5. BAB I,II,III, IV
March 14, 2019 | Author: Whydia Wedha Sutedja | Category: N/A
Short Description
Download 5. BAB I,II,III, IV...
Description
BAB I PENDAHULUAN I.1
LATAR BELAKANG
WHO tahun 2006, mengatakan bahwa kejadian penyakit kecacingan di dunia masih tinggi yaitu 1 miliar orang terinfeksi terinfeksi cacing Ascaris lumbricoides, lumbricoides, 795 juta orang terinfeksi terinfeksi cacing Trichuris trichiura dan 740 juta orang terinfeksi cacing Hookworm. Hookworm.7 Di Indonesia penyakit kecacingan pada anak usia Sekolah Dasar masih merupakan masalah besar atau masih merupakan masalah kesehatan masyarakat karena prevalensinya yang masih sangat tinggi yaitu kurang lebih antara 45-65 %, bahkan diwilayah-wilayah tertentu yang sanita sanitasi si yang yang buru buruk k preva prevale lensi nsi kecac kecacing ingan an bisa bisa menca mencapa paii 80%. 80%. Caci Cacing ng-ca -cacin cing g deng dengan an prevalensi prevalensi yang tinggi tinggi ini adalah adalah cacing gelang (ascaris lumbricoid lumbricoides), es), cacing cambuk (trichuris trichiura), cacing tambang (necator americanus) dan cacing pita. Jika diperhatikan dengan teliti, cacingcacing-caci cacing ng yang tinggal tinggal diusus diusus ini member memberika ikan n kontrib kontribusi usi yang yang sangat sangat besar besar terhadap terhadap kejadia kejadian n penyak penyakit it lainnya lainnya,, seperti seperti kurang kurang gizi gizi karena karena cacing cacing gelang gelang suka suka mengk mengkonsu onsumsi msi karbohidrat dan protein diusus sebelum diserap oleh tubuh, kemudian penyakit anemia (kurang kadar darah) karena cacing tambang suka menghisap darah diusus sedangkan cacing-cacing cambu cambuk k dan pita pita suka suka seka sekali li meng mengga gang nggu gu pertu pertumb mbuh uhan an dan dan perk perkem emba bang ngan an anak anak serta serta mempengaruhi masalah-masalah non kesehatan lainnya seperti turunnya prestasi belajar. Hasil survei kecacingan Sekolah Dasar di 27 Propinsi Indonesia menurut jenis cacing tahun 2002–2006 2002–2006 didapatkan bahwa pada tahun 2002 2002 prevalensi Ascaris lumbricoides 22,0%, Trichuris trichiura 19,9% dan Hookworm 2,4%. Tahun 2003 prevalensi Ascaris lumbricoides 21,7%, 21,7%, Trichu Trichuris ris trichiura trichiura 21,0% 21,0% dan dan Hookwor Hookworm m
0,6%. 0,6%. Tahun Tahun 2004 2004 prevalens prevalensii Ascaris
lumbricoides 16,1%, Trichuris trichiura 17,2% dan Hookworm 5,1%. Tahun 2005 prevalensi Ascaris lumbricoides 12,5%, Trichuris trichiura 20,2% dan Hookworm 1,6% dan pada tahun 2006 prevalensi Ascaris lumbricoides 17,8%, Trichuris Trichuris trichiura 24,2% dan Hookworm Hookworm 1,0%. 1,0%. 8
Hasil survei dari Dinas Kesehatan Kota Mataram pada tahun 2010 didapatkan bahwa dari 6.502 6.502 siswa siswa SD yang diperiksa diperiksaan an didapatkan didapatkan bahwa bahwa sebanya sebanyak k 1.478 1.478 siswa
positif positif
menderita kecacingan dimana Cacing Gelang menempati angka tertinggi yaitu 1000 siswa, Cacing Cambuk sebanyak 442 dan Caacing tambang sebanyak 36 . Khususnya pada Puskesmas Tanjung Karang memiliki angka yang lumayan banyak yaitu sebanyak 246 positif menderita 1
kecacingan. Pada wilayah puskesmas Tanjung Karang penderita kecacingan didominasi oleh SDN 15 Ampenan yaitu sebanyak 60 siswa dari 202 siswa yang diperiksa disekolah tersebut. I.2
9
TUJUAN
I.2.1
Tujuan Umum. Mengidentifikasi tingkat pengetahuan dan perilaku siswa-siswi kelas IV, V dan VI SDN 15 Ampenan yang berhubungan dengan penyakit cacingan .
I.2.2
Tujuan Khusus •
Menget Mengetahui ahui tempat tempat Buang Buang Air Besar Besar (BAB) (BAB) siswa-sisw siswa-siswii kelas IV, V
dan VI SDN 15 Ampenan. •
Menget Mengetahui ahui sumber sumber air yang yang diguna digunakan kan oleh siswa-si siswa-siswi swi kelas kelas IV, V
dan VI SDN 15 Ampenan . •
Mengetahui Mengetahui kebiasaan mencuci tangan sebelum makan, sesudah makan
dan setelah BAB (Buang Air Besar) pada siswa-siswi kelas IV, V dan VI SDN 15 Ampenan. •
Mengetahui kebiasaan memakai alas kaki pada siswa-siswi kelas IV, V
dan VI SDN 15 Ampenan. •
Mengetahui Mengetahui kebiasaan tempat jajanan pada siswa-siswi kelas IV, V dan
VI SDN 15 Ampenan. •
Mengetahui kebiasaan memotong kuku pada siswa-siswi kelas IV, V
dan VI SDN 15 Ampenan. •
Mengetahui Mengetahui pengetahua pengetahuan n tentang penyakit penyakit cacingan cacingan pada siswa-siswi siswa-siswi
kelas IV, V dan VI SDN 15 Ampenan.
2
I.3
LANDASAN TEORI 1.3.1 PREVALENSI DAN INTENSITAS INFEKSI
Penyakit cacingan tersebar luas, baik di pedesaan maupun di perKotaan. Angka infeksi infeksi tinggi, tinggi, tetapi tetapi intensita intensitass infeksi infeksi (jumlah (jumlah cacing cacing dalam dalam perut) perut) berbed berbeda. a. Hasil Hasil surve survey y cacing cacingan an di Seko Sekolah lah Dasar Dasar di bebe beberap rapaa Prov Provins insii pada pada tahu tahun n 1986 1986 -199 -1991 1 menunjukkan prevalensi sekitar 60% - 80%, sedangkan untuk semua umur berkisar antara40% antara40% - 80%. Hasil survey Subdit Diare pada tahun 2002 dan 2003 pada 40 SD di 10 Provinsi menunjukkan prevalensi berkisar antara 2,2% - 96,3%. 1.3.2. KERUGIAN AKIBAT CACINGAN
Cacin Cacinga gan n
memp mempeng engaru aruhi hi
pemasu pemasuka kan n
(intak (intake) e),,
penc pencer ernaa naan n
(dig (diges estiv tive), e),
penyerapan( penyerapan( absorbsi), absorbsi), dan metabolism makanan. makanan. Secara kumulatif, kumulatif, infeksi cacing atau cacing cacingan an dapat dapat menim menimbu bulka lkan n keru kerugi gian an zat zat gizi gizi beru berupa pa kalo kalori ri dan prote protein in serta serta kehilan kehilangan gan darah. darah. Selain Selain dapat dapat mengha menghamba mbatt perkemb perkembang angan an fisik, fisik, kecerda kecerdasan san dan produktifitas produktifitas kerja, dapat menurunkan menurunkan ketahanan ketahanan tubuh sehingga sehingga mudah mudah terkena penyakit penyakit lainnya. lainnya. Kerugian Kerugian kalori / protein dan darah tersebut bila dihitung dengan dengan jumlah penduduk penduduk 220.00 220.000.000 0.000 dapat diperkirak diperkirakan an sebagai sebagai berikut. berikut. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001) dengan memberi imbuhan ke dan akhiran an terhadap suatu kata benda maka terhadap kata tersebut mengandung arti mender menderita ita atau menga mengalami lami kejadian. kejadian. Dengan Dengan demikian, demikian, kata
kecacing kecacingan an berarti berarti
seseora seseorang ng yang yang mengal mengalami ami kecacin kecacingan gan.. Sedang Sedangkan kan Menuru Menurutt Dinkes Dinkes Jawa Jawa Timur Timur (2003) Kecacingan ialah penyakit yang disebabkan karena masuknya parasit (berupa cacing) ke dalam tubuh manusia. Helminthiasis (cacing) adalah salah satu kelompok parasit yang dapat merugikan manusia. Berdasarkan taksonomi, helmint dibagi menjadi dua yaitu: 1.
Nema Nemath thel elmi mint nthe hess (caci (cacing ng gil gilik ik))
2.
Plat Plathy hyhe helm lmin inth thes es (cac (cacin ing g pipi pipih) h) Cacing yang termasuk Nemathelminthes yaitu kelas Nemotoda Nemotoda yang terdiri dari
Nematode Nematode usus dan Nematoda Nematoda jaringan. jaringan. Sedangkan Sedangkan yang termasuk Plathyhelminthes Plathyhelminthes adalah kelas Trematoda dan Cestoda. 3
Namun yang akan akan dibahas dibahas di bawah ini adalah kelompo kelompok k Nematoda Nematoda usus. Sebab Sebab sebagian besar dari Nematoda usus ini merupakan penyebab kecacingan yang sering dijumpa dijumpaii pada pada masyarak masyarakat at Indone Indonesia sia khusus khususnya nya pada pada usia Sekolah Sekolah Dasar. Dasar. Diantar Diantaraa Nematoda Nematoda usus ini yang sering menginfeksi menginfeksi manusia ditularkan ditularkan melalui tanah atau disebut ”soil transmitted helminths” yakni : a)
Asca scaris ris lum lumb brico ricoid ides es
b)
Trich richur uris is tric trich hiura iura
c)
Hookwo Hookworm rm (Neca (Necator tor amer american icanus us dan dan Ancylo Ancylostom stoma a duode duodenale nale))
a) Ascaris lumbricoides Salah satu penyebab kecacingan pada manusia yang disebut penyakit askariasis. Cacing dewasa mempunyai ukuran paling besar di antara Nematoda intestinalis yang lain. lain. Bentuk Bentuknya nya
silindris silindris (bulat (bulat panjang panjang), ), ujung anterior anterior lancip. Bagian Bagian anterior anterior
dilengkapi oleh tiga bibir yang tumbuh dengan sempurna.
Cacing betina berukuran lebih besar jika dibandingkan dengan cacing jantan, dengan ukuran panjangnya 20-35 cm. Pada cacing betina bagian posteriornya membulat dan lurus. Tubuhnya berwarna putih sampai kekuning kecoklatan dan diselubungi oleh lapisan kutikula kutikula yang bergaris bergaris halus. Cacing jantan panjangnya panjangnya 10-30 cm, warna putih kemerah-merah kemerah-merahan. an. Pada cacing jantan ujung posteriorny posteriornyaa lancip dan melengkung melengkung ke arah ventral dilengkapi pepil kecil dan dua buah spekulum berukuran 2 mm.
Gambar 2.1. Ascaris lumbricoides A. Betina, B. Jantan
4
Manusia dapat terinfeksi cacing ini karena mengkonsumsi makanan, minuman yang terkontaminasi telur cacing yang telah berkembang. Telur yang telah berkembang tadi menetas menjadi larva di dalam usus halus. Selanjutnya larva tadi akan bergerak menembus pembuluh darah dan limfe di usus untuk kemudian mengikuti aliran darah ke hati atau aliran limfe ke ductus thoracicus menuju ke jantung. Setelah sampai di jantung larva ini akan dipompakan dipompakan ke seluruh tubuh antara lain ke paru-paru. Larva di dalam paru-paru ini mencapai alveoli dan tinggal selama 10 hari untuk berkembang lebih lanjut. Bila larva ini telah mencapai ukuran 1,5 mm, ia mulai bermigrasi ke saluran nafas, ke epiglotis dan kemudian ke esofagus, lambung akhirnya kembali ke usus halus dan menjadi dewasa yang berukuran 15-35 cm. Seekor Seekor cacing cacing betina betina mampu mampu mengha menghasilk silkan an 200.00 200.000-25 0-250.0 0.000 00 telur telur perhari. perhari. Telur yang telah dibuahi akan menjadi matang di tanah yang lembab dalam waktu ±3 minggu dan dapat hidup lama serta tahan terhadap pengaruh cuaca buruk. buruk. Keseluruhan siklus hidup ini berlangsung kurang lebih 2-3 bulan. Cacing dewasa ini akan tahan hidup di dalam rongga usus halus hospes selama 9-12 bulan. b) Trichuris trichiura Dalam bahasa Indonesia cacing ini dinamakan cacing cambuk karena secara menyeluruh menyeluruh bentuknya bentuknya seperti cambuk. cambuk. Hospes defenitifnya defenitifnya adalah manusia. manusia. Cacing ini lebih sering ditemukan ditemukan bersama-sama bersama-sama dengan cacing Ascaris lumbricoides. lumbricoides. Cacing dewasa dewasa hidup hidup di dalam dalam usus usus besar besar manusia manusia terutama terutama di daerah daerah sekum sekum dan kolon. kolon. Penyakit yang disebabkannya disebut trikuriasis. trikuriasis .
5
Gambar 2.2 Trichuris trichiura, dewasa (Kiri : Betina, Kanan : Jantan)
6
Telur Trichuris trichiura berbentuk bulat panjang dan memiliki “sumbat” yang menonjol di kedua ujungnya, dan dilengkapi dengan tutup (operkulum) dari bahan mucus yang jernih. Telur berukuran 50-54 x 32 mikron. Kulit luar telur berwarna kuning tengguli dan bagian dalam jernih. Cacing jantan panjangnya ± 4 cm, dan cacing betina penjangnya ± 5 cm. Manusia terinfeksi cacing ini melalui makanan yang terkontaminasi telur cacing yang telah berembrio. Telur yang tertelan akan menetas di duodenum dan larva yang keluar akan melekat di
villi usus. Untuk perkembangan larvanya cacing ini tidak
mempunyai siklus paru-paru. Larva ini akan tetap tinggal di villi usus selama 20-30 hari untuk kemudian bergerak ke coecum dan kolon bagian proximal. Pada infeksi yang berat, cacing dapat pula ditemukan di ileum, appendix, bahkan seluruh usus besar. Cacing dewasa membenamkan bagian anteriornya
di mukosa usus dan mulai
memproduksi telur sebanyak 2000-7000 telur perhari. Telur yang dihasilkan cacing ini akan keluar dari tubuh bersama tinja. Di luar tubuh, di tempat yang lembab dan hangat, telur ini akan mengalami pematangan dalam waktu 2- 4 minggu dan siap menginfeksi host lain. Waktu yang diperlukan untuk pertumbuhan mulai dari telur sampai menjadi dewasa adalah ± 1-3 bulan. Cacing jantan dan betina dewasa berhabitat di usus kecil terutama jejenum, tetapi pada infeksi yang berat, cacing ini dapat pula ditemukan di lambung. Telur yang dihasilkan betinanya akan dikeluarkan bersama-sama tinja, 2-3 hari kemudian menetas dan keluar larva rhabditiform, selama 2 hari larva rhabditiform tumbuh menjadi larva filariform (infektif) yang tahan terhadap perubahan iklim dan dapat hidup selama 7-8 minggu di tanah lembab. Larva filariform menembus kulit, masuk ke pembuluh darah kapiler dan mengikuti peredaran darah masuk ke jantung kanan, kemudian paru-paru, lalu ke pharynx, kemudian ke usus halus dan di sana menjadi dewasa Infeksi terjadi bila larva filariform menembus kulit. Infeksi
Ancylostoma
duodenale juga mungkin dengan menelan larva filariform
7
PATHWAY
Gambar 2.3 Siklus Ancylostoma duodenale
Hookworm
Ada beberapa spesies cacing tambang yang penting dalam bidang medik, namun yang sering menginfeksi manusia ialah cacing Necator americanus dan Ancylostoma duodenale. Hospes dari kedua cacing ini adalah manusia. Dan kedua cacing ini menyebabkan penyakit Nekatoriasis dan Ankilostomiasis. Telur cacing tambang sulit dibedakan, karena itu apabila ditemukan dalam tinja disebut sebagai telur hookworm atau telur cacing tambang. Bentuk telurnya oval, dinding tipis dan rata, warna putih. Larva pada stadium rhabditiform dari cacing tambang sulit dibedakan. Panjangnya 250 mikron, ekor runcing dan mulut terbuka. Larva pada stadium
filariform
(Infective larvae) panjangnya 700 mikron, mulut tertutup ekor runcing dan panjang oesophagus 1/3 dari panjang badan.
8
Cacing dewasa jantan berukuran 8 sampai 11 mm sedangkan betina berukuran 10 sampai 13 mm. Cacing Necator americanus betina dapat bertelur ±9.000 butir/hari sedangkan cacing Ancylostoma duodenale betina dapat bertelur ±10.000 butir/hari.
Gambar 2.4 Cacing Ancylostoma duodenale A.jantan B.Male
Gambar 2.5 Cacing Necator Americanus EPIDEMIOLOGI PENYAKIT KECACINGAN
1) •
Distribusi dan Frekuensi Penyakit Kecacingan Orang Penyakit kecacingan dapat menyerang semua golongan umur dan jenis kelamin.
Menurut Depkes RI (2004)
infeksi kecacingan yang disebabkan cacing ”soil
transmitted helminths” terjadi pada semua golongan umur sebesar 40%-60%, sedangkan pada usia Sekolah Dasar (7-15 tahun) sebesar 60%-80%. Menurut penelitian Ginting (2001-2002) pada anak Sekolah Dasar di Kabupaten Tanah Karo dari 120 sampel ditemukan 84 orang yang positif kecacingan dengan 9
rincian anak laki-laki sebanyak 51orang (60,7%) dan anak perempuan sebanyak 33 orang (39,3%). Sejak tahun 2002 angka kejadian kecacingan pada anak Sekolah Dasar terlihat mengalami fluktuasi yaitu dari 33,3%, menurun menjadi 33,0% pada tahun 2003, tahun 2004 meningkat menjadi 46,8%, kemudian menurun lagi tahun 2005 yaitu 28,4%, dan pada tahun 2006 meningkat kembali menjadi 32,6%. •
Tempat Penyakit kecacingan umumnya terjadi pada daerah yang mempunyai sanitasi
lingkungan yang jelek dan kurang tersedianya air bersih dan sosial ekonomi yang rendah. Dari hasil penelitian Hiswani (1997) di Nias menemukan prevalensi cacing yang ditularkan melalui tanah ”soil transmitted helminths” masih cukup tinggi yaitu Ascaris lumbricoides sebesar 35% sedangkan prevalensi cacing Trichuris trichiura 5,7% Pada tahun 2002 prevalensi kecacingan dari hasil survei di 10 propinsi Indonesia dengan sasaran anak Sekolah Dasar sangat bervariasi yaitu 4,8%-83,0% dengan prevalensi tertinggi di Propinsi Nusa Tenggara Barat dan diikuti Propinsi Sumatera Utara, sedangkan yang terkecil di Propinsi Jawa Timur. Hasil survei prevalensi kecacingan tahun 2003 dengan sasaran dan lokasi yang sama pada tahun 2002 menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda. Prevalensi cacingan keseluruhan 42,26% dengan rincian
Ascaris lumbricoides 22,26%,
Trichuris trichiura 20,30% dan Hookworm 0,7%. •
Waktu Penyakit Kecacingan menunjukkan fluktuasi musiman. Biasanya insiden
meningkat pada permulaan musim hujan, karena curah hujan sangat erat kaitannya dengan kelembaban tanah tempat telur cacing berkembang biak. Lingkungan tanah liat sangat menguntungkan bagi cacing Ascaris lumbricoides dan Trichuris trichiura sedangkan lingkungan yang mengandung pasir sangat menguntungkan bagi cacing Hookworm
10
2)
Faktor Lingkungan Penyakit kecacingan merupakan salah satu penyakit yang berbasis lingkungan
oleh karena itu pemberantasan penyakit cacing ini harus melibatkan berbagai pihak. Faktor lingkungan seperti tanah, air, tempat pembuangan tinja tercemar oleh telur atau larva cacing serta berakumulasi dengan perilaku manusia yang tidak sehat pula yaitu personal higiene maka dapat menimbulkan kejadian kecacingan . Keadaan lingkungan yang menyebabkan faktor penyebab kejadian kecacingan adalah •
Sumber air Air merupakan sangat penting bagi kehidupan manusia. Kebutuhan manusia
akan air sangat kompleks antara lain untuk minum, masak, mandi, mencuci (bermacam-macam cucian) dan sebagainya. Supaya air tetap sehat dan terhindar dari kuman maka air yang digunakan harus diolah terlebih dahulu. Adapun sumber dan cara pengolahan air yang sering digunakan oleh masyarakat yaitu: a. Sumber air : air hujan, air permukaan (sungai, danau, mata air, air sungai), air tanah (sumur dangkal, sumur dalam) b. Pengolahan air (seperti pembuangan benda-benda yang terapung/melayang, pengendapan, penyaringan, penyimpanan)
•
Jamban Jamban adalah salah satu sarana dari pembuang tinja manusia yang penting,
karena tinja manusia merupakan sumber penyebaran penyakit yang multikompleks. Penyebaran penyakit yang bersumber pada faeces dapat melalui berbagai macam jalan atau cara seperti air, tangan, lalat, tanah, makanan dan minuman sehingga menyebakan penyakit. Jadi bila pengolahan tinja tidak baik, jelas penyakit akan mudah tersebar. Beberapa penyakit yang dapat disebarkan oleh tinja manusia antara 11
lain: tipus, kolera dan bermacam-macam cacing. Maka untuk menghindari penyebaran penyakit lewat tinja ini setiap orang diharapkan menggunakan jamban sebagai penampung tinjanya
•
Personal Higiene Kebersihan diri yang buruk merupakan cerminan dari kondisi lingkungan
dan perilaku individu yang tidak sehat. Pengetahuan penduduk yang masih rendah dan kebersihan yang kurang baik mempunyai kemungkinan lebih besar terkena infeksi cacing Usaha kesehatan pribadi (personal higiene) adalah daya upaya dari seseorang untuk memelihara dan mempertinggi derajat kesehatannya sendiri meliputi: I.
Memelihara kebersihan diri (mandi 2x/hari, cuci tangan sebelum dan
sesudah
makan),
pakaian, rumah
dan
lingkungannya
(BAB pada
tempatnya). II.
Memakan makanan yang sehat dan bebas dari bibit penyakit. Cara hidup
yang teratur. III.
Meningkatkan daya tahan tubuh dan kesehatan jasmani.
IV.
Menghindari terjadinya kontak dengan sumber penyakit.
V.
Melengkapi rumah dengan fasilitas-fasilitas yang menjamin hidup sehat
seperti sumber air yang baik, kakus yang sehat. VI.
Pemeriksaan kesehatan.
CARA PENULARAN
Cacing
Ascaris lumbricoides,
Trichuris trichiura dan
Hookworm
dikelompokkan sebagai cacing yang ditularkan melalui tanah (soil transmitted helminths) karena cara penularannya pada setiap orang sama yaitu melalui tanah. Secara gambaran epidemiologi, ”soil transmitted helminths” biasa terdapat di daerah beriklim tropis dan daerah beriklim sedang dan perbedaannya hanya terletak pada jenis 12
spesies dan beratnya penyakit yang ditimbulkan. Adapun cara cacing ini menginfeksi manusia yakni dengan menembus kulit manusia oleh larva infectious (larva matang) atau menelan telur cacing yang lengket pada makanan atau minuman yang tidak dimasak dengan matang.
13
DIAGNOSA
Diagnosa dapat ditegakkan dengan menemukan telur cacing lumbricoides, Trichuris trichiura
dan
Hookworm. Dan pada cacing
Ascaris Ascaris
lumbricoides dewasa dapat keluar melalui mulut, hidung, maupun anus TANDA DAN GEJALA o
Terdapat ”loeffler sindrome” dengan gejala: demam, batuk, infiltrasi paru-paru,
malaise, bahkan pneumonitis. o
Pada infeksi ringan gangguan Gastro Intestinal ringan.
o
Pada infeksi berat dapat meyebabkan gejala mual, muntah, anoreksia bahkan
ileus. o
Menimbulkan penyakit ”Ground itch” (cotaneous larva migrans) dengan gejala :
gatal-gatal, erythema, papula, erupsi dan vesicula pada kulit. o
Badan terasa lemah, neusea, sakit perut, lesu, anemia, penurunan berat badan
dan kadang-kadang diare dengan tinja berwarna hitam. o
Menimbulkan anemia pada penderita
UPAYA PENCEGAHAN
a) Pencegahan Primer Pencegahan cacing usus ini dapat dilakukan dengan memutuskan rantai daur hidup dengan cara: berdefekasi di kakus, menjaga kebersihan, cukup air di kakus, mandi dan cuci tangan secara teratur. Melakukan Penyuluhan kesehatan kepada masyarakat mengenai sanitasi lingkungan yang baik dan personal higiene serta cara menghindari infeksi cacing seperti : tidak membuang tinja di tanah, tidak menggunakan tinja sebagai pupuk tanaman, membiasakan mencuci tangan sebelum makan, membiasakan menggunting kuku secara teratur, membiasakan diri buang air besar di jamban, membiasakan diri membasuh tangan dengan sabun sehabis buang air besar,
14
membiasakan diri memakai alas kaki bila keluar rumah, membiasakan diri mencuci semua makanan lalapan mentah dengan air yang bersih
15
b) Pencegahan Sekunder Pencegahan sekunder cacing usus ini dapat dilakukan dengan memeriksakan diri secara teratur ke Puskesmas, Rumah Sakit serta menganjurkan makan obat cacing 6 bulan sekali khususnya masyarakat yang rentan terinfeksi cacing
16
BAB II GAMBARAN UMUM PUSKESMAS TANJUNG KARANG
A. Letak Geografis Puskesmas Tanjung Karang merupakan salah satu Puskesmas yang terdapat di wilayah Kota Mataram. Puskesmas Tanjung Karang berada di Kecamatan Ampenan dengan luas wilayah kerjanya 746 km 2 , yang berbatasan dengan : •
Sebelah Utara berbatasan dengan kelurahan Ampenan Tengah, wilayah kerja Puskesmas Ampenan.
•
Sebelah Timur berbatasan dengan kecamatan Mataram, wilayah kerja Puskesmas Pagesangan.
•
Sebelah Selatan berbatasan dengan Kelurahan karang Pule, wilayah kerja Puskesmas Karang Pule.
•
Sebelah Barat berbatasan dengan Selat Lombok. Wilayah kerja Puskesmas Tanjung Karang pada Tahun 2010 menggunakan 6 Kelurahan sebagai dasar analisa yaitu, Kelurahan Ampenan Selatan, Taman Sari, Banjar, Tanjung Karang Permai, Kekalek Jaya dan Tanjung Karang. Dengan jumlah penduduk dan kepadatan masing-masing Kelurahan pada tahun 2010 adalah sebagai berikut :
NAMA KELURAHAN Karang Jaya Tanjung Karang Permai Tanjung Karang Ampenan Selatan Taman Sari Banjar JUMLAH
JUMLAH PENDUDUK (JIWA) 9.823 8.598 5.306 11.437 5.875 6.088 47.127
17
B. Topografi Desa 1. Luas Wilayah Puskesmas Tanjung Karang merupakan salah satu Puskesmas yang terdapat di wilayah Kota Mataram. Puskesmas Tanjung Karang berada di Kecamatan Ampenan dengan luas wilayah kerjanya 746 km 2 2. Tipelogi Wilayah kerja Puskesmas Tanjun Karang dengan cakupan 6 Kelurahan terdiri dari daerah dataran rendah, pantai, serta bukan pantai yang berbatasan dengan kabupaten lain maupun dengan laut. 3. Iklim Curah hujan
:
282 mm/thn.
Jumlah bulan hujan
:
5 bulan.
Jumlah hari hujan
:
14
Suhu rata-rata harian
:
31,7 0C
Bentang wilayah
:
datar.
C. Demografi Desa Jumlah penduduk di wilayah kerja Puskesmas Tanjung Karang sebanyak 47.127 jiwa yang tersebar di 6 kelurahan.
D. Sumber Daya Kesehatan Puskesmas Tanjung Karang mempunyai tenaga sebanyak 60 orang pada tahun 2010. Sebanyak 45 orang (75%) merupakan tenaga PNS, dan 15 orang (25%) non PNS. Dari 60 orang tenaga yang ada, sebanyak 50 orang (83.3%) merupakan tenaga medis, dan selebihnya sebanyak 10 orang (16.7%) merupakan tenaga non-medik. Tenaga 18
medik yang dimaksud meliputi tenaga Dokter Umum sebanyak 3 orang, Dokter Gigi sebanyak 1 orang, tenaga paramedik perawatan (perawat, perawat gigi, dan bidan), tenaga medis non perawatan. Pada sisi kuantitas, tenaga relatif cukup bahkan mungkin lebih, namun dari sisi kualitas masih perlu dianalisa lebih lanjut.
19
Berikut gambaran penyebaran tenaga Puskesmas Tanjung Karang dalam bentuk tabel: No 1.
2.
3.
4..
5.
Jenis Tenaga * Medik - Dokter Umum - Dokter Gigi Sarjana Kesehatan - S. Kep. Ners - S. Kep - D4 Kebidanan - Sarjana Teknik Ling - SKM Paramedik Perawatan - Akper - SPK - Akbid - Bidan - D3 Perawat Gigi - SPRG Paramedik Non Perawatan - AKL/APK - AAK - AKZI - D3 Farmasi - SPAG - SPPH - SMF/SAA - Pekarya Kesehatan Non Medik - Sarjana (S1) - Sarjana Muda (DIII) - SMU - SMP - SD Jumlah
PNS
Non PNS
WISN
Jumlah
3 1
-
3 1
3 1
1 2 1 -
1 1 -
-
1 1 2 2 -
11 2 4 2 1 2
3 1 3 -
8 7 3 -
14 3 7 2 1 2
2 3 1 1 2 1
1 -
3 2 4 2 -
3 3 1 2 2 1
2 1 2 45
3 1 1 15
-
2 1 5 1 1 60
E. Sosial Budaya dan Pendidikan SARANA PENDIDIKAN •
Jumlah PAUD
: 10 Buah
•
Jumlah TK
: 14 Buah
•
Jumlah SD/MI
: 17 Buah 20
•
Jumlah SMP/MTS
: 7 Buah
•
Jumlah SMA/MA
: 5 Buah
•
Jumlah Pesantren
: 2 Buah
SARANA PERIBADATAN Jumlah Masjid & Pura
: 37 Buah
Jumlah Langgar
: 0 Buah
SARANA UMUM Jumlah Pasar
: 1 Buah
Jumlah Toko Obat/Apotik
: 3 Buah
Jumlah Salon
: 18 Buah
Jumlah Lesehan/RM/IRTP/Catering : 180 Buah Jumlah Hotel Jumlah Kolam Renang
: 2 Buah : 1 Buah
Jumlah Panti Asuhan
: 2 Buah
F. Sarana dan Prasarana Kesehatan SARANA KESEHATAN
Sarana pelayanan kesehatan Puskesmas Tanjung Karang terbagi menjadi: Pelayanan Rawat Jalan; Pelayanan Rawat Inap Umum dengan 12 tempat tidur: 4 tempat tidur bangsal anak, 4 tempat tidur bangsal putra, 4 tempat tidur bangsal putri; Ruang bersalin 3 tempat tidur; Ruang Nifas 5 tempat tidur; Ruang bayi 2 box inkubator. Puskesmas Tanjung Karang juga dilengkapi dengan fasilitas Laboratorium sederhana, Apotik, OK Minor, Poli Tumbuh kembang, UGD 24 Jam, Dapur umum dan rumah dinas Dokter serta Paramedis. Sarana pelayanan kesehatan lingkup Puskesmas Tanjung Karang selain Puskesmas Induk, juga 2 Puskesmas Pembantu yaitu Pustu di Ampenan Selatan dan Pustu Tanjung Karang di Perumnas. Dengan 2 buah Poskesdes dengan Bidan Desa yang menetap dan 1 orang Bidan Desa yang tidak menetap di desa. Selain Pustu dan Poskesdes, Puskesmas Tanjung Karang juga memiliki 34 Posyandu yang terbagi dalam: -
Posyandu Pratama
: 0 buah
-
Posyandu Madya
: 12 buah 21
-
Posyandu Purnama
: 22 buah
-
Posyandu Mandiri
: 0 buah
Selain itu sebagai salah satu Puskesmas dalam lingkup Kota Mataram, keberadaan alat dan bahan kesehatan relatif lengkap dan sesuai dengan standart pelayanan dan kemungkinan pengembangan Puskesmas kedepannya Poskestren sebanyak 2 buah.
22
BAB III MASALAH KESEHATAN A. PROFIL KESEHATAN MASYARAKAT
Upaya Kesehatan Wajib yang dilakukan oleh Puskesmas Tanjung Karang sesuai Permenkes 128 tahun 2004 adalah : -
Upaya Kesehatan Ibu dan Anak
-
Upaya Kesehatan Perbaikan Gizi Masyarakat
-
Upaya Kesehatan Lingkungan
-
Upaya Promosi Kesehatan
-
Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular
-
Upaya Kesehatan Pengobatan Sedang Upaya Kesehatan Pengembangan yang telah ditetapkan oleh Dinas Kesehatan Kota Mataram yaitu :
-
Upaya kesehatan Lansia
-
Pelayanan Rawat Inap
-
Pelayanan PONED (kegawatdaruratan ibu dan bayi) Kemudian hasil tersebut juga disesuaikan dengan Target yang ditentukan oleh Dinas Kesehatan Kota Mataram melalui target di tiap-tiap program kegiatan.
UPAYA KESEHATAN IBU DAN ANAK KB Pada tahun 2010 terdapat 0 (nol) kasus ibu meninggal, hal tersebut merupakan jumlah yang lebih baik jika dibandingkan dengan tahun 2009 yang berjumlah 2 kasus. Ibu hamil yang terdata pada tahun 2010 sebanyak 1.082 jiwa, meningkat dari tahun 2009 yang hanya 1.048 jiwa. Demikian pula halnya dengan jumlah bayi meninggal yang hanya berjumlah 3 kasus. Kasus terbanyak pada kelurahan Kekalik Jaya sebanyak 2 kasus dan sisanya terdapat pada kelurahan Banjar. Jumlah bayi meninggal pada tahun 2009 mencapai 11 kasus.
Untuk Indikator-indikator kesehatan ibu, yang mengalami peningkatan cakupan target adalah cakupan kunjungan bumil K4 sebesar 94.7%, jika dibandingkan dengan tahun 2009 yang hanya berkisar pada 90.69%. Namun hal tersebut masih dibawah target SPM 2010 yaitu sebesar 95%. Cakupan bumil resti/komplikasi yang ditangani oleh puskesmas mengalami peningkatan drastis menjadi 75.2% yang pada tahun 2009 hanya sebesar 14.69%. Capaian tersebut harus
23
ditingkatkan lagi pada tahun 2011, karena masih dibawah target SPM sebesar 80%. Pelayanan persalinan oleh nakes merupakan salah satu indikator kesehatan ibu yang mengalami peningkatan yaitu sebesar 92.6 % yang pada tahun 2009 hanya mencapai 83.43%. Hal tersebut melebihi target yang dikeluarkan oleh Puskesmas yaitu sebesar 89%.
Indikator kesehatan berikutnya yaitu pelayanan nifas lengkap/ ibu dan neonatus sesuai standar (KN3). Indikator tersebut mengalami penurunan menjadi 81.1% yang pada tahun 2009 mencapai 82.30%. Indikator tersebut selain mengalami penurunan juga belum mencapai target SPM yaitu 90%. Capaian pelayanan dan atau rujukan bumil resti/komplikasi merupakan indikator yang bisa kita banggakan karena sudah mencapai 100% melebihi capaian 2009 yang sebesar 73.31% serta sudah mencapai target SPM s ebesar 100%.
Pada upaya kesehatan ibu dan anak – KB, yang diperhatikan adalah kesehatan bayi. Indikator – indikator yang mencerminkan kesehatan bayi salah satunya adalah jumlah kematian bayi. Jumlah kematian bayi di wilayah kerja Puskesmas Tanjung Karang pada tahun 2010 sebanyak 3 kasus. Hal tersebut mengalami penurunan dari tahun 2009 yang mempunyai 11 kasus bayi meninggal.
Cakupan BBLR yang ditangani sudah mencapai angka 100% sesuai dengan target SPM. Cakupan neonatal resti/komplikasi yang ditangani masih dikisaran 72.4%, walapun hal ini masih dibawah target cakupan SPM yakni sebesar 80%. Namun hal tersebut sudah mengalami peningkatan yang signifikan dari tahun 2009 sembilan yang sebesar 27.74%. Cakupan kunjungan bayi sudah jauh melebih target SPM yang hanya sebesar 90%. Cakupan kunjungan bayi ke Puskesmas Tanjung Karang sudah mencapai123.9% pada tahun 2010 dan 109.42% pada tahun 2009. Cakupan KN1 mengalami penurunan pada tahun 2010 menjadi 75.7% dari tahun 2009 yang mencapai angka 84.71%.
UPAYA KESEHATAN PERBAIKAN GIZI MASYARAKAT
Angka balita gizi buruk sebanyak 0 (nol) kasus, hal ini merupakan peningkatan dari tahun 2009 yang mencapai 3 kasus. Cakupan jumlah pemberian vitamin A pada balita sebanyak 2 (dua) kali dalam setahun masih di bawah target SPM (90%) yakni hanya sebesar 71.63%. Hal tersebut mengalami peningkatan dari tahun 2009 yang mencapai 66.12%. Cakupan pemberian tablet besi sudah melebihi target SPM (90%) yaitu sebesar 98.52%. Cakupan balita yang naik berat badannya hanya mencapai 51%, meskipun hal ini merupakan peningkatan dari tahun 2009 yang hanya mencapai 48.10%, namun capaian ini masih dibawah target SPM yaitu sebesar 80%. 24
Angka balita bawah garis merah (BGM) sudah mencapai target SPM yakni 95%. Bidang P2 Diare melaporkan bahwa baru 52.61% angka cakupan diare. Hal tersebut juga masih di bawah target SPM yang mencapai angka 100%.
32
2. Daftar 10 penyakit terbanyak pada tahun 2010 :
NO 1
2 3 4 5 6 7 8 9 10
NAMA PENYAKIT NASOFARINGITIS AKUT (CC) J00 DIARE DAN GE YG DIDUGA BERASAL DARI INFEKSI
A09 GASTRITIS DAN DUODENITIS K29 ABSES, FURUNKEL DAN KARBUNKEL KULIT L02 TONSILITIS AKUT J03 ARTHRITIS LAINNYA M13 CHRONIC APICAL PERIODONTITIS K04.5 HYPERTENSI ESENSIAL (PRIMER) I10 DERMATITIS ATOPIK L20 OPEN WOUND OF UNSPECIFIED BODY REGION T14.1
3. Daftar penyakit lainnya yang berdasarkan data hasil pelaksanaan kegiatan pemeriksaan
kecacingan di sekolah wilayah kerja Puskesmas Tanjung Karang yang kami dapat yaitu : N o
Puskesm as
1.
Tanjung Karang
2. 3. 4. 5.
Sekolah
SDN 10 AMPENAN SDN 15 AMPENAN SDN 28 AMPENAN SDN 35 AMPENAN MI NURUL JANNAH TOTAL
Jmlh muri d 217
Jmlah mrd yg diperik sa 204
Periksaan tinja Ket % Jumlah positif cacing C.gela C.camb C.tamba Tota ng uk ng l 31
19
2
52
218
202
40
17
3
60
209
198
29
19
0
48
278
266
34
17
0
51
119
105
22
13
0
35
1.04 1
975
156
85
5
246
33
25. 5 29. 7 24. 2 19. 2 33. 3 25. 2
C. PRIORITAS MASALAH
Penentuan prioritas masalah menurut Abraham L dengan scoring teknik yaitu dengan cara pemeilihan prioritas dilakukan dengan memberikan scor atau nilai untuk berbagai parameter tertentu yang telah ditetapkan.
Daftar masalah
Frequensi
kesehatan
Beratnya
Perhatian
Sensitifitas
masalah
masyarakat
terhadap upaya
+
Total X
R
kesehetan Gastritis
6
5
5
masyarakat 6
Artritis
5
2
2
2
11
5
Hipertensi
4
3
6
5
18
2
Dermatitis atopic
1
1
1
1
6
6
22
1
Peny. Lainnya : -
DHF
2
4
4
3
13
4
-
Helminthiasis
3
6
3
4
16
3
Berdasarkan penentuan prioritas masalah menurut metode Abraham di atas maka dapat kami menarik kesimpulan prioritas masalah berdasarkan ranking. Namun dalam hal ini kami mengambil maslah helminthiasis sebagai pkok permasalahan utnuk dilakukan intervensi.
34
POHON FAKTOR
35
METODOLOGI
1. Desain penelitian Rancangan penelitian kami menggunakan penelitian observatif deskriptif dengan desain cross sectional. Studi cross sectional adalah penelitian non-eksperimental dalam rangka mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor risiko dengan efek yang berupa penyakit atau status kesehatan tertentu, dengan model pendekatan point time (titik waktu yang sama).
2. Waktu dan Tempat Penelitian
Pre-test Waktu
:29 Juli 2011, pukul 04.30 WITA
Tempat:Lingkungan Batu Dawe dan Batu Ringgit Selatan dan Utara Post- test Waktu
:6 Agustus 2011 08.00 WITA
TempatKelas IV a SDN 15 Ampenan
3. Populasi dan Sampel Penelitian ini dilakukan dengan target seluruh siswa SDN 15 Ampenan yang berjumlah 218 siswa kelas 1 s/d 6. Namun, karena kami menemukan hambatan, sehingga kami menggunakan populasi dengan menggunakan kelas 4, 5, dan 6 a,b dengan jumlah siswa 126 orang. Penentuan sampel dilakukan menggunakan metode simple random sampeling dengan cara di lotre.
36
4. Besar Sampel Penentuan besar sampel dilakukan dengan mengguanakan rumus Slovin dimana jumlah populasinya diketahui.
Ket : N
: Jumlah populasi yang diketahui
n:
: Jumlah sampel yang ingin di cari
e
: error tolerance (taraf signifikansi) -> ( ^2 = pangkat dua )
Dengan menggunakan rumus di atas dapat kita masukkan populasi yang digunakan dengan taraf signifikansi yang kami gunakan adalah 10%=0.1.
n = 55,75 = 56 Jadi jumlah sampel yang digunakan adalah minimal 56 orang siswa. 5. Instrument dan cara pengumpulan data Instrument yang digunakan dalam pengumpulan data adalah dengan metode
wawancara.
Cara pengumpulan data kami lakukan dengan mengumpulkan data sekunder
yang kami dapatkan dari puskesmas dan dinas kesehatan Kota Mataram. Sedangkan pengumpulan data primer kami langsung turun ke lapanagna untuk melakukan wawancara.
6. Definisi Operasional
37
Helmint (cacing) adalah salah satu kelompok parasit yang dapat merugikan manusia. Jenis cacing yang banyak ditemukan di daerah tropis seperti Indonesia adalah cacing gelang (Ascaris lumbricuides,) cacing tambang (Ancylostoma duodenale dan Necator americanus) dan cacing cambuk (Trichuris tricura). Pengelompokkan data Pengetahuan, perilaku, dan kondisi Rumah, dibagi dalam 3 golongan : Pengetahuan •
Rendah
•
Sedang
•
Tinngi
•
Buruk
•
Baik
Prilaku
Kondisi Rumah dan lingkungan •
Tidak Sehat
•
Sehat
D. ALTERNATIF PEMECAHAN SOLUSI
Berdasarkan hasil identifikasi dan analisis masalah diperoleh alternative pemecahan maslah sebagai berikut : MASALAH
PENYEBAB MASALAH
ALTERNATIF SOLUSI
38
Helminthiasis
1. Kurang tersedianya sarana air bersih dan jamban sehat
1. Penyuluhan PHBS
kepada siswa SDN
2. Rendahnya pengetahuan ibu dan anak
15 Ampenan.
tentang penyakit cacingan
2. Pembagian sabun dan
3. Kurangnya kesadaran masyarakat tentang perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS)
alat pemotong kuku. 3. Pembuatan sarana jamban sehat. 4. Penyediaan sarana air bersih.
Berdasarkan alternative solusi yang kami buat, kami melakukan scoring dengan menggunakan metode Reinke yaitu berupa matriks EVEKTIVITAS DAN EFISIENSI :
No 1
ALTERNATIF SOLUSI Penyuluhan PHBS
EFEKTIVITAS M I V
EFISIENSI C
P=
RANK
4
4
4
3
21.33
1
4
4
3
3
16
2
4
4
4
5
12.8
3
3
4
4
5
9.6
4
kepada siswa SD 15 Ampenan. 2
Pembagian sabun dan alat pemotong kuku.
3
Pembuatan sarana jamban sehat.
4
Penyediaan sarana air bersih.
SKOR = antara 1 sampai 4 Ket. M
= Magnitude -> besarnya masalah yang dapat diatasi
I
= Importancy -> pentingnya mengatasi masalah 39
V
= Vulnerability -> kecepatan mengatasi masalah
C
= Cost -> biaya yang diperlukan
P
= Prioritas = P=
Ranking = urutan pemilihan kegiatan ≠ intervensi Berdasarkan table pemilihan alternative solusi di atas dapat kami simpulkan bahwa urutan pemilihan kegiatan yang kami lakukan adalah yang pertama adalah Penyuluhan diikuti dengan pembagian sabun dan alat pemotong kuku.
40
BAB IV A. PROGRAM KEGIATAN INTERVENSI KESEHATAN
Menyusun matriks kegitan Dari kegiatan intervensi terpilih, disusun rincian langkah kegiatan sebagai berikut : No. 1
2
Kegiatan
Tujuan
Sasaran
Penyuluhan
Meningkatkan
Siswa
PHBS
pengetahuan
kelas IV,
dan berusaha
V, VIA-B
mengubah
SD 15
prilaku
Ampenan.
Pembagian
Sebagai usaha
Siswa
sabun dan
mengubah
kelas IV,
alat
prilaku siswa
V, VIA-B
pemotong
kelas
SD 15
kuku.
IV,V,VIA-B
Ampenan
Metode Penyuluhan
Lokasi
Waktu
PJ
Kelas
08.30-
dr.
VIA
12.00
Larangga Gempa B.
-
Kelas
08.30-
dr.
VIA
12.00
Larangga Gempa B.
Tabel 4.1 intervensi pilihan
B.
PANITIA PELAKSANAAN KEGIATAN INTERVENSI HELMINTHIASIS
Pelaksana Kegiatan Penasehat Penanggung Jawab
Nama dr. Hj. Wiwin Nurhasida - dr. Larangga Gempa B.
-
dr. Fachrudi
-
dr. Ma’ruf Madjid
-
Ketua Pemberi Materi Sie. Acara
Irwan Syuhada S. Psi I Wayan Supartanaya Deni Sutrisna Wiatma - Ismulyaningsih
- Nurul Fathi Qory Rizkiah -
Maya Komala Sari
-
St. Noururrifqiyati Juna Putri 41
Sie. Perlengkapan
-
Lalu Hurilfan Fathoni
-
Sie. Publikasi & dokumentasi
M. Ade Indra Soetomo M. Ruhy Ithri Jamil
JADWAL KEGIATAN INTERVENSI HELMINTHIASIS
Hari / Tanggal Waktu Lokasi Acara
Sabtu / 6 agustus 2011 08.00 – 12.00 WITA SDN 15 Ampenan - Pembukaan
-
Sambutan Kepala Sekolah / Wali Kelas IV, V dan VI
-
Pengenalan Peserta KKL
-
Pembagian perlengkapan intervensi (buku, bolpoin, sabun, pemotong kuku, stiker)
-
Pemberian
materi
HELMINTHIASIS siswa/siswi
kelas
pada VI
(A/B)
sebanyak 39 siswa
-
Sesi Tanya Jawab (DoorPrize)
-
Post Test (sample)
-
Istirahat
-
Pembagian perlengkapan intervensi (buku, bolpoin, sabun, pemotong kuku, stiker) untuk kelas IV dan V
-
Pemberian
Materi
HELMINTHIASIS pada siswa kelas IV dan V sebanyak 57 siswa
-
Sesi Tanya Jawab (Door Prize)
-
Post Test (sample)
-
Pemberian Cinderamata untuk SDN 42
15 Ampenan
-
Penutup
-
Selesai
Sarana Prasarana : 1. Lokasi:
Sekolah SDN 15 Ampenan kelas VI A
2. Visual:
LCD (Puskesmas)
3. Audio:
Wireless, Microfone, cokroll (peserta KKL)
C. PELAKSANAAN
DAN
PEMBAHASAN
KEGIATAN
INTERVENSI
KESEHATAN
1. Pelaksanaan Intervensi Kesehatan
Pelaksanaan Kegiatan Intervensi Kesehatan dilakukan dengan memberikan penyuluhan dengan materi Helminthiasis pada siswa kelas IV, V dan VI di SDN 15 Ampenan. Penyuluhan dilakukan dengan pemberian materi oleh peserta KKL Fakultas Kedokteran Universitas Islam Al-Azhar dengan menggunakan media audio visual (ppt). Penyuluhan dipesertai oleh siswa dengan jumlah 96 siswa yang dimana jumlah keseluruhan siswa sebanyak 118 siswa dengan ketidakhadiran 22 siswa. Penyuluhan diadakan dengan dua sesi, yang mana sesi pertama diberikan penyuluhan pada siswa kelas VI, dimana kelas VI memiliki dua kelas dan sesi kedua diberikan penyuluhan pada siswa kelas IV dan V pada hari yang sama, ini dilakukan karena terjadi keterbatasan tempat. Setelah diberi penyuluhan, diadakan sesi tanya jawab bagi siswa dengan tujuan untuk mengetahui sejauh mana siswa mengerti dengan materi yang diberikan. Untuk memotivasi siswa, peserta KKL memberikan beberapa door prize bagi siswa yang dapat menjawab pertanyaan yang diberikan dengan benar. Peserta KKL juga menyediakan perlengkapan penunjang intervensi untuk seluruh siswa yang diintervensi seperti buku tulis, bolpoin, sabun cuci tangan, pemotong kuku dan stiker. Peserta KKL juga memberikan post test kepada siswa yang telah dijadikan sample, 43
dimana sebelumnya telah dilakukan pretest pada siswa-siswa tersebut. Hasil dari post test tersebut yang peserta KKL jadikan sebagai tolak ukur untuk menilai seberapa besar peningkatan pengetahuan dari siswa-siswa tersebut setelah dilakukan intervensi.
2. MONITORING
Penyuluhan yang kami lakukan di SDN 15 Ampenan dimana pelaksanaannya dilakukan dengan dua sesi, dimana sesi yang pertama kami lakukan dengan memberikan penyuluhan kepada kelas VI a dan VI b, kemudian untuk sesei kedua kami lakukan dengan pemberian penyuluhan kepada kelas IV dan V. Selama melakukan penyuluhan kami di dibantu dan didukung oleh pihak SDN 15 Ampenan, sehingga pelaksanaan penyuluh berlangsung dengan tertib. 3. PEMBAHASAN
Pada tanggal 30-juli-2010 tepatnya jam 16.30 WIB kami kelompok KKL Puskesmas Tanjung Karang telah turun ke lapangan untuk pengambilan data primer untuk pre test dalam bentuk kuesioner wawancara dan mendapatkan 53 sampel dari 3 kelurahan Batu dawe, Batu ringgit utara dan selatan. Penentuan sampel dilakukan dengan menggunakan metode simple random sampling dengan cara di lotre. Kemudian untuk penentuan jumlah sampel digunakan rumus slovin yang dimana jumlah populasinya diketahui yaitu :
Ket : N
: Jumlah populasi yang diketahui
n:
: Jumlah sampel yang ingin di cari
e
: error tolerance (taraf signifikansi) -> ( ^2 = pangkat dua ) Berdasarkan rumus di atas maka kami mendapatkan jumlah sampel sebesar 5
orang dari 126 siswa atau populasi yang sudah kami tetapkan. Dimana error tolerance yang kami gunakan adalah 10% = 0.1. 44
Setelah mendapat data tersebut kami mulai menganalisis data menggunakan SPSS 17.0 dan didapatkan data sebagai berikut :
Statistics Jamb Sumber Cuci_tan Cuci_tan Cuci_ alas_k N
Valid
an
_air
53
Missin 0
P_caci P_sum P_gej P_penul
gan1
gan2
BAB
aki
jajan
Kuku ngan
ber
ala
aran
Scoring IS
53
53
53
53
53
53
53
53
53
53
53
53
53
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1.6226
1.679 1.509 1.962 1.283 .9245
.7170
.2453 .1698
g Mean
1.830 1.3396 1.6226 2
Median
2
2.000 1.0000 2.0000
2.0000
0 Mode
2.00
1.00
2.00
2.00
4
3
0
6604
2.000 2.000 2.000 2.000 1.0000 .0000 0
0
0
0
2.00
2.00
2.00
2.00
14.905
.0000 .0000
14.000 0000
.00
.00
.00
.00
14.000 00
Range
1.00
1.00
1.00
1.00
1.00
2.00
1.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
16.000 00
Minimum
1.00
1.00
1.00
1.00
1.00
.00
1.00
.00
.00
.00
.00
.00
8.0000 0
Maximum
2 .00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
24.000 00
Tabel 4.1 data statistik responden pre-test
Berdasarkan data di atas didapatkan nilai mean atau rata-rata yaitu sebesar 14.9 atau dibulatkan menjadi 15, dimana nilai 15 setelah di kalkulasi sekitar sebesar 62.5 atau dalam interpretasi termasuk dalam nilai C. Untuk nilai median dan modus sama sama bernilai 14 atau sekitar 58.33. Dari hasil analisa juga didapatkan nilai minimal yang di capai siswa yaitu 8 dan nilai maksimal yang dicapai siswa yaitu 24. Berikut adaalah scoring yang didapatkan berdasarkan analisa menggunakan SPSS :
45
Scoring
Valid
Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
8.00000
1
1.9
1.9
1.9
9.00000
3
5.7
5.7
7.5
11.00000
3
5.7
5.7
13.2
12.00000
3
5.7
5.7
18.9
13.00000
7
13.2
13.2
32.1
14.00000
11
20.8
20.8
52.8
15.00000
7
13.2
13.2
66.0
16.00000
4
7.5
7.5
73.6
17.00000
4
7.5
7.5
81.1
18.00000
1
1.9
1.9
83.0
19.00000
2
3.8
3.8
86.8
20.00000
3
5.7
5.7
92.5
21.00000
2
3.8
3.8
96.2
22.00000
1
1.9
1.9
98.1
24.00000
1
1.9
1.9
100.0
Total
53
100.0
100.0
Tabel 4.2 data distribusi Scoring pre test
46
Berdasarkan tabel terlihat bahwa nilai siswa yang terbanyak pada scor 14 yaitu berjumlah sekitar 11 siswa. Berikut adalah hasil interpretasi dari hasil yang dicapai siswa :
IS Cumulative Valid
Frequency
Percent
Valid Percent
Percent
A
9
17.0
17.0
17.0
B
9
17.0
17.0
34.0
C
18
34.0
34.0
67.9
D
13
24.5
24.5
92.5
E
4
7.5
7.5
100.0
Total
53
100.0
100.0
Tabel 4.3 Interpretasi Scoring
47
Berdasarkan tabel dan grafik dapat disimpulkan bahwa tingkat pengetahuan siswa SDN 15 Ampenan mengenai penyakit cacingan berada pada tingkat Cukup dan Rendah (D). Jadi berdasarkan hasil analisa data setelah wawancara, kami menyimpulkan bahwa pengetahuan siswa SD tetnang penyakit cacingan sudah bisa dikatakan Cukup yaitu berkisar antara 14.9056604 dibulatkan 15 sehingga hasil dari Interpretasi score (62,5) (C) sehingga kami berencana melakukan intervensi dalam tujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan berusaha mengubah prilaku dari para responden.
4. EVALUASI
Setelah dilakukan intervensi kepada siswa, kami melakukan evaluasi yaitu berupa pemberian post test dengan metode yang sama yaitu kuesioner wawancara. Setelah kami melakukan evaluasi atau post test, kami mengolah data menggunakan SPSS 17.0 dengan hasil analisa sebagai berikut:
48
Statistics Jamb Sumbe Cuci_ta Cuci_ta Cuci_ alas_ an Mean
r_air
ngan1
BAB
1.9167
1.805 1.833 1.944 1.555 1.5556 1.500 1.444 1.3889 20.083
2 Median
6
2.000 1.0000 2.0000
2.0000
0 Mode
2.00 1.00
2.00
3
jajan kuku ngan
P_gej P_penu Scorin
ngan2
1.972 1.4444 1.6944
kaki
P_caci P_su
4
6
mber ala 0
laran
4
g
IS
3333
2.000 2.000 2.000 2.000 2.0000 2.000 2.000 2.0000 22.000 0
0
0
2.00
2.00
2.00 2.00 2.00
2.00
0
0 2.00
0 2.00
0000 2.00
23.000 00
Minimum
1.00 1.00
1.00
1.00
1.00
.00
.00
.00
.00
.00
.00
.00
10.000 00
Maximum
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
24.000 00
Sum
71.00 52.00
61.00
69.00
65.00 66.00 70.00 56.00 56.00
54.00 52.00 50.00
723.00 000
Tabel 4.4 data Distribusi responden post test
Berdasarkan tabel hasil evaluasi di atas, dapat di simpulkan bahwa nilai rata-rata yang dicapai siswa sekitar 20.08 dimana nilai ini setelah diinterpretasi Scoring didapatkan hasil sekitar 83.33. Hal ini membuktikan bahwa terdapat peningkatan tingkat pengetahuan siswa mengenai penyakit cacingan. Nilai minimum yang dicapai siswa sebesar 10 dan nilai maksimumnya adalah 24. Jadi ini menandakan adanya perubahan pola distribusi nilai dari setelah post test dan pada setelah pre test.
Berikut adalah analisa berdasarkan scoring yang diperoleh siswa SDN 15 Ampenan : Scoring Cumulative Valid
Frequency
Percent
Valid Percent
Percent
10.00000
2
5.6
5.6
5.6
11.00000
1
2.8
2.8
8.3
14.00000
2
5.6
5.6
13.9
15.00000
2
5.6
5.6
19.4
16.00000
2
5.6
5.6
25.0
20.00000
2
5.6
5.6
30.6
21.00000
6
16.7
16.7
47.2
22.00000
4
11.1
11.1
58.3
23.00000
12
33.3
33.3
91.7
24.00000
3
8.3
8.3
100.0
Total
36
100.0
100.0
49
Scoring Cumulative Valid
Frequency
Percent
Valid Percent
Percent
10.00000
2
5.6
5.6
5.6
11.00000
1
2.8
2.8
8.3
14.00000
2
5.6
5.6
13.9
15.00000
2
5.6
5.6
19.4
16.00000
2
5.6
5.6
25.0
20.00000
2
5.6
5.6
30.6
21.00000
6
16.7
16.7
47.2
22.00000
4
11.1
11.1
58.3
23.00000
12
33.3
33.3
91.7
24.00000
3
8.3
8.3
100.0
Tabel 4.5 analisa scoring
Berdasarkan hasil analisa tabel dan diagram batang di atas nilai terbanyak yang dicapai siswa setelah evaluasi adalah sebesar 23 yang di raih oleh sekitar 13 siswa. Dimana nilai 23 setelah diinterpretasi scoring n yaitu sekitr 83.33. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat peningkatan tinggkat pengetahuan siswa mengenai penyakit cacingan setelah dilakukan intervensi. Berikut adalah hasil analisa berdasarkan interpretasi nilai :
50
IS Cumulative Valid
Frequency
Percent
Valid Percent
Percent
A
27
75.0
75.0
75.0
B
2
5.6
5.6
80.6
C
4
11.1
11.1
91.7
D
1
2.8
2.8
94.4
E
2
5.6
5.6
100.0
Total
36
100.0
100.0
Tabel 4.6 hasil analisa interpretasi nilai
Berdasarkan tabel dan diagram batang hasil analisa SPSS tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa nilai yang paling banyak di raih siswa yaitu nilai A yaitu diraih oleh sekitar 27 siswa. Jika dipresentasikan maka didapat perolehan nilai A yaitu sekitar 75% dari 52 sampel.
Jadi dapat disimpulkan bahwa terdapat peningkatan tingkat pengetahuan siswa mengenai penyakit cacingan setelah dilakukan intervensi. Yang dari sebelumnya pada saat pre test yaitu 17% dan setelah dilakukan intervensi naik sebesar 58% menjadi 75% akan tetapi disini ada sedikit kekurang pada penelitian kecacingn ini dimana jumlah responden pre test dan post test hal disini dikarenakan adanya faktor hanbatan dimana sebanyak 17 siswa tidak hadir akan tetapi disini kita melihat menggunakan presentasi akhir dimana hasilnnya sangat bermakna. Hal ini menyatakan bahwa hasil intervensi kami dapat meningkatkan lebih dari 50% pengetahuan mereka. 51
D. HAMBATAN DAN MASALAH
Hambatan kami dalam pelaksanaan KKL dipuskesmas adalah: 1. Saat kami menentukan prioritas masalah sebenarnnya memilih gastritis akan tetapi
datanya tidak ada, hanya data kunjungan sama halnya dengan data demam berdarah 2. Pada saat pengambilan data di kelurahan Ampenan selatan dan Tanjung Karang kami
mengalami kesulitan karena profil daerah yang tidak adanya profil daerahnnya 3. Dalam melakukan pre-test kami terbentur akan libur awal puasa anak sekolah dimana
kami akhirnnya melakukan dengan cara door to door dan mendapat 53 sample. 4. Pada saat melakukan intervensi kami terbentur waktu karena jumlah sample pada saat
pre-test tidak sebanding saat post test dikarenakan sakit,dan lain hal.
52
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Secara umum kegiatan program yang dilaksanakan oleh Puskesmas Tanjung Karang tahun 2010 telah memenuhi standar pelayanan minimal dan telah mengacu pada pencapaian target Indikator Indonesia Sehat 2011.
Pada beberapa kegiatan tampak sudah mencapai target yang ditentukan namun adapula kegiatan yang belum mencapai targetnya, misalnya masalah pelayanan kesehatan yaitu kesehatan lingkungan, dan pelaksanaan PHBS dilingkungan Puskesmas.
Berdasarkan hasil survey yang kami lakukan bahwa penggunaan jamban sehat sekitar 90% menggunakan jamban dan sisanya 10% tidak memenuhi jamban sehat
Berdasarkan hasil survey yang kami lakukan bahwa penggunaan air bersih pada siswa-siswi SDN 15 Ampenan sekitar 65% menggunakan air bersih dan sisanya sekitar 35% tidak menggunakan air bersih
Berdasarkan hasil survey yang kami lakukan bahwa penggunaan alas kaki diluar rumah pada siswa-siswi SDN 15 Ampenan adalah sekitar 75% dan sisanya sekita 25% tidak menggunakan alas kaki
Berdasarkan hasil survey yang kami lakukan bahwa siswa siswi SDN 15 Ampenan sekitar 60,4 % memiliki kuku yang bersihu sedangkan sisanya masih belum masuk kriteria kuku yang bersih.
Berdasarkan evaluasi dari sebelum post test terjadi peningkatan pengetahuan anak-anak kelas IV,V,VI SDN 15 Ampenan sebesar 58%.
B. SARAN
53
Beberapa target yang belum tercapai hendaknya dapat dicari masalah apa saja hambatan yang ditemui di masyarakat dan alternatif pemecahan masalahnya.
54
DAFTAR PUSTAKA
1. Depkes RI, 1999. Rencana Pembangunan Kesehatan Menuju Indonesia Sehat 2010. Jakarta. 2. BKKBN, 1997. Panduan Pembangunan Keluarga Sejahtera Dalam Rangka Penanggulangan Kemiskinan. Kantor Menteri Negara Kependudukan/BKKBN. Jakarta. 3. Gani EH, 1994. Kemoterapi Masa Kini Untuk Pengobatan Soil Transmitted Helminthiasis. Presented at Simposium Sehari Peran Serta Masyarakat Dalam Usaha Penaggulangan Penyakit Kecacingan. FK USU Medan. 4. Soedarto, 1992. Penyakit-Penyakit Infeksi di Indonesia. Widya Medika. Jakarta. 5. WHO Technical Report Series, 2002. Prevention and Control of Schistosomiasis and Soil Transmitted Helminthiasis. Geneva. 6. WHO, 2006. Schistosomiasis and soil transmitted helminth infections-preliminary estimates of the number of children treated with albendazol or mebendazole. http://www.who.int/weekly epidemiological record. 7. Firmansyah, Isra MD, dkk. 2004. Factors Associated With the Transmission of Soil Transmitted Helminthiasis Among Schoolchildren. Jurnal Pediatrica Indonesiana Vol. 44 No. 7-8. 8. Rini P, Jeanne, dkk, 2000. Hubungan Antara Gejala dan Tanda Penyakit Cacing Dengan Kejadian Kecacingan Pada Anak Sekolah Dasar di Kecamatan Ampana Kota Kabupaten Poso Sulawesi Tengah. Jurnal epidemiologi Indonesia Vol. 4 Edisi I. Yogyakarta 9. Dinkes Kota Mataram , 2010 . Laporan Hasil Kegiatan Program Cacingan Tahun 2005. Dinkes Dinkes Kota Mataram. 10. Gani, H. E, 2002. Helmintologi Kedokteran. Edisi XX. EGC. Jakarta. 11. Albert B, 2006. Sabin Vaccine Institude 1889 F Street. N W Suite 2008. Washington DC.www//http: DPDx, the CDC Parasitology Website. 2007. 12. DepKes RI, 2004. Pedoman Umum Program Nasional Pemberantasan Cacingan di Era Desentralisasi. DepKes RI. Jakarta. 55
13. Maharani I.P, Astri. 2005. Infeksi Nematode Usus Pada Siswa Sekolah Dasar Negeri KarangMulyo 02, Kecamatan Peragon, Kabupaten Kendal. Jurnal Kedokteran Yarsi 13 (1) 24-34. Jakarta. 14. Damanik, Erida, 2005. Skripsi Mahasiswa : Gambaran Epidemiologi Penyakit Soil Transmitted Helminths Pada Murid SD Negeri No. 091434 Kecamatan Pamatang Sidamanik Kabupaten Simalungun Tahun 2005. FKM USU Medan. 15. Sadjimin, Toni, 2000. Gambaran Epidemiologi Kejadian Kecacingan Pada Siswa SD di Kecamatan Ampana Kota Kabupaten Poso Sulawesi Tengah. Jurnal Epidemiologi Indonesia. Vol. 4 Edisi 1. Yogyakarta. 16. Alemina, S. 2003. Hubungan Antara Status Sosial Ekonomi Dengan Kejadian Kecacingan Pada Anak SD Di Desa Suka Kecamatan Tiga Panah, Kab. Karo. Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK USU. Digitized by USU digital library. 17. Sandjaja, B., 2007. Helmintologi Kedokteran. Prestasi Pustaka, Jakarta. 18. Damanik, E., 2005. Gambaran Epidemiologi Penyakit Soil Transmitted Helminths Pada Murid SD Negeri No. 091434 Kecamatan Pematang Sidamanik Kabupaten Simalungun Tahun 2005. FKM USU Medan. 19. Sandjaja, B., 2007. Helmintologi Kedokteran. Prestasi Pustaka, Jakarta. 20. An American Family Physian, 2004. Common Intestinal Parasites http://www.An American Family Physician.org. Tanggal akses 5 Mei 2008. 21. Depary, AA., 1985. Soil Transmitted Helminthiasis. EGC, Jakarta. 22. Onggowaluyo, J., 2001. Parasitologi Medik I (Helmintologi). Program Studi Biomedik Kekhususan Parasitologi Universitas Indonesia, Jakarta. 23. Depkes RI, 2004. Pedoman Umum Program Nasional Pemberantasan Cacingan Di Daerah Desentralisasi, Jakarta.
56
View more...
Comments