Acceptance and Commitment Therapy

January 22, 2017 | Author: Urip Iskandar Dinata | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Konseling Mutakhir...

Description

Pendekatan Mutakhir dalam Konseling

“Acceptance and Commitment Therapy”

Di Susun Oleh : Devi Riana

1715121290

Hafidzah Kholisah

1715121309

Yustina Triastuti

1715121276

JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA 2015

1. Pengantar Dewasa ini, permasalahan yang dialami oleh manusia semakin kompleks. Dalam penanganan masalahnya, manusia melakukan berbagai macam cara. Ada yang dapat menyelesaikan permasalahan yang ia alami sendiri,

ada pula yang

membutuhkan bantuan dari orang lain. Salah satu upaya penyelesaian masalah dengan bantuan orang lain adalah melalui konseling. Seiring berkembangnya waktu, teori konseling dan psikologi menjadi semakin beragam. Beberapa pendekatan Pendekatan-pendekatan kreatif dalam konseling, sudah berkembang dalam dunia psikoterapi. Pendekatan ini memiliki ciri khas khusus yang dapat dimanfaatkan untuk menangani berbagai macam permasalahan. Terdapat berbagai macam teknik kreatif

yang digunakan, salah

satunya adalah teknik konseling acceptance and commitment therapy (ACT). Acceptance and Commitment Therapy (ACT) merupakan salah satu psikoterapi baru yang dikembangkan oleh Hayes (1999) digunakan dalam membantu klien gangguan jiwa dimana menggunakan prinsip penerimaan dan komitmen dalam memperbaiki perilaku. Dalam ACT klien diajak untuk tidak menghindari tujuan hidupnya meskipun dalam upaya untuk mencapainya akan ditemukan pengalamanpengalaman tidak menyenangkan. Dapat disimpulkan bahwa ACT merupakan terapi yang menggunakan konsep penerimaan, kesadaran, dan penggunaan nilai-nilai pribadi untuk menghadapi stresor internal jangka panjang yang dapat menolong seseorang untuk dapat mengidentifikasi pikiran dan perasaannya, kemudian menerima kondisi untuk melakukan perubahan yang terjadi dan berkomitmen terhadap diri sendiri meskipun

dalam

perjuangannya

harus

menemui

pengalaman

yang

tidak

menyenangkan. Terapi ini melibatkan sepenuhnya penerimaan pengalaman sekarang dan penuh kesadaran untuk melepaskan hambatan. Penerimaan dalam pendekatan ini adalah tidak sekedar mentoleransi, melainkan tidak menghakimi serta aktif merangkul pengalaman saat ini. Berbeda dengan kognitif behavior therapy, di mana kognisi ditantang ataudi perdebatkan, di ACT kognisi ditermia. Klien belajar bagaimana menerima pikiran dan perasaan yang mungkin dicoba untuk ditolak. Pandangan ini mengatakan

bahwa pikiran maladaptif diperkuat dengan cara ditentang daripada

dikurangi.

2. Konsep Dasar

Terapi ACT lahir dari sekolah terapi perilaku, terapi perilaku dibagi menjadi tiga generasi yaitu behaviorisme tradisional, terapi cognitive-behavioral (CBT), dan saat ini “generasi ketiga” atau pendekatan kontekstual dengan perilaku (Hayes, 2005). Kepercayaan terapi ACT bahwa kehidupan yang lebih terpenuhi dapat dicapai dengan mengatasi pikiran dan perasaan negatif. ACT membantu klien untuk bertindak secara efektif (perilaku konkret seperti yang didefinisikan oleh nilai-nilai mereka) dihadapan sulit atau menganggu “pribadi” (kognitif atau psikologis). ACT juga digunakan untuk menggambarkan apa yang terjadi di dalam terpai: menerima efek dari kesulitan hidup, memilih nilai-nilai arah, dan mengambil tindakan. Mattaini (1997) menjelaskan bahwa ACT tidak berarti kita meminta klien untuk menerima setiap situasi, tetapi beberapa keadaan akhirnya harus diterima (yaitu, realitas fisik atau peristiwa sejarah), harus diterima untuk saat ini, harus diterima dengan harapan perubahan akhirnya, atau harus berubah sekarang. ACT membantu seseorang dalam mengurangi penderitaan yang dialami dengan meningkatkan kesadaran dan kemampuan seseorang tersebut terhadapa apa yang diinginkannya dalam hidup ini. Dalam ACT klien diajak untuk tidak menghindari tujuan hidupnya, meskipun dalam upaya untuk mencapainya akan ditemukan pengalaman-pengalaman yang tidak menyenangkan. Dapat disimpulkan bahwa terapi ACT adalah suatu terapi yang menggunakan konsep penerimaan, kesadaran, dan penggunaan nialai-nilai pribadi untuk menghadapi stresor internal jangka panjang yang dapat meolong seseorang untuk dapat mengidentifikasikan pikiran, perasaannya, kemudian menerima kondisi untuk melakukan perubahan yag terjadi tersebut, kemudian berkomitmen terhadap diri sendiri meskipun dalam perjuangannya harus menemui pengalaman yang tidak menyenangkan. Intinya ACT adalah perubahan baik internal (self-talk) dan eksternal (tindakan) perilaku verbal. 3. Konsep Utama 1. Experiental avoidance Mengacu pada proses mencoba untuk menghindari pengalaman pribadi negatif atau menyedihkan. 2. Acceptance Hayes, et al (1999) mendefinisikan acceptance sebagai suatu kesadaran untuk tidak memberikan penilaian dan secara aktif menerima pengalaman, pemikiran, dan perasaan yang dirasakan seperti apa adanya. Acceptance merupakan salah satu strategi yang sangat penting bagi individu untuk membuka diri untuk menerima keterbatasan yang dimiliki. Fokus dari proses ACT adalah untuk mengembangkan

dan meningkatkan kesediaan individu untuk memiliki dan menerima pengalaman pribadinya. Acceptance merupakan penerimaan terhadap pengalaman-pengalaman yang tidak menyenangkan tanpa berusaha untuk mengubahnya. ACT dirancang untuk membantu klien belajar bahwa menghindari pengalaman adalah bukan solusi. 3. Cognitive Defusion Cognitive Defusion adalah proses belajar dalam mempersepsikan pikiran, memori, dan aspek kognisi lainnya sesuai dengan apa yang dilihat bukan pada apa yang mereka katakan ataupun melebihkan maknanya Hayes, et al (1999). Hoare, et al (2012) menambahkan bawa cognitive defusion membantu individu untuk mengurangi keyakinan pada suatu pemikiran yang negatif. Pada bagian ini, individu belajar untuk berpikir pada hal-hal positif mengenai keadaan dirinya sehingga memungkinkan individu untuk dapat berespon secara lebih fleksibel. Konsep ini mengacu memisahkan pikiran dari orang lain yang dan apa yang kita pikirkan. 4. Commitment ACT berfokus pada tindakan. Upaya untuk mencapai nilai-nilai tersebut dapat memunculkan pengalaman yang sulit, seperti perasaan yang tidak menyenangkan dan kegagalan. ACT membantu individu untuk melihat bahwa nilai yang sudah ditetapkan bukanlah hal yang permanen. Pilihan terhadap suatu nilai perlu dipikirkan lagi dan lagi, misalnya setelah terjadi kegagalan. ACT membantu mempersiapkan individu untuk berjuang ke arah yang bernilai daripada melawan perasaan dan pikiran yang sulit. Melalui bagian ini, individu menjadi lebih bersedia untuk “membawa” perasaan dan pikiran tersebut bergerak ke tujuan yang bernilai. 4. Manfaat Menurut (Strosahl, 2002) manfaat dari Acceptance and Commitment Therapy (ACT) antara lain: 1. Membantu klien agar dapat menggunakan pengalaman langsung untuk mendapatkan respon yang lebih efektif supaya tetap bertahan dalam hidup. Klien menggunakan pengalaman yang ia miliki untuk beradaptasi dengan situasi dan kondisinya saat ini. Terapis membantu klien untuk bisa menjalani kehidupannya dengan baik tanpa terbebani oleh permasalahan yang mengganggunya. 2. Mampu mengontrol penderitaan yang dialami 3. Menyadari bahwa penerimaan dan kesadaran merupakan upaya alternatif untuk tetap bertahan dalam kondisi yang dihadapinya

4. Menyadari bahwa penerimaan akan terbentuk oleh karena adanya pikiran dan apa yang di ucapkan 5. Menyadari bahwa diri sendiri sebagai tempat penerimaan

dan berkomitmen

melakukan tindakan yang akan dihadapi 6. Memahami bahwa tujuan dari suatu perjalanan hidup adalah memilih nilai dalam mencapai hidup yang lebih berharga 5. Objek Terapi dan Masalah yang Cocok Acceptance and Commitment Therapy (ACT) dapat mengatasi masalah, antara lain: 1. Kecemasan (Forman, et al, 2007 dalam Hayes, 2010). Kecemasan yang dimaksud bisa ditimbulkan karena pengalaman traumatis, contohnya mengalami bencana, kehilangan orang yang disayangi, dan gangguan dalam pemenuhan tugas perkembangan 2. Mengatasi masalah kronik. (McCracken, MacKichan, dan Eccleston, 2007, dalam Hayes, 2010). Contoh: klien yang memiliki penyakit sulit disembuhkan atau jangka waktu penyembuhannya lama, seperti kanker 3. Depresi (Lappalainent, 2007 dalam Hayes, 2010) 4. Gangguan pola kebiasaan(Wood, Waterneck, dan Flessner, 2006, dalam Hayes 2010). Gangguan pola kebiasaan ini seperti klien yang memiliki gangguan obsesif kompulsif dan gangguan tidur (insomnia). 5. Masalah psikotik. (Gaudiano dan Herbert, 2006, dalam

Hayes

2010)Misalnya klien memiliki delusi, gangguan pemahaman antara realita dan imajinasi.

6. Kegiatan/Teknik-Teknik Kegiatan yang dilakukan dalam terapi penerimaan dan komitmen (ACT) ialah berupa diskusi antara konselor dan konseli. Menyadarkan konseli melalui kata-kata dan juga latihan. Membuat konseli menyadari dan menerima keadaan yang sedang ia alami saat ini dan juga berkomitmen untk mau bersama-sama mengatasi permasalahan yang dialami oleh konseli.

Sulistiawaty (2012) mendeskripsikan teknik pelaksanaan Acceptance and Commitment Therapy (ACT) dapat dilakukan dalam empat sesi yang terdiri dari enam prinsip, antara: 1. Acceptance (penerimaan) Menerima ikiran dan perasaan meskipun terdapat hal yang tidak 2. Acceptance (penerimaan) Menerima ikiran dan perasaan meskipun terdapat hal yang tidak diinginkan/tidak menyenangkan seperti rasa bersalah, rasa malu, rasa cemas dan lainnya. klien berusaha menerima apa yang mereka pnya dan miliki dengan maksud untuk mengakhiri penderitaan jangka panjang yang dialami tana merubah atau membuang pikiran yang tidak diinginkan, tetapi dengan melakukan berbagai cara latihan untuk mencapai kesadaran, klien belajar untuk dapat hidup dengan menjadikan stresor sebagai bagian dari hidunya. 3. Cognitive defusion Merupakan teknik untuk mengurangi penolakan terhadap pikiran atau pengalaman yang tidak menyenangkan. 4. Being present Klien dibantu untuk mendapatkan pengalaman yang lebih terarah sehingga perilaku yang ditunjukkan menjadi lebih fleksibel dan kegiatan yang dilakukan menjadi lebih konsisten sesuai dengan nilai yang dianutnya. Klien dibantu untuk memilih arah hidup mereka dengan cara mengidentifikasikan dan fokus pada apa yang mereka inginkan dan nilai apa yang akan mereka pilih untuk hidup mereka sehingga dapat mencpai tujuan hidup yang lebih berharga. 5. Self as a contex Klien melihat dirinya sebagai pribadi tanpa harus menghakimi dengan nilai benar atau salah. Klien dibantu untuk lebih fokus pada dirinya dengan cara latihan pikiran dan pengalaman. 6. Values Klien dibantu untuk menetapkan nilai-nilai dan mampu mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang sesuai dengan tujuan hidupnya. 7. Commited action Klien berkomitmen secara verbal dan tindakan terhadap kegiatan yang akan dipilih termasuk langkah yang diambil untuk mencapai tujuan hidup yang lebih berharga. 6. Tahap Pelaksanaan 1. Acceptance (penerimaan) dan Cognitive Defusion

Pada tahap ini proses konseling diarahkan pada mengidentifikasi kejadian, pikiran, dan perasaan yang muncul serta dampak perilaku akibat pikiran dan perasaan yang muncul tersebut. Tujuan dari sesi pertama, antara lain : a. Klien mampu membina hubungan saling percaya dengan terapis b. Klien mampu mengidentifikasi kejadian buruk atau tidak menyenangkan yang dialami sampai saat ini. c. Klien mampu mengidentifikasi pikiran yang muncul dari kejadian tersebut. d. Klien mampu mengidentifikasi responyang timbul dari kejadian tersebut. e. Klien mampu mengidentifikasi upaya atau perilaku yang muncul dari pikiran dan perasaan yang ada terkait kejadian. 2. Present Moment and Value Mengidentifikasi nilai berdasarkan pengalaman klien. Tujuan dari sesi kedua, antara lain : a. Klien mampu mengidentifikasi kejadian buruk atau tidak menyenangkan yang terjadi b. Klien mampu menceritakan tentang upaya yang dilakukan terkait dengan kejadian tersebut berdasarkan pengalaman klien yang baik konstruktif maupun destruktif. 3. Commited Action tentang tindakan yang dilakukan Berlatih menerima kejadian dengan menggunakan nilai yang dipilihnya. Tujuan dari sesi ketiga, antara lain : a. Klien mampu memilih salah satu perilaku yang dilakukan akibat dari pikiran dan perasaan yang timbul terkait kejadian yang tidak menyenangkan, b. Berlatih untuk mengatasi perilaku yang kurang baik yang sudah dipilih, c. Memasukkan latihan ke dalam jadwal kegiatan harian klien. 4. Berkomitmen untuk melakukan tindakan Berkomitmen untuk mencegah kekambuhan. Tujuan dari sesi keempat, antara lain : a. Klien mampu mendiskusikan tentang apa yang akan dilakukan untuk menghindari berulangnya perilaku buruk yang terjadi b. Klien mampu mengidentifikasi rencana yang akan dilakukan klien untuk mempertahankan perilaku yang baik c. Klien mampu mengidentifikasi apa yang akan dilakukan oleh klien untuk meningkatkan kemampuan berperilaku baik d. Klien mampu menyebutkan keuntungan memanfaatkan pelayanan kesehatan e. Klien mampu menyebutkan akibat bila stres tidak ditangani segera f. Klien mampu menyebutkan manfaat pengobatan g. Klien mampu menyebutkan manfaat terapi modalitas lain untuk kesembuhan. 7. Penjelasan secara Fisik, Psikologis dan Neurologis 1. Secara Fisik Acceptance and Commitment Therapy (ACT)

merupakan

terapi

yang

menggunakan area kognitif konseli. Dalam proses terapi, secara fisik konseli

seperti konseling pada umumnya.Yakni konselor dan konseli berada pada suatu tempat yang kondusif dan nyaman. Posisi konselor dan konseli juga disesuaikan pada tempat. 2. Secara Psikologis Acceptance and Commitment Therapy (ACT) secara psikologis, akan membawa konseli pada area berpikir, dimana konseli ada kemungkinan untuk menerima atau merelakan sesuatu. Misalnya ada seorang konseli yang anggota keluarganya meninggal akibat kecelakan, maka kondisi psikologis konseli umumnya terganggu, emosi kondisi tidak stabil, konseli merasa stress atau konseli merasa depresi. Ketika konseli diberikan terapi ini, kondisi psikologis konseli diharapkan menjadi tenang dan lebih baik. 3. Secara Neurologis Ketika konseli sedang melakukan terapi, akan ada kemungkinan terjadi pergejolak emosi yang melanda dirinya. Beberapa tingkah laku yang terlihat misalnya konseli menangis (keluarnya air mata). Ada beberapa jenis sebab keluarnya air mata. Salah satunya adalah air mata yang keluar karena pengaruh emosi. Jenis air mata inilah yang memiliki zat mangan dan hormon prolaktin tertinggi. Jadi ketika seseorang menangis karena emosi yang melanda dirinya, keluarnya air mata tersebut secara naluriah mengurangi perasaan depresi yang ada hingga tubuh mencapai kondisi stabil. 8. Kesimpulan Acceptance and Commitment Therapy (ACT) merupakan suatu terapi yang menggunakan konsep penerimaan, kesadaran, dan penggunaan nilai pribadi untuk menghadapi sensor jangka panjang yang menolong

seseorang untuk dapat

mengindentifikasi perasaannya, kemudian menerima kondisi untuk melakukan perubahan yang terjadi dan berkomitmen terhadap diri sendiri meskipun dalam perjuangannya harus mengalami perjalanan yang tidak menyenangkan. Secara umum ACT bertujuan untuk membantu klien secara konsisten untuk bertindak secara efektif (perilaku konkret yang didefinisikan oleh nilai-nilai mereka) dihapan sulit atau mengganggu pribadi (kognitif atau psikologis). Kegiatan yang dilakukan adalah berupa diskusi antara konselor dan konseli. Menyadarkan konseli melalui kata-kata dan juga latihan. Membuat konseli menyadari dan menerima keadaan yang sedang ia alami

saat ini dan mau

mengatasi permasalahan yang sedang dialami konseli.

bersama-sama

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF