52695908 Laporan Patologi Klinik Urinalisis

June 28, 2019 | Author: Animal surgery | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

qawse...

Description

URINALISIS I. PENDAHULUAN

Sampel urin mudah dievaluasi untuk melihat adanya sel darah merah,  protein, glukosa, dan leukosit yang dalam keadaan normal tidak di temukan atau sedikit jumlahnya dalam urin. Silinder urin, yang muncul apabila terdapat protein dalam jumlah besar di urin, juga dapat diamati pada beberapa keadaan penyakit atau cedera ginjal. Osmolalitas (berat jenis spesifik) urin dapat di ukur dan harus berada diantara 1.015 dan 1.025. Dehidrasi menyebabkan peningkatan osmolalitas urin karena lebih banyak air yang direabsorbsi kembali masuk kapiler peritubulus. Hidrasi  berlebihan menyebabkan penurunan penurunan osmolalitas urin.

1

Pada sauatu diit campuran normal, biasanya urin bersifat asam, umunya  bervariasi dalam pH kira-kira antara 5,5 dan 8.0. diit sayuran menyebabkan kecenderungan alkalosis, sehingga menghasilkan urina alkalis. pH urin pada  penyakit mencerminkan keadaan asam-basa plasma, dan fungsi tubulus-tubulus ginjal. Ini mungkin juga berubah banyak oleh infeksi bakteri pada traktus urinarius, atau secara sengaja dengan obat-obat pembentuk asam atau alkali.

2

Penampilan, jika ada konstituen-konstituen abnormal yang tidak berwarna maka makin tinggi konsentrasi urin makin pekat warnanya. Kecepatan ekresi  pigmen urin normal (urokrom) adalah tetap, dan urin yang pekat mempunyai mempunyai berat  jenis rendah, urin berwarna timbul pada penyakit-penyakit tertentu atau gangguan metabolisme, dan setelah pemakaian banyak obat-obatan. 1

II. METODE

1. TES MAKROSKOPIS a) Warna dan kejernihan

1.1 PRA ANALITIK

: tidak dilakukan persiapan khusus



Persiapan pasien



Persiapan sampel : tidak ada persiapan khusus,



Prinsip tes

: setiap kelainan memberi warna dan kejernihan yang  berbeda



Alat dan bahan

: -

Tabung yang jernih

-

Gelas takar 

-

Carik indikator pH

1.2 ANALITIK 

Cara kerja

1. Tuangkan sampel urin kedalam tabung 2. Perhatikan warnanya, catat apakah warnanya normal atau anormal 3. Perhatikan jernih keruhnya urin tersebut 4. Celupkan 1 carik indicator strip, baca berapa pH, leukosit, nitrat, urobilinogen, protein, darah, specifik gravity, ketone, bilirubin dan glukosa urin



Nilai Rujukan

1. Kejernihan dan warna  Normal jernih atau sedikit keruh dan berwarna kuning 2. Derajat keasaman atau pH : 4,5  –  8,0 Penetapan pH urin dilakukan memakai indicator strip

1.3 PACSA ANALITIK 

Interpretasi

1) Warna transudat biasanya kekuning-kuningan dan jernih seperti pada gagal  jantung kongestif 2) Warna eksudatif dapat berbeda-beda seperti :  Warna

kuning : mengandung bilirubin

 Warna

merah tua atau coklat : mengandung darah yang bisa disebabkan oleh

 pecahnya pembuluh darah (seperti pecahnya aneurisma aorta), yang kemudian mengalirkan darah kerongga pleura atau ada gangguan  pembekuan darah  Warna

putih kuning dan keruh : mengandung nanah atau pus yang bisa

terjadi jika pneumia atau abses paru menyebar kerongga pleura  Putih

seperti susu atau keruh : chylus akibat terjadinya cedera saluran getah

 bening utama di dada (duktus thoraci, atau oleh penyumbatan saluran karena adanya tumor  Warna

kehijauan : pyocaneus

III. HASIL

1. Kejernihan dan warna Jernih dan warna kuning muda 2. Leukosit

: 15

 Nitrat

: Negative (-)

Urobilinogen

: 16

Protein

: Negative (-)

 pH

:6

darah

: Negative (-)

Specifik gravity

: 1,025

Ketone

: Negative (-)

Bilirubin

: Negative (-)

Glukosa

: Tidak ada

IV. KESIMPULAN

2. TES MIKROSKOPI

1.1 PRA ANALITIK 

: pada umumnya tidak memerlukan persiapan

Persiapan pasien

Khusus 

Persiapan sampel : sampel urin harus terhindar dari kontaminasi.

Wadah penampung hendaknya bersih dan kering 

Alat dan bahan

:

1. tabung sentrifus 2. alat sentrifus 3. corong 4. kaca obyek + kaca penutup (dekglas) 5.  pipet tetes/ pipet pasteur  6. mikroskop

1.2 PRA ANALITIK 

CARA KERJA

1. Masukkan 10-15 ml urin kedalam tabung sentrifus, lalu urin tersebut disentrifus selama 5 menit pada 1500-2000 rpm 2. Buang cairan dibagian atas tabung lapisan (lapisan supernatant), sisakan endapan urin kira-kira 1 ml 3. Sentakkan dinding tabung dengan jari untuk mencampurkan sisa urin dengan endapan (sedimen) 4. Ambil suspensi endapan dengan pipet tetes, tempatkan 1 tetes di atas kaca obyek kemudian tutup dengan kaca penutup 5. Periksa sedimen di bawah mikroskop dengan : Lensa objektif 40 x (lapangan pandang besar: LPB) NILAI RUJUKAN



-

Eritrosit

: 0,5 gr%)

III. HASIL PERCOBAAN

1. PENDAHULUAN

 pada keadaan norma, tidak lebih dari 1 gramglukosa diekskresikan dalam 24 jam. Bila kadar glukosa dalam urin tinggi disebut glukosuria. Pada keadaan fisiologik, glukosuria dapat terjadi setelah makan banyak karbohidrat (alimentary glukosuria). Sedangkan, pada keadaan patologik glukosuria dapat disebabkan oleh:

- ambang ginjal untuk glukosa menurun. Pada keadaan ini, gula darah dalam  batas-batas normal. Hal ini terjadi pada beberapa kelainan ginjal dan disebut renal diabetes

- gangguan metabolisme karbohidrat. Ini menyebabkan kadar glukosa darah meningkat sehingga ambang ginjal dilampaui dan glukosa dikeluarkan kedalam urin. Misalnya, terdapat penyakit diabetes melitus, hipotuitarisme dan hiperadreanilsme. 4. TES GLUKOSA URIN

1.1 PRA ANALITIK 

Persiapan pasien

: pada umumnya tidak memerlukan persiapan Khusus



Persiapan sampel : sampel urin harus terhindar dari kontaminasi.



Prinsip tes

: urin direaksikan dengan larutan benedict, Kadar glukosa urin berdasarkan perubahan warna urin



Alat dan bahan

:

1. Tabung reaksi + rak  2. Larutan Benedict kualitatif  3. Pembakar bunsen

1.2 ANALITIK 

CARA KERJA

1. Tuangkan 5 ml larutan benedict ke dalam tabung reaksi 2. Tambahkan sampel urin sebanyak 5-8 tetes 3. Didihkan diatas nyala api bunsen selama 2 menit 4. Perhatikan adanya perubahan warna setelah isi tabung dikocok 

1.3 PASCA ANALITIK 

Interpretasi :

 Negatif, cairan tetap biru , jernih, bisa agak hijau atau sedikit keruh 1+

: hijau kekuningan (glukosa 0,5-1,0 gr%)

2+

: kuning kehijauan (glukosa 1,0-1,5 gr%)

3+

: kuning

(glukosa 1,5-2,5 gr%)

4+

: jingga/merah

(glukosa 2,5-4,0 gr%)

III. HASIL PERCOBAAN

DAFTAR PUSTAKA

1. Elizabeth J. Corwin, Patofisiologi, penerbit buku kedokteran EGC. 2. Baron D.N, kapita selekta patologi klinik, 4 thed, penerbit buku kedokterran EGC.1990

DI SUSUN OLEH Nama

: Novitasari

No. Stambuk

: 10 777 019

Kelompok

: I (satu)

Pembimbing

: dr. Ahmad Syaifulah

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER UNIVERSITAS ALKHAIRAAT PALU 2011

Adiari ks, ardana IBK. 2016. Dinamika leukosit akibat xylazine pada anjing lokal yang dianasthesi ketamin secara subcutan. Indonesia mediasi veteriner 5(3)

Beatle c.2008. sejarah dan prinsip2 ilmu anasthesi. Jakarta(id): Buku kedokteran EGC

Dallas se. 2000. Animal biology and care. Oxford(UK): blackwell science

Fossum, T. W . 2002. Small Animal Surgery. Ed 2. Mosby hahn rg, proagh ds, dan Svensen CH. 2007. Penoperative Fluid Therapy. London (USA): Inferno Healthcare

Howe, Lisa M. 2015. Current perspective on the optimal age to spay/castrate dogs and cats. Veterinary Medicine: Research and reports 6(1):171-180.

I Komang Wiarsa Sardjana dan Diah Kusumawati. 2011. Bedah Veteriner ,Cetaka n Pertama, Surabaya(ID): Airlangga University Press Larsen Jennifer A. 2016. Risk of Obesity in the Neutered Cat. Journal of Feline Medicine and Surgery 1(5):1-2

Levy JK et al. 2015. Reference interval for rectal temperature in healthy confined adult cats. JFMS. 17(11): 950-952. Murray JK et al. 2015. Method of fertility control in cats. J FMS. 17(9): 790-799.

Sardjana, 2010.  Anestesi Veteriner . Yogyakarta(ID): Gadjah Mada University Press.

Taylor & Francis. 2014. Veterinary attitudes towards pre-pubertal gonadectomy of cats. New Zealand Veterinary Journal, 61(4):226-233

Widyaputri dkk, 2014. Orchiectomy dan Ovariohisterectomy  . Ilmu Bedah Veteriner .Kupang(ID): Universitas Nusa Cendana Yudaniyanti IS, Erfan M, dan Anwar M. 2010. Profil Penggunaan Kombinasi Ketamine-Xylazine dan Ketamine-Midazolam sebagai anasthesi umum terhadap gambaran Fisiologis pada Kelinci. Veterinearia Medika 3(1):23-30

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF