7. Laporan Praktikum Farmakognosi Dan Fitokimia

December 14, 2017 | Author: Putriyanny Ratnasari | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

matakuliah farmakognosi dan fitokimia...

Description

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOGNOSI DAN FITOKIMIA ANALISIS METABOLIT SEKUNDER MENGGUNAKAN KLT

Disusun oleh : Nurin Shabrina Damayanti (22010316140022)

Tanggal praktikum : 30 Oktober 2017

PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2017

ACARA PRAKTIKUM II ANALISIS METABOLIT SEKUNDER MENGGUNAKAN KLT

I.

Tujuan Mahasiswa diharapkan dapat memahami dan mengetahhui dasar pemisahan senyawa bahan alam dengan kromatografi alpis tipis (KLT)

II.

Tinjauan Pustaka 2.1 Penjelasan Sampel 2.1.1

Jahe Kedudukan tanaman jahe dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan adalah sebagai berikut : Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Ordo : Zingiberales Famili : Zingiberaceae Genus : Zingiber Spesies : Zingiber officinale Rosc. (Rukmana, 2000). Tanaman jahe merupakan terna tahunan, berbatang semu dengan tinggi antara 30 cm - 75 cm. Berdaun sempit memanjang menyerupai pita, dengan panjang 15 cm – 23 cm, lebar lebih kurang 2,5 cm, tersusun teratur dua baris berseling. Tanaman jahe hidup merumpun, beranak-pinak, menghasilkan rimpang dan berbunga. Berdasarkan ukuran dan warna rimpangnya, jahe dapat dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu: jahe besar (jahe gajah) yang ditandai dengan ukuran rimpang yang besar, berwarna muda atau kuning, berserat halus dan sedikit beraroma maupun berasa kurang tajam; jahe putih kecil (jahe emprit) yang ditandai dengan ukuran rimpang yang termasuk kategori sedang, dengan bentuk agak pipih, berwarna putih, berserat lembut, dan beraroma serta berasa tajam; jahe merah yang ditandai dengan ukuran rimpang yang kecil, berwarna merah jingga, berserat kasar, beraroma serta berasa sangat tajam (Rukmana, 2000). Jahe banyak mengandung berbagai fitokimia dan fitonutrien. Beberapa zat yang terkandung dalam jahe adalah minyak atsiri 2-3%, pati 20-60%, oleoresin, damar, asam organik, asam malat, asam oksalat, gingerin, gingeron, minyak damar, flavonoid, polifenol, alkaloid, dan musilago (Suranto, 2004).

2.1.2 Bangle Tanaman bangle merupakan herba berumur tahunan. Tanaman bangle bersifat adaptif, dapat hidup di dataran rendah hingga daerah dengan ketinggian 1.300 m di atas permukaan laut. (Muhlisah, 2011). Kedudukan taksonomi bangle sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisi : Magnoliophyta Class : Liliopsida Famili : Zingiberales Ordo : Zingiberaceae Genus : Zingiber Spesies : Zingiber cassumunar Roxb. Batang bangle tumbuh tegak dan memiliki rumpun yang rapat. Tinggi tanaman bangle dapat mencapai 1,2-1,8 m. Batang semu bangle tersusun atas kumpulan dari pelepah daun. Meskipun daun bangle berpelepah, daun bangle tidak memiliki tangkai, atau disebut daun duduk. Letak daun bangle tersusun secara menyirip berseling. Bentuk daun bangle lanset ramping, meruncing ke ujung, dan mengecil ke pangkal. Panjang daun bangle mencapai 23-53 cm dan lebar daun 2-3,2 cm. Permukaan daun bangle lemas, tipis, dan licin tidak berbulu, tetapi punggung daun bangle berbulu halus (Muhlisah, 2011). Rimpang bangle mengandung minyak atsiri dan bahan lain seperti amilum, resin, dan tanin. Bangle biasa digunakan untuk jamu atau obat tradisional. Khasiat dari rimpang bangle antara lain obat luka yang lama sembuh, obat kejang pada anak-anak, luka memar atau sakit akibat benturan, perawatan wanita yang baru melahirkan (perawatan kulit perut dan pembersih darah), menurunkan berat badan, meningkatkan penglihatan yang kurang, dan obat hepatitis. Khasiat lain dari rimpang bangle antara lain digunakan sebagai antidotum, mengobati demam, obat cacingan, obat diare, penawar racun, dan peluruh gas di perut (Muhlisah, 2011). 2.2 Kromatografi Lapis Tipis Kromatografi lapis tipis (KLT) merupakan alat analisa yang cukup sederhana karena dapat menentukan jumlah komponen yang ada pada suatu bahan, bahkan dapat pula mengidentifikasi komponen-komponen tersebut. Pada dasarnya kromatograf lapis tipis (KLT atau TLC = Thin layer Chromatography) sangat mirip dengan kromatografi kertas, terutama pada cara melakukannya. Perbedaan nyata terlihat pada media pemisahnya, yakni digunakannya lapisan tipis adsorben halus yang tersangga pada papan kaca, aluminium atau plastik sebagai pengganti kertas. Lapisan tipis adsorben ini pada proses pemisahan berlaku sebagai fasa diam. Fasa diam KLT terbuat dari serbukhalus dengan ukuran 5 sampai 50 m. Serbuk halus ini dapat berupa suatu adsorben, suatu penukar ion, suatu pengayak molekul atau dapat merupakan penyangga yang dilapisi suatu cairan. Bahan adsorben sebagai fasa diam dapat digunakan silica gel, aluminium dan serbuk selulosa. Partikel silica gel mengandung gugus hidroksil di permukaannya yang akan

membentuk ikatan hidrogen dengan molekul-molekul polar (Soebagio, 2002). Tahap-tahap analisa KLT dimulai dari persiapan tangki kromatograf, aplikasi sampel ke plat KLT, menjalankan kromatograf dan menentukan nilai Rf. Eluen (fasa gerak/mobile) yang umumnya dipilih berdasarkan ‘trial dan eror” dimasukkan ke dalam tangki kromatograf (chamber)zat yang akan dianalisa ditotolkan diplat klt menggunakan pipa kapiler dan selanjutnya dimasukkan pada chamber yang sudah diisi eluen (Munazil, 2008). 2.3 Ekstraksi Ekstrak merupakan sediaan sari pekat tumbuh-tumbuhan atau hewan yang diperoleh dengan cara melepaskan zat aktif dari masing-masing bahan obat, menggunakan menstrum yang cocok, uapkan semua atau hampir semua dari pelarutnya dan sisa endapan atau serbuk diatur untuk ditetapkan standarnya (Ansel, 1989). Ekstraksi merupakan proses pemisahan bahan dari campurannya dengan menggunakan pelarut yang sesuai. Proses ekstraksi dihentikan ketika tercapai kesetimbangan antara konsentrasi senyawa dalam pelarut dengan konsentrasi dalam sel tanaman. Setelah proses ekstraksi, pelarut dipisahkan dari sampel dengan penyaringan. Ekstrak awal sulit dipisahkan melalui teknik pemisahan tunggal untuk mengisolasi senyawa tunggal. Oleh karena itu, ekstrak awal perlu dipisahkan ke dalam fraksi yang memiliki polaritas dan ukuran molekul yang sama (Ansel, 1989) Menurut Agoes (2007), macam – macam ekstraksi ada beberapa yaitu: a. Maserasi Maserasi merupakan salah satu metode ektraksi yang idlakukan melalui perendaman serbuk bahan dalam larutan pengekstrak. Metode ini digunakan untuk mengekstrak zat aktif yang mudah larut dalam cairan pengekstrak, tidak mengembang dalam cairan pengekstrak dan tidak mengandung benzoin. Ada beberapa macam maserasi yaitu digesti, maserasi melalui pengadukan kontinyu, remaserasi, maserasi melingkar dan maserasi melingkar bertingkat. Dasar dari maserasi adalah melarutnya bahan kandungan simplisia dari sel yang rusak, yang terbentuk pada saat penghalusan, ekstraksi (difusi) bahan kandungan dari sel yang masih utuh. Setelah selesai waktu maserasi artinya keseimbangan antara bahan yang diekstraksi pada bagian dalam sel dengan masuk ke dalam cairan, telah tercapai maka proses difusi segera berakhir. Selama maserasi atau proses perendaman dilakukan pengocokan berulang-ulang. Upaya ini menjamin keseimbangan konsentrasi bahan ekstraksi yang lebih cepat di dalam cairan.

Sedangkan keadaan diam selama maserasi menyebabkan turunnya perpindahan bahan aktif. Secara teoritis pada suatu maserasi tidak memungkinkan terjadinya ekstraksi absolut. Semakin besar perbandingan simplisia terhadap cairan pengekstraksi, akan semakin banyak hasil yang diperoleh. Keuntungan maserasi yaitu cara ekstraksi paling sederhana, alatnya mudah ditemukan, pengerjaanya mudah dilakukan dan cocok bagi skala kecil maupun industry. Kelemahan maserasi adalah pengerjaan yang lama dan penyaringan yang kurang sempurna b. Perkolasi Perkolasi adalah penyarian dengan mengalirkan cairan penyari melalui

serbuk simplisia yang telah dibasahi. Alat yang digunakan untuk mengekstraksi disebut perkolator, dengan ekstrak yang telah dikumpulkan disebut perkolat. Keuntungan perkolasi dibandingkan maserasi adalah adanya aliran cairan penyari menyebabkan pergantian larutan dan ruang diantara butir – butir simplisia membentuk saluran kapiler tempat mengalir cairan penyari. Kelemahannya adalahkontak antara sampel padat tidak merata atau terbatas dibandingkan metode refluks dan pelarut menjadi dingin sehingga tidak melarutkan komponen secara efisien. c. Sokletasi Sokletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut organic yang selalu baru yang umumnya dilarutkan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinyu dengan jumlah pelarut yang relative konstan dengan adanya pendingin balik. Prinsipnya adalah penyarian secara berulang sehingga didapatkan hasil ekstraksi yang lebih sempurna dengan pelarut yang digunakan lebih sedikit. Bila penyaringan telah selesai maka pelarutnya dapat diuapkan kembali dan sisanya berupa ekstrak yang mengandung komponen kimia tertentu. Penyarian dihentikan bila pelarut yang turun melewati pipa kapiler tidak bewarna dan dapat diperiksa dengan pelarut yang cocok. Keuntungan sokletasi adalah dapat digunakan untuk sampel yang lunak dan tidak tahan terhadap pemanasan langsung, digunakan pelarut yang lebih sedikit serta pemanasan yang mudah diatur. Kelemahan sokletasi adalah tidak cocok untuk senyawa yang tidak stabil terhadap panas contohnya beta karoten dan cara penghentian sokletasi yaitu ketika pelarut sudah tidak bewarna atau bening.

d. Refluks Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperature titik didihnya selama waktu tertentu dan jumlah pelarut yang terbatas yang relative konstan dengan adaya pendinginan balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi yang sempurna. Refluks dilakukan dengan alat destilasi dengan merendam simplisia dengan pelarut dan memanaskannya pada temperature tertentu. Pelarut yang menguap sebagian akan mengembung kembali kemudian masuk kecampuran simplisia kembali dan sebagian ada yang menguap. Keuntungan refluks yaitu dapat digunakan untuk mengekstraksi bahan – bahan yang bertekstur kasar dana digunakan untuk mengekstraksi bahan – bahan yang tahan terhadap pemanasan secara langsung. Kelemahan refluks yaitu membutuhkan volume total plarut yang besar. e. Ultrasonic Modifikasi ekstraksi ini menggunakan ultrasound. Penggunaan ultrasound pada dasarnya menggunakan prinsip dasar yaitu mengamati sifat akustik gelombang ultrasonic yang dirambatkan melalui medium yang dilewati. Pada saat gelombang merambat akan menimbulkan getaran. Getaran ini akan memberikan pengadukan yang intensif terhadap proses ekstraksi. Pengadukan akan meningkatkan osmosis antara bahan dengan pelarut sehingga meingkatkan proses ekstraksi. Keuntungan metode ini adalah lebih cepat proses ekstraksi, penggunaan pelarut yang efisien, tidak ada kemungkinan pelarut yang menguap dan meningkatkan ekstraksi lipid dan protein pada biji tanaman. Metode ini juga memiliki kelemahan seperti prosesnya yang mahal dan membutuhkan curing pada prosesnya. f. Pressurized Slovent Extraction Pressurized solvent extraction adalah metode ektraksi menggunakan suhu yang lebih tinggi daripada metode yang lain dan tekanan yang tinggi. Suhu tinggi dan tekanan meningkatkan penetrasi pelarut ke dalam bahan dan meningkatkan metabolit solubilisasi, meningkatkan kecepatan ekstraksi dan hasil. Bahkan, dengan persyaratan pelarut rendah, bertekanan ekstraksi pelarut lebih alternatif ekonomis dan ramah lingkungan dengan pendekatan konvensional. Sebagai bahan dikeringkan secara menyeluruh setelah ekstraksi,

adalah untuk melakukan ekstraksi diulangi dengan pelarut yang sama atau berturut-turut ekstraksi dengan pelarut meningkatkan polaritas. 2.4 Faktor Retensi (Rf) Kepolaran eluen sangat berpengaruh terhadap Rf (faktor retensi) yang diperoleh. Faktor retensi (Rf) adalah jarak yang ditempuh oleh komponen dibagi dengan jarak yang ditempuh oleh eluen. Nilai Rf sangat karakterisitik untuk senyawa tertentu pada eluen tertentu. Hal tersebut dapat digunakan untuk mengidentifikasi adanya perbedaan senyawa dalam sampel. Senyawa yang mempunyai Rf lebih besar berarti mempunyai kepolaran yang rendah, begitu juga sebaliknya. Hal tersebut dikarenakan fasa diam bersifat polar. Senyawa yang lebih polar akan tertahan kuat pada fasa diam, sehingga menghasilkan nilai Rf yang rendah. Rf KLT yang bagus berkisar antara 0,2 - 0,8. Jika Rf terlalu tinggi, yang harus dilakukan adalah mengurangi kepolaran eluen, dan sebaliknya. Rumus faktor retensi adalah

𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑡𝑒𝑚𝑝𝑢ℎ 𝑛𝑜𝑑𝑎 𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑡𝑒𝑚𝑝𝑢ℎ 𝑒𝑙𝑢𝑒𝑛

2.5 Analisis Bahan a. Etanol Etanol disebut juga etil alkohol yang dipasaran lebih dikenal sebagai alkoholmerupakan senyawa organik denganrumus kimia C2H5OH. Dalam kondisi kamar, etanol berwujud cairan yangvmudah menguap, mudah terbakar, tak berwarna.

b. Methanol Menurut Riawan (2010), sifat fisika Metanol (CH3OH) adalah massa molar 32.04 g/mol, berwarna bening, densitas 0.7918 g/cm³, titik leleh –97 °C, -142.9 °F (176 K), titik didih 64.7 °C, 148.4 °F (337.8 K), kelarutan dalam air Fully miscible, keasaman (pKa) ~ 15.5, viskositas 0.59mPa·s at 20 °C, momen

dipol 1.69. Sedangkan sifat kimia methanol adalah mudah terbakar, beracun, mudah menguap, tidak berwarna . c. Etil Asetat Etil

asetat

adalah

senyawa

organik

dengan

rumus

empiris

CH3COOC2H5. Senyawa ini merupakan ester dari ethanol dan asam asetat. Senyawa ini berwujud cairan tak berwarna, memiliki aroma khas. Etil asetat adalah pelarut polar menengah yang volatil (mudah menguap), tidak beracun, dan tidak higroskopis. Etil asetat dibuat melalui reaksi esterifikasi Fischer dari asam asetat dan etanol. Reaksi esterifikasi Fischer adalah reaksi pembentukan ester dengan cara merefluks asam karboksilat bersama etanol dengan katalis asam. Reaksi esterifikasi merupakan reaksi reversible yang sangat lambat, tetapi bila menggunakan katalis, kesetimbangan reaksi akan tercapai lebih cepat. Asam yang dapat digunakan sebagai katalis adalah asam sulfat, asam klorida, dan asam fosfat. Dari reaksi asam asetat dan etanol inilah akan menghasilkan etil asetat dengan persamaan reaksinya : CH3COOH + C2H5OH ↔ Asam asetat

Etanol

CH3COOC2H5 + H2O Etil Asetat

Air

(Pine, 1998) Etil asetat bersifat volatil, relatif tidak toksik dan tidak higroskopis. Sifat fisika etil asetat yaitu :

Beberapa kegunaan etil asetat yaitu sebagai bahan pelarut cat dan bahan baku pembuatan plastic, untuk kebutuhan industri farmasi, sebagai bahan baku bagi industri tinta cetak dan sebagai bahan baku bagi pabrik parfum, flavor, kosmetik, dan minyak atsiri (McKetta and Cuningham, 1994). d. n-Heksana Heksana merupakan konstituen bensin. Mereka semua cairan tak berwarna pada suhu kamar, dengan titik didih antara 50 dan 70 °C, dengan bau

sepeti bensin. Heksana luas digunakan sebagai pelarut non-polar yang murah, relative aman, secara umum tidak reaktif, dan mudah diuapkan. Nama IUPACnya Heksana; nama lainnya n-heksana. Adapun sifat-sifatnya adalah:           

Rumus molekul: C6H14 Berat molekul: 86,18 gr mol−1 Penampilan: Cairan tidak berwarna Densitas: 0,6548 gr/mL Titik lebur: −95 °C, 178 K, -139 °F Titik didih: 69 °C, 342 K, 156 °F Kelarutan dalam air: 13 mg/L pada 20°C Viskositas: 0,294 cP Klasifikasi Uni Eropa: Dapat menyala (F), Berbahaya (Xn), Reproduksi Cat. 3, Berbahaya untuk lingkungan (N) Titik nyala: −23,3 °C Suhu menyala sendiri: 233,9 °C

e. Kloroform Kloroform kebanyakan digunakan sebagai pelarut nonpolar di laboratorium. Wujudnya pada suhu ruang berupa cairan bening, mudah menguap, dan berbau khas. Sifat Fisika Kloroform : 1.

Berat molekul : 119,38 gr/mol

2.

Titik didih : 61,20 C

3.

Titik lebur : - 63,50 C

4.

Massa jenis : 1,49 gr/cm3 (200 C)

5.

Kelarutan dalam air : 0,82 gr/l (200 C)

6.

Viskositas : 0,542 cP

Sifat Kimia Kloroform 1.

Rumus molekul : CHCl3

2.

Merupakan larutan yang mudah menguap, tidak berwarna, memiliki bau yang tajam dan menusuk.

3.

Bila terhirup dapat menimbulkan kantuk

III.

Metode Penelitian 3.1

Alat dan Bahan 3.1.1 Alat -

Lampu UV (366 nm dan 254 nm)

-

Seperangkat KLT

-

Hot plate

-

Pipa kapiler

-

Tisu

-

Gelas beaker

-

Gelas ukur

-

Penggaris

-

Pensil 2b

-

Timbangan digital

-

Kertas timbangan

-

Kaca timbangan

-

Vial

-

Corong

3.1.2 Bahan -

Serbuk simplisia jahe

-

Serbuk simplisia bengle

-

Etanol

-

Methanol

-

Kloroform

-

n-hekasana

-

Etil asetat

-

Asam sulfat 10%

3.2

Skema Kerja 3.2.1

Serbuk Simplisia Jahe 3 gram serbuk simplisia Erlenmeyer - Pengekstraksian dengan 10 ml etanol secara maserasi selama 10 – 15 menit - Penyaringan - Penjenuhan Filtrat Vial - Penotolan sampel pada jarak 1cm dari dasar lempeng dengan pipa kapiler - Pengelusian pada chamber (gelas) yang telah dijenuhkan - Pengamatan hingga sampel tertarik hingga batas atas lempeng - Pengeringan lempeng - Pembacaan lempeng pada 245 nm, pemanasan lempeng - Penyemprotan dengan asam sulfat 10% - Pembacaan lempeng pada 366 nm

Hasil

3.2.2

Sebruk Simplisia Bengle 3 gram serbuk simplisia Erlenmeyer - Pengekstraksian dengan 10 ml etanol secara maserasi selama 10 – 15 menit - Penyaringan - Penjenuhan Filtrat Vial - Penotolan sampel pada jarak 1 cm dari dasar lempeng dengan pipa kapiler - Pengelusian pada chamber (gelas) yang telah dijenuhkan - Pengamatan hingga sampel tertarik hingga batas atas lempeng - Pengeringan lempeng - Pembacaan lempeng pada 245 nm, pemanasan lempeng - Penyemprotan dengan asam sulfat 10% - Pembacaan lempeng pada 366 nm Hasil

IV.

Data Pengamatan 4.1 Jahe

No Pelarut

gambar 264 nm

1

nilai Rf 366 nm

Methanol

(Dokumentasi Pribadi, 2017)

2

Kloroform

3

n-Heksana

4

Etil Asetat

5

Kloroform

:

Metanol (9:1) 6

Kloroform

:

Metanol (1:9)

4.2 Bengle No Pelarut

gambar 264 nm

1

Methanol

2

Kloroform

nilai Rf 366 nm

3

n-Heksana

4

Etil Asetat

5

Kloroform

:

Metanol (9:1) 6

Kloroform

:

Metanol (1:9)

V.

Pembahasan Praktikum Farmakognosi dan Fitokimia dengan judul “Analisis Metabolit Sekunder Menggunakan KLT” ini dilaksanakan hari Senin tanggal 30 Oktober 2017 di lab kering Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. Praktikum ini bertujuan memahami dan mempelajari senyawa bahan alam dengan kromatografi lapis tipis (KLT). Prinsip dari praktikum penapiasn fitokimia ini adalah analisa matabolit sekunder yang terkandung pada simplisia. Metode yang digunakan adalah penggunaan kromatografi lapis tipis untuk menganalisa metabolit sekunder. 5.1 Jahe Uji analisis metabolit sekunder ini bertujuan untuk mengetahui adakah metaboli sekunder yang sesuai dengan pelarut. Prinsipnya yaitu menggunakan klt dengan berbagai macam pelarut tunggal dan pelarut campuran serta distribusi senyawa yang dapat dipisahkan terhadap fase gerak (pelarut) dan fasediam (plat klt). Uji dilakukan dengan cara mengekstrasi serbuk jahe secara maserasi dengan etanol selama 10-15 menit. Penggunaan etanol ini diharapkan dapat memurnikan sampel sehingga didapatkan senyawa kimia yang terkandung di sampel. Etanol sebagai pelarutnya, pelarut yang tak berwana (bening) akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung senyawa kimia, senyawa kimia akan larut (warna larutan penyari menjadi

hitam kecoklatan) dan karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan senyawa kimia di dalam sel dengan yang diluar sel, maka senyawa kimia akan keluar. Setelah itu dilakukan penyaringan. Filtrat hasil penyaringan lalu dijenuhkan. Penjenuhan ini diharapkan dapat mempercepat penarikan senyawa kimia yang dikandung sampel. Penjenuhan dilakukan untuk menghilangkan uap air didalam chamber agar nantinya tidak mempengaruhi perambatan noda pada lempeng, selain itu agar tekanan yang ada didalam chamber tidak mempengaruhi proses perambatan noda dengan adanya penjenuhan. Langkah selanjutnya yaitu penotoloan sampel pada lempeng klt. Sebelumnya lempeng klt diberi garis batas dengan pensil. Batas atas adalah 0,5 cm dan batas bawah adalah 1 cm. Batas bawah yang dibuat adalah 1 cm dan batas atas adalah ½ cm. batas bawah dan batas atas ini dibuat dengan menggunakan pensil. Sebuah garis menggunakan pensil digambar dekat bagian bawah lempengan dan setetes pelarut dari campuran pewarna ditempatkanpadagarisitu. Sebagai penanda batas atas dan batas bawah fase diam (yang akan dilalui eluen) digunakan pensil, karena pensil mengandung senyawa karbon yang tidak larut dalam eluen. Jika ini dilakukan menggunakan tinta, pewarna dari tinta akan bergerak selayaknya kromatogram dibentuk, oleh karena itu digunakan pensil sebagai penandanya. Batas bawah diberi garis 1 cm dan bagian atas 1/2 cm. Dimana eluen yang digunakan tidak boleh lebih dari 1 cm, hal ini dikarenakan sesuai dengan prinsip kapilaritas, yaitu untuk menaikkan spot (ascending). Kapilaritas adalah naiknya cairan eluen melalui pori-pori kapiler lempeng. Lempeng tersebut lalu dielusikan pada gelas yang telah diisi pelarut tunggal atau campuran. Simplisia jahe memakai pelarut tunggal berupa : kloroform, methanol, n-heksana dan etil asetat sedangkat pelarut campuran yang dipakai adalah kloroform : methanol dengan perbandingan 9:1 dan 1:9. Pemakaian pelarut campuran dan perbandingannya ini dipilih secara trial and error. Lempeng lalu dikeringkan dan dibaca pada lampu UV 254 nm dan 366 nm. Pemakaian sinar UV dengan tujuannya untuk mendeteksi senyawa yang dapat berfluoresensi, dimana senyawa tersebut memiliki gugus khromofor. Gugus khromofor merupakan gugus yang dapat memberi atau menghasilkan warna. UV digunakan dengan panjang gelombang 254 nm dan 366 nm. Panjang gelombang 254 nm tujuannya untuk menampakkan solut sebagai bercak yang gelap. Sedangkan jika dibawah panjang gelombang 366 nm untuk menampakkan bercak yang berfluoresensi sehingga pada pengamatan terlihat bercak berpendar memancarkan cahaya (Gibbons, 2006). Langkah selanjutnya menyemprot lempeng dengan asam sulfat 10%. Penyemprotan ini untuk mengoksidasi solut-solut organik yang tampak sebagai bercak hitam kecoklatan. Adanya warna hitam kecoklatan

itu menunjukkan adanya senyawa organik pada sampel. Asam sulfat bersifar membakar. Hal ini dimaksudkan untuk mendeteksi senyawa karbon. Hal ini dibuktikan dengan munculnya warna coklat kehitaman. H2SO4 memutuskan ikatan rangkap, sehingga yang terlihat adalah karbonnya (Gandjar, dan Rohman, 2007). Lempeng yang telah disemprot lalu dipanaskan pada hot plate. Pemanasan ini berfungsi untuk mengoptimalkan warna bercak. Pembentukan warna yang optimum seringkali memerlukan peningkatan suhu dan waktu yang tertentu (Gandjar dan Rahman, 2007). Lempeng lalu kembali dibaca dalam lampu UV 366 nm. Lalu dihitung Rf dari masing – masing eluen yang digunakan. a.

Methanol meta

b.

Kloroform

c.

Etil asetat

d.

n-heksana

5.2 Bangle

Sedangkan untuk cara kimia, yaitu dengan mereaksikan bercak menggunakan asam sulfat pekat melalui cara penyemprotan lalu dipanaskan dengan tujuan untuk mengoksidasi solutsolut organik yang tampak sebagai bercak hitam kecoklatan. Adanya warna hitam kecoklatan itu menunjukkan adanya senyawa organik pada sampel. Asam sulfat bersifar membakar. Hal ini dimaksudkan untuk mendeteksi senyawa karbon. Hal ini dibuktikan dengan munculnya warna coklat kehitaman. H2SO4 memutuskan ikatan rangkap, sehingga yang terlihat adalah karbonnya (Gandjar, dan Rohman, 2007). Pada UV 254 nm, lempeng akan berflouresensi sedangkan sampel akan tampak berwarna gelap.Penampakan noda pada lampu UV 254 nm adalah karena adanya daya interaksi antara sinar UV dengan indikator fluoresensi yang terdapat pada lempeng. Fluoresensi cahaya yang tampak merupakan emisi cahaya yang dipancarkan oleh komponen tersebut ketika elektron yang tereksitasi dari tingkat energi dasar ke tingkat energi yang lebih tinggi kemudian kembali ke keadaan semula sambil melepaskan energi. Pada UV 366 nmPada UV 366 nm noda akan berflouresensi dan lempeng akan berwarna gelap. Penampakan noda pada lampu UV 366 nm adalah karena adanya daya interaksi antara sinar UV dengan gugus kromofor yang terikat oleh auksokrom yang ada pada noda tersebut. Fluoresensi cahaya yang tampak merupakan emisi cahaya yang

dipancarkan oleh komponen tersebut ketika elektron yang tereksitasi dari tingkat energi dasar ke tingkat energi yang lebih tinggi kemudian kembali ke keadaan semula sambil melepaskan energi. Sehingga noda yang tampak pada lampu UV 366 terlihat terang karena silika gel yang digunakan tidak berfluororesensi pada sinar UV 366 nm (Gibbons, 2006). Dimana diketahui silika gel bersifat polar sehingga senyawa yang bersifat polar akan cenderung terikat dengan yang bersifat polar akan cenderung terikat sedangkan yang bersifat non polar akan cenderung naik

Alasan penjenuhan chamber sebelum digunakan yaitu untuk menghilangkan uap air didalam chamber agar nantinya tidak mempengaruhi perambatan noda pada lempeng, selain itu agar tekanan yang ada didalam chamber tidak mempengaruhi proses perambatan noda dengan adanya penjenuhan chamber. Alasan digunakan larutan H2SO4 ialah karena sifatnya yang asam sehingga dapat digunakan untuk menampakkan noda yang tidak tampak, H 2SO4 memiliki sifat mengoksidasi sehingga jika noda yang tidak tampak pada lampu UV maka akan tampak pada penyemprotan H2SO4, ini terjadi karena struktur dari komponen kimianya dipecah (gugus kromofornya dirusak) sehingga ikatan berubah serta menyebabkan panjang gelombangnya berubah. Kerugian menggunakan penyemprotan H 2SO4 yakni dapat merusak senyawa kimia atau gugus kromofor pada sampel.

VI.

Penutup

VII. Daftar Pustaka VIII.

Munawaroh. S., Prima.AH. 2010. Ekstraksi Minyak Daun Jeruk Purut (Citrus hystrix D.C.) Dengan Pelarut Etanol dan N-Heksana. Jurnal Kompetensi Teknik. Vol. 2. No.1.

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF