62937946-LEPTOSPIROSIS-REFERAT-2

October 21, 2017 | Author: Christine Damayanti Lumbangaol | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

one...

Description

Leptospirosis

BAB I PENDAHULUAN

Leptospirosis adalah penyakit zoonosis yang disebabkan oleh mikroorganisme patogen yang dikenal dengan nama Leptosira Interrogans . Penyakit ini pertama kali dikemukakan oleh Weil pada tahun 1886 sebagai penyakit yang berbeda dengan penyakit lain yang juga ditandai oleh ikterus. 1

Gejala penyakit ini sangat bervariasi mulai dari gejala infeksi ringan sampai dengan gejala infeksi berat dan fatal. Dalam bentuk ringan, leptospirosis dapat menampilkan gejala seperti influenza disertai nyeri kepala dan mialgia. Dalam bentuk parah (disebut sebagai Weil’s syndrome), leptospirosis secara khas menampilkan gejala ikterus, disfungsi renal, dan diatesis hemoragika. 2

Diagnosis leptospirosis seringkali terlewatkan sebab gejala klinis penyakit ini tidak spesifik dan sulit dilakukan konfirmasi diagnosis tanpa uji laboratorium. Dalam dekade belakangan ini, kejadian luar biasa leptospirosis di beberapa negara, seperti Asia, Amerika Selatan dan Tengah, serta Amerika Serikat menjadikan penyakit ini termasuk dalam the emerging infectious diseases. 2

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang

1

Leptospirosis

BAB II LEPTOSPIROSIS

I. DEFINISI Leptospirosis adalah penyakit infeksi akut yang dapat menyerang manusia maupun hewan yang disebabkan kuman leptospira patogen dan digolongkan sebagai zoonosis. Penyakit ini dikenal dengan berbagai nama seperti mud fever, slime fever, swamp fever, autumnal fever, infektious jaundice, field fever, cane cutter fever, canicola fever, nanukayami fever, 7-day fever dan lain-lain. 3

II. EPIDEMIOLOGI Leptospirosis adalah suatu penyakit zoonosis yang

tersebar di seluruh dunia, disemua

benua kecuali Antartika, namun terbanyak didapati didaerah tropis. Penularan leptospirosis pada manusia ditularkan oleh hewan yang terinfeksi kuman leptospira. Kuman leptospira mengenai sedikitnya 160 spesies mamalia, seperti anjing, babi, lembu, kuda, kucing, marmut, dan sebagainya. Binatang pengerat terutama tikus merupakan vektor yang paling banyak. Tikus merupakan vektor utama dari L. icterohaemorrhagica penyebab leptospirosis pada manusia. Dalam tubuh tikus kuman leptospira akan menetap dan membentuk koloni serta berkembang biak di dalam epitel tubus ginjal tikus dan secara terus dikeluarkan melalui urin saat berkemih.

Penyakit ini bersifat musiman, didaerah beriklim sedang masa puncak insidens dijumpai pada musim panas dan musim gugur karena temperatur adalah faktor yang mempengaruhi kelangsungan hidup kuman leptospira, sedangkan didaerah tropis insidens

tertinggi terjadi

selama musim hujan. International Leptospirosis Society menyatakan Indonesia sebagai Negara dengan insidens leptospirosis tinggi dan peringkat ketiga dunia untuk mortalitas. Di Indonesia leptospirosis ditemukan di DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Lampung, Sumatera Selatan, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Barat. Pada Kejadian Banjir Besar Di Jakarta tahun 2002, dilaporkan lebih dari Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang

2

Leptospirosis

100 kasus leptospirosis dengan 20 kematian. Epidemi leptospirosis dapat terjadi akibat terpapar oleh genangan /luapan air (banjir) yang terkontaminasi oleh urin hewan yang terinfeksi.

III. ETIOLOGI Leptospirosis disebabkan oleh genus leptospira, famili treponemataceae, suatu mikroorganisme spirocheata. Secara sederhana, genus leptospira terdiri atas dua spesies yaitu L.interrogans yang patogen dan L. biflexa yang hidup bebas (non patogen atau saprofit). Spesies L.interrogans dibagi menjadi beberapa serogrup dan serogrup ini dibagi menjadi banyak serovar menurut komposisi antigennya.

Saat ini telah ditemukan lebih dari 250 serovar yang tergabung dalam 23. Beberapa serovar

L.interrogans

yang

dapat

menginfeksi

manusia

di

antaranya

adalah

L.

Icterohaemorrhagiae, L.manhao L. Javanica, L. bufonis, L. copenhageni, dan lain-lain. Serovar yang paling sering menginfeksi manusia ialah L. icterohaemorrhagiae dengan reservoir tikus, L. canicola dengan reservoir anjing, L. pomona dengan reservoir sapi dan babi. 2,3

Menurut West Indian med. j. vol.54 no.1 Mona Jan. 2005. Serogrup leptospira yang sering menyebabkan leptospirosis adalah:

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang

3

Leptospirosis

Tabel 1. Serogrup leptospira26

Kuman leptospira bersifat aquatic micro-organism dan slow-growing anaerobes, bentuknya berpilin seperti spiral, tipis, organisme yang dapat bergerak cepat dengan kait di ujungnya dan 2 flagella periplasmik yang dapat menembus ke jaringan. Panjangnya 6-20 µm dan lebar 0,1 µm ( lihat gambar 1). Kuman ini sangat halus tapi dapat dilihat dengan mikroskop lapangan gelap dan pewarnaan perak. 3,4

Kuman leptospira dapat hidup di air tawar selama lebih kurang 1 bulan. Tetapi dalam air laut, selokan dan air kemih yang tidak diencerkan akan cepat mati. Kuman leptospira hidup dan berkembang biak di tubuh hewan. Semua hewan bisa terjangkiti. Paling banyak tikus dan hewan pengerat lainnya, selain hewan ternak. Hewan piaraan, dan hewan liar pun dapat terjangkit. 2

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang

4

Leptospirosis

Gambar 1. Leptospira IV. PENULARAN3,5

Penularan leptospirosis dapat secara langsung dan tidak langsung. Penularan langsung dapat terjadi melalui darah, urin, atau cairan tubuh lain yang mengandung kuman leptospira masuk ke dalam tubuh pejamu; dari hewan ke manusia merupakan penyakit akibat pekerjaan; dan dari manusia ke manusia meskipun jarang Penularan tidak langsung terjadi melalui kontak dengan genangan air, sungai, danau, selokan saluran air dan lumpur yang telah tercemar urin binatang yang terinfeksi leptospira. Infeksi tersebut terjadi jika terdapat luka / erosi pada kulit atau selaput lendir. Terpapar lama pada genangan air yang terkontaminasi terhadap kulit yang utuh juga dapat menularkan leptospira.

Oleh karena leptospira diekskresi melalui urin dan dapat bertahan hidup berbulan-bulan , maka air memegang peranan penting sebagai alat transmisi.

Kelompok pekerjaan yang beresiko tinggi terinfeksi leptospirosis antara lain pekerjapekerja di sawah, pertanian, perkebunan, peternakan, pekerja tambang, tentara, pembersih selokan, parit/saluran air, pekerja di perindustrian perikanan, atau mereka yang selalu kontak dengan air seni binatang seperti dokter hewan, mantri hewan, penjagal hewan atau para pekerja laboratorium. V. PATOGENESIS2,3,4 Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang

5

Leptospirosis

Patogenesis leptospirosis belum dimengerti sepenuhnya. Kuman leptospira masuk kedalam tubuh pejamu melalui luka iris atau luka abrasi pada kulit, konjungtiva atau mukosa utuh yang melapisi mulut, faring, esofagus, bronkus, alveolus dan dapat masuk melalui inhalasi droplet infeksius dan minum air yang terkontaminasi. Meski jarang, pernah dilaporkan penetrasi kuman leptospira melalui kulit utuh yang lama terendam air saat banjir. Infeksi melalui selaput lendir lambung, jarang terjadi, karena ada asam lambung yang mematikan kuman leptospira. Kuman leptospira yang tidak firulen gagal bermultiplikasi dan dimusnahkan oleh sistem kekebalan dari aliran darah setelah satu atau dua hari infeksi. Organisme virulen mengalami multiplikasi di darah dan jaringan, dan kuman leptospira dapat diisolasi dari darah dan cairan serebrospinal pada hari keempat sampai sepuluh perjalanan penyakit. Kuman leptospira

merusak dinding pembuluh darah kecil, sehingga menimbulkan

vaskulitis disertai kebocoran dan ekstravasasi sel. Patogenesis kuman leptospira yang penting adalah perlekatannya pada permukaan sel dan toksisitas selular. Lipopolysaccharide (LPS) pada kuman leptospira mempunyai aktivitas endotoksin yang berbeda dengan endotoksin bakteri gram (-) dan aktifitas lainnya yaitu stimulasi perlekatan netrofil pada sel endotel dan trombosit, sehingga terjadi agregasi trombosit disertai trombositopenia. Organ utama yang terinfeksi kuman leptospira adalah ginjal dan hati. Di dalam ginjal kuman leptospira bermigrasi ke interstitium, tubulus ginjal dan lumen tubulus. Pada leptospirosis berat, vaskulitis akan menghambat sirkulasi mikro dan meningkatkan permeabilitas kapiler, sehingga menyebabkan kebocoran cairan dan hipovolemia. Hipovolemia akibat dehidrasi dan perubahan permeabilitas kapiler salah satu penyebab gagal ginjal. Ikterik disebabkan oleh kerusakan sel sel hati yang ringan, pelepasan bilirubin darah dari jaringan yang mengalami hemolisis intravaskular, kolestasis intrahepatik sampai berkurangya sekresi bilirubin.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang

6

Leptospirosis

Gambar 2. Penularan dan manifestasi leptosirosis21

Dapat juga leptospira masuk kedalam tubuh melalui kulit atau selaput lendir, memasuki akiran darah dan berkembang, lalu menyebar secara luas ke jaringan tubuh. Kemudian terjadi respon immunologi baik secara selular maupun humoral sehingga infeksi ini dapat ditekan dan terbentuk antibody spesifik. Walaupun demikian beberapa organism ini masih bertahan pada daerah yang terisolasi secara immunologi seperti di dalam ginjal dimana bagian mikro organism akan mencapai convoluted tubulus. Bertahan disana dan dilepaskan melaliu urin. Leptospira dapat dijumpai dalam urin sekitar 8 hari sampai beberapa minggu setelah infeksi dan sampai berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun kemudian. Leptospira dapat dihilangkan dengan fagositosis dan mekanisme humoral. Kuman ini dengan cepat lenyap dari darah setelah terbentuknya agglutinin. Setelah fase leptospiremia 4-7 hari, mikro organism hanya dapat ditemukan dalam jaringan ginjal dan okuler. Leptospiuria berlangsung 1-4 minggu. Tiga mekanisme yang terlibat pada pathogenese leptospirosis : invasi bakteri langsung, faktor inflamasi non spesifik, dan reaksi immunologi.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang

7

Leptospirosis

Masuk melalui luka di kulit, konjungtiva, Selaput mukosa utuh ↓ Multiplikasi kuman dan menyebar melalui aliran darah ↓ Kerusakan endotel pembuluh darah kecil : ekstravasasi Sel dan perdarahan ↓ Perubahan patologi di organ/jaringan - Ginjal

: nefritis interstitial sampai nekrosis tubulus, perdarahan.

- Hati

: gambaran non spesifik sampai nekrosis sentrilobular disertai hipertrofi dan hiperplasia sel Kupffer.

- Paru

: inflamasi interstitial sampai perdarahan paru

- Otot lurik

: nekrosis fokal

- Jantung

: petekie, endokarditis akut, miokarditis toksik

- Mata

: dilatasi pembuluh darah, uveitis, iritis, iridosiklitis.

VI. PATOLOGI1,7,9 Dalam perjalanan pada fase leptospiremia, leptospira melepaskan toksin yang bertanggung jawab atas terjadinya keadaan patologi bagi beberapa organ. Lesi yang muncul terjadi karena kerusakan pada lapisan endotel kapiler. Pada leptospirosis terdapat perbadaan antaraderajat gangguan fungsi organ dengan kerusakan secara histologik. Pada leptospirosis lesi histology yang ringan ditemukan pada ginjal dan hati pasien dengan kelainan fungsional yang nyata dari organ tersebut. Perbedaan ini menunjukan bahwa kerusakan bukan berasal dari struktur organ. Lesi inflamasi menunjukan edema dan infiltrasi dari sel monosit, limfosit dan sel plasma. Pada kasus yang berat terjadi kerusakan kapiler dengan perdarahan yang luas dan disfungsi hepatoseluler dengan retensi bilier. Selain di ginjal, leptospira juga dapat bertahan pada Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang

8

Leptospirosis

otak dan mata. Leptospira dapat masuk ke dalam cairan cerebrospinalis dalam fase spiremia. Hal ini menyebabkan meningitis yang merupakan gangguan neurologi terbanyak yang terjadi sebagai komplikasi leptospirosis. Organ-organ yang sering dikenai leptospira adalah ginjal, hati, otot dan pembuluh darah. Kelainan spesifik pada organ: Ginjal: interstitial nefritis dengan infiltrasi sel mononuclear merupakan bentuk lesi pada leptospirosis yang dapat terjadi tanpa gangguan fungsi ginjal. Gagal ginjal terjadi akibat nekrosis tubular akut. Adanya peranan nefrotoksisn, reaksi immunologis, iskemia, gagal ginjal, hemolisis dan invasi langsung mikro organism juga berperan menimbulkan kerusakan ginjal. Hati: hati menunjukan nekrosis sentrilobuler fokal dengan infiltrasi sel limfosit fokal dan proliferasi sel kupfer dengan kolestasis. Pada kasus-kasus yang diotopsi, sebagian ditemukan leptospira dalam hepar. Biasanya organisme ini terdapat diantara sel-sel parenkim. Jantung: epikardium, endokardium dan miokardium dapat terlibat. Kelainan miokardium dapat fokal atau difus berupa interstitial edema dengan infiltrasi sel mononuclear dan plasma. Nekrosis berhubungan dengan infiltrasi neutrofil. Dapat terjadi perdarahan fokal pada miokardium dan endikarditis. Otot rangka: Pada otot rangka, terjadi perubahan-perubahan berupa fokal nekrotis, vakuolisasi dan kehilangan striata. Nyari otot yang terjadi pada leptospira disebabkan invasi langsung leptospira. Dapat juga ditemukan antigen leptospira pada otot. Pembuluh darah: Terjadi perubahan dalam pembuluh darah akibat terjadinya vaskulitis yang akan menimbulkan perdarahan. Sering ditemukan perdarahan atau petechie pada mukosa, permukaan serosa dan alat-alat viscera dan perdarahan bawah kulit. Susunan saraf pusat: Leptospira muda masuk ke dalam cairan cerebrospinal (CSS) dan dikaitkan dengan terjdinya meningitis. Meningitis terjadi sewaktu terbentuknya respon antibody, tidak p-ada saat masuk CSS. Diduga terjadinya meningitis diperantarai oleh mekanisme immunologis. Terjadi penebalan meningen dengan sedikit peningkatan sel mononuclear arakhnoid. Meningitis yang terjadi adalah meningitis aseptic, biasanya paling sering disebabkan oleh L. canicola. Weil Desease. Weil disease adalah leptospirosis berat yang ditandai dengan ikterus, biasanya disertai perdarahan, anemia, azotemia, gangguan kesadaran dan demam tipe kontinua. Penyakit Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang

9

Leptospirosis

Weil ini biasanya terdapat pada 1-6% kasus dengan leptospirosis. Penyebab Weil disease adalah serotype icterohaemorragica pernah juga dilaporkan oleh serotype copenhageni dan bataviae. Gambaran klinis bervariasi berupa gangguan renal, hepatic atau disfungsi vascular. VII. MANIFESTASI KLINIS3,4 Masa inkubasi penyakit ini berkisar antara 2 – 26 hari, biasanya 7 - 13 hari dan rata-rata 10 hari. Gambaran klinik pada leptospirosis : Yang sering: demam, menggigil, sakit kepala, meningismus, anoreksia, mialgia, conjungtivitis, mual, muntah, nyeri abdomen, ikterus, hepatomegali, ruam kulit, fotofobia. Yang jarang:

pneumonitis, hemaptoe, delirium, perdarahan, diare, edema, splenomegali,

artralgia, gagal ginjal, periferal neuritis, pankreatitis, parotitis, epididimytis, hematemesis, asites, miokarditis.

Leptospirosis

mempunyai

2

fase

penyakit

yang

khas

(

bifasik

)

yaitu

fase

leptospiremia/septikemia dan fase imun. 

Fase Leptospiremia / fase septikemia (4-7 hari) Fase leptospiremia adalah fase ditemukannya leptospira dalam darah dan css, berlangsung secara tiba-tiba dengan gejala awal sakit kepala biasanya di frontal, rasa sakit pada otot yang hebat terutama pada paha, betis dan pingang disertai nyeri tekan pada otot tersebut. Mialgia dapat di ikuti dengan hiperestesi kulit, demam tinggi yang disertai mengigil, juga didapati mual dengan atau tanpa muntah disertai mencret, bahkan pada sekitar 25% kasus disertai penurunan kesadaran. Pada pemeriksaan keadaan sakit berat, bradikardi relatif, dan ikterus (50%). Pada hari ke 3-4 dapat di jumpai adanya conjungtivitis dan fotophobia. Pada kulit dapat dijumpai rash yang berbentuk

macular,

makulopapular

atau

urtikaria.

Kadang-kadang

dijumpai

splenomegali, hepatomegali, serta limfadenopati. Fase ini berlangsung 4-7 hari. Jika cepat di tangani pasien akan membaik, suhu akan kembali normal, penyembuhan organ-organ yang terlibat dan fungsinya kembali normal 3-6 minggu setelah onset. Pada keadaan sakit yang lebih berat demam turun setelah 7 hari diikuti oleh bebas Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang

10

Leptospirosis

demam selama 1-3 hari, setelah itu terjadi demam kembali. Keadaan ini disebut fase kedua atau fase imun. 

Fase Imun (minggu ke-2) Fase ini disebut fase immune atau leptospiruric sebab antibodi dapat terdeteksi dalam sirkulasi atau mikroorganisme dapat diisolasi dari urin, namun tidak dapat ditemukan dalam darah atau cairan serebrospinalis. Fase ini muncul sebagai konsekuensi dari respon imun tubuh terhadap infeksi dan berakhir dalam waktu 30 hari atau lebih. Gejala yang muncul lebih bervariasi dibandingkan dengan gejala pada fase pertama. Berbagai gejala tersebut biasanya berlangsung selama beberapa hari, namun ditemukan juga beberapa kasus dengan gejala penyakit bertahan sampai beberapa minggu. Demam dan mialgia pada fase yang ke-2 ini tidak begitu menonjol seperti pada fase pertama. Sekitar 77% pasien dilaporkan mengalami nyeri kepala hebat yang nyaris tidak dapat dikonrol dengan preparat analgesik. Nyeri kepala ini seringkali merupakan tanda awal dari meningitis.

Anicteric disesase ( meningitis aseptik ) merupakan gejala klinik paling utama yang menandai fase imun anicteric Gejala dan keluhan meningeal ditemukan pada sekitar 50 % pasien. Namun, cairan cerebrospinalis yang pleiositosis ditemukan pada sebagian besar pasien. Gejala meningeal umumnya menghilang dalam beberapa hari atau dapat pula menetap sampai beberapa minggu. Meningitis aseptik ini lebih banyak dialami oleh kasus anak-anak dibandingkan dengan kasus dewasa

Icteris disease merupakan keadaan di mana leptospira dapat diisolasi dari darah selama 24-48 jam setelah warna kekuningan timbul. Gejala yang ditemukan adalah nyeri perut disertai diare atau konstipasi ( ditemukan pada 30 % kasus ), hepatosplenomegali,mual, muntah dan anoreksia. Uveitis ditemukan pada 2-10 % kasus, dapat ditemukan pada fase awal atau fase lanjut dari penyakit. Gejala iritis, iridosiklitis dan khorioretinitis ( komplikasi lambat yang dapat menetap selama Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang

11

Leptospirosis

beberapa tahun ) dapat muncul pada minggu ketiga namun dapat pula muncul beberapa bulan setelah awal penyakit.

Komplikasi

mata

yang

paling

sering

ditemukan

adalah

hemoragia

subconjunctival, bahkan leptospira dapat ditemukan dalam cairan aquaeous. Keluhan dan gejala gangguan ginjal seperti azotemia, piuria, hematuria, proteinuria dan oliguria ditemukan pada 50 % kasus. Manifestasi paru ditemukan pada 20-70 % kasus. Selain itu, limfadenopati, bercak kemerahan dan nyeri otot juga dapat ditemukan. 

Fase Penyembuhan / Fase reconvalesence (minggu ke 2-4) Demam dan nyeri otot masih bisa dijumpai yang kemudian berangsur-angsur hilang.

1. Leptospirosis anikterik 1,10 -

90% dari seluruh kasus leptospirosis di masyarakat.

