkan Al-Qur’an dengan tujuan membaca, berinteraksi dan mentadabburkannya. Allah berfirman:

P f   V„ ;   :L / 0 ) ; G >W ; K  `! f 9!  E   J   Y ’  ( T /  6 l  #    / X  - 6 [ F G  Y . ) +!0 [) o  S   N46  Y (! 8  / 0 " K : ;4j4  ' " 54 " K :  . ; M D   / \Y u ;4~ =0 (< H M   ' S G!€0 K:!M 0 : 8 Rx M / 0  :! ]K   Y      Y (! 8  >?! " K : ;4j4N "  u ;4~ u  / 0      Y V! w   / 0 N “Maka Apakah orang-orang yang dibukakan Allah hatinya untuk (menerima) agama Islam lalu ia mendapat cahaya dari Tuhannya (sama dengan orang yang membatu hatinya)? Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang telah membatu hatinya untuk mengingat Allah. mereka itu dalam kesesatan yang nyata. Allah telah menurunkan Perkataan yang paling baik (yaitu) Al Quran yang serupa (mutu ayatayatnya) lagi berulang-ulang, gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada al-ikhwan.net

Abu Ahmad

Tuhannya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka di waktu mengingat Allah. Itulah petunjuk Allah, dengan kitab itu Dia menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya. dan Barangsiapa yang disesatkan Allah, niscaya tak ada baginya seorang pemimpinpun”. (Az-Zumar : 22-23) Sesungguhnya tujuan yang ditargetkan adalah “Al-Hidayah”..karena hidayah Allah merupakan petunjuk bagi siapa yang di Kehendaki…seperti yang disebutkan pada penutup dua ayat yang telah ditentukan bagaimana mambaca Al-Quran, mensifati keadaan orang yang berkomunikasi dengannya, memperhatikan fenomena pengeruh, perubaan dan interaksi atas mereka…kemudian menjelaskan buah dari tilawah ini dan menentukan tujuan darinya, menyeru kepada orang beriman untuk menelaahnya dan berusaha untuk mengaplikasikannya, rindu kepada buah tersebut dan berusaha untuk memetiknya…yang dimaksud adalah “Al-Huda” yaitu hidayah Al-Quran…hidayah Allah yang diberikan kepada siapa yang dikehendaki..hidayah secara mutlak dan syamil –menyeluruh- serta universal untuk individu, masyarakat dan umat… Dalam ayat lain yang menetapkan tujuan dari tilawah adalah firman Allah :

 4€0 /  8 B !  = S  :! SM   ; G   = H ~ N E =- h  0 . 8 / 0 N 6 ; G8 0 / !(  / L‹   \ 8 K=0 C ) ! D:! {   $   4A@  S . ;4  H  “Dan Apakah orang yang sudah mati kemudian Dia Kami hidupkan dan Kami berikan kepadanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu Dia dapat berjalan di tengahtengah masyarakat manusia, serupa dengan orang yang keadaannya berada dalam gelap gulita yang sekali-kali tidak dapat keluar dari padanya? Demikianlah Kami jadikan orang yang kafir itu memandang baik apa yang telah mereka kerjakan”.(AlAn’am : 122) Yaitu kehidupan yang bebas, berwibawa dan mulia yang hanya layak untuk orang beriman, kehidupan yang penuh kebahagiaan, keberkahan dan petunjuk yang juga memberikan keberkahan pada umurnya, menaikkan derajatnya dan membersihkan jiwanya..kehidupan yang harus dijadikan tujuan dalam membacanya, buah yang dapat dipetiknya dari hasil interaksi dan perjalanan bersamanya, dan hasil amali yang diaplikasikan dari interaksinya dengan Al-Quran. Inilah tujan tilawah, buah interaksi, hasil tadabbur dalam berinteraksi dengan AlQur’an… Al-Quran adalah hidayah maka bagaimana kita bisa mendapatkan hidayah Al-Quran ?

al-ikhwan.net

Abu Ahmad

Al-Quran adalah cahaya maka bagaimana kita bisa mendapatkan cahayanya ? Al-Quran adalah kehidupan maka bagaimana kita bisa hidup dengannya ? Al-Quran adalah harta karun yang tidak ternilai harganya maka bagaimana kita bisa membukanya ? Al-Qur’an adalah anugrah Allah SWT yang berlimpah maka bagaimana kita bisa hidup di bawah naungannya,berusaha meraih kehadirannya dan memetik buahnya yang tidak ada kehidupan selain dengannya ? Inilah tujuan dari tilawah dan demikianlah buah dari mentadabburkannya…tujuan yang menyeru kepada seluruh manusia, buah yang memotivasi untuk selalu hidup bersamanya, mengarahkan untuk selalu rindu kepadanya. Kita berharap menjadi seperti mereka yang mendapatkan kebahagiaan ketika dapat hidup di bawah naungan Al-Quran, hidup di dalam hidayah Al-Quran, memetik buah dari Al-Quran, merealisasikan tujuan-tujuannya, berinteraksi dengan baik bersamanya, menggunakan kiat-kiat yang memberikan hidayah untuk membuka harta karun AlQuran, dan membimbing kita di dunia pada jalan kebaikan dan hidayah Allah dan kelak memberikan hujjah pada hari kiamat, memberi syafaat untuk masuk ke surga Allah dengan karunia-Nya, ampunan-Nya dan Rahmat-Nya. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan hidayah kepada jalan lurus kepada kita semua. Segala puji hanya milik Allah SWT yang dengan ni’matnya segala kebaikan menjadi sempurna Dan shalawat serta salam semoga tercurah kepada nabi Muhammad saw, keluarga dan para sahabatnya. Wallahu a’lam bisshowab ______________________________________________ [1]. Fi Dzilal Al-Qur’an : jil. 1, hal 11) [2]. Al-Itqan, Imam Suyuthi : 2 : 176 [3]. FI Ad-Dzilal Al-Qur’an, 1 : 28 [4]. Fi Ad-Dzilal Al-Qur’an, 3 : 1243 [5]. Ma’alim Fi At-Thoriq, Sayyid Qutb, hal : 17-20

al-ikhwan.net

Abu Ahmad

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF