9. Schistosomiasis
March 13, 2018 | Author: AndiMasni | Category: N/A
Short Description
Download 9. Schistosomiasis...
Description
REFLEKSI KASUS
SCHISTOSOMIASIS
OLEH:
Nama
: Andi Masni
Stambuk
: 09 777 015
Pembimbing
: dr. Ch. Kolondam, Sp.A
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ALKHAIRAAT RSU ANUTAPURA PALU 2014
1
PENDAHULUAN Schistosomiasis adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit (cacing). Penyakit ini adalah salah satu penyakit infeksi tropis terbanyak, sekitar 200 juta orang terinfeksi. Penyakit ini menyebar dengan bantuan dari hospes intermediet (keong). Manusia terinfeksi karena kontak dengan serkaria Schistosoma yang berada di air.1 Schistosomiasis
banyak
terdapat
di
daerah
tropis
dan
subtropis.
Schistosomiasis merupakan penyakit yang endemik pada daerah tertentu. Sekitar 90% orang afrika diterapi dengan Schistosomiasis.1,2 Schistosomiasis disebabkan oleh 5 jenis parasit. Parasit yang endemik di Indonesia adalah Schistosoma japonicum. Parasit ini hanya terdapat di Sulawesi Tengah daerah Napu, Lindu, dan Besoa.3,4 Schistosomiasis menempati urutan ketiga penyakit terbanyak yang disebabkan oleh parasit, setelah malaria dan helmintes intestinal. Penyakit ini juga merupakan penyebab morbilitas dan mortalitas terbanyak di negara berkembang, seperti: Afrika, Amerika Selatan, Caribean, Timur Tengah, dan Asia.5 Gejala klinik Schistosomiasis setiap fase berbeda-beda. Gejala klinik penyakit ini tidak khas yang meliputi urtikaria, demam, lemah, malaise, anoreksia, mual dan muntah, sefalgia, myalgia, artralgia, sakit perut, tenesmus, dapat terjadi
2
hepatosplenomegali dan edema. Jika parasit ini menginfeksi traktus urinarius akan menimbulkan gejala spesifik infeksi traktus urinarius.4 Diagnosis Schistosomiasis dapat ditegakkan dengan pemeriksaan feses atau urin, pemeriksaan serologi, atau biopsi pada vesica urinaria dan intestinal. 1,5 Schistosomiasis efektif diterapi dengan menggunakan obat prazikuantel.1,6,7 Komplikasi yang dapat terjadi adalah kerusakan pada hepar, perdarahan saluran cerna, obstruksi, malnutrisi, kerusakan pada ginjal, anemia berat, hipertensi portal, dan lai-lain.5 Pencegahan penyakit ini dengan hidup bersih, yaitu jangan berenang di sungai daerah endemik, minum air yang sudah di rebus. Prognosis baik jika diobati segera.4 LAPORAN KASUS I.
IDENTITAS Nama Umur
: Anak A :31/08/2005 (8
Anak ke Agama
: 1 dari 1 bersaudara : Islam
Jenis kelamin Alamat
tahun 7 bulan) : laki-laki Tgl pemeriksaan : 10 Maret 2014 : Ds. winowanga Ruangan : Catelia RSUD Undata
II. ANAMNESIS Keluhan utama: Demam Penyakit sekarang: demam sejak + 1 bulan yang lalu, demam naik turun. Demam meningkat pada sore hari dan menurun pada pagi hari. Jika demam, pasien minum obat paracetamol dan demam akan segera turun. Demam tidak disertai kejang. Pasien juga mengeluhkan batuk, tidak berdahak, tidak sesak napas. Pasien juga mengeluhkan sakit perut, muntah + 10 x 1 minggu SMRS, berupa makanan, tidak ada lendir dan darah. Pasien juga pernah mimisan. Pasien juga mengeluh berkeringat dingin dan menggigil. BAB dan BAK biasa. Riwayat penyakit dahulu: Pasien sebelumnya sering menderita demam, tidak pernah mengalami sakit seperti DBD ataupun tifoid. Riwayat penyakit keluarga: 3
Tidak ada yang pernah mengalami hal yang sama dalam keluarga Riwayat kelahiran: Pasien lahir di rumah secara normal dibantu oleh bidan, cukup bulan. BBL 2,7 kg dan PBL tidak diketahui Riwayat makanan: 0-1,8 tahun mendapat ASI 6 bulan sudah mengkonsumsi bubur saring Pasien sering mengkonsumsi makanan ringan Riwayat perkembangan pasien: pasien dapat tengkurap umur 6 bulan, berjalan umur 1,5 tahun, dan bicara saat usia lebih dari 1 tahun. Riwayat imunisasi: imunisasi dasar lengkap. Riwayat sosio ekonomi:rumah pasien merupakan rumah permanen yang terbuat dari batu-bata. Rumah pasien berlantaikan semen, mempunyai ruangan tidur, ruang makan, ruang tamu, dapur, kamar mandi, dan WC. Rumah pasien beratapkan seng. Di rumah pasien terdapat 4 orang penghuni. Riwayat kebiasaan dan lingkungan: pasien sering bermain di sawah dan daerah pasien merupakan endemik schistosomiasis III. PEMERIKSAAN FISIS Keadaan umum: 1. Status Pasien: sakit sedang/ kompos mentis 2. Status gizi: gizi baik BB/U: 24/27 x 100%= 88% TB/U: 127/130 x 100%= 97% BB/TB: 24/25 x 100% = 96% 3. Berat badan: 24 Kg 4. Tinggi badan: 127 Cm Tanda vital: 1. 2. 3. 4.
Tekanan nadi: 90/60 mm Hg Nadi: 128 kali/menit Respirasi: 28 kali/menit Suhu: 38,4 0C
Kepala 1. Wajah: simetris 2. Deformitas: tidak ada
4
3. Bentuk: normocephal 4. Rambut: hitam dan dstribusi normal
Mata: 1.
Konjungtiva: anemis kanan dan kiri
2.
Sklera: tidak ikterik kanan dan kiri
3.
Pupil: isokor
Hidung: Tidak ada rhinore Mulut: Bibir: biasa, sianosis dan pucat tidak ada. Lidah kotor tidak ada, tonsil T1/T1 tidak hiperemis Telinga: Tidak ada otorhea Leher: 1. 2. 3. 4.
KGB : tidak ada pembesaran Tiroid : tidak ada pembesaran JVP : R5-1 cm H2O Massa: tidak ada
Paru-paru: 1. Inspeksi: simetris bilateral, tidak ada retraksi dan massa 2. Palpasi: paru kanan dan kiri terangkat secara bersamaan, tidak ada massa dan krepitasi, dan tidak ada nyeri tekan 3. Perkusi: sonor 4. Auskultasi: bronkhovesiculer, ronkhi dan weezing tidak ada Jantung: 1. 2. 3. 4.
Inspeksi: ictus cordis tidak terlihat Palpasi: ictus cordis teraba di ICS V linea midclavicularis sinistra Perkusi: pekak Auskultasi: Bunyi jantung I & II murni reguler, murmur dan gallop tidak ada
Perut: 1. 2. 3. 4.
Inspeksi: datar dan tidak ada massa Auskultasi: peristaltik positif dan kesan normal Perkusi: Tympani Palpasi: tidak ada massa, lien tidak teraba, hepatomegali + (hepar teraba 3 cm dibawah arkus kosta, hepar teraba padat dengan permukaan rata dan pinggir yang rata)
5
Ekstremitas 1. Atas: tidak ada edema dan akral hangat, tidak ada pembesaran kelenjar getah bening di aksila 2. Bawah: tidak ada edema dan akral hangat, tidak ada pembesaran kelenjar getah IV.
bening di inguinal RESUME Anak laki-laki berumur 8 tahun 7 bulan dengan BB 24 kg, masuk rumah sakit tanggal 10 Maret 2014 dengan keluhan demam, batuk, sakit perut, dan muntah. BAB dan BAK lancar. Tanda vital: Nadi:128 x/menit, Pernapasan: 28 x/menit, Suhu: 38,4 0C. Pemeriksaan fisis ditemukan konjungtiva anemis dan hepatomegali. DL 10 Maret 2014 WBC HGB HCT PLT
Hasil 32,7 103 /mm3 7,6 gr/dl 24,5% 365 103 /mm3
V. DIAGNOSIS KERJA: Observasi febris + anemia VI.
DIAGNOSIS BANDING Schistosomiasis Malaria Leukemia leukosit akut Infeksi saluran kemih VII. PENATALAKSANAAN a. Non medikamentosa Kompres air hangat b. Medikamentosa 1. IVFD RL 20 tetes/menit makrodrips 2. Ceftriaxone 750 mg/12 jam/iv 3. Paracetamol 4 x ½ tablet (kalau perlu) PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Lab : DL, DDR, Widal, analisa feses, urinalisis, apusan darah tepi 2. Radiologi : tidak dilakukan 3. EKG : tidak dilakukan FOLLOW UP
6
Tanggal 11 Maret 2014 S: panas +, batuk -, muntah –, mimisan + O: TD: 90/60, N: 128x/m, P: 28 x/m, S: 36,5. Konjungtiva anemis dan Hepatomegali + DL 11 Maret 2014 WBC HGB HCT PLT
Hasil 29,9 103 /mm3 8,5 gr/dl 27,3% 186 103 /mm3
A: observasi febris + anemia P: IVFD RL 20 TPM Ceftriaxone 2 x 750 mg/iv PCT 4 x ½ tab Tanggal 13 Maret 2014 S: panas +, batuk -, muntah –, mimisan O: TD: 110/60, N: 140x/m, P: 40 x/m, S: 39,1. Konjungtiva anemis dan Hepatomegali + Hasil apusan darah tepi: anemia mikrositik hipokrom A: observasi febris + anemia mikrositik hipokrom (susp. Anemia defesiensi Fe) P: IVFD RL 20 TPM Ceftriaxone 2 x 750 mg/iv PCT 4 x ½ tab Tanggal 15 Maret 2014 S: panas +, batuk +, muntah –, mimisan O: TD: 100/70, N: 120x/m, P: 40 x/m, S: 39. Konjungtiva anemis dan Hepatomegali + 15 Maret 2014 WBC HGB HCT PLT Malaria
Hasil 31,8 103 /mm3 8,0 gr/dl 25,9% 236 103 /mm3 negatif
7
A: observasi febris + anemia mikrositik hipokrom (susp. Anemia defesiensi Fe) P: IVFD RL 20 TPM Ceftriaxone 2 x 750 mg/iv PCT 4 x ½ tab Tanggal 16 Maret 2014 S: panas +, batuk +, muntah –, mimisan O: TD: 90/60, N: 120x/m, P: 40 x/m, S: 39. Konjungtiva anemis dan Hepatomegali + A: observasi febris + anemia mikrositik hipokrom (susp. Anemia defesiensi Fe) P: IVFD RL 20 TPM Meropenem PCT 4 x ½ tab Tanggal 17 Maret 2014 S: panas -, batuk +, muntah –, mimisan O: TD: 90/60, N: 100x/m, P: 24 x/m, S: 36,8. Konjuntiva anemis dan Hepatomegali + DL dan widal 17 Maret 2014 WBC HGB HCT PLT Widal
Hasil 29,8 103 /mm3 6,8 gr/dl 22,1% 132 103 /mm3 Negatif
A: observasi febris + anemia mikrositik hipokrom (susp. Anemia defesiensi Fe) P: IVFD RL 20 TPM meropenem PCT 4 x ½ tab Tanggal 19 Maret 2014 S: panas +, batuk -, muntah –, mimisan O: TD: 100/70, N: 100x/m, P: 24 x/m, S: 39,8. Konjungtiva anemis dan Hepatomegali + DL dan widal 19 Maret 2014
Hasil 8
29,0 103 /mm3 6,6 gr/dl 21,8% 221 103 /mm3
WBC HGB HCT PLT
A: observasi febris + anemia mikrositik hipokrom (susp. Anemia defesiensi Fe) P: IVFD RL 20 TPM meropenem PCT 4 x ½ tab Tanggal 20 Maret 2014 S: panas +, batuk -, muntah –, mimisan O: TD: 90/60, N: 100x/m, P: 24 x/m, S: 38. Konjungtiva anemis dan Hepatomegali + A: observasi febris + anemia mikrositik hipokrom (susp. Anemia defesiensi Fe) P: IVFD RL 20 TPM meropenem PCT 4 x ½ tab Malaria: negatif Tanggal 21 Maret 2014 S: panas -, batuk -, muntah –, mimisan O: TD: 90/60, N: 100x/m, P: 24 x/m, S: 36,8. Konjungtiva anemis dan Hepatomegali + Pemeriksaan feses: positif terdapat telur Schistosoma japonicum A: Schistosomiasis P: aff infus PCT 4 x ½ tab Tanggal 22 Maret 2014 S: panas -, batuk -, muntah –, mimisan O: TD: 90/60, N: 110x/m, P: 24 x/m, S: 36,8. Konjungtiva anemis dan hepaitiA: A. Schistosomiasis Y P: PCT 4 x ½ tab s
9
Prazikuantel 60 Japonica mg/kgbb/hari dibagi dalam 3 dosis untuk 1 hari Hasil pemeriksaan feses tanggal 21 Maret 2014: positif terdapat telur Schistosoma japonicum IX. DIAGNOSIS AKHIR Schistosomiasis japonicum X. ANJURAN Jangan bermain di daerah fokus keong Schistosomiasis japonicum XI. PROGNOSIS Dubia et bonam
Pasien pulang tanggal 22 maret 2014 dengan keadaan umum baik tetapi gejala konjungtiva anemis dan suhu tubuh yang berubah-ubah masih ada karena pada saat tanggal 22 maret 2014 pasien belum makan obat Schistosomiasis yang dikirim dari puskesmas di daerah Napu. Menurut ibu pasien besok (23 maret 2014) baru mau makan obat tersebut. Dokter memutuskan untuk memulangkan pasien tersebut karena pasien bisa melanjutkan pengobatan Schistosomiasis di Puskesmas karena pengobatan penyakit Schistosomiasis merupakan penyakit yang pengobatannya dilakukan di Puskesmas daerah endemik.
10
DISKUSI Pasien ini dirawat di RSUD undata selama 12 hari. Pasien sudah diberikan antibiotik ceftriaxone selama 5 hari tetapi leukosit masih tetap tinggi. Jadi, antibiotik diganti dengan meropenem dan diberikan selama 5 hari tetapi leukosit juga tetap masih tinggi. Awalnya pasien dicurigai leukemia leukosit acute tetapi setelah periksa apusan darah tepi hasilnya hanya ditemukan anemia mikrositik hipokrom. Kemudian periksa DDR dan widal hasinlnya juga negatif. Setelah itu dilakukan pemeriksaan feses. Feses dikirim ke laboratorium schistosoma di Napu dan 3 hari kemudian hasilnya menyatakan positif terdapat telur Schistosoma japonicum di feses. Jadi, pasien diberikan obat spesifik untuk parasit tersebut dan obat itu merupakan obat gratis yang merupakan obat program pemerintah. Schistosomiasis merupakan penyakit yang disebabkan oleh parasit (cacing). Schistosoma merupakan penyakit yang banyak pada daerah tropis dan sub tropis. Sekitar 90% orang afrika diterapi dengan Schistosomiasi . Berikut ini jenis dan ditribusi parasit Schistosoma.1,2 Tabel 1. Jenis dan distribusi geografis parasit Schistosoma Jenis
Distribusi geografis
11
Afrika, timur tengah, Carribean, Brazil,
Schistosoma mansoni
Venezuela, Suriname Schistosoma intestinal
Schistosoma japonicum Schistosoma mekongi Schistosoma guineensis dan
China, Indonesia, filifina Cambodia
berhubungan dengan S.
Afrika tengah
Intercalatum Schistosoma urogenital
Schistosoma hematobium
Afrika, timur tengah
Schistosoma japonicum adalah Schistosoma yang terdapat di Indonesia, yaitu di provinsi Sulawesi Tengah daerah Lindu, Napu, dan Besoa.
Gambar 1. Distribusi Schistosoma di Indonesia1 Jadi, dari distribusi geografis dapat ditarik kesimpulan bahwa anak pada kasus ini cenderung terinfeksi Schistosoma karena pasien berasal dari daerah endemik Schistosoma. Berdasarkan hasil pemeriksaan feses anak ini positif terinfeksi Schistosoma japonicum (merupakan jenis Schistosoma yang endemik di Indonesia). Menurut ibu pasien tidak jauh dari tempat tinggal mereka terdapat fokus keong Schistosoma yang merupakan daerah terlarang untuk bermain dan beraktivitas disekitar daerah fokus tersebut. Karakteristik dan host perantara dari masing-masing spesies Schistosoma sebagai berikut: 12
Tabel 2. Karakteristik dan host perantara dari masing-masing spesies1
13
Siklus hidup Schistosoma terjadi di dalam tubuh manusia dan keong. Telur Schistosoma dalam beberapa menit pecah dan mengeluarkan miracidium yang bersilia. Miracidium bercilia berenang mencari keong sebagai hospes intermedius sampai 16 jam. kemudian miracidium melekat pada keong karena terdapat zat kemotaksis di jaringan keong. Kemudian cilia miracidium lepas, bentuk berubah menjadi memanjang dan terbentuk sporakista primer menjadi sporakista sekunder. Sporakista sekunder berkembang menjadi serkaria (bentuk panjang, badan seperti buah pear dengan ekor panjang bercabang, dan ujung anterior terdapat sucker yang berotot kuat untuk melekatkan diri). Proses ini membutuhkan waktu 4-8 minggu. Serkaria kemudian keluar dari keong dan dapat bertahan selama 1-3 hari. Serkaria inilah yang akan menginfeksi manusia melalui kulit.3
14
Gambar 2. Siklus hidup Schistosoma3 Setelah serkaria menginfeksi manusia, maka akan terjadi proses siklus hidup Schistosoma dalam tubuh manusia. serkaria yang berhasil masuk (penetrasi) ke dalam tubuh manusia melalui kulit (serkaria melepaskan ekornya), kemudian masuk ke dalam sirkulasi melalui pembuluh limpa. Proses penetrasi ini berlangsung 3-5 menit. serkaria (Schistosoma immature) yang berada dalam sirkulasi beredar keseluruh tubuh dan tinggal di vena porta dan berkembang menjadi Schistosoma mature. Schistosoma mature akan berpindah ke pelvic atau plexus vena mesenterika.1
15
Gambar 3. Siklus hidup Schistosoma dalam tubuh manusia1 Beberapa minggu cacing dewasa kopulasi migrasi ke venula terminal usus. Betina bertelur 200-2.000 butir/hari selama 20 tahun. Telur tersebut ada yang masuk ke lumen usus, vesica urinaria, urine atau feses. Cacing dewasa dalam tubuh manusia berada di mesenteric venules di berbagai tempat yang biasanya spesifik untuk masing-masing spesies. S. Japonicum sering ditemukan di pembuluh darahmesenterica superior untuk usus kecil dan S. Mansoni lebih sering pada mesenterik superior usus besar. Cacing ini dapat hidup 5-30 tahun.4 Patogenesis, imunitas, dan gambaran klinis Schistosomiasis sebagai berikut: 1. Masa tunas biologi a. Penetrasi Penetrasi cacing ke dalam tubuh manusia tidak dapat dilihat dengan jelas oleh mata. Cacing yang telah berhasil masuk ke dalam tubuh akan merespon terjadinya respon imun (humoral dan selular). Pada fase penetrasi ini sering terjadi kelainan kulit (eritema dan papul gata, demam 2-3 hari
16
pasca infeksi (swimmer’s itch)) yang sering disebabkan oleh S. Mansoni dan S. Japonicum.1,3,4
gambar 3. penetrasi shistosoma3 b. Reaksi alergi Reaksi alergi terjadi karena hasil metabolisme dari cacing dewasa (schistosoma mature). Gejalanya urtikaria dengan eosinofil meningkat, edema, demam.3,4
Gambar 4. Reaksi alergi3 c. Keadaan toksin Terjadi 2-8 minggu pasca infeksi. Gejala yang dapat terjadi adalah demam tinggi (bila serkaria banyak yang masuk, biasanya pada infeksi yang berulang), lemah, malaise, anoreksia, mual dan muntah, sefalgia, myalgia, artralgia, sakit perut, tenesmus, dapat terjadi hepatosplenomegali, dan pada kasus yang berat gejala toksemia dapat sampai 3 bulan.4 2. Stadium akut Fase ini terjadi sekitar 2-10 minggu infeksi berat terjadi. Antigen sudah merusak jaringan.
17
Gambar 5. Schistoma merusak jaringan vesika urinaria dan intestinal3 Gejala yang timbul demam, sakit kepala, nyeri tungkai, berkeringat banyak, menggigil, bronkhitis, urtikaria, nyeri perut, diare, pembesaran pada kelenjar limfe dan hepatosplenomegali. Gejala berat terjadi beberapa hari sampai beberapa minggu kemudian memasuki stadium ringan selama 2-8 minggu.1,4 Gejala klinik khas kerusakan pada urogenital dapat ditemukan jika penyebab sistosomiasis adalah Schistosoma hematobium. Gejala yang dapat ditemukan adalah hematurie, dysuria, dan frekuensi buang air kecil meningkat.2,3,5 Hasil laboratorium yang dapat ditemukan adalah leukositosis dan eosinofilia berat, tinja pada masih sering negatif karena pada fase ini baru mulai telur di eksresikan melalui feses. Jadi pemeriksaan harus diulang minimal 6 kali. Dan hasil pemeriksaan serologi positif.1,4 3. Stadium kronik Fase kronik terjadi 6 bulan sampai beberapa tahun post infeksi. Pada faase akut terjadi penumpukkan telur cacing dalam jaringan, sehingga menyebabkan terjadinya fibrosis (sirosis hati), splenomegali, edema tungkai, varises esofagus. Hasil biopsi hepar didapatkan gambaran granulomatous.
18
Gambar 6. Granulomatous di hepar1 Diagnosis Schistosomiasis ditegakkan dengan cara:1,5 1. Pemeriksaan feses atau urin untuk melihat apakah benar terdapat telur Schistosoma (pasien harus diikuti selama 4-10 minggu karena biasa didapatkan hasil negatif jadi pemeriksaan minimal diulang 6 kali. Telur dapat dideteksi jika sudah pada fase akut karena pada fase inilah telur mulai diekskresikan).1 2. Pemeriksaan serologi: pemeriksaan ini lebih cepat dan bagus dibanding pemeriksaan feses dan urin karena tidak perlu menunggu fase akut (pemeriksaan ini sangat dianjurkan pada orang yang telah bepergian ke daerah endemik Schistosoma). Pemeriksaan ini untuk menditeksi antibodi terhadap antingen Schistosoma, yaitu IgM, IgG, dan IgA. Pemeriksaan ini menunjukkan hasil akurat setelah 6-8 minggu terpajan air tercemar.1,2,5 3. Pemeriksaan biopsi: pemeriksaan biopsi untuk melihat telur Schistosoma. Biopsi dilakukan pada vesika urinaria dan intestinal.1 Pada kasus ini, penegakkan diagnosis dilakukan dengan melakukan pemeriksaan feses dan ditemukan telur Schistosoma japonicum. Pada kasus ini, jika dilihat dari gejala klinik dan hasil pemeriksaan penunjang menunjukkan bahwa ini sudah berada pada fase akut karena dari hasil anamnesis ditemukan gejala demam, menggigil, batuk, sakit perut, dan muntah. Muntah. Pemeriksaan fisis ditemukan hepatomegali. Hepatomegali terjadi karena telur-telur Schistosoma terjebak dalam organ hepar. Hasil laboratorium juga menunjukkan kalau pasien ini berada fase akut karena hasil darah lengkap didapatkan leukosit yang meningkat, yaitu hari pertama periksa leukosit = 32,7 103/mm3 dan hasil pemeriksaan feses ditemukan telur Schistosoma japonicum.
19
Dengan ditemukannya juga telur Schistosoma pada feses ini menunjukkan bahwa pasien sudah berada pada fase akut karena ekskresi telur dimulai pada fase ini. Terapi untuk infeksi Schistosoma adalah dengan obat Prazikuantel untuk semua jenis Schistosoma. Obat ini tersedia dalam bentuk tablet 150 mg dan 600 mg. Sekarang belum ada data yang menyatakan bahwa penggunaan obat ini tidak aman untuk anak < 4 tahun dan wanita hamil. WHO melaporkan infeksi pada anak < 1 tahun efektif diterapi dengan prazikuantel tanpa ada efek samping. Untuk orang yang telah bepergian ke daerah endemik dan kemungkinan terkontaminasi dengan air yang mengandung serkaria Schistosoma sebaiknya diobati < 6-8 minggu setelah terpapar dengan daerah tersebut. 1,6,7 Tabel 3. Dosis obat Prazikuantel6 Jenis Schistosoma Schistosoma mansoni, S.
Dosis 40 mg/kgbb/hari dibagi dalam 2
haematobium, S. intercalatum
dosis untuk 1 hari 60 mg/kgbb/hari dibagi dalam 3
S. japonicum, S. mekongi
dosis untuk 1 hari
Komplikasi yang dapat terjadi adalah kerusakan pada hepar, perdarahan saluran cerna, obstruksi, malnutrisi, kerusakan pada ginjal, anemia berat, hipertensi portal, dan lai-lain.5 Pada pasien ini hanya terdapat anemia ringan. Anemia pada kasus ini sesuai hasil apusan darah tepi adalah anemia mikrositik hipokrom. Salah satu anemia kelompok ini adalah anemia defesiensi besi dan pada kasus ini kemungkinan besar adalah anemia defesiensi besi karena S. Japonicum menginfeksi usus sehingga akan menggangu absorpsi besi di usus.8 Pencegahan penyakit ini dengan hidup bersih, yaitu jangan berenang di sungai daerah endemik. Minum air yang sudah di rebus. Prognosis baik jika diobati segera. Kelainan patologi hepar, ginjal, dan usus membaik dengan pengobatan.4 DAFTAR PUSTAKA 1. Kayser FH, Bienz KA, Eckert J, Zinkernagel RM. Medical microbiologj. New york; Thieme stuttgaart: 2005.
20
2. WHO. Schistosomiasis. Available from: URL:http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs115/en/. Last update Februari 2014. 3. Chiodini PL, Moody AH, Manser DW. Atlas of medicsl helminthology and protozoology. Ed. 4th. China; elsevier science: 2003. 4. Anonim. Sistosomiasis. Available from: URL:http://scribe.com 5. anonim. Schistosomiasis. Available from: URL: http://emedicine.medscape.com/article/228392-overview#showall. 6. Anonim. Schistosomiasis. Available from: URL:http://www.cdc.gov/parasites/schistosomiasis/health_professionals/. 7. Anonim. Biltricide. Available from: URL:http://www.rxlist.com/biltricidedrug/indications-dosage.htm. 8. Anemia. Available from: URL:http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3676/1/fkmrasmaliah8.pdf
21
View more...
Comments