-

Perjalanan penyakit leptospirosis anikterik maupun ikterik umumnya bifasik karena mempunyai 2 fase, yaitu : 3 a. Fase leptospiremia/fase septikemia - Organisme bakteri dapat diisolasi dari kultur darah, cairan serebrospinal dan sebagian besar jaringan tubuh. - Selama fase ini terjadi sekitar 4-7 hari, penderita mengalami gejala

nonspesifik

seperti flu dengan beberapa variasinya. - Karakteristik manifestasi klinis : demam, menggigil kedinginan, lemah dan nyeri terutama tulang rusuk, punggung dan perut. - Gejala lain : sakit tenggorokan, batuk, nyeri dada, muntah darah, ruam, sakit kepala regio frontal, fotofobia, gangguan mental, dan gejala lain dari meningitis.

b. Fase imun atau leptospirurik - sirkulasi antibodi dapat dideteksi dengan isolasi kuman dari urine dan mungkin tidak dapat didapatkan lagi pada darah atau cairan serebrospinalis. - Fase ini terjadi karena akibat respon pertahanan tubuh terhadap infeksi dan terjadi pada 0-30 hari atau lebih. Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang

12

Leptospirosis

- Gangguan dapat timbul tergantung manifestasi pada organ tubuh yang timbul seperti gangguan pada selaput otak, hati, mata atau ginjal.3

-

Manifestasi klinik terpenting leptospirosis anikterik : meningitis aseptik yang tidak spesifik sehingga sering tidak terdiagnosis.

-

Pasien leptospirosis anikterik jarang diberi obat, karena keluhannya ringan, gejala klinik akan hilang dalam kurun waktu 2 sampai 3 minggu.

-

Merupakan penyebab utama fever of unknown origin di beberapa negara Asia seperti Thailand dan Malaysia.

-

Adanya conjunctival suffusion dan nyeri tekan di daerah betis, limfadenopati, splenomegali, hepatomegali dan ruam makulopapular dapat ditemukan meskipun jarang.

-

Kelainan mata berupa uveitis dan iridosiklitis dapat dijumpai pada pasien leptospirosis anikterik maupun ikterik.

2. Leptospirosis ikterik 1,10 -

Demam dapat persisten dan fase imun menjadi tidak jelas atau nampak tumpang tindih dengan fase septikemia.

-

Keberadaan fase imun dipengaruhi oleh jenis serovar dan jumlah kuman leptospira yang menginfeksi, status imunologi, status gizi pasien dan kecepatan memperoleh terapi yang tepat.

-

Pasien tidak mengalami kerusakan hepatoselular, bilirubin meningkat, kadar enzim transaminase serum hanya sedikit meningkat, fungsi hati kembali normal setelah pasien sembuh.

-

Leptospirosis sering menyebabkan gagal ginjal akut, ikterik dan manifestasi perdarahan, yang merupakan gambaran klinik khas penyakit Weil.

-

Azotemia, oliguria atau anuria umumnya terjadi dalam minggu kedua tetapi dapat ditemukan pada hari ketiga perjalanan penyakit.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang

13

Leptospirosis

-

Pada leptospirosis berat, abnormalitas pencitraan paru sering dijumpai meskipun pada pemeriksaan fisik belum ditemukan kelainan.

-

Pencitraan yang paling sering ditemukan adalah patchy alveolar pattern yang berhubungan dengan perdarahan alveoli yang menyebar sampai efusi pleura. Kelainan pencitraan paru umumnya ditemukan pada lobus perifer paru bagian bawah.

-

Komplikasi berat seperti miokarditis hemoragik, kegagalan fungsi beberapa organ, perdarahan masif dan Adult Respiratory Distress Syndromes (ARDS) merupakan penyebab utama kematian yang hampir semuanya terjadi pada pasienpasien dengan leptospirosis ikterik.

-

Penyebab kematian leptospirosis berat : koma uremia, syok septikemia, gagal kardiorespirasi dan syok hemoragik.

-

Faktor-faktor prognostik yang berhubungan dengan kematian pada pasien leptospirosis hádala oliguria terutama oliguria renal, hiperkalemia, hipotensi, ronkhi basah paru, sesak nafas, leukositosis (leukosit > 12.900/mm3), kelainan Elektrokardiografi (EKG) menunjukkan repolarisasi, infiltrat pada foto pencitraan paru.

-

Kelainan paru pada leptospirosis berkisar antara 20-70% pada umumnya ringan berupa batuk, nyeri dada, hemoptisis, meskipun dapat juga terjadi Adult Respiratory Distress Síndromes (ARDS) dan fatal.

-

Manifestasi klinik sistem kardiovaskular pada leptospirosis dapat berupa miokarditis, gagal jantung kongestif, gangguan irama jantung.

Tabel perbedaan gambaran klinik leptospirosis anikterik dan ikterik :

Sindroma, Fase

Gambaran klinik

Spesimen laboratorium

Leptospirosis anikterik * Fase leptospiremia (3-7 Demam tinggi, nyeri kepala, Darah, hari)

cairan

mialgia, nyeri perut, mual, serebrospinal

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang

14

Leptospirosis

muntah,

conjunctival

suffusion. Fase imán (3-30 hari)

Demam ringan, nyeri kepala, urin muntah, meningitis aseptik

Leptospirosis ikterik Fase

leptospiremia

dan Demam,

nyeri

kepala, Darah,

cairan

fase imán (sering menjadi mialgia, ikterik, gagal ginjal, serebrospinal (minggu I) satu atau tumpang tindih)

hipotensi, perdarahan,

manifestasi Urin (minggu II) pneumonitis

hemoragik, leukositosis. Tabel 2. perbedaan gambaran klinik leptospirosis anikterik dan ikterik * antara fase leptospiremia dengan fase imun terdapat periode asimtomatik (1-3 hari)

-

Kasus leptospirosis jarang dilaporkan pada anak, mungkin karena tidak terdiagnosis atau karena manifestasi klinis yang berbeda dengan orang dewasa.

-

Pada kasus yang berat dijumpai miokarditis, ruam deskuamasi yang menyerupai penyakit Kawasaki, dengan perdarahan paru.

-

Manifestasi klinis pada kasus ringan hádala demam dan gastroenteritis.

Tabel 3. Patofisiologi leptospirosis27

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang

15

Leptospirosis

BAB III DIAGNOSIS

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang

16

Leptospirosis

I. ANAMNESIS1,8,9 Pada anamnesis identitas pasien, keluhan yang dirasakan dan data epidemiologis penderita harus jelas karena berhubungan dengan lingkungan pasien. Identitas pasien ditanyakan : nama, umur, jenis kelamin, tempat tinggal, jenis pekerjaan, dan jangan lupa menanyakan hewan peliharaan maupun hewan liar di lingkungannya, karena berhubungan dengan leptospirosis. Biasa yang mudah terjangkit pada usia produktif, karena kelompok ini lebih banyak aktif di lapangan. Tempat tinggal; dari alamat dapat diketahui apakah tempat tinggal termasuk wilayah padat penduduk, banyak pejamu reservoar, lingkungan yang sering tergenang air maupun lingkungan kumuh. Kemungkinan infeksi leptospirosis cukup besar pada musim pengujan lebih-lebih dengan adanya banjir. Keluhan-keluahan khas yang dapat ditemukan, yaitu : demam mendadak, keadaan umum lemah tidak berdaya, mual, muntah, nafsu makan menurun dan merasa mata makin lama bertambah kuning dan sakit otot hebat terutama daerah betis dan paha. II. PEMERIKSAAN FISIK1,8,9 -

Gejala klinik menonjol : ikterik, demam, mialgia, nyeri sendi serta conjungtival suffusion.

-

Gejala klinik yang paling sering ditemukan : conjungtival suffusion dan mialgia.

-

Conjungtival suffusion bermanifestasi bilateral di palpebra pada hari ke-3 selambatnya hari ke-7 terasa sakit dan sering disertai perdarahan konjungtiva unilateral ataupun bilateral yang disertai fotofobia dan injeksi faring, faring terlihat merah dan bercak-bercak.

-

Mialgia dapat sangat hebat, pemijatan otot betis akan menimbulkan nyeri hebat dan hiperestesi kulit.

-

Kelainan fisik lain : hepatomegali, splenomegali, kaku kuduk, rangsang meningeal, hipotensi, ronkhi paru dan adanya diatesis hemoragik.

-

Perdarahan sering ditemukan pada leptospirosis ikterik dan manifestasi dapat terlihat sebagai petekiae, purpura, perdarahan konjungtiva dan ruam kulit.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang

17

Leptospirosis

-

Ruam kulit dapat berwujud eritema, makula, makulopapula ataupun urtikaria generalisata maupun setempat pada badan, tulang kering atau tempat lain.

Gambar 3. Conjungtiva suffision dan ikterik pada sklera23 III. PEMERIKSAAN PENUNJANG1 1. Pemeriksaan laboratorium umum a. Pemeriksaan darah - Pemeriksaan darah rutin : leukositosis normal atau menurun. - Hitung jenis leukosit : peningkatan netrofil. - Trombositopenia ringan. - LED meninggi. - Pada kasus berat ditemui anemia hipokrom mikrositik akibat perdarahan yang biasa terjadi pada stadium lanjut perjalanan penyakit. b. Pemeriksaan fungsi hati - Jika tidak ada gejala ikterik  fungsi hati normal. - Gangguan fungsi hati : SGOT, SGPT dapat meningkat. - Kerusakan jaringan otot  kreatinin fosfokinase meningkat  peningkatan terjadi pada fase-fase awal perjalanan penyakit, rata-rata mencapai 5 kali nilai normal. 2. Pemeriksaan laboratorium khusus9,10,11 Pemeriksaan Laboratorium diperlukan untuk memastikan diagnosa leptospirosis, terdiri dari pemeriksaan secara langsung untuk mendeteksi keberadaan kuman leptospira atau Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang

18

Leptospirosis

antigennya (kultur, mikroskopik, inokulasi hewan, immunostaining, reaksi polimerase berantai), dan pemeriksaan secara tidak langsung melalui pemeriksaan antibodi terhadap kuman leptospira (MAT, ELISA, tes penyaring).

Pemeriksaan yang spesifik adalah pemeriksaan bakteriologis dan serologis. Pemeriksaan bakteriologis dilakukan dengan bahan biakan/kultur leptospira dengan medium kultur Stuart, Fletcher, dan Korthof. Diagnosa pasti dapat ditegakkan jika dalam waktu 2-4 minggu terdapat leptospira dalam kultur.

Gold standard pemeriksaan serologi adalah MAT (Mikroskopik Aglutination Test), suatu pemeriksaan aglutinasi secara mikroskopik untuk mendeteksi titer antibodi aglutinasi dan dapat mengidentifikasi jenis serovar. Pemeriksaan serologis ini dilakukan pada fase ke-2 (hari ke 6-12). Dugaan diagnosis leptospirosis didapatkan jika titer antibodi > 1:100 dengan gejala klinis yang mendukung. Ig M ELISA merupakan tes yang berguna untuk mendiagnosis secara dini, tes akan positif pada hari ke-2 sakit ketika manifestasi klinis mungkin tidak khas. Tes ini sangat sensitif dan efektif (93%). Tes penyaring yang sering dilakukan di Indonesia adalah Lepto Dipstik asay, Lepto Tek Dri Dot dan LeptoTek Lateral Flow.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang

19

Leptospirosis

Gambar 4. IgM ELISA25

Komplikasi di hati ditandai dengan peninggian transaminase dan bilirubin. Pada 50% kasus didapat peninggian Creatinin Fosfokinase (CPK) pada fase awal sampai mencapai 5x normal. Hal ini tidak terjadi pada hepatitis viral. Jadi jika terdapat peninggian transaminase dan CPK, maka diagnosis leptospirosis lebih mungkin daripada hepatitis viral.

Pada pemeriksaan urine didapatkan perubahan sedimen urine (leukosituria, eritrosit meningkat dan adanya torak hialin atau granuler). Pada leptospirosis ringan bisa terdapat proteinuria dan pada leptospirosis berat dapat terjadi azotemia.

Pemeriksaan langsung darah atau urine dengan mikroskop lapangan gelap sering gagal dan menyebabkan misdiagnosis, sehingga lebih baik tidak digunakan. Pada Leptospirosis yang Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang

20

Leptospirosis

sudah mengenai otak, maka pemeriksaan CSS didapatkan peningkatan sel-sel PMN ( pada awal ) tapi kemudian digantikan oleh sel-sel monosit, protein pada CSS normal atau meningkat, sedangkan glukosanya normal. VI. DIAGNOSIS2,3 Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis berupa riwayat pekerjaan pasien, apakah termasuk kelompok orang dengan resiko tinggi seperti pekerja-pekerja di sawah, pertanian, perkebunan, peternakan, pekerja tambang, tentara, pembersih selokan, dan gejala klinis berupa demam yang muncul mendadak, nyeri kepala terutama dibagian frontal, nyeri otot, mata merah / fotophobia, mual atau muntah, dan lain-lain. Pada pemeriksaan fisik ditemukan demam, bradikardi, nyeri tekan otot , hepatomegali dan lain-lain. Pada pemeriksaan laboratorium darah rutin didapat leukositosis, normal, atau sedikit menurun disertai gambaran neutrofilia dan LED yang meninggi. Pada urin dijumpai proteinuria, leukositouria, dan sdimen sel torak. Bila terdapat hepatomegali maka bilirubin darah dan transaminase meningkat. BUN, ureum, dan kreatinin bisa meningkat bila terdapat komplikasi pada ginjal. Diagnosa pasti dengan isolasi leptospira dari cairan tubuh dan serologis.

Diagnosis leptospirosis dapat ditegakkan atas dasar pemeriksaan klinis dan laboratorium. dapat dibagi dalam 3 klasifikasi, yaitu : 

Suspek  bila ada gejala klinis tapi tanpa dukungan tes laboratorium.



Probable  bila gejala klinis sesuai leptospirosis dan hasil tes serologi penyaring

yaitu

dipstick, lateral flow, atau dri dot positif. 

Definitif  bila hasil pemeriksaan laboratorium secara langsung positif, atau gejala klinis sesuai dengan leptospirosis dan hasil MAT / ELISA serial menunjukkan adanya serokonversi atau peningkatan titer 4 kali atau lebih

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang

21

Leptospirosis

Table 4 : Approach to diagnosis of leptospirosis13

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang

22

Leptospirosis

Table 5 : Endemicity and titer13

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang

23

Leptospirosis

BAB IV DIAGNOSIS BANDING2 Leptospirosis anikterik dapat di diagnosis banding dengan influenza, demam berdarah dengue, malaria, pielonefritis, meningitis aseptik viral, keracunan makanan/bahan kimia, demam tifoid, demam enterik. Leptospirosis ikterik dapat di diagnosis banding dengan malaria falcifarum berat, hepatitis virus, demam tifoid dengan komplikasi berat, haemorrhagic fevers with renal failure, demam berdarah virus lain dengan komplikasi. Tabel 6. Diagnosis banding leptospirosis22

BAB V Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang

24

Leptospirosis

KOMPLIKASI LEPTOSPIROSIS

I.

Gagal Ginjal Akut14,15,16

Keterlibatan ginjal pada gagal ginjal akut sangat bervariasi dari insufisiensi ginjal ringan sampai gagal ginjal akut (GGA) yang fatal. Gagal ginjal akut pada leptospirosis disebut sindroma pseudohepatorenal. Selama periode demam ditemukan albuminuria, piuria, hematuria, disusul dengan adanya azotemia, bilirubinuria, urobilinuria. Manifestasi klinik gagal ginjal akut pada leptospirosis ada 2 tipe yaitu gagal ginjal akut ologuri dan gagal ginjal akut non-oliguri dengan tipe katabolic, dimana produksi ureum lebih tinggi dari 60mg%/24jam. Disebut gagal ginjal oliguri bila produksi urin 600ml/24jam, mortalitas lebih rendah dibandingkan GGA oliguri. GGA oliguri mempunyai prognosis yang kurang baik, dengan mortalitas 50-90%.

Histopatologi dengan pemeriksaan mikroskop electron: 1. pada GGA oliguri, Nampak adanya gambaran obstruksi tubulus, nekrosis tubulus dan endapan komplemen pada membrane basalis glomerulus, dan infiltrasi sel radang pada jaringan interstitialis. 2. Pada GGA non-oliguri, Nampak edema pada tubulus dan jaringan interstitium tanpa adanya nekrosis. Duktus kolektiferus pars medularis resisten terhadap vasopressin, sehingga tidak mampu memekatkan urin dan terjadi poliuria. Perubahan abnormal elektrolit dan hormone pada GGA leptospirosis: 1. Hipokalemia, terjadi oleh karena peningkatan ”fractional urinary excretion” (Fe) kalium yang diikuti FeNa. Hal ini oleh karena sekresi K+ meningkat dan adanya gangguan reabsorbsi Natrium oleh tubulus proximal. Fe K+ dan FeNa berkorelasi dengan beratnya GGA. 2. Hormon kortisol dan aldosteron meningkat dan akan meningkatkan eksresi kalium lewat urine. Sehingga makin menambah hipokalemia, sehingga perlu penambahan kalium. 3. CD3, CD4 menurun, Limfosit B meningkat, bersifat reversible. TATALAKSANA GGA oliguri / non-oliguri 

Suportif: -

Hidrasi dengan cairan yang mengandung elektrolit sampai tercapai rehidrasi.

-

Monitoring elektrolit dan produksi urine dan balance cairan /24jam.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang

27

Leptospirosis

-

Diuretika (furosemid/manitol), untuk mengubah GGA oliguria menjadi poliuria.

-

Dopaminergik agent untuk memperbaiki perfusi ginjal (dopamine).

-

Arterial natriuretik peptide.

-

Untuk preservasi integritas sel: ―calcium channel blocker‖

-

Stimulasi regenerasi sel (asam amino termasuk glysin, growth factor)



Antibiotika: eradikasi leptospira



Nutrisi:



-

Meminimalkan balance nitrogen negative

-

Intake kalori yang adequate.

-

Mencegah ―volume overload‖.

Indikasi dialysis: -

Hiperkatabolik, produksi ureum > 60mg/24jam.

-

Hiperkalemia, serum kalium >6meq/L.

-

Asidosis metabolic, HCO3 < 12meq/L/

-

Perdarahan.

-

Kadar ureum yang sangat tinggi diikuti gejala klinik.

Hemodialisis tidak lebih menguntungkan untuk terapi pengganti pada GGA leptospirosis, lebih dipilih tindakan dialysis peritoneal bila telah ada indikasi. Imam Parsudi (1976), dialysis peritoneal pada GGA leptospirosis disamping dapat mengkoreksi kelainan biokimiawi akibat GGA, juga dapat mengeluarkan bahan-bahan toksik akibat penurunan faal hati. 17 II.

Perdarahan Paru20

Kelainan paru berupa hemorrhagic pneumonitis, patogenesisnya tidak jelas diduga akibat dari endotoksin langsung yang kemudian menyebabkan kersakan kapiler. Hemoptisis terjadi pada awal septicemia. Perdarahan terjadi pada leura, alveoli, trakheobronkhial, kelainan berupa: kongesti septum paru, perdarahan alveoli yang multifocal, infiltrasi sel mononuclear. Manifestasi klinis: batuk, blood tinged sputum sampai terjadi hemoptisis masif sehingga menyebabkan asfiksia. 13,20

III.

Liver Failure20

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang

28

Leptospirosis

Terjadinya ikterik pada hari ke 4-6, dapat juga terjadi pada hari ke-2 atau ke-9. Pada hati terjadi nekrosis sentrolobuler dengan proliferasi sel Kupfer. Terjadi ikterik pada leptospirosis disebabkan oleh beberapa hal antara lain: 1. Kerusakan sel hati. 2. Gangguan fungsi ginjal, yang akan menurunkan sekresi bilirubin, sehingga meningkatkan kadar bilirubin darah. 3. Terjadinya perdarahan pada jaringan dan hemolisis intravaskuler akan meningkatkan kadar bilirubin. 4. Proliferasi sel Kupfer sehingga terjadi kolestatik intrahepatik. Kerusakan parenkim hati disebabkan antara lain: penurunan hepatic flow dan toksinyang dilepas leptospira. Gambaran histopatologi tidak spesifik pada leptospirosis, karena disosiasi sel hati, proliferasi histiositik dan perubahan peri porta terlihat juga pada penyakit infeksi yang parah. 13,20

IV.

Perdarahan gastrointestinal

Perdarahan terjadi akibat adanya lesi endotel kapiler. 1,13

V.

Shock20

Infeksi akan menyebabkan terjadinya perubahan homeostasis tubuh yang mempunyai peran pada timbulnya kerusakan jaringan, perubahan ini adalah hipovolemia, hiperviskositas koagulasi. Hipovolemia terjadi akibat intake cairan yang kurang, meningkatnya permeabilitas kapiler oleh efek dari bahan-bahan mediator yang dilepaskan sebagai respon adanya infeksi. Koagulasi intravaskuler, sifatnya minor, terjadi peningkatan LPS yang akan mempengaruhi keadaan pada mikrosirkulasi sehingga terjadi stasis kapiler dan anoxia jaringan. Hiperviskositas, akibat dari peleasan bahan-bahan mediator terjadi permeabilitas kapiler meningkat, keadaan ini menyebabkan hipoperfisi jaringan sehingga menyokong terjadinya disfungsi organ. 1,13

VI.

Miokarditis

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang

29

Leptospirosis

Komplikasi pada kardiovaskuler pada leptospirosis dapat berupa gangguan sistem konduksi, miokarditis, perikarditis, endokarditis, dan arteritis koroner. Manifestasi klinis miokarditis sangat bervariasi dari tanpa keluhan sampai bentuk yang berat berupa gagal jantung kongesif yang fatal. Keadaan ini diduga sehubungan dengan kerentanan secara genetic yang berbeda-beda pada setiap penderita. 13,20 Manifestasi klinik miokarditis jarang didapatkan pada saat puncak infeksi karena akan tertutup oleh manifestasi penyakit infeksi sistemik dan batu jelas saat fase pemulihan. Sebagian akan berlanjur menjadi bentuk kardiomiopati kongesif / dilated. Juga akan menjadi penyebab aritmia, gangguan konduksi atau payah jantung yang secara structural dianggap normal. 13,20

VII.

Enchepalophaty

Didapatkan gejala meningitis atau meningoenchepalitis, nyeri kepala, pada cairan cerebrospinalis (LCS) didapatkan pleositosis, santokrom, hitung sel leukosit 10-100/mm3, sel terbanyak sel leukosit neutrofil atau sel mononuclear, glukosa dapat normal atau rendah, protein meningkat (dapat mencapai 100mg%). Kadang-kadang didapatkan tanda-tanda menngismus tanpa ada kelainan LCS, sindroma Gullian Barre. Pada pemeriksaan patologi didapatkan: infiltrasi leukosit pada selaput otak dan LCS yang pleositosis. Setiap serotip leptospira yang patologis mungkin dapat menyebabkan meningitis aseptic, paling sering Conikola, Icterohaemorrhagiae dan Pamoma.12,20 BAB VI TERAPI A . PENCEGAHAN 2,6,7 Pencegahan penularan kuman leptospira dapat dilakukan melalui tiga jalur intervensi yang meliputi intervensi sumber infeksi, intervensi pada jalur penularan dan intervensi pada penjamu manusia. Kuman leptospira mampu bertahan hidup bulanan di air dan tanah, dan mati oleh desinfektans seperti lisol. Maka upaya ‖Lisolisasi‖ upaya "lisolisasi" seluruh permukaan lantai , dinding, dan bagian rumah yang diperkirakan tercemar air kotor banjir yang mungkin sudah berkuman leptospira, dianggap cara mudah dan murah mencegah "mewabah"-nya leptospirosis. Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang

30

Leptospirosis

Selain sanitasi sekitar rumah dan lingkungan, higiene perorangannya dilakukan dengan menjaga tangan selalu bersih. Selain terkena air kotor, tangan tercemar kuman dari hewan piaraan yang sudah terjangkit penyakit dari tikus atau hewan liar. Hindari berkontak dengan kencing hewan piaraan. Biasakan memakai pelindung, seperti sarung tangan karet sewaktu berkontak dengan air kotor, pakaian pelindung kulit, beralas kaki, memakiai sepatu bot, terutama jika kulit ada luka, borok, atau eksim. Biasakan membasuh tangan sehabis menangani hewan, ternak, atau membersihkan gudang, dapur, dan tempat-tempat kotor. Hewan piaraan yang terserang leptospirosis langsung diobati , dan yang masih sehat diberi vaksinasi. Vaksinasi leptospirosis disarankan untuk manusia yang memiliki risiko tinggi terjangkit, dan pemberiannya harus diulang setiap tahun. Di AS sejak Desember 2000 lalu, ada anjuran bagi orang yang berisiko tinggi terjangkit leptospirosis diberikan terapi profilaksis dengan doksisiklin 200 mg 1 x seminggu. Tikus rumah perlu dibasmi sampai ke sarang-sarangnya. Begitu juga jika ada hewan pengerat lain. Jangan lupa bagi yang aktivitas hariannya di peternakan, atau yang bergiat di ranch. Kuda, babi, sapi, bisa terjangkit leptospirosis, selain tupai, dan hewan liar lainnya yang mungkin singgah ke peternakan dan pemukiman, atau ketika kita sedang berburu, berkemah, dan berolahraga di danau atau sungai. Selain itu penyediaan air minum juga harus terjaga baik dan diklorinasi. Ternak Babi merupakan hewan yang mampu bertahan dari infeksi akut yang dapat mengeluarkan bakteri leptospira dalam jumlah besar dalam jangka waktu lama, bisa sampai setahun. Hewan babi merupakan sumber penularan leptospirosis, disebut sebagai Swine herd’s disease. Oleh karena itu, peternak babi diimbau agar mengandangkan ternaknya dan jauh dari sumber air. Saluran buangan ternak hendaknya diarahkan ke tempat khusus sehingga tidak mencemari lingkungan. B. KURATIF2,3,4,17 Terapi pilihan (DOC) untuk leptospirosis sedang dan berat adalah Penicillin G, dosis dewasa 4 x 1,5 juta unit /i.m, biasanya diberikan 2 x 2,4 unit/i.m, selama 7 hari.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang

31

Leptospirosis

Tujuan Pemberian Obat 1.

Regimen

Treatment a. Leptospirosis ringan

Doksisiklin 2 x 100 mg/oral atau Ampisillin 4 x 500-750 mg/oral atau Amoxicillin 4 x 500 mg/oral

b.Leptospirosis sedang/ berat

Penicillin G 1,5 juta unit/6jam i.m atau Ampicillin 1 g/6jam i.v atau Amoxicillin 1 g/6jam i.v atau Eritromycin 4 x 500 mg i.v

2.

Kemoprofilaksis

Doksisiklin 200 mg/oral/minggu

• Terapi untuk leptospirosis ringan Pada bentuk yang sangat ringan bahkan oleh penderita seperti sakit flu biasa. Pada golongan ini tidak perlu dirawat. Demam merupakan gejala dan tanda yang menyebabkan penderita mencari pengobatan. Ikterus kalaupun ada masih belum tampak nyata. Sehingga penatalaksanaan cukup secara konservatif.15 Penatalaksanaan konservatif 

Pemberian antipiretik, terutama apabila demamnya melebihi 38°C



Pemberian cairan dan nutrisi yang adekuat. Kalori diberikan dengan mempertimbangkan keseimbangan nitrogen, dianjurkan sekitar 2000-3000 kalori tergantung berat badan penderita. Karbohidrat dalam jumlah cukup untuk mencegah terjadinya ketosis. Protein diberikan 0,2 – 0,5 gram/kgBB/hari yang cukup mengandung asam amino essensial.



Pemberian antibiotik-antikuman leptospira.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang

32

Leptospirosis

paling tepat diberikan pada fase leptospiremia yaitu diperkirakan pada minggu pertama setelah infeksi. Pemberian penicilin setelah hari ke tujuh atau setelah terjadi ikterus tidak efektif. Penicillin diberikan dalam dosis 2-8 juta unit, bahkan pada kasus yang berat atau sesudah hari ke-4 dapat diberikan sampai 12 juta unit (sheena A Waitkins, 1997). Lama pemberian penisilin bervariasi, bahkan ada yang memberikan selama 10 hari. 

Terapi suportif supaya tidak jatuh ke kondisi yang lebih berat. Pengawasan terhadap fungsi ginjal sangat perlu.

Terapi untuk leptospirosis berat16 

Antipiretik



Nutrisi dan cairan. Pemberian nutrisi perlu diperhatikan karena nafsu makan penderita biasanya menurun maka intake menjadi kurang. Harus diberikan nutrisi yang seimbang dengan kebutuhan kalori dan keadaan fungsi hati dan ginjal yang berkurang. Diberikan protein essensial dalam jumlah cukup. Karena kemungkinan sudah terjadi hiperkalemia maka masukan kalium dibatasi sampai hanya 40mEq/hari. Kadar Na tidak boleh terlalu tinggi. Pada fase oligurik maksimal 0,5gram/hari. Pada fase ologurik pemberian cairan harus dibatasi. Hindari pemberian cairan yang terlalu banyak atau cairan yang justru membebani kerja hati maupun ginjal. Infus ringer laktat misalnya, justru akan membebani kerja hati yang sudah terganggu. Pemberian cairan yang berlebihan akan menambah beban ginjal. Untuk dapat memberikan cairan dalam jumlah yang cukup atau tidak berlebihan secara sederhana dapat dikerjakan monitoring / balance cairan secara cermat. Pada penderita yang muntah hebat atau tidak mau makan diberikan makan secara parenteral. Sekarang tersedia cairan infus yang praktis dan cukup kandungan nutrisinya.



Pemberian antibiotik ◦

Pada kasus yang berat atau sesudah hari ke-4 dapat diberikan sampai 12 juta unit (sheena A Waitkins, 1997). Lama pemberian penisilin bervariasi, bahkan ada yang memberikan selama 10 hari. Penelitian terakhir : AB gol. fluoroquinolone

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang

33

Leptospirosis

dan beta laktam (sefalosporin, ceftriaxone) > baik dibanding antibiotik konvensional tersebut di atas, meskipun masih perlu dibuktikan keunggulannya secara in vivo. 

Penanganan kegagalan ginjal. Gagak ginjal mendadak adalah salah sati komplikasi berat dari leptospirosis. Kelainan ada ginjal berupa akut tubular nekrosis (ATN). Terjadinya ATN dapat diketahui dengan melihat ratio osmolaritas urine dan plasma (normal bila ratio 8-12 mg% CT< 5ml/mnt Hiperkalemia Edem pru Asidosis metabolic berat Overdosis obt Perikrditis koma

Indikasi absolute Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang

40

Leptospirosis

   

Hiperkalemi Asidosis metabolic tak teratasi Udem paru berat Perikrditis uremia

Indiksi relative  

Azotermia simtomtis berupa ensefalopati Toksin yang dapaat didialisis

Kontraindiksi relatif  

Hipotensi yng tak respon terhdap presor Sindrom otak organic

Fadli robby amsriza/20040310084 2008 PENGELOLAAN GGA Prinsip pengelolaannya di mulai dengan mengidentifikasi pasien yang berisiko GGA (sebagai tindak pencegahan), mengatasi penyakit penyebab GGA, mempertahankan hemoestatis; mempertahankan euvolemia, keseimbangan cairandan elektrolit, mencegah komplikasimetabolik seperti hiperkalemia, asidosis, hiperfosfatemia, mengevaluasi status nutrisi, kemudian mencegah infeksi dan selalu mengevaluasi obat +obat yang di pakai. Pengelolaan medis GGA Pada GGA terdapat 2 masalah yang sering di dapatkan yang mengancam jiwa yaitu edema paru dan hiperkalemia. Edema paru Keadaan ini terjadi akibat ginjal tak dapat mensekresi urin, garam dalam jumlah yang cukup. Posisi pasien setengah duduk agar cairan dalam paru dapat didistribusi ke vaskular sistemik, di pasang oksigen, dan di berikan diuretik kuat (furosemid inj.). Hiperkalemia Mula-mula di berikan kalsium intravena (Ca glukonat) 10% sebanyak 10 ml yang dapat di ulangi sampai terjadi perubahan gelombang T. Belum jelas cara kerjanya, kadar kalium tak berubah, kerja obat ini pada jatung berfungsi untuk menstabilkan membran. Pengaruh obat ini hanya sekitar 20-60 menit. Pemberian infus glukosa dan insulin (50 ml glukosa 50% dengan 10 U insulin kerja cepat) selama 15 menit dapat menurunkan kalium 1-2mEq/L dalam waktu 30-60 menit. Insulin bekerja dengan menstimulasi pompa N-K-ATPase pada otot skelet dan jantung, Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang

41

Leptospirosis

hati dan lemak, memasukkan kalium kedalam sel. Glukosa di tambahkan guna mencegah hipoglikemia. Obat golongan agonis beta seperti salbutamol intravena (0,5mg dalam 15 menit) atau inhalasi nebuliser (10 atau 20mg) dapat menurunkan 1mEq/L. Obat ini bekerja dengan mengaktivasi pompa Na-K-ATPase. Pemberian sodium bikarbonat walaupun dapat menurukan kalium tidak begitu di anjurkan oleh karena menambah jumlah natrium, dapat menimbulkan iritasi, menurunkan kadar kalsium sehingga dapat memicu kejang. Tetapi bermanfaatapbila ada asidosis atau hipotensi. Pemberian diuretik Pada GGA sering di berikan diuretik golongan loop yang sering bermanfaat pada keadaan tertentu. Pemberian diuretik furosemid mencegah reabsorpsi Na sehingga mengurangi metabolisme sel tubulus, selain itu juga di harapkan aliran urin dapat membersihkan endapan, silinder sehingga menghasilkan obstruksi, selain itu furosemid dapat mengurangi masa oliguri. Dosis yang di berikan amat bervariasi di mulai dengan dosis konvensional 40 mg intravena, kemudian apabila tidak ada respons kenaikan bertahap dengan dosis tinggi 200 mg setiap jam, selanjutnya infus 10-40 mg/jam. Pada tahap lebih lanjut apabila belum ada respons dapatdi berikan furosemid dalam albumin yang di berikan secara intravena selama 30 menit dengan dosis yang sama atau bersama dengan HCT. Nutrisi Pada GGA kebutuhan nutrisi di sesuaikan dengan keadaan proses kataboliknya. GGA menyebabkan abnormalitas metabolisme yag amat kompleks, tidak hanya mengatur air, asambasa, elektrolit, tetapi juga asam amino/protein, karbohidrat, dan lemak. Dialisis atau Pengobatan Pengganti Ginjal Indikasi yang mutlak untuk dialisis adalah terdapatnya sindrom uremia dan terdapatnyakegawatan yang mengancam jiwa yaitu hipervolemia (edema paru), hiperkalemia, atau asidosis berat yang resisten terhadap pengobatan konservatif.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang

42

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